Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEMINAR MODUL 611

Penatalaksanaan Bedah Mulut Sederhana

Disusun oleh :
Kelompok E
Maura Jihan Fathya (040001800092)
Melisa Gozali (040001800093)
Michael Theofanus Sugijanto (040001800095)
Mohammad Reza Firdaus (040001800096)
Monica Silvia Lay (040001800097)
Nabila Permata Hati (040001800098)
Nada Ericka (040001800099)
Nada Fitria (040001800100)
Nadia Maulida (040001800101)
Nadya Putri Harsono (040001800102)
Naftalia Maba Rizki (040001800103)
Naifah Deddy Iskandar (040001800104)
Nandhita Ayu Wardhani (040001800105)
Naomi Lidwina (040001800106)
Nicholaus Sandy (040001800107)
Ninne Vanessa (040001800108)
Oktavia Agatha (040001800109)
Olivia Amanda Suwardi (040001800110)
Pascal Filio (040001800111)
Preizy Keszia Shelomita Hidayat (040001800112)
Puti Aulia Yushally (040001800113)
Rania Nabilavashti (040001800114)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya, kami,
kelompok A, dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
bertujuan untuk membahas pokok pembicaraan yang telah kami diskusikan bersama.
Makalah ini diajukan kepada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti, sebagai
bagian dari persyaratan untuk memperoleh nilai dalam Modul 611. Kelompok kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada Universitas Trisakti, terlebih kepada para
dosen yang mengajar Mata Kuliah di Modul 611 (Penatalaksanaan Bedah Mulut
Sederhana). Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah
memberi kontribusi dalam pembuatan makalah ini. Karena itu kami berharap semoga
makalah ini dapat berguna untuk masa yang akan datang. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 8 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
SKENARIO.................................................................................................................iii
Bab I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
Bab II PEMBAHASAN..............................................................................................3
2.1 Definisi, Indikasi, Kontraindikasi, Jenis-jenis, dan Cara Kerja Anestesi Lokal….3
2.2 Armamentarium yang digunakan Pada Anestesi Lokal, Mulai yang Sederhana
Hingga Canggih.....................................................................................................5
2.3 Jenis Teknik Anestesi Lokal dan Pedoman Anatominya.....................................8
2.4 Alasan Kegagalan Anestesi Lokal dan Cara Mengatasinya................................12
2.5 Pengertian Lidocaine 2% dan Jumlah Karpul Maksimal yang Dapat Diberikan
pada Pasien.........................................................................................................14
Bab III PENUTUP.................................................................................................15
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
SKENARIO

Seorang laki-laki, 28 tahun datang ke RSGM FKG Usakti dengan keluhan sakit pada gigi
geraham bungsu sisi kanan. Dari pemeriksaan dijumpai adanya gigi geraham bungsu sisi
kanan yang tumbuh miring, gusi di sekitarnya tampak kemerahan dan oedematous. Pada
perabaan nyeri tekan (+), dan perkusi (+). Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan
odontectomy dengan bius lokal. Pasien memiliki berat badan 78 Kg. Anestesi lokal yang
terdapat di RSGM FKG Usakti adalah Lidocaine 2% dengan vasoconstrictor epinephrine
1:100000 (Max Dose Recommendation = 4,4 mg/KgBB).

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Menghilangkan rasa sakit merupakan langkah yang paling penting dalam
melakukan perawatan bedah mulut. Untuk menghilangkan rasa sakit digunakan
anestetik lokal, yang bertujuan mencapai keadaan teranestesi pada daerah setempat.
Anestetik lokal adalah suatu obat yang dapat menghambat penghantaran sinyal-sinyal
sepanjang pembuluh saraf agar tercapai efek analgesia (hilangnya sensasi nyeri) dan
paralisis (hilangnya kekuatan otot) yang reversibel. Anestesia lokal didefinisikan
sebagai kehilangan sensasi di daerah terbatas pada tubuh akibat depresi pada ujung
saraf yang menghambat konduksi di dalam saraf perifer.
Di bidang bedah mulut, anestesi lokal digunakan untuk mencapai keadaan
teranestesi secara lokal sehingga dapat mengurangi bahkan dapat menghilangkan rasa
nyeri pada tempat tertentu. Agar dapat dicapai anestesia yang efektif, maka harus
diketahui keadaan emosional dan fisik pasien, pemahaman efek obat-obatan yang
diinjeksikan, penggunaan teknik anestesi yang tepat dan benar, serta keuntungan dan
kerugian penambahan vasokonstriktor. Anestetik lokal yang diberikan kepada pasien
harus dalam dan seringkali untuk mencapai keadaan ini tidak hanya menggunakan
teknik konvensional saja, akan tetapi memerlukan anestesi tambahan, seperti anestesi
intra osseus, ligamen periodonsium dan intra pulpa. Dengan demikian dapat dicapai
tingkat anestesi yang memadai sehingga dapat memberikan kenyamanan kepada
pasien selama perawatan gigi. Terdapat bermacam-macam anestesi yang dapat
disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan.

