Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONDISI WILAYAH DAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL


PROVINSI SUMATERA BARAT

Disusun Oleh :

1. Al Rafi Yanuar Kurniawan 14446/115.102


2. Cheska Arefeannora Agtys 14461/130.102
3. Fino Bagas Pranowo 14477/146.102
4. Grisselda Dinata Zaret 14480/149.102
5. Ni Putu Maheswari Cahya Agatha 14519/188.102
6. Nimas Dhanti Pramesti 14520/189.102
7. Shofi Abidah Husniyah 14540/209.102

SMK NEGERI 2 BUDURAN SIDOARJO


Jln. Jenggolo No. 2A Siwalanpanji Telp. ( 031 ) 8964034
Sidoarjo-61219
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kondisi Wilayah Dan
Kearifan Budaya Lokal Provinsi Sumatera Barat” tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak/Ibu selaku guru pembimbing P5 yang telah memberikan masukan dan saran kepada
kami.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan moral maupun finansial selama kami
mengerjakan makalah ini.
3. Teman-teman yang telah berkontribusi memberikan tenaga, aspirasi dan motivasi.

Kami menyadari, bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna dari segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karna itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari Bapak/Ibu Guru dan para pembaca sehingga dapat menjadikan
makalah ini lebih baik lagi untuk proses penambahan wawasan kita semua.

Sidoarjo, 21 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.2 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 1
1.3 Manfaat ........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2
2.1 Kondisi Wilayah Sumatera Barat ................................................................................ 2
2.1.1 Kesenian dan Budaya ....................................................................................... 2
2.1.2 Mata Pencaharian ............................................................................................. 3
2.1.3 Aspek Ekonomi ................................................................................................. 3
2.1.4 Adat Istiadat ...................................................................................................... 3
2.1.5 Aspek Sosial ....................................................................................................... 4
2.1.6 Aspek Politik...................................................................................................... 5
2.2 Tarian Tradisional ......................................................................................................... 5
2.2.1 Fungsi Tarian Tradisional ............................................................................... 5
2.2.2 Sejarah Tari Piring ........................................................................................... 6
2.2.3 Properti .............................................................................................................. 7
2.2.4 Gerakan dan Makna Tari Piring..................................................................... 8
2.3 Bahasa Daerah ............................................................................................................... 9
2.4 Pakaian Adat .................................................................................................................. 10
2.5 Rumah Adat ................................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 17
3.2 Saran ................................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai macam keudayaan yang ada
di negara kita. Indonesia terdiri dari banyak suku dan budaya, dengan mengenal dan mengetahui
hal tersebut, masyarakat Indonesia akan lebih mengerti kepribadian suku lain, sehingga tidak
menimbulkan perpecahan maupun perseteruan. Pengetahuan tentang kebudayaan itu juga akan
memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia yang baik.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, dimana
dari puluhan ribu pulau yang ada di Indonesia terdapat 5 pulau utama yaitu Jawa, Sumatera,
Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. Dari kelima pulau ini, Sumatera merupakan salah satu yang
terbesar dan terbagi menjadi berbagai provinsi. Dan salah satunya yaitu Sumatera Barat. Sumatera
Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki ibu kota Padang.

Untuk jumlah penduduknya sendiri yaitu 4.849.909 jiwa yang mayoritas merupakan etnis
Mihangkabau dan seluruhnya beragama Islam. Meskipun demikian, kebudayaan Sumatera Barat
tentu sangat beragam, mengingat wilayah provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota besar
yang masing-masing memiliki ciri serta kebudayaan tersendiri seperti tarian tradisional, Bahasa
daerah, pakaian adat dan rumat adat.

1.2 Tujuan

1. Mendalami dan menggali pemahaman lebih mendalam mengenai keberagaman


budaya di Sumatera Barat.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang warisan budaya di Indonesia.

1.3 Manfaat

1. Meningkatkan kesadaran multicultural masyarakat Indonesia.


2. Merangsang apresiasi masyarakat Indonesia terhadap keragaman budaya di
Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kondisi wilayah Sumatera Barat

Secara geografis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 00 54’ Lintang Utara sampai
dengan 30 30’ Lintang selatan serta 980 36’ sampai dengan 10 10 53’ Bujur Timur dengan total
luas wilayah sekitar 42.297,30 Km2 atau 4.229.730 Ha termasuk kurang lebih 391 pulau besar dan
kecil di sekitarnya.

