Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan

tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan

ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Sari,

2012; h. 5).

2. Macam-macam Asuhan Kebidanan

a. Asuhan Kebidanan Kehamilan

1) Pengertian Kehamilan

Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal masa kehamilan dimulai dari konsepsi

sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari

(40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid

terakhir (2008; h. 89) . Manuaba (2010; h. 75) menambahkan

bahwa kehamilan merupakan mata rantai yang bersinambung

dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum,

konsenpsi dan pertumbuhan zigot, nidasi pada uterus,

pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi.

11
12

2) Proses Terjadinya Kehamilan

Untuk terjadinya kehamilan harus ada spermatozoa,

ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi atau

implantasi, hasil konsepsi (Prawirohardjo, 2009; h. 139).

Ovum yang dilepas oleh ovarium disapu ke arah medial tuba.

Jutaan spermatozoa ditumpahkan ke forniks vagina dan

disekitar porsio pada waktu koitus. Hanya satu spermatozoa

yang mempunyai kemampuan membuahi dapat memasuki

ovum (Prawirohardjo, 2009: h. 140). Proses selanjutnya adalah

fertilisasi kemudian proses nidasi atau implantasi pada hari ke

4 terbentuk blastokista, suatu bentuk yang dibagian luarnya

dalah trofoblan dan dibagian dalamnya disebut massa inner

cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan

trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Umumnya nidasi

terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada

fundus uteri, jika nidasi ini terjadi barulah dapat disebut

adanya kehamilan (Prawirohardjo, 2009; h. 144-5).

3) Tanda-Tanda Kehamilan

Tanda kehamilan menurut Sulistyawati (2009; h. 83)

adalah terdiri dari tanda tanda-tanda presumtif: Amenore (tidak

dapat haid); mual dan muntah; mengidam dan lain-lain; Tanda-

tanda kemungkinan hamil yaitu perut membesar; uterus

membesar; tanda hegar; tanda chadwick; tanda piskacek;


13

braxtonhiks; teraba ballottement; reaksi kehamilan positif.

sedangkan tanda pasti kehamilan adalah gerakan janin yang

dapat dilihat atau dirasa atau diraba; terdengar DJJ; serta

terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen.

4) Perubahan Fisiologis dan Psikologis Ibu Hamil Trimester III

Menurut Saminem (2009; h. 1), perubahan fisiologis

dibagi menjadi perubahan yang dapat dilihat dan perubahan

yang tidak dapat dilihat. Perubahan yang dapat dilihat pada

trimester III meliputi: a) Perubahan payudara, perubahan ini

pasti terjadi pada wanita hamil karena dengan semakin

dekatnya persalinan, payudara menyiapkan diri untuk

memproduksi makanan pokok untuk bayi setelah lahir.

Perubahan yang terlihat pada payudara yaitu payudara

membesar, tegang, dan sakit, vena dibawah kulit payudara

membesar dan terlihat jelas, hiperpigmentasi pada areola

mamae dan putting susu serta muncul areola mamae sekunder,

payudara ibu mengeluarkan cairan apabila dipijat yaitu

kolostrum; b) Perubahan pada perut yaitu menjadi tegang dan

pusat menonjol ke luar. Timbul striae gravidarum dan

hiperpigmentasi pada linea alba serta linea nigra; c) Perubahan

pada tungkai, timbul varises pada sebelah atau kedua belah

tungkai; d) Perubahan pada sikap tubuh menjadi lordosis

karena perut yang membesar; e) Perubahan pada peredaran dan


14

pembuluh darah, volume darah semakin meningkat karena

jumlah serum lebih besar daripada pertumbuhan sel darah

sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi). Serum darah

(volume darah) bertambah 25-30%, sedangkan sel darah

bertambah 20%. Curah jantung akan bertambah 30%. Selama

hamil, jantung memompa untuk dua orang, yaitu ibu dan janin.

Bertambahnya cairan darah menambah volume darah, tetapi

kepekatan darah berkurang dan pembuluh darah membesar.

Oleh karena itu, kerja jantung bertambah berat; f) Perubahan

pada paru, pada kehamilan tua, posisi paru terdesak ke atas

akibat uterus membesar; g) Perubahan pada tulang, keadaan

tulang pada kehamilan juga mengalami perubahan, pada

kehamilan lebih dari enam bulan sikap tubuh ibu tampak

menjadi lordosi. Perubahan Psikologis Ibu Hamil trimester III

meliputi memiliki perasaan aneh, sembrono, lebih introvert,

sensitif, dan khawatir (Sulistyawati, 2009; h. 77).

5) Kebutuhan Fisik dan Prikologis Ibu Hamil Trimester III

Kebutuhan ibu hamil trimester III terdiri dari kebutuhan

fisik dan kebutuhan psikologis. Kebutuhan fisik berupa

kebutuhan energi yang meningkat 300 kkal/hari, protein 17 gr

dan vitamin A sebanyak 300 RE, tiamin dan riboflavin 0,3 mg,

niasin 4 mg, vitamin B12 0,2 μg, vitamin C 10 mg, kalsium

dibutuhkan rata-rata 150 mg perhari, asam folat 150 μg


15

(Uliyah dan A. Aziz, 2008; h. 34). Obat-obatan pada ibu hamil

tidak begitu diindikasikan dan justru dihindari. Lingkungan

yang bersih juga mengambil peran dalam keberlangsungan

kehamilan yang sehat dan aman. Kebutuhan olahraga seperti

senam hamil juga penting untuk melancarkan sirkulasi darah.

Istirahat yang cukup dibutuhkan ibu hamil terutama pada

trimester akhir. Imunisasi TT juga harus diperhatikan karena

hal ini dilakukan untuk mencegah penyakit yang menyebabkan

kematian ibu dan janin. Selain itu persiapan persalinan

dibutuhkan agar jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan baik

adanya kemajuan persalinan atau apapun semua perlengkapan

yang telah dibutuhkan sudah tersedia (Sulistyawati, 2009; h.

107).

Tabel. 2.1 Imunisasi TT Ibu Hamil


Imunisasi Selang waktu Lama perlindungan
TT minimal
pemberian
imunisasi
TT1 Langkah awal
pemebntukan kekebalan
tubuh terhadap penyakit
tetanus
TT2 1 bulan 3 tahun
setelah TT1
TT3 6 bulan 5 tahun
setelah TT 2
TT4 12 bulan 10 tahun
setelah TT3
TT5 12 bulan 25 tahun
setelah TT4
Sumber data: Dewi (2009; h.121)
16

Kebutuhan psikologis yang dibutuhkan oleh ibu hamil

trimester III antara lain (Sulistyawati, 2009; h. 128): a)

persiapan saudara kandung atau sibling rivalry; b) dukungan

keluarga terutama suami; c) perasaan aman dan nyaman; d)

persiapan menjadi orangtua karena nantinya akan ada banyak

perubahan peran. Dengan adanya perubahan peran banyak ibu

yang merasa cemas ,bagi ibu dengan hamil pertama tingkat

kecemasan biasanya memuncak pada trimester III, berdasar

penelitian yang berjudul “musik klasik dan kecemasan pada

ibu primigravida trimester III” mengungkapkan bahwa musik

klasik dapat mengurangi kecemasan pada ibu primigravida

trimester III, hal ini dapat dilakukan suami dan keluarga

sebagai wujud perhatian akan kecemasan yang sedang

dirasakan ibu (Renny dkk, 2012; h. 133); e) dukungan dari

tenaga kesehatan.

