Anda di halaman 1dari 10

PANCASILA

Pancasila adalah lebih memenuhi kebutuhan manusia dan lebih menyelamatkan manusia,
daripada Declaration of independencenya Amerika, atau manifesto komunis. Pancasila adalah satu
pengangkatan yang lebih tinggi dari pada Declaration Of Independence dan Manifesto Komunis.
(Soekarno)
A. Sejarah Lahirnya Pancasila

Sebagai bangsa yang memiliki kehendak untuk merdeka, maka para founding father bangsa
Indonesia memikirkan apakah bangsa yang hendak dimerdekakan harus berdasar satu falsafah
atau tidak? Kita sebagai bangsa dengan cita-cita kebangsaan yang besar yakni menciptakan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, tentu harus memiliki dasar (weltanschuung)
bernegara, di mana diatas dasar (weltanschuung) itulah kita meletakkan segala usaha bangsa
Indonesia untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Dasar negara itulah yang
sekarang kita kenal sebagai Pancasila.

Lima Sila dalam pancasila adalah kepribadian dan identitas bangsa Indonesia (Indonesia Identity).
Lima sila ini adalah mutiara daripada sifat asli masyarakat dan bangsa Indonesia yang terpendam
dalam bumi bangsa Indonesia selama masa penjajahan kolonialisme.

Starategi adu domba (Divide et Impera), tindakan pembodohan kepada kaum pribumi, sikap
angkuh sebagai bangsa yang merasa lebih bernilai telah memposisikan bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang kecil dan usaha Kolonial menanamkan kepercayaan dalam pikiran bangsa Indonesia
bahwa antara Kolonial dan bangsa Indonesia memiliki kepentingan yang sejalan dengan
Imperialisme adalah cara Kolonial menjajah dan menghacurkan kepribadian bangsa Indonesia.

Hilangnya kepribadian bangsa melahirkan sejarah penderitaan masyarakat Indonesia. Betapa


dalamnya penghisan kolonialisme kepada rakyat Indonesia yang telah mencapai di luar batas
kemanusian. Sebab ini maka timbulah kesadaran dikalangan kaum Pribumi mengamukan palu
godam perjuangan dalam bentuk organisasi-organisasi pergerakan melawan kekuasaan Kolonial.

Pentingnya sebuah dasar (weltanschuung) berbangsa dan bernegara, Soekarno dalam pidatonya
menyampaikan Philosofische Grondslag yang merupakan pundamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya di dirikan bangsa Indonesia didepan angota sidang (BPUPKI)
pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan dasar atau falsafah (weltanschuung) negara Indonesia
merdeka yang di sebut dengan Pancasila yang berisikan lima sila yakni; sila kebangsaan Indonesia,
internasionalisme atau perikemanusian, mufakat atau demokrasi, kesejahtraan sosial dan
ketuhanan. Dalam pidatonya ini Bung Karno berhasil meyakinkan anggota Dokuritzu Zyumbi
Tyoosakai (BPUPKI) untuk Menerima Pancasila sebagai dasar Negara, yang segera di sisipkan
dalam Pembukaan UUD 1945. Pidato 1 Juni kemudian di jadikan sebagai hari lahirnya Pancasila.

Menjelang Proklamasi kemerdekaan, Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai (BPUPKI) dihapuskan dan


lahirlah Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebelum naskah proklamasi dibacakan
pada tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 22 Juli 1945 telah lahir naskah yang dikenal sebagai
Piagam Jakarta/ Jakarta Charter. Piagam inilah yang menjiwai UUD Proklamasi dan kemudian
dijadikan landasan pembukaan UUD 1945. Berdasarkan naskah Piagam Jakarta inilah susunan
Pancasila dalam UUD 1945, kemudian berbunyi; (1). Ketuhanan Yang Maha Esa (2). Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab (3). Persatuan Indonesia (4). Kerakyatan Yang Di Pimpin Oleh Hikmat

1
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan (5). Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.

