Tugas 2 Juni DR
Tugas 2 Juni DR
DISUSUN OLEH :
REKA MARZALENA
P1337424722046
i
DAFTAR ISI
C. Penyebab Aborsi…………………………………………..9
D. Resiko Aborsi……………………………………………….10
E. Dampak Aborsi ...........................................................................11
A. Kesimpulan .................................................................................19
B. Saran ............................................................................................20
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 - KLIPING-1........................................................................ 15
Gambar 2 - KLIPING-2........................................................................ 15
Gambar 3 - KLIPING-3........................................................................ 16
Gambar 4 - KLIPING-4.......................... Error! Bookmark not defined.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aborsi adalah kegiatan yang dilakukan dengan pengguguran
kandungan. Kasus aborsi yang biasanya terjadi disebabkan oleh kehamilan
yang tidak diinginkan dalam kasus hamil di luar nikah, ketidakmampuan
ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan
pasangan. Tindakan aborsi biasanya dilakukan pada trimester pertama,
yaitu pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu. Secara umum
kegiatan aborsi di Indonesia merupakan tindakan ilegal dengan ancaman
pidana yang tertulis tegas dalam peraturan perundang-undangan.
World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh
dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus.
sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan
oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena
komplikasi abortus dan sekurangnya 95% antaranya terjadi di negara
berkembang. Tingkat aborsi secara global yaitu 28 kasus dari 1000
kehamilan dalam 1 tahun. Presentase kasus aborsi yang dilakukan secara
sengaja tanpa bantuan tim medis yang terlatih meningkat dari 44%
menjadi 49% dimana jumlah kasus aborsi di semua negara di dunia
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Meski demikian di sejumlah
negara maju kehamilan yang berakhir dengan aborsi jumlahnya menurun
dari 36% menjadi 26% yang dilakukan tanpa pengawasan dokter terlatih
(Kemenkes RI, 2017). Kasus aborsi di Indonesia diperkirakan semakin
meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2013), diperkirakan
setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa dari 5 juta
kelahiran pertahun. Bahkan, 1-1,5 juta diantaranya adalah kalangan
remaja. Data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menemukan dalam kurun waktu tiga tahun (2008-2010) kasus
1
2
aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta jiwa anak korban
Aborsi, tahun berikutnya (2009) naik 300.000 menjadi 2,3 juta janin yang
dibuang paksa. Sementara itu, pada tahun 2010 naik dari 200.000 menjadi
2,5 juta jiwa. 62,6% pelaku diantaranya adalah anak berusia dibawah 18
tahun. Metode aborsi 37% dilakukan melalui kuret, 25% melalui oral dan
pijatan, 13% melalui cara suntik, 8% memasukkan benda asing ke dalam
Rahim dan selebihnya melalui jamu dan akupunktur (Tarigan, 2013). Data
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2017), kejadian
aborsi di Indonesia mencapai 30% per 100 ribu kelahiran hidup.
Sementara itu, laporan Australian Consortium For In Country Indonesian
Studies (2013) menunjukan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6
kabupaten di Indonesia terjadi 43% aborsi per 100 kelahiran hidup. Aborsi
tersebut dilakukan oleh perempuan di perkotaan sebesar 78% dan
perempuan di pedesaan sebesar 40%. Data lain menyebutkan bahwa,
kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan
kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap
tahun (Kemenkes RI, 2017).
Disisi lain, Aborsi merupakan perbuatan haram dalam perspektif
agama, namun halal jika tujuannya untuk menyelamatkan nyawa. Secara
umum, Tindakan aborsi melanggar pasal 346 KUHP dan dijatuhi hukuman
maksimal 4 tahun. (P et al. 2022)
Berdasarkan penelitian Bearak,dkk (2020), mengungkapkan
bahwa terjadi 44 kasus aborsi/1.000 perempuan di negara berpendapatan
sedang, 38 aborsi/1.000 perempuan pada negara berpendapatan rendah,
dan negara berpendapatan tinggi hanya di angka 15 aborsi/1.000
perempuan. Artinya bahwa tiga dari 10 kehamilan berakhir dengan aborsi
(Bearak et al. 2020)
Di Indonesia ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi per tahun, dimana
20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja.(Andriani,
Suhrawardi, and Hapisah 2022). Secara global 2015 hingga 2019, ada 121
juta kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahun. Sesuai dengan tingkat
3
global terdapat 64 kehamilan yang tidak diinginkan per 1000 wanita. Dari
kehamilan yang tidak diinginkan, 61% berakhir dengan aborsi. Sesuai
dengan tingkat aborsi global terdapat 39 aborsi per 1000 wanita dengan
prevalensi usia 15–49 tahun (Bearak et al.,2020).
