Anda di halaman 1dari 25

KLIPING DAN REVIEW ARTICLE

PELANGGARAN KODE ETIK KEBIDANAN

“DAMPAK ABORSI KRIMINALIS TERHADAP PASIEN DAN BIDAN”

DISUSUN OLEH :

REKA MARZALENA
P1337424722046

DOSEN PENGAMPU : DR. EDY SUSANTO, SH, S.Si, M.Kes

PROGRAM MAGISTER TERAPAN


PROGRAM PASCASARJANA KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN ................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah. ............................................................... 4

C Tujuan ............................................................................... ......5


D. Manfaat. ............................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 6

A. Pengertian Aborsi .........................................................................6

B. Klasifikasi Aborsi .........................................................................6

C. Penyebab Aborsi…………………………………………..9
D. Resiko Aborsi……………………………………………….10
E. Dampak Aborsi ...........................................................................11

F. Kebijakan Aborsi dalam Perundangan…………………….11


G. Patofisiologi Aborsi ....................................................................14

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 15

A. Kliping Kasus Aborsi .................................................................15

B. Pembahasan Kliping ...................................................................16

BAB IV. PENUTUP............................................................................. 19

A. Kesimpulan .................................................................................19

B. Saran ............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 - KLIPING-1........................................................................ 15
Gambar 2 - KLIPING-2........................................................................ 15
Gambar 3 - KLIPING-3........................................................................ 16
Gambar 4 - KLIPING-4.......................... Error! Bookmark not defined.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aborsi adalah kegiatan yang dilakukan dengan pengguguran
kandungan. Kasus aborsi yang biasanya terjadi disebabkan oleh kehamilan
yang tidak diinginkan dalam kasus hamil di luar nikah, ketidakmampuan
ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan
pasangan. Tindakan aborsi biasanya dilakukan pada trimester pertama,
yaitu pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu. Secara umum
kegiatan aborsi di Indonesia merupakan tindakan ilegal dengan ancaman
pidana yang tertulis tegas dalam peraturan perundang-undangan.
World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh
dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus.
sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan
oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena
komplikasi abortus dan sekurangnya 95% antaranya terjadi di negara
berkembang. Tingkat aborsi secara global yaitu 28 kasus dari 1000
kehamilan dalam 1 tahun. Presentase kasus aborsi yang dilakukan secara
sengaja tanpa bantuan tim medis yang terlatih meningkat dari 44%
menjadi 49% dimana jumlah kasus aborsi di semua negara di dunia
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Meski demikian di sejumlah
negara maju kehamilan yang berakhir dengan aborsi jumlahnya menurun
dari 36% menjadi 26% yang dilakukan tanpa pengawasan dokter terlatih
(Kemenkes RI, 2017). Kasus aborsi di Indonesia diperkirakan semakin
meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2013), diperkirakan
setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa dari 5 juta
kelahiran pertahun. Bahkan, 1-1,5 juta diantaranya adalah kalangan
remaja. Data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menemukan dalam kurun waktu tiga tahun (2008-2010) kasus

1
2

aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta jiwa anak korban
Aborsi, tahun berikutnya (2009) naik 300.000 menjadi 2,3 juta janin yang
dibuang paksa. Sementara itu, pada tahun 2010 naik dari 200.000 menjadi
2,5 juta jiwa. 62,6% pelaku diantaranya adalah anak berusia dibawah 18
tahun. Metode aborsi 37% dilakukan melalui kuret, 25% melalui oral dan
pijatan, 13% melalui cara suntik, 8% memasukkan benda asing ke dalam
Rahim dan selebihnya melalui jamu dan akupunktur (Tarigan, 2013). Data
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2017), kejadian
aborsi di Indonesia mencapai 30% per 100 ribu kelahiran hidup.
Sementara itu, laporan Australian Consortium For In Country Indonesian
Studies (2013) menunjukan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6
kabupaten di Indonesia terjadi 43% aborsi per 100 kelahiran hidup. Aborsi
tersebut dilakukan oleh perempuan di perkotaan sebesar 78% dan
perempuan di pedesaan sebesar 40%. Data lain menyebutkan bahwa,
kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan
kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap
tahun (Kemenkes RI, 2017).
Disisi lain, Aborsi merupakan perbuatan haram dalam perspektif
agama, namun halal jika tujuannya untuk menyelamatkan nyawa. Secara
umum, Tindakan aborsi melanggar pasal 346 KUHP dan dijatuhi hukuman
maksimal 4 tahun. (P et al. 2022)
Berdasarkan penelitian Bearak,dkk (2020), mengungkapkan
bahwa terjadi 44 kasus aborsi/1.000 perempuan di negara berpendapatan
sedang, 38 aborsi/1.000 perempuan pada negara berpendapatan rendah,
dan negara berpendapatan tinggi hanya di angka 15 aborsi/1.000
perempuan. Artinya bahwa tiga dari 10 kehamilan berakhir dengan aborsi
(Bearak et al. 2020)
Di Indonesia ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi per tahun, dimana
20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja.(Andriani,
Suhrawardi, and Hapisah 2022). Secara global 2015 hingga 2019, ada 121
juta kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahun. Sesuai dengan tingkat
3

