Anda di halaman 1dari 20

PENGENDALIAN KOROSI PADA TAKUMA WATER TUBE BOILER N-

750 SA PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) TANJUNG SEUMANTOH

DISUSUN OLEH :

Nama : As Shifa Salsabil

NIM : 1932402007

Mata Kuliah : Pengetahuan Bahan dan Korosi

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Irwan, M. T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

2022
DAFTAR ISI
Contents
DAFTAR ISI..............................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1

1.3 Tujuan....................................................................................................................1

1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3

2.1Uraian Proses Takuma Water Tube Boiler N-750 SA............................................3

2.2 Faktor Penyebab Korosi Pada Ketel Uap...............................................................5

2.3 Jenis dan Mekanisme Korosi Pada Ketel Uap.......................................................7

2.3.1 Korosi karena Oksidasi dalam Lingkungan Kering.....................................7

2.3.2 Korosi dalam Medium Air...........................................................................7

2.3.3 Bentuk Korosi pada Beberapa Komponen Ketel Uap...............................11

2.4 Pengendalikan Korosi Pada Ketel Uap................................................................12

2.4.1 Pengendalian Air........................................................................................12

2.4.2 Pengolahan Air...........................................................................................14

BAB III PENUTUP................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................17

3.1 Saran....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Boiler mempunyai peranan penting dalam proses produksi uap, dimana uap ini nantinya
akan digunakan untuk memutar turbin uap sebagai penghasil energi listrik untuk kebutuhan
pabrik, perkantoran, dan perumahan. Pada pabrik minyak kelapa sawit uap menjadi
kebutuhan utama, selain sebagai penggerak turbin, uap juga dibutuhkan untuk Stasiun
Perebusan (Sterilizer), Stasiun Kempa (Digester), Stasiun Klarifikasi, Stasiun Pengolahan
Inti Sawit (Kernel), pemanasan di Dispatch dan Storage Tank, dan Stasiun Pengolahan Air
(Water Treatment Plant). Apabila terjadi gangguan pada sistem boiler, maka kelancaran dan
kontinuitas produksi uap akan terganggu sehingga produksi minyak kelapa sawit yang
dihasilkan juga akan mengalami gangguan.
Masalah korosi dalam ketel uap (boiler) pada industri sering terjadi. Ini dapat
disebabkan oleh air ketel yang tidak diolah serta diawasi dengan baik, sehingga dapat
memperparah korosi dan berakibat ketel meledak. Air merupakan bahan yang sangat penting
dalam pengoperasian pabrik yaitu sebagai air umpan boiler untuk pembangkit tenaga dan
untuk air pengolahan Kualitas air sangat ditentukan oleh zat-zat yang terlarut di dalamnya,
seperti bahanbahan organik dan anorganik serta gas-gas, misalnya CO 2 dan O2. Maka,
diperlukan suatu proses pengolahan air agar air yang dihasilkan dapat memenuhi syarat
sesuai kriteria yang di tetapkan.
Hal tersebut dapat mengakibatkan kerak dan terjadi korosi pada ketel uap, yang
selanjutnya tentu menimbulkan kerugian. Pada tulisan ini akan dibahas korosi dalam
lingkungan kering oleh gas pembakaran, korosi dalam medium air, korosi antar kristal dan
cara-cara pengendalian.

1.2 Rumusan Masalah


Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana proses pengoperasian Takuma Water Tube Boiler N-750 SA?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab korosi pada ketel uap?
3. Jenis korosi apa dan bagaimana mekanisme korosi yang terjadi di ketel uap?
4. Bagaimana pengendalian korosi pada ketel uap?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makan ini adalah :

1
1. Untuk menjelaskan proses pengoperasian Takuma Water Tube Boiler N-750 SA.
2. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab korosi pada ketel uap.
3. Untuk menjelaskan jenis dan mekanisme korosi yang terjadi di ketel uap.
4. Untuk menjelaskan bagaimana cara pengendalian korosi pada ketel uap.

1.4 Manfaat Penulisan


Dalam penulisan makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis
sendiri terkait pengendalian korosi pada ketel uap, menambah daftar pustaka dalam proses
pembelajaran mengenai pengetahuan bahan-bahan dalam teknik sehingga pembaca dari
kalangan mahasiswa khususnya mahasiwa teknik dapat menjadikan makalah ini sebagai
bahan pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Uraian Proses Takuma Water Tube Boiler N-750 SA


Boiler atau ketel uap adalah suatu alat berbentuk bejana tertutup yang digunakan untuk
menghasilkan uap. Uap diperoleh dengan memanaskan bejana yang berisi air dengan bahan
bakar (Yohana dan Askhabulyamin 2009: 13). Boiler mengubah energi kimia menjadi bentuk
energi yang lain untuk menghasilkan kerja. Boiler dirancang untuk melakukan atau
memindahkan kalor dari suatu sumber pembakaran, yang biasanya berupa pembakaran bahan
bakar. Boiler berfungsi sebagai pesawat konversi energi yang mengkonversikan energi kimia
(potensial) dari bahan bakar menjadi energi panas.