Aborsi yang tidak aman adalah tragedi yang bisa dihindari. WHO
berkomitmen untuk mengakhiri kematian dan kesakitan ibu yang
disebabkan oleh aborsi yang tidak aman. Negara harus menyediakan akses
dan kualitas perawatan aborsi dengan memastikan bahwa semua individu
dapat mengakses informasi yang relevan, akurat, tidak memihak dan
berbasis bukti tentang kesehatan reproduksi seksual dan konseling jika dan
bila diinginkan, didasarkan pada hak atas informasi dan hak atas privasi .
(Guideline 2022).
Selama 2010-2014, 45% (25,1 juta dari 55,7 juta) aborsi
dilakukan secara tidak aman. (“Kerangka Hukum Tentang Aborsi Aman Di
Indonesia 2023 Dipublikasikan Pertama Kali Pada : Maret 2023,” n.d.)
Kematian ibu dari 2003 sampai dengan 2012 menemukan bahwa
7,9% dikarenakan aborsi tidak aman atau setara dengan 193.000
kehamilan.(Say et al. 2014). Dan setiap tahun ada 7 juta komplikasi
muncul akibat aborsi yang tidak aman (unsafe abortion). (Juarez,
Cabigon, and Singh 2010)
Tindakan aborsi dilakukan dengan sengaja oleh orang lain dengan
atau tanpa adanya persetujuan yang jelas dari si wanita tersebut dan
mengakibatkan salah satunya kehilangan nyawa maka diancam dengan
pasal 347 atau 348 KUHP. Bila orang lain yang dimaksud adalah ahli
(dokter, bidan, atau tabib) maka menurut Pasal 349 KUHP ancaman
pidananya dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut hal untuk
melakukan pencariannya. (Sylvana et al. 2021)
Di dalam UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 memperbolehkan
dilakukannya tindakan abortus (Abortus provocatus medisinalis) yang
berarti diizinkan atau dilegalkan untuk tindakan aborsi apabila memenuhi
syarat seperti ditemukannya adanya indikasi kegawatdaruratan medis saat
4
B. Rumusan Masalah
Apakah ada dampak abortus kriminalis terhadap pasien dan bidan ?
5
C. Tujuan Laporan
Untuk mengetahui sejauh mana dampak abortus kriminalis terhadap pasien
dan bidan.
D. Manfaat Laporan
1. Memberikan gambaran dampak abortus kriminalis pada pasien dan
bidan
2. Memberikan pertimbangan hukum dan etika profesi bidan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Aborsi
Aborsi adalah berhentinya dan dikeluarkannya kehamilan
sebelum kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gr, panjang kurang dari 25 cm (Gulardi, dalam
Anshor, 2002). Dalam konteks medis, aborsi didefinisikan sebagai
berakhirnya suatu kehamilan sebelum viability, sebelum janin
mampu hidup sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usia
kehamilannya di bawah usia 20 minggu (Kalibonso, dalam Anshor,
2002)
Aborsi berbeda dengan abortus, perbedaan nya terletak
pada ada/ tidaknya unsur kesengajaan. Dalam hal ini mengugurkan
merupakan kesengajaan mengeluarkan janinnya sedangkan
keguguran keluarnya janin dengan tidak disengaja sebelum
waktunya lahir yang disebabkan karena infeksi atau komplikasi
selama kehamilan. (Gita Fitriani Daulay 2022)
2. Klasifikasi Aborsi
Abortus ada dua macam yaitu abortus spontan dan abortus yang
dilakukan dengan faktor kesengajaan.
1. Abortus spontan (spontaneous abortus), adalah setiap kehamilan
yang berakhir secara spontan sebelum janin dapat bertahan.
Abortus Spontaneous, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak
didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-
mata disebabkan oleh faktor alamiah. Jenis abortus spontan
yaitu :
a. Abortus imminens
Terjadinya pendarahan uterus pada kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa
adanya dilatasi serviks.
6
7
b. Abortus Insipens
Peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks.
c. Abortus Inkompletus
Adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum
20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus inkompletus atau dengan kata lain keguguran bersisa
artinya hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan tertinggal adalah plasenta
d. Abortus kompletus atau keguguran lengkap
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rongga Rahim
kosong. Pada abortus kompletus ditemukan pendarahan
sedikit, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan
pengobatan khusus.
e. Missed abortion
Adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia
kurang dari 20 hari dan tidak dapat dihindari. Missed
abortion, keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan
atau lebih.
f. Abortus habitualis atau keguguran berulang
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut
turut 3 kali atau lebih.
