Anda di halaman 1dari 25

lOMoARcPSD|29558015

KATA PENGANTAR

Puja Dan Puji Syukur Atas Kehadirat Allah SWT. Berkat Inayah Serta
Petunjuk-Nya Kami Bisa Menyelesaikan Makalah Ini Secara Baik Dan Teratur.
Adapun Judul Makalah Ini Adalah Produk Penyaluran Dana Melalui Akad
Murabahah, Salam Dan Istishna. Kami Menyelesaikan Makalah Ini Untuk
Memenuhi Tugas Yang Diberikan Oleh Dosen Pembimbing Dalam Mata Kuliah
Produk Jasa Perbankan Syariah.

Meskipun Pembuatan Makalah Ini Telah Selesai, Namun Kami


Menyadari Bahwa Makalah Ini Masih Banyak Kekurangan Dan Masih Jauh Dari
Kesempurnaan. Oleh Karena Itu Kami Masih Mengharapkan Bimbingan Dari
Dosen Pembimbing, Serta Kritik Dan Saran Dari Teman – Teman Sekalian.

Mojokerto, 06 September 2023

Penyusun

i
lOMoARcPSD|29558015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1

C. Tujuan...............................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................................3

A. MURABAHAH...............................................................................................................................3

a. Pengertian jual beli murabahah....................................................................................................3

b. Landasan Hukum.........................................................................................................................4

c. Rukun dan Syarat Jual Beli Murabahah......................................................................................5

d. Teknis Penerapan Murabahah di Perbankan Syari’ah.................................................................6

e. Penerapan Murabahah.................................................................................................................8

B. SALAM.........................................................................................................................................10

a. Pengertian jual beli salam...........................................................................................................10

b. Rukun dan Syarat Salam...........................................................................................................10

c. Landasan Hukum jual beli salam..............................................................................................11

d. Penerapan Salam.......................................................................................................................12

C. ISTISHNA’...................................................................................................................................13

a. Pengertian istishna’....................................................................................................................13

b. Syarat dan rukun istishna’.........................................................................................................14

c. Landasan hukum istishna’.........................................................................................................15

d. Penerapan Isthisna’...................................................................................................................16

BAB III PENUTUP...............................................................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................................................19

B. Saran...........................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................20

i
lOMoARcPSD|29558015

ii
lOMoARcPSD|29558015

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jual Beli Dalam Kehidupan Sehari-Hari Merupakan Fenomena Yang Menjadi
Kebiasaan Masyarakat. Terutama Masyarakat Indonesia Yang Banyak Berprofesi
Sebagai Pedagang. Jual Beli Diatur Juga Dalam Syariah Islam. Akan Tetapi
Pengetahuan Masyarakat Tentang Jual Beli Berdasarkan Syariah Islam Masih
Kurang, Oleh Karena Itu Banyak Masyarakat Yang Melakukan Jual Beli
Menyimpang Dari Syariat Islam.
Jual Beli Terdiri Dari Dua Macam, Yaitu Jual Beli Tunai Dan Jual Beli Secara
Tangguh. Jual Beli Secara Tangguh Pun Terbagi Lagi Menjadi Tiga, Yaitu Jual
Beli Murabahahh, Salam Dan Istishna’. Jual Beli Salam Dan Istishna’ Sebenarnya
Jual Beli Yang Serupa, Hanya Saja Perbedaannya Terletak Dari Keberadaan
Barang Yang Dijadikan Sebagai Objek Akad Dan Cara Pembayaran Yang Sedikit
Berbeda.
Pada Makalah Ini Akan Di Bahas Ketiga Akad Diatas Tersebut, Sehinnga
Para Pembaca Khususnya Penulis Dapat Lebih Memahami Akad Jual Beli
Murabahahh, Salam Dan Istishna Mengingat Akad Salam Maupun Istishna Juga
Sedang Berkembang Saat Ini Dengan Dikenalnya Jual Beli Online.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Murabahahh, Salam Dan Istishna?

2. Apa Landasan Hukumnya Serta Rukun Dan Syarat Akad-Akad Tersebut?

3. Bagaimana Penerapan Akad Murabahahh, Salam, Dan Istishna Dalam


Perbankan Syari’ah?

4. Apa Perbedaan Murabahah, Salam, Dan Istihsna?

1
lOMoARcPSD|29558015

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Murabahahh, Salam Dan Istishna.

2. Memahami Landasan Hukumnya Serta Rukun Dan Syarat Akad-Akad


Tersebut.
3. Memahami Penerapan Akad Murabahahh, Salam, Dan Istishna Dalam
Perbankan Syari’ah.