Sistem ketel uap terdiri dari :


a. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan
kebutuhan uap. Berbagai katup disediakan untuk keperluan perawatan dan
perbaikan dari sistem air umpan, penanganan air umpan diperlukan sebagai bentuk
pemeliharaan untuk mencegah terjadi kerusakan dari sistem uap.
b. Sistem uap mengumpulkan dan mengontrol produksi uap dalam boiler. Uap
dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem,
tekanan uap diatur menggunakan katup dan dipantau dengan alat pemantau
tekanan.
c. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan
bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Bahan bakar yang
digunakan adalah limbah hasil pengolahana minyak kelapa sawit yaitu cangkang
dan serabut kelapa sawit.
Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai tekanan, temperatur,
dan laju aliran yang menentukan pemanfaatan uap yang akan digunakan. Berdasarkan ketiga
hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan tekanan-temperatur rendah (low pressure/LP)
dan tekanan-temperatur tinggi (high pressure/HP), dengan perbedaan itu pemanfaatan uap
yang keluar dari sistem boiler dimanfaatkan dalam suatu proses untuk memanaskan cairan
dan menjalankan suatu mesin (commercial and industrial boilers), atau membangkitkan
energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi mekanik kemudian memutar
generator sehingga menghasilkan energi listrik (power boilers). Namun, terdapat pabrik yang
menggabungkan kedua sistem boiler tersebut, yang memanfaatkan tekanan-temperatur tinggi

3
untuk membangkitkan energi listrik, kemudian sisa uap dari turbin dengan keadaan tekanan-
temperatur rendah dapat dimanfaatkan ke dalam proses industri. Salah satunya ialah Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Tanjung Seumantoh.
Didalam proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit yang ada pada PTPN-I
PKS Tanjung Seumantoh banyak menggunakan tenaga uap (steam), dimanan uap yang di
hasilkan oleh boiler di transferkan ke turbin, sisa uap yang di hasilkan turbin di kumpulkan
dalam suatu instalasi yang di sebut back pressure vessel (BPV), uap dari BPV akan di
gunakan untuk proses pengolahan pada alat-alat yang memerlukan uap, seperti pada :

1. Stasiun Rebusan (Sterilizer Station)


2. Stasiun Biji (Kernel Station)
3. Stasion Kempa (Pressing Station)
4. Stasiun klasifikasi (Clarification Station)
a. CST (Continous Sludge Tank)
b. ST (Sludge Tank)
c. OT (Oil Tank)
Adapun siklus aliran uap yang berlaku pada PTPN-I PKS Tanjung Seumantoh adalah
bersifat siklus terbuka, karena setelah di gunakan uap dalam bentuk kapasitas terbuka
langsung dibuang melalui karangan buang, karangan buang ini yang di control secara
otomatis dan manual oleh operator kerja. Gambar Takuma Water Tube Boiler N-750 SA
ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Takuma Water Tube Boiler N-750 SA

4
2.2 Faktor Penyebab Korosi Pada Ketel Uap
Faktor utama penyebab korosi pada ketel upa adalah kualitas air yang tidak bagus.
Kerusakan ketel uap akibat kualitas air yang jelek, dapat menimbulkan (Ulil, 2008):
a. Kerak/deposit
Kerak pada ketel disebabkan oleh terbentuk endapan dari air, langsung pada
permukaan pemindah panas atau oleh suspensi air yang menempel pada permukaan
logam, sehingga logam menjadi keras dan lengket. Penguapan pada ketel akan
menyebabkan peningkatan kontaminan (kotoran).
b. Korosi
Korosi adalah kerusakan-kerusakan yang timbul pada logam yang disebabkan
karena terjadi reaksi kimia antara permukaan logam dengan media sekelilingynya.
Peristiwa korisi dapat menjadi lebih cepat dengan meningkatnya konsentrasi
oksigen.
c. Keretakan
Keretakan ini dapat disebabkan oleh kandungan basa (NaOH), yang terdapat
dalam air ketel. Kondisi yang menyebabkan terjadi keretakan basa ini adalah, logam
mendapat tekanan. Kelebihan hidroksida dalam air ketel adalah hasil dari hidrolisa
natrium fosfat yang ditambahkan untuk pengaturan pH atau pengurangan kalsium
dan magnesium, dengan reaksi:
Na3PO4 + H2O Na2HPO4 + NaOH
Kondisi penyebab keretakan basa, antara lain (Ulil, 2008):
a. Stress. Dapat disebabkan dari dalam maupun luar akibat ekspansi.
b. Adanya kebocoran air ketel pada daerah yang mengalami stress. Akibatnya uap
akan menghilang dan tinggal air yang mengandung banyak zat padat pada titik
kebocoran.
c. NaOH bebas dalam air ketel. NaOH terkumpul pada daerah kebocoran dan
menyebabkan kerusakan pada logam. Semua kondisi ini terjadi secara simultan.
Korosi pada baja adalah kerusakan yang terjadi, dimulai dari permukaan, secara kimia
atau elektrokimia. Pada ketel uap korosi disebabkan oleh zat-zat yang terdapat dalam air ketel
atau asap bahan bakr. Korosi pada ketel atau asap bahan baker.
Pada ketel uap tekanan tinggi, bahannya tidak hanya harus tahan temperatur tinggi,
tetapi juga tahan korosi, karena uap air pada suhu tinggi itu dapat merusak baja menurut
reaksi:
3 Fe + 4 H2O Fe3O4 + 4 H2.

