Anda di halaman 1dari 16

ABSTRAKSI Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris

"nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi, demikian pendapat James G.Kellas (1998: 4). Sebagai suatu ideologi, nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seorang nasionalis didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa.

Bab I Pendahuluan
Latar Belakang

Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban atas kolonialisme. Pengalaman penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas sebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka. Semangat tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak hanya dalam batas waktu tertentu,tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang. Pada masa sekarang ini satu hal yang perlu dibenahi oleh bangsa Indonesia adalah mentalitas warga masyarakatnya. Sikap mental yang kuat dan konsisten serta mampu mengeksplorasi diri adalah salah satu bentuk konkrit yang dibutuhkan bangsa Indonesia pada saat ini. Saat ini memang bangsa Indonesia sedang mengalami massa-masa keterpurukannya dalam dunia intetrnasional. Krisis multidimensi yang di barengi dengankrisis ekonomi yang

berkepanjanganlah yang menyebabkan kegoncangan dan keterpurukan mental Indonesia Maksud dan Tujuan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan oleh Ibu Ida Royahani selaku guru pembimbing mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan kelas X-2 SMA NEGERI 3 BANDUNG tahun ajaran 2011-2012.

Metode Penulisan Makalah

Makalah ini disusun dengan mengumpulkan materi dari internet, buku ensiklopedi, dan berbagai media lainnya. Makalah ini disusun dengan meruntutkan permasalahan, merumuskan pemecahan, menganalisa hasil sementara, dan menuliskan hasil akhir. Sistematika Penulisan Makalah 1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi 3. BAB I Pendahuluan i. Latar Belakang ii. Maksud dan Tujuan iii. Metode Penulisan Makalah iv. Sistematika Penulisan Makalah 4. BAB II Nasionalisme 2.1 Pengertian Nasionalisme 5. BAB III Nasionalisme Indonesia 3.1 Nasionalisme Indonesia Era Reformasi kaitanya dengan Globalisasi 3.2 Kasus-kasus yang berkaitan dengan Nasionalisme Indonesia 6. Kesimpulan

7. Daftar Pustaka 8. Catatan-catatan

Bab II Nasionalisme

II.I Pengertian Nasionalisme Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat,atau gabungan kedua teori itu. Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorongmereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan

suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.

Bab III Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi, demikian pendapat James G.Kellas (1998: 4). Sebagai suatu ideologi, nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkahlaku seorang nasionalis didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa. Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban atas kolonialisme. Kebijakan pendidikan nasional di awal abad XX telah menciptakan inti dari elite baru Indonesia yang terdiri dari para dokter, guru, dan pegawai sipil pemerintah. Bersamaan dengan itu, kebencian yang laten terhadap dominasi kolonial timbul di atas ambang kesadaran nasional. Berdirinya Boedi Oetomo (1908) menjadi tanda kebangkitan nasionalisme Indonesia yang kemudian diikuti organisasi-organisasi nasional lainnya. Jiwa nasionalisme kaum elite dari hari ke hari semakin meluas dan menguat di hati rakyat. Tekanan ekonomi yang teramat berat selama pendudukan Jepang

memperkuat semangat nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Pada kurun waktu 1945-1950, jiwa nasionalisme diperteguh oleh semangat

mempertahankan kemerdekaan, serta persatuan dan kesatuan Indonesia yang dirongrong oleh perlawanan kedaerahan dari negara-negara boneka bentukan Belanda. Kini nasionalisme menghadapi tantangan besar dari pusaran peradaban baru bernama globalisasi. Nasionalisme sebagai basic drive serta elan vital dari sebuah bangsa bernama Indonesia sedang diuji fleksibilitasnya, dalam arti kemampuan untuk berubah sehingga selalu akurat dalam menjawab tantangan zaman. Fleksibilitas tidaklah mengurangi jiwa nasionalisme, justru sebaliknya,

