Anda di halaman 1dari 2

SANG JUARA

-Kautsar Alfaritzi-

Kejadian itu telah memberiku banyak pelajaran dan banyak hal yang harus ku ubah dalam
hidup ini. Terutama tentang cinta. Aku telah melupakan satu cinta yang benar-benar nyata
dalam hidup ini. Ia selalu hadir dalam setiap langkahku dan doanya selalu mengiringi dalam
setiap perjalananku. Cinta itu ada dari manusia yang luar biasa. Manusia yang kuat, bijaksana,
dan tak pernah menyerah. Yang meyakinkanku bahwa aku bisa melakukan apapun di dunia
ini. Termasuk keinginanku untuk kembali bisa berjalan, berlari untuk terus berlari kencang
menggapai mimpiku. Kecelakaan yang membuat satu kakiku tak bisa di gerakan. Aku di vonis
lumpuh oleh dokter. Saat itu kecewa, amarah dan putus asa menjadi satu dalam diriku.
Betapa tidak mimpiku untuk menjadi pelari nomor satu tak akan bisa kuraih. Namun
hadirnya sosok ayah yang telah ku benci, yang telah kulupakan hadirnya saat dia tak
mendukung mimpiku. Mampu mengubah segalanya.

Setiap hari dia mendampingiku tanpa bosan. Mendampingi si kaki lumpuh yang
membencinya. Walau dengan sabar dan cintanya dia di sampingku. Aku tetap membencinya
dan menyalahkan semua pada dirinya. Waktu itu aku tak pernah sadar hatiku ditutupi rasa
kecewa yang mendalam. Aku membenci segala hal dalam diriku. Termasuk orang-orang
terdekat sekalipun aku membencinya dan mereka menjauh. Tapi tidak dengan sosok yang ku
benci ini, dia malah mendekat dan terus memberiku semangat setiap harinya. Tanpa lelah
mendampingiku ke fisioterapi.

“Nak. Lihatlah ayah. Bagi ayah kamu adalah sang juara. Ayah bangga sama kamu. Kamu sudah
bisa melewati hal tersulit dalam hidupmu. Beda dengan ayah yang dulu tak bisa bangkit
ketika hal yang hampir sama kamu rasakan”. Dia berucap sambil meneteskan air mata.

“Menang dan kalah dalam kejuaraan itu biasa. Yang luar biasa adalah ketika kita bisa bangkit
dari keputusasaan, kekecewaan dan dari hal tersulit dalam hidup ini.” Dia mengusap air
matanya.

“Dan kamu telah membuktikan pada ayah. Kamu adalah anak yang luar biasa. Kamu bisa
bangkit dari hal itu. Kamu adalah juara bagi ayah.” Dia merangkulku memelukku dengan erat.
Tanpa terasa aku pun larut dengan air mata di pelukan ayah.

“Kamu juga juara bagiku adam. Kamu adik terbaikku”. Ujar kakakku sambil merangkulku.
Kita berpelukan bertiga dengan harunya atas kejadian ini.

Tak pernah terbayangkan semua akan menjadi seperti ini. Aku baru menyadari ternyata ada
hal yang lebih manis dari hidup ini di banding ambisi diri. Aku jadi sadar ada hal yang indah
yang aku lupakan selama ini. Di balik kekecewaan, keputusasaan, kegagalan masih ada cinta
yang membangkitkan semua. Walaupun aku gagal menjadi pelari nomor satu tapi aku telah
berusaha dan telah menjadikan ayah bangga padaku. Cintanya yang telah menanamkan
semangat sang juara dalam diriku. Untuk masalah pelari nomor satu. Aku masih semangat
untuk mengejarnya dan tak akan menyerah. Suatu saat aku pasti bisa.

Kini aku yang akan melatih ayah berjalan lagi. Aku akan menjadi tongkat seperti yang ayah
lakukan padaku dulu. Aku akan selalu menemaninya sama seperti yang dia lakukan padaku
sampai aku bisa berlari jauh. Dan begitu juga denganku yang akan kembali membuat ayah
bisa berlari jauh. Dan kita akan berlari bersama membuktikan pada dunia bahwa kitalah sang
juara.

Anda mungkin juga menyukai