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan definisi, indikasi, kontraindikasi, jenis-jenis, dan cara kerja anestesi
lokal.
2. Sebutkan armamentarium yang digunakan pada anestesi lokal, mulai yang
sederhana hingga canggih.
3. Jelaskan jenis-jenis teknik anestesi lokal, dan jelaskan anatomi terkait dengan
teknik ini.

1
4. Jelaskan alasan kegagalan suatu anestesi lokal, dan bagaimana cara
mengatasinya.
5. Pada kasus, apa yang dimaksud dengan lidocaine 2%? Dan berapa banyak
karpul (1,8 mL) maksimal yang dapat diberikan pada pasien ini?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi, indikasi, kontraindikasi, jenis-
jenis, dan cara kerja anestesi lokal.
2. Untuk mengetahui dan memahami armamentarium yang digunakan pada
anestesi lokal, mulai yang sederhana hingga canggih.
3. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis teknik anestesi lokal, dan
anatomi terkait dengan teknik ini.
4. Untuk mengetahui dan memahami alasan kegagalan suatu anestesi lokal, dan
bagaimana cara mengatasinya.
5. Untuk mengetahui dan memahami lidocaine 2% dan jumlah karpul (1,8 mL)
maksimal yang dapat diberikan pada pasien ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, Indikasi, Kontraindikasi, Jenis-jenis, dan Cara Kerja Anestesi Lokal


a. Definisi
Anestesi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata an – “tidak atau
tanpa” dan aesthehos – “persepsi atau kemampuan untuk merasa”. Pengertian
anestesi menurut KBBI adalah hilangnya rasa pada tubuh disebabkan
pengaruh obat bius ; mati rasa. Anestesi lokal merupakan prosedur pemberian
obat anastesi pada bagian tubuh tertentu sehingga hilang sensasi nyeri pada
bagian tersebut untuk beberapa waktu tanpa disertai kehilangan kesadaran dan
bersifat reversible.
b. Indikasi dan Kontraindikasi
Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang paling sering
digunakan dalam kedokteran gigi, bahkan menjadi bahan yang mutlak
digunakan dalam praktek dokter gigi sehari-hari. Penggunaan anestesi lokal
bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat prosedur
kedokteran gigi yang dilakukan agar pasien merasa nyaman selama prosedur
berlangsung. Anestesi lokal harus memiliki sifat ideal, toksisitas sistemik yang
rendah, bebas dari reaksi alergi, dan memiliki onset cepat serta durasi kerja
lama. Sebelum memutuskan anestesi lokal yang akan digunakan, dokter gigi
harus mengetahui dan memahami indikasi serta kontraindikasi anestesi lokal.
Anestesi lokal dapat digunakan saat akan melakukan ekstraksi gigi
geligi, gingivektomi, gingivoplasti, pulpektomi, pulpotomi, implant, insisi
abses serta tindakan bedah mulut lainnya. Pada skenario, anestesi lokal akan
digunakan untuk tindakan odontektomi. Anestesi lokal tidak hanya digunakan
sebelum prosedur bedah, namun juga digunakan untuk manajemen pasca
operasi. Anestesi lokal tidak dapat dilakukan pada pasien yang mengalami
infeksi atau peradangan akut pada area yang akan dilakukan injeksi,
dikarenakan efektivitas anestesi lokal akan menurun. Selain itu, alergi
merupakan kontraindikasi penggunaan anestesi lokal. Ketika alergi terhadap
satu bahan anestesi lokal telah teridentifikasi, maka perlu dilakukan pemilihan
bahan anestesi lokal yang memiliki struktur kimia berbeda dengan bahan
anestesi sebelumnya.
3
Pasien yang mengalami rasa takut dan cemas atau bahkan menolak
juga merupakan kontraindikasi dari anestesi lokal, dikarenakan rasa takut yang
dirasakan pasien akan merubah persepsi nyeri pasien. Pasien dengan
kompromis medis membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan anestesi
lokal, seperti pasien dengan kelainan hati dan ginjal, penderita hemophilia,
hipertensi, hipertiroid, dan pada pasien dengan gangguan mental. Dibutuhkan
titrasi pada dosis yang akan diberikan agar tidak memberikan efek yang fatal
karena dosis anestesi yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya respiratory
arrest.
c. Jenis-Jenis Anestesi Lokal
Terdapat 2 jenis golongan anestesi lokal yang tersedia, yaitu golongan Ester
dan golongan Amida.
 Ester :
 Short acting (waktu kerja singkat)
 Metabolisme di plasma
 Ekskresi di urine
 Contoh : Benzoic (Cocaine, Butacaine, Piperocaine), Para
Aminobenzoic (Procaine), Kloroprokain, Tetrakain, Benzokain.
 Amida :
 Long acting (waktu kerja lama)
 Metabolisme di hati
 Ekskresi di urine
 Contoh : Lidocaine, Bupivacaine, Mepivacaine, Articaine,
Prilocaine, Dibucaine, Ropivacaine
d. Cara Kerja
Dalam penggunaannya, anestesi bekerja dengan cara menghambat
impuls saraf yang terbentuk karena perpindahan ion natrium dari ujung
terminal akson ke ujung saraf lain. Cara kerja utama dengan menutup sisi
dalam kanal ion natrium (Nav). Anestesi lokal akan masuk kedalam jaringan
dalam bentuk non ion (Garam). Anestesi lokal dalam bentuk non ion akan
menembus membran axon (bagian saraf yang tidak tertutup selubung mielin)
secara difusi sitoplasmik. Setelah berdifusi ke dalam sitoplasma, anestesi lokal

