Anda di halaman 1dari 6

HARMONY 5 (2) 2020

HARMONY

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/harmony

HAMBATAN DALAM PROSES PENANAMAN NASIONALISME


PADA MAHASISWA DI KAWASAN

Imaniah Kusma Rahayu, Giri Indra Kharisma

Indonesian Language and Literature Education Department, Universitas Timor

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan dalam proses penanaman
Disubmit: September nasionalisme pada mahasiswa di kawasan perbatasan. Penelitian ini adalah penelitian
2020
deskriptif kualitatif karena bersifat menjelaskan faktor-faktor penghambat yang
Direvisi: Oktober 2020
mempengaruhi dalam proses penanaman nasionalisme pada mahasiswa di kawasan
Diterima: November
2020 perbatasan. Subjek penelitian adalah 25 orang mahasiswa yang mengambil mata kuliah
________________ Menulis 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan yang terdapat dalam proses
Keywords: penanaman nasionalisme diantaranya adalah hambatan kompetensi, hambatan
Nationalism; Border Area kurikulum, dan hambatan sarana dan prasarana. Sedangkan hambatan keluarga tidak
____________________ dialami oleh mahasiswa.

Abstract
___________________________________________________________________
This study aims to determine the obstacles in the process of planting nationalism among students in
border areas. This research is a qualitative descriptive study because it explains the inhibiting factors
that influence the process of cultivating nationalism among students in border areas. The research
subjects were 25 students who took the Writing 1 course. The results showed that the obstacles in the
process of planting nationalism were competency barriers, curriculum obstacles, and infrastructure
and facilities obstacles. Meanwhile, students do not experience family barriers.

© 2020 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-7133
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
E-ISSN 2548-4648
Universitas Timor
E-mail: niah.ima76@gmail.com

120
Imaniah Kusma Rahayu, dkk / Harmony 5 (2) 2020

PENDAHULUAN dapat mempengaruhi sikap nasionalisme


Nasionalisme secara konseptual masyrakat khususnya generasi muda. Selain itu,
memiliki makna yang beragam. Ada yang adanya globalisasi juga akan memunculkan citra
mnegartikan nasionalisme sebagai 1) global dengan budaya global yang langsung
kulturnation dan staatnation; 2) loyalitas (etnis menentang budaya lokal (Naisbit dalam Yasa
dan nasional) dan keinginan menegakkan negara; 2011). Hal tersebut rawan terjadi pada
3) identitas budaya dan bahasa, dan sebagainya masyarakat di kawasan perbatsan karena
(Dewi, 2008). Aman (2011: 40) Nasionalisme berbatasan langsung dengan negara lain.
merupakan semangat, kesadaran, dan kesetiaan Kawasan perbatasan adalah kawasan
yang secara geografis maupun administratif
bahwa suatu bangsa itu adalah suatu keluarga
berbatasan langsung dengan suatu negara. Tidak
dan atas dasar sebagai suatu keluarga bangsa,
hanya masalah nasionalisme, berbagai persoalan
dibentuklah negara. Nasionalisme merupakan
juga dialami oleh masyarakat di kawasan
hal yang penting bagi bangsa Indonesia. Sebab,
perbatasan. Kemiskinan, sarana dan prasarana
bangsa Indonesia lahir dari semangat
pendidikan yang belum baik, kekurangan air
nasionalisme.
bersih, dll. Tantangan inilah yang harus dihadapi
Begitu pentingnya nilai-nilai masyarakat di kawasan perbatasan.
nasionalisme, sehingga nasionalisme terus- Masyarakat di kawasan perbatasan tak
menerus ditanamkan pada seluruh komponen terkecuali mahasiswa memerlukan perhatian
bangsa. Nilai-nilai nasionalisme yang perlu khusus agar tetap memiliki nasionalisme. Oleh
ditanamkan antara lain 1) Menjaga dan karena itu diperlukan pendidikan yang mampu
melindungi negara, 2) Sikap rela menanamkan sikap nasionalisme. Hal ini
berkorban/patriotisme, 3) Indonesia bersatu, 4) diperlukan agar semangat generasi muda dalam
Melestarikan budaya Indonesia, 5) Cinta Tanah memiliki jiwa nasionalisme tetap terjaga.
Air, 6) Bangga berbangsa Indonesia, dan 7) Penanaman nilai-nilai nasionalisme
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan (Agustarini tentunya tidaklah mudah. Berbagai hambatan
dalam Nurhayati, 2013:7). Penanaman nilai-nilai terutama dalam bidang pendidikan dapat
nasionalisme diharapkan dapat menjadi menjadi penyebab sulitnya penanaman nilai-nilai
semangat untuk tetap menjaga persatuan dan nasionalisme. Hambatan tersebut antara lain: 1)
kesatuan. hambatan kompetensi, 2) hambatan kurikulum,
Nilai-nilai nasionalisme dapat 3) hambatan sarana dan prasarana, dan 4)
ditumbuhkan melalui berbagai cara. Salah hambatan lingkungan. Dengan mengetahui
satunya adalah melalui proses pembelajaran baik hambatan-hambatan yang dapat mengganggu
di sekolah maupun di tingkat perguruan tinggi. proses penanaman nilai-nilai nasionalisme
Nilai-nilai nasionalisme dapat diintegrasikan diharapkan hambatan-hambatan tersebut dapat
pada proses pembelajaran. diminimalisir.
Fenomena yang terjadi sekarang di Tujuan dari penelitian ini adalah
masyarakat adalah lunturnya nilai-nilai mendeskripsikan hambatan-hambatan dalam
nasionalisme di kalangan masyarakat. Berbagai proses pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme pada
faktor menjadi penyebab lunturnya nilai-nilai mahasiswa di kawasan perbatasan.
nasionalisme salah satunya dalah pengaruh dari
pihak luar. Budaya-budaya barat yang masuk ke
METODE
Indonesia begitu cepat diserap oleh setiap lapisan
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
masyarakat (Octavian, 2014: 70-71). Budaya
kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah
tersebut dapat berupa perilaku dan penampilan
gaya bahasa, pola pikir dan mode pakaian. Tidak mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
semua budaya tersebut bersifat negatif dan Indonesia yang berjumlah 25 orang. Teknik
memiliki dampak yang buruk. Tetapi, hal itu pengumpulan data dalam penelitian meliputi
dapat menjadikan sifat konsumtif terhadap apa observasi, wawancara, dan angket. Data yang
yang berasal dari luar dan secara tidak langsung dikumpulkan dalam penelitian berupa informasi

