Anda di halaman 1dari 57

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kehamilan Trimester III, Persalinan, Nifas, Neonatus, dan

Keluarga Berencana

1. Kehamilan Trimester III

a Definisi

Kehamilan trimester III merupakan kehamilan yang dimulai dari

usia kehamilan 28-40 minggu, dihitung dari hari pertama haid

terakhir. Trimester ini sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan, periode dimana ibu tidak sabar menanti kehadiran sang

bayi (Prawirohardjo, 2018; Rukiah, 2013).

b Perubahan Fisiologis pada Trimester III

1) Uterus

Pada akhir kehamilan uterus akan terus membesar dan seiring

perkembangannya uterus akan menyentuh dinding abdomen

mendorong usus ke samping dan ke atas, terus tumbuh hingga

menyentuh hati (Walyani, 2015).

Tabel 2.1 TFU Selama Kehamilan


Usia
Tinggi Fundus Uteri TFU dalam cm
Kehamilan
3 jari diatas pusat/ 1/3 pusat
28 minggu 28 cm
dan prosesus xifoideus
½ dari prosesus xifoideus ke
32 minggu 32 cm
pusat
1 jari di bawah prosesus
36 minggu 36 cm
xifoideus
3 jari di bawah prosesus
40 minggu 40 cm
xifoideus
Sumber : Prawirohardjo, 2018.

10
11

2) Serviks

Menjelang akhir kehamilan kadar hormon esterogen meningkat

disertai dengan adanya hipervaskularisasi menjadikan konsistensi

serviks menjadi lebih lunak (Rukiah dan Yulianti, 2014).

3) Payudara

Pada ibu hamil trimester tiga, terkadang keluar cairan berwarna

kekuningan dari payudara ibu yang disebut dengan kolostrum. Hal

ini pertanda bahwa payudara sedang menyiapkan ASI untuk

menyusui bayinya nanti. Hormon progesteron menyebabkan

puting menjadi lebih menonjol (Hutahaean, 2013).

4) Kulit

Hiperpigmentasi adalah bertambahnya sel melanosik pada kulit

yang terjadi pada kehamilan seperti cloasma yang berwarna gelap

kecoklatan. Striae Gravidarum terjadi karena adanya

perenggangan pada kulit pada serat elastin dan perubahan hormon

yang terjadi peningkatan reseptor estrogen dan androgen pada

kulit selama kehamilan (Indrayani, 2011).

5) Sistem Kardiovaskuler

Volume plasma mulai meningkat pada usia kehamiaan 10 minggu

dan mencapai batas maksimum pada usia 30 sampai dengan 34

minggu. Rata-rata kenaikan berkisar 20 sampai dengan 100% dan

eritrosit juga meningkat mencapai 18 sampai dengan 30%.

Ketidakseimbangan peningkatan antara plasma dan eritrosit

mengakibatkan hemodilusi yang berdampak pada penurunan


12

hematokrit selama kehamilan normal dan menyebabkan anemia

fisiologis (Walyani, 2015).

6) Sistem Muskuloskeletal

Hormon progesterone dan hormon relaxing menyebabkan

relaksasi jaringan ikat dan otot-otot, hal ini tejadi maksimal pada

satu minggu terakhir kehamilan, proses relaksasi ini memberikan

kesempatan pada panggul untuk meningkatkan kapasitasnya

sebagai persiapan proses persalinan, tulang public melunak

menyerupai tulang sendi, sambungan sendi sacrococcigus

mengendur tulang coccigis bergeser ke arah belakang sendi

panggul yang tidak stabil, pada ibu hamil hal ini menyebebkan

sakit pinggang. Postur tubuh wanita secara bertahap mengalami

perubahan karena janin membesar dalam abdomen sehingga untuk

mengkompensasi penambahan berat ini, bahu lebih tertarik ke

belakang dan tulang lebih melengkung, sendi tulang belakang

lebih lentur dan dapat menyebabkan nyeri punggung pada

beberapa wanita. Lordosis progresif merupakan gambaran yang

karakteristik pada kehamilan normal (Pantiawati dan Saryono,

2016).

7) Sistem Respirasi

Perubahan hormonal pada trimester III yang mempengaruhi aliran

darah ke paru-paru mengakibatkan banyak ibu hamil makin susah

bernafas. Ini juga didukung oleh adanya tekanan rahim yang

membesar yang dapat menekan diafragma (Hutahaean, 2013).


13

8) Sistem Perkemihan

Pada akhir kehamilan, terjadi peningkatan frekuensi BAK karena

kepala janin mulai turun sehingga kandung kemih tertekan.

Perubahan struktur ginjal ini juga merupakan aktifitas hormonal

(estrogen dan progesteron), tekanan yang timbul akibat

pembesaran uterus dan peningkatan volume darah (Hutahaean,

2013).

9) Kenaikan Berat Badan

Kenaikan berat badan yang dialami ibu hamil disebabkan oleh

pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam uterus.

Penambahan berat badan optimal untuk rata-rata kehamilan adalah

11,5 kg – 16 kg (Walyani, 2015).

c Perubahan Psikologis Trimester III

Menurut Sulityawati (2013: 77), perubahan psikologis pada masa

kehamilan trimester III, yaitu :

1) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh,

dan tidak menarik

2) Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu

3) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat

melahirkan, khawatir akan keselamatannya

4) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal,

bermimpi yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.

5) Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya.

6) Merasa kehilangan perhatian


14

7) Perasaan mudah terluka (sensitif) dan libido menurun

d Kebutuhan Dasar Trimester III

1) Oksigen

Kebutuhan oksigen adalah kebutuhan yang utama pada manusia

termasuk ibu hamil. Berbagai gangguan pernafasan bisa terjadi

saat hamil sehingga akan mengganggu kebutuhan oksigen pada

ibu yang juga akan berpengaruh pada bayi yang dikandungnya.

Untuk mencegah hal tersebut maka untuk memenuhi kebutuhan

oksigen, ibu hamil perlu melakukan latihan nafas melalui senam

hamil , tidur dengan bantal yang lebih tinggi, dan lain-lain

(Walyani, 2015).

2) Nutrisi

Di trimester III, ibu hamil butuh bekal energi yang memadai.

Selain untuk mengatasi beban yang kian berat juga sebagai

cadangan energi untuk persalinan kelak.. Pertumbuhan otak janin

akan terjadi cepat sekali pada dua bulan terakhir menjelang

persalinan. Karena itu, pemenuhan gzi pada trimester III amat

sangat penting (Walyani, 2015).

3) Personal Hygiene

Kebersihan harus dijaga pada masa hamil. Mandi dianjurkan

minimal dua kali sehari karena ibu hamil cenderung untuk

mengeluarkan banyak keringat, menjaga kebersihan diri terutama

lipatan kulit (ketiak, bawah buah dada, daerah genetalia) dengan

cara dibersihkan dengan air dan dikeringkan (Walyani, 2015).


15

4) Eliminasi

Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil trimester III

berkaitan dengan eliminasi adalah konstipasi dan sering BAK.

Konstipasi terjadi karena adanya pengaruh hormon progesterone

yang mempunyai efek rileks terhadap otot polos, salah satunya

otot usus. Selain itu desakan usus oleh otot janin juga

menyebabkan bertambahnya konstipasi. Untuk mengatasinya

dapat mengonsumsi makanan tinggi serat dan banyak minum air

putih. Sementara sering BAK terjadi karena pembesaran janin

yang menyebabkan desakan pada kantung kemih (Walyani,

2015).

5) Seksual

Hubungan seksual saat memasuki trimester III diperbolehkan

selama kehamilan berjalan normal dan tidak mempunyai riwayat

seeperti abortus, pedarahan pervaginam. Dan pada saat melakukan

hubungan seksual harus dilakukan dengan hati-hati. Hubungan

seksual saat memasuki trimester III dapat mempersiapkan ibu

untuk proses persalinan nantinya melalui latihan otot panggul

yang akan membuat otot tersebut menjadi kuat dan fleksibel

(Kemenkes RI, 2016).

6) Pakaian

Pakaian yang dikenakan ibu hamil harus nyaman, tidak boleh

terlalu sempit atau ketat baik di bagian perut, dada, leher, kaki
16

atau bagian tubuh lainnya sehingga sulit bergerak dan dapat

menghambat sirkulasi darah (Walyani, 2015).

7) Imunisasi

Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk

mencegah penyakit yang dapat menyebabkan kematian ibu dan

janin. Jenis imunisasi yang diberikan adalah tetanus toxoid (TT)

yang dapat mencegah penyakit tetanus.