global terdapat 64 kehamilan yang tidak diinginkan per 1000 wanita. Dari
kehamilan yang tidak diinginkan, 61% berakhir dengan aborsi. Sesuai
dengan tingkat aborsi global terdapat 39 aborsi per 1000 wanita dengan
prevalensi usia 15–49 tahun (Bearak et al.,2020).
Aborsi yang tidak aman adalah tragedi yang bisa dihindari. WHO
berkomitmen untuk mengakhiri kematian dan kesakitan ibu yang
disebabkan oleh aborsi yang tidak aman. Negara harus menyediakan akses
dan kualitas perawatan aborsi dengan memastikan bahwa semua individu
dapat mengakses informasi yang relevan, akurat, tidak memihak dan
berbasis bukti tentang kesehatan reproduksi seksual dan konseling jika dan
bila diinginkan, didasarkan pada hak atas informasi dan hak atas privasi .
(Guideline 2022).
Selama 2010-2014, 45% (25,1 juta dari 55,7 juta) aborsi
dilakukan secara tidak aman. (“Kerangka Hukum Tentang Aborsi Aman Di
Indonesia 2023 Dipublikasikan Pertama Kali Pada : Maret 2023,” n.d.)
Kematian ibu dari 2003 sampai dengan 2012 menemukan bahwa
7,9% dikarenakan aborsi tidak aman atau setara dengan 193.000
kehamilan.(Say et al. 2014). Dan setiap tahun ada 7 juta komplikasi
muncul akibat aborsi yang tidak aman (unsafe abortion). (Juarez,
Cabigon, and Singh 2010)
Tindakan aborsi dilakukan dengan sengaja oleh orang lain dengan
atau tanpa adanya persetujuan yang jelas dari si wanita tersebut dan
mengakibatkan salah satunya kehilangan nyawa maka diancam dengan
pasal 347 atau 348 KUHP. Bila orang lain yang dimaksud adalah ahli
(dokter, bidan, atau tabib) maka menurut Pasal 349 KUHP ancaman
pidananya dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut hal untuk
melakukan pencariannya. (Sylvana et al. 2021)
Di dalam UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 memperbolehkan
dilakukannya tindakan abortus (Abortus provocatus medisinalis) yang
berarti diizinkan atau dilegalkan untuk tindakan aborsi apabila memenuhi
syarat seperti ditemukannya adanya indikasi kegawatdaruratan medis saat
4