5
Untuk semua jenis ketel uap, sirkulasi air penting. Air bukan merupakan penghantar
panas yang baik. Oleh karena itu panas merambat dalam air dengan konveksi.
Sirkulasi air dalam ketel selain untuk memperoleh pemanasan yang merata, juga agar
tidak terjadi korosi karena adanya gelembung-gelembung uap atau udara menempal pada
dinding ketel. Sirkulasi yang baik juga mencegah terjadinya penguapan setentak yang
menyebabkan konsentrasi zat-zat yang larut dalam air naik setempat dan dapat mengendap.
Pada ketel uap bertekanan tinggi adanya gelembung-gelembung uap atau udara dapat
menyebabkan pemanansan setempat. Dengan adanya gelembunggelembung uap menempel
pada dinding, pada suhu gas bakar 500 - 600°C, suhu dinding ketel, walaupun tanpa kerak,
dapat mencapai 400°C. Pada temperatur itu uap air bereaksi berarti telah terjadi korosi
(Boeks and Van Den Deysl, 1952).
3 Fe + 4H2O Fe3O4 + 4 H2,
Jika air pengisi ketel tidak bebas dari udara, pada pemanasan, udara terpisah dan
menempel pada dinding ketel. Oksigen dari udara itu menyebabkan korosi. Makin tinggi
tekanan uap, makin tinggi temperature air dan makin besar bahaya korosi. Suatu lapisan
kerak yang tipis dapat menjadi lapisan pelindung. Tetapi sering kali terdapat retakan-retakan
pada kerak dan makin tebal lapisan kerak, kemungkinan retak makin besar. Juga lapisan tipis
pada baja dapat retak-retak, sehingga korosi akan berjalan terus, terutama jika ada kerak,
dimana temperatur antara baja dan kerak dapat naik.

2.3 Jenis dan Mekanisme Korosi Pada Ketel Uap


2.3.1 Korosi karena Oksidasi dalam Lingkungan Kering
Oksidasi terjadi pada komponen-komponen seperti pada pipa penguap, pipa pemanas
lanjut, economizer dan lain-lain yang mengalami kontak langsung dengan gas pembakaran.
Supaya pembakaran dapat sempurna artinya semua bahan bakar terbakar, maka perlu
kelebihan udara. Biasanya faktor kelebihan udara antara 1: 2 dan 1: 4. Udara merupakan
sumber asal dari oksigen dalam pembakaran (Uhlig, 1948). Kebanyakan oksida logam
mempunyai energi bebas pembentukan negatif sampai temperature 2000°C. Ini Berarti bahwa
logam akan bereaksi dengan oksigen membentuk lapisan oksida di daerah temperatur tersebut
(Wickert, 1952).

2.3.2 Korosi dalam Medium Air


Dalam medium air dapat terjadi korosi galvanik karena dua macam logam, karena
perbedaan konsentrasi O2, karena dua macam fasa dan lain-lain (Shreir, 1978):
a. Korosi Galvanik karena Dua Macam Logam
6
Apabila logam Cu dan Fe dihubungkan dan berada dalam suatu elektrolit,
maka logam yang mempunyai potensial elektroda lebih rendah (dalam hal ini Fe)
merupakan anoda yang akan mengalami korosi galvanik dengan reaksi:
Anoda: Fe Fe²+ + 2 eˉ
Katoda: Fe²+ + 2 eˉ Fe

b. Korosi Galvanik karena Perbedaan Konsentrasi O2 Dalam Air


Konsentrasi oksigen di dalam air pada permukaan baja dapat berbeda dari satu
titik terhadap titik lain. Titik yang kekurangan oksigen merupakan anoda terhadap
titik yang lebih banyak oksigennya. Di daerah yang mengandung oksigen lebih
banyak terjadi reaksi katoda:
½ O2 + H2O + 2 eˉ 2 OHˉ
Reaksi katoda ini memegang peranan dalam terjadinya korosi.