Dalam segi ekologis, wilayah Sumatera Barat dibentuk oleh bukit-bukit lembah, dan
pegunungan serta dataran rendah yang kebanyakan diisi oleh muara sungai, yang dilengkapi
dengan laut lepas pantai yang mengarah ke Samudra Indonesia. Dengan kondisi ekologi ini,
masyarakat Minang mempunyai profesi mayoritas yakni nelayan, petani, dan pedagang.

Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Sumatera Barat pada
2020 mencapai 5,5 juta orang dan menjadi 5,7 juta orang pada 2023. Kemudian akan bertambah
menjadi 6,6 juta orang pada 2035. Dari jumlah penduduk tersebut, memiliki komposisi yang masih
dalam fase bonus demografi atau jumlah masyarakat dengan usia produktif 15-60 lebih
mendominasi hamper 2/3 jumlah penduduk. Islam adalah agama mayoritas yang di peluk
penduduk Sumatera Barat, yang kebanyakan pemeluknya adalah etnis Minangkabau. Dilansir dari
laman disdukcapil.sumbarprov.go.id Jumlah penduduk Sumatera Barat berdasarkan agama terdiri
dari : 5.389.314 Islam, 79.838 Kristen, 46.059 Katholik, 95 Hindu, 3.659 Budha, 8 Konghuchu
dan 272 Kepercayaan lain.

Kondisi wilayah di Sumatera Barat dapat mempengaruhi kebudayaan yang berkembang di


sana. Minangkabau merupakan salah satu etnis di Sumatera Barat yang memiliki beberapa hasil
kebudayaan yang berkaitan dengan kondisi wilayahnya.

2.1.1 Kesenian Dan Budaya

Suku Minangkabau menciptakan tarian-tarian khas yang menggambarkan aktivitas


sehari-hari mereka. Misalnya, tari Randai yang menampilkan gerakan-gerakan bela diri silat
dan tari Piring yang menampilkan keterampilan menari dengan piring di tangan, tarian
2
tersebut dimaknai sebagai rasa syukur masyarakat terkait hasil panen yang sukses. Mereka
juga memiliki seni ukir kayu yang terkenal dengan motif rumah gadang yang berbentuk
seperti tanduk kerbau.

2.1.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian mereka mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber penghasilan


utama. Masyarakat menanam padi, sayur-sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah di
lahan-lahan subur di dataran tinggi dan rendah. Mereka juga melakukan perdagangan
dengan daerah lain melalui jalur laut dan darat.

2.1.3 Aspek Ekonomi

Kondisi wilayah Sumatera Barat dapat mempengaruhi sumber daya alam dan potensi
ekonomi. Daerah Sumatera Barat dikelilingi muara sungai menjadikan tanahnya subur dan
kaya akan hasil bumi dapat mengembangkan sektor pertanian dan perdagangan. Statistisi
Ahli Muda BPS Sumbar Dwi Susanti mengatakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-
2023 tersebut, lebih kecil dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2022 di mana
mampu tumbuh sebesar 4,56%. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada
Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar
14,12 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada
Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 7,15 persen.

2.1.4 Adat Istiadat

Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun danmenjaga


keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik
mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi
dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau
yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga
unsur itu secara mufakat.

1. Pasambangan

3
Minang sarat dengan formalitas dan interaksi yang dikemas sedemikian rupa
sehingga acara puncaknya tidak sah, tidak valid jika belum disampaikan dengan
bahasa formal yang disebut pasambahan. Acara-acara adat, mulai dari yang simple
seperti Mamanggia, yaitu menyampaikan undangan untuk menghadiri suatu acara,
hingga yang berat seperti pengangkatan seseorang menjadi Pangulu,selalu
dilaksanakan dengan sambah-manyambah.

2. Sirih dan Pinang

Sirih dan pinang adalah lambang formalitas dalam interaksi masyarakat


Minangkabau. Setiap acara penting dimulai dengan menghadirkan sirih dan
kelengkapannya seperti buah pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya ditaruh
diatas carano yang diedarkan kepada hadirin. Sirih dan pinang dalam situasi tertentu
diganti dengan menawarkan rokok.