6) Ketidaknyamanan ibu hamil Trimester III dan Cara

Mengatasinya

Dalam proses adaptasi selama kehamilan tidak jarang

ibu akan mengalami ketidaknyamanan yang meskipun hal itu

fisiologis namun masih diperlukan pencegahan dan perawatan.

Ketidaknyamanan tersebut antara lain: a) sering buang air kecil

dikarenakan uterus yang semakin membersar menekan

kandung kemih, cara mengatasinya dengan mengurangi


17

konsumsi kopi dan teh dan memperbanyak minum pada siang

hari; b) timbulnya striae gravidarum yang tampak jelas

dikarenakan sobeknya serabut elastik dibawah kulit, cara

mengatasinya dengan menggunakan emolien topikal; c)

keputihan dikarenakan produksi lendir meningkat oleh

endoserviks, cara mengatasi menggunakan pakaian dalam yang

mudah menyerap; d) keringat bertambah dikaranakan adanya

peningkatan laju metabolisme ibu hamil serta adanya

peningkatan aliran darah oleh hormon progesteon yang bersifat

thermogenik, cara mengatasi dengan memakai paikan tipis dan

longgar; e) sembelit dikarenakan peningkatan hormon

progesteron yang mengakibatkan relaksasi otot polos usus,

cara mengatasinya dengan meningkatkan diet asupan cairan; f)

nafas sesak dikarenakan uterus membesar dan menekan

diafragma, cara mengatasi dengan merentangan tangan diatas

kepala dan menarik nafas panjang; g) perut kembung terjadi

karena aliran darah yang deras pada endometrium yang tebal

sehingga menimbulkan tekanan diarea bawah perut, cara

mengatasi dengan menghindari makan yang mengandung gas

dan mengunyah makanan secara sempurna; h) sakit punggung

dikarenakan peregangan ligamen dan berat janin bertambah,

cara mengatasinya dengan menggunakan kasur yang keras; i)

h) oedema/ pembengkakan dikarenakan penurunan tekanan


18

osmotik plasma sehingga air dapat mudah berpindah dari

intravaskuler ke interstitiel, cara mengatasinya dengan

menghindari menggunakan pakaian yang ketat, serta

meninggikan kaki saat tidur (Sulistyawati, 2009; h. 123 ).

7) Standar Opearasional Pelayanan Kehamilan

Menurut Saifuddin (2010; h. N2), kunjungan ANC

minimal dilakukan satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0-

13 minggu), satu kali pada trimester ke II (usia kehamilan 14-

27 minggu), dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28-40

minggu), adapun pelayanan standar asuhan yang diberikan

yaitu 10T, timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur

tekanan darah, ukur LILA, ukur tinggi fundus uteri, tentukan

presentasi janin dan DJJ, pemberian imuniasasi TT lengap,

pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan

dengan dosis satu tablet setiap harinya, test laboratorium,

tatalaksana khusus dan temu wicara dalam rangka persiapan

rujukan. Menurut Rahayu dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa di Kabupaten Semarang masih

menggunakan standar operasional 7T pada pelayanan

antenatal, namun dari kepatuhan bidan dalam memberikan

pelayanan antenatal yang mematuhi standar operasional 7T

hanya 70%, sebagian besar tidak melakukan pemeriksaan

laboratorium hemoglogin dan proteinuria serta sebagian ada


19

yang tidak mengukur tinggi badan ibu hamil dan tinggi fundus

uteri menggunakan pita metline (2011; h. 2).

Pelaksanaan standar operasional pelayanan yang

dilakukan meliputi anemesa, pemeriksaan umum ( Tanda-

tanda vital, pemeriksaan fisik), serta dilakukan pula

pemeriksaan khusus yang berupa inspeksi, pengukuran tinggi

fundus uteri, palpasi, dan auskultasi. Serta perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar

hemoglobin dan protein urine (Manuaba, dkk , 2007; h 159-0).

Manuaba menambahkan kembali, Pemeriksaan leopold

(Palpasi) ibu hamil terdapat 4 langkah, yaitu: a) leopold I

Untuk menentukan TFU, dapat digunakan untuk menetukan

umur kehamilan, dan menetukan berat janin, menentukan

bagian apa yang terdapat ndi fundus uteri dengan posisi janin

membujur atau akan kosong jika posisi janin melintang dengan

teknik kedua tangan pada fundus uteri; b) Leopold II untuk

menentukan letak punggung janin, dapat dipergunakan untuk

mendengar detak jantung janin pada punktum maksimumnya

dilakukan dengan cara kedua telapak tangan melakukan

palpasi pada sisi kanan atau kiri bersama-sama; c) leopold III

tujuannya menetapkan bagian terendah janin (kepala/bokong);

d) leopold IV dilakukan untuk mengetahui bagian terendah

janin sudah masuk PAP atau belum, tekniknya jari tangan


20

kanan-kiri, dimasukan disamping kepala atau bokong janin,

pemeriksaan menghadap kekaki yang diperiksa.

b. Asuhan Kebidanan Persalinan

1) Pengertian persalinan

Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir

dengan pengeluaran hasil konsepsi ibu dengan proses membuka

dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir

(Varney, 2007; h. 672 dan Saiffudin, 2008; h. 100).

2) Jenis Persalinan

Rustam Mochtar menjelaskan jenis persalinan dibagi

menjadi dua, yaitu: Menurut cara dibagi menjadi partus biasa

(normal) disebut juga partus spontan dan partus luar biasa

(normal). sedangkan menurut tua (umur) kehamilan yaitu

abortus (keguguran), partus prematurus, partus maturus atau

aterm (cukup bulan), partus postmaturus (serotinus) (2012; h.

91).

3) Teori Terjadinya Persalinan

Ada beberapa teori terjadinya persalinan menurut

Manuaba (2010; h. 168) , antara lain: a) Teori penurunan

progesteron: 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.

Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim

dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga


21

timbul his; b) Teori keregangan: rahim yang menjadi besar dan

merenggang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga

mengganggu sirkulasi utero-plasenter; c) teori oksitisin

internal, oksitosin ini dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis

posterior yang mengubah sensitivitas otot rahim; d) teori

prostaglandin, selama kehamilan dalam minggu ke-15 hingga

aterm kadar prostaglandin meningkat. Kemuadian Mochtar

menambahkan teorinya, yaitu teori plasenta menjadi tua dimana

akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron

yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang

menimbulkan kontraksi rahim dan teori iritasi mekanik dimana

dibelakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus

frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya

oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus (2012; h. 92-3).

4) Tanda dan Gejala Persalinan

Tanda dan gejala persalinan antara lain (Mochtar, 2012;

h. 93): a) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat,

sering, dan teratur; b) Keluar lendir bercampur darah ( bloody

show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada

serviks; c) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya;

Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan

telah ada.
22

5) Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin

Selama proses persalinan pasien sangat membutuhkan

pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi: a) Makan dan

minum yang berguna sebagai cadangan energi: b) Posisi dan

ambulasi; c) Eliminasi, selama proses persalinan, pasien akan

mengalami poliuria maupun rasa ingin buang air besar; d)

Kebersihan tubuh, yaitu bidan atau pendamping dapat

membantu menggantikan baju jika sudah basah serta ganti kain

pengalas bokong jika sudah basah oleh darah atau air ketuban;

e) Istirahat sangat penting bagi pasien karena akan membuat

rileks terutama pada primipara; f) Kehadiran pendamping

(Sumarah, 2009; h. 55).