4. Memahami Perbedaan Murabahah, Salam, Dan Istihsna.

2
lOMoARcPSD|29558015

5.
BAB II PEMBAHASAN

A. MURABAHAH

a. Pengertian Jual Beli Murabahah


Kata Al-Murabahah Diambil Dari Bahasa Arab Dari Kata Ar-Ribhu ( ‫)الِرْ ْبح‬
Yang Berarti Kelebihan Dan Tambahan (Keuntungan), Atau Murabahahh Juga
Berarti Alirbaah Karena Salah Satu Dari Dua Orang Yang Bertransaksi
Memberikan Keuntungan Kepada Yang Lainnya. Karena Dalam Definisinya Di
Sebut Adanya “Keuntugan Yang Disepakati “, Karakteristik Murabahah Adalah
Sipenjual Harus Memberi Tahu Pembeli Tentang Harga Pembelian Barang Dan
Menyatakan Jumblah Keuntungan Yang Ditambah Pada Biaya Tersebut .
Misalnya Si Fulan Membeli Unta 30 Dinar, Biaya-Biaya Yang Dikeluarkan 5
Dinar, Maka Ketika Menawarkan Untanya Mengatakan “ Saya Jual Unta Ini 50
Dinar, Saya Mengambil Keuntungan 15 Dinar “.

Dalam Praktiknya, Murabahah Dapat Dilakukan Langsung Oleh Si Penjual


Dan Sipembeli Tanpa Melalui Pesanan. Akan Tetapi Murabahah Dapat Pula
Dilakukan Dengan Cara Pemesanan Lebih Dahulu. Misalnya, Sesorang Ingin
Membeli Barang Tertentu Dengan Spesifikasi Tertentu, Sedangkan Berang
Tersebut Belum Ada Pada Saat Pemesanan, Maka Sipenjual Akan Mencari
Dan Membeli Barang Yang Sesuai Dengan Spesifikasinya, Kemudian
Menjualnya Kepada Sipemesan. Transaksi Murabahah Melalui Pemesanan Ini
Adalah Sah Dalam Fiqh Islam, Antara Lain Dikatakan Oleh Imam Muhammad
Ibnu-Hasan Asy-Syahibani, Imam Syafi’i, Dan Imam Ja’far Ash-Shidiq.

Dalam Murabahah, Melalui Pesanan Ini, Si Penjual Boleh Meminta


Pembayaran Hamish Ghadiyah “Uang Tanda Jadi” Ketika Ijab Kabul. Bila
Kemudian Sipenjual Telah Membeli Dan Memasang Barang Yang Sesuai
Dengan Spesifikasi Yang Dipesan Oleh Pembeli, Sedangkan Si Pembeli

3
lOMoARcPSD|29558015

Membatalkannya, Hamish Ghadiyah Ini Dapat Digunakan Untuk Menutup


Kerugian Si Penjual, Bila Jumblahnya Lebih Kecil Dibanding Jumblah
Kerugian Yang Dharus Ditanggung Si Penjual, Penjual Dapat Meminta
Kekuranganny. Sebaliknya, Bila Lebih, Si Pembeli Ber Hak Atas Kelebihan Itu.

B. Landasan Hukum
Landasan Hukum Akad Murabahah Ini Adalah

1. Al-Qur’an

Firman Allah:

“Hai Orang-Orang Yang Beriman,Janganlah Kamu Saling Memakan Harta


Sesamamu Dengan Jalan Yang Batil, Kecualidengan Jalan Perniagaan Yang
Berlaku Dengan Suka Sama Suka Diantara Kamu” (QS.An-Nisaa:29).

Dan Firman Allah:

Artinya: “Tidak Ada Dosa Bagimu Mencari Karunia (Rezeki Hasil


Perniagaan) Dari Rabbmu” (QS. Al-Baqarah:198)

Berdasarkan Ayat Diatas, Maka Murabahahh Merupakan Upaya Mencari


Rezki Melalui Jual Beli. Murabahahh Menurut Azzuhaili, Adalah Jual Beli
Berdasarkan Suka Sama Suka Antara Kedua Belah Pihak Yang Bertransaksi.

2. As Sunnah/Al Hadist

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam: “Pendapatan Yang


Paling Afdhal (Utama) Adalah Hasil Karya Tangan Seseorang Dan Jual Beli
Yang Mabrur”. (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani).

Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam Akan Hijrah, Abu


Bakar Radhiyallahu 'Anhu, Membeli Dua Ekor Keledai, Lalu Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wassallam Berkata Kepadanya, "Jual Kepada Saya Salah

4
lOMoARcPSD|29558015

Satunya", Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu Menjawab, "Salah Satunya Jadi


Milik Anda Tanpa Ada Kompensasi Apapun", Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wassallam Bersabda, "Kalau Tanpa Ada Harga Saya Tidak Mau".

3. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional

 Nomor 4/ DSN-MUI IV/ 2000 tanggal 1 April 2000 tentang


Murabahah,

 Nomor 13/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000


tentang Uang Muka Dalam Murabahah,

 Nomor 16/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000


tentang Diskon Dalam Murabahah,

 Nomor 17/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000


tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda
Pembayaran, dan

 Nomor 23/ DSN-MUI/ III/ 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang


Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.

c. Rukun dan Syarat Jual Beli Murabahah

Rukun Murabahah Adalah :

1. Adanya Pihak-Pihak Yang Melakukan Akad, Yaitu Penjual Dan Pembeli.

2. Obyek Yang Diakadkan, Yaitu Barang Yang Diperjual Belikan Dan Harga.

3. Akad/Sighat Yang Terdiri Dari Ijab Dan Qabul.

Adapun Syarat-Syaratnya Adalah :

5
lOMoARcPSD|29558015

a. Mengetahui Harga Pokok

Harga Beli Awal (Harga Pokok) Harus Diketahui Oleh Pembeli


Kedua, Karena Mengetahui Harga Merupakan Salah Satu Syarat Sahnya
Jual Beli Yang Menggunakan Prinsip Murabahahh. Mengetahui Harga
Merupakan Syarat Sahnya Akad Jual Beli, Dan Mayoritas Ahli Fiqh
Menekankan Pentingnya Syarat Ini. Bila Harga Pokok Tidak Diketahui
Oleh Pembeli Maka Akad Jual Beli Menjadi Fasid (Tidak Sah) .

b. Mengetahui Keuntungan

Harusnya Juga Diketahui Karena Ia Merupakan Bagian Dari Harga.


Keuntungan Atau Dalam Praktek Perbankan Syariah Sering Disebut
Dengan Margin Murabahahh Dapat Dimusyawarahkan Antara Bank
Sebagai Penjual Dan Nasabah Sebagai Pembeli, Sehingga Kedua Belah
Pihak, Terutama Nasabah Dapat Mengetahui Keuntungan Bank.

c. Harga Pokok Dapat Dihitung Dan Diukur.

Arus Dapat Diukur, Baik Menggunakan Takaran, Timbangan Ataupun


Hitungan. Ini Merupakan Syarat Murabahahh. Harga Bisa Menggunakan
Ukuran Awal, Ataupun Dengan Ukuran Yang Berbeda, Yang Penting Bisa
Diukur Dan Di Ketahui.

d. Jual Beli Murabahahh Tidak Bercampur Dengan Transaksi Yang


Mengandung Riba.

D. Teknis Penerapan Murabahah Di Perbankan Syari’ah


Untuk Memahami Murabahah Di Perbankan Syari’ah Maka Lebih Dahulu
Kita Ketahui Jenis Akad Murabahah. Ada Dua Jenis Akad Murabahah, Yaitu:

1. Murabahah Dengan Pesanan (Murabaha To The Purchase Order).


Bank Melakukan Pembelian Barang Setelah Ada Pemesanan Dari
Nasabah.

6
lOMoARcPSD|29558015

Skema Murabahah Dengan Pesanan.


Keterangan :

o Nasabah Bernegosiasi Kepada Bank Untuk Melakukan Pembiayaan


Murabahah

o Karena Bank Tidak Memiliki Stok Barang Yang Dibutuhkan Nasabah,


Maka Bank Selanjutnya Melakukan Pembelian Barang Kepada
Supplier
o Nasabah Dan Bank Melakukan Akad Murabahah.

o Bank Melaksanakan Serah Terima Barang.

o Barang Yang Diinginkan Pembeli (Nasabah) Selanjutnya Diantar Oleh


Pemasok (Supplier) Kepada Nasabah (Pembeli).

o Setelah Menerima Barang, Nasabah (Pembeli)Selanjutnya Membayar


Kepada Bank. Pembayaran Kepada Bank Biasanya Dilakukan Dengan
Cara Mencicil Sejumlah Uang Tertentu Selama Jangka Waktu Yang
Disepakati.

2. Murabahah Tanpa Pesanan Murabahah Jenis Ini Bersifat Tidak Mengikat.


Skema Murabahah Tanpa Pesanan

Keterangan :

➢ Kedua Belah Pihak Melakukan Akad Yaitu Pihak Penjual (Ba’i) Dan
Pembeli (Musytari)Melaksanakan Akad Murabahah.

➢ Bank Menyerahkan Barang Kepada Pembeli Karena Memilikinya


Terlebih Dahulu

➢ Membayar Atas Barang Beserta Margin Yang Telah Disepakati.

7
lOMoARcPSD|29558015

E. Penerapan Murabahah
Murabahah Merupakan Skim Fiqh Yang Paling Populer Diterapkan Dalam
Perbankan Syariah. Murabahah Dalam Perbankan Syariah Didefinisikan
Sebagai Jasa Pembiayaan Dengan Mengambil Bentuk Transaski Jual Beli
Barang Antara Bank Dengan Nasabah Dengan Cara Pembayaran Angsuran.
Dalam Perjanjian Murabahah, Bank Membiayai Pembelian Barang Atau Asset
Yang Dibutuhkan Oleh Nasabahnya Dengan Membeli Barang Itu Dari Pemasok
Barang Dan Kemudian Menjualnya Kepada Nasabah Tersebut Dengan
Menambahkan Suatu Mark-Up Atau Margin Keuntungan.
Murabahah Sebagaimana Yang Diterapkan Dalam Perbankan Syariah, Pada
Prinsipnya Didasarkan Pada 2 (Dua) Elemen Pokok, Yaitu Harga Beli Serta
Biaya Yang Terkait Dan Kesepakatan Atas Mark-Up. Ciri Dasar Kontrak
Pembiayaan Murabahah Adalah Sebagai Berikut :

a. Pembeli Harus Memiliki Pengetahuan Tentang Biaya-Biaya Terkait Dan


Harga Pokok Barang Dan Batas Mark-Up Harus Ditetapkan Dalam Bentuk
Persentase Dari Total Harga Plus Biaya-Biayanya.