4
akan berikatan dengan atom H+ (Hidrogen) dan memblokir kanal ion natrium
(Nav).
Dengan memblokir kanal ion Na+ pada sisi dalam, maka tidak ada
aliran masuk ion Na+ ke dalam axon dan tidak akan terjadi potensial aksi. Jika
tidak apa potensial aksi, saraf tidak dapat menghantarkan impuls sampai ke
otak, sehingga impuls tidak dipersepsikan sebagai suatu rasa nyeri.

B. Armamentarium yang Digunakan pada Anestesi Lokal, Mulai yang Sederhana


Hingga Canggih
a. Disposable syringe
Disposable syringe merupakan syringe berbahan plastik yang tersedia dengan
berbagai macam ukuran jarum. Keuntungan dari disposable syringe ini adalah
hanya bisa sekali pemakaian, steril hingga kemasan syringe dibuka, dan
ringan. Sedangkan kerugiannya adalah syringe ini tidak dapat dipasangi
cartridge, aspirasinya sulit karena membutuhkan dua tangan.

Gambar 1. Disposable syringe

b. ‘Safety’ syringe
Penggunaan safety syringe adalah untuk meminimalkan kecelakaan kerja
akibat jarum yang baru saja dipakai untuk anastesi lokal. Jenis syringe ini
memiliki sarung yang melindungi jarum di saat keluar dari jaringan tubuh
pasien, sarung tersebut membantu mencegah kecelakaan kerja. Semua jenis
safety syringe didesain untuk sekali pakai. Keuntungan : sekali pemakaian,
ringan, steril hingga segel dibuka. Kerugian : lebih mahal dari reusable syringe
(syringe yang dapat dipakai kembali).

5
Gambar 2 ‘Safety’ syringe

c. Breech-loading, metallic, cartridge-type, aspirating


Breech-loading memiliki cartridge yang dimasukkan ke dalam syringe dari sisi
samping. Jarum yang digunakan ditempelkan pada needle adaptor di syringe
barrel. Aspirating syringe mempunyai bagian ujung tajam disebut harpoon
yang menempel pada piston dan digunakan untuk menekan rubber stopper
pada sisi ujung cartridge. Thumb ring dan finger grips berfungsi untuk
memudahkan control saat injeksi. Syringe tipe terbuat dari chrome-plated
brass (kuningan) dan stainless steel. Keuntungan dari syringe tipe ini adalah
awet dengan perawatan yang tepat,cartridge terlihat, autoclavable.
Kekurangannya adalah berat,kemungkinan menimbulkan infeksi apabila tidak
tepat dalam perawatan, terlalu besar ukurannya untuk operator yang kecil

Gambar 3. Breech-loading, metallic, cartridge-type, aspirating

d. Breech-loading, plastic,catridge-type, aspirating


Syringe ini dapat digunakan dua kali sebelum dibuang, terbuat dari bahan
plastic. Keuntungan dari syringe ini yaitu murah, tahan karat, cartridge
terlihat, dan dapat tahan lama dengan perawatan yang tepat. Kekurangannya

6
yaitu kemungkinan dapat mengakibatkan infeksi jika perawatan yang
dilakukan tidak tepat.