3. Baso-Basi

Satu lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya adalah
Baso-basi. Bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga Baso-basi
mengharuskan setiap individu agar berhubungan dengan orang lain, harus selalu
menjaga dan memelihara kontak dengan orang disekitarnya secara terus-menerus.
Seseorang orang Minang tidak boleh menyendiri.

2.1.5 Aspek Sosial

Sosial masyarakat Minangkabau termanifestasi dalam adat Minangkabau yang


berlandaskan ajaran Islam. Masyarakat Minangkabau bersifat terbuka karena terbiasa hidup
berdampingan dengan “orang lain” baik di perantauan atau di daerah sendiri. Salah satu
perekat sosial antara “pendatang” dengan ‘tuan rumah” adalah mekanisme masuk suku (clan
inisiation) yang terkenal dengan malakok

Adat Minangkabau mengajarkan supaya manusia selalu berhati-hati dalam pergaulan,


baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan. Setiap orang Minangkabau dituntut
memiliki sikap tenggang rasa ini. begitu pula tuntutan orang Minangkabau terhadap orang

4
lain, termasuk terhadap para pendatang yang berdomisili di lingkungan masyarakat
Minangkabau. Fenomena ini terlihat pada semua daerah penelitian. Meskipun tidak semua
pendatang itu malakok, bahkan ada yang berbeda agama, namun selagi mereka
mengembangkan sikap tenggang rasa maka mereka dapat hidup berdampingan secara damai
dengan masyarakat Minangkabau.

2.1.6 Aspek Politik

Politik Minangkabau adalah suatu sistem politik masyarakat Minangkabau yang telah
berkembang sejak berabad-abad lalu. Sistem ini berlandaskan kepada dua system adat di
Minanga, yakni sistem Koto Piliang serta Bodi Caniago. Dalam perkembangannya, kedua
sistem yang bertolak belakang ini melahirkan sistem politik Minangkabau yang
berlandaskan demokrasi, egalitarian dan keadilan sosial.

2.2 Tarian Tradisional

Sumatera Barat terkenal akan provinsi dengan tingkat kebudayaan pada masa lampau yang
begitu tinggi. Beberapa macam peninggalan budaya terdapat di Sumatera Barat, salah satunya
yaitu tarian-tarian yang beragam jenis dengan gerakan-gerakan khas yang indah.

Tarian dari Sumatera Barat menjadi salah satu tari daerah yang dimiliki Indonesia. Tarian
dari Sumatera Barat memiliki ciri-cirinya sendiri yang dilihat dari hasil gerakannya. Perbedaan ini
dipicu oleh pengaruh budaya dan adat istiadat yang berbeda pula. Secara umum, tarian asal
Sumatera cenderung sederhana dan lincah. Hal ini dapat dikagumi oleh pengaruh budaya dan adat
istiadat yang berlaku.

Tarian asal Sumatera Barat cenderung maknawi secara gerak sederhana, banyak
menggunakan gerak tangan dengan jari-jari yang membuka, dan patah-patah menyiku. Umumnya,
tarian asal Sumatera barat selalu diperankan secara berpasangan dan berkelompok. Tarian dari
Sumatera Barat yang cukup popular di Indonesia salah satunya adalah Tari Piring.

2.2.1 Fungsi Tarian Tradisional

5
Secara umum, tarian daerah Sumatera memiliki berbagai fungsi yang dimanfaatkan oleh
masyarakatnya secara terus-menerus. Berikut ini 4 fungsi tarian dari Sumatera menurut
eprints.uny.ac.id:

1. Upacara Adat dan Keagamaan


Fungsi satu ini menjadi salah satu fungsi utama sekaligus tertua. Umumnya, daerah
yang tradisinya masih kuat, seperti Bali dan Jawa, menggunakan tarian sebagai hal yabg
tak terpisahkan dari ritual-ritual adat dan keagamaan. Hal ini juga berlaku di Sumatera
Barat.

2. Pendidikan

Tari sebagai media Pendidikan tidak hanya sebatas bentuk tari yang mengandung
pesan atau nilai-nilai Pendidikan, tetapi juga mengasah kehalusan rasa dan keluhuran
budi pekerti dan kegiatan menari itu sendiri.

3. Hiburan Pelaku

Mereka yang menjadi penari tarian asal Sumatera juga merasa terhibur akan tarian
yang ditampilkannya sendiri. Tarian jenis ini dikenal dengan istilah tari hiburan atau tari
pergaulan yang terdiri dari pasangan putra dan putri.