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi TT


Imunisasi Interval Perlindungan Masa
(%) Perlindungan
TT 1 Pada 0% Tidak ada
kunjungan
ANC pertama
TT2 4 minggu 80% 3 tahun
setelah TT1
TT3 6 bulan setelah 95% 5 tahun
TT2
TT4 1 tahun setelah 99% 10 tahun
TT3
TT5 1 tahun setelah 99% 25 tahun/ seumur
TT4 hidup
Sumber : Walyani, 2015

8) Istirahat/ Tidur

Wanita hamil harus mengurangi semua kegiatan yang melelahkan,

tetapi tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menghindari

pekerjaan yang tidak disukainya. Ibu hamil sebaiknya memiliki

jam istirahat yang cukup yaitu tidur malam 7-8 jam dan tidur siang

1 sampai 2 jam (Marmi, 2013).


17

e Ketidaknyamanan Trimester III

Ada beberapa ketidaknyamanan selama trimester III dan cara

mengatasinya yaitu :

1) Nyeri Punggang Bawah

Kondisi ini disebabkan karena bertambahnya beban berat bayi

dalam kandungan yang dapat mempengaruhi postur tubuh sehingga

menyebabkan tekanan ke arah tulang belakang. Asuhan yang dapat

diberikan pada ibu hamil trimester III dengan keluhan nyeri

pungung bawah yaitu melakukan senam hamil, jalan-jalan pagi

hari, massage punggung, kompres air hangat, menggunakan bantal

tambahan sebagai penopang pada punggung saat tidur, tidak

melakukan pekerjaan yang berat dan istirahat yang cukup

(Murdiana, 2017).

2) Sesak Nafas

Kondisi ini terjadi akibat pembesaran uterus dan menyebabkan

tertekannya diafragma. Cara mengatasinya postur tubuh yang

benar, tidur dengan bantal ekstra, hindari makan porsi besar,

jangan merokok atau hirup asap, anjurkan berdiri secara periodik

dan angkat tangan di atas kepala, menarik nafas panjang.

(Widatiningsih dan Dewi, 2017).

3) Sering Kencing

Kondisi ini disebabkan oleh penekanan kandung kemih oleh bagian

terendah janin. Cara mengatasinya kosongkan kandung kemih


18

secara teratur, kurangi minum pada malam hari (Widatiningsih dan

Dewi, 2017).

4) Bengkak pada Kaki

Kondisi ini disebabkan oleh bendungan sirkulasi pada ekstremitas

bawah. Cara mengatasinya minum air yang cukup untuk

memberikan efek diuretik alai, istirahat dengan kaki dan paha

ditinggikan, cukup latihan fisik (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

5) Kram Kaki

Kondisi ini disebabkan oleh penekanan pada saraf kaki oleh

pemebesaran uterus, rendahnya level kalsium yang larut dalam

serum, atau peningkatan fosfor dala serum. Cara mengatasinya

kompres hangat diatas otot yang sakit, dorsofleksikan kaki hingga

spsme hilang, Suplementasi tablet kalsium karbonat atau kalsium

laktat (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

6) Konstipasi

Penurunan peristaltik usus yang disebabkan relaksasi otot polos

pada usus besar ketika terjadi peningkatan jumlah progresteron

menyebabkan konstipasi. Keluhan ini dapat diatasi dengan cara

perbanyak mengkonsumsi, buah-buahan berserat, banyak minum,

berolahraga dengan teratur, dan tidak menahan keinginan buang air

besar serta minum satu gelas air hangat saat bangun tidur

(Widatiningsih dan Dewi, 2017).


19

f Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III

1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan pada kehamilan lanjut atau lebih sering disebut

antepartum haemorrage/APH didefinisikan sebagai perdarahan

genetalia yang terjadi setelah 24 minggu kehamilan dan sebelum

bayi lahir. APH adalah komplikasi serius karena dapat

menyebabkan kematian maternal dan bayi. Ada 2 jenis APH yaitu

plasenta previa dan abrupsi plasenta. Pada ibu hamil dengan

grandemulti lebih berisiko terhadap perdarahan karena dinding

rahim yang tidak sepenuhnya elastis seperti sebelumnya.

2) Tidak adanya pergerakan pada janin

Dalam proses perkembangannya janin pada usia kehamilan yang

sudah memasuki trimester ketiga biasanya gerakan janin dapat

dirasakan dengan mudah. Salah satu tanda bahaya kehamilan

trimester ketiga yang dapat menjadi petunjuk adanya kondisi tidak

normal pada kehamilan seorang ibu hamil adalah keadaan dimana

tidak adanya pergerakan dari janin didalam kandungan. Kondisi

ini dapat diketahui dengan pasti sebagai tanda bahaya terutama

jika kondisinya bayi sangat aktif bergerak sebelumnya menjadi

diam tanpa gerakan.

3) Detak Jantung Janin (DJJ) tidak terdeteksi.

Selain gerakan yang tidak ada, keadaan berbahaya pada kehamilan

terutama yang berkaitan dengan kondisi janin juga dapat dideteksi

dari detak jantung janin. Apabila tidak adanya gerakan janin dan
20

disertai dengan tidak terdeteksinya DJJ kemungkinan janin

tersebut mengalami kematian didalam kandungan atau IUFD..

4) Ketuban Pecah Dini (KPD)

Kondisi dimana selaput ketuban pecah sebelum waktu persalinan

tiba. Kondisi ini dapat terjadi baik sebelum janin matang dalam

kandungan (sebelum minggu ke 37 masa kehamilan), maupun

setelah janin matang. Semakin awal terjadinya pecah ketuban pada

masa kehamilan, maka semakin serius kondisi tersebut.

5) Nyeri abdomen

Nyeri yang hebat, menetap, dan tidak hilang setelah beristirahat.

Hal ini berarti appendicitis, kehamilan ektopik, aborsi, penyakit

radang panggul, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong

emprdu, infeksi saluran kemih, atau infeksi lain.

6) Bengkak pada wajah dan ekstremitas

Menunjukan adanya masalah serius pada kehamilan. Hal ini dapat

merupakan pertanda anemia, gagal jantung, atau pre-eklampsia.

7) Perubahan visual secara tiba-tiba (pandangan kabur)

Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam

jiwa adalah perubahan visual mendadak, misalnya pandangan

kabur atau berbayang.

(Rukiyah 2013; Rismalinda, 2015).

g Alat Skrining Ibu Hamil Kartu Skor Poedji Rochjati

Menurut (Rochjati, 2011) pendekatan resiko pada ibu hamil

merupakan deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dengan menggunakan


21

Kartu Skor Poedji Rochjati. Kelompok resiko berdasarkan jumlah

skor kehamilan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

2) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

3) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥12.

h Jadwal Kunjungan ANC (antenatal care) Trimester III

Menurut WHO dan Depkes RI 2015, kunjungan ANC ibu hamil yang

memasuki usia kehamilan trimester III sebaiknya dilakukan paling

sedikit dua kali selama kehamilan trimester III (K3 & K4) dengan usia

kehamilan antara 28 – 36 minggu dan sesudah minggu ke 36 untuk

memantapkan rencana persalinan dan mengenali tanda-tanda

persalinan.

i Analisis

Ny…usia…G… P… UK… minggu janin hidup, tunggal,

presentasi...., intrauteri, jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan

janin baik (Kemenkes, 2017).

j Penatalaksanaan

1) Melakukan asuhan 10 T yaitu :

a) Timbang berat badan dan tinggi badan

Tinggi badan diperiksa satu kali kunjungan untuk mendeteksi

adanya resiko panggul sempit apabila hasil pengukuran kurang

dari 145 cm. Kenaikan berat badan rata-rata pada ibu hamil

adalah 11,5 – 16 Kg (Nurjasmi 2016; Walyani 2015).


22

b) Mengukur tekanan darah

Tekanan darah yang normal tidak lebih dari 140/90 mmHg.

Dilakukan setiap kunjungan antenatal bertujuan untuk

mendeteksi adanya hipertensi dan preeklampsia pada ibu

hamil (PP IBI, 2016).

c) Mengukur tinggi fundus uteri

Pada minggu ke-38 sampai ke-40 tinggi fundus uteri turun

karena kepala janin mulai masuk PAP. Pengukuran tnggi

fundus uteri dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin

sesuai atau tidak dengan umur kehamilan Jika tinggi fundus

uteri tidak sesuai dengan usia kehamilan maka terdapat

gangguan pada pertumbuhan janin.

Pemeriksaan leopold menurut Heni Puji Wahyuningsih,

2016:

a.) Leopold I

Mengetahui tinggi fundus uteri dan bagian janin yang

terdapat pada bagian fundus uteri.

b.) Leopold II

Menentukan bagian janin yang berada pada sisi kanan

dan kiri perut ibu.

c.) Leopold III

Menentukan bagian terendah dari janin di atas simpisis

pubis dan memastikan apakah bagian terendah janin

tersebut sudah masuk PAP.


