Anda di halaman 1dari 12

lOMoARcPSD|33126693

MAKALAH TENTANG
KASUS BULLYING TEWASKAN SISWA SD DI TASIKMALAYA

GURU SOSIOLOGI
BU WILAN

DISUSUN OLEH

ILYAS DEKA MUSRAPID


RISKI SAPUTRA
ANDRE LESMANA
ANGELITA NURAIDIN
REFA ANDIAYANI
HESYA AZAHRA KAMIL

SMA NEGERI 1 CIPEUNDEUY


2023-2024
lOMoARcPSD|33126693

KATA PENGANTAR

Kami bersyukur kepada Allah SWT atas anugerah-Nya yang telah memberikan
rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik dan sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan. Seperti yang kita ketahui
bersama, pentingnya “Pendidikan Karakter dan moral” bagi anak bangsa sudah menjadi
jelas, terutama sejak usia dini. Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang kasus
bullying yang tarjadi di daerah Tasikmalaya .
Tugas ini kami susun untuk memberikan gambaran singkat tentang pentingnya
Pendidikan Karakter dalam mewujudkan kemajuan bangsa. Harapannya, makalah ini akan
berkontribusi dalam memperluas pemahaman kita. Kami sadar bahwa masih ada
kelemahan dalam penyusunan makalah ini.
Karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
meningkatkan kualitas makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Wilan mata Pelajaran Sosiologi, serta kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menghargai perhatian dan waktu yang telah
diberikan. Terima kasih banyak.

i
lOMoARcPSD|33126693

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………..... ii


BAB I PENDAHULUAN …...................................................................... 1

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 2

BAB III ANALISIS TEORI KASUS BULLYING .................................. 5

BAB IV PENUTUP ...................................................................................


8
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
9

ii
lOMoARcPSD|33126693

BAB I

PENDAHULUAN

Kasus perundungan atau bullying sering dikaitkan dengan remaja pada masa
SMP-SMA. Namun pada kenyataan nya bullying juga dapat terjadi pada anak dengan
kisaran usia 3-12 tahun (Rahayu & Permana, 2019). Bullying adalah bentuk-bentuk
perilaku kekerasan di mana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap
seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok
orang (Zakiyah et al., 2018).
Bullying dapat berdampak pada psikologis anak bahkan hingga mengalami
depresi dan kematian. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak sepatutnya
menjadi tanggung jawab penuh keluarga, khususnya orang tua untuk mengawasi anak
nya dalam proses mengenal lingkungan. Teknologi dan media sosial menjadi salah satu
hal yang tidak bisa dihindari oleh anak-anak masa kini.
Semenjak pandemi berlangsung, siswa mulai dari TK hingga SMA dituntut
untuk bisa mengoperasikan internet dalam rangka mengganti aktivitas belajar mengajar
yang sebelumnya dilakukan di kelas, kemudian diarahkan untuk belajar dari rumah
menggunakan telepon genggam dan internet. Hal ini tentu menjadi bisa menjadi salah
satu penyebab anak mengeksplor sesuatu yang tidak pantas seperti pornografi.
Pornografi dapat menimbulkan dampak negative bagi anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan, salah satuny adalah perundungan atau bullying.