b. Apa Yang Dijual Adalah Barang Atau Komoditas Dan Dibayar Dengan
Uang.

c. Apa Yang Diperjual-Belikan Harus Ada Dan Dimiliki Oleh Penjual Atau
Wakilnya Dan Harus Mampu Menyerahkan Barang Itu Kepada Pembeli.

d. Pembayarannya Ditangguhkan.

Bank-Bank Syariah Umumnya Mengadopsi Murabahah Untuk


Memberikan Pembiayaan Jangka Pendek Kepada Para Nasabah Guna
Pembelian Barang Meskipun Mungkin Nasabah Tidak Memiliki Uang Untuk
Membayar. Kemudian Dalam Prakteknya Di Perbankan Islam, Sebagian Besar
Kontrak Murabahah Yang Dilakukan Adalah Dengan Menggunakan Sistem
Murabahah Kepada Pemesan Pembelian (KPP). Hal Ini Dinamakan Demikian
Karena Pihak Bank Syariah Semata-Mata Mengadakan Barang Atau Asset
Untuk Memenuhi Kebutuhan Nasabah Yang Memesannya. Jadi Secara Umum,

8
lOMoARcPSD|29558015

Skema Dari Aplikasi Murabahah Ini Sama Dengan Murabahah Berdasarakan


Pesanan.

Bank Atau Lembaga Keuangan Syariah (BMT) Bertindak Sebagai


Penjual Sementara Nasabah Sebagai Pembeli. Harga Jual Adalah Harga Beli
Bank Dari Produsen (Supplier) Ditambah Keuntungan. Kedua Belah Pihak
Harus Menyepakati Harga Jual Tersebut Dan Jangka Waktu Pembayaran. Harga
Jual Ini Dicantumkan Dalam Akad Jual Beli Dan Jika Telah Disepakati, Tidak
Dapat Berubah Selama Berlaku Akad. Barang Atau Objek Harus Diserahkan
Segera Kepada Nasabah, Dan Pembayarannya Dilakukan Secara Tangguh.
Terdapat Juga Pengembangan Dari Aplikasi Pembiayaan Murabahah
Dalam Bank Syariah Atau BMT, Yaitu Dalam Hal Pengadaan Barang. Dalam
Hal Ini Bank Atau BMT Menggunakan Media Akad Wakalah Untuk
Memberikan Kuasa Kepada Nasabah Untuk Membeli Barang Atas Nama Bank
Kepada Supplier Atau Pabrik. Skema Pengembangan Dengan Akad Wakalah
Dari Pembiayaan
Murabahah Adalah Sebagai Berikut.

Skema Pengembangan Murabahah

 Dalam Hal Ini, Apabila Pihak Bank Mewakilkan Kepada Nasabah


Untuk Membeli Barang Dari Pihak Ketiga (Supplier), Maka Kedua
Pihak Harus Menandatangani Kesepakatan Agency (Agency Contract),
Dimana Pihak Bank Memberi Otoritas Kepada Nasabah Untuk Menjadi
Agennya Untuk Membeli Komoditas Dari Pihak Ketiga Atas Nama
Bank, Dengan Kata Lain Nasabah Menjadi Wakil Bank Untuk
Membeli Barang.

 Kepemilikan Barang Hanya Sebatas Sebagai Agen Dari Pihak Bank.


Selanjutnya Nasabah Memberikan Informasi Kepada Pihak Bank
Bahwa Ia Telah Membeli Barang, Kemudian Pihak Bank Menawarkan

9
lOMoARcPSD|29558015

Barang Tersebut Kepada Nasabah Dan Terbentuklah Kontrak Jual Beli.


Sehingga Barang Pun Beralih Kepemilikan Menjadi Milik Nasabah
Dengan Segala Resikonya.