Gambar 4. Breech-loading, plastic,catridge-type, aspirating

e. Breech-loading, metallic, cartridge-type, self-aspirating


Syringe ini memiliki sekat karet yang elastis pada cartridge untuk
menghasilkan tekanan aspirasi negative. Keuntungan dari syringe ini adalah
cartridge dapat terlihat, dapat disterilisasi dengan autoclave, mudah dilakukan
aspirasi dengan satu tangan karena melakukan aspirasi menggunakan ibu jari
dan anti karat. Kekurangannya yaitu kemungkinan dapat menimbulkan infeksi
apabila tidak tepat dalam perawatan dan tidak aman dipakai untuk operator
yang belum terbiasa.

Gambar 5. Breech-loading, metallic, cartridge-type, self-aspirating

f. Pressure Syringe for Periodontal Ligament Injection


Digunakan untuk menginjeksi jaringan periodontal atau intraligamen.
Keuntungan dari syringe ini adalah dosis dapat terukur, catridge terlindungi,
dan dapat mengatasi hambatan jaringan. Kekurangannya adalah relatif mahal,

7
injeksi mudah tetapi terlalu cepat dan tidak dapat dilakukannya prosedur
aspirasi.

Gambar 6. Pressure Syringe for Periodontal Ligament Injection

g. Jet Injector
Jet injector adalah suatu jenis syringe yang tidak menggunakan jarum sama
sekali. Prinsip jet injector ini cairan keluar melalui lubang yang sangat kecil
yang disebut jets, pada tekanan sangat tinggi sehingga dapat menembus
membrane mukosa. Jet injector memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak
membutuhkan jarum, volume cairan yang dikeluarkan yaitu 0,05- 0,2 ml
dengan tekanan 2000 psi. Tujuan utama dari jet injector adalah untuk
mendapatkan anestesi topikal sebelum memasukkan jarum. Kekurangan
adalah harga relative mahal, dapat membahayakan jaringan periodontal dan
volume cairan tidak mencukupi untuk anastesi blok.

Gambar 7. Jet Injector

h. Computer Controlled Local Anesthetic Delivery System


Merupakan suatu teknologi anestesi lokal modern yang memberikan anestesi
lokal secara perlahan dan dikontrol oleh komputer. Alat ini juga merupakan
salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa takut pasien

8
terhadap rasa sakit yaitu dengan cara mengendalikan kecepatan injeksi
anestesi, yang memungkinkan pemberian terus-menerus sejumlah kecil
anestesi pada kecepatan yang lambat. Keuntungan dari alat ini adalah dapat
mengatur laju dan tekanan untuk menghasilkan injeksi yang nyaman bagi
pasien, meningkatkan ergonomik, aspirasi otomatis, serta dengan rotational
insertion yang dapat meminimalkan jarum menjadi bengkok. Kekurangan dari
alat ini adalah harganya yang relatif mahal dan membutuhkan peralatan
tambahan dalam penggunaannya.

Gambar 8. Computer Controlled Local Anesthetic Delivery System

C. Jenis Teknik Anestesi Lokal dan Pedoman Anatominya


a. Anestesi topikal
Anestesi topikal merupakan aplikasi larutan secara langsung pada permukaan
mukosa sehingga ujung saraf kecil tidak sensitif terhadap simulasi.
Teknik Anestesi Topikal:
1. Persiapkan pasien dan operator menggunakan alat pelindung diri atau
APD lengkap seperti headcap, masker, kacamata pelindung, sarung
tangan.
2. Pada daerah maksila posisi operator berada di sebelah kanan pasien
searah jam 8, posisi maksila pasien setinggi antara siku dan bahu
operator, pada bagian kepala, leher dan punggung pasien berada pada
satu garis lurus oklusal maksila membentuk sudut 60 o terhadap bidang