Prinsip-Prinsip Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Bangsa Indonesia meliputi orang-orang yang menganut banyak agama : ada islam, Kristen, ada
Budha, Hindu bahkan ada yang tidak menganut suatu agama seperti kita beragama saat ini.
Berpangkal pada kenyataan dan mengingat akan berbeda-beda tetapi besatunya bangsa Indonesia,
maka Indonesia menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai yang utama dalam falsafah
hidup masyarakat Indonesia. Toleransi yang cukup tinggi antar pemeluk agama mengakui bahwa
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik bangsa Indonesia.

2. Kemanusian yang Adil dan Beradab

Perikemanusian adalah jiwa yang merasakan bahwa antara manusia dengan manusia lainnya
memiliki hubungan yang hendak mengangkat jiwa manusia itu lebih tinggi. Rasa perikemanusian
merupakan pertumbuhan daripada rohani, pertumbuhan kebudayaan dari alam tingkat rendah
kealam yang lebih tinggi.

Perkembangan pergaulan hidup dalam zaman seperti sekarang, tidak ada manusia yang dapat
berdiri sendiri, manusia adalah masyarakat sosial (homo socius). Demikianpun, Bangsa Indonesia
bukanlah suatu bangsa yang berdiri sendiri, tetapi adalah suatu bangsa dalam keluarga bangsa-
bangsa. Yang pada hakekatnya bangsa Indonesia adalah satu rantai dari pergaulan hidup bangsa-
bangsa di dunia.

Negara Republik Indonesia sebagai negara merdeka menyatakan kehendak berkehidupan


kebangsaan yang bebas antara bangsa-bangsa tanpa adanya suatu bentuk penjajahan. Oleh karena
itu, ketertiban dunia menjadi faktor utama menghapuskan penjajahan diatas dunia. Sehingga cinta
kebangsaan yang di maksudkan, bukanlah menebarkan rasa kebencian (chauvinis) kepada bangsa
lain.

Persatuan Indonesia

Begitu banyak rentetan sejarah perlawanan diberbagai daerah ditanah air terhadap penjajah
kolonialisme Belanda. Walaupun peperangan melawan kekuasaan kolonialisme pada waktu itu
satu sama lain tidak ada hubungannya dan bersifat lokal kedaerahan, tetapi intinya adalah sama,
yaitu melawan kekejaman penindasan kekuasaan kolonial.
Terhadap tindakan-tindakan kolonialisme yang hendak berkuasa sendiri, jarang sekali orang
Indonesia tinggal diam. Banyak raja-raja dan pemimpin nasional Indonesia turun tangan
mengangkat senjata untuk mengusir penjajah. Tetapi semuanya tidak berhasil.
Salah satu sebab pokok mengapa bangsa Indonesia gagal mengusir penjajah, adalah tidak
terbangunnya persatuan antar sesama bangsa Indonesia. Setiap daerah berjuang sendiri-sendiri.
Tampa persatuan, bangsa Indonesia tidak dapat berbuat apa-apa.
Semangat Persatuan Indonesia merupakan kekuatan yang membakar hasrat akan kemerdekaan
mempertahankan hidup dan memberi kekuatan sepanjang kegelapan bangsa Indonesia. Semangat

2
yang membakar ini harus tetap dinyalakan karena hanya dengan jiwa kebangsaan, jiwa persatuan,
bangsa Indonesia akan mampu menumbangkan imperialisme.

Nasionalisme yang ada pada bangsa Indonesia berbeda dengan Nasionalisme Barat. Di Barat,
Nasionalisme berkembang sebagai kekuatan yang agresif dan ekspansif serta keuntungan bagi
kepentingan ekonomi nasionalnya. Nasionalisme di Barat adalah di lahirkan oleh imperialisme. Di
Indonesia Nasionalisme adalah gerak pembebasan, suatu gerakan protes terhadap Imperialisme
dan Kolonialisme dan suatu jawaban terhadap penindasan nasionalisme chauvinis yang
bersumber dari eropa.

Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan

Demokrasi bukanlah monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat. Lebih tegas demokrasi
tampaknya merupakan keadaan asli dari pada Indonesia. Peradaban masyarakat Indonesia telah
mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi Indonesia.

