DISUSUN OLEH :
NIM : 1932402007
2022
DAFTAR ISI
Contents
DAFTAR ISI..............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................17
3.1 Saran....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makan ini adalah :
1
1. Untuk menjelaskan proses pengoperasian Takuma Water Tube Boiler N-750 SA.
2. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab korosi pada ketel uap.
3. Untuk menjelaskan jenis dan mekanisme korosi yang terjadi di ketel uap.
4. Untuk menjelaskan bagaimana cara pengendalian korosi pada ketel uap.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
untuk membangkitkan energi listrik, kemudian sisa uap dari turbin dengan keadaan tekanan-
temperatur rendah dapat dimanfaatkan ke dalam proses industri. Salah satunya ialah Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Tanjung Seumantoh.
Didalam proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit yang ada pada PTPN-I
PKS Tanjung Seumantoh banyak menggunakan tenaga uap (steam), dimanan uap yang di
hasilkan oleh boiler di transferkan ke turbin, sisa uap yang di hasilkan turbin di kumpulkan
dalam suatu instalasi yang di sebut back pressure vessel (BPV), uap dari BPV akan di
gunakan untuk proses pengolahan pada alat-alat yang memerlukan uap, seperti pada :
4
2.2 Faktor Penyebab Korosi Pada Ketel Uap
Faktor utama penyebab korosi pada ketel upa adalah kualitas air yang tidak bagus.
Kerusakan ketel uap akibat kualitas air yang jelek, dapat menimbulkan (Ulil, 2008):
a. Kerak/deposit
Kerak pada ketel disebabkan oleh terbentuk endapan dari air, langsung pada
permukaan pemindah panas atau oleh suspensi air yang menempel pada permukaan
logam, sehingga logam menjadi keras dan lengket. Penguapan pada ketel akan
menyebabkan peningkatan kontaminan (kotoran).
b. Korosi
Korosi adalah kerusakan-kerusakan yang timbul pada logam yang disebabkan
karena terjadi reaksi kimia antara permukaan logam dengan media sekelilingynya.
Peristiwa korisi dapat menjadi lebih cepat dengan meningkatnya konsentrasi
oksigen.
c. Keretakan
Keretakan ini dapat disebabkan oleh kandungan basa (NaOH), yang terdapat
dalam air ketel. Kondisi yang menyebabkan terjadi keretakan basa ini adalah, logam
mendapat tekanan. Kelebihan hidroksida dalam air ketel adalah hasil dari hidrolisa
natrium fosfat yang ditambahkan untuk pengaturan pH atau pengurangan kalsium
dan magnesium, dengan reaksi:
Na3PO4 + H2O Na2HPO4 + NaOH
Kondisi penyebab keretakan basa, antara lain (Ulil, 2008):
a. Stress. Dapat disebabkan dari dalam maupun luar akibat ekspansi.
b. Adanya kebocoran air ketel pada daerah yang mengalami stress. Akibatnya uap
akan menghilang dan tinggal air yang mengandung banyak zat padat pada titik
kebocoran.
c. NaOH bebas dalam air ketel. NaOH terkumpul pada daerah kebocoran dan
menyebabkan kerusakan pada logam. Semua kondisi ini terjadi secara simultan.
Korosi pada baja adalah kerusakan yang terjadi, dimulai dari permukaan, secara kimia
atau elektrokimia. Pada ketel uap korosi disebabkan oleh zat-zat yang terdapat dalam air ketel
atau asap bahan bakr. Korosi pada ketel atau asap bahan baker.
Pada ketel uap tekanan tinggi, bahannya tidak hanya harus tahan temperatur tinggi,
tetapi juga tahan korosi, karena uap air pada suhu tinggi itu dapat merusak baja menurut
reaksi:
3 Fe + 4 H2O Fe3O4 + 4 H2.
5
Untuk semua jenis ketel uap, sirkulasi air penting. Air bukan merupakan penghantar
panas yang baik. Oleh karena itu panas merambat dalam air dengan konveksi.