9
horizontal. Pada daerah mandibula di bagian regio kanan posisi
operator berada disebelah kanan pasien searah jam 8, untuk posisi
kepala, leher , punggung pasien berada pada satu garis lurus oklusal
maksila membentuk sudut 10o terhadap bidang horizontal.
3. Mengeringkan area yang akan didesinfeksi dengan menggunakan
kassa steril atau air spray.
4. Lalu desinfeksi dengan povidone iodin pada daerah intraoral dengan
menggunakan cotton roll sekitar gigi yang akan dilakukan pencabutan.
5. Pastikan mukosa dalam keadaan kering. Aplikasikan anestesi topikal
pada daerah yang akan di insersi jarum dengan menggunakan cotton
palette.
6. Tunggu sekitar 2 sampai 3 menit untuk menunggu anestesi topikal
bekerja. Ditandai adanya mukosa berwarna pucat.
Anestesi topikal dapat dilakukan pada tempat yang akan diinjeksi untuk
mengurangi rasa nyeri akibat insersi jarum. Dilakukan di permukaan mukosa
bagian luar dan mengandalkan difusi bahan anestesi lokal melalui membran
mukosa dan membran saraf dari akhiran saraf di dekat permukaan jaringan
mukosa. Hanya menganestesi dengan kedalaman 2-3 mm.

b. Anestesi Infiltrasi
Anestesi ini merupakan teknik yang paling umum untuk anestesi lokal pada
rahang atas maupun rahang bawah. Dimana larutan anestesi dideponirkan di
dekat percabangan saraf akhir yang kecil yaitu ujung cabang nervus terminal
dan akan terinfiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan
akan menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh
saraf tersebut.
Teknik Anestesi Infiltrasi :
1. Persiapkan pasien dan operator menggunakan alat pelindung diri atau
APD lengkap seperti headcap, masker, kacamata pelindung, sarung
tangan.
2. Posisi tangan kanan operator berada pada posisi jam 9-10 sedangkan
tangan kiri berada di posisi jam 2-3.
3. Posisikan rahang atas pasien pada satu garis lurus oklusal maksila
membentuk sudut 10 derajat terhadap bidang horizontal.
10
4. Ulaskan Povidone Iodin pada daerah intraoral menggunakan cotton
roll.
5. Pastikan area mukosa kering, kemudian aplikasikan anestesi topikal
dengan menggunakan cotton bud pada area yang akan diinsersikan
jarum. Tunggu sekitar 1-2 menit. Kemudian bisa dicek rasa baal akibat
anestesi topikal dengan menggunakan pinset dengan cara menggerakan
pinset di bagian mukosa yang telah diaplikasikan anestesi topikal
6. Regangkan daerah mukosa bergerak dengan jari sampai mukosa
tegang/ketat
7. Arahkan jarum suntik 45 derajat terhadap sumbu gigi dan ½ bevel
menghadap tulang
8. Insersikan jarum sampai mendekati tulang, kemudian aspirasikan.
Apabila negatif, depositkan cairan anestesi 0,3-0,5 cc secara perlahan.

c. Field Block
Teknik field block merupakan teknik anestesi lokal yang dilakukan dengan
cara larutan anestesi dideposisikan di dekat ujung cabang saraf terbesar atau
supraperiosteal agar mencegah jalannya impuls dari gigi ke sistem saraf pusat.
Perawatan kemudian dapat dilakukan di daerah sedikit distal dari tempat
injeksi.

d. Nerve Block
Teknik blok saraf dilakukan dengan mendeposisikan larutan anestesi pada
cabang utama dari saraf tertentu. Deposit pada teknik ini akan menyebabkan
penghambatan impuls saraf dari lokasi injeksi hingga ke distal. Injeksi
alveolaris posterior superior, alveolaris inferior, dan nasopalatinus merupakan
contoh dari teknik anestesi blok saraf. Blok saraf alveolaris posterior superior
direkomendasikan untuk tindakan yang dilakukan pada beberapa gigi molar
dalam satu kuadran. Blok saraf palatinus mayor biasanya dilakukan untuk
tindakan pada jaringan tulang dan jaringan lunak bagian palatal hingga distal
kaninus dalam satu kuadran. Saraf nasopalatina yang di blok akan
menghasilkan area anestesi pada jaringan lunak dan keras pada palatal dari
kaninus hingga kaninus (Malamed, 2011).