B. SALAM

a. Pengertian Jual Beli Salam


Di Beberapa Daerah Lazim Di Temui Praktek Ijon, Yaitu Menjual Buah-
Buahan Di Pohon Yang Belum Berbuah. Contohnya Pembelian Buah Mangga 2
Bulan Sebelum Musin Mangga Tiba. Jual Beli Semacam Ini Dilarang Dalam
Islam, Karena Tidak Jelas Berapa Jumblah Barang Yang Diperjual Belikan.
Kalaupun Ada Pengecualian, Itu Adalah Ba’i ( Jual Beli ) Salam Dengan
Batasa-Batasan Tertentu.
Ba’i Salam Adalah Jual Beli Dengan Ketentuan Si Pembeli Membayar Saat
Ini Untuk Barang Yang Akan Di Terimanya Di Masa Yang Akan Datang.
Dalam Contoh Di Atas, Pembelian Mangga Sebelum Masa Panen Itu Sah Bila
Ditentukan Kuantitas, Kualitas, Dan Kapan Waktu Penyarahanya. Dalam
Prakteknya, Pembayaran Ba’i Salam Tidak Selalu Dalam Bentuk Uang Dapat
Juga Dalam Bentuk Barang Lain. Syaratnya, Barang Yang Digunakan Untuk
Pembayaran Tidak Sejenis Dengan Barang Yang Dibeli. Bila Si Penjual Gagal
Menyerahkan Barang Misalnya Meninggal, Atau Barangnya Rusak, Si Pembeli
Menerima Kembali Uangnya.

B. Rukun Dan Syarat Salam


Sebagaimana Jual Beli, Dalam Akad Salam Harus Terpenuhi Rukun Dan Syaratny.
Adapun Rukun Salam Adalah Sebagai Berikut:

1. Muslam Atau Pembeli

2. Muslam Ilaih Atau Penjual

10
lOMoARcPSD|29558015

3. Modal Atau Uang

4. Muslam Fiihi Atau Barang

5. Sighat Atau Ucapan

Syarat-Syarat Salam Sebagai Berikut:

1. Uangnya Dibayar Di Tempat Akad, Berarti Pembayaran Dilakukan Terlebih


Dahulu

2. Barangnya Menjadi Utang Bagi Penjual

3. Barangnya Dapat Diberikan Sesuai Dengan Waktu Yang Dijanjikan. Berarti


Pada Waktu Dijanjikan Barang Tersebut Harus Sudah Ada. Oleh Sebab Itu,
Men-Salam Buah-Buahan Yang Yang Waktunya Ditentukan Bukan Pada
Musimnya Tidak Sah
4. Barang Tersebut Hendaklah Jelas Ukuranny, Takarannya, Ataupun
Bilangannya, Menurut Kebiasaan Cara Menjual Barang Itu

5. Diketahui Dan Ditentukan Sifat-Sifat Dan Macam Barangnya Dengan Jelas,


Agar Tidak Ada Keraguan Yang Mengakibatkan Perselisihan Antara Dua
Belah Pihak. Dengan Sifat Itu, Berarti Harga Dan Kemauan Orang Pada
Barang Tersebut Dapat Bebeda

6. Disebutkan Tempat Menerimanya.

C. Landasan Hukum Jual Beli Salam


Akad Bai’ Salam Diperbolehkan Dalam Akad Jual Beli. Berikut Dalil-Dalil
(Landasan Syari’ah) Yang Terdapat Dalam Al-Quran, Sunnah, Dan Pendapat
Ulama.

1. Firman Allah Dalam QS. Al-Baqarah Ayat 282

“Hai Orang-Orang Yang Beriman, Apabila Kamu Bermu'amalah Tidak


Secara Tunai Untuk Waktu Yang Ditentukan, Hendaklah Kamu
Menuliskannya.” (QS.Al-
Baqarah:282) 2.

11
lOMoARcPSD|29558015

2. Hadits

“ Barang Siapa Melakukan Salam, Hendaklah Ia Melakukan Dengan


Takaran Yang Jelas Dan Timbangan Yang Jelas, Untuk Jangka Waktu Yang
Diketahui” .

Hadits Riwayat Imam Bukhari Dari Ibnu Abbas Merupakan Dalil Yang
Secara Sharih Menjelaskan Tentang Keabsahan Jual Beli Salam.

Berdasarkan Atas Ketentuan Dalam Hadits Ini, Dalam Praktik Jual Beli
Salam Harus Ditentukan Spesifikasi Barang Secara Jelas, Baik Dari Sisi
Kualitas, Kuantitas, Ataupun Waktu Penyerahannya, Sehingga Tidak Terjadi
Perselisihan.
D. Penerapan Salam
As-Salam Mempunyai Arti Yakni Seseorang Yang Memberikan Bayaran
Di Muka Untuk Mendapatkan Barang Yang Masih Abstrak Dengan Jaminan
Bahwa Ia Akan Menerimanya Pada Masa Tertentu. Salam Termasuk Transaksi
Jual Beli.
Dalam Praktek Bank Syariah Di Indonesia, Pembiayaan Salam Muncul
Akibat Adanya Permintaan Barang Tertentu Dengan Spesifikasi Yang Jelas
Oleh Nasabah Pembeli Kepada Bank Syariah Selaku Penjual. Nasabah Dan
Bank Kemudian Sepakat (Terjadi Akad) Untuk Membayar Harga Dan Waktu
Tangguh Untuk Barang Yang Disepakati. Bank Kemudian Mencari Produsen
Yang Sanggup Untuk Menyediakan Barang Dimaksud. Pembayaran Oleh
Nasabah Dilakukan Sebagian Di Awal Dan Sisanya Sebelum Barang Diterima
Atau Sisanya Diangsur.
Praktek Pembiayaan Salam Di Beberapa Bank Syariah Tidak Terbatas
Pada Hasil Pertanian. Setiap Pembelian Barang Apapun Yang Memerlukan
Tahapan Pemesanan, Proses Produksi, Serta Penangguhan Pengiriman Dapat
Dilakukan Akad Salam.