Sirkulasi air dalam ketel selain untuk memperoleh pemanasan yang merata, juga agar
tidak terjadi korosi karena adanya gelembung-gelembung uap atau udara menempal pada
dinding ketel. Sirkulasi yang baik juga mencegah terjadinya penguapan setentak yang
menyebabkan konsentrasi zat-zat yang larut dalam air naik setempat dan dapat mengendap.
Pada ketel uap bertekanan tinggi adanya gelembung-gelembung uap atau udara dapat
menyebabkan pemanansan setempat. Dengan adanya gelembunggelembung uap menempel
pada dinding, pada suhu gas bakar 500 - 600°C, suhu dinding ketel, walaupun tanpa kerak,
dapat mencapai 400°C. Pada temperatur itu uap air bereaksi berarti telah terjadi korosi
(Boeks and Van Den Deysl, 1952).
3 Fe + 4H2O Fe3O4 + 4 H2,
Jika air pengisi ketel tidak bebas dari udara, pada pemanasan, udara terpisah dan
menempel pada dinding ketel. Oksigen dari udara itu menyebabkan korosi. Makin tinggi
tekanan uap, makin tinggi temperature air dan makin besar bahaya korosi. Suatu lapisan
kerak yang tipis dapat menjadi lapisan pelindung. Tetapi sering kali terdapat retakan-retakan
pada kerak dan makin tebal lapisan kerak, kemungkinan retak makin besar. Juga lapisan tipis
pada baja dapat retak-retak, sehingga korosi akan berjalan terus, terutama jika ada kerak,
dimana temperatur antara baja dan kerak dapat naik.
½ O2 + H2O+ 2 e 2OH
Pada anoda terjadi reaksi:
Fe Fe²+ + 2eˉ dan Fe 2+ Fe3+ + eˉ.
Atau reaksi-reaksi itu dapat ditulis sebagai berikut:
2 Fe 2 Fe²+ + 4 eˉ
2 Fe²+ 2 Fe³+ + 2 eˉ
6 eˉ + 1½ O2 + 3 H2O 6 OHˉ
2 Fe³+ + 6 OHˉ Fe2O3 .3H2O
Karat ini akan tumbuh di daerah anoda yang dimulai dengan “pitting”. Dari
reaksi di atas jelas bahwa perlu adanya oksigen dalam air untuk dapat terjadi
korosi. Dengan ada ion-ion dalam air akan menambah daya hantar listrik dan
menambah laju korosi. Kalau larutan mempunyai pH rendah, maka kemungkinan
lapisan oksida akan larut. Dengan demikian korosi terjadi pada logam yang terbuka
7
disebabkan adanya perbedaan konsentrasi oksigen atau perbedaan fasa pada baja.
Baja untuk pipa ketel uap umumnya baja karbon rendah. Struktur mikronya terdiri
dari ferrite sebagian besar dan pearlite sebagian kecil, tergantung persentase
karbon. Sehingga dalam air, baja ini merupakan kumpulan sel galvanik mikro.
8
4 CO3 ²ˉ + 8 H+ 4H2O + 4 Fe
Jumlah reaksi :
4 Fe + 4 CO2 + 10 H2O + O2 2 Fe2O3.3 H2O + 4 H2 + 4 CO2
Dari persamaan reaksi kimia tersebut CO2 kembali lagi dalam air, kemudian
reaksi serupa berulang, demikian seterusnya (depolarisasi). Oksigen dalam reaksi
ini ikut aktif pula.