c. Korosi Galvanik karena Dua Macam Fasa


Jika permukaan besi ditutup oleh lapisan oksida yang terdapat dalam air dan
sebagian permukaan besi terbuka, maka lapisan oksida merupakan katoda dan
bagian terbuka merupakan anoda.
Pada katoda terjadi reaksi:

½ O2 + H2O+ 2 e 2OH
Pada anoda terjadi reaksi:
Fe  Fe²+ + 2eˉ dan Fe 2+  Fe3+ + eˉ.
Atau reaksi-reaksi itu dapat ditulis sebagai berikut:

2 Fe  2 Fe²+ + 4 eˉ
2 Fe²+  2 Fe³+ + 2 eˉ
6 eˉ + 1½ O2 + 3 H2O  6 OHˉ
2 Fe³+ + 6 OHˉ  Fe2O3 .3H2O

Karat ini akan tumbuh di daerah anoda yang dimulai dengan “pitting”. Dari
reaksi di atas jelas bahwa perlu adanya oksigen dalam air untuk dapat terjadi
korosi. Dengan ada ion-ion dalam air akan menambah daya hantar listrik dan
menambah laju korosi. Kalau larutan mempunyai pH rendah, maka kemungkinan
lapisan oksida akan larut. Dengan demikian korosi terjadi pada logam yang terbuka

7
disebabkan adanya perbedaan konsentrasi oksigen atau perbedaan fasa pada baja.
Baja untuk pipa ketel uap umumnya baja karbon rendah. Struktur mikronya terdiri
dari ferrite sebagian besar dan pearlite sebagian kecil, tergantung persentase
karbon. Sehingga dalam air, baja ini merupakan kumpulan sel galvanik mikro.

d. Korosi Galvanik karena Hal-Hal Lain


Mengingat bahwa korosi galvanik terjadi karena adanya perbedaan potensial,
maka hal-hal yang menyebabkan perbedaan potensial akan menyebabkan korosi
galvanik. Hal-hal tersebut diantaranya:
- Terdapat ujung-ujung dislokasi atau tumpukan dislokasi.
- Ketidaksempurnaan pada batas butir, adanya strain hardening yang berbeda.
Dua hal pertama tidak mungkin dihindari dari logam atau baja bahan ketel uap.
Ujung-ujung dislokasi merupakan anoda terhadap bagian logam lainnya, sehingga
biasanya disinilah mulai terjadinya korosi dimulai dengan “pitting”. Batas butir
juga merupakan anoda terhadap bagian lainya. Oleh karena itu korosi dapat terjadi
mulai dari batas butir. Strain hardening mungkin terjadi pada pipa-pipa boiler yang
dilas disebabkan:
- Kesalahan perencanaan konstruksi sehingga terjadi thermal stress.
- Kesalahan manufacturing.
Setelah pengelasan stress relieving kurang sempurna sehingga masih ada
perbedaan tegangan. Ketel uap yang dibuat dengan jalan dikeling, didaerah paku
keeling mendapat tegangan lebih dibanding dengan daerah lainnya.

e. Korosi oleh CO2


Apabila CO2 terkandung dalam air, maka dapat terjadi korosi. Hal ini
didukung oleh adanya oksigen. Reaksi korosi oleh CO 2 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
4 Fe  4 Fe²+ + 8 eˉ
8 eˉ+ 4 CO2 + 4H2  4 CO3²ˉ + 4 H2
4 Fe²+  4 Fe³+ + 4 eˉ
4 eˉ+ O2 + 2H2O  4 OHˉ
8 H2O  8 OHˉ + 8 H+
4 Fe³+ + 12 OHˉ 2 Fe2O3.3H2O

8
4 CO3 ²ˉ + 8 H+  4H2O + 4 Fe
Jumlah reaksi :
4 Fe + 4 CO2 + 10 H2O + O2 2 Fe2O3.3 H2O + 4 H2 + 4 CO2

Dari persamaan reaksi kimia tersebut CO2 kembali lagi dalam air, kemudian
reaksi serupa berulang, demikian seterusnya (depolarisasi). Oksigen dalam reaksi
ini ikut aktif pula.