23

d.) Leopold IV

Mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah

masuk panggul. Konvergen berarti kepala janin belum

masuk PAP. Divergen berarti kepala janin sudah masuk

PAP.

d) Memberikan tablet tambah darah (Fe)

Ibu hamil harus mendapatkan tablet tambah darah sebanyak 90

tablet yang diberikan sejak kontak pertama yang bertujuan

untuk mencegah anemia pada ibu hamil.

e) Memberikan imunisasi TT

Skrining status imunisasi tetanus toxoid dan memberikan

imunisasi TT apabila diperlukan ibu hamil minimal memiliki

status imunisasi TT2 agar mendapatkan perlindungan terhadap

infeksi tetanus.

f) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratarium yang dilakukan saat ibu hamil

diantaranya tes golongan darah, tes hemoglobin, tes protein

dan reduksi dalam urine, tes pemeriksaan darah lainya seperti

tes HIV, HbsAg dan sifilis (Kemenkes RI, 2016).

g) Tentukan denyut jantung janin

DJJ lambat jika kurang dari 120 x/ menit dan DJJ cepat jika

lebih dari 160 x/ menit.


24

h) Nilai status gizi

Pengukuran LILA dilakukan untuk skrining ibu hamil resiko

kurang energi kronik (KEK) apabila LILA kurang dari

23,5cm.

i) Tata laksana kasus

Tata laksana kasus ini bertujuan untuk menangani kasus

komplikasi yang terjadi pada ibu hamil sesuai wewenang

bidan dan melakukan rujukan apabila tidak dapat ditangani.

j) Temu wicara

Konseling yang dilakukan meliputi perilaku kesehatan ibu,

gizi seimbang, tanda bahaya, perencanaan persalinan, inisiasi

menyusui dini dan asi ekslusif, KB pasca persalinan, imunisasi

(PP IBI, 2016).

2) Memakai APD level 1 dan mencuci tangan bagi petugas kesehatan

3) Menghimbau ibu dan pendamping maksimal 1 orang untuk

menggunakan masker saat kunjungan ANC dan tetap menerapkan

protokol pencegahan covid-19

4) Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaannya

5) Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga asupan nutrisi dan istirahat

yang cukup

6) Menjelaskan pada ibu mengenai ketidaknyamanan kehamilan

trimester III

7) Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda bahaya yang mungkin

terjadi pada kehamilan trimester III


25

8) Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda persalinan

9) Melakukan diskusi dengan ibu mengenai rencana persalinan

10) Memberitahu ibu mengenai persiapan persalinan dan apa saja

yang harus dibawa saat persalinan

11) Melakukan kolaborasi dengan bidan untuk pemberian terapi oral

12) Menganjurkan ibu melakukan kontrol ulang atau bila ada keluhan

(Depkes RI, 2017).

2. Persalinan

a. Pengertian

Persalinan normal merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin

dan plasenta) yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42

minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang

berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun

pada janin (Prawirohardjo, 2014).

b. Tanda Persalinan

1) Adanya kontraksi rahim

Secara umum, tanda awal bahwa ibu hamil untuk melahirkan

adalah kontraksi rahim. Kontraksi tersebut berirama, teratur dan

involuter umumnya kontraksi bertujuan menyiapkan mulut lahir

untuk membesar dan meningkatkan aliran darah di dalam plasenta.

Kontraksi yang sesungguhnya akan muncul dan hilang secara

teratur dengan intensitas makin lama makin meningkat.


26

2) Keluarnya lendir bercampur darah (Bloody Show)

Lendir disekresi sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir servik

pada awal kehamilan. Lendir mulanya menyumbat leher rahim,

sumbatan yang tebal pada mulut rahim terlepas, sehingga

menyebabkan keluarnya lendir berwarna kemerahan bercampur

darah dan terdorong keluar oleh kontraksi yang membuka mulut

rahim yang menandakan bahwa mulut rahim menjadi lunak dan

membuka.

3) Keluarnya Cairan Ketuban

Sebagian pasien mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya selaput

ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkan persalinan

dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun jika ternyata tidak

tercapai maka persalinan akhirnya diakhiri dengan tindakan

tertentu misalnya ekstraksi vakum atau sectio caesarea.

4) Pembukaan Serviks

Penipisan melalui dilatasi serviks, pertama aktivitas Uterus dimulai

untuk mencapai penipisan, setelah penipisan kemudian aktivitas

Uterus menghasilkan dilatasi servik yang cepat, tanda ini tidak

dirasakan oleh pasien tetapi dapat diketahui dengan pemeriksaan

dalam, petugas akan melakukan pemeriksaan dalam untuk

menentukan pematangan, penipisan dan pembukaan leher rahim

(Elisabeth, 2016).
27

c. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

1) Penumpang (Passanger)

Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal-hal

yang perlu diperhatikan mengenai janin adalah ukuran kepala

janin, persalinan, letak, sikap, dan posisi janin. Sedangkan yang

perlu diperhatikan pada plasenta adalah telat, besar, dan luasnya.

2) Jalan Lahir (Passage)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar

panggul, vagina, dan introitus. Jalan lahir terbagi atas 2, yaitu jalan

lahir keras benjolan leher lunak. Hal-hal yang perlu diperhatikan

dari jalan lahir keras adalah ukuran dan bentuk tulang panggul,

sedangkan yang perlu diperhatikan pada jalan lahir lunak adalah

segmen bawah uterus yang dapat merenggang, otot dasar panggul,

vagina dan introitus vagina.

3) Kekuatan (Power)

Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan

yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi

otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligamen, dengan

kerjasama yang baik.

4) Faktor Psikologis Ibu

Pengalaman sebelumnya, persiapan emosional terhadap persiapan

persalinan, dukungan dari keluarga maupun lingkungan yang

berpengaruh terhadap proses persalinan.


28

5) Physician (Penolong)

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan

menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin,

dalam hal ini tergantung dari kemampuan dan kesiapan penolong

dalam meghadapi proses persalinan

(Sondakh, 2013; Ari Kurniarum, 2016).

d. Partograf

Partograf terdiri dari halaman depan dan halaman belakang (Sarwono

Prawirohardjo, 2014).

1) Halaman Depan Patograf

Merupakan observasi yang dilakukan mulai fase aktif persalinan,

terdiri dari :

a) Informasi tentang ibu : Terdiri dari waktu kedatangan dan catat

waktu pecahnya ketuban.

b) Kesejahteraan janin, meliputi :

(1) DJJ : Dihitung setiap 30 menit sekali dengan memberi tanda

titik dan hubungkan dengan titik pemeriksaan DJJ

selanjutnya. Normal DJJ 120 – 160 x/menit.

(2) Warna dan adanya air ketuban : Dilakukan saat

pemeriksaan dalam, nilai air ketuban dan gunakan lambang

sebagai berikut :

U : ketuban utuh

J : ketuban sudah pecah dan jernih

M : ketuban sudah pecah dan bercampur meconium


29

D : ketuban sudah pecah dan bercampur darah

K : ketuban sudah pecah dan kering.

(3) Moulage (penyusupan tulang kepala janin) : Dinilai pada

saat melakukan pemeriksaan dalam. Merupakan inikator

penting penyesuaian antara kepala janin dan bagian keras

panggul ibu, lambangnya sebagai berikut :

0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan

mudah dapat di palpasi.

1 : Tulang-tulang kepala janin saling bersentuhan.

2 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih, masih bisa

dipisahkan.

3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih, tidak dapat

dipisahkan.

c) Kemajuan persalinan : Setiap kotak menyatakan waktu 30 menit,

teridir dari

(1) Pembukaan serviks : Dilakukan saat pemeriksaan dalam 4 jam

sekali. Hasil pemeriksaan diberi tanda “X” ditulis sesuai pada

garis besarnya pembukaan serviks. Hubungkan tanda dari

setiap pemeriksaan dengan garis utuh.

(2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin : Dilakukan

pada saat pemeriksaan dalam 4 jam sekali. Dibagi menjadi 5

kategori symbol dengan kategori 5/5 sampai 0/5. Berikan tanda

(o) pada garis waktu yang sesuai.

(3) Garis waspada dan garis bertindak : Harus dipertimbangkan


30

pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan jika

pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada.

d) Jam dan Waktu : Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak

dimulainya fase aktif persalinan.

e) Kontraksi Uterus : Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi

dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.

Dinyatakan dengan :

(1) Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan

kontraksi yang lamanya < 20 detik.