6) Penalaksanaan Persalinan

Penatalaksanaan persalinan terdiri dari: a) Kala I,

merupakan kala pembukaan yang langsung antara pembukan

nol hingga pembukaan lengkap ( Manuaba, 2010; h. 173).

Lamanya kala I untuk primigravida 12 jam sedangkan

multigravida sekitar 8 jam. Menurut Saifuddin (2010; h. N8)

asuhan yang dapat diberikan yaitu dengan memberi dukungan

jika ibu tampak gelisah, anjurkan ibu untuk melakukan

perubahan posisi senyaman ibu, anjurkan keluarga untuk

menemani ibu, ajarkan teknik pernafasan untuk mengurangi

rasa sakit. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang berjudul


23

“Hypnosis, masase endorfin, relaksasi dan intensitas nyeri kala

I persalinan normal primipara di BPS Semarang” Untuk

mengurangi rasa sakit kala I, masase endorpin, relaksasi

merupakan metode efektif yang dapat mengurangi intensitas

rasa nyeri dibanding hypnosis (Melyana dkk, 2012; h. 106).

Selain hal diatas pada penelitian yang berjudul “komunikasi

terapeutik pada nyeri persalinan kala I” mengatakan bahwa

komunikasi terapeutik juga dapat mempengaruhi intensistas

nyeri persalinan kala I (Mundarti dkk, 2013; h. 320). serta

anjurkan ibu untuk makan minum dan berkemih sesering

mungkin. Asuhan kebidanan pada kala I lebih ditekankan pada

asuhan kebidanan dalam melakukan observasi kemajuan

persalinan dengan partograf; b) kala II adalah kala pengeluaran

bayi (Manuaba, 2010; h. 173). Kala II pada primigravida

berlangsung 1 ½ - 2 jam dan pada multigravida ½ - 1 jam.

Namun menurut penelitian yang berjudul “efektifitas senam

hamil terhadap lama kala II persalinan primipara” dengan

frekuensi senam hamil minimal 7 kali, rata-rata lama waktu

kala II persalinan ibu primipara adalah 21,5 menit (Sumarni,

dkk, 2009; h. 99). Selain itu posisi meneran juga

mempengaruhi lama persalinan kala II, dalam penelitian “

Perbedaan lama kala II pada ibu bersalin primipara antara

posisi meneran setengah duduk dan berbaring miring di BPS


24

Ny. Kustinah Kota Semarang tahun 2012” lama kala II pada

posisi meneran berbaring miring kekiri lebih cepat daripada

setengah duduk yaitu 36 menit (Lentera dkk, 2012; h. 43).

setelah terlihat tanda dan gejala kala II dilakukan pertolongan

persalinan sesuai dengan APN sebanyak 58 langkah yaitu: (1)

Memberi kesempatan pada suami atau keluarga untuk

mendampingi ibu saat proses bersalin; (2) Memberi dukungan

kepada ibu dan keluarga serta membimbing untuk berdoa

selama proses persalinan; (3) Mendengar dan melihat adanya

tanda persalinan kala II; (4) Pastikan kelengkapan peralatan,

bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan

menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir; (5) Memakai

celemek plastik dan cuci tangan; (6) Menggunakan sarung

tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk

periksa dalam; (7) Mengambil alat suntik dengan tangan yang

bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke

dalam wadah; (8) Membersihkan vulva dan perineum dengan

kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan

gerakan vulva ke perineum; (9) Melakukan pemeriksaan dalam,

pastikan pembukaan sudah lengkap; (10) Mencelupkan tangan

kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,

membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan

merendamnya dalam larutan klorin 0,5%; (11) Memeriksa


25

denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai, pastikan

DJJ dalam batas normal (120–160 x/ menit); (12) Memberi

tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,

meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah

merasa ingin meneran; (13) Menjelaskan ibu dan keluarga

tahap persalinan selanjutnya, dan membimbing ibu menyiapkan

posisi yang nyaman; (14) Meminta bantuan keluarga untuk

menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his, bantu

ibu dalam posisi setengah duduk atau posisi yang ibu anggap

nyaman). (15) Melakukan pimpinan meneran saat ibu

mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran; (16) Memberi

dukungan kepada ibu serta memimpin meneran yang benar;

(17) Memberi kesempatan ibu untuk istirahat disela meneran

saat his berkurang. Serta memberi makan dan minum agar ibu

tidak kekurangan energi; (18) Meletakan handuk bersih (untuk

mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah

membuka vulva dengan diameter 5–6 cm; (19) Meletakan kain

bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu; (20)

Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali

kelengkapan alat dan bahan; (21) Memakai sarung tangan DTT

pada kedua tangan; (22) Saat kepala janin terlihat pada vulva

dengan diameter 5–6 cm, memasang handuk bersih pada perut

ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering
26

dan bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah

itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk melindungi

perineum dengan satu tangan, dibawah kain bersih dan kering,

ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi

yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi.

Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada

saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum);

(23) Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi

dengan kasa steril kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat

pada leher janin; (24) Menunggu hingga kepala janin selesai

melakukan putaran paksi luar secara spontan; (25) Setelah

kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.

Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.

Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga

bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian

gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang;

(26) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum

ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.

Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan

dan siku sebelah atas; (27) Setelah badan dan lengan lahir,

tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai

bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari

telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin); (28) Melakukan


27

penilaian selintas: Apakah bayi menangis kuat dan atau

bernapas tanpa kesulitan? Apakah bayi bergerak aktif?; (29)

Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian

tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan

verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/ kain yang kering.

Membiarkan bayi di atas perut ibu; (30) Memberi kesempatan

ibu untuk makan dan minum; c) kala III adalah kala

pengeluaran uri atau kala pengeluaran plasenta (Manuaba,

2010; h. 174). setelah bayi lahir kemudian dilakukan asuhan

kala III sesuai dengan APN yang meliputi: (1) Memberi

selamat kepada ibu atas kelahiran bayinya.; (2) Memberi

semangat kembali kepada ibu untuk melanjutkan proses

selanjutnya, (3) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan

tidak ada lagi bayi dalam uterus; (4) Memberitahu ibu bahwa ia

akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik dan

mencegah perdarahan; (5) Dalam waktu 1 menit setelah bayi

lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha

atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum

menyuntikan oksitosin). (6) Setelah 2 menit pasca persalinan,

jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.

Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali

tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama; (7) Dengan satu

tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut


28

bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem

tersebut. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril

pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut

dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya; (8)

Memberi kesempatan ibu dan bayi untuk kontak kulit ibu ke

kulit bayi; (9) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat

dan memasang topi di kepala bayi; (10) Memindahkan klem

pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva; (11)

Memberi kesempatan ibu untuk minum; (12) Meletakan satu

tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk

mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat; (13) Memberi

motivasi ibu untuk pengeluaran plasenta; (14) Setelah uterus

berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,

sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah

dorsokranial. Jika plasenta tidak lahir setelah 30–40 detik,

hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul

kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur; (15) Melakukan

penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta

terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat

dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti

poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial); (16)

Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan

plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),


29

pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran

searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah

robeknya selaput ketuban; (17) Segera setelah plasenta lahir,

melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok

fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari

tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras);

(18) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan

tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan

selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam

kantong plastik yang tersedia; (19) Memberi selamat dan pujian

ibu karena sudah berhasil mengeluarkan plasenta; d) kala IV

merupakan kala observasi tingkat kesadaran, tanda-tanda vital,

kontraksi uterus dan perdarahan. penatalaksanaan kala IV

berdasarkan APN yaitu: (1) Memberi kesempatan ibu untuk

makan dan minum; (2) Evaluasi kemungkinan laserasi pada

vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi

menyebabkan perdarahan; (3) Memberi dukungan kepada ibu

dan menjelaskan prosedur penjahitan; (4) Memastikan uterus

berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan

pervaginam; (5) Menjelaskan kepada ibu dan keluarga sekilas

mengenai tanda dan bahaya perdarahan post partum; (6)

Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada

ibu paling sedikit 1 jam; (7) Melanjutkan pemantauan kontraksi


30

dan mencegah perdarahan pervaginam; (8) Mengajarkan ibu/

keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi;

(9) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah, normalnya

perdarahan + 500 ml. Menurut penelitian “ pengaruh posisi

meneran terhadap jumlah perdarahan, derajat trauma

perineum, dan lama kala II persalinan pada ibu multipara di

rumah bersalin disekitar wilayah semarang” mengungkapkan

bahwa sebagian besar ibu posisi semi fowler tidak ada yang

mengalami perdarahan (Sumarni dkk, 2013; h. 419); (10)

Memeriksa tanda-tanda vital ibu, keadaan kandung kemih,

kontraksi ibu, serta jumlah darah yang keluar setiap 15 menit

selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit

selama jam kedua pasca persalinan (11) Memeriksa kembali

bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik; (12)

Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan

klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas

peralatan setelah di dekontaminasi; (13) Buang bahan-bahan

yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai; (14)

Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT.

Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu

memakai pakaian bersih dan kering; (15) Memastikan ibu

merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila

ibu ingin minum; (16) Dekontaminasi tempat persalinan


31

dengan larutan klorin 0,5%; (17) Membersihkan sarung tangan

di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam

keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%;

(18) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir; (19)

Melengkapi partograf; (20) Memberi kesempatan bayi

berkumpul dengan ibu dan keluarga; (21) Memberi kesempatan

ibu untuk makan dan minum; (22) Memotivasi ibu untuk

berkemih; (23) Memotivasi ibu untuk mobilisasi dini

c. Asuhan Kebidanan Nifas

1) Pengertian Nifas

Menurut Varney, H (2007; h. 958), periode pasca

persalinan (post partum) adalah masa waktu antara kelahiran

plasenta dan membran yang menandai berakhirnya periode

intrapartum sampai waktu menuju kembalinya sistem

reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil. Masa nifas

dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 42

hari (6 minggu) (Dewi, 2011; h. 1)

2) Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas dibagi dalam 3 tahap yaitu: a)

periode immediate postpartum adalah masa segera setelah lahir

sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terjadi banyak

masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena

itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan


32

kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah dan suhu; b)

periode early postapartum (24 jam- 1 minggu), pada fase ini

bidan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada

perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup

mendapatkan cairan dan makanan serta ibu dapat menyusui

dengan baik; c) periode late postpartum ( 1 minggu -5 minggu),

pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan

pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Saleha dalam

Juliana, 2010; h: 6)

3) Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Perubahan masa nifas meliputi: a) perubahan sistem

reproduksi dimana uterus kembali mengecil setelah dua hari

pasca persalinan (Suherni, dkk, 2009; h. 77). Bahiyatun (2009;

h. 60) menambahkan selain uterus, vagina , ligamen uterus dan

otot dasar panggul juga kembali keadaan sebelum hamil. Proses

involusi uteri sendiri disertai dengan penurunan tinggi fundus

uteri. Pada hari pertama, TFU teraba dua jari dibawah pusat,

satu minggu postpartum TFU teraba pertengahan pusat simpisis

serta dua minggu postpartum TFU tidak teraba diatas simpisis.

Selama masa involusi uteri, lokia keluar sampai 3 atau 4

minggu postspartum yang terjadi dalam empat tahap, yaitu

lokia rubra (berwarna merah yang berlangsung selama dua hari

postpartum), sanguinolenta (berwarna merah kuning sekitar 3-7


33

hari), serosa (berwarna kuning pada hari ke 7-14 postpartum),

alba (berwarna putih yang muncul setelah dua minggu). b)

perubahan pada sistem pencernaan, sering terjadi konstipasi

(Suherni, dkk, 2009; h. 80). Selain itu nyeri ulu hati (heart

burn) dirasakan pada beberapa hari pertama karena terjadi

penurunan kadar progesteron (Bahiyatun, 2009; h. 61); c)

Perubahan sistem perkemihan, saluran kencing kembali normal

dala waktu 2 sampai 8 minggu. Diuresis dapat terjadi setelah 2-

3 hari postpartum karena saluran urinaria mengalami dilatasi

(Bahiyatun, 2009; h. 61); d) Perubahan sistem endokrin

memperngaruhi turunnya kadar HCG dan HPL secara

berangsur. HCG dalam urine hilang setelah 2 hari postpartum

(Bahiyatun, 2009; h. 61); e) perubahan sistem kardiovaskuler,

curah jantung kembali normal pada akhir minggu ke-3

postpartum (Bahiyatun, 2009; h. 61-2); f) perubahan tanda-

tanda vital kembali normal dalam 24 jam persalinan (Suherni,

dkk, 2009; h. 84).

4) Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi

yang harus dijalani. Dalam menjalani adaptasi setelah

melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut

(Dewi, 2011; h. 65): a) fase taking in berlangsung pada hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Fase ini disebut


34

self center; b) fase taking hold, berlangsung 3- 10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini seorang ibu mudah diberikan

pendidikan kesehatan pada kunjungan rumah yang dilakukan

bidan. Pada penelitian yang dilakukan Indrati dkk (2012; h.

103) membuktikan bahwa dengan adanya discharge planning

dan homecare dapat meningkatkan pengetahuan ibu postpartum

primipara; c) fase letting go merupakan fase menerima

tanggung jawab akan peran barunya, berlangsung sepuluh hari

setelah persalinan.

5) Kebutuhan Dasar Masa Nifas

Dalam membantu mempercepat proses penyembuhan

pada masa nifas maka ada beberapa kebutuhan ibu, antara lain:

a) nutrisi dan cairan, ibu nifas membutuhkan kalori sebanyak

70 kal/100 ml serta tambahan protein 20 gr protein, vitamin A

sebanyak 2 kali (200.000 IU) dan dianjurkan minum 2-3 liter

serta tidak lupa minum FE; b) ambulasi, selama masa ini nifas

perawatan mobilisasi dini setelah 2 jam (miring ke kiri atau ke

kanan) yang dapat mempercepat involusi uteri dan

mempercepat fungsi ASI. Menurut penelitian yang berjudul

“pijat oksitosin dan penurunanan tinggi fundus uteri pada ibu

multipara” mengatakan bahwa terdapat berbedaan signifikan

penurunan TFU pada hari ke-7 setelah dilakukan pijat

oksitosin. Sehingga dapat dilihat bahwa pijat oksitosin dapat


35

juga mempercepat penurunan TFU (Elisa dkk, 2012; h. 477); c)

eliminasi, setelah melahirkan ibu dapat BAK spontan tiap 3-4

jam dan BAB harus dalam 3 hari postpartum; d) kebersihan diri

dan perineum, mandi harus dilakukan secara teratur, bagian

utama yang dibersihkan adalah puting susu dan perineum.