f. Korosi karena Garam yang Tidak Stabil


Garam-garam tertentu pada temperatur dan tekanan atmosfir stabil dapat
bekerja pada ketel uap, terurai menjadi garam yang mengendap dan asam. Garam-
garam tersebut misalnya MgCl2 dan Mg (NO3)2, dengan reaksi sebagai berikut:
MgC12 + 2 H2O  Mg(OH)2 + 2 HCl
2 HCl + Fe  FeCl2 + H2
FeCl2 + 2 H2O  Fe (OH)2 + 2 HCl
Dan selanjutnya Fe(OH)2 dengan adanya oksigen akan membentuk karat,
sedangkan HCl akan membentuk FeCl2 dan kembali membentuk karat. Demikian
juga halnya dengan Mg (NO3)2:
Mg(NO3)2 + 2 H2O  Mg(OH)2 + HNO3
2 HNO3 + Fe  Fe (NO3)2 + H2
Fe (NO3)2 + 2 H2O  Fe(OH)2 + 2 HNO3
Magnesium sulfat yang lebih stabil, dengan adanya NaCl akan terurai menjadi
MgCl2 dan Na2SO3 kembali MgCl2 membentuk karat seperti diatas. Hal serupa,
terjadi pula dengan CaCl2 membentuk HCl dan Ca (NO3)2 membentuk HNO3.
Magnesium hidroksida adalah ringan, dapat terbawa oleh uap dan akan
memberikan kerusakan pada katup-katup turbin uap, sedangkan kalsium hidroksida
akan menjadi kerak dalam ketel uap.

g. Korosi karena Ion Hydrogen


Ion hidrogen dalam air akan menimbulkan reaksi:
Fe+ + 2H+  Fe²+ H2
H2O  H+ + OH-
Fe²+ + 2 OHˉ  Fe(OH)2

9
Gelembung H2 terjadi pada permukaan besi sehingga menghalangi kontak
dengan ion hidrogen dan karena kejenuhan Fe² +, maka reaksi ini aka mencapai
kesetimbangan. Kalau dalam air ada oksigen akan beraksi dengan H 2 dan kontak
dengan besi terjadi lagi. Sedangkan fero hidroksida dengan ada oksigen akan
menjadi feri hidroksida yang kemudian membentuk karat. Disini oksigen berperan
dalam terjadinya proses korosi. Karena adanya keseimbangan antara ion fero dan
hidroksil pada reaksi diatas, maka apabila ditambahkan soda kaustik, maka ion fero
akan menjadi kurang, demikian juga terjadinya H 2, sehingga oksigen yang ada
menjadi kurang agresip. Menambahkan soda kaustik berarti mempertinggi pH air
ketel. Pada konsentrasi ion hydrogen rendah yaitu pada pH diatas 9,5 sampai 11,
kelarutan fero ini turun dari 3,3 sampai 0,1 ppm.
Dalam keadaan kerja dari ketel uap, konsentrasi ion H+ akan bertambah.
Sebagai contoh dari air yang mempunyai pH 7 pada temperature 72° F pada
tekanan 450 psi dan temperature 480° F pH berubah menjadi 5, 6. Oleh karena itu
pH dari air pengisi ketel harus dinaikkan antara 7–9. Untuk ketel uap rekanan
rendah diambil pH antara 11 - 11, 5 dan untuk ketel uap tekanan tinggi antara 10,
5-11.

2.3.3 Bentuk Korosi pada Beberapa Komponen Ketel Uap


a. Korosi pada Pemanas Lanjut
Karena temperature dan tekanan dalam pemanas lanjut cukup tinggi, uap
panas lanjut dapat bereaksi dengan besi membentuk Fe3O4 yang magnetis:
3 Fe + 4 H2O  Fe3O4 + 4 H2. Fe3O4.
Reaksi ini dapat menutupi dinding pipa, yang merupakan lapisan pelindung.
Dengan adanya kandungan zatzat lain yang korosif di dalam uap, maka mungkin
lapisan oksida ini akan terkikis dan korosi akan diteruskan. Zat-zat lain yang
korosif itu seperti telah dijelaskan yaitu garam magnesium klorida yang dapat
membentuk HCl, karbonat yang dapat membentuk CO 2 dan lain-lain. Asam nitrat
pada temperature tinggi berbentuk anhidrida yang tidak berbahaya selama berada
dalam uap kering, tetapi setelah sampai ke daerah basah umpamanya di daerah
sudut turbin terakhir, akan menyebabkan korosi. Minyak pelumas yang terbawa
oleh air dalam pemanas lanjut akan terurai menjadi asam organik yang akan
merusak pipa pemanas lanjut dan turbin.