2.2.2 Sejarah Tari Piring

Pada zaman dahulu, sekitar pada abad ke-12 masehi, masyarakat Minang kala itu masih
menyembah Dewa sebagai kepercayaannya. Mereka sangat percaya jika Dewa lah yang
sudah memberikan masyarakat hasil panen yang melimpah ruah dan telah melindungi
mereka dari segala macam mara bahaya.

Oleh sebab itu, masyarakat pun memulai tradisi memberikan persembahan kepada
Dewa dengan memberikan hasil panennya. Persembahan tersebut kemudian ditaruh di atas
piring dan diantarkan oleh para gadis yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Gadis-gadis itu
akan mengenakan pakaian adat yang bagus dan berperilaku lemah lembut untuk menghadap
Dewa

6
Setelah itu, sesaji yang telah dipersiapkan untuk Dewa pun dibawa sambil piringnya
digerakkan meliuk-liuk. Hal ini dilakukan dengan tujuan sebagai ajang unjuk kemampuan
yang dimiliki setiap gadis. Dan dari sini lah awal mula terciptanya tari piring atau sejarah
tari piring. Seiring berjalannya waktu, tarian piring ini pun semakin berkembang. Bahkan,
perkembangannya menjadi semakin pesat pada zaman pemerintahan kerajaan Sriwijaya.
Pada saat itu, tari piring mulai dikenal oleh daerah lain dan menjadi tarian yang populer di
seluruh wilayah Sumatera Barat.

Di daerah Minang sendiri ternyata terjadi perubahan yang sangat drastis pada kesenian
tari piring. Hal ini semakin terlihat ketika agama Islam yang dibawa oleh Kerajaan
Majapahit, membuat persembahan yang dilakukan masyarakat kepada Dewa tidak lagi
dibutuhkan.

Selanjutnya, tarian ini justru menjadi kesenian yang dipersembahkan atau


dipertunjukkan kepada raja dan pejabat tinggi kerajaan sebagai hiburan pada acara tertentu
di kerajaan. Dilakukannya tari piring sebagai pertunjukan acara kerajaan, ternyata membuat
tarian ini kembali populer dan disenangi oleh banyak orang, khususnya kalangan masyarakat
Minang. Tari piring pun mulai bertransformasi dan dipentaskan pada acara-acara rakyat
biasa.

2.2.3 Properti Tari Piring

Properti tari piring adalah benda-benda yang digunakan oleh para penari dalam
pementasan, untuk memperkaya visual dan makna tarian tersebut. Properti tari memiliki
peran penting dalam mengkomunikasikan pesan atau cerita, yang ingin disampaikan oleh
tarian kepada penonton.

1. Piring

Pada tarian tradisional Minang ini tentu digunakan dua buah piring yang digenggam,
dengan kedua tangan kanan dan kiri. Umumnya para penari memegang dan
menggerakkan piring-piring ini, dengan berbagai gerakan yang diatur secara
koreografis.

7
2. Damar

Damar adalah sejenis kayu kecil dari pohon yang digunakan untuk diketukkan ke
dalam piring untuk menghasilkan sebuah ketukan atau lantunan nada tertentu.

3. Baju kurung

Baju Kurung Minang sendiri memiliki ciri khas berupa model baju yang longgar,
serta terdiri atas atasan dan bawahan. Salah satu ciri yang mencolok dari baju kurung
Minang, adalah penggunaan kain songket.

4. Kain Kodek

Kodek adalah sejenis kain tenun tangan yang memiliki pola-pola khas dan biasanya
digunakan sebagai sarung atau kain untuk acara adat.

5. Selendang

Selendang juga digunakan sebagai pelengkap untuk pementasan, para penari dalam
pertunjukkan tari piring juga biasanya menggunakan sebuah selendang.

6. Ikat pinggang

Ikat pinggang yang digunakan para penari dalam tari piring ini, berguna untuk
mengencangkan kain kondek yang sedang dipakai.

2.2.4 Gerakan Dan Makna Tari Piring

Tarian yang sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya ini terdiri dari beberapa gerakan
yang memilki makna masing-masing. Berikut adalah makna dari gerakan tari piring :

1. Gerak Pasambahan
Gerakan yang pertama adalah yang dilakukan oleh penari pria, gerakan ini sebagai
penanda untuk memulai tarian. Secara simbolik gerakan ini bermakna sebagai bentuk
rasa syukur yang dipanjatkan kepada Allah atas rizki dan rahmatna, selain itu gerakan
ini juga sebagai tanda agar penonton tidak mengganggu penari saat sedang pentas.