11
e. Anestesi Blok Mandibula
 Inferior Alveolar Nerve Block
 Indikasi: Prosedur pada satu atau beberapa gigi mandibula
dalam satu kuadran. Selain itu, diindikasikan untuk prosedur
pada jaringan lunak lingual atau jaringan lunak bukal anterior
ke molar pertama. Untuk operasi pada molar, diperlukan blok
saraf bukal yang terpisah.
 Daerah yang teranestesi: Pulpa gigi mandibula pada kuadran
yang dianastesi, periodonsium bukal anterior dari molar
pertama, anterior dua pertiga lidah, jaringan lunak daerah
lingual
 Pedoman anatomis: Linea oblique externa, linea oblique
interna, bagian anterior ramus ascendens, coronoid notch,
pterygomandibular raphe
 Saraf: n.alveolaris inferior (n.mentale dan n.insisif) , n.lingualis
 Onset: 3-5 menit

 Gow-Gates Block
 Teknik ini mempunyai tujuan untuk mendeponir anestesi lokal
tepat di anterior leher kondilus. Pasien diminta untuk membuka
mulut selebar mungkin. Hal ini berpengaruh terhadap
keberhasilan dari teknik Gow-Gates. Pedoman anatomis dari
teknik ini adalah leher condyle, coronoid notch,
pterygomandibular depression, otot temporalis.
 Indikasi dari teknik ini adalah bila terjadi kegagalan dalam
teknik blok mandibula standar. Nervus yang teranestesi dalam
teknik ini adalah n.alveolar inferior, n.lingualis, n.mylohyoid,
n.auriculotemporal. Onset untuk teknik ini adalah sekitar 5 - 10
menit.
 Closed-Mouth Mandibular Block / Vazirani- Akinosi
 Indikasi dari teknik closed mouth mandibular block ini adalah
untuk kasus dengan pembukaan mandibula terbatas
dikarenakan trismus dan kesulitan dalam visualisasi landmark

12
intraoral yang digunakan untuk blok standar Inferior Alveolar
Nerve Block atau Gow-Gates. Daerah yang teranestesi yaitu
gigi mandibula pada kuadran yang dianestesi, periodonsium
bukal anterior dari molar pertama, anterior dua pertiga lidah,
jaringan lunak daerah lingual
 Pedoman anatomis dari teknik ini adalah linea oblique externa,
linea oblique interna, ramus, coronoid notch, otot temporalis,
otot pterygoid. Nervus yang teranestesi adalah n.alveolar
inferior,, n.lingualis, n.mylohyoid.

D. Alasan Kegagalan Anestesi Lokal dan Cara Mengatasinya


a. Variasi Anatomi
Bius lokal selalu efektif jika disuntikkan di daerah anatomi yang tepat
dan diberikan waktu yang cukup untuk bekerja. Bius bekerja dengan
menghambat pasokan saraf ke daerah tertentu di bawah pengaruh obat. Namun
pada beberapa orang ditemukan variasi bentuk dan kepadatan tulang atau
keadaan saraf yang tidak biasa, jadi cara umum yang digunakan oleh dokter
gigi tidak akan bekerja dengan maksimal. Diperlukan anestesi yang lebih
untuk menanggulangi masalah ini dan disuntikkan ditempat yang berbeda
untuk blok yang lebih maksimal terhadap gigi tersebut.
Anatomi yang tidak biasa ini bisa menjadi masalah dengan rahang
bawah, karena saraf gigi pada rahang bawah terdapat pada tulang padat
sedangkan saraf pada rahang atas terdapat dipermukaan sebelum masuk ke
gigi. Rahang atas lebih poreous yang berarti bahwa ketika anestesi disuntikkan
di sebelah gigi, dapat terhubung dengan akar, membuat gigi akan mati rasa.
Rahang bawah lebih padat dan suntikan di samping gigi biasanya tidak cukup
untuk membuat gigi tersebut mati rasa.
Alasan beberapa orang tidak bisa dibius dengan baik pada rahang
bawah adalah karena pembukaan kanal tersebut tidak berada di tempat biasa,
jadi memerlukan metode yang berbeda dari biasa untuk mengatasi hal
tersebut. Untuk mengatasi teknik anestesi yang salah dapat dilakukan
pengulangan tindakan anestesi setelah memeriksa landmark anatomi dan
meninjau ulang teknik anestesi yang tepat untuk digunakan.