fleksibilitas menunjukkan begitu dalamnya nasionalisme mengakar sehingga dalam waktu bersamaan dia tetap hidup dan terus-menerus bermetamorfosis. Di tengah pusaran globalisasi, nasionalisme Indonesia bukan lagi memanggul senjata atau bambu runcing dengan semangat "merdeka atau mati". Nasionalisme Indonesia bukanlah patriotisme gaya Hitler atau Mussolini, juga melampaui semboyan termashur dari Perdana Menteri Britania Raya, Disraeli, "benar atau salah, negeriku selalu benar". Nasionalisme demikian oleh Mangunwijaya dimaknai sebagai nasionalisme pasca-Indonesia. Arah nasionalisme pasca-Indonesia, menurut Mangunwijaya, akan

berkembang dengan mengambil sumber dari semangat dasar nasionalisme generasi 1928; suatu nasionalisme yang berpedoman "right or wrong is right or wrong" bukan "right or wrongis my country". Hakikat nasionalisme Generasi 1928 merupakan perjuangan dan pembelaan terbelenggu penjajahan, tertindas, kawanan manusia yang

miskin

kemerdekaan dan hak

menentukan diri sendiri. Nasionalisme pasca-Indonesia seperti juga nasionalisme 1928 diarahkan untuk memperjuangkan hidup manusia yang termarginalisasi, teralienasi serta tak berdaya menghadapi penguasa ekonomi, politik, budaya yang lalim dan sewenang-wenang.

Bedanya, nasionalisme generasi 1928 ditujukan ke arah lawan asing dari luar,sedangkan bagi nasionalisme pasca-Indonesia yang hidup dalam pusaran globalisasi,batas-batas geopolitis semakin kabur. Perjuangan kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan dari nasionalisme pasca-Indonesia tidak hanya diarahkan ke pihak-pihak asing tetapi juga ke dalam negeri sendiri, bahkan diri sendiri. Nasionalisme pasca-Indonesia merupakan perjuangan untuk meniadakan segala bentuk eksploitasi manusia (juga lingkungan hidup beserta semua penghuninya) oleh siapa pun, dari manapun dandalam bentuk apa pun. Nasionalisme pasca-Indonesia tidak menghabiskan "hidupnya" untuk memaksakan memilih salah satu pro atau kontra globalisasi. Bagi nasionalisme pasca-Indonesia, globalisasi merupakan proses sejarah yang tak terelakan (unevitable). Kita tidak mungkin lari apalagi menolak serta menghentikan proses globalisasi. Nasionalisme pasca-Indonesia lebih concern dengan persoalan yang lebih mendasar, yaitu bagaimana "mengawal" globalisasi supaya semakin manusiawi.

III.I Nasionalisme Indonesia Era Reformasi kaitanya dengan Globalisasi

Pada masa sekarang ini satu hal yang perlu dibenahi oleh bangsa Indonesia adalah mentalitas warga masyarakatnya. Sikap mental yang kuat dan konsisten serta mampumengeksplorasi diri adalah salah satu bentuk konkrit yang dibutuhkan bangsa Indonesiapada saat ini. Saat ini memang bangsa Indonesia sedang mengalami massa-masaketerpurukanya dalam dunia intetrnasional. Krisis multidimensi yang di barengi dengankrisis ekonomi yang berkepanjanganlah yang menyebabkan kegoncangan dan keterpurukan mental Indonesia. Bangsa Indonesia yang pada masa dahulu terkenal dengan kebudayaan yang begitu eksklusif dan memukau serta penduduk yang ramah-tamah di dukung juga oleh kondisi geografis yang sangat strategis dan dikaruniai tanah