Perawatan luka perineum menjadi hal penting, dalam penelitian

yang dilakukan oleh Runjati dkk (2012; h. 39) menyatakan

bahwa terdapat perbedaan lama waktu penyembuhan luka

perineum pada ibu postpartum dengan kasa bethadin lebih

pendek lama penyembuhan luka dibanding dengan bersih

kering; e) istirahat, disarankan pada ibu nifas untuk tidur yang

cukup dan tidak mengerjakan pekerjaan berat; f) seksual, ibu

dapat melakukan aktivitas seksual setelah darah merah berhenti

dan ibu dapat memasukan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa

rasa nyeri; g) keluarga berencana, kontrasepsi yang sesuai

dengan ibu setelah melahirkan; h) senam nifas (Dewi, 2011; h.

71-86).

6) Asuhan Kebidanan Nifas

Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali

kunjungan yang dilakukan untuk mencegah dan mendeteksi

dan menangani masalah- masalah yang terjadi (Saifuddin,

2010; h. N23-N24). Dalam penelitian yang dilakukan

Trisnawati dkk (2013; h. 31) mengungkapkan bahwa


36

dukungan suami sangat penting dalam pelaksanaan kunjungan

nifas sehingga peran serta suami sangat diperlukan demi

mendukung kesehatan ibu nifas.

Tabel 2. 2 Kunjungan Nifas

KUNJUNGAN WAKTU TUJUAN

1 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas


setelah karena atonia uteri
persalinan 2. Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan lain berlanjut
3. Memberi konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana cara mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia
uteri
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hypotermi
7. Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi yang baru lahir selama
2 jam pertama setelah kelahiranatau
sampai ibu dan bayinya dalam
kondisi stabil
2 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan
setelah normal, uterus berkontraksi, fundus
persalinan dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda- tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat
4. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda- tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
37

pusat, menjaga bayi tetap hangat,


dan merawat bayi sehari- hari.
3 2 minggu 1. Pada 2 minggu setelah persalinan
setelah tujuannya sama dengan saat 6 hari
persalinan pada masa nifas
4 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang
setelah kesulitan- kesulitan yang ia atau
persalinan bayinya alami
2. Memberikan konseling KB

Sumber: Saiffudin (2010; h. N24)

Selain itu, Menurut Dewi (2011; h. 15), bidan dapat

memberikan dukungan dalam pemberian ASI dengan cara: a)

membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama 1

jam pasca melahirkan atau biasa disebut inisisasi menyusu dini

(IMD), dalam penelitian yang berjudul “hubungan

pengetahuan IMD dengan kepatuhan praktik IMD pada ibu

bersalin di BPM Endang M Bulustalan Semarang tahun 2012”

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara

pengetahuan IMD dengan kepatuhan IMD pada ibu bersalin

(Ni’mah dkk, 2012; h. 101); b) mengajarkan cara merawat

payudara; c) membantu ibu pada waktu pertama kali memberi

ASI khususnya pada primipara; d) memotivasi ibu untuk

memberikan ASI pada bayi sesering mungkin (ondemand); e)

memotivasi ibu untuk memberikan ASI saja hingga umur bayi

enam bulan (ASI Eksklusif).

d. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


38

1) Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi Baru Lahir adalah individu yang sedang

bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta

harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan

intrauterine ke ke hidupan ekstrauterine. Bayi baru lahir normal

adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan

berat badannya 2500-4000 gram (Dewi, 2010; h. 1).

2) Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal

Bayi baru lahir normal lahir pada usia kehamilan 37-42

minggu dengan berat badan antara 2.500-4.000 gram, panjang

badan antara 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala

antara 33-35 cm, dan lingkar lengan 11-12 cm. Bayi baru lahir

dikatakan normal jika frekuensi denyut jantung 120-160 x/

menit, pernafasan ±40-60 x/ menit, kulit kemerah-merahan,

rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah

sempurna. Selain itu, bayi baru lahir normal memiliki kuku

agak panjang dan lemas, nilai apgar > 7, gerakan aktif, bayi

lahir dan langsung menagis kuat serta memiliki reflek yang

positif (reflek rooting, reflek sucking, reflek morro, reflek

grasping). Bayi baru lahir normal telah memiliki alat genetalia

yang sempurna dan matang (laki-laki ditandai dengan testis

yang berada pada skrotum dan penis yang berlubang sedang

pada perempuan ditandai dengan vagina dan uretra yang


39

berlubang serta adanya labia mayora yang menutupi labia

minora). Bayi baru lahir normal memiliki eliminasi baik

ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama

dan berwarna hitam kecoklatan Dewi (2010; h. 2).

3) Tahapan Bayi Baru Lahir

Menurut Dewi (2010; h. 3), tahapan bayi baru lahir

meliputi: a) Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-

menit pertama kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem

scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi

dan ibu; b) Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada

tahap II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap

adanya perubahan perilaku; c) Tahap III disebut tahap periodik,

pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi

pemeriksaan seluruh tubuh.

4) Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal

Asuhan bayi baru lahir normal dibagi menjadi asuhan

segera bayu baru lahir dan asuhan lanjutan bayi baru lahir.

Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan

pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran.

Segera setelah melahirkan badan bayi secara cepat menilai

apgar skornya, dengan meletakkan bayi dengan handuk diatas

perut ibu, serta bersihkan lendir dari wajah bayi untuk

mencegah jalan udaranya terhalang. Selain hal diatas, asuhan


40

segera bayi baru lahir antara lain: a) memotong tali pusat,

dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh waktu pemotongan

tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup

bulan berdasarkan telaah litelatur” mengungkapkan bahwa

terdapat hubungan waktu pemotongan tali pusat terhadap

kejadian ikterus bayi baru lahir (Zahroti, 2013) ; b) jagalah bayi

agar tetap hangat; c) kontak dini dengan ibu, hal ini juga

berguna sebagai ikatan batin dan pemberian ASI; serta d)

perawatan mata dengan eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1%

untuk mencegah penyakit mata akibat klamidia; e) pemeriksaan

pernapasan (Saifuddin, 2010; h. N30-2).

Asuhan lanjutan bayi baru lahir dilakukan dengan: a)

mempertahankan suhu tubuh bayi dengan memandikan

sedikitnya enam jam lalu hangatkan bayi dengan kain kering

dan kepala bayi harus ditutup; b) melakukan pemeriksaan fisik

bayi; c) memberikan vitamin k patental dengan dosis 0,5 - 1

mg I.M.; d) identifikasi bayi dengan memberikan alat pengenal

(Saifuddin, 2010; h. N32-5).

Asuhan bayi baru lahir lainnya meliputi: a) Perawatan tali

pusat dengan mempertahankan dalam keadaan kering dan

bersih, b) Pemberian imunisasi HbO, dalam penelitain yang

berjudul “analisis faktor yang berhubungan dengan perilaku

ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis b 0-7 hari”


41

menyatakan bahwa terdapat pengetahuan, kepercayaan dan

peran dukungan keluarga yang baik mengenai imunisasi HbO

(Suharti dkk, 2013; h. 227); c) Mengajarkan ibu untuk

mengenali tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir (Saifuddin,

2010; h. N36).