8
2. Gerak Siganjuo Lalai

Gerakan kedua diperagakan oleh penari perempuan, gerakan ini akan menunjukkan
sisi feminim yang dimiliki oleh perempuan. Para penari akan menunjukkan gerakan
secara lemah gemulai, gerakan ini menyimbolkan suasana di pagi hari yang
menyejukkan mata.

3. Gerak Mencangkul

Gerakan selanjutnya adalah bentuk dari representasi warga adat yang mayoritas
berprofesi sebagai petani.

4. Gerak Menyemai

Gerakan selanjutnya juga masih menggambarkan kegiatan bercocok tanam, kali ini
gerakan yang diperagakan adalah menyemai benih padi sebelum ditanam.

5. Gerak Menyiang

Menyiang memiliki arti membersihkan sawah dari tanaman pengganggu seperti


rumput liar dan gulma, karena secara garis besar tarian ini dipentaskan sebagai symbol

6. Gerak Membuang Sampah

Gerakan membuang sampah, sampah yang dimaksudkan disini adalah sampah-


sampah dalam dunia pertanian, seperti rumput maupun padi-padi yang gagal panen.

2.3 Bahasa Daerah

Dikutip dari website badanbahasa.kemdikbud.go.id Dalam rumusan Seminar Politik Bahasa


(2003) disebutkan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan
intradaerah atau intramasyarakat di samping bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana
pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia.

9
Bahasa yang digunakan oleh penduduk Sumatera Barat dalam kehidupan sehari-hari adalah
bahasa Minangkabau atau yang biasa disebut Bahasa Minang. Menurut laman resmi Bahasa dan
Peta Bahasa di Indoensia, Bahasa Minang terdiri atas lima dialek, diantaranya :

1. Dialek Pasaman : DIituturkan di Kabupaten Pasaman Barat dan Pasaman.


2. Dialek Agam-Tanah Datar : Dituturkan di Kabupaten Agam, Tanah Datar, Kota Padang
Panjang, Padang Pariaman, Solok, Kota Solok, Solok
Selatan, dan Pesisir Selatan.
3. Dialek Lima Puluh Kota : Dituturkan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota
Payakumbuh, Tanah Datar, Kota Sawahlunto, Kabupaten
Sijunjung, dan Dharmasraya.
4. Dialek Koto Baru : Dituturkan di Kabupaten Dhamasraya.
5. Dialek Pancung : Dituturkan di Pesisir Selatan

Dari kelima dialek tersebut, dialek Agam-Tanah Datar merupakan dialek dengan jumlah
penutur terbanyak dan memiliki sebaran geografis yang terluas. Dialek ini digunakan sebagai
bahasa Minangkabau umum di pusat kota Sumatra Barat dengan menghilangkan ciri-ciri dialektal
(ciri-ciri kedaerahan) yang ada pada beberapa subdialek. Pada wilayah tutur bahasa ini juga
terdapat bahasa lain, yaitu bahasa Batak dialek Mandailing yang terdapat di bagian utara Provinsi
Sumatra Barat.

2.4 Pakaian Adat

Orang Minangkabau atau yang disebut suku Minang mengenakan pakaian adat sesuai
dengan acara yang akan dihadiri. Ciri khas pakaian adat Sumatera Barat adalah penggunaan kain
tenun, dan adanya corak emas untuk memberi kesan mewah. Terdapat ragam pakaian adat
Sumatera Barat yang kerap digunakan orang Minangkabau yaitu pakaian Bundo Kanduang,
pakaian adat Penghulu, dan pakaian pengantin.

10
1. Bundo Kanduang

Bundo Kanduang jika diartikan secara harfiah memiliki makna ibu kandung.
Maka dari itu, pakaian adat Bundo Kanduang kerap digunakan oleh perempuan yang
sudah menikah. Orang Minangkabau memang dikenal memiliki budaya matrilineal
atau memandang hubungan kekerabatan dari garis ibu, sehingga posisi perempuan
terutama ibu diberikan penghargaan yang tinggi. Hal ini juga terlihat dari pakaian
Bundo Kanduang atau juga disebut Limpapeh Rumah Nan Gadang (penyangga rumah
gadang). Sebutan Limpapeh Rumah Nan Gadang bagi pakaian Bundo Kanduang
merupakan simbol kebesaran perempuan dalam keluarga. Peran perempuan dalam
keluarga baik sebagai istri dan ibu dipandang sebagai limpapeh atau tiang besar yang
menopang bangunan, sehingga keberadaannya penting dalam kehidupan rumah
tangga.