1
lOMoARcPSD|33126693

BAB II

PEMBAHASAN

Kasus bullying atau perundungan yang terjadi di Singaparna, Tasikmalaya, Jawa


Barat telah menewaskan siswa berumur 11 tahun dengan inisial FH. Bullying
merupakan tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Komisi Perlindungan Anak dalam
kasus FH memberikan pernyataan bahwa kasus perundungan yang menimpa FH
termasuk ke dalam kasus yang berat dan kompleks karena korban telah mengalami
kekerasan baik secara fisik, seksual, dan psikologis. Dugaan KPAI merujuk pada video
50 detik yang tersebar di media sosial. Dalam video tersebut, dua pelaku terlihat
memegangi seekor kucing dengan keadaan korban yang dipaksa untuk melucuti
pakaiannya. Tersebarnya video bullying tersebut membuat korban terganggu secara
psikis hingga penurunan kesehatan karena enggan untuk makan, hingga akhirnya
meninggal dunia (Kompas.com, 2022).
Kasus bullying ini melibatkan 15 orang yang terkait dengan perundungan
tersebut termasuk yang menjadi saksi peristiwa ataupun hanya mendengar cerita
perundungan yang dialami FH. 15 orang tersebut kemudian diperiksa oleh Polda Jawa
Barat. Komisioner KPAI memapaparkan bahwa hasil asesmen pelaku diduga terpapar
video pornografi. Definisi pornografi terdapat pada Undang-Undang Pornografi Tahun
2008 yang didefinisikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar

2
lOMoARcPSD|33126693

bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat
(BPK RI, 2008). Dengan adanya dugaan itu, Komisioner KPAI berharap polisi dapat
bekerjasama dengan psikolog anak untuk melakukan pendampingan.
Komisioner KPAI, Jasra meyakini bahwa kasus bullying yang dialami oleh FH
merupakan perundungan yang telah dilakukan berkali-kali secara berkelompok dengan
puncaknya adalah kasus tersebut di mana korban mendapatkan kekerasan secara verbal,
fisik, maupun psikis. Bullying atau perundungan merupakan salah satu bentuk
penyimpangan sekunder, dimana pelaku perundungan dapat melakukan tindakan nya
secara berulang selagi perilaku nya belum diketahui pihak lain. Dengan adanya kasus
perundungan yang dialami korban secara berulang, disertai dengan puncak nya saat
video perundungan tersebar memberi dampak negtaif yang besar untuk korban yang
baru menginjakan kaki di sekolah dasar.
Bullying yang dialami FH serta video yang tersebar di media sosial telah
membuat dampak negative yang besar hingga korban kehilangan semangat hidupnya.
Korban merasa malu karena video perundungan yang berdurasi 50 detik tersebut
tersebar dan membuat korban tidak mau makan hingga kondisi fisiknya menurun. Dari
hasil pemeriksaan medis yang dipaparkan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan
RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya, korban mengalami suspect depresim thypoid dan
suspect episode depresi atau gangguan ensafalopati kejiwaan. Suspect depresim thypoid
dan suspect episode depresi atau gangguan ensafalopati kejiwaan terjadi karena adanya
tekanan yang dialami korban sebelumnya.
Kasus bullying yang dialami FH merupakan kasus yang berat dan kompleks.
Kekerasan secara seksual, fisik, dan psikis yang dilakukan para pelaku telah
menghilangkan nyawa korban secara tidak langsung. Tekanan yang dialami korban
telah membuat kondisi fisik nya menurun dan kehilangan nyawa. Kasat Reskrim Polres
Tasikmalaya menuturkan bahwa pihaknya akan menerapkan Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak (SPPA) bagi para pelaku bullying. Dengan adanya hal tersebut
menunjukkan bahwa kasus perundungan yang dialami FH sudah termasuk ke dalam
kasus kriminal hingga menghilangkan nyawa. Namun, dikutip dari CNN Indonesia
(2022) tiga

3
lOMoARcPSD|33126693

terduga pelaku dikembalikan kepada orang tuanya. Hal ini merujuk pada undang-
undang terkait sistem peradilan anak, semua perkara melibatkan anak sebagai pelaku
wajib didiversi. Diversi merupakan sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan
suatu kasus dari proses formal ke proses informal atau menempatkan keluar pelaku
tindak pidana anak dari sistem peradilan anak atau menempatkan ke luar pelaku tindak
pidana anak dari sistem peradilan pidana (Johari & Agus, 2021). Proses pengembalian
tersangka kepada orang tua dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
bekerjasama dengan polisi. Selain alasan diversi, pengembalian anak kepada orang tua
masing-masing karena ancaman hukuman di bawah tujuh tahun dan ketiga pelaku
berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya (CNN Indonesia, 2022).