Demokrasi Indonesia mengandung tiga unsur pokok:


1. Mufakat yakni kebulatan tekad
2. Demokrasi yang mengandung prinsip perwakilan
3. Prinsip musyawarah

Demokrasi akhirnya mengandung prinsip Mufakat, Perwakilan dan musyawarah antara wakil-
wakil.

Demokrasi adalah alat untuk mencapai suatu bentuk masyarakat yang dicita-citakan, yakni
masyarakat adil dan makmur. Tetapi dalam cara kerja dan pemikiran kita atau lebih tegas lagi
dalam cara keyakinan dan kepercayaan kita, kedaulatan rakyat bukan sekedar alat saja. Bukan
hanya sekedar satu alat teknis saja, tetapi suatu kesadaran, suatu kepercayaan dalam usaha
mencapai bentuk masyarakat sebagai yang kita cita-citakan.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan Sosial di rangkaikan dengan kemakmuran sosial. Karena kedua hal ini tidak dapat di
pisah-pisahkan. Hanya satu masyarakat yang makmur dapat merupakan satu masyarakat adil.

Tri sila

Soekarno dalam pidatonya didepan anggota Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai (BPUPKI), menjelaskan
apabila, ada anggota sidang yang tidak berkenan dengan Pancasila, maka Pancasila Kemudian
diperas menjadi Trisila, yakni; sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan. Akan tetapi,
sila ketuhanan tidak akan dibahas kembali dalam bagian ini.

3
Socio-Nasionalisme

Istilah “socio-nasionalisme” ini mungkin memunculkan pertanyaan; mengapa tidak nasionalisme


saja? Atau kebangsaan saja? Mengapa menggunakan istilah socio-nasionalisme? Bila dicermati,
istilah ini membuat garis pembeda yang tegas terhadap, atau kebalikan dari, prinsip nasionalisme
yang fasistik (nasional-sosialisme) yang pernah membuat tragedi besar umat manusia di
pertengahan abad 20. Menurut Dr. Adel Bshara, seorang peneliti tentang pemikiran politik
nasional dan militer, nasional-sosialisme merupakan jenis nasionalisme yang dianjurkan oleh
Heinrich von Treitschke, seorang sejarawan Jerman pada abad-19, berdasarkan pada teori “Sosial
Darwinisme”1 tentang kompetisi antar ras. Berangkat dari teori tersebut Treitschke menciptakan
mitos bahwa ras Jerman (Aria) lah yang paling unggul. Pada kemudian hari, berdasarkan mitos
persaingan dan keunggulan ras tersebut, fasisme di Jerman berkembang dan mengganas dalam
komando Adolf Hitler.
Bung Karno memang menggunakan juga istilah “kebangsaan”, namun paham kebangsaan yang
dianjurkan Bung Karno dilandasi oleh “persatuan orang dan tempat”, sebagai tambahan pada
“kehendak untuk bersatu” serta “persatuan nasib” yang dikutip dari Ernest Renan dan Otto Bauer.
Sama sekali bukan didasarkan persaingan antara ras.
Secara geografis Indonesia merupakan satu gugus kepulauan. Orang-orang yang mendiami
kepulauan tersebut saling berhubungan jauh sebelum penjajah Barat datang. Saat kita membuka
peta, kita akan melihat pulau-pulau di Indonesia mengelompok sebagai satu kesatuan antara dua
benua dan dua samudera. Orang-orang yang berada dalam geografi tersebut, terutama di kota-kota
pesisir, berhubungan melalui perdagangan sampai terbentuk bahasa “Melayu pasar” yang
kemudian menjadi bahasa persatuan: Bahasa Indonesia.
Bung Karno secara tegas menolak peruncingan nasionalisme menjadi sempit atau
chauvinis. meskipun dalam berbagai kesempatan ia membangkitkan kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, ia tetap mengingatkan kita bahwa “Indonesia hanya bagian kecil dari dunia” sehingga
bangsa Indonesia jangan sekali-kali meremehkan bangsa lain. “Kita harus hidup dalam
perdamaian dan persaudaraan dunia”, pesannya.
Namun, pada saat yang sama ia juga mencela orang-orang yang menganut paham
“kosmopolitanisme” atau yang tidak mengakui adanya kebangsaan. Orang-orang tersebut hanya
mengakui internasionalisme atau kemanusiaan saja sehingga tidak berakar di bumi yang bernama
bangsa, sebagaimana dikatakan berikut:
Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme.
nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam tamansarinya internasionalisme.
Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 danprinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada
tuan-tuan sekalian, adalahbergandengan erat satu sama lain.