9
Gelembung H2 terjadi pada permukaan besi sehingga menghalangi kontak
dengan ion hidrogen dan karena kejenuhan Fe² +, maka reaksi ini aka mencapai
kesetimbangan. Kalau dalam air ada oksigen akan beraksi dengan H 2 dan kontak
dengan besi terjadi lagi. Sedangkan fero hidroksida dengan ada oksigen akan
menjadi feri hidroksida yang kemudian membentuk karat. Disini oksigen berperan
dalam terjadinya proses korosi. Karena adanya keseimbangan antara ion fero dan
hidroksil pada reaksi diatas, maka apabila ditambahkan soda kaustik, maka ion fero
akan menjadi kurang, demikian juga terjadinya H 2, sehingga oksigen yang ada
menjadi kurang agresip. Menambahkan soda kaustik berarti mempertinggi pH air
ketel. Pada konsentrasi ion hydrogen rendah yaitu pada pH diatas 9,5 sampai 11,
kelarutan fero ini turun dari 3,3 sampai 0,1 ppm.
Dalam keadaan kerja dari ketel uap, konsentrasi ion H+ akan bertambah.
Sebagai contoh dari air yang mempunyai pH 7 pada temperature 72° F pada
tekanan 450 psi dan temperature 480° F pH berubah menjadi 5, 6. Oleh karena itu
pH dari air pengisi ketel harus dinaikkan antara 7–9. Untuk ketel uap rekanan
rendah diambil pH antara 11 - 11, 5 dan untuk ketel uap tekanan tinggi antara 10,
5-11.
10
b. Korosi pada Pipa-Pipa Penguap
Percobaan menyatakan bahwa konsentrasi NaOH yang terendah dibawah 100
ppm membantu tetap adanya lapisan oksida besi yang memberikan lindungan pada
baja. Meskipun air ketel mempunyai konsentrasi NaOH rendah, lapisan konsentrasi
tinggi dapat terjadi di beberapa tempat tergantung pada sifat dan keadaan letak
pipa-pipa. Pada pipa-pipa penguap, terjadi gelembunggelembung uap. Selama
gelembung-gelembung uap masih kontak dengan permukaan pipa baja disana
terjadi pemanasan lebih dan dengan proses berulang-ulang terjadinya gelembung,
maka dapat membentuk lapisan yang konsentrasi NaOH tinggi. Ditempat-tempat in
akan terjadi korosi. Korosi ini terjadi pada bagian dalam bawah dari pipa penguap
(dari ketel uap pipa air horizontal) yang sirkulasi airnya tidak tertentu. Perapuhan
kostik terjadi pula pada pipa-pipa penguap. Perapuhan kostik ialah suatu bentuk
korosi dimana terjadi retak halus diantara kristal-kristal suatu bahan, disebabkan
adanya alkali atau garam-garam yang terdapat dalam air ketel.
Alkali atau garam tersebut melarutkan bagian yang amorf diantara
kristalkristal, sedangkan kristal-kristal tidak mengalami perubahan (korosi antar
kristal). Perapuhan kostik disebabkan oleh (Surdia, 1980):
- Konsentrasi NaOH yang terlalu tinggi (diatas 1%)
- Adanya konsentrasi tegangan di atas Yield point.
Karena itu korosi ini terjadi pada ketel uap yang dibuat dengan kelingan pada
sambungan–sambungan dimana terjadi konsentrasi tegangan dan ruang-ruang
antara pelat yang memungkinkan terjadinya konsentrasi NaOH tinggi. Bentuk
korosi diatas terjadi pada ketel uap yang mempunyai pembebanan atau produksi
uap perjam yang tinggi atau pada pipa-pipa di daerah produksi uap tinggi. Korosi
semacam ini dapat dikurangi dengan menggunakan garam-garam netral atau
menghilangkan NaOH dsalam air ketel dengan mempergunakan pengontrolan Ph
oleh fosfat. Sebagai garam netral dapat dipergunakan natrium nitrat atau natrium
sulfat dengan konsentrasi 20%– 30% dari natrium hidroksida. Ketel uap yang dilas
tanpa kelingan tidak mudah mengalami perapuhan kostik, walaupun daerah
laslasan juga peka terhadap korosi.
