Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PRAKTIKUM KEPERAWATAN JIWA

Oleh Kelompok 4
Dewi Puspitasari, 1706038784
Luvie Mevia Azzahra, 1706039282
Yushlihah Rofiati Yusuf , 1706039111

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus

Klien adalah Nn. B, berusia 20 tahun, pendidikan SLTA. belum menikah,


pekerjaan sebelum sakit adalah karyawati namun semenjak sakit klien terpaksa
berhenti bekerja. Klien masuk rumah sakit dengan diagnosa medis TB paru
dengan DIH (Drug Induced Hepatitis). Keluhan utama klien saat masuk RS adalah
mual, kadang-kadang muntah, tidak nafsu makan yang telah berlangsung selama
dua minggu sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan klien sejak mengkonsumsi
obat paru-paru (OAT) yang diperolehnya dari Puskesmas. Klien memiliki
kebiasaan pulang malam (sehabis bekerja sebagai penjaga toko) dengan
menggunakan kendaraan bermotor tanpa menggunakan masker udara. Ketika
berinteraksi dengan perawat, klien cenderung murung dan pasif, mengatakan
merasa malu tentang penyakit paru-paru yang diderita, tidak berani menceritakan
tentang penyakitnya kepada orang lain, cenderung menyembunyikan tentang
penyakitnya dan memilih menyebutkan jenis penyakit lain jika ada yang bertanya
tentang penyakit. Klien juga mengatakan merasa sedih karena terpaksa harus
berhenti bekerja akibat menderita penyakit ini. Kondisi ini juga membuat klien
merasa malu karena menjadi tidak produktif dan merasa khawatir akan masa
depannya kelak. Klien dan keluarganya juga masih memandang bahwa penyakit
TB paru merupakan penyakit yang memalukan dan merupakan suatu aib bagi
keluarga.
II. Proses terjadinya masalah (Penjabaran Pohon Masalah):

Klien masuk rumah sakit dengan diagnosa medis TB paru dengan DIH (Drug
Induced Hepatitis). Kondisi ini juga membuat klien merasa malu karena menjadi
tidak produktif dan merasa khawatir akan masa depannya kelak. Klien dan
keluarganya juga masih memandang bahwa penyakit TB paru merupakan
penyakit yang memalukan dan merupakan suatu aib bagi keluarga. Hal ini
membuat klien memiliki harga diri rendah situasional, jika terus berlanjut klien
berisiko mengalami isolasi sosial.

III. Data yang Perlu Dikaji

Pengkajian

DO:
- Klien tampak murung
- Pasif
- Cenderung menyembunyikan
tentang penyakitnya
DS:
Malu tentang penyakit paru-paru yang
diderita, tidak berani menceritakan Harga Diri Rendah Situasional
tentang penyakitnya kepada orang
lain, sedih karena terpaksa harus
berhenti bekerja akibat menderita
penyakit ini, merasa malu karena
menjadi tidak produktif dan merasa
khawatir akan masa depannya kelak.
Klien dan keluarganya masih
memandang bahwa penyakit TB paru
merupakan penyakit yang memalukan
dan merupakan suatu aib bagi
keluarga.
DS : Ketidakseimbangan nutrisi; kurang
dari kebutuhan tubuh
mual, kadang-kadang muntah, tidak
nafsu makan yang telah berlangsung
selama dua minggu sebelum masuk
RS. Keluhan ini dirasakan klien sejak
mengkonsumsi obat paru-paru (OAT)
yang diperolehnya dari Puskesmas

Data tambahan yang perlu dikaji:

Psikososial
- Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Non Psikososial
- Kaji TTV
- Kaji TB, BB
- Kaji Konjungtiva, Sklera, Hb

IV. Pohon Masalah dan Prioritas Diagnosa Keperawatan

Risiko Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


Situasional

Gangguan konsep diri: Peran

V. Rencana Tindakan Keperawatan

- Diagnosa Keperawatan Nonpsikososial: Risiko Gangguan Kebutuhan


Nutrisi
Tujuan: Status nutrisi klien dapat mencapai keseimbangan.
- Diagnosa Keperawatan Psikososial : Harga Diri Rendah Situasional
Tujuan: Klien dapat menerima kondisinya sekarang dan mampu mencapai
kembali harga diri yang positif
Tindakan: mengarahkan klien untuk menerima kondisinya dan
mengidentifikasi kemampuan serta aspek positif yang dimiliki klien