121
Imaniah Kusma Rahayu, dkk / Harmony 5 (2) 2020

tentang hambatan dalam proses penanaman mengintegrasikan nilai nasionalisme dan 2)


nasionalisme pada mahasiswa di kawasan Penggunaan media pembelajaran.
perbatasan. Menyusun RPS yang mengintegrasikan nilai
Instrumen penelitian meliputi lembar nasionalisme
observasi, pedoman wawancara, dan angket. Berdasarkan angket yang diberikan kepada
Wawancara dan angket digunakan untuk mahasiswa, 18 orang mahasiswa menyatakan
memperoleh data mengenai faktor yang bahwa dosen mengalami hambatan dalam
menghambat proses penanaman nasionalisme menyusun RPS yang mengintegrasikan nilai-nilai
pada mahasiswa di kawasan perbatasan. nasionalisme dan 7 orang menyatakan bahwa
Observasi dilakukan untuk melakukan dosen tidak mengalami hambatan dalam
pengamatan terhadap sikap nasionalisme pada menyusun RPS yang mengintegrasikan nilai
mahasiswa. Analisis data dilakukan menurut nasionalisme didalamnya. Penyusunan RPS
Miles and Huberman (1992:15-19) dimulai dari yang terintegrasi dengan nilai-nilai nasionalisme
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, masih belum maksimal. Hal ini juga terlihat
dan penarikan simpulan dan verifikasi. dalam dokumen RPS yang disusun oleh para
dosen. Belum maksimalnya penyusunan RPS
PEMBAHASAN yang terintegrasi dengan nilai-nilai nasionalisme
1. Hambatan kompetensi disebabkan karena dalam penyusunan RPS
Pendidik (guru/dosen) bertugas untuk terfokus pada materi yang akan diajarkan bukan
mengajarkan materi pelajaran dan juga bertugas pada nilai-nilai nasionalismenya. Belum
untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Salah maksimalnya RPS yang mengintegrasikan
satu nilai karakter yang perlu ditanamkan adalah dengan nilai-nilai nasionalisme mneyebabkan
sikap nasionalisme. Dosen berperan penting dalam pelaksanaannyapun belum maksimal.
dalam proses penanaman nilai nasionalisme. Kendala lain adalah karakter dari mahasiswa
Pengintegrasian nilai nasionalisme ke dalam yang berbeda-beda.
proses pembelajaran dapat dilakukan untuk Berdasarkan hasil observasi, angket, dan
menanamkan nilai nasionalisme tersebut. Dalam dokumentasi RPS dapat disimpulkan bahwa
implementasinya, kompetensi diperlukan dalam penyusunan RPS yang mengintegrasikan nilai-
proses penanaman nilai nasionalisme tersebut. nilai nasionalisme belum maksimal. Sedangkan
Kompetensi guru dapat dibagi menjadi dalam pelaksanaannya RPS yang
tiga bidang, yaitu kompetensi bidang kognitif, mengintegrasikan nilai nasionalisme juga belum
kompetensi bidang sikap, dan kompetensi maksimal karena penyusunan RPS itu sendiri
perilaku/performance (Sudjana, 2002: 18). belum maksimal. Selain itu, karakter mahasiswa
Kompetensi bidang kognitif berhubungan dengan yang berbeda juga turut mempengaruhi
kemampuan dalam bidang intelektual seperti, pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme tersebut.
menguasai materi dan diintegrasikan dengan Penggunaan media pembelajaran
penanaman nilai-nilai nasionalisme. Kompetensi Media Pembelajaran diperlukan untuk
bidang sikap berupa dimiliknya sikap yang baik mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran
sehingga dapat menjadi teladan. Sikap yang menurut hasil angket diperoleh hasil bahwa
dimaksud adalah sikap yang menunjukkan nilai- dalam kegiatan pembelajaran sudah digunakan
nilai nasionalisme. Kompetensi perilaku/ media pembelajaran. Akan tetapi karena
performance berupa kemampuan untuk keterbatasan sarana dan prasarana penggunaan
mengajar, menyusun perencanaan dalam media belum optimal. Berdasarkan data angket,
mengajar, dll. Apabila kompetensi tersebut tidak 24 mahasiswa menyatakan bahwa media
dimiliki maka dapat menghambat proses pembelajaran telah digunakan. Media
pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme. Hambatan pembelajaran yang digunakan biasanya berupa
kompetensi terdiri atas: 1) Penyusunan RPS yang laptop dan LCD. Dari hasil observasi, ada
beberapa ruang yang tidak terpasang LCD
122
Imaniah Kusma Rahayu, dkk / Harmony 5 (2) 2020