yang subur, sekarang justru berubah 180 derajat. Hal ini tidak lepas dari mentalitas warga pendukung yang sangat lemah. Tak ada lagi terlukiskan semangat-semangat nasionalisme dalam diri Indonesia. Mereka seakan lupa akan perjuangan para pahlawan-pahlawan bangsa yang telah mengorbankan tidak hanya harta bendanya tetapi mereka juga mengorbankan nyawa dan keluarga mereka. Sungguh besar jasa mereka, sungguh tinggi jiwa nasionalisme mereka, dan sungguh jauh jika dibandingkan dengan bangsa Indonesia pada masa sekarang ini. Tidak ada lagi jiwa nasionalis yang dapat ditunjukan kita, kita seakan malah menganggap remeh mereka para pejuang yang telah berjasa kepada kita. Hal ini dapatkita buktikan bahwa pemerintah terkesan kurang memperhatikan nasib para veteran. Kita seakan tenggelam, dalam gemerlapnya harta. Globalisasi dan kapitalisme mengubah mentalitas kita menjadi sangat jauh dengan mental nasional kita. Banyak diantara kita yang rela menjual tanah airnya, hanya karena sedikit kemewahan dari negeri orang. Mereka justru membangga-banggakan negeri orang lain dibanding negerinya sendiri. Sebagai contoh yang dapat menunjukan hal seperti ini adalah penduduk Indonesia pada saat ini justru lebih senang menggunakan produk luar dari pada memakai produk buatan sendiri. Memang produk luar secara kualitas lebih menjamin, bangsa Indonesia belum mampu bersaing untuk menciptakan suatu teknologi yang canggih untuk menciptakan produk yang berkualitas. Tapi sikap masyarakat yang lebih mencintai produk luar sangatlah tidak dibenarkan. Mereka tidak memikirkan dampak negatifnya. Dampak negatifnya antara lain adalah bangsa Indonesia justru akan lebih tertinggal dengan negara lain, sebab warga negaranya yang diharapkan dapat mendukung perkembangan tekhnologi di Indonesia malah justru meninggalkanya dan lari kepada negara lain yang lebih maju. Dalam hal ini bangsa Indonesia terkesan egois, dan secara kasar warganya dapat dikatakan sebagai pengkhianat bangsa.

III.II Kasus-kasus yang berkaitan dengan Nasionalisme Indonesia Kasus Sipadan dan Ligitan Sipadan ligitan merupakan salah satu pulau Indonesia yang masuk dalam zona rawan intervensi. Walaupun pulau ini bukanlah pulau yang luas, sipadan ligitan, kerap kali menimbulkan intervensi dan pengklaiman sepihak terhadap kepemilikan pulau tersebut. Hal ini dikarenakan masih sangat lemahnya sistem hukum, dan pertahanan dan keamanan negara. Pada dekade 2000 lalu, sipadan dan ligitan kembali mengundang polemik terhadap negara lain. Kali ini adalah negeri jiran malaysia yang mengklaim, atas kepemilikan dua pulau tersebut. Mereka mengeluarkan sebuah pernyataan yang sangat menyakitkan bangsa Indonesia. Kepemilikan Indonesia atas sipadan ligitan tidak diakui malahan mereka mengakui bahwa merekalah yang berhak atas kepemilikan sipadan dan ligitan. Hal ini mengundang reaksi keras dari pihak Indonesia maupun pihak luar. Berbagai bentuk protes dan upaya telah di lancarkan sebagai upaya Indonesia mempertahankan hak dan kedaulatanya. Namun upaya-upaya tersebut harus terhenti ketika PBB menyatakan kepemilikan sipadan dan ligitan sebagai bagian dari wilayah Malaysia. Kasus Pulau Ambalat

Tak beda juga dengan ambalat, sebuah pulau yang masuk dalam zona kritis intervensi.Kali ini juga Indonesia dan Malaysia kini menghadapi persoalan wilayah Ambalat akibatpemberian konsesi untuk ekplorasi minyak oleh perusahaan minyak Malaysia (Petronas) pada 16 Februari 2005 kepada perusahaan Shell asal Inggris/Belanda di Laut Sulawesiyang berada di sebelah timur Pulau Kalimantan. Indonesia menyebut wilayah yang diklaim Malaysia itu blok Ambalat dan blok East Ambalat. Di blok Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi kepada ENI (Italia) pada tahun 1999 dan sekarang dalam tahap eksplorasi. Sedangkan blok East Ambalat diberikan kepada Unocal (AS) pada tahun2004. Untuk blok East Ambalat, kontrak baru ditandangani 13 Desember 2004. Namun kontrak ini menjadi bermasalah ketika Malaysia mengklaim masalah tersebut sebagai wilayahnyadan menolak klaim Indonesia. Malaysia