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KOMUNIKASI


KEPERAWATAN MENGENAI HARGA DIRI RENDAH
SITUASIONAL

Kondisi Klien
Klien adalah Nn. B, berusia 20 tahun, pendidikan SLTA. belum menikah,
pekerjaan sebelum sakit adalah karyawati namun semenjak sakit klien terpaksa
berhenti bekerja. Klien masuk rumah sakit dengan diagnosa medis TB paru
dengan DIH (Drug Induced Hepatitis). Keluhan utama klien saat masuk RS adalah
mual, kadang-kadang muntah, tidak nafsu makan yang telah berlangsung selama
dua minggu sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan klien sejak mengkonsumsi
obat paru-paru (OAT) yang diperolehnya dari Puskesmas. Klien memiliki
kebiasaan pulang malam (sehabis bekerja sebagai penjaga toko) dengan
menggunakan kendaraan bermotor tanpa menggunakan masker udara. Ketika
berinteraksi dengan perawat, klien cenderung murung dan pasif, mengatakan
merasa malu tentang penyakit paru-paru yang diderita, tidak berani menceritakan
tentang penyakitnya kepada orang lain, cenderung menyembunyikan tentang
penyakitnya dan memilih menyebutkan jenis penyakit lain jika ada yang bertanya
tentang penyakit. Klien juga mengatakan merasa sedih karena terpaksa harus
berhenti bekerja akibat menderita penyakit ini. Kondisi ini juga membuat klien
merasa malu karena menjadi tidak produktif dan merasa khawatir akan masa
depannya kelak. Klien dan keluarganya juga masih memandang bahwa penyakit
TB paru merupakan penyakit yang memalukan dan merupakan suatu aib bagi
keluarga.
SP 1 :
Fase Orientasi:
Ners : Selamat pagi mba, perkenalkan saya ners Rofi, saya perawat yang
bertanggung jawab pada pagi hari ini sampai jam 3 nanti, mba bisa sebutkan nama
dan tanggal lahirnya?
B : Bebita, 9 Mei 1999
Ners : Ok, mba bebita senang dipanggil apa?
B : Bita
Ners : Ok mba bita, apa kabar?
B : Baik
Ners : Syukurlah, baik jadi kunjungan saya pada pagi hari ini ingin berbincang-
bincang mengenai perasaan yang sedang mba rasakan, tujuannya yaitu unutk
mengetahui kondisi bapak sekarang dan membicarakan potensi yang bisa bapak
kembangkan. bincang-bincangnya ngga lama kok mba, kurang lebih 15-20 menit
saja. Bagaimana mba bersedia?
B : Boleh
Ners : Mba mau kita bincang-bincangnya disini saja atau dimana?
B : Disini saja