2. Pakaian Adat Penghulu

Pakaian adat Penghulu yang juga disebut sebagai Baju Pemangku Adat adalah
busana yang dikenakan oleh pria Minangkabau. Pada zaman dahulu, hanya kepala suku
yang boleh mengenakan pakaian adat Penghulu. Baju adat ini tak bisa dipakai
sembarang orang karena terdapat tata cara tertentu agar seorang pria dapat
mengenakannya. Kelengkapan pakaian adat Penghulu terdiri dari destar, sarawa,
sesamping, sandang, keris, dan tongkat. Ciri khas pakaian adat Penghulu adalah warna
hitam sebagai lambang ketegasan dan kepemimpinan. Namun saat ini, pakaian adat

11
Penghulu telah dimodifikasi sehingga bisa digunakan dalam berbagai acara resmi,
seperti untuk mempelai pria ketika menikah.

3. Pakaian Pengantin

Selain dua pakaian adat Sumatera Barat di atas ada juga pakaian yang
digunakan dalam pernikahan baik oleh pengantin pria atau wanita . Pakaian
pengantin khas Sumatera Barat dikenal dengan kesan elegan dan mewah dengan
banyak corak emas. Salah satu aksesori khas dari pakaian pengantin minang adalah
hiasan kepala anak daro atau pengantin perempuan yang disebut suntiang. Suntiang
adalah hiasan kepala pengantin perempuan yang dirangkai bersusun dalam jumlah
ganjil, terdiri dari bungo sarunai, bungo gadang, kembang goyang, dan kote-kote.
Biasanya dalam sebuah suntiang terdapat tujuh susunan yaitu lima lapis bungo
sarunai dan tiga lapis bungo gadang. Adapun hiasan paling atas disebut kembang
goyang, sementara hiasan yang jatuh di kanan dan kiri disebut kote-kote. Suntiang
biasanya digunakan dalam pernikahan adat di daerah Padang dan Pariaman. Suntiang
dikenal sangat berat, yang menjadii lambang beban tanggung jawab yang akan
diemban seorang perempuan setelah menikah.

2.5 Rumah Adat

Rumah adat Sumatera Barat ini punya keunikan tersendiri, bisa dilihat dari arsitektur
bentuk dan warnanya. Keunikan ini ternyata punya pesan tersendiri. Rumah adat Sumatera Barat
bisa ditemukan di berbagai daerah seperti Padang Panjang, Pasaman, Solok, dan daerah-daerah
lain.

12
Masyarakat awam sering menyebut rumah adat ini dengan nama Rumah Gadang atau di
daerah asalnya, masyarakat Minangkabau menyebutnya rumah Bagonjong. Nama ini mengacu
pada bentuk atapnya yang meruncing di ujung seperti gonjong. Bentuk rumah adat ini jadi symbol
daerah Sumatera Barat, bahkan pengantin wanita Sumatera Barat pun mengenakan hiasan kepala
yang bentuknya terinspirasi dari atap rumah gadang.

Rumah adat ini punya berbagai fungsi, misalnya untuk pertemuan keluarga, pesta adat
pernikahan, tempat musyawarah antarwarga, dan lain-lain. Rumah adat Sumatera Barat kini sudah
menjadi objek wisata bagi para turis, baik turis dalam negeri maupun luar negeri. Provinsi
Sumatera Barat, memiliki 7 jenis Rumah Adat, sebagai berikut:

1. Rumah Adat Padang Gonjong Ampek Banjuang

Di daerah Luhak Nan Tigo, rumah adat ini wajib dibangun. Sebagaimana fungsinya,
rumah ini menjadi tanda adat bagi masyarakat. Rumah adat ini memiliki empat buah
gojong di atapnya, sesuai namanya “ampek” yang berarti empat. Rumah ini memiliki lebih
dari tujuh ruangan dan terdapat anjung di sisi kanan-kirinya.