(2) Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan

kontraksi yang lamanya 20-40 detik.

(3) Isi penuh (blok warna hitam) di kotak yang sesuai untuk

menyatakan kontraksi yang lamanya > 40 detik.

f) Obat-Obatan dan Cairan yang Diberikan : Catat pemberian obat-

obatan dan cairan tambahan sesuai kolom waktu. Jika drip

oksitosin sudah dimulai, catat setiap 30 menit jumlah unit yang

diberikan per IV dan satuan tetesan per menit.

g) Kesehatan dan kenyamanan ibu, meliputi ;

(1) Nadi, Tekanan Darah dan Temperatur tubuh

- Nadi dicatat setiap 30 menit sekali dan beri tanda titik (•)

pada kolom waktu yang sesuai.

- Tekanan darah dinilai dan dicatat setiap 4 jam dan beri

tanda panah ( ↕ ) pada kolom waktu yang sesuai.

- Temperature tubuh : nilai setiap 2 jam dan catat pada kotak


31

yang sesuai.

(2) Volume Urine, Protein atau Aseton : diukur dan dicatat jumlah

produksi urine ibu sedikitnya setiap 2 jam. Jika

memungkinkan, saat ibu berkemih lakukan pemeriksaan

adanya aseton atau protein dalam urine.

2) Halaman Belakang Partograf

Merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama

proses persalinan dan kelahiran, terdiri dari :

a) Data Dasar : Terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat

persalinan, alamat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat

rujukan dan pendamping saat merujuk. Isi pada kotak dan

lingkari jawaban yang perlu.

b) Kala I : Terdiri atas partograf melewati garis waspada atau

tidak, masalah yang dihadapi, penatalaksanaan dan hasilnya. Isi

dan lingkari jawaban yang sesuai.

c) Kala II : Terdiri atas episiotomi, gawat janin, distosia bahu,

masalah penyerta penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban

sesuai dengan tindakan yang dilakukan.

d) Kala III : Terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin, PTT,

pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir >

30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah

penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada

tempat yang disediakan.

e) Bayi Baru Lahir : Terdiri atas berat dan panjang badan, jenis
32

kelamin, penilain kondisi BBL, pemberian ASI, masalah

penyerta, tatalaksana terpilih dan hasilnya. Isi jawaban pada

tempat yang disediakan serta beri tanda centang (√) pada kotak.

f) Kala IV : Berisi tentang 2 jam pasca persalinan, meliputi

tekanan darah, nadi, suhu, TFU, kontraksi uterus, kandung

kemih dan perdarahan. Dilakukan dan diisi pada kotak setiap

15 menit sekali pada 1 jam pertama setelah melahirkan dan

setiap 30 menit sekali pada satu jam berikutnya.

b. Tahapan Persalinan

1) Kala I (Kala Pembukaan)

a) Pengertian

Kala I dimulai dari pembukaan serviks sampai pembukaan 10

cm. Kala 1 pada primigravida berlangsung selama ± 12 jam

sedangkan pada multigravida ± 8 jam (Manuaba, 2014).

Terdapat 2 fase pada kala satu yaitu:

(1) Fase laten

Merupakan periode waktu dari awal persalinan pembukaan

mulai berjalan secara progresif, yang umumnya dimulai

sejak kontraksi mulai muncul hingga pembukaan sampai 3

cm berlangsung selama 8 jam. Sedangkan fase aktif

pembukaan 4 cm – 10 cm berlangsung selama 6 jam.

(2) Fase Aktif

Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif

pembukaan menjadi komplit dan mencakup fase transisi,


33

pembukaan pada umumnya dimulai pembukaan 4 cm – 10

cm berlangsung selama 6 jam Kontraksi lebih kuat dan

sering selama fase aktif. Fase aktif dibagi dalam 3 fase,

antara lain :

(a) Fase Akselerasi, yaitu pembukaan 3 – 4 cm

berlangsung selama 2 jam

(b) Fase Dilatasi Maksimal, yaitu 4 – 9 cm berlangsung

selama 2 jam

(c) Fase Deselerasi, yaitu pembukaan 9 – 10 cm

berlangsung 2 jam (Heri Rosyati, 2017).

b) Analisis

Ny… usia… tahun G…P…UK.. minggu janin hidup, tunggal,

prsentasi...., intrauteri, jalan lahir normal, keadaan umum ibu

dan janin baik dengan inpartu kala I fase… (Kemenkes, 2017).

c) Penatalaksanaan Kala I

(1) Memakai APD level I dan mencuci tangan

(2) Menghimbau pendamping maksimal 1 orang untuk

menggunakan masker dan tetap menerapkan protokol

pencegahan covid-19

(3) Melakukan VT dan memberitahu tentang hasil

pemeriksaan

(4) Mengajarkan ibu teknik relaksasi pernapasan pada saat

kontraksi muncul

(5) Melakukan asuhan sayang ibu


34

(6) Memantau kemajuan persalinan menggunakan lembar

partograf

(7) Menyiapkan peralatan pertolongan persalinan (Jannah,

2015).

2) Kala II (Pengeluaran Janin)

a) Pengertian

Kala II merupakan tahap persalinan dimulai dari pembukaan

lengkap (10 cm) sampai lahirnya bayi (Prawirohardjo, 2018).

Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam :

(1) Pembukaan serviks lengkap (10 cm).

(2) Tekanan pada rektum dan anus terbuka, serta vulva

membuka dan perineum meregang.

(3) Terlihatnya bagian kepala melalui introitus vagina (Jannah,

Nurul, 2015).

b) Gejala Utama

His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan

durasi 50 sampai 100 detik, menjelang akhir kala I, ketuban

pecah ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak,

pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan dan

lebih mendorong kepala bayi (Fitriani, Nurwiandani, 2018).

d) Analisis

Ny…usia… tahun G…P…UK.. minggu janin hidup, tunggal,

presentasi...., intrauteri, jalan lahir normal, keadaan umum ibu

dan janin baik dengan inpartu kala II (Kemenkes, 2017).


35

e) Penatalaksanaan Kala II

(1) Melihat tanda gejala kala II Persalinan

(a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran (doran).

(b) Ibu merasakan ada tekanan yang semakin meningkan

pada rectum (teknus).

(c) Perineum tampak menonjol (perjol).

(d) Vulva dan sfingter ani membuka (vulka)

(2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial

menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi segera

bayi baru lahir.

(3) Memakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak

tembus cairan.

(4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai,

mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir

kemudian mengeringkan tangan dengan tissue atau handuk

pribadi yang bersih dan kering.

(5) Memakai sarung tangan DTT atau steril yang akan

digunakan untuk periksa salam.

(6) Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik

(menggunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT

atau steril dan memastikan tidak terjadi kontaminasi pada

alat suntik).

(7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan

hati-hati dari anterior (depan) ke posterior belakang


36

menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air

desinfeksi tingkat tinggi.

(8) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa

pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban

belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,

lakukan amniotomi.

(9) Mendekontaminasikan sarung tangan (mencelupkan tangan

yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin

0,5%, melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik,

dan merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10

menit). Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan

dilepaskan. Menutup kembali partus set.

(10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi

berakhir untuk memastikan bahwa DJJ masih dalam batas

normal (120-160 kali/ menit).

(11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan

janin baik.Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman

sesuai keinginannya.

(12) Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran

atau kontaksi yang kuat. Pada kondisi ini, ibu diposisikan

setengah duduk atau posisi lain diinginkan dan memastikan

ibu merasa nyaman.

(13) Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa

ingin meneran atau timbul kontraksi yang kuat.


37

(14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongko atau

mengambil posisi yang aman, jika ibu belum merasa ada

dorongan untuk meneran selang waktu 60 menit.

(15) Meletakkan handuk bersih di perut bawah ibu, jika kepala

bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6cm.

(16) Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas

bokong ibu.

(17) Membuka tutup partus set dan memeriksan kembali

kelengkapan alat dan bahan.

(18) Memakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan.

(19) Setalah tampak kepala bayi diameter 5-6 cm membukan

vulva maka lindungi perineum dengansatu tangan yang

dilapisi dengan kain bersih dan kering, tangan lain menahan

belakang kepala untuk mempertahankan posisi fleksi dan

membantu lahirnya kepala. Menganjurkan ibu meneran

secara efektif atau bernafas cepat dan dangkal.

(20) Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pisat.

(21) Setelah kepala lahir, menunggu putar paksi secara spontan.