13
b. Kesalahan Operator dalam Pemberian Anestesi
Beberapa dokter gigi terkadang sering mengalami kesalahan dalam
penyuntikan obat anestesi. Paling sering terjadi pada penyuntikan blok
mandibula, apabila penetrasi jarum terlalu dalam akan mengenai kelenjar
parotis yang bisa mengakibatkan terjadinya paralisis wajah sementara. Apabila
terjadi penyuntikan yang terlalu rendah mengakibatkan hanya nervus lingualis
saja yang teranestesi sehingga pembiusan tidak terjadi secara sempurna. Jika
penyuntikan terlalu ke arah superfisial (dangkal) daerah yang akan terbius
adalah daerah pterygomandibular yang letaknya jauh dari foramen mandibula
(area bius yang adekuat). Cara mengatasi kegagalan ini adalah dokter gigi
diharapkan untuk dapat mempelajari teknik anestesi dengan lebih baik agar
tidak terjadi kegagalan. Berikutnya dapat juga dilakukan dengan melakukan
tes sensasi baal pada daerah yang akan dianestesi untuk mengetahui efektifitas
dari obat anestesi lokal yang telah diberikan.

c. Inflamasi atau Peradangan


Saat terdapat inflamasi seperti pulpitis dan apical periodontal 22, pH
yang rendah akan menyebabkan waktu onset yang lebih lama karena ketidak
tersediaan partikel pelarut lemak yang berperan dalam difusi agen anestesi ke
dalam selubung nervus sehingga agen anestesi tidak dapat berdifusi dan
memberikan efek pada saraf yang dituju.21 Jika pada daerah anestesi terdapat
peradangan, dokter dapat mendeponirkan bahan anestesi pada jaringan yang
letaknya sedikit jauh dari daerah peradangan.

d. Anxiety atau Kecemasan (Masalah Psikis)


Ketika seseorang merasa cemas atau sangat stress. Anestesi lokal
mungkin tidak bekerja ketika seseorang merasa tenang. Karena kecemasan
dapat mengganggu psikis seseorang. Jadi ketika pasien merasa cemas
walaupun sudah diberikan anestesi tetapi biasanya pasien masih dapat
merasakan sakit. Untuk mengatasi keadaan ini dokter gigi harus dapat
membuat pasien senyaman mungkin pada saat perawatan, dengan
menggunakan beberapa cara contohnya bisa mengalihkan perhatian pasien
dengan menyuruh pasien menonton tv, menggunakan virtual reality, jangan
menunjukan alat-alat di depan pasien.

14
e. Resistensi Obat Anestesi
Resistensi didefinisikan sebagai efek analgesik yang tidak adekuat
meskipun teknik dan dosis yang digunakan kepada pasien sudah tepat.
Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat
bius, yaitu pecandu alkohol, pengguna obat psikotropika (seperti morfin,
ekstasi dan lainnya) serta pengguna obat analgesik.
Jika pasien resisten terhadap bahan anestesi tertentu maka dokter dapat
memberikan pemberian bahan anestesi alternative yang mempunyai komposisi
kimia yang berbeda. Untuk menghindari efek samping dan resistensi terhadap
obat anestesi, sebaiknya pasien memastikan kondisi tubuhnya cukup baik
untuk menerima anestesi dengan cara menghentikan penggunaan obat
analgesik 1-2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi, menghentikan
konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat 1-3 hari sebelum
prosedur dilakukan, berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol 2 minggu
sebelum prosedur.

E. Pengertian Lidocaine 2% dan Jumlah Karpul Maksimal yang Dapat Diberikan


pada Pasien
Lidocaine 2% dan Jumlah Karpul (1,8 mL) Maksimal yang Dapat diberikan Pada
Pasien Ini
Lidokain 2% = 2 gr / 100 ml
= 2.000 mg /100 ml
= 20 mg / 1 ml
 Dosis maksimal lidokain 2% untuk berat badan 78 kg
Max Dose Recommendation = 4,4 mg/KgBB
= 4,4 x 78 kg = 343,2 mg
= 17,16 ml
 1 karpul = 1,8 ml  17,16 ml / 1,8 ml = 9,5 Karpul = Dibulatkan = 9 karpul