2. Gonjong Anam

13
Sekilas, rumah ini memiliki bentuk dan desain yang mirip dengan Rumah Gadang
Gajah Maharam. Hanya saja, bangunan rumah ini telah mengalami modifikasi berupa
ukiran khas Minang. Hal ini mengakibatkan bangunan tersebut menjadi beranjung.
Bangunan rumah ini tampak lebih modern karena Salangkonya menggunakan papan dan
diberi banyak jendela agar cahaya yang masuk ke dalam rumah lebih banyak lagi.

3. Gonjong Sibak Baju

Rumah adat Sumatera Barat ini merupakan rumah yang bentuknya menyerupai baju
yang disibak. Rumah Gonjong Sibak Baju terbuat dari kayu dan sasak. Bentuk rumah adat
ini hampir serupa dengan Rumah Gadang Gajah Maharam.

4. Rumah Gadang Jenis Gajah Maharam

Seluruh bangunan Rumah Gadang Jenis Gajah Maharam terbuat dari kayu pilihan
yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kayu ruyung, surian, dan juar. Atapnya pun
bukan terbuat dari ijuk kelapa, namun terbuat dari seng.

Di dalamnya terdapat empat buah kamar yang memiliki pintu berdekorasi ukiran-
ukiran khas Minang. Maka tak heran jika rumah adat Sumatera Barat satu ini termasuk
dalam kategori rumah ada yang mewah.

14
Selain mewah, Rumah Gadang Jenis Gajah Maharam juga memiliki ketahanan gempa
yang sangat baik. Kekuatan ini dikarenakan rumah tersebut memiliki 30 tiang penopang
rumah yang kuat.

5. Rumah Gadang Gonjong Limo

Di Kota Payakumbuh, terlihat banyak mendapati rumah ini. Rumah ini mempunyai
finishing yang sama dengan rumah Gadang Jenis Gajah Maharam. Perbedaannya tidak
terdapat anjung di dekatnya.

6. Rumah Gadang Surambi Papek

Rumah adat Sumatera Barat jenis satu ini agak berbeda dengan rumah adat lain. Di
rumah ini, terdapat akhiran di sebelah kanan-kiri yang dinamakan papek atau bapamokok
yang berarti pintu masuk dari arah belakang.

Jika hendak masuk ke rumah saat berkunjung di area rumah ini, tidak masuk melalui
pintu depan rumah. Namun masuk melalui arah belakang rumah. Seiring dengan
perkembangan zaman, tidak sedikit rumah jenis ini mengalami modifikasi sehingga
memiliki pintu dari arah depan.

15
7. Rumah Gadang Batingkek

Rumah Gadang Batingkek bisa dibilang cukup unik. Dari bangunan dan bentuknya,
Rumah Gadang Batingkek dapat dikenali dengan adanya gonjong yang bertingkat-tingkat.
Ingat ya, hanya gonjongnya yang bertingkat. Katanya, gonjong bagian atas digunakan
sebagai tempat penyimpanan hasil panenan. Bangunan rumah ini mirip dengan Rumah
Gadang Jenis Gajah Maharam.

16
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Kami menyimpulkan Sumatera Barat menjadi provinsi Indonesia yang masyarakatnya
sangat menjunjung tinggi adat istiadat. Kondisi wilayah di Sumatera Barat berpengaruh pada
kondisi ekonominya, tanahnya yang subur menyebabkan sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Hal ini juga berpengaruh pada kebudayaannya, sebagai salah satu
contohnya tarian di Sumatera Barat adalah wujud syukur para petani karena kesuburan dan
kemakmuran hasil panennya.

3.2 Saran
Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang tersebar luas. Disetiap daerah tentunya berbeda,
sebagai salah satu contohnya yaitu kebudayaan di provinsi Sumatera Barat. Untuk mencegah
hilangnya kebudayaan di Indonesia, kita sebagai generasi muda Indonesia wajib ikut berkontribusi
dalam menjaga kelestarian budaya di Indonesia. Mempromosikan kebudayaan lokal yang di miliki
Indonesia melalui media cetak adalah langkah awal yang dapat kita lakukan untuk
melestarikannya. Agar seluruh warga Indonesia selalu senantiasa mengenal warisan budayanya
yang beragam.

17
DAFTAR PUSTAKA

18

Anda mungkin juga menyukai