(22) Setelah putaran paksi luar selesai, memegang kepala bayi

secara biparietal. Dengan lembut, menggerakan kepala

kearah bawah distal hingga bahu depan muncul dibawah

arkus pubis dan kemudian menggerakan ke arah atas dan

distal untuk melahirkan bahu belakang.


38

(23) Setelah bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan bahu

belakang, tangan lain menelusuri dan memegang lengan

siku bayi sebelah atas.

(24) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan atas

berlanjut bokong, tungkai, dan kaki. Memegang kedua kaki

dan bayi lahir seluruhnya

(25) Melakukan penilaian sepintas.

(26) Mengeringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks.

Mengganti handuk basah dengan handuk kering.

Memastikan dalam posisi dan kondisi yang aman di perut

bagian bawah ibu (Prawirohardjo, 2018).

3) Kala III (Pengeluaran Plasenta)

a) Pengertian

Kala III dimulai setelah bayi lahir, pelepasan dan pengeluaran

plasenta hingga ibu bersih, aman dan nyaman. Manajement

aktif kala III antara lain meliputi suntik oksitosin, PTT/

Penegangan Tali Pusat Terkendali dan masase uterus

(Prawirohadjo, 2018).

b) Tanda pelepasan plasenta

Tali pusat bertambah panjang, perubahan ukuran dan bentuk

Uterus dari bentuk diskoid menjadi globuler dan keras,

terdapat semburan darah, fundus uteri naik ke atas lebih tinggi

sedikit di atas pusat (Aprilia, 2011 : 117).


39

c) Fase Pelepasan Plasenta

Beberapa cara pelepasan plasenta antara lain :

(1) Schultze, proses lepasnya plasenta seperti menutupnya

payung. Cara ini merupakan cara yang paling sering

terjadi (80%). Bagian yang lepas terlebih dahulu adalah

bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang

menolak plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian

seluruhnya.

(2) Duncan, pada cara ini lepasnya plasenta mulai dari pinggir

20%. Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban.

Pengeluarannya juga serempak dari tengan dan pinggiran

plasenta (Rohani, 2013).

d) Fase Pengeluaran Plasenta

Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah:

(a) Kustner, dengan meletakkan tangan disertai tekanan diatas

simpisis, tali pusat ditegangkan maka, bila tali pusat masih

menegang berarti belum lepas. Jika diam atau maju maka

sudah lepas.

(b) Klein, sewaktu ada his, rajim didorong sedikit. Bila tali

pusat kembali belum lepas, diam atau turun berarti lepas

(cara ini tidak digunakan lagi).

(c) Strassman, tegangkan tali pusat dan ketok fundus, bila tali

pusat bergetar berarti plasenta belum lepas, tidak bergetar

berarti sudah lepas (Rohani, 2013)


40

e) Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Inisiasi Menyusui Dini adalah permulaan kegiatan menyusui

dalam satu jam setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga bisa

diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah

lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusui bukan

disusui (Maryunani,2012).

f) Analisis

Ny...usia...tahun P...dengan kala III (Kemenkes, 2017).

g) Penatalaksanaan Kala III

(1) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada

bayi lagi dalam uterus (hamil tunggal) dan bukan

kehamilan ganda (gemelli)

(2) Meberitahukan kepada ibu bahwa akan disuntik oxytocyn di

1/3 paha atas bagian distal lateral secara IM (10 IU)

(3) Menjepit tali pusat menggunakan klem kurang lebih 3 cm

dari pusat bayi, mendorong isi tali pusat ke arah ibu dan

menjepit kembali 2 cm dari klem pertama

(4) Memotong tali pusat di antara 2 klem kemudian mengikat

tali pusat dengan benang steril

(5) Meletakan bayi tengkurap di dada ibu, membuka handuk

bagian dada bayi dan memberikan topi pada bayi

(6) Memindahkan klem tali pusat 5-10 cm dari vulva


41

(7) Meletakkan tangan kiri di atas perut ibu di tepi atas simpisis

untuk mendeteksi kontraksi, tangan kanan memegang klem

untuk menegangkan tali pusat

(8) Melakukan penegangan tali pusat dan dorongan dorso

cranial pada saat ada kontraksi

(9) Menarik tali pusat ke arah sejajar lantai kemudian ke arah

atas hingga plasenta terlepas

(10) Menangkap dan memilin plasenta pada saat plasenta terlihat

di introitus vagina

(11) Melakukan massase uterus dengan gerakan melingkar

searah jarum jam 15 x selama 15 detik hingga uterus

berkontrasi dengan baik (teraba keras)

(12) Memeriksa kedua sisi plasenta (maternal dan fetal) dan

memasukkan plasenta ke dalam kendil

(13) Memeriksa adanya laserasi pada vagina dan perineum.

Melakukan anestesi lidokain 1% dan melakukan heacting

jika terdapat laserasi

(14) Memastikan kontraksi uterus baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam

(15) Memastikan kandung kemih kosong

(16) Mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke

dalam larutan klorin 0,5 %, membersihkan noda darah dan

cairan tubuh, membilasnya dengan air DTT tanpa melepas

sarung tangan, kemudian mengeringkan dengan handuk.


42

(17) Mengajari ibu dan keluarga cara massase uterus dan

menilai kontraksi uterus

(18) Memeriksa nadi ibu

(19) Mengevaluasi jumlah kehilangan darah

(20) Memeriksa keadaan bayi dan memastikan bayi bernafas

dengan baik

(21) Melakukan DTT alat dalam larutan klorin 0,5 % direndam

selama 10 menit

(22) Membuang bahan - bahan yang terkontaminasi ke sampah

medis

(23) Membersihkan ibu menggunakan air DTT

(24) Memastikan ibu sudah bersih, aman, nyaman, dan

menganjurkan keluarga untuk memberikan makan dan

minuman

(25) Melakukan DTT tempat menggunakan larutan klorin 0,5 %

(26) Melepas sarung tangan dengan mencelupkannya ke dalam

larutan klorin 0,5 % dan melepaskan sarung tangan dalam

keadaan terbalik

(27) Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir

kemudian mengeringkannya dengan tisu (Prawirohardjo,

2018).
43

4) Kala IV (Observasi)

a.) Pengertian

Kala IV dimulai setelah bersih, aman dan nyaman hingga

observasi 2 jam post partum yang meliputi tekanan darah

110/80 mmHg, nadi 20 x/menit, TFU 2 jari di bawah pusat,

kontraksi uterus keras, kandung kemih kosong dan perdarahan

< 500 cc. Dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan

30 menit 1 jam kedua, sedangkan suhu setiap 1 jam sekali

pada 2 jam postpartum (Prawirohardjo, 2018).

b.) Analisis

Ny… umur… tahun P… jam/hari postpartum (Kemenkes,

2017).

c.) Penatalaksanaan Kala IV

(1) Mengobservasi tekanan darah, nadi, TFU, kontraksi uterus,

kandung kemih, dan perdarahan (darah keluar tidak

melebihi 500cc masih dianggap normal) setiap 15 menit

sekali pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit sekali pada

satu jam kedua. Memeriksa suhu setiap 1x pada jam

pertama dan 1x pada jam kedua

(2) Melengkapi partograf (Prawirohardjo, 2018).


44

3. Nifas

a. Definisi

Masa nifas (puerperium) adalah dua jam setelah kelahiran plasenta

sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara

normal masa nifas berlangsung 6 minggu atau 40 hari (Walyani, 2017).

b. Tahapan nifas

Tahapan masa nifas menjadi 3 periode:

1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan

berdiri dan berjalan serta menjalankan aktifitas layaknya wanita

normal lainnya.

2) Puerperium intermediate, yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-

alat genetalia yang lamanya sekitar 6–8 minggu.

3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dari

sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan

mempunyai komplikasi (Astutik, 2015).

c. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas

1) Perubahan sistem reproduksi

a) Uterus

Secara berangsur-angsur uterus mengecil (involusi) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil


45

Tabel 2.3 Tinggi Fundus Dan Berat Uterus menurut Masa Involusi
Diameter
Involusi TFU Berat Uterus
Uterus
Bayi Lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
Uri lahir 2 jari di bwah puat 750 gram 10 cm
1 minggu Pertengahan pusat-sympisis 500 gram 7,5 cm
2 minggu Tidak teraba diatas sympisis 350 gram 5 cm
6 minggu Bertambah kecil 60 gram 2,5 cm

Sumber: Marliandiani dan Ningrum, 2015.


b) Lochea

Lochea adalah cairan/secret yang berasal dari cavum uteri dan

vagina dalam masa nifas. Lochea mempunyai bau yang amis

(anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya

berbeda-beda pada setiap wanita. Macam-macam lochea:

1) Lochea rubra (cruenta): Berisi darah segar bercampur sel

desidua, verniks caseosa, lanugo, sisa mekonium, sisa

selaput ketuban dan sisa darah selama 2 hari nifas.