kehamilan yang sedang berlangsung mengancam keselamatan dari ibu


ataupun janin yang sedang dikandung.(Sylvana et al. 2021)
Ketentuan Pasal 194 UU No. 36 tahun 2009, dengan sanksi
pidana penjara, yaitu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan didenda
terbanyak, sebanyak 1 miliar rupiah apabila melakukan tindakan
pengguguran kandungan dengan tidak mematuhi ketentuan yang terdapat
pada pasal 75 ayat (2) dan Pasal 76 UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009.
Pertanggungjawaban pidana bagi bidan yang ikut membantu
dokter dalam penanganan pengguguran kandungan yang dilakukan secara
ilegal dan/atau yang bertentangan dengan pengaturan yang terdapat pada
Pasal 75 ayat (2) dan Pasal 76 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, dalam cakupan hukum pidana, bidan yang ikut membantu
dokter dalam menangani tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan
secara ilegal dikategorikan sebagai Medepleger (ikut serta) dan / atau ikut
melakukan sesuatu yaitu tindak pidana. Sehingga untuk membuktikan
bahwa tenaga kesehatan bidan berperan sebagai medepleger dalam
tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan oleh dokter secara tidak
sah, terdapat syarat-syarat dan unsur-unsur yang harus dipenuhi, yaitu: 1)
Ketika melakukan suatu tindak pidana terdapat unsur kerjasama yang
dilakukan secara sadar oleh para pelaku 2) Kerjasama tersebut bertujuan
melanggar hukum 3) Pelaksanaan suatu tindak pidana tersebut dilakukan
bersama-sama secara fisik hingga perbuatan tersebut diselesaikan dengan
baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
membahas bagaimana dampak abortus kriminalis terhadap kredibilitas
profesi bidan ?

B. Rumusan Masalah
Apakah ada dampak abortus kriminalis terhadap pasien dan bidan ?
5

C. Tujuan Laporan
Untuk mengetahui sejauh mana dampak abortus kriminalis terhadap pasien
dan bidan.
D. Manfaat Laporan
1. Memberikan gambaran dampak abortus kriminalis pada pasien dan
bidan
2. Memberikan pertimbangan hukum dan etika profesi bidan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Aborsi
Aborsi adalah berhentinya dan dikeluarkannya kehamilan
sebelum kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gr, panjang kurang dari 25 cm (Gulardi, dalam
Anshor, 2002). Dalam konteks medis, aborsi didefinisikan sebagai
berakhirnya suatu kehamilan sebelum viability, sebelum janin
mampu hidup sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usia
kehamilannya di bawah usia 20 minggu (Kalibonso, dalam Anshor,
2002)
Aborsi berbeda dengan abortus, perbedaan nya terletak
pada ada/ tidaknya unsur kesengajaan. Dalam hal ini mengugurkan
merupakan kesengajaan mengeluarkan janinnya sedangkan
keguguran keluarnya janin dengan tidak disengaja sebelum
waktunya lahir yang disebabkan karena infeksi atau komplikasi
selama kehamilan. (Gita Fitriani Daulay 2022)
2. Klasifikasi Aborsi
Abortus ada dua macam yaitu abortus spontan dan abortus yang
dilakukan dengan faktor kesengajaan.
1. Abortus spontan (spontaneous abortus), adalah setiap kehamilan
yang berakhir secara spontan sebelum janin dapat bertahan.
Abortus Spontaneous, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak
didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-
mata disebabkan oleh faktor alamiah. Jenis abortus spontan
yaitu :
a. Abortus imminens
Terjadinya pendarahan uterus pada kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa
adanya dilatasi serviks.

6
7

b. Abortus Insipens
Peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks.
c. Abortus Inkompletus
Adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum
20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus inkompletus atau dengan kata lain keguguran bersisa
artinya hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan tertinggal adalah plasenta
d. Abortus kompletus atau keguguran lengkap
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rongga Rahim
kosong. Pada abortus kompletus ditemukan pendarahan
sedikit, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan
pengobatan khusus.
e. Missed abortion
Adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia
kurang dari 20 hari dan tidak dapat dihindari. Missed
abortion, keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan
atau lebih.
f. Abortus habitualis atau keguguran berulang
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut
turut 3 kali atau lebih.
g. Abortus infeksious atau abortus septic adalah Abortus yang
disertai infeksi genit
2. Aborsi
Soekidjo Notoadmojo menggolongkan aborsi menjadi
kepada dua bentuk penggolongan, yaitu :
a. Abortuc provocatus therapeutics/medicinalis
8