Sangat masuk akal bahwa kemanusiaan bukanlah suatu perkara yang jauh dari tempat kita
hidup. Dengan kata lain, adalah omong kosong untuk memperjuangkan keadilan bagi sssumat
manusia di seluruh muka bumi sementara di lingkungan politik terdekat kita (bangsa) masih
terdapat ketidakadilan yang merendahkan kemanusiaan itu sendiri. Bagaimanapun, bangsa
merupakan akar tempat kita berasal, tumbuh, dan memperoleh kehidupan serta kesadaran sosial.
Prinsip kemanusiaan atau internasionalisme hanya akan bermakna apabila kita memulai dengan
mengubah situasi bangsa menjadi lebih baik. Dari sini, pada akhirnya, menuntut kesadaran
tentang adanya penindasan terhadap bangsa Indonesia oleh modal dari bangsa-bangsa yang lebih
1

4
maju. Kesadaran tentang “persatuan manusia dan tempat” yang terus dilemahkan secara fisik dan
mentalitas agar dapat terus dijajah.
Persatuan manusia dan tempat, dalam hubungan dengan prinsip kemanusiaan, ini
membedakan kecenderungan nasionalisme di negeri-negeri maju dengan di negeri-negeri
terjajah. Nasionalisme di negeri-negeri maju mempunyai kecenderungan agresif dan menindas
karena didasari perasaan bahwa bangsanya lebih unggul dari bangsa lain—meskipun keunggulan
itu diperoleh dari eksploitasi bangsa lain. Oleh karena itulah, para pemikir marxis dari negeri-
negeri Eropa, umumnya secara keras menolak nasionalisme di Tanah Airnya. Sedangkan
nasionalisme di negeri-negeri terjajah mempunyai kecenderungan progresif karena dilandasi
keinginan untuk mencapai kesetaraan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, yang berarti juga
keinginan untuk lepas dari penindasan bangsa lain. Oleh karena itu pula, para pemikir marxis di
negeri-negeri terjajah umumnya merupakan pejuang pebebasan nasional yang paling gigih.
Demikian kedua prinsip tersebut, kebangsaan (nasionalisme) dan kemanusiaan
(internasionalisme) diperas menjadi satu, dan oleh Sukarno dinamakan sosio-nasionalisme. Di sini
Bung Karno memperlihatkan hubungan dialektik antara kedua paham yang kerap
dipertentangkan.
Socio-demokrasi

Kita telah membahas socio-nasionalisme sebagai konsep pemikiran. Berikutnya adalah


konsep pemikiran socio-demokrasi. Gagasan socio-demokrasi berasal dari sejarah perjuangan
kaum buruh Eropa, yang menekankan arti penting perjuangan kelas tertindas untuk mencapai
keadilan sosial melalui perebutan kekuasaan politik.

Sejarah pemikiran ini berkembang melalui berbagai tahap, baik pada masa-masa moderat
maupun radikal. Sejak kapitalisme muncul menggantikan feodalisme di daratan Eropa, muncul
pula ide-ide tentang masyarakat adil-makmur atau sosialisme. Gagasan-gagasan tentang sosialisme
ini mulai menemukan landasan ilmiah sejak diluncurkan Manifesto Partai Komunis tahun 1848
yang ditulis oleh Karl Marx dan Frederich Engels. Perjuangan kelas buruh semakin menghebat.