11
2.4 Pengendalikan Korosi Pada Ketel Uap
Selain dari pada pengendalian korosi yang disebut pada bahasan terdahulu dari dasar
terjadinya korosi dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian korosi dalam ketel uap
dilakukan dengan jalan (Surdia, 1980) :
a. Menghilangkan gas-gas oksigen dan CO2 yang terkandung dalam air pengisi ketel
dengan jalan dearasi secara termis atau fisis, selanjutnya secara kimia.
b. Mengadakan pengolahan air pengisi ketel, sesuai dengan persyaratan ketel uap.
c. Memelihara ketel uap menurut ketentuan yang ditetapkan untuk membersihkan ketel
uap.
d. Ketel bekerja menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
12
Penentuan fosfat diperlukan untuk mengontrol pembentukan kerak dan keretakan.
Sebagai contoh pemakaian fosfat sebagai internal treatment pada pengontrolan kerak,
maka kelebihan sedikit fosfat harus dikontrol dalam ketel. Untuk mengontrol keretakan,
maka harus dijaga hubungan antara alkaliniti dan fosfat (ukuran pH), sehingga tidak
terbentuk hidroksida bebas. Konsentrasi fosfat dalam air ketel berkisar antara 30-60
ppm PO4.
e. Klorida
Hampir semua air mengandung garam klorida, sehingga konsentrasi garam klorida
dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air. Selanjutnya
jika terdapat kelebihan zat padat terlarut, dapat dilakukan blowdown untuk
menguranginya.
f. Hidrasin
Penentuan hidrasin dalam mengontrol korosi, dilakukan dengan cara
mempertahankan konsenstrasi hidrasin sedikit berlebih dalam air ketel.
g. pH
Pengukuran pH diperlukan untuk mengontrol korosi atau kerak. Pada pH rendah
dapat terjadi korosi dan pada pH tinggi akan terjadi kerak. Selain itu, pH tinggi dapat
menimbulkan busa, sehingga akan menyebabkan carry over.
h. Konduktivity
Konduktivity merupakan kesanggupan air untuk menghantarkan arus listrik. Dalam
larutan, daya hantar lisrik ini disebabkan oleh ion-ion, sehingga dengan mengukur
konduktivity dapat diketahui jumlah zat padat terlarut didalamnya. Kemurnian uap
dapat dilihat dengan mengukur konduktivity kondensat yang merupakan perkiraan zat
padat yang carry over sebagai uap tidak murni. Rekapitulasi kegunan dalam control
melalui pengendalian parameter air, dapat dilihat pada Tabel 3, berikut ini (Ulil, 2008) :
13
2.4.2 Pengolahan Air
Stasiun Water Treatment Plant (WTP) merupakan stasiun yang berfungsi untuk
mengolah dan mengkondisikan air agar sesuai dengan baku mutu air yang diharapkan.
Stasiun Water Treatment Plant di PKS Tanjung Seumantoh terdiri dari External Water
Treatment dan Internal Water Treatment. External Water Treatment digunakan untuk
menjernihkan air baku, yakni menghilangkan padatan-padatan tersuspensi (seperti tanah,
pasir, dan lumpur) dengan cara diendapkan dan disaring. External Water Treatment terdiri
dari :
14
Khusus untuk memenuhi kebutuhan pabrik, fungsi water tower tank adalah agar air
yang masuk ke demint plant dalam kondisi yang kontinu dan dengan tekanan yang
stabil.