Fase Kerja:
Ners : Baik mba Bita, bagaimana perasaan mbak hari ini?
B : Saya malu ners
Ners : Wah, malunya kenapa mba?
B : Sama penyakit saya. Saya malu
Ners : Oh, jadi mba Bita merasa malu ya dengan penyakit paru-paru mba.
Mengapa demikian mba?
B : Ya saya takut saya jadi dijauhin ners. Penyakit saya kan menular,
makanya kalo ada yang nanya saya sakit apa saya jawabnya bukan penyakit paru.
Keluarga saya juga menganggap saya ini sebagai penderita penyakit yang
memalukan dan aib bagi keluarga
Ners : Lalu mba, bagaimana perasaan mba setelah didiagnosa penyakit TB?
B : Saya sedih ners, soalnya saya jadi harus berhenti bekerja karena penyakit
ini. Pokoknya saya sedih dan malu sekali sama diri saya karena terkena TB. Saya
jadi tidak produktif dan masa depan saya sudah hancur karena ini.
Ners : Oh jadi seperti itu ya mba.. nah mba, menurut mba, apakah mba memiliki
kelebihan di bidang tertentu?
B : Ngga punya ners. Saya tidak berguna lagi
Ners : Tentunya punya dong mba? Dulu, sebelum mba sakit dan masih bekerja,
selain bekerja apakah mba memiliki kesenangan yang khusus?
B : Saya sih.. sebenarnya suka sekali merajut ners. Dulu sewaktu kecil, saya
suka membantu nenek saya merajut. Tapi, seiring saya menjadi dewasa, saya jadi
tidak ada waktu untuk itu
Ners : Nah, bagus sekali ya mba, berarti mbak suka merajut yaa. Selain itu,
kira-kira apa lagi yang mba suka lakukan dulu?
B : Saya… juga suka berkebun atau menanam pohon. Dirumah saya banyak
sekali pohon. Tapi, ya sama seperti merajut, saya tinggalkan karena saya bekerja
terus pulang malam
Ners : Bagus sekali mba! Lalu apakah ada lagi?
B : Hmmm… mungkin menggambar ya. Dulu saya sangat suka menggambar
Ners : Wah mba hebat ya punya banyak keahlian. Nah dari ketiga hal yang
sudah mba beri tahu saya, kira-kira apa yang sekarang mba bisa lakukan?
B : Mungkin menggambar ners
Ners : Nah, bagaimana kalau kita sekarang mencoba mengasah kemampuan
menggambar mba?
B : Boleh ners
Ners : Saya akan ambil peralatannya dulu ya. Nah ini peralatannya. Kira-kira
mba mau gambar apa nih?
B : Pengen gambar bunga yang ada di jendela itu ners
Ners : Wah bagus sekali! Baik kalau begitu, apakah mau saya temani atau
tidak?
B : Ditemani boleh
Ners : Baik… wah gambar mba Bita bagus sekali ya. Mba sangat berbakat.
Nah, mba, kita sudah mengasah kemampuan menggambar mba. Bagaimana kalau
dalam 3 kali sehari mba terus mengasah kemampuan menggambar mba?
B : Wah, boleh ners. Kebetulan saya sudah lama tidak menggambar
Ners : Ya bagus sekali mba, saya akan bantu susun jadwal mba untuk seharian
yaa. Mari kita tempatkan, bagaimana kalau mulai menggambar pukul 10 pagi?
B : Oh boleh
Ners : Lalu selanjutnya jam 1 setelah makan siang dan ibadah? Dan yang
terakhir malam setelah makan malam? Bagaimana?
B : Boleh ners
Ners : Ya, bagus sekali mba

Fase Terminasi:
Ners : Baik mba, mengingat waktu kita sudah cukup, sampai disini ada yang
ingin mba tanyakan?
B : engga ners
Ners : Bagaimana perasaan mba bita setelah kita berbincang-bincang?
B : Saya merasa lebih baik setelah membicarakan masalah saya kepada
orang yang mengerti
Ners : wah bagus deh mba kalau begitu, untuk memastikan pemahaman mba,
coba mba sebutkan kembali hal-hal apa saja nih yang dapat mba lakukan?
B : saya baru menyadari dulu saya punya banyak hobby. Dan saya bisa
kembali melakukan hobby saya, seperti menggambar. Ternyata masih bagus juga
ya mba hehe.
Ners : Betul mba masih bagus, lalu setelah diskusi kita kali ini apa yang mba
bita akan lakukan kedepannya?
B : Saya mau rutin menggambar biar mengembangkan skill menggambar
saya.
Ners : Setuju mba, Baiklah mba, saya harapkan perasaan negatif yang ada pada
diri mba bisa berkurang ya mba dan lebih memandang kearah yang lebih positif
B : Iya saya coba ya mba
Ners : Baik mba kalo seperti itu, bagaimana kalau besok kita berbincang
kembali membahas mengenai aktivitas yang lain yang dapat mendorong perasaan
positif mba bita. Apakah mba bita bersedia?
B : boleh boleh
Ners : Kalau begitu mba besok bisa jam berapa ya mba?
B : jam 10 bisa ners
Ners : baik, untuk tempatnya, apakah mba ingin tetap berbincang-bincang disini
atau di tempat lain?
B : Sini aja ners aja gapapa
Ners : Baik apabila seperti itu, sampai jumpa besok ya mba, saya permisi dulu.
Selamat beraktifitas kembali

VI. Referensi

Keliat, A. B., Helena, N., & Farida, P. (2018). Manajemen keperawatan


psikososial & kader kesehatan jiwa: CMHN (Intermediate Course).
Jakarta: EGC
VII. Leaflet

Anda mungkin juga menyukai