Namun selama dekade 1850-an sampai 1860-an gerakan kelas buruh mengendur. Seiring
dengan itu gagasan tentang perjuangan kelas pun mengalami pergeseran menjadi lebih moderat.
Ferdinand Lasalle, seorang politisi Jerman dan anggota Liga Komunis, kemudian mengajukan teori
bahwa “negara harus bertindak sebagai arsitek kebijakan sosial dengan dukungan kelas pekerja”.
Sosial demokrasi hendak mendirikan negara sosialis namun dengan metode yang lebih moderat
dan konstitusional. Gagasan ini lebih moderat dibandingkan gagasan Marx bahwa negara haruslah
direbut secara paksa oleh kelas pekerja untuk menjadi alat kekuasaan demi mencapai keadilan
yang sepenuh-penuhnya.

Ketika perjuangan menentang kapitalisme kembali menggelora, maka gerakan kelas buruh
Eropa kembali dekat pada gagasan Marx yang tercantum dalam Manifesto Partai Komunis,
meskipun masih membawa nama Sosial Demokrasi. Penggunaan nama ini terus berlanjut sampai
gerakan buruh berkembang secara internasional khususnya di seluruh Eropa dan Amerika.

Ketika meletus Perang Dunia I terjadi pembelahan antara pendukung dan penentang
perang di kalangan kaum sosial demokrat (marxis) sendiri. Kaum sosial demokrat yang menentang
perang kemudian menggunakan nama “komunis”, sementara yang mendukung perang tetap
menggunakan nama “sosial demokrasi” atau sering disingkat “sosdem”. Karena interaksinya yang
sangat kuat maka gagasan socio-demokrasi tidak dapat dipisahkan teori sosial marxis.

5
Seperti sebagian besar pendiri bangsa lain, Bung Karno bukan tidak pernah mempelajari
gagasan marxisme. Sebaliknya, bila kita telusuri karya-karyanya, dapat ditemui begitu banyak
kutipan pemikiran Karl Marx atau para pengikutnya dari berbagai negeri. Bung Karno bahkan
mengakui bahwa ide Marhaenisme yang diajukannya merupakan penerapan marxisme dalam
kondisi Indonesia. Makanya sangat mengherankan, atau merupakan manipulasi yang
membodohkan, bila orang mempertentangkan Pancasila dengan Marxisme secara antagonistis,
sebagai paham yang tidak dapat dipertemukan.

Pancasila memang bukan marxisme, begitu pula sebaliknya, marxisme bukanlah Pancasila.
namun penerapan marxisme harus memperhatikan situasi-situasi khusus waktu dan tempat.
marxisme akan menjadi sia-sia bila hanya diterima sebagai ide, sementara penerima ide tersebut
memunggungi realitas. Demikian sebaliknya, penerapan Pancasila pun membutuhkan ulasan
teoritis yang salah satu mata air terbesarnya adalah marxisme.

Bung Karno menyatakan bahwa socio-demokrasi merupakan penggabungan atau perasan


dari dua sila; yaitu mufakat atau demokrasi atau kedaulatan rakyat, dan kesejahteraan sosial atau
keadilan sosial. Beberapa kalangan mengartikan prinsip musyawarah-mufakat ini sebagai suatu
kompromi atau peniadaan kontradiksi dalam masyarakat. Sebaliknya dari itu, justru dalam prinsip
ini Bung Karno telah menekankan arti penting perjuangan gagasan dan praktek sesuai dengan
keyakinan ideologi masing-masing.

Musyawarah, atau diskusi, atau rembug dalam tradisi Jawa, dibutuhkan karena masyarakat
masih hidup dalam kontradiksi. Kontradiksi dalam suatu bangsa atau masyarakat dalam habitat
yang sama sebisa mungkin diselesaikan melalui musyawarah tersebut. Diskusi yang paling keras
sekalipun akan berguna untuk memajukan pilihan yang terbaik tampil ke depan. Hal ini
diungkapkan Bung Karno sebagai berikut:

Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam badan perwakilan
tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan faham di
dalamnya.