4
lOMoARcPSD|33126693

BAB III
ANALISIS TEORI KASUS BULLYING

Bullying atau perundungan termasuk ke dalam penyimpangan sosial yang sudah


melanggar norma sosial dan norma hukum, khusunya bila korban sudah mengalami
kekerasan seperti apa yang dialami oleh FH. Adapun pasal-pasal yang menjerat
pelaku bullying di bawah umur diatur dalam Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 yang
berbunyi: "Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak." Ancaman hukuman
bagi yang melanggar pasal ini adalah pidana. penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000 (Tujuh Puluh Dua Juta
Rupiah) (Samosir, 2022).
Bullying menurut Novitasari (2017) merupakan suatu tindakan yang
menunjukkan perilaku agresif dan manipulatif, yang dapat dilakukan oleh satu orang
atau lebih yang ditunjukkan kepada orang lain, seringnya berisi kekerasan dan
menunjukkan adanya ketidakseimbangan kekuatan anatara korban dan pelaku bullying
(Rahayu & Permana, 2019). Bullying yang dilakukan oleh pelaku dapat terjadi karena
kurang nya pengawasan serta pendidikan karakter yang kurang disosialisasikan oleh
orang tua ataupun guru sebagai orang tua kedua di sekolah.
Sosialisasi menurut Charles R Wright merupakan proses ketika individu
mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan sampai tingkat
tertentu norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang tersebut untuk
memperhitungkan harapan-harapan orang lain (Sutaryo, 2014). Dalam proses
sosialisasi,

5
lOMoARcPSD|33126693

seorang individu/anak didik belajar tentang perilaku, kebiasaan, dan pola-pola


kebudayaan lain. Individu juga belajar tentang keterampilan sosial (social skills) seperti
berbahasa, bergaul, berpakaian, dan cara makan (Idi & Safarinah, 2014).
Sosialisasi merupakan suatu proses belajar dan membimbing suatu individu
untuk masuk ke dalam dunia sosial. Sosialisasi mulai dapat ditanamkan sejak anak
mulai tumbuh di dalam keluarga, karena keluarga merupakan agen sosialisasi pertama
untuk anak. Oleh karena itu, sosialisasi perlu diarahkan sesuai dengan nilai dan norma
yang ada di masyarakat.
George Herbert Mead mengemukakan teori sosialisasi yang diuraikan dalam
bukunya Mind, Self, Society (1972). Mead menguraikan tahap pengembangan diri
manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia berkembang
secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead
pengembangan diri manusia berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan
diri untuk mengenal dunia sosialnya. Pada tahap ini juga anak mulai melakukan
kegiatan meniru meski tidak sempurna. Dalam tahap ini, individu sebagai calon anggota
masyarakat dipersiapkan dengan dibekali nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga.
Lingkungan yang memengaruhi termasuk individu yang berperan dalam tahapan ini
relatif sangat terbatas, sehingga proses penerimaan nilai dan norma juga masih dalam
tataran yang paling sederhana.
2. Tahap Meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-
peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran
tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan
seorang ibu dari dirinya. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada
posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial
manusia berisikan orang-orang yang jumlahnya banyak telah juga mulai terbentuk.