10
b. Korosi pada Pipa-Pipa Penguap
Percobaan menyatakan bahwa konsentrasi NaOH yang terendah dibawah 100
ppm membantu tetap adanya lapisan oksida besi yang memberikan lindungan pada
baja. Meskipun air ketel mempunyai konsentrasi NaOH rendah, lapisan konsentrasi
tinggi dapat terjadi di beberapa tempat tergantung pada sifat dan keadaan letak
pipa-pipa. Pada pipa-pipa penguap, terjadi gelembunggelembung uap. Selama
gelembung-gelembung uap masih kontak dengan permukaan pipa baja disana
terjadi pemanasan lebih dan dengan proses berulang-ulang terjadinya gelembung,
maka dapat membentuk lapisan yang konsentrasi NaOH tinggi. Ditempat-tempat in
akan terjadi korosi. Korosi ini terjadi pada bagian dalam bawah dari pipa penguap
(dari ketel uap pipa air horizontal) yang sirkulasi airnya tidak tertentu. Perapuhan
kostik terjadi pula pada pipa-pipa penguap. Perapuhan kostik ialah suatu bentuk
korosi dimana terjadi retak halus diantara kristal-kristal suatu bahan, disebabkan
adanya alkali atau garam-garam yang terdapat dalam air ketel.
Alkali atau garam tersebut melarutkan bagian yang amorf diantara
kristalkristal, sedangkan kristal-kristal tidak mengalami perubahan (korosi antar
kristal). Perapuhan kostik disebabkan oleh (Surdia, 1980):
- Konsentrasi NaOH yang terlalu tinggi (diatas 1%)
- Adanya konsentrasi tegangan di atas Yield point.
Karena itu korosi ini terjadi pada ketel uap yang dibuat dengan kelingan pada
sambungan–sambungan dimana terjadi konsentrasi tegangan dan ruang-ruang
antara pelat yang memungkinkan terjadinya konsentrasi NaOH tinggi. Bentuk
korosi diatas terjadi pada ketel uap yang mempunyai pembebanan atau produksi
uap perjam yang tinggi atau pada pipa-pipa di daerah produksi uap tinggi. Korosi
semacam ini dapat dikurangi dengan menggunakan garam-garam netral atau
menghilangkan NaOH dsalam air ketel dengan mempergunakan pengontrolan Ph
oleh fosfat. Sebagai garam netral dapat dipergunakan natrium nitrat atau natrium
sulfat dengan konsentrasi 20%– 30% dari natrium hidroksida. Ketel uap yang dilas
tanpa kelingan tidak mudah mengalami perapuhan kostik, walaupun daerah
laslasan juga peka terhadap korosi.

11
2.4 Pengendalikan Korosi Pada Ketel Uap
Selain dari pada pengendalian korosi yang disebut pada bahasan terdahulu dari dasar
terjadinya korosi dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian korosi dalam ketel uap
dilakukan dengan jalan (Surdia, 1980) :
a. Menghilangkan gas-gas oksigen dan CO2 yang terkandung dalam air pengisi ketel
dengan jalan dearasi secara termis atau fisis, selanjutnya secara kimia.
b. Mengadakan pengolahan air pengisi ketel, sesuai dengan persyaratan ketel uap.
c. Memelihara ketel uap menurut ketentuan yang ditetapkan untuk membersihkan ketel
uap.
d. Ketel bekerja menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

2.4.1 Pengendalian Air


Pengendalian air ketel uap yang perlu dilakukan :
a. Alkalinity
Alkalinity dalam raw water, softened water, feed water dan boiler water untuk
control langsung terhadap korosi dan control tidak langsung terhadap deposit. Nilai-
nilai penentuan ini dapat dipakai untuk menghitung banyaknya alkali yang ditambah
pada air asam, untuk mengurangi agresif atau banyaknya Ca(OH) 2 dan Na2CO3 yang
dipakai dalam proses pengolahan air.
Alkalinity berhubungan dengan pH air, alkaliniti rendah berarti pH air tinggi dan
sebaliknya. Untuk itu alkalinity air ketel harus diatur, sehingga pH air tidak terlalu
rendah ataupun tinggi. Pada pH rendah dapat terjadi korosi dan pada pH tinggi akan
terjadi buih.
b. Kesadahan
Penentuan kesadahan dalam air ketel yaitu untuk dasar perhitungan jumlah bahan
kimia yang dibutuhkan pada internal treatment (senyawa fosfat). Karena akibat
kesadahan ini dapat terbentuk kerak, maka air ketel sebaiknya mempunyai kesadahan
nol.
c. Oksigen terlarut
Penentuan oksigen terlarut di perlukan sebagai dasar perhitungan jumlah bahan
kimia yang dibutuhkan pada internal treatment. Oksigen terlarut dapat mempercepat
terjadi korosi, untuk itu konsentrasinya harus dibatasi. Nilainya dibatasi di bawah 0,02
mg/l dan untuk tekanan tinggi harus dibawah 0,005mg/1 (Ulil,2008).
d. Fosfat