12
lOMoARcPSD|29558015

Praktek Ini Tentunya Harus Dicermati, Sebab Tidak Semua Jenis Barang
Bisa Dilakukan Akad Salam. Yang Demikian Itu Karena Praktek As-Salam
Adalah Jual Beli Terhadap Benda Yang Tidak Dimiliki Dan Terhadap Benda
Yang Belum Sepenuhnya Dimiliki. Keduanya Merupakan Praktek Yang
Terlarang, Namun Salam Dikecualikan Dari Larangan Itu Berdasarkan Nash
Yang Ada. Dengan Demikian, Barang/Benda Yang Padanya Akan Diterapkan
Praktek Salam Haruslah Ada Nash/Dalilnya. Dengan Merujuk Pada Nash-Nash
Yang Ada, Maka Salam Bisa Dilakukan Pada Setiap Barang Yang Diukur,
Ditimbang, Dan Dihitung (Al-Ma’dud). Syarat Tersebut Juga Disepakati Oleh
Empat Imam Madzhab.
Praktek Akad Salam Di Bank Hampir Selalu Dilakukan Berupa Salam
Paralel. Di Mana Pada Akad Pertama Nasabah Pembeli Tidak Membayar Uang
Di Muka Barang Yang Dibeli, Tetapi Meminta Bank Untuk Membiayai
Pengadaannya Terlebih Dahulu. Pada Akad Kedua, Bank Syariah Memesan
Barang Kepada Produsen Dengan Pembayaran Di Muka Dan Penyerahan
Tangguh.

C. ISTISHNA’

a. Pengertian istishna’
Lafal‫ صنع‬diatambah alif, sin, dan ta’ yang sinonimnya , artinya : “meminta
untuk dibuatkan sesuatu”. Pengertian istishna’ menurut istilah tidak jauh
berbeda dengan menurut bahasa. Wahbah zuhaili mengemukakan pengertian
menurut istilah ini sebagai berikut :

Definisi istishna’ adalah suatu akad beserta seorang produsen untuk


mengerjakan sesuatu yang dinyatakan dalam perjanjian ; yakni akad untuk
membeli sesuatu yang dibuat oleh seorang produsen dan barang serta pekerjaan
dari pihak produsen tersebut.”

13
lOMoARcPSD|29558015

Dari defenisi yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa akad istishna’
adalah akad antara dua pihak dimana pihak pertama ( orang yang memesan/
konsumen ) meminta kepada pihak kedua ( orang yang membuat/ produsen )
untuk dibuatkan suatu barang, seperti sepatu, yang bahannya dari pihak kedua
( orang yang membuat/ produsen ). Pihak pertama disebut mustashni’ ,
sedangkan pihak kedua, yaitu penjual disebut shani’ , dan sesuatu yang menjadi
objek akad disebut mushnu’ atau barang yang dipesan ( dibuat ). Apabila bahan
yang dibuat berasal dari mustashni’ bukandari shani’ maka akadnya bukan
istishna’ melainkan ijarah. Namun demikian sebagian fuqaha mengatakan
bahwa objek akad ishtisna’ itu hanyalah pekerjaan semata, karena pengertian
istishna’ itu adalah permintaan untuk membuatkan sesuatu, dan itu adalah
pekerjaan.

B. Syarat dan rukun istishna’


Syarat ishtishna’ menurut pasal 104-108 kompilasi hukum ekonomi syariah
adalah sebagai berikut:
1. Bai’ istishna’ mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang
yang dipesan.

2. Bai’ istishna’ dapat dilakukan pada barang yang bisa dipesan.

3. Dalam bai’ istishna’, identifikasi dan deskripsi barang yang dijual harus
sesuai permintaan pemesanan.

4. Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satupun boleh tawar-menawar
kembali terhadap isi akad yang sudah disepakati

5. Jika objek dari pesanan tidak sesuai dengan spesifikasi, maka pemesanan
dapat menggunakan hak pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau
membatalkan pemesanan.

Adapun syarat- syarat istishna’ adalah sebagai berikut :

14
lOMoARcPSD|29558015

1. Menjelaskan tentang jenis barang yang dibuat, macam, kadar, dan sifatnya
karena barang tersebut adalah barang yang dijual ( objek akad ).

2. Barang tersebut harus berupa barang yang berlaku muamalat diantara


manusia, seperti bejana, sepatu, dan lain-lain.