5) Pemeriksaan Pada Bayi Baru Lahir

Terdapat beberapa pemeriksaan pada bayi baru lahir yang

perlu dilakukan, antara lain: a) pemeriksaan apgar skor (tabel

2.2); b) pemeriksaan refleks yang terdiri dari: (1) refleks

kedipan (glabelar reflex ) yang merukapan respons terhadap

cahaya terang yang mengindikasikan normalnya saraf optik; (2)

refleks mengisap (rooting reflex) merupakan refleks bayi untuk

membuka mulut atau mencari puting saat akan menyusui; (3)

refleks menelan (sucking reflex); (4) Tonic neck refleks ,

merupakan usaha bayi untuk mengembalikan kepala ketika

diputar ke sisi pengujian saraf asesori; (5) Grasping refleks,

normalnya bayi akan mengenggam dengan kuat saat saat

pemeriksa meletakkan jari ke dalam genggaman tangan bayi;

(6) Refleks morro, tangan pemeriksa menyangga pada

punggung dengan posisi 45 derajat, dengan keadaan rileks

kepala dijatuhkan sepuluh derajat, normalnya akan terjadi

abduksi sendi bahu dan ekstensi lengan; (7) Walking refleks,

bayi akan menunjukan respon berupa gerakan berjalan dan kaki


42

akan bergantian dari fleksi ke ekstensi; (8) Babynski reflek,

dengan menggores telapak kaki, dimulai dari tumit lalu gores

pada sisi lateral telapak kaki kearah atas kemudian gerakan jari

sepanjang telapak kaki (Dewi, 2010; h. 25-6); c) Pemeriksaan

antopometri yang meliputi pengukuran berat badan, panjang

badan, lingkar lengan, lingkar kepala, lingkar dada

Tabel 2. 3 Apgar Skor

Tanda Nilai: 0 Nilai: 1 Nilai: 2


Appearance/ Pucat/ biru Tubuh merah, Seluruh
warna kulit seluruh ekstremitas biru tubuh
tubuh kemerahan
Pulse/ denyut Tidak ada < 100 > 100
jantung
Grimace/ tonus Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif
otot sedikit fleksi
Activity/ aktivitas Tidak ada Sedikit gerak Langsung
menangis
Respiration/ Tidak ada Lemah/ tidak Menangis
pernafasan teratur
Sumber: Dewi (2010; h. 2)

e. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana

1) Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu

atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu,

menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan

kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara

kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan


43

dengan umur suami istri dan menentukan jumlah anak dalam

keluarga (Hartanto, 2010; h. 15).

2) Pengertian Keluarga Berencana Pasca Persalinan

Menurut Manuaba (2010; h. 637) adalah melakukan tindakan

KB ketika wanita baru melahirkan dan gugur kandung di rumah

sakit, atau memberi pengarahan agar memilih KB efektif

(melakukan sterilisasi wanita atau pria, menggunakan AKDR,

menerima KB hormonal dalam bentuk suntik/susuk).

3) Jenis-jenis KB Pasca Persalinan

Jenis-jenis KB pasca persalinan yang dianjurkan yaitu

kontrasepsi yang tidak mengganggu produksi ASI. Memberi

ASI eksklusif kepada bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan

sangat diharuskan, serta tidak menghentikan ASI untuk mulai

suatu metode kontrasepsi (Affandi, 2012; h. U51). Jenis-jenis

KB Pasca persalinan antara lain: a) Kontrasepsi Non Hormonal

yaitu Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), AKDR adalah

alat kontrasepsi jangka panjang ( dapat sampai 10 tahun untuk

jenis CuT-380A) dengan efektifitas tinggi (Affandi, 2012; h.

MK80); b) Kontrasepsi Hormonal untuk ibu menyusui antara

lain: (1) Kontrasepsi Progestin yang terdiri dari: (a) suntik

progestin; (b) mini pil; (c) implant, dapat efektif selama 5 tahun

untuk Norplant dan 3 tahun untuk Jadena, Indoplant/ Implanon


44

serta aman digunakan pada masa laktasi. (Affandi, 2012; h.

MK43-MK57).

Selanjutnya adalah c) kontrasepsi hormonal untuk ibu yang

tidak menyusui yang terdiri dari: (1) suntikan kombinasi, jenis

suntikan diinjeksikan secara IM sebulan sekali, namun

mempunyai efek samping kenaikan berat badan serta haid yang

tidak teratur. Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan lama

pemakaian kontrasepsi suntik DMPA dengan gangguan

menstruasi di BPM Mariyam Nurlaili Rambe Anak Mungkid

tahun 2014” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan lama

pemakaian kontrasepsi DMPA dengan gangguan menstruasi

yaitu amenorea maupun spotting (Munayarokh dkk, 2014; h.

50) ; (2) pil kombinasi, kontrasepsi ini harus diminum setiap

hari (Hartanto, 2010; h. 83).

Adapun kontrasepsi mantap seperti tubektomi (MOW) yang

dapat ditempuh oleh ibu yang sudah tidak ingin mempunyai

anak lagi. Tubektomi juga tidak menimbulkan efek samping

jangka panjang (Affandi, 2012:; h. MK89).

B. Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh

bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis


45

mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi (Asrinah, dkk, 2010; h. 110-11 dan Sari,

2012; h. 90). Sedangkan menurut Hellen Varney yang dikutip dari

konsep kebidanan halaman 90 manajemen kebidanan adalah proses

pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,

penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan

yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada

klien.

2. Prinsip Proses Manajemen Kebidanan

Menurut Mufdlilah, dkk. (2012) dan Estiwidani dkk (2008; h. 128),

prinsip proses manajemen kebidanan adalah: 1) Secara sistematis

mengumpulkan data yang lengkap dan relevan dengan melakukan

pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien; 2)

Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnose berdasarkan

interpretasi data dasar; 3) Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan

kesehatan dalam menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan

asuhan kesehatan bersama klien; 4) Memberi informasi dan support

sehingga klien dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab

terhadap kesehatannya; 5) Membuat rencana asuhan yang

komprehensif bersama klien; 6) Secara pribadi bertanggung jawab

terhadap implementasi rencana individu; 7) Melakukan konsultasi,

perencanaan dan melaksanakan manajemen dengan kolaborasi dan


46

merujuk klien untuk mendapatkan asuhan selanjutnya; 8)

Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu, dalam situasi

darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal; 9) Melakukan

evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan

merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

3. Sasaran Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan tidak hanya diimplementasikan pada asuhan

kebidanan pada individu akan tetapi dapat juga diterapkan didalam

pelaksanaan pelayanan kebidanan yang ditujukan kepada keluarga dan

masyarakat dalam keadaan sehat maupun sakit (Estiwidani dkk, 2008:

128)

4. Proses Manajemen Kebidanan

Penerapan manajemen kebidanan dalam bentuk kegiatan praktik

kebidanan dilakukan melalui suatu proses yang disebut langkah-

langkah atau proses manajemen kebidanan. Langkah-langkah tersebut

membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam

semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah

kedalam tugas- tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai kondisi

klien. Menurut Varney dalam Estiwidani dkk (2008; 134-9) terdapat

tujuh langkah manajemen kebidanan tersebut yaitu:

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar, Pada langkah

pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua

data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara


47

lengkap dan akurat dari semua sumber yang berkaitan. Data yang

dikumpulkan berupa data subjektif dan data objektif.