12
Penentuan fosfat diperlukan untuk mengontrol pembentukan kerak dan keretakan.
Sebagai contoh pemakaian fosfat sebagai internal treatment pada pengontrolan kerak,
maka kelebihan sedikit fosfat harus dikontrol dalam ketel. Untuk mengontrol keretakan,
maka harus dijaga hubungan antara alkaliniti dan fosfat (ukuran pH), sehingga tidak
terbentuk hidroksida bebas. Konsentrasi fosfat dalam air ketel berkisar antara 30-60
ppm PO4.
e. Klorida
Hampir semua air mengandung garam klorida, sehingga konsentrasi garam klorida
dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air. Selanjutnya
jika terdapat kelebihan zat padat terlarut, dapat dilakukan blowdown untuk
menguranginya.
f. Hidrasin
Penentuan hidrasin dalam mengontrol korosi, dilakukan dengan cara
mempertahankan konsenstrasi hidrasin sedikit berlebih dalam air ketel.
g. pH
Pengukuran pH diperlukan untuk mengontrol korosi atau kerak. Pada pH rendah
dapat terjadi korosi dan pada pH tinggi akan terjadi kerak. Selain itu, pH tinggi dapat
menimbulkan busa, sehingga akan menyebabkan carry over.
h. Konduktivity
Konduktivity merupakan kesanggupan air untuk menghantarkan arus listrik. Dalam
larutan, daya hantar lisrik ini disebabkan oleh ion-ion, sehingga dengan mengukur
konduktivity dapat diketahui jumlah zat padat terlarut didalamnya. Kemurnian uap
dapat dilihat dengan mengukur konduktivity kondensat yang merupakan perkiraan zat
padat yang carry over sebagai uap tidak murni. Rekapitulasi kegunan dalam control
melalui pengendalian parameter air, dapat dilihat pada Tabel 3, berikut ini (Ulil, 2008) :

Tabel 2.1 Parameter Air sebagai Kontrol pada Ketel Uap


Kegunaan Dalam Kontrol
No Parameter Air
Korosi Kerak Keretakan Carry Over
1 Alkalinity X X - -
2. Hidroksida X X - X
3. Fosfat - X X -
4. Kesadahan (Ca,Mg) - X - -
5. Hidrasin (N2H4) X - - -

13
2.4.2 Pengolahan Air
Stasiun Water Treatment Plant (WTP) merupakan stasiun yang berfungsi untuk
mengolah dan mengkondisikan air agar sesuai dengan baku mutu air yang diharapkan.
Stasiun Water Treatment Plant di PKS Tanjung Seumantoh terdiri dari External Water
Treatment dan Internal Water Treatment. External Water Treatment digunakan untuk
menjernihkan air baku, yakni menghilangkan padatan-padatan tersuspensi (seperti tanah,
pasir, dan lumpur) dengan cara diendapkan dan disaring. External Water Treatment terdiri
dari :

a. Water Basin atau Bak penampung sementara berfungsi untuk mengendapkan


kotoran/pasir sehingga air yang akan dijernihkan di clarifier bisa lebih bersih,
pemakaian tawas lebih hemat, pompa tidak cepat aus dan kualitas air tidak
berfluktuasi (mempermudah perhitungan jumlah tawas yang harus diberikan ke
clarifier tank)
b. Clarifier berfungsi melanjutkan penjernihan terhadap air dari water base. Air
dalam clarifier tank diberi injeksi Aluminium Sulfat (tawas) dan polimer melalui
pipa air masuk. Tawas dan polimer akan bereaksi dengan padatan terlarut (kotoran-
kotoran yang ada dalam air) membentuk floc-floc lumpur/kotoran, yang akan
mengendap di dasar tangki.
c. Sendiment Tank atau Bak Sendimen berfungsi untuk mengendapkan padatan yang
melayang yang masih terikut dari clarifier tank. Bak ini memiliki sekat untuk
menjebak padatan yang melayang. Dengan adanya bak sedimentasi waktu untuk
mencapai kejenuhan di sand filter bisa lebih lama dan membantu beban kerja sand
filter.
d. Raw Tank berfungsi sebagai tempat penimbunan air dari water base, dimana tidak
dilakukan proses penjernihan. Air ini digunakan sebagai air pencucian pabrik.
e. Sand Filter berfungsi untuk menangkap/menyaring kotoran yang melayang dengan
menggunakan pasir kwarsa (atas), batu kerikil kecil (tengah) dan batu kerikil yang
agak besar (bawah). Perbandingan jumlah pasir, kerikil kecil dan kerikil besar
adalah 40:30:30.
f. Tower Tank berfungsi sebagai tempat penimbunan air hasil penyaringan dari sand
filter. Dari water tower air didistribusikan ke pabrik dan perumahan (domestik).