Situasi “perjuangan faham” di dalam badan perwakilan ini tiada ditemui dalam situasi
sekarang. Perdebatan di dalam badan-badan perwakilan lebih banyak berisi hal-hal elementer
atau sekadar permainan kata-kata. Sementara hal yang diperjuangkan pun bukanlah perbaikan
kondisi bangsa, melainkan sekadar kepentingan individu dan kelompok masing-masing. Mungkin
penilaian ini dianggap terlalu merendahkan kualitas badan perwakilan sekarang (DPR/MPR),
namun siapapun yang membuka mata hati dan pikiran, dan mau berkata jujur tentang apa yang
dilihatnya, akan mengakui keadaan tersebut. Sejak orde baru berkuasa lebih dari empat dekade
lalu perjuangan gagasan dalam kehidupan politik memang telah ditumpas habis dan tidak
diijinkan untuk tumbuh. dampaknya bisa kita rasakan hari ini, bahwa pemahaman terhadap
gagasan politik menjadi begitu dangkal sehingga melemahkan kekuatan rakyat.

Sementara dalam prinsip “kesejahteraan sosial” atau “keadilan sosial” menekankan


tujuannya yaitu: “tidak akan ada kemiskinan di bumi Indonesia Merdeka”. Bagaimana
meniadakan kemiskinan tersebut? Hal ini diulas oleh Bung Karno dalam hubungan dengan sistem
politik yang terbangun, atau dengan prinsip demokrasi yang disebutkan sebelumnya. Dengan
mengambil contoh dari tata pemerintahan di negeri-negeri Barat, Bung Karno menyimpulkan

6
bahwa “demokrasi politik” saja tidak cukup. Dalam demokrasi versi Barat ini, kaum buruh bisa
mempunyai perwakilan di parlamen yang bisa menjatuhkan menteri, atau merombak kabinet.
Namun saat berada di tempat kerjanya ia (buruh) dapat dilempar oleh pemilik perusahaan
menjadi seorang pengangguran tanpa bisa berbuat apa-apa.

Oleh karena itu, dari gambaran model demokrasi yang dipilih, tampak hubungan yang
erat antara sila “musyawarah-mufakat” dengan “keadilan sosial”. Kedua sila ini yang antara lain
dijelaskan sebagai berikut:

Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economichedemocratie,


yaitu politieke democratie dengansociale rechtvaardigheid,demokrasi dengan kesejahteraan, saya
peraskan pula menjadi satu. Inilah yangdulu saya namakansocio-democratie.

Dalam konsep socio-demokrasi yang dianut Bung Karno, kedaulatan rakyat mendapat
tempat tertinggi di lapangan politik dan ekonomi sekaligus. Kedaulatan politik tidak dimaknai
secara formal sebagaimana hak-hak sipil politik yang saat ini telah diadopsi dari konvenan PBB ke
dalam peraturan perundang-undangan. Lebih dari itu ditekankan pentingnya keadilan dalam
bidang sosial ekonomi yang kemudian tercermin dalam konstitusi hasil proklamasi kemerdekaan.

Eka sila: Azas Gotong-Royong

Gotong-Royong pada dasarnya adalah suatu azas dari tata kehidupan dan penghidupan
Indonesia asli. Akan tetapi Gotong-Royong bukan sekedar satu sifat indonesia Identity! Gotong-
Royong adalah juga satu keharusan dalam perjuangan melawan imperialisme.

Gotong-Royong tersimpul kesadaran bekerja baik bekerja jasmani maupun rohani dalam
usaha untuk karya bersama, yang terkandung di dalamnya kesadaran dan sikap-jiwa untuk
menepatkan kerja sebagai kelengkapan hidup.

Gotong-Royong adalah suatu gerak dinamik, suatu tenaga gerak yang terjadi karena
kepentingan individu tidak ditinggalkan dalam menuju kepentingan bersama. Gotong royong
bukanlah suatu paksaan, seperti yang disangkakan banyak orang. Dalam masyarakat gotong-
royong tidak ada pertikaian antar individu yang menghambat kemajuan kepentingan bersama.
Maka dari itu, kalau jiwa gotong-royong terus kita pupuk dan kita isi dengan pengetahuan dan
teknik modern, alangkah besar gunanya bagi kemajuan negara dan bangsa kita.

B. Pancasila Sebagai Landasan Negara

Pada waktu pancasila untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Ir. Soekarno, maksudnya
ialah untuk menjadikannya sebagai dasar negara. kalau kita boleh mengambil perumpamaan maka
Pancasila adalah adalah dasar atau landasan tempat gedung Republik Indonesia itu didirikan.