1) Subjektif (S)

Pengambilan data dapat dilakukan melalui anamesis.

Anemisis adalah tanya jawab yang dilakukan bidan dengan

klien untuk menggali data subjektif yang berkaitan dengan

keadaan klien (Mandriwati, 2008; h. 23).

Bagian-bagian penting dari anamesis anatara lain, sebagai

berikut (Sulistyawati, 2009; h. 166):

a) Identitas pasien dan penanggung jawab pasien

b) Alasan datang: ibu mengatakan ingin memeriksakan

kondisi.

c) Keluhan utama: merupakan suatu hal yang dikeluhkan/

mengganggu ibu. Disini bidan juga menggali dimana

tempat yang dikeluhkan, seberapa sering keluhan dirasakan,

berapa lama keluhan dirasakan, kapan keluhan dirasakan,

seberapa tingkat keluhan, dan bagaimana klien mengatasi

keluhannya sendiri.

d) Riwayat kesehatan: menggali penyakit yang dimiliki pasien

dan keluarga pasien seperti diabetus militus, TBC,

hipertensi, asma, HIV, penyakit menular seksual

e) Riwayat obstetri

(1) Riwayat Haid


48

Menurut manuaba, dkk (2007; h. 211-2): Manarkhe

umumnya manarkhe terjadi pada usia 12-13 tahun.

Siklus menstruasi berlangsung selama 28 hari, sehingga

disebut siklus yang teratur jika mundur 2 hari setiap

bulannya. Warna darah menstruasi encer kerena tidak

mengandung fibrinogen, warna hitam dari deskuamasi

endometrium. Banyaknyaganti pembalut normelnya 2-

3 x sehari. Nyeri haid atau disminore primer yang

disebabkan faktor hormonal dan disminore sekunder

yang tidak disebabkan faktor hormonal. Lamanya

mentruasi ideal 4-7 hari. Leukhore berwarna putih susu,

jika terkena kering berwarna kekuningan, berbau khas

dan tidak gatal.

(2) Riwayat kehamilan sekarang

Tabel 2.4 Diagnosis Riwayat Kehamilan

Pertanyaan Keterangan
Keadaan Apakah saat hamil muda
kehamilan mengalami hal-hal berikut ini?
hiperemesis gravidarum ,
mungkin dapat terjadi
preeklampsia, Eklampsia, pernah
terjadi perdarahan, ada
kemungkinan terjadi plasenta
previa

Apakah terdapat keluhan-


keluhan seperti ini saat hamil
tua? Sakit kepala, Perdarahan,
Udema ekstremitas, Sakit
pinggang, Sakit saat berkemih,
Inpartu dengan ciri-ciri
49

mengeluarkan lendir atau darah,


air ketuban, perdarahan

Bagaimana dengan keadaan


patologisnya? Disertai pusing,
mata kabur, BB cepat
bertambah, Disertai perdarahan
atau mengengeluarkan air,
Disertai panas badan, Gerak bayi
berkurang
Anamesis Apakah mempunyai keturunan
keluarga herediter? Cacat bawaan
herediter, Penyakit ginjal,
Penyakit DM, Penyakit TBC

Apakah pernah mengalami


kehamilan ganda?

Sumber: Manuaba (2007; h. 212)

HPHT digunakan untuk menentukan usia

kehamilan. Menghitung usia kehamilan menggunakan

HPHT menggunakan alat khusus atau cara manual.

Menggunakan alat khusus contohnya kalender

kehamilan yang bisa mengetahui usia kehamilan

sekaligus HPL nya, sedangkan jika menggunakan cara

manual, berikut langkahnya: Tentukan HPHT terlebih

dahulu, tentukan tanggal pemeriksaan hari ini, buat

daftar jumlah minggu ini dan kelebihan hari setiap

bulan, daftar jumlah minggu dan hari dibuat mulai dari

sisa hari dalam bulan HPHT sampai dengan jumlah

minggu dan hari dibulan saat pasien melakukan

pemeriksaan, setelah daftar dibuat, jumlahkan minggu


50

dan harinya, hasil akhir dikonversikan dalam jumlah

minggu.

HPL biasanya digunakan rumus neagle, yaitu

sebagai berikut: HPL = HPHT + 7 hari - 3 bulan + 1

tahun. Namun, rumus ini tidak bisa digunakan pada Ibu

dengan riwayat haid yang tidak teratur, ibu hamil masih

menyusui dan belum haid sesudah melahirkan, ibu

hamil kerena berhenti mengkonsumsi pil KB dan belum

haid (Sulistyawati, 2011; h. 52-3). Selain HPHT dan

HPL umur kehamilan juga dapat dilihat dari gerakan

janin, gerakan janin pada multigravida 14 – 16

minggu; pada primigravida 18- 20 minggu. Dengan

frekuensi minimal 10 / dalam 12 jam, frekuensi

menunjukan kesejahteraan bayi dalam kandungan.

f) Status Perkawinan

Status perkawinan penting dikaji karena dari data ini akan

mendapatkan gambaran suasana rumah tangga pasangan.

g) Pola makan, minum, istirahat, aktivitas sehari-hari, personal

higiene, aktivitas seksual

Data ini berguna untuk mengetahui gambaran mengenai

bagaimana pola makan minum, istirahat, aktivitas sehari-

hari, personal higiene, aktivitas seksual ibu hamil sehari-


51

harinya. Dengan begitu maka kita dapat memberikan

klarifikasi dalam pemberian pendidikan kesehatan.

h) Respons keluarga

Respons keluarga sangat penting untuk kenyamanan

psikologis ibu. Adanya respons positif dari keluarga akan

mempercepat proses adaptasi ibu dalam menerima

penerimaannya.

i) Perencanaan KB

Meskipun pemakaian alat kontrasepsi masih lama, namun

tidak ada salahnya mengkaji lebih awal agar pasien

mendaptkan informasi mengenai pilihan alat kontrasepsi.

j) Adat Istiadat setempat

Untuk mendapatkan data ini bidan perlu melakukan

pendekatan terhadap keluarga pasien, karena biasanya suatu

keluarga masih sangat kental dengan adat istiadat yang

justru dapat merugikan kesehatan ibu.