6
lOMoARcPSD|33126693

3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan peran yang
secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga memungkinkan
adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini seorang individu
mulai berhubungan dengan teman sebaya di luar rumah nya. Peraturan-peraturan yang
berlaku di luar keluarganya secara bertahap mulai dipahami. Bersamaan dengan itu,
anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan
masyarakat secara luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerjasama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Manusia dengan
perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti
sepenuhnya. Dalam tahap ini, individu dinilai sudah mencapai tahap kematangan untuk
siap terjun dalam kehidupan masyarakat.
Setiap tahapan yang dilalui anak merupakan momen penting dalam
mengenalkan anak dan mengarahkan anak terhadap norma dan nilai sosial. Adapun
agen sosialisasi lain selain keluarga adalah kelompok bermain, sekolah, dan media
massa. Namun, sebanyak apapun agen sosialisasi yang ditemukan anak untuk belajar
dan menemukan hal baru, penguatan terhadap nilai-nilai dan norma masyarakat tetap
menjadi peran utama keluarga sebagai bentuk pembentukan karakter anak agar terhindar
dari perilaku-perilaku negative salah satunya adalah menjadi pelaku bullying

BAB IV
lOMoARcPSD|33126693

PENUTUP

SIMPULAN

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan di mana terjadi pemaksaan


secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih
“lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Tindakan bullying merupakan salah
satu bentuk penyimpangan karena telah melanggar norma sosial dan normah hukum.
Pasal mengenai bullying bagi pelaku di bawah umur terdapat pada pasal 76C UU
Nomor 35 Tahun 2014. Kasus bullying yang dialami FH hingga menghilangkan nyawa
merupakan kasus yang dilakukan oleh sekelompok pelaku yang diduga terpapar konten
pornografi. Dalam hal ini, teori sosialisasi milik George Herbert Mead memaparkan
bahwa terdapat tahapan- tahapan yang perlu dilalui anak untuk mengenal dan belajar hal
batu melalui agen sosialisasi pertama yaitu keluarga. Oleh karena itu, sosialisasi yang
dilakukan keluarga menjadi pondasi utama bagi anak dalam memahami nilai-nilai dan
norma yang ada di masyarakat sebagai bentuk pembentukan karakter agar terhindar dari
perilaku-perilaku negative seperti bullying.

SARAN
Tentunya kami sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

8
lOMoARcPSD|33126693

DAFTAR PUSTAKA

BPK RI. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi.

CNN Indonesia. (2022). Kasus Bullying di Tasikmalaya, 3 Tersangka Dikembalikan ke


Orang Tua. CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220727154327-12-826933/kasus-
bullying-di-tasikmalaya-3-tersangka-dikembalikan-ke-orang-tua

Idi, Abdullah, Safarina. Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)

Johari, & Agus, M. A. (2021). ANALISIS SYARAT DIVERSI DALAM SISTEM


PERADILAN PIDANA ANAK. Jurnal of Correctional Issues, 4(2), 95–103.

Kompas.com. (2022). Kasus “Bullying” yang Tewaskan Siswa SD di Tasikmalaya,


KPAI Menduga Pelaku Terpapar Konten Pornografi. Kompas.Com.
https://regional.kompas.com/read/2022/07/24/060600878/kasus-bullying-yang-
tewaskan-siswa-sd-di-tasikmalaya-kpai-menduga-pelaku?page=all

Mead, G. H. (1972). Mind, Self, and Society. From the standpoint of a social
behaviorist. 18. Aufl.

Rahayu, B. A., & Permana, I. (2019). Bullying di Sekolah : Kurangnya Empati Pelaku
Bullying dan Pencegahan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(3), 237–246.
https://doi.org/10.26714/jkj.7.3.2019.237-246

Samosir, R. E. (2022). Jeratan Hukum bagi Pelaku Bullying terhadap Anak di


Bawah Umur. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/rizal40445/62863785e8da200a13180d22/jeratan-
hukum-bagi-pelaku-bullying-terhadap-anak-di-bawah-umur

Sutaryo, Dasar-Dasar Sosialisasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm.156

Zakiyah, E. Z., Fedryansyah, M., & Gutama, A. S. (2018). the Impact of Bullying
Againts Teen Development Victims of Bullying. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial,
1(3), 265–279. http://scholarpublishing.org/index.php/ASSRJ/article/view/4278

Anda mungkin juga menyukai