sehingga hal ini membuat penggunaan media Hasil wawancara di atas juga diperkuat
pembelajaran pun tidak maksimal. Ruang yang dengan pengamatan peneliti pada saat observasi
tidak memiliki LCD adalah ruang-ruang seperti ketika bimbingan dan konsultasi KHS dan KRS.
aula, student center. Ruang tersebut biasanya Dalam kegiatan konsultasi, banyak mahasiswa
digunakan untuk proses perkuliahan jika jumlah tidak mengikuti mata kuliah yang seharusnya
mahasiswa yang mengikuti kuliah dalam jumlah terjadwal dikarenakan IP nya tidak mencapai
besar. Ruang-ruang tersebut juga digunakan hasil yang diinginkan. Sehingga setiap
karena keterbatasan ruang. semesternya, mereka terpaksa mengambil mata
Berdasarkan hasil observasi dan angket, kuliah yang beleum diambil pada semester
dapat disimpulkan bahwa penggunaan media berikutnya. Hal ini menyebabkan mahasiswa
pembelajaran sudah digunakan akan tetapi tidak lulus tepat waktu. Selain itu, kegiatan
penggunaannya belum maksimal. Dalam artian, ekstrakurikuler juga masih terbatas.
semua dosen sudah menggunakan media Materi yang diajarkan terkadang juga tidak
pembelajaran, akan tetapi karena keterbatasan kontekstual dengan keadaan mereka yang berada
sarana maka ada yang tidak menggunakan. di kawasan perbatasan. Hal ini menyebabkan
2. Hambatan kurikulum mereka kesulitan dalam memahami materi. Daya
Kurikulum merupakan suatu perangkat serap mahasiswa yang berbeda juga turut
yang akan membantu proses kegiatan pendidikan membuat mereka kesulitan dalam memahami
yang akan berlangsung di sekolah. Kurikulum materi. Nurdin (2005: 38) mengungkapkan
dengan pendidikan adalah dua hal yang sangat bahwa beban kurikulum yang dipikul oleh guru
erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan. sangat padat bahkan terjadi “pemaksaan” dalam
Menurut UU No. 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1 dua hal, yaitu alokasi waktu yang terbatas dan
ayat 19 “kurikulum adalah seperangkat rencana daya serap siswa terhadap apa yang disampaikan
dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan oleh guru. Hal ini juga terjadi pada mahasiswa.
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai Tingkat daya serap mahasiswa yang berbeda
pedoman penyelenggaraan kegiatan turut mempengaruhi pemahaman mereka
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan terhadap materi yang diajarkan.
tertentu”. Apabila dalam penyelenggaraan Berdasarkan hasil analisis data angket,
kegiatan pendidikan tersebut terdapat kurikulum wawancara, dan observasi, beban kurikulum
yang baik. maka tujuan yang akan dicapain dari yang dirasa terlalu berat disebabkan karena
pendidikan tersebut akan terwujud. Sedangkan pemilihan materi yang tidak kontekstual dengan
apabila dalam penyelenggaraan pendidikan keadaan mereka. Tingkat daya serap mahasiswa
tersebut terdapat kurikulum yang buruk, maka tinggi juga mempengaruhi. Hamalik (2009:20-21)
tujuan yang diinginkanpun akan sulit tercapai. menyatakan bahwa pada dasarnya betapapun
Dari hasil angket, ditemukan data bahwa baiknya suatu kurikulum, berhasil atau tidaknya
11 orang mahasiswa menyatakan bahwa beban akan sangat bergantung pada tindakan-tindakan
kurikulum terlalu berat dan 14 orang menyatakan guru di sekolah dalam melaksanakan kurikulum.
tidak terlalu berat. Beban kurikulum yang terlalu Sehingga penilaian baik atau buruknya
berat, juga dissampaikan mahasiswa dalam kurikulum hanya dapat dilihat dari proses
kegiatan wawancara. Hal ini sesuai dengan pelaksanaannya dalam kegiatan pembelajaran,
pernyataan yang diungkapkan “ZA”, salah satu karena yang melaksanakan suatu kurikulum
mahasiswa yang menyatakan bahwa “Mata adalah guru. Hal yang sama pun terjadi di tingkat
kuliah yang harus kita pelajari masih asing. perguruan tinggi karena yang melaksanakan
Banyak istilah-istilah asing yang belum suatu kurikulum di tingkat perguruan tinggi
diketahui. Materi yang diajarkan kadang terlalu adalah dosen.
sulit. Dosen hanya memberi tugas dan 3. Hambatan sarana dan prasarana
memberikan penjelasan sedikit. Tugas juga Sarana dan prasarana pendidikan
terlalu banyak”. merupakan hal yang sangat menunjang atas
123
Imaniah Kusma Rahayu, dkk / Harmony 5 (2) 2020