3. Tidak ada ketentuan mengenai tempo penyerahan barang yang dipesan.


Apabila waktunya ditentukan, menurut imam abu hanifah, akan berubah
menjadi salam dan berlakulah syarat-syarat salam, seperti penyerahan alat
pembayaran ( harga ) dimajelis akad. Sedangkan menurut imam abu yusuf
dan muhammad, syarat ini tidak diperlakukan. Dengan demikian menurut
mereka, istishna’ itu hukumnya sah, baik waktunya ditentukan atau tidak,
karena menurut adat kebiasaan, penentuan waktu ini bisa digunakan dalam
akad istishna’.
C. Landasan hukum istishna’
Landasan hukun untuk istishna’ secara tekstual memenag tidak ada. Bahkan
menurut logika, istishna’ ini tidak diperbolehkan, karena objek akadnya tidak
ada.
Namun , menurut hanafiah, akad ini diperbolehkan berdasarkan istihsan, karena
sudah sejak lama istishna’ ini dilakukan oleh masyarakat tanpa ada yang
mengingkarinya, sehingga dengan demikian hukum kebolehannya itu
digolongkan kepada ijma’. Mengenai ijma’ ini anas bin malik meriwayatkan
bahwa rasulullah bersabda :

“sesungguhnya ummatku tidak akan bersepakat unutk kesesatan, apabila


kamu melihat ada perselisihan, maka ikutilah kelmpak yang banyak. ( hr. Ibnu
majah ).

Mazhab hanafi menyetujui istishna’ atas dasar istihsan karena alasan-alasan


berikut ini:

15
lOMoARcPSD|29558015

a) Masyarakat telah mempraktekkan bai’ al-istishna’ secara luas dan terus


menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai’
alistishna sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum.

b) Di dalam syariah di mungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas


berdasarkan ijma’ ulama.

c) Keberadaan bai’ al-istishna’ di dasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak


orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga
mereka cenderung untuk melakukan kontrak agar orang lain membuatkan
barang untuk mereka.

d) Bai’ al-istishna’ sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak


selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.

Sebagian fuqaha kontemporer berpendapat bahwa bai’ al-istishna’ adalah sah


atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu memang jual beli biasa dan
si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan.
Demikian juga terjadinya kemungkinan perselisihan atas jenis dan kualitas
suatu barang dapat di minimalkan dengan pencantuman spesifikasi dan ukuran-
ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.

Menurut malikiyah, syafi’iyah, dan hanabilah, akad istishna’ dibolehkan atas


dasar akad salam, dan kebiasaan manusia. Syarat-syarat yang berlaku unutk
salam juga berlaku untuk akad istishna’. Diatara syarat tersebut adalah
penyerahan seluruh harga ( alat pembayaran ) didalam majelis akad. Seperti
halnya akad salam, menurut syafi’iyah, istishna’ itu hukumnya sah, baik masa
penyeangan barang yang dibuat ( dipesan ) ditentukan atau tidak, termasuk
diserahkan secara tunai.

D. Penerapan isthisna’
Akad istishna yang digunakan dalam bank syariah adalah istishna paralel,
aplikasinya dipergunakan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi yang

16
lOMoARcPSD|29558015

pembayarannya dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lama. Sehingga


pembayaran dapat dilakukan sekaligus atau bertahap. Ada beberapa
konsekuensi saat bank islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya sebagai
berikut:

1. Bank islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya


pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. Istishna’
pararel atau subkontrak untuk sementara harus di anggap tidak ada. Dengan
demikian sebagai shani’ pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung
jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang
berasal dari kontrak pararel.
2. Penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ pararel bertanggung jawab
terhadap bank islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan
hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’
alistishna’ kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan
bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontrak
tersebut tidak memunyai kaitan hukum sama sekali.
3. Bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan
barang, bertanggungjawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor
dan jaminan yang timbul darinya. Kewjiban inilah yang membenarkan
keabsahan istishna’ pararel, juga menjadi dasar bahwa bank boleh
memungut keuntungan kalau ada.
Dalam buku yang dikarang oleh dr. Muhammad tahir mansuri yang judulnya
“islamic law of contracs and bussines transactions” mengatakan bahwa :
“bank islam dan lembaga keuangan menggunakan 'istisna sebagai model
pembiayaan. Mereka membiayai pembangunan pabrik rumah di sebidang tanah
milik klien. Rumah atau pabrik dibangun baik oleh pemodal sendiri atau oleh
sebuah perusahaan konstruksi. Dalam kasus yang terakhir ini, bank memasuki
sub-kontrakdengan perusahaan konstruksi. Tetapi jika kontrak dibuat antara
bank, yaitu, pemilik modal, dan klien menyediakan secara khusus bahwa