Merupakan sebuah cara pengguguran dalam


kehamilan seorang wanita yang penggugurannya
tersebut memiliki sebab yang berasal dari faktor
kedaruratan medis, yang hal demikian mempunyai tujuan
yang baik yaitu dalam proses pengguguran janin didalam
rahim seorang wanita bertujuan agar menyelamatkan
nyawa ibu ataupun sang janin, yang dimana diketahui
bahwa terdapat sebuah penyakit bawaan dalam diri
sang ibu sehingga apabila janin tersebut
dipertahankan maka akan menyelitkan untuk bayi hidup
diluar kandungan. Aborsi ini dilakukan dengan izin dari
seorang doktor yang dapat dikatakan izin secara legal
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar
prosedur medis dan pelayanan proses aborsi tersebut
difasilitasi dan didukung oleh pelayanan dari menteri
kesehatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aborsi macam
pertama ini merupakan aborsi yang diperbolehkan secara
medis.
b. Abortus provocatus criminalis
Merupakan suatu proses pengguguran kandungan
yang prosesnya tersebut dilakukan dengan tanpa
pembenaran alasan medis dan tanpa pembenaran dari sisi
alasan hukum. Aborsi macam yang kedua ini merupakan
aborsi yang dapat dikatakan dalam prosesnya tersebut
adalah ilegal yang dilakukan baik oleh si ibu sendiri
ataupun dengan meminta bantuan kepada orang lain yang
hal demikian dilakukan dengan tidak memenuhi standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur medis dan
tempatnya dilakukan di tempat aborsi yang dapat
dikatakan perbuatannya merupakan perbuatan yang
ilegal, seperti kepada dukun beranak atau bayi ataupun
9

tempat-tempat semacam lain untuk proses aborsi yang


dimana tempat tersebut tidak mempunyai kompetensi
dan juga kewenangan dalam melakukan proses aborsi.
Sehingga aborsi macam kedua ini dapat dikatakan sebagai
aborsi ilegal yang tidak diperbolehkan karena tidak
memiliki dan tidak menjamin akan standar keamanan
bagi sang ibu yang melakukan proses aborsi.(Farhana 2022)
3. Penyebab Aborsi
a. Secara sosiologis, umumnya aborsi muncul karena adanya
ketidakpastian seseorang untuk mempertanggungjawabkan
tindakannya setelah bersenggama baik di dalam maupun di
luar perkawinan, buah kandungan tidak diinginkan. Mereka
takut mengalami aib sosial dan penolakan dari keluarga. Status
anak yang bakal dilahirkan akan dicap sebagai anak haram
walaupun di dunia barat sudah dikenal peran sosial sebagai
single parent.
b. Terkadang muncul alasan ekonomi untuk melakukan aborsi.
Keluarga tidak akan sanggup menghidupi dan membiayai anak
yang akan dilahirkan. Untuk alasan inilah mereka melakukan
aborsi agar anak tidak dilahirkan.
c. Kemajuan teknologi yang secara langsung berpengaruh bagi
perubahan prilaku orang terhadap aborsi. Pertama, soal bahaya
fisik aborsi. Dulu aborsi bisa sangat berbahaya dan bisa
mengakibatkan penderita fisik yang tak berkesudahan, cacat
fisik atau bahkan kematian ibu. Akan tetapi, oleh karena
adanya alat-alat kedokteran canggih dewasa ini, maka aborsi
bisa dilakukan tanpa berisiko tinggi atau kematian ibu. Tentu
saja bagi sebagian orang, resiko yang kecil ini menjadikan
aborsi bukan lagi hal yang harus ditakuti. Kedua, ada beberapa
tenaga medis yang melupakan sumpahnya untuk tidak
melakukan pengguguran dan lebih banyak berorientasi pada
10

uang sehingga mereka dengan mudah melayani orang yang


ingin melakukan pengguguran, tanpa merasa bersalah. Ada
tempat-tempat tertentu yang menyediakan jasa semacam ini,
meskipun secara resmi aborsi dilarang. Ketiga, adanya internet
dan hand phone (HP) yang bisa menjelajah dunia maya yang
banyak situs-situs porno. Kemudahan ini menjadikan semua
orang bisa mengakses dan melihat semua hal yang selama ini
tidak boleh dilihat karena dipandang tabu dan porno. Tidak
sedikit kasus tindakan seksual yang menyimpang atau
kekerasan seksual yang terjadi, yang diakibatkan oleh film atau
gambar porno yang didapat dari internet atau yang lainnya.
Dengan adanya kemudahan teknologi itu,
orang lebih mudah bermain-main dengan seksualitasnya yang
mengakibatkan semakin banyak terjadi kehamilan yang tidak
dikehendaki dan yang berakhir pada
4. Resiko aborsi
Efek jangka pendek yaitu :
a. Rasa sakit yang intens
b. Terjadi kebocoron uterus
c. Pendarahan yang banyak
d. Infeksi
e. Bagian bayi yang tertinggal di dalam
f. Shock/ koma
g. Merusak organ tubuh lain
h. Kematian
Efek Jangaka Panjang
a. Tidak dapat hamil lagi
b. Keguguran kandungan
c. Kehamilan tubal
d. Kelahiran premature
e. Gejala peradangan dibagian pelvis
11