Sementara itu, Internal Water Treatment digunakan memproduksi air yang akan
digunakan untuk kebutuhan air boiler untuk menghasilkan uap dengan mengikat padatan-
padatan terlarut (Ca2+, Mg2+, SO42-,dan lain-lain) dan gas terlarut (O2,H2S, dan lain-lain) serta
menginjeksi sejumlah bahan kimia lainnya untuk kebutuhan air boiler. Internal Water
Treatment terdiri dari :
a. Demin Plant
Demineral Plant berfungsi untuk menangkap kotoran terlarut dalam air yang
berupa kation dan anion terutama kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan silika (Si)
yang dapat menyebabkan timbulnya kerak di dalam boiler. Tangki kation
exchanger yang berisi resin kation berfungsi menangkap ion kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) yang ditunjukkan dengan angka kesadahan, sedangkan anion
exchanger berfungsi untuk menangkap ion silika (SiO2).
Penukar kation mengambil ion positif dari air dan penukar anion mengambil
ion negatif dari air. Bahan penukar ini adalah resin yang apabila telah jenuh dapat
diaktifkan kembali setelah diregenerasi. Penukar kation diregenerasi dengan asam
sulfat (H2SO4) sedang penukar anion diregenerasi dengan menggunakan natrium
hidroksida (NaOH)
Reaksi penukar ion:
H2SO4 + 2 ROH R2SO4 + 2 H2O
HCI + ROH RCI + H2O
HNO3 + ROH RNO3 + H2O
Karena anion yang dipakai dalam resin adalah basa kuat, maka dapat terjadi
penghilangan asam lemah yaitu asam karbonat dan asam silikat, sesuai dengan
reaksi:
H2CO3 + ROH RHCO3 + H2O
H2SiO3 + ROH RHSiO3 + H2O4
b. Feed Tank
Tangki air yang berasal dari demint plant yang digunakan untuk air umpan
boiler. Pemanasan air di feed tank menggunakan pipa injeksi uap langsung.
Semakin tinggi temperatur air umpan semakin hemat pemakaian bahan bakar.
15
Temperatur air umpan minimal 80ºC. Pada feed tank ini juga dilakukan
penginjeksian bahan-bahan kimia seperti anti korosi, oksigen booster, dan lainnya.
c. Dearator
Alat untuk menaikkan temperatur dan mengurangi kadar oksigen dalam air
umpan sehingga mengurangi proses oksidasi terhadap pipa-pipa di dalam boiler.
Proses oksidasi dapat menyebabkan korosi terhadap dinding pipa yang bersentuhan
dengan air.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kualitas air sangat berpengaruh terhadap terjadinya korosi pada ketel uap.
2. Permasalahan yang ditimbulkan oleh air umpan dalam ketel yaitu terjadinya
pembentukan kerak dan korosi pada dinding ketel.
3. Pengolahan serta pengendalian persyaratan air pengisi ketel uap diperlukan dalam
menekan terjadinya proses korosi dan keretakan ketel uap yaitu dengan melewati
proses External Water Treatment dan Internal Water Treatment.
4. Pemilihan bahan untuk pipa ketel uap seperti harus dilapisi oleh krom atau
aluminium agar tidak terjadi korosi.
3.1 Saran
1. Di Indonesia masalah korosi dalam ketel uap di industri besar sudah mendapat
penanganan yang sungguh-sungguh, tetapi di industri menengah dan kecil belum.
Oleh karena itu terhadap operatornya perlu diberi penataran secara intensif.
2. Makalah atau jurnal terkait pengendalian korosi pada ketel uap harus diperbanyak
guna mempermudah mahasiwa dalam mencari pelajaran temabahan terkait besi
tempa.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bocks and Van Der Deyl, Stoomketels, Uitgevers Maatschappy. A.E Kluwer Deventer, 1952.
Darmawan, A., Korosi pada Ketel Uap, Yogyakarta,Media Teknik, 111 (4), Fakultas Teknik
UGM, 1981.
Mustarsid, Korosi pada Ketel Uap, Bandung Bulletin Industri Bahan dan Barang Teknik, Ed.
6Th. III, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Bahan dan Barang
Teknik, 1985.
Surdia T., Korosi dalam Boiler, Bandung, Dept. Mesin ITB, 1980.
18