g. Abortus infeksious atau abortus septic adalah Abortus yang
disertai infeksi genit
2. Aborsi
Soekidjo Notoadmojo menggolongkan aborsi menjadi
kepada dua bentuk penggolongan, yaitu :
a. Abortuc provocatus therapeutics/medicinalis
8
f. Hysterectomi
5. Dampak Aborsi
a. Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah aborsi adalah
perdarahan berat melalui vagina. Aborsi kehamilan di bawah
13 minggu memiliki risiko perdarahan yang lebih kecil
dibandingkan kehamilan yang usianya sudah di atas 20
minggu. Perdarahan berat juga lebih berisiko terjadi jika masih
ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim
setelah aborsi.
b. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi
akibat aborsi. Kondisi ini biasa ditandai dengan demam,
munculnya keputihan yang berbau, dan nyeri yang hebat di
area panggul.
c. Masalah psikologis akan dialami seseorang setelah melakukan
aborsi walaupun gejala ini belum digali secara mendalam.
Biasanya, mereka akan di hinggap post-traumatic abortion
syndrome (PAS) yang mengandung unsur stress paska aborsi.
Mekanisme bela diri akan muncul dari pelaku aborsi.
Gejalanya mereka akan merasa bersalah, menyesal, malu,
harga diri rendah, insomnia dan megalami mimpi-mimpi yang
mengerikan.
6. Kebijakan aborsi
Pengguguran kandungan (aborsi) dengan alasan sosial, karena
yang bersangkutan telah mempunyai anak banyak, sampai
sekarang alasan tersebut tidak dibenarkan. Hanya ada satu alasan
yang dapat dibenarkan oleh hukum, jika pengguguran kandungan
(aborsi) dengan alasan medis untuk kepentingan kesehatan atau
keselamatan jiwa ibu dan janin hal ini sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Pada
12
Gambar 1 - KLIPING-1
Gambar 2 - KLIPING-2
15
16
Gambar 3 - KLIPING-3
B. Pembahasan Kliping
Di media sosial marak pemberitaan tindakan abortus provocatus
dilakukan oleh kalangan bidan, dokter dan tenaga medis dan dibantu
tenaga medis lainnya seperti bidan yang dilakukan secara ilegal dan
tidak berdasarkan pada pasal 75 ayat (2) dan Pasal 76 UU Kesehatan.
Contohnya adalah berdasarkan kliping yang penulis ambil dari situs
antaranews.com tersebut diatas. Bahwa di kota Sabang pada bulan
Mei 2021, bidan beriinisial HYT (34) berstatus PNS melakukan
Praktik aborsi itu dilakukan pada korban inisial NO yang merupakan
anak di bawah umur. Bidan itu melakukan praktik aborsi di tempat
penginapan," kata Kapolres Sabang AKBP Muhammadun. Dia
menjelaskan, HYT menggugurkan kandungan NO di salah satu
penginapan di Kota Sabang atas kesepakatan dengan NO dan RF.
Bidan tersebut menerima imbalan sebesar Rp 5 juta atas jasa aborsi
itu. Saat ini, polisi telah mengambil visum jenazah bayi NO yang
dikubur di belakang kediaman RF. Dua keluarga serta seorang bidan
menjadi tersangka dugaan aborsi atau pengguguran bayi yang
17
19
20
B. Saran
Saran yang hendak disampaikan yakni, diharapkan kita
sebagai bidan mampu mengedukasi masyarakat terutama kalangan
remaja agar terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan
sehingga kasus aborsi tidak terjadi. Selain itu diharapkan agar
pemerintah memperjelas dan mempertegas kembali, apa yang
dimaksud dari indikasi kedaruratan medis yang dapat mengancam
nyawa ibu sebagai salah satu syarat untuk dapat dikecualikannya
larangan tindakan pengguguran kandungan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan, agar indikasi kedaruratan
medis yang dapat mengancam nyawa ibu sebagaimana dimaksud di
dalam pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan tidak dimanfaatkan dan
dijadikan celah oleh oknum tertentu untuk melakukan tindakan
abortus provocatus yang tidak sesuai dengan Pasal 75 ayat (2) UU
Kesehatan. Selanjutnya, diharapkan agar pemerintah dalam
menyusun rancangan Wetboek van Staatrecht (KUHP) yang baru,
agar mengatur perbuatan pengguguran kandungan dengan jelas dan
tegas, karena perbuatan pengguguran kandungan dalam Wetboek
van Staatrecht (KUHP) yang berlaku saat ini kurang jelas
pemaknaannya, agar sejalan dengan aturan hukum lainnya yang
mengatur tentang perbuatan pengguguran kandungan, agar tidak
terjadi norma konflik dalam pemaknaan dari perbuatan
pengguguran kandungan.
21
DAFTAR PUSTAKA