mengklaim Ambalat wilayahnya dengan pertimbangan berada dalam teritorial Malaysia sebagai implikasi lepasnya Sipadan-Ligitan yang tentu berdampak kepada luas batas perairannya. Parahnya, kedua negarabelum menuntaskan garis batas teritorial laut. Perdana menteri Abdullah Ahmad Badawi dengan tegas mengklaim wilayah EastAmbalat adalah wilayahnya, sebaliknya dan patut diherankan adalah pernyataan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono yang tidak menganggap sikap Malaysia tersebut sebagai ancaman. Pernyataan tersebut tentu mempunyai banyak interpretasi. Sebagai salah satu bentuk sikap politik yang bersahabat dan etis mungkin hal itu dapat dibenarkan, namun dalam kondisi keterpurukan Indonesia seperti sekarang, ketegasan sangat diperlukan untuk mengatakan sikap Malaysia tersebut dapat menjadi ancaman bagi Indonesia. Belajar dari pengalaman Sipadan-Ligitan, sikap Indonesia yang kurang tegas dan tanggap menghasilkan lepasnya kedua pulau tersebut dari pangkuan Indonesia. Tentu Indonesia tidak rela Ambalat jatuh ke tangan Malaysia, karena bukan tidak mungkin akan menyusul penguasaan

10

wilayah Indonesia oleh negara tetangga terhadappulau-pulau kecil dan wilayah perairannya yang diperkirakan mencapai 92 buah pulau kecil perbatasan. Jika Ambalat lepas dari Indonesia, hal itu semakin membuktikan kedaulatan negara terancam dan harga diri serta martabat bangsa rendah di mata dunia. Kegagalan Pemerintah Kasus Ambalat muncul seiring dengan lepasnya Sipadan-Ligitan lewat Mahkamah Internasional tahun 2002. Kasus ini sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam memberikan perhatian yang serius terhadap pulau-pulau kecil perbatasan dan wilayah perairan di dalamnya. Berdasarkan daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia telah diundangkan pada peraturan Nomor 38 tahun 2002 terdapat183 titik dasar (TD) dan lebih dari 50 persen TD berada di pulau-pulau kecil atauberjumlah sekitar 92 pulau kecil. Dari 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) terdapat sekitar 88 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Berdasarkan data DKP, 21 pulau berbatasan dengan Malaysia, 25 dengan Australia, 12 dengan Filipina, 11dengan India, 7 dengan Palau, 5 dengan Timor Leste, 4 dengan Singapura, 2 denganVietnam dan 1 dengan Papua New Guinue. Sebanyak 50 persen berpenduduk dengan luas wilayah 0,02-200 km2, sisanya belum berpenduduk. Pulau-pulau tersebut mempunyai nilai strategis bagi eksistensi dan kedaulatan bangsaIndonesia sekaligus juga merupakan sumber baru pertumbuhan

ekonomi bangsa.Terdapat tiga fungsi penting PPKT tersebut. Pertama, sebagai fungsi pertahanan dankeamanan. PPKT memiliki peran penting keluar masuknya orang dan barang. Praktik-praktik penyelundupan senjata, barang-barang illegal, obat-obatan terlarang, pemasukanuang dolar palsu, perdagangan wanita, pembajakan, pencurian hasil laut dan menjadi lalu lintas kapal-kapal asing. Contoh Pulau Miangas dan Palmas, yang sampai kini masih dipersoalkan Filipina.Kedua, sebagai fungsi ekonomi. Sangat jelas PPKT ini memiliki peluang dikembangkan sebagai wilayah potensial industri berbasiskan sumber daya seperti industri perikanan, pariwisata bahari, industri olahan dan industri-industri lainnya.