Pancasila adalah filsafat, dasar pandangan hidup negara kita. Pandangan hidup ini bukan saja
tujuan, tetapi juga jalan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Pancasila adalah tujuan
kemana tenaga, pikiran, rasa, dan jiwa harus dikerahkan. Pancasila adalah tempat dimana seluruh
kesetian harus diletakkan. Jadi Pancasila sebagai pandangan hidup, menyangkut segala perbuatan
kita. Bangsa kita membutuhkan satu dasar yang memberi arah bagi peri-kehidupan Negara. Arah
yang dapat mempersatukan semua elemen bangsa dan kearah mana bangsa ini akan berjalan.

7
Bangsa Indonesia membutuhkan suatu dasar yang dapat mempersatukan. Suatu persatuan
bukan saja hanya untuk menumbangkan Imperialisme, tetapi juga untuk mempertahankan Negara
yang telah kita proklamirkan dan yang hendak di tumbangkan kembali oleh imperialism itu.

Kita tidak dapat mengadakan aksi melawan Imperialisme, tampa mengenali keadaan-keadaan di
Indonesia. Imperialisme adalah suatu paham (stelsel kapitalisme) yang harus di lawan dengan
suatu paham atau suatu keyakinan yang berkesesuain dengan keadaan Indonesia baik secara
historikal maupun berkesesuaian dengan keadaan masa kini. Oleh karena itu, Dalam gerak
perjuangan kita melawan Imperialisme, harus disadari bahwa tidak ada bangsa yang mempunyai
cara berjuang yang sama, perjuangan setiap bangsa mempunyai karakteristik sendiri. Oleh
karenanya, setiap bangsa mempunyai kepribadian sendiri. Sehingga dalam perjuangan melawan
Imperialisme, bangsa Indonesia harus mengunakan pendekatan keindonesian dalam merumuskan
stratak perjuangannya.

C. Pancasila Membuktikan Dapat Mempersatukan Bangsa Indonesia

Sejarah pengalaman perjuangan bangsa Indonesia telah melalui berbagai pengalaman


perjuangan dan pelajaran-pelajaran perjuangan. Dalam masa perjuangan bangsa yang masih
terpecah-pecah serta belum mampu menyatukan kekuatan seluruh rakyat, dimana, perjuangan
melawan Imperialisme hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia maka bangsa kita
mengalami kegagalan-kegagalan perjuangan. Tetapi akhirnya perjuangan bangsa Indonesia itu
berhasil. Apa sebab? Tidak lain ialah karena mampu mempersatukan rakyat dari Sabang sampai
Merauke.

Indonesia adalah bangsa Egaliter, terdiri dari berbagai aliran kepercayaan dan golongan, adat
istiadat, beragam bahasa daerah, terdiri dari ribuan pulau yang di huni oleh berbagai macam suku.
Mempersatukan seluruh bangsa Indonesia akan sangat sulit jika tidak di atas satu pijakan yang
merupakan fundamen dan dapat di terima oleh seluruh lapisan masyarakat. Pijakan itu adalah
Pancasila.

Bangsa Indonesia harus mempunyai keyakinan, mempunyai kesadaran, mempunyai


kepercayaan. Dan kepercayaan bangsa Indonesia harus lebih besar dari bangsa sendiri, lebih luas
dari bangsa Indonesia sendiri. Keyakinan, kesadaran dan kepercayaan itu, berupa Pancasila.
Pancasila mengutamakan daripada rasa kebangsaan, keinginan menjadi bangsa yang kuat,
mengadakan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

D. Perjalanan Pancasila

Pancasila adalah identitas masyarakat Indonesia, adalah corak kehidupan masyarakat


Indonesia, Di gali kembali dari dalam bumi Indonesia dalam bentuk lima mutiara bangsa
Indonesia yang terkubur lama dalam masa kolonialisasi dan dipersembahkan kembali oleh Bung
Karno dalam pidato 1 Juni 1945 di depan anggota BPUPKI dan di terima sebagai dasar Negara
indonesia. Dalam bentuk naskah resmi pertama kali di muat dalam dokumen Piagam Jakarta.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pancasila di cantumkan kembali dalam