tercapainya suatu tujuan pendidikan. Menurut Pembelajaran pada hakikatnya adalah


Bafadal (2003: 2) sarana pendidikan adalah proses interaksi antara siswa dengan
semua perangkat peralatan, bahan dan perabot lingkungannya (Mulyasa 2003: 100). Banyak
yang secara langsung digunakan dalam proses faktor berpengaruh dalam interaksi tersebut. Baik
pendidikan di sekolah. Sedangkan prasarana faktor internal yang berasal dari individu tersebut
pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan maupun faktor eksternal yang datang dari
dasar yang secara tidak langsung menunjang lingkungan. Antara pembelajaran dan
pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. lingkungan, memiliki kiatan yang sangat erat.
Adapun menurut Suharsimi Arikunto (1993: 81- Berdasarkan hasil angket dan wawancara,
82) sarana pendidikan merupakan sarana dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tidak
penunjang bagi proses belajar-mengajar dan mengalami hambatan lingkungan keluarga
segala sesuatu yang dapat memudahkan dalam pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme. Hal
pelaksanaan kegiatan tertentu. Sehinggga guru itu terlihat dari banyaknya orang tua yang sudah
dan siswa dapat terbantu dalam proses memberi contoh karakter-karakter baik selama di
pembelajaran. Sarana prasarana merupakan hal rumah. Dalyono (2009: 130) menyatakan bahwa
yang sangat pokok dalam proses pendidikan. lingkungan keluarga berpengaruh besar terhadap
Berdasarkan hasil observasi, hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
dalam sarana dan prasarana juga masih dialami. Dari pembahasan tersebut, dapat
Hal ini terlihat dari sarana dan prasarana yang disimpulkan bahwa mahasiswa tidak mengalami
tersedia belum lengkap. Seperti masih hambatan lingkungan keluarga. Orang tua di
terbatasanya ruang perkuliahan, belum adanya rumah sudah memberi contoh karakter-karakter
ruang perpustakaan prodi, laboratorium bahasa. baik.
Media pembelajaran yang belum lengkap seperti
belum adanya speaker dalam setiap ruangan, mic SIMPULAN
dan alat-alat ekstra yang tidak lengkap. Hal itu Berdasarkan hasil penelitian mengenai
mengakibatkan tidak terlaksana dengan baik hambatan dalam proses penanaman
kegiatan-kegiatan penunjang yang berhubungan nasionalisme pada mahasiswa di kawasan
dengan penanaman nilai-nilai nasionlisme seperti perbatasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1)
upacara bendera. Arikunto (1993: 81-82) Hambatan kompetensi yang dialami karena
mengatakan bahwa sarana pendidikan belum maksimalnya dosen dalam membuat RPS
merupakan sarana penunjang bagi proses belajar yang mengintegrasikan dengan nilai
mengajar dan segala sesuatu yang dapat nasionalisme sehingga dalam pelaksanaannya
memudahkan pelaksanaan kegiatan tertentu. juga belum maksimal. 2) Hambatan kurikulum
Sarana prasarana merupakan hal yang sangat yang dialami adalah pemilihan materi yang tidak
pokok dalam proses pendidikan. Hal ini juga kontekstual, tidak sesuai dengan keadaan yang