2) Objektif (O)

Dalam rangka melengkapi data yang digunakan untuk

menegakan diagnosis, maka kita harus melakukan pengkajian

data objektif melalui beberapa pemeriksaan seperti: a)

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, pemeriksaan

fisik dilakukan dengan head to toe, merupakan peninjauan dari

ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang
52

memberikan informasi objektif tentang klien dan

memungkinkan tenaga kesehatan untuk membuat penilaian

klinis. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara,

diantaranya dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

pemeriksaan fisik harus mencakup penetapan tinggi badan,

berat badan, tekanan darah, nadi, reflex, pemeriksaan kulit,

pemeriksaan kelenjar tiroid, pemeriksaan paru, pemeriksaan

jantung, pemeriksaan payudara, denyut jantung janin (DJJ),

tinggi fundus uteri (TFU), presentasi, pemeriksaan ekstremitas,

pemeriksaan pelvis, genetalia eksterna, vagina, serviks, dan b)

pemeriksaan kebidanan meliputi: (1) Inspeksi (periksa

pandang): Muka, adakah cloasma gravidarum, keadaan selaput

mata pucat atau merah, adakah oedema pada muka, bagaimana

keadaan lidah dan gigi; Leher, apakah vena terbendung di leher

(misalnya pada penyakit jantung), apakah kelenjar gondok

membesar atau kelenjar limfa membengkak; Dada, bentuk buah

dada, pigmentasi putting susu dan gelanggang susu, keadaan

putting susu, adakah kolostrum; Perut, perut membesar ke

depan atau ke samping (pada ascites misalnya membesar ke

samping), keadaan pusat, pigmentasi di linea alba, nampakkah

gerakan anak atau striae gravidarum atau bekas luka; Vulva,

keadaan perineum, carilah varices, condilomata, flour; Anggota

bawah, cari varises, oedema, luka cicatrix pada lipat paha; (2)
53

Palpasi (periksa raba), maksudnya periksa raba ialah untuk

menentukan: Besarnya rahim dan dengan ini menentukan

tuanya kehamilan; Menentukan letaknya anak dalam rahim;

Selain itu juga harus diraba apakah ada kelainan seperti tumor

dalam rongga perut, kista, mioma dan limpa yang membesar;

Cara melakukan palpasi dapat dengan Leopold; (3) Auskultasi

(periksa dengar), dilakukan dengan stetoskop dapat didengar

bermacam-macam bunyi berasal dari: Gerakan janin, meliputi

bunyi jantung anak, bising tali pusat dan gerakan anak; Dari

ibu, meliputi bising rahim, bunyi aorta dan bising usus; Bunyi

jantung anak, frekuensi lebih cepat dari bunyi jantung orang

dewasa ialah antara 120-140 per menit; Meninjau catatan

terbaru atau catatan sebelumnya; c) Meninjau data laboratorium

dan membandingkan dengan hasil studi (Marmi, 2011)

b. Langkah II (kedua) : Interpretasi data dasar, pada langkah ini

dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah

dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-

data yang dikumpulkan. Pada langkah ini dilakukan identifikasi

terhadap diagnosis, masalah dan kebutuhan berdasar data-data yang

telah terkumpul. Dalam langkah kedua ini bidan membagi

interpretasi data dalam tiga bagian, yaitu sebagau berikut

(Sulistyawati, 2009; h. 177) : 1) diagnosis kebidanan/nomenklatur

yang berisi paritas, paritas adalah riwayat reproduksi seorang


54

wanita yang berkaitan dengan jumlah kehamilannya. Selain paritas,

diagnosis juga berisi mengenai usia kehamilan dalam minggu,

keadaan janin dan normal/tidak normal; 2) masalah, dalam asuhan

kebidanan digunakan istilah “masalah” dan “diagnosis”. Kedua

istilah tersebut dipakai karena beberapa masalah tidak dapat

didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi perlu dipertimbangkan untuk

membuat rencana secara menyuluruh; 3) kebutuhan pasien, dalam

bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan

keadaan dan masalahnya.

c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah

potensial. Menurut Dewi (2011; h. 123), mengidentifikasi

diagnosis potensial yang mungkin akan terjadi berdasarkan

masalah atau diagnosis yang sudah diidentifikasi. Sulistyawati

menambahkan diagnosis potensial dapat digunakan sebagai

pencegahan, dengan kata lain bidan diharapkan dapat bersiap-siap

bila diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan

kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Mengidentifikasi

perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk

dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi pasien (Dewi, 2011; h.

123). Selama menunggu instrusksi dari dokter, beberapa situasi

memelukan tindakan segera (emergency) dimana bidan haris segera


55

melakukan tindakan segera untuk menyelamatkan pasien. Disinilah

bidan dituntut kemampuannya untuk dapat selalu memerlukan

evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat dan

aman (Sulistyawati, 2009; h. 182).

e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang menyeluruh.

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang

ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya (Dewi, 2011; h. 124).

Sulistyawati menambahkan, semua perencanaan yang dibuat harus

berdasarkan pertimbangan tepat, meliputi pengetahuan, teori yang

up to date, perawatan berdasarkan bukti evidence base care, serta

divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan pasien

(2009; h. 182).

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan dan

penatalaksanaan. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh

dilaksanakan secara efien dan aman (Dewi, 2011; h. 124).

Realisasi dan perencanaan dapat dilakukan oleh bidan, pasien, dan

anggota keluarga lain. jika bidan tidak melakukannya sendiri ia

tetap bertanggung jawab (Sulistyawati, 2009; h. 184).

g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi. Pada langkah ketujuh ini

dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan

serta ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap

setiap aspek yang sudah dilakukan tetapi belum efektif (Dewi,

2011; h. 125)
56

C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Munurut Muslihatun (2010; h. 3), Dokumentasi adalah sekumpulan

catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan informasi dalam

sistem integrasi untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima.

Muslihatun menambahkan, dokumentasi asuhan kebidanan antara lain,

meliputi: kondisis kesehatan pasien, kebutuhan pasien, rencana asuhan,

kegiatan asuhan kebidanan, serta respon pasien terhadap asuhan

kebidanan.

Pendomentasian dengan pendekatan metode SOAP merupakan

catatan manajemen kebidanan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan

singkat. Prinsip dari metode SOAP merupakan proses pemikiran

penatalaksanaan manajemen kebidanan (Muslihatun, 2010; h. 123).

Selama masa antenatal, bidan dapat menuliskan satu catatan SOAP

untuk setiap kunjungan, sementara dalam masa antenatal, bidan boleh

menuliskan lebih dari satu catatan untuk satu klien dalam sehari. Bidan

juga harus melihat catatan-catatan SOAP terdahulu untuk

mengevaluasi kondisi klien.

Pendokumentasi asuhan kebidanan menggunakan pendekatan

SOAP. Catatan SOAP terdiri dari 4 langkah yang disarikan dari proses

pemikiran dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan dan

dipakai untuk mendokumentasikan asuhan kebidanan dalam rekam


57

medis klien sebagai catatan kemajuan. S (subjektif) adalah informasi

atau data yang diperoleh dari hasil auta anamnesa atau allo anamnesa

O (objektif) adalah data yang diperoleh dari hasik pemeriksaan

(inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi) oleh bidan serta hasil

pemeriksaan laboratorium. A (analisa) adalah kesimpulan yang dibuat

berdasarkan data subjektif dan objektif tersebut. P (Penatalaksanaan)

adalah penatalaksanaan terdiri atas: perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi sesuai dengan analisan yang telah dibuat (Muslihatun, 2010;

h. 123).

Tujuan dari dokumentasi SOAP yaitu sebagai bahan komunikasi

antar petugas kesehatan/ bidan agar mencegah tindakan yang berulang

dan tidak perlu, sebagai bahan untuk evaluasi, sebagau bahan tindak

lanjut melakukan asuhan, sebagai bahan laporan, sebagai bahan

pertanggungjawaban dan tanggung gugat, untuk meningkatkan kerja

sama antar tim di dalam melaksanakan asuhan, serta dapat digunakan

sebagai bahan acuan dalam pengumpulan data (Mandriwati, 2008; h.

182).

Anda mungkin juga menyukai