UUD 1945 hasil proklamasi. Kemudian dibawah konstitusi Republik Indonesia Serikat dari
tanggal 27 Desember 1949 s/d 15 Agustus 1950, Pancasila kembali di cantumkan dalam

8
mukddimah konstitusi tersebut. Pancasila tetap di cantumkan kembali sebagai dasar negara di
bawah UUD Sementara RI (15 Agustus 1950) sampai dengan di keluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Pembubaran konstituante berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, karena di anggap
gagal menyusun suatu UUD yang baru, maka di berlakukanlah kembali UUD 1945. Dan pancasila
tetap di jadikan sebagai dasar Negara.

Pancasila dijaman Orde Baru, adalah fase awal penghianatan terhadap nilai-nilai Pancasila,
Oleh Orba, Pancasila di saktikan/disakralkan bahkan di gunaklan sebagai alat untuk
memberangus kelompok-kelompok yang anti atau berbeda haluan politik terhadap pemerintahan
Orde Baru.

Pancasila diera reformasi dihadapkan pada paham Neoliberalisme yang semakin massif di
laksanakan oleh rezim pemerintahan, sehingga nilai-nilai pancasila menjadi absen dalam
kehidupan masyarakat.

Hambatan dalam pengamalan Pancasila.

Pelaksanaan atau realisasi Pancasila dalam masyarakat sebagai dasar kesadaran pembangunan
bangsa terus tekikis dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh beberapa hal;

1. Terjadinya krisis idiologi pada pejabat-pejabat pemerintahan berimplikasi pada watak


kebijakan pemerintah yang sangat jauh dari kesejahtraan rakyat dan merupakan sebuah krisis
idiologi yang semakin menjauhkan apparatus pemerintahan dari nilai-nilai kehidupan
Pancasila.

2. Kampanye dan propaganda Neoliberalisme yang semakin luas, menyebarkan paham


konsumerisme, individualisme, hedonisme dll, akan sangat berkonstribusi terhadap
pengikisan kesadaran masyarakat pada nilai-nilai Pancasila.

3. Masih adanya anasir-anasir sisa-sisa Orba menjadikan pancasila sebagai doktrin kaku. Dengan
upaya menghilangkan unsur-unsur progresif dalam tubuh Pancasila.

Oleh karena itu, menjadi tugas gerakan kedepan untuk mempropogandakan secara meluas dan
utuh, pentingnya kembali melaksanakan nilai-nilai pancasila sebagai bangun dasar kesadaran
secara konsisten, dalam membangun Indonesia pada pemenuhan cita-cita bangsa, yakni
menciptakan suatu bentuk masyarakat Indonesia yang berkehidupan adil dan makmur.

Sosialisme Indonesia Sebagai Cita-Cita Pancasila

Sosialisme Indonesia adalah suatu ajaran dan gerakan tentang tata masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan merupakan tuntutan Amanat Penderitaan Rakyat. Sosialisme
Indonesia berdasarkan Pancasila sebagai perwujudan Sosialisme Indonesia bersendi pokok pada
keadilan, kerakyatan dan kesejahtaraan. Unsur-unsur keadilan, karakyatan dan kesejahtraan
terkandung dalam azas kekeluargaan dan Gotong-Royong yang merupakan ciri-ciri pokok dari
kepribadian Indonesia seperti di rumuskan dalam Pancasila. sehingga, sosialisme ala’ Indonesia
adalah perpaduan antara unsur sosialisme yakni, kesejahtraan dan keadilan dipadukan dengan
kepribadian bangsa indonesia yaitu, gotong royong

9
Dasar dan tujuan Revolusi Indonesia untuk mewujudkan sosialisme Indonesia adalah
keadilan sosial, kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa dan lain-lain perwujudan derajat dan
mutu kemanusiaan. Yakin akan kebenaaran, bahwa keadilan sosial dan kemerdekaan adalah
tuntutan budi nurani yang universal.

10

Anda mungkin juga menyukai