14
Khusus untuk memenuhi kebutuhan pabrik, fungsi water tower tank adalah agar air
yang masuk ke demint plant dalam kondisi yang kontinu dan dengan tekanan yang
stabil.
Sementara itu, Internal Water Treatment digunakan memproduksi air yang akan
digunakan untuk kebutuhan air boiler untuk menghasilkan uap dengan mengikat padatan-
padatan terlarut (Ca2+, Mg2+, SO42-,dan lain-lain) dan gas terlarut (O2,H2S, dan lain-lain) serta
menginjeksi sejumlah bahan kimia lainnya untuk kebutuhan air boiler. Internal Water
Treatment terdiri dari :
a. Demin Plant
Demineral Plant berfungsi untuk menangkap kotoran terlarut dalam air yang
berupa kation dan anion terutama kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan silika (Si)
yang dapat menyebabkan timbulnya kerak di dalam boiler. Tangki kation
exchanger yang berisi resin kation berfungsi menangkap ion kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) yang ditunjukkan dengan angka kesadahan, sedangkan anion
exchanger berfungsi untuk menangkap ion silika (SiO2).
Penukar kation mengambil ion positif dari air dan penukar anion mengambil
ion negatif dari air. Bahan penukar ini adalah resin yang apabila telah jenuh dapat
diaktifkan kembali setelah diregenerasi. Penukar kation diregenerasi dengan asam
sulfat (H2SO4) sedang penukar anion diregenerasi dengan menggunakan natrium
hidroksida (NaOH)
Reaksi penukar ion:
H2SO4 + 2 ROH  R2SO4 + 2 H2O
HCI + ROH  RCI + H2O
HNO3 + ROH  RNO3 + H2O
Karena anion yang dipakai dalam resin adalah basa kuat, maka dapat terjadi
penghilangan asam lemah yaitu asam karbonat dan asam silikat, sesuai dengan
reaksi:
H2CO3 + ROH  RHCO3 + H2O
H2SiO3 + ROH  RHSiO3 + H2O4
b. Feed Tank
Tangki air yang berasal dari demint plant yang digunakan untuk air umpan
boiler. Pemanasan air di feed tank menggunakan pipa injeksi uap langsung.
Semakin tinggi temperatur air umpan semakin hemat pemakaian bahan bakar.

15
Temperatur air umpan minimal 80ºC. Pada feed tank ini juga dilakukan
penginjeksian bahan-bahan kimia seperti anti korosi, oksigen booster, dan lainnya.
c. Dearator
Alat untuk menaikkan temperatur dan mengurangi kadar oksigen dalam air
umpan sehingga mengurangi proses oksidasi terhadap pipa-pipa di dalam boiler.
Proses oksidasi dapat menyebabkan korosi terhadap dinding pipa yang bersentuhan
dengan air.

2.4.3 Pemilihan Bahan Pipa


Korosi pada ketel uap dapat dikurangi dengan menggunakan baja paduan krom, nikel
dan molibden. (Mustarsid, 1985). Krom menyebabkan baja menjadi tahan terhadap korosi
oleh uap air tersebut. Selain baja paduan feritis dengan kadar krom rendah (1–2 %), terdapat
juga baja austenitis dengan kadar krom tinggi (18–26%). Untuk mencapai struktur ini
diperlukan nikel minimum 8 %. Ketahanan oksidasi jenis baja ini jauh lebih besar daripada
paduan feritis. Temperatur oksidasi baja paduan austenitis yang mengandung Cr, antara
870°C dan 1150°. (Mustarsid, 1985).
Baja karbon biasa pada suhu tinggi akan mengalami oksidasi dengan cepat. Oleh karena
itu bagian yang kena api perlu dilindungi dengan lapisan aluminium. Lapisan aluminium ini
membuat baja tersebut tahan pada suhu sampai 900°C (Uhlig, 1948).

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kualitas air sangat berpengaruh terhadap terjadinya korosi pada ketel uap.
2. Permasalahan yang ditimbulkan oleh air umpan dalam ketel yaitu terjadinya
pembentukan kerak dan korosi pada dinding ketel.
3. Pengolahan serta pengendalian persyaratan air pengisi ketel uap diperlukan dalam
menekan terjadinya proses korosi dan keretakan ketel uap yaitu dengan melewati
proses External Water Treatment dan Internal Water Treatment.
4. Pemilihan bahan untuk pipa ketel uap seperti harus dilapisi oleh krom atau
aluminium agar tidak terjadi korosi.

3.1 Saran
1. Di Indonesia masalah korosi dalam ketel uap di industri besar sudah mendapat
penanganan yang sungguh-sungguh, tetapi di industri menengah dan kecil belum.
Oleh karena itu terhadap operatornya perlu diberi penataran secara intensif.
2. Makalah atau jurnal terkait pengendalian korosi pada ketel uap harus diperbanyak
guna mempermudah mahasiwa dalam mencari pelajaran temabahan terkait besi
tempa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bocks and Van Der Deyl, Stoomketels, Uitgevers Maatschappy. A.E Kluwer Deventer, 1952.

Darmawan, A., Korosi pada Ketel Uap, Yogyakarta,Media Teknik, 111 (4), Fakultas Teknik
UGM, 1981.

Mustarsid, Korosi pada Ketel Uap, Bandung Bulletin Industri Bahan dan Barang Teknik, Ed.
6Th. III, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Bahan dan Barang
Teknik, 1985.

Surdia T., Korosi dalam Boiler, Bandung, Dept. Mesin ITB, 1980.

Ulil, http://www.ccitonline,com/mekanikal, 2008. (diakses pada 05 Juli pukul 22.10 WIB).

18

Anda mungkin juga menyukai