15
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Anestesi lokal merupakan prosedur pemberian obat anastesi pada bagian tubuh
tertentu sehingga hilang sensasi nyeri pada bagian tersebut untuk beberapa waktu
tanpa disertai kehilangan kesadaran dan bersifat reversible. Bahan anestesi lokal
terbagi atas dua golongan yaitu ester dan amida. Jenis bahan anestesi yang termasuk
dalam golongan ester diantaranya yaitu kokain, prokain, 2-kloroprokain, tetrakain dan
benzokain sedangkan yang termasuk dalam golongan amida diantaranya yaitu
lidokain, mepivakain, bupivakain, prilokain, etidokain dan artikain. Cara kerja utama
dengan menutup sisi dalam kanal ion natrium (Na v). Dengan memblokir kanal ion Na+
pada sisi dalam, maka tidak ada aliran masuk ion Na + ke dalam axon dan tidak akan
terjadi potensial aksi. Jika tidak apa potensial aksi, saraf tidak dapat menghantarkan
impuls sampai ke otak, sehingga impuls tidak dipersepsikan sebagai suatu rasa nyeri.
Armamentarium yang dapat digunakan dalam anestesi lokal, antara lain Safety’
syringe, Disposable syringe, Jet Injector, Breech-loading, metallic, cartridge-type,
aspirating, Breech-loading, plastic,catridge-type, aspirating, dan Computer
Controlled Local Anesthetic Delivery System. Teknik anestesi lokal yang sering dan
umum digunakan adalah anestesi topical, anestesi infiltrasi, dan anestesi blok
mandibula.
Alasan terjadinya kegagalan anestesi lokal yaitu variasi anatomi, masalah psikis pada
pasien, kesalahan operator, dan resistensi terhadap bahan anestesi lokal. Jumlah
karpul Lidocaine 2% dengan vasoconstrictor epinephrine 1:100000 maksimal yang
dapat diberikan pada pasien dengan berat 78 kg adalah 9 karpul.

2. Saran
Makalah ini dibuat sesuai dengan kemampuan penulis dalam mencari informasi,
dan penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini seperti
kurangnya sumber informasi. Penulis menyarankan untuk menggali lebih dalam
informasi dari berbagai sumber yang akurat seperti dari buku-buku sebelum membuat
suatu karya tulis. Penulis menyampaikan terima kasih dan mohon maaf atas
kekurangan dalam makalah ini. Semoga penulis dapat membuat makalah yang lebih
baik lagi serta dapat bermanfaat bagi para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikhsan M, Mariati NW, Mintjelungan C. Gambaran Penggunaan Bahan Anestesi


Lokal Untuk Pencabutan Gigi Tetap Oleh Dokter Gigi Di Kota Manado. e-GIGI.
2013;1(2).
2. R. Muhammad, Wiwiek Poedjiastoeti, dkk. 2019. Buku Ajar Bedah Mulut dan
Maksilofasial. Jakarta:EGC.
3. Malamed, S. F. (2011) Handbook of Local Anesthesia. 6th edn. California: Mosby
Elsevier.
4. Pimenta L. Management of patients with orofacial clefts. Craniofacial and Dental
Developmental Defects: Diagnosis and Management. 2015. 113–124 p.
5. Yalcin, Basak. (2019). Complications Associated with Local Anesthesia in Oral and
Maxillofacial Surgery
6. Alfat, Bagus L. 2017. “Kontaminasi Sel Darah Merah Pada Sisa Bahan Anestesi
dalam Cartridge Pasca Injeksi Anestesi Lokal”. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Muhammadiyah Semarang.
7. Lindmayer I. Disposable Syringe and Injector. 1993;5:190.
8. Wijanarko, P. 1993. Anestesi Nebulisasi pada Bronkoskopi. Cermin Dunia
Kedokteran.
9. Kamadjaja, David B. 2019. Anestesi Lokal di Rongga Mulut: Prosedur, Problema,
dan Solusinya. Surabaya: Airlangga University Press.
10. Fisika, D., Matematika, F., Ilmu, D. a N., Alam, P., & Utara, U. S. (2016). Universitas
Sumatera Utara - Beranda, 4–16. Retrieved from https://www.usu.ac.id/id/
11. Irmaleny. (1884). Anestesi lokal dalam prosedur endodontik. FKG Unpad, 1, 1–7.
12. Joshua L.Latham, Do, and Sean N. Martin, Do, Headquarters Air Armament Center
Family Medicine Residency, Eglin Air Force Base, Florida. Am Fam Physician. 2014
Jun 15;89(12):956-962.
13. Oral & Maxillofacial Regional Anesthesia - NYSORA. (n.d.). Retrieved from
https://www.nysora.com/regional-anesthesia-for-specific-surgical-procedures/head-
and-neck/maxillofacial/oral-maxillofacial-regional-anesthesia/
14. Murdiputra, Muhammad. 2017. Anestesi Lokal. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.

17
15. Haas D. A. 2011. Alternative Mandibular Nerve Block Technique: A Review of the
Gow-Gates and Akinosi Vazirani Closed Mouth Mandibular Nerve Block
Techniques. Journal of the American Dental Association (1939), 142 Suppl 3, 8S-
12S. https://doi.org/10.14219/jada.archive.2011.0341 (diakses: 2 Maret 2021)

18

Anda mungkin juga menyukai