2) Lochea sanguinolenta: Berwarna kuning berisi darah dan

lendir, hari 3–7 nifas.

3) Lochea serosa: Berwarna agak kuning berisi leukosit dan

robekan laserasi plasenta pada hari ke 7–14 nifas.

4) Lochea alba: Cairan putih, keluar setelah 2 minggu masa

nifas.

5) Lochea purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan seperti

nanah berbau busuk.

6) Lochea stasis: Lochea tidak lancar keluarmya (Walyani,

2017).
46

c) Perubahan Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,

terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan

korpus uteri berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi,

sehingga perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk

cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh

pembuluh darah. Segera setelah bayi lahir, tangan pemeriksa

masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 6 minggu

persalinan serviks akan menutup (Heryani, 2010:30).

d) Perubahan Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, kedua organ ini

tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva

dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil, setalah 3

minggu rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan

muncul kembali sementar labia menjadi lebih menonjol

(Astutik, 2015).

e) Perubahan Payudara/mamae

Setelah melahirkan akan terjadi proses laktasi terjadi secara

alami. Ibu yang menyusui 24 jam sampai 72 jam pertama

sesudah melahirkan, payudaranya akan mengeluarkan

kolostrum. Air susu yang lebih matang akan muncul antara hari

2- ke 5. Payudara akan membesar (penuh, keras, panas, dan

nyeri) yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menyusui.


47

Menyusui dengan interval waktu yang sering akan dapat

mencegah pembengkakan payudara atau membantu

meredakannya (Astutik, 2015)

f) Perubahan Sistem Perkemihan

Saluran kemih kembali normal dalam waktu dua sampai

delapan minggu. Hal itu dipengaruhi oleh keadaan sebelum

persalinan, lamanya partus kala II yang dilalui, besarnya

tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan (Astutik,

2015).

d. Perubahan Psikologis Masa Nifas

Adaptasi psikologis masa nifas yaitu :

1) Fase Taking In

Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung

dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase

ini ciri-ciri yang bias diperkihatkan adalah:

a) Ibu nifas masih pasif dan sangat tergantung. Fokus perhatian

ibu adalah pada dirinya sendiri.

b) Ibu nifas lebih mengingat pengalaman melahirkan dan

persalinan yang dialami sehingga pengalaman selama proses

persalinan diceritakan secara berulang-ulang dan lebih suka

didengarkan.

c) Kebutuhan tidur meningkat, sehingga diperlukan istirahat

yang cukup kerena baru saja melalui proses persalinan yang

melelahkan.
48

d) Nafsu makan meningkat.

e) Jika kondisi kelelahan dibiarkan terus menerus, maka ibu nifas

akan menjadi lebih mudah tersinggung dan pasif terhadap

lingkungan.

2) Taking hold

Fase taking hold berlangsung mulai hari ketiga sampai kesepuluh

masa nifas. Adapun ciri-ciri fase taking hold antara lain:

a) Ibu nifas sudah bisa menikmati peran sebagai seorang ibu.

b) Ibu nifas mulai belajar merawat bayi tetapi masih

membutuhkan orang lain untuk membantu.

c) Ibu nifas lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima

tanggungjawab terhadap perawatan bayi.

d) Ibu nifas merasa khawatir akan tidak kemampuan serta

tanggung jawab dalam merawat bayi.

e) Perasaan ibu nifas sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung, maka diperlukan komunikasi dan dukungann

yang positif dari keluarga selain bimbingan dan dorongan

tenaga kesehatan untuk mengatasi kritikan yang di alami.

3) Letting go

Letting go fase ini terjadi setelah hari kesepuluh masa nifas atau

pada saat ibu nifas sudah berada di rumah. Pada fase ini ibu nifas

sudah bisa menikmati dan menyesuaikan diri dengan

tanggungjawab peran barunya. Selain itu keinginan untuk


49

merawat bayi secara mandiri serta bertanggungjawab terhadap diri

dan bayinya sudah meningkat (Astutik, 2015).

e. Ketidaknyamanan Masa Nifas

1) Nyeri Setelah Melahirkan

Disebabkan oleh kontraksi dan relaksasi uterus yang berurutan

yang terjadi secara terus menerus. Nyeri ini lebih umum terjadi

pada paritas tinggi dan pada wanita menyusui. Alasan nyeri yang

lebih berat pada wanita dengan paritas tinggi adalah penurunan

tonus otot uterus secara bersamaan, menyebabkan relaksasi

intermiten. Berbeda pada wanita primipara yang tonus ototnya

masih kuat dan uterus tetap berkontraksi tanpa relaksasi

intermiten. Pada wanita menyusui, isapan bayi menstimulasi

produksi oksitosin oleh hipofise posterior. Pelepasan oksitosin

tidak hanya memicu refleks let down (pengeluaran ASI) pada

payudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus. Nyeri setelah

melahirkan akan hilang jika uterus tetap berkontraksi dengan baik

saat kandung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh

mengubah posisi uterus ke atas, menyebabkan relaksasi dan

kontraksi uterus lebih nyeri.

2) Nyeri Perineum

Nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum pada bagian perineum

disebabkan oleh luka jahitan pada waktu melahirkan karena

adanya jaringan yang terputus. Respon nyeri pada setiap individu

adalah unik dan relatif berbeda. Setiap ibu nifas memiliki persepsi
50

dan dugaan yang unik tentang nyeri pada masa nifas, yaitu tentang

nyeri dan bagaimana kemampuan mengatasi nyeri (Judha, 2012).

Rasa sakit dapat diatasi dengan cara, menyarankan ibu agar segera

melakukan mobilisasi setelah selesai beristirahat, bisa miring

kanan atau kiri di atas tempat tidur dengan bantuan bidan ataupun

keluarga, membersihkan vagina dengan air bersih dan mengalir

setiap kali selesai bak dan bab dari arah depan menuju belakang,

bersihkan tangan sebelum menyentuh vagina, ganti celana dalam

setiap kali terasa lembab, basah dan kotor. Tidak dianjurkan untuk

menaburi area perineum dengan bedak karena dapat meningkatkan

risiko terjadinya infeksi (Bela & Hanik, 2021).

3) Keringat Berlebih

Wanita postpartum mengeluarkan keringat berlebihan karena

tubuh menggunakan rute ini dan diuresis untuk mengeluarkan

kelebihan cairan interstisial yang disebabkan oleh peningkatan

normal cairan intraselular selama kehamilan. Cara menguranginya

sangat sederhana yaitu dengan membuat kulit tetap bersih dan

kering.

4) Pembesaran Payudara

Diperkirakan bahwa pembesaran payudara disebabkan oleh

kombinasi akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan

vaskularitas dan kongesti. Kombinasi ini mengakibatkan kongesti

lebih lanjut karena stasis limfatik 9 dan vena. Hal ini terjadi saat

pasokan air susu meningkat, pada sekitar hari ketiga postpartum


51

baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui dan berakhir

sekitar 24 hingga 48 jam.

5) Konstipasi

Rasa takut dapat menghambat fungsi bowel jika wanita takut

bahwa hal tersebut dapat merobek jahitan atau akibat nyeri yang

disebabkan oleh ingatannya tentang tekanan bowel pada saat

persalinan. Konstipasi lebih lanjut mungkin diperberat dengan

longgarnya abdomen dan oleh ketidaknyamanan jahitan robekan

perineum derajat tiga atau empat.

6) Haemorroid

Jika wanita mengalami haemorroid, mungkin mereka sangat

merasakan nyeri selama beberapa hari. Haemorroid yang terjadi

selama masa kehamilan dapat menimbulkan traumatis dan

menjadi lebih edema selama kala dua persalinan (Islami, dkk.

2015: 28-30).

f. Kebutuhan Ibu Nifas

1) Nutrisi dan Cairan

Masa nifas memerlukan nutrisi untuk mengganti utrisi dan cairan

yang hilang yaitu Kalori pada saat menyusui 400–500 kalori,

Kebutuhan protein ibu menyusui yaitu 20 gram, untuk kebutuhan

cairan pada masa nifas sedikitnya 3 liter tiap hari sebagai pelarut

zat besi dalam metabolisme tubuh dan agar ibu tidak dehidrasi.
52

2) Mobilisasi

Pada masa nifas, ibu nifas sebaiknya melakukan ambulasi dini

(early ambulation) yakni segera bangun dari tempat tidur dan

bergerak agar lebih kuat dan lebih baik setelah beberapa jam

melahirkan. Mobilisasi perlu dilakukan agar tidak terjadi

pembengkakan akibat tersumbatnya pembulu darah Ibu. Pasian

Sectio Caesarea biasanya melalui „ambulasi‟ 24-36 jam sesudah

melahirkan. Jika pasien menjalani analgesia epidural, pemulihan

sensibilitas yan total harus dilakukan dahulu sebelum ambulasi

dimulai. Setelah itu Ibu bisa pergi ke kamar mandi. Dengan begitu

sirkulasi darah akan berjalan dengan baik. Gangguan yang tidak

diinginkan pun bisa dihindari. Mobilisasi hendaknya dilakukan

secara bertahap.