11

Ketiga, sebagai fungsi ekologi. Ekosistem pesisir dan laut PPKT dapat berfungsi sebagaipengatur iklim global, siklus hirologi dan biokimia, sumber energi alternatif, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang lainnya. Kasus Ambalat membuktikan batas wilayah Indonesia-Malaysia belum diatur. Juga batas wilayah dengan negara lainpun belum diatur oleh Indonesia dan negara bersangkutan. Penataan batas wilayah penting segera dilakukan karena menyangkut wilayah pengelolaan sumber daya laut sekaligus

mempertahankan wilayah NKRI. Dari rezim hukum laut yang ada, terdapat beberapa rezim yang belum diatur antara lainpertama, zona tambahan (contingues zone). Zona ini merupakan zona pelindung atau seabelt. Indonesia memiliki kewenangan dalam kegiatan imigrasi, kemaritiman dan beacukai. Wilayah ini diukur 24 mil dari garis pantai terluar atau 12 mil dari sisi terluar laut teritorial. Sampai saat ini Indonesia belum mengundangkan zona tambahan. Kedua, wilayah laut lepas. Wilayah perairan ini berada di luar Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Penataan zona ini akan berdampak kepada pemberian izin bagi nelayan negara lain untuk beroperasi di perairan Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum pernah melapor dan memberitahu batas wilayah laut lepas ini. Ketiga, wilayah landas kontinen (continental shelf). Wilayah ini merupakan dasar laut yang ada di sisi luar garis pangkal atau mengarah ke luar garis pangkal kepulauan. Di wilayah ini Indonesia dapat melakukan penelitian, ekplorasi ikan dan aktivitas lainnya.Sampai saat ini Indonesia belum melakukan pengakuan di mana batas landas kontinentalnya. Kasus Ambalat tentu harus diselesaikan secara damai. Pengerahan angkatan perang AL telah menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menjaga wilayahnya. Setidaknya terdapat beberapa langkah lain yang dipandang perlu dilakukan. Pertama, diplomasi langsung antar pemerintah, kalau perlu antar kepala negara tanpa harus merasa rendah diri. Hal ini penting segera dilakukan karena peluang Malaysia mendapatkan Ambalat terbuka lebar, belajar dari

12

skema penyelesaian Sipadan-Ligitan. Diplomasi

dilakukan

dengan

tetap

menggunakan landasan internasional. Langkah pertama ini harus dengan tegas dan kalau perlu Indonesia harus ngotot mempertahankannya. Kedua, pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Perbatasan. Tugas ini menjadi kewajiban Departemen Kelautan dan Perikanan. Sampai saat ini pemberdayaan PPKT belum optimal dan masih banyak yang berupa profil pulau-pulau kecil. Ketiga, pengawasan dan pengamanan kawasan laut terpadu. Pengerahan satuan keamanan laut harus dilakukan secara terpadu dengan sistem yang terkoordinir secara terpusat. Dengan keterbatasan kapal pengaman diperlukan strategi yang efektif. Penempatan kapal-kapal TNI AL di laut perbatasan dan koordinasi antar pihak dapat menjadi solusi untuk efektifitas pengamanan laut Indonesia.

13

Bab IV Kesimpulan

Nasionalisme adalah paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme merupakan rasa cinta terhadap tanah air dan gambaran semangat juang bangsa dalam mempertahankan hak-hak bangsanya sebagai bangsa yang berdaulat. Bentuk-bentuk dari gambaran jiwa nasionalis yang dapat digambarkan pada era yang sekarang ini diantaranya dengan keteladanan, keuletan dan semangat juang yang tinggi, yang diperlihatkan dalam proses belajar mengajar oleh guru dan siswa yang mana mereka berjuang untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Juga diwujudkan dalam bentuk kebudayaan dan seni yang mana mereka selalu berusaha dan berjuang untuk mempertahankan melestarikan dan

membudayakan kebudayaan daerah mereka.

14

Gambaran tersebut terlihat dari kasus-kasus yang melibatkan Indonesia dengan negara tetangga, dimana Indonesia dengan segala komponen yang ada didalamnya berjuang mempertahankan hak-haknya yang akan dirampas negara lain. Tentunya bagi kita generasi penerus dapat mengambil pelajaran dari kasus-kasus tersebut demi menegakkan kebenaran dan keadilan.

Daftar Pustaka

o Buku Pendidikan Kewarganegaraan

http://yudhim.blogspot.com/2008/01/nasionalisme.html

o id.wikipedia.org o www.gooogle.com//nasionalisme

15

Catatan-catatan

16

Anda mungkin juga menyukai