17
lOMoARcPSD|29558015

pekerjaan akan dilakukan oleh pemodal sendiri, maka sub- kontrak tidak valid.
Dalam kasus seperti itu, perlu bahwa bank harus memiliki konstruksi sendiri
perusahaan dan kontraktor ahli untuk melaksanakan tugas.”
Pemodal dalam kontrak 'istisna bertujuan/berkewajiban untuk membangun
rumah sesuai dengan spesifikasi rinci dalam perjanjian. Beberapa perjanjian
tersebut mengatur bahwa pemodal akan bertanggung jawab atas setiap cacat
dalam konstruksi dan penghancuran bangunan selama periode yang ditentukan
dalam kontrak.
Dalam hal pemilik modal memberikan tugas konstruksi kepada pihak
ketiga, perlu diingat bahwa hal itu harus mengawasi pekerjaan konstruksi secara
rutin, harga konstruksi dapat dibayar oleh klien pada saat perjanjian dan dapat
ditunda sampai saat selesai atau waktu lain yang disepakati kedua belah pihak.
Pembayaran mungkin dalam bentuk cicilan. Dalam rangka untuk menjamin
pembayaran angsuran, surat dari rumah atau tanah dapat disimpan oleh bank
sebagai jaminan sampai angsuran terakhir dibayar oleh klien. Model istisna’
digunakan juga untuk menggali sumur dan air kanal. Bank syariah membiayai
sector pertanian melalui model ini dan memainkan peran yang efektif dalam
mengaktifkan sektor penting dari perekonomian.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan
sesamanya untuk mengadakan berbagai transaksi ekonomi, salah satunya adalah
jual beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya
penjual adalah produsen , sedangkan pembeli adalah konsumen konsumen. Pada
kenyataannya, konsumen kadang memerlukan barang yang belum di hasilkan
sehingga konsumen melakukan transaksi jual beli dengan produsen dengan cara
pesanan. Di dalam perbankan syariah, jual beli istishna’ lazim di tetapkan pada
bidang konstruksi dan manufaktur.

18
lOMoARcPSD|29558015

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Al Bai’ (Jual Beli) Bererti Pertukaran Sesuatu Dengan Sesuatu. Secara Istilah,
Menurut Madzhab Hanafiyah, Jual Beli Adalah Pertukaran Harta (Mal) Dengan
Harta Dengan Menggunakan Cara Tertentu.

Bai’ Murabahah Adalah Jual Beli Barang Pada Harga Asal Dengan Tambahan
Keuntungan Yang Di Sepakati. Dalam Murabahah Penjual Harus Memberitahu
Harga Produk Yang Di Beli Dan Menentukan Suatu Tingkat Keuntungan Sebagai
Tambahannya. Murabahah Dapat Di Lakuakan Dengan Pembelian Secara
Pemesanan Dan Biasa Di Sebut Sebagai Murabahah Pemesanana Pembelian.

Bai’ Salam Adalah Akad Atas Barang Pesanan Dengan Spesifikasi Tertentu
Yang Di Tangguhkan Penyerahanya Pada Waktu Tertentu Dimana Pembayaran
Dilakukan Secara Tunai Di Majlis Akad.

Bai’ Istishna’ Atau Pemesanan Secara Bahasa Artinya Meminta Di Buatkan.


Menurut Terminologi Artinya Perjanjian Terhadap Barang Jualan Yang Berada
Dalam Kepemilikan Penjual Dengan Syarat Di Buatkan Oleh Penjual, Atau
Meminta Di Buatkan Secara Khusus Sementara Bahan Bakunya Dari Pihak
Penjual.

B. Saran
Demikian Makalah Yang Kami Buat, Semoga Dapat Bermanfaat Bagi
Pembaca. Apabila Ada Saran Dan Kritik Yang Ingin Di Sampaikan, Silahkan
Sampaikan Kepada Kami. Apabila Ada Terdapat Kesalahan Mohon Dapat
Mema'afkan Dan Memakluminya, Karena Kami Adalah Hamba Allah Yang Tak
Luput Dari Salah Khilaf, Alfa Dan Lupa.

19
lOMoARcPSD|29558015

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, “Fikih Ekonomi Keuangan Islam”,


cetakan pertama, Jakarta, 2004, hal, 198.

Muhammad Syafii Antonio, 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani
Press, Jakarta, hal.101.

http://eprints.walisongo.ac.id/3101/3/62311005_Bab2.pdf

Penjelasan Fatwa DSN MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah

Adiwarman A. Karim,”Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer”, (Gema Insani,


Jakarta: 2001

20
lOMoARcPSD|29558015

PRODUK PENYALURAN DANA DENGAN AKAD


MURABAHAH, SALAM , DAN ISTIHNA

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah produk jasa perbankan syariah

Dosen Pengampu : Niki Laila Sari, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Fahad Aroby

2. Dinda Putri Lestari

3. Ibnu Fadhil

4. Muhammad Roqi Armadanur Qirom

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NURUL ISLAM

TUNGGALPAGER - PUNGGING - MOJOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2023 - 2024

21

Anda mungkin juga menyukai