3) Eliminasi

a) Miksi

Buang air kecil sendiri sebaiknya dilakukan secepatnya. Miksi

normal bila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam. Kesulitan BAK

dapat disebabkan karena springter uretra tertekan oleh kepala

janin dan spesme oleh iritasi muskulospringter ani selama

persalinan. Lakukan kateterisasi apabila kandung kemih penuh

dan sulit berkemih.

b) Defekasi

Ibu diharapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari post partum.

Apabila mengalami kesulitan BAB atau obstipasi. Lakukan diet


53

teratur; cukup cairan; konsumsi makanan berserat; olahraga;

berikan obat rangsangan per oral atau per rektal atau lakukan

klisma bilamana perlu.

4) Kebersihan Diri

Ibu nifas yang harus istirahat di tempat tidur (misalnya, karena

hipertensi, pemberian infus, post SC) harus dimandikan setiap hari

dengan membersihkan daerah perineum yang dilakukan dua kali

sehari pada waktu sesudah selesai BAB. Luka pa perineum akibat

episiotomi, ruptur atau laserasi merupakan daerah yang harus

dijaga agar tetap bersih dan kering, karena rentan terjadi infeksi

5) Istirahat dan tidur

Ibu perlu dibantu dan diingatkan agar mendapatkan istirahat yang

cukup, yaitu sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang

hari, Namun, jika ibu nifas kurang istirahat, maka akan

menyebabkan :

a) Mengurangi jumlah ASI yang di produksi.

b) Proses involusi Uterus akan berlangsung dengan lambat dan

meningkatkan perdarahan.

c) Kelelahan yang berkepanjangan bisa menyebabkan depresi

serta ketidakmampuan dalam merawat bayi dan dirinya

sendiri.

6) Seksualitas

Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual

kembali setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu


54

didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka akibt

persalinan, termasuk luka episotomi dan luka bekas section

cesarean (SC) biasanya telah sembuh dengan baik.

7) Senam Nifas

Senam nifas adalah sederetan gerakan tubuh yang dilakukan

setelah melahirkan. Senam nifas merupakan latihan yang tepat

untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara

fisiologis dan psikologis. Gerakan senam nifas dapat di lakukan

setelah 8 jam pasca persalinan misal miring kiri atau kanan

(Marmi, 2013; Astutik, 2015).

g. Analisis

Ny...umur..tahun P... jam/hari postpartum (Kemenkes, 2017).

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ibu nifas pada era new normal sebagai berikut:

1) 6 jam – 3 hari setelah persalinan, asuhan yang diberikan adalah:

a) Pemeriksa memakai APD level 1 dan mencuci tangan

b) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam

kondisi sehat dan normal

c) Mengajarkan ibu cara melakukan massage uterus yang benar

d) Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI sesering mungkin

e) Memberitahu ibu bahwa nyeri bekas luka jahitan merupakan

hal yang fisiologis

f) Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi dan

tidak tarak makanan


55

g) Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan terutama daerah

genetalia

h) Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini miring ke kanan

miring ke kiri

i) Menjelaskan kepada ibu tentang tanda bahaya nifas

j) Melakukan kolaborasi dengan bidan untuk pemberian obat

terapi oral

k) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang dan

datang ke bidan jika sewaktu-waktu ada keluhan

2) 4 – 28 hari setelah persalinan, asuhan yang diberikan sebagai

berikut :

a) Mencuci tangan, menggunakan masker dan sarung tangan

b) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam

kondisi sehat dan normal

c) Mengingatkan kembali kepada ibu untuk makan-makanan

yang bergizi dan tidak tarak

d) Mengingatkan kembali kepada ibu untuk menjaga kebersihan

terutama daerah genetalia untuk mencegah terjadinya infeksi.

e) Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI esklusif selama 6

bulan tanpa tambahan apapun

f) Mengingatkan kembali kepada ibu mengenai bahaya nifas

g) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang dan

datang ke bidan jika sewaktu-waktu ada keluhan


56

3) 29 – 42 hari setelah persalinan, asuhan yang diberikan sebagai

berikut :

a) Mencuci tangan, menggunakan masker dan sarung tangan

b) Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa ibu

dalam kondisi sehat dan normal

c) Menanyakan penyulit yang dialami ibu selama masa nifas

d) Memberitahu ibu kapan hubungan seksual boleh dilakukan,

yaitu 40 hari atau setelah 6 minggu postpartum

e) HE tentang KB (Pritasari, 2014; Kemenkes RI, 2016).

4. Neonatus

a. Definisi

Bayi baru lahir normal merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan

37-42 minggu, berat badan 2500-4000 gram, tanpa cacat bawaan

(Vivian, 2013).

Neonatus merupakan bayi yang berusia 0-28 hari. Masa neonatal usia

0-28 hari, terbagi menjadi neonatal dini (perinatal) 0-7 hari dan

neonatal lanjut 8-28 hari (Dewi,2013: Kemenkes, 2016).

b. Ciri-ciri neonatus normal

1) Berat badan lahir bayi antara 2500-4000 gram

2) Lahir aterm antara 37-42 minggu

3) Panjang badan bayi 48-50 cm

4) Lingkar dada bayi 32-34 cm

5) Lingkar kepala bayi 33-35 cm

6) Lingkar lengan atas 11-12 cm


57

7) Fontanel mayor berbentuk belah ketupat sudah terbuka, fontanel

minor berbentu segitiga masih tertutup

8) Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian

turun sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit

9) Pernapasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit

disertai pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan

interkostal, serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit

10) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup

terbentuk dan dilapisi verniks caseosa

11) Rambut lanugo tidak terlihat

12) Panjang kuku melewati batas jari

13) Tulang kartilago terbentuk sempurna bila ditekuk kembalinya

cepat

14) Genetalia: Testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia

mayora telah menutupi labia minora (pada bayi perempuan).

15) Reflek rooting, sucking, swallowing, moro, grap, grasping,

babinsky, pelantar, gallant dan tonick neck sudah terbentuk.


58

16) Nilai APGAR lebih dari 7

Tabel 2.4 APGAR SCORE

Tanda Nilai :0 Nilai : 1 Nilai : 2


Appearance Pucat/ biru Tubuh merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) seluruh tubuh ekstremitas biru kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x /menit
(denyut jantung)
Grimace Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif
(tonus otot) sedikit fleksi
Activity Tidak ada Sedikit gerak Langsung
(aktifitas) menangis
Respiration Tidak ada Lemah/ tidak Menangis
(Pernapasan) teratur

Interpretasi:

a) Nilai 1-3 asfiksia berat

b) Nilai 4-6 asfiksia sedang

c) Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal) (Sondakh, 2013).

c. Reflek pada Neonatus

Reflek yaitu gerakan yang terjadi secara otomatis dan spontan tanpa

disadari. Macam macam reflek pada neonates menurut (Dewi, 2013)

yaitu:

1) Reflek (morro): Apabila bayi diangkat ekstremitas akan fleksi dan

abduksi.

2) Reflek menghisap (sucking): Bayi menghisap putting susu.

3) Reflek menelan (swallowing): Menelan ASI

4) Reflek tonick neck: Tolehkan kepala bayi kekanan atau kekiri.

Apabila kepala ditolehkan ke kanan maka tangan kanan ekstensi

dan tangan kiri fleksi serta sebaliknya.

5) Reflek Grap: Bayi akan menggenggam.


59

6) Reflek Grasping: Mencengkram dengan kuat saat pemeriksa

meletakkan jari pada tangannya.

7) Reflek Galant: Bayi dimiringkan kekiri atau kanan diraba

sepanjang vertebra ekstremitas bayi akan fleksi.

8) Reflek plantar: Plantar dimulai dari jari jari kaki bayi kearah tumit

apabila reflek positif jari jari kaki akan fleksi.

9) Reflek babinsky: Babynsky dimulai dari tumit ke jari jari kaki,

apabila reflek positif jari jari kaki akan ekstensi.

d. Mekanisme Kehilangan Panas Neonatus

Mekanisme hilangnya panas tubuh neonatus ke lingkungannya ada 4

cara yaitu :

1) Konduksi: Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara

kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Contoh :

penimbangan bayi tanpa alas, memegang bayi saat tangan dingin.