didukung oleh pernyataan GEB dalam berada di kawasan perbatasan sehingga dirasa
pernyataannya “Masih ada ruangan yang tidak terlalu berat. 3) Hambatan sarana dan prasana
ada LCD nya. Selain itu, terkadang kami juga diantaranya, terbatasanya ruang perkuliahan,
harus jalan jauh karena tidak kuliah di ruangan ruang perpustakaan, ruang laboratorium, dll 4)
milik kampus lain”. Hambatan keluarga tidak dialami oelh para
Dari pembahasan tersebut dapat mahasiswa karena para orang tua sudah
disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang memberikan teladan dalam hal karakter-karakter
tersedia belum lengkap. Hal ini tampak dari baik. Hal ini terlihat dari sarana dan prasarana
terbatasnya ruang untuk perkuliahan sehingga yang tersedia belum lengkap. Hambatan-
harus meminjam ruangan kampus lain, belum hambatan tersebut baik secara langsung maupun
adanya ruang perpustakaan prodi, laboratorium tidak langsung dapat mempengaruhi proses
bahasa, dll. pelaksanaan penanaman nasionalisme terhadap
4. Hambatan lingkungan mahasiswa di kawasan perbatasan.
124
Imaniah Kusma Rahayu, dkk / Harmony 5 (2) 2020

Nurhayati, Yanti. 2013. Pengaruh Upacara Bendera


DAFTAR PUSTAKA Terhadap Sikap Nasionalisme di SMP N 14
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Bandung. Bandung: Universitas
Yogyakarta: Ombak. Pendidikan Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Organisasi dan Octavian, Wendy Anugrah. 2014. Peranan
Administrasi Pendidikan Teknologi dan Penggunaan Media Film Pada Proses
Kejuruan. Jakarta: PT Raja Grafindo. Pembelajaran PKn dalam
Bafadal, Ibrahim. Manajemen Perlengkapan Mengembangkan Sikap Nasionalusme
Sekolah Teori dan Aplikaisnya. Jakarta: Siswa (Studi Deskriptif Analisis Pada
Bumi Aksara. Siswa Kelas X SMA Negeri 11
Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Palembang). JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu
Rineka Cipta. Sosial. Vol. 23 No 1. Juni 2014.
Dewi, Ita Mutiara. 2008. Nasionalisme dan Sudjana, Nana. 2002. Dasar-dasar Proses Belajar
Kebangkitan dalam Teropong. Mozaik Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Vol. 3 No 3, Juli 2008 ISSN 1907-6126 Yasa, I Made Sumartha. 2011. Pengembangan Alat
Hamalik, Oemar. 2009. Pendidikan Guru: Ukur Sikap Nasionalisme Pada Siswa Rsbi
Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Sma Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran.
PT Bumi Aksara. Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha
Miles, M. B. and Huberman, M. 2012. Analisis Vol 2, No 2 Tahun 2012. [Tersedia
Data Kualitatif. Terj. Tjejep Rohidi. Online].
Jakarta: UI Press. http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/ind
Mulyasa. 2003. Kepala Sekolah Profesional. ex.php/jurnal_ep/article/download/376/
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 168. Diakses Pada Tanggal 4 November
Nurdin, Muhamad. 2005. Pendidikan yang 2020 Pukul 19:14 WIB.
Menyebalkan. Yogyakarta: Arr-Ruzz.

125

Anda mungkin juga menyukai