2) Konveksi: Kehilangan panas terjadi saat selisih suhu antara BBL

dengan aliran udara yang dingin. Contoh : incubator dengan

jendela yang terbuka.

3) Evaporasi: Kehilangan panas terjadi karena penguapan. Contoh :

air ketuban yang belum dikeringkan.

4) Radiasi: Perpindahan suhu dari suatu objek yang dingin. Contoh :

neonatus dibiarkan dalam ruangan dengan air conditioner (AC),

membiarkan neonatus dalam keadaan telanjang (Vivian Nanny,

2013).
60

e. Analisis

Bayi Ny… usia...jam/hari neonatus cukup bulan sesuai masa

kehamilan (Kemenkes, 2017).

f. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan bayi baru lahir

a) Memakai APD level I serta menggunakan sarung tangan DTT

b) Menjaga kehangatan bayi

c) Melakukan perawatan tali pusat

d) Mengoleskan salep mata pada kedua mata

e) Menyuntikkan Vit. K sebanyak 1 mg secara IM di paha kiri

anterolateral

f) Memberikan imunisasi hepatitis B sebanyak 0,5 ml di paha

kanan anterolateral, diberikan 1 jam setelah pemberian Vit. K

g) Melakukan pengukuran antropometri

h) Melepaskan sarung tangan dengan keadaan terbalik dan

merendamnya di lautan klorin 0,5%

i) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir (PPIBI, 2016,

Kemenkes 2020).

2) Penatalaksanaan Neonatus

a) KN 1 (6 – 48 jam)

(1) Memakai APD level 1 dan mencuci tangan bagi petugas

kesehatan, serta menghimbau keluarga/ pendamping agar

memakai masker dan tetap menerapkan protokol

pencegahan covid-19
61

(2) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan

(3) Memberitahu ibu untuk selalu menjaga suhu tubuh bayinya

agar tetap dalam kondisi hangat

(4) Mengajarkan ibu cara merawat tali pusat bayi untuk

menghindari terjadinya infeksi tali pusat

(5) Menjelaskan tanda bahaya pada bayi yang wajib ibu

mengerti, contohnya seperti bayi lemah, tidak mau

menyusu, pusar kemerahan/ terjadi perdarahan, demam,

kejang, kulit berwarna kuning

(6) Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar dan

menganjurkan ibu untuk selalu menyusui bayinya minimal

dua jam sekali atau sesering mungkin

b) KN 2 (3 – 7 hari)

(1) Mencuci tangan, menggunakan masker dan memakai

sarung tangan

(2) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan

(3) Mengingatkan kembali untuk selalu menjaga suhu tubuh

bayi agar tetap dalam kondisi hangat

(4) Mengingatkan kembali untuk selalu menyusui bayinya

minimal dua jam sekali atau sesering mungkin serta

memberikan HE mengenai pemberian ASI eksklusif selama

6 bulan tanpa memberikan makanan tambahan apapun


62

(5) Mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan bayinya

dengan memandikan bayinya 2x sehari setiap pagi dan sore

hari serta selalu mengganti popok jika basah

(6) Menganjurkan ibu untuk segera datang kembali ke bidan

jika terdapat keluhan pada bayinya

c) KN 3 (8 – 28 hari)

(1) Mencuci tangan, menggunakan masker dan memakai

sarung tangan.

(2) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan

(3) Mengingatkan kembali untuk tetap memberikan ASI

eksklusif hingga 6 bulan

(4) Menganjurkan ibu untuk segera datang kembali ke PMB

jika terdapat keluhan pada bayinya

(5) Memberitahu ibu tentang imunisasi dasar dan jadwal

melakukan imunisasi BCG dan polio1 (Kemenkes 2016,

Emi Nurjasmi 2020).

5. Keluarga Berencana (KB)

1. Definisi

Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak

dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,

perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2015).

2. Kontrasepsi suntik 3 bulan yang digunakan adalah Depo

Medroxyprogesterone Acetate (DMPA). Indikasi penggunaannya pada


63

ibu menyusui. Efek sampingnya yaitu gangguan perdarahan haid, perut

kembung dan tidak nyaman, kenaikan berat badan (Prawirohardjo,

2012). Penatalaksanaan penyuntikan kontrasepsi suntikan DMPA,

setiap 3 bulan dengan dosis 150 gram disuntik secara intramusculer

dalam daerah bokong (Maryunani, 2016). Mekanisme kerja yaitu

mencegah ovulasi, lendir serviks menjadi kental dan sedikit sehingga

menurunkan kemampuan penetrasi spermatozoa, membuat

endometrium tipis dan atropi sehingga kurang baik untuk implementasi

ovum yang telah dibuahi, mempengaruhi kecepatan transpor ovum

oleh tuba fallopi (Pinem, 2014).

Keuntungan :

a. Sangat efektif

b. Tidak mempengaruhi produksi ASI

c. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius

terhadap penyakit jantung.

d. Dapat digunakan oleh perempuan yang berusia diatas 35 tahun

sampai perimenopause (Maryunani 2016; Pinem, 2014)

Kerugian :

a. Amenore

b. Dapat mempengaruhi siklus menstruasi

c. Kenaikan berat badan

d. Perdarahan banyak atau berkepanjangan (Pinem, 2014)

Kontraindikasi:

a. Ibu hamil
64

b. Hipertensi

c. Perdarahan pervagina

d. Menyusui < 6 minggu (Purwoastuti, 2015).

3. Analisis

Ny… umur… tahun P… akseptor KB … (Kemenkes, 2017)

4. Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan Kunjungan 1 KB

1) Petugas memakai APD level 1 dan mencuci tangan.

2) Menghimbau ibu dan pendamping maksimal 1 orang untuk

menggunakan masker dan mematuhi protokol pencegahan covid

19.

3) Memberitahu hasil pemeriksaan.

4) Melakukan konseling tentang macam-macam KB dengan langkah

SATU TUJU

SA : Menyapa dan salam kepada klien secara terbuka dan

sopan.

T : Menanyakan kepada klien informasi tentang dirinya

U : Menguraikan kepada klien mengenai kontrasepsi yang

diinginkannya dan menjelaskan jenis kontrasepsi yang ada.

TU : Membantu klien menentukan pilihannya.

J : Menjelaskan secara lengkap tentang cara menggunakan

kontrasepsi pilihan klien.

U : Membicarakan dan membuat perjanjian kepada klien untu

kunjungan ulang (Kemenkes RI, 2016 : Nurjasmi, 2020).


65

5) Menganjurkan pada ibu untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan

suami terkait pilihan kontrasepsi.

b) Penatalaksanaan Kunjungan 2 KB

1. Menghimbau ibu dan pendamping maksimal 1 orang untuk

menggunakan masker dan mematuhi protokol pencegahan

penularan covid 19.

2. Petugas memakai APD level 1 dan mencuci tangan.

3. Memberitahu hasil pemeriksaan.

4. Memberikan konseling alat kontrasepsi yang dipilih ibu.

5. Melakukan penapisan KB.

6. Melakukan inform consent mengenai alat kontrasepsi yang dipilih.

7. Memberikan/melakukan pemasangan alat kontrasepsi.

8. Memberikan kartu KB dan menganjurkan ibu kontrol ulang sesuai

dengan jenis KB yang digunakan (Kemenkes,2016 ; Nurjasmin,

2020).
66

B. Kerangka Konsep

Kehamlan Trimester III

Fisiologis Patologis

Penerapan asuhan kebidanan pada Rujuk


kehamilan fisiologis:

Trimester III : 2 x kunjungan

Persalinan

Fisiologis Patologis

Pemantauan kemajuan persalinan Rujuk


kala I-IV dengan patograf

Nifas
Bayi Baru Lahir

Fisiologis Patologis
Fisiologis Patologis

Asuhan pada Nifas fisiologis: Rujuk


Asuhan pada Neonatus Rujuk
fisiologis : Kunjungan I (6 jam-48 jam)
Kunjungan II (4-28 hari)
Kunjungan I (6-48 jam) Kunjungan III (29-42 hari)
Kunjungan II (3-7 hari)
Kunjungan III (8-28 hari)

Kunjungan I : Evaluasi konseling


Keluarga Berencana
KB, penapisan, informed consent,
pelayanan alat kontrasepsi

Kunjungan II : Evaluasi
pelayanan alat kontrasepsi
(adanya komplikasi)

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Asuhan Kebidanan Contiunity of Care

Anda mungkin juga menyukai