f. Hysterectomi
5. Dampak Aborsi
a. Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah aborsi adalah
perdarahan berat melalui vagina. Aborsi kehamilan di bawah
13 minggu memiliki risiko perdarahan yang lebih kecil
dibandingkan kehamilan yang usianya sudah di atas 20
minggu. Perdarahan berat juga lebih berisiko terjadi jika masih
ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim
setelah aborsi.
b. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi
akibat aborsi. Kondisi ini biasa ditandai dengan demam,
munculnya keputihan yang berbau, dan nyeri yang hebat di
area panggul.
c. Masalah psikologis akan dialami seseorang setelah melakukan
aborsi walaupun gejala ini belum digali secara mendalam.
Biasanya, mereka akan di hinggap post-traumatic abortion
syndrome (PAS) yang mengandung unsur stress paska aborsi.
Mekanisme bela diri akan muncul dari pelaku aborsi.
Gejalanya mereka akan merasa bersalah, menyesal, malu,
harga diri rendah, insomnia dan megalami mimpi-mimpi yang
mengerikan.
6. Kebijakan aborsi
Pengguguran kandungan (aborsi) dengan alasan sosial, karena
yang bersangkutan telah mempunyai anak banyak, sampai
sekarang alasan tersebut tidak dibenarkan. Hanya ada satu alasan
yang dapat dibenarkan oleh hukum, jika pengguguran kandungan
(aborsi) dengan alasan medis untuk kepentingan kesehatan atau
keselamatan jiwa ibu dan janin hal ini sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Pada
12

pasal-pasal KUHP pidana yang berkaitan dengan aborsi sebagai


berikut:
Pasal 229
a. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahuakanatau
ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
b. Jika bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan,
atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
kebiasaan, atau jika dia seorang tabib bidan atau juru obat
pidananya dapat di tambah sepertiga.
c. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut, dalam
menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan pencarian itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya. Diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun. Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
13

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,


diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Ketentuan Pasal 194 UU No. 36 tahun 2009, dengan sanksi
pidana penjara, yaitu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan didenda
terbanyak, sebanyak 1 miliar rupiah apabila melakukan tindakan
pengguguran kandungan dengan tidak mematuhi ketentuan yang
terdapat pada pasal 75 ayat (2) dan Pasal 76 UU Kesehatan No.
36 Tahun 2009.
Pertanggungjawaban pidana bagi bidan yang ikut
membantu dokter dalam penanganan pengguguran kandungan
yang dilakukan secara ilegal dan/atau yang bertentangan dengan
pengaturan yang terdapat pada Pasal 75 ayat (2) dan Pasal 76 UU
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam cakupan hukum
pidana, bidan yang ikut membantu dokter dalam menangani
tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan secara ilegal
dikategorikan sebagai Medepleger (ikut serta) dan / atau ikut
melakukan sesuatu yaitu tindak pidana.
Sehingga untuk membuktikan bahwa tenaga kesehatan
bidan berperan sebagai medepleger dalam tindakan
pengguguran kandungan yang dilakukan oleh dokter secara
tidak sah, terdapat syarat-syarat dan unsur-unsur yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Ketika melakukan suatu tindak pidana terdapat unsur
kerjasama yang dilakukan secara sadar oleh para pelaku
14

2. Kerjasama tersebut bertujuan melanggar hukum


3. Pelaksanaan suatu tindak pidana tersebut dilakukan bersama-
sama secara fisik hingga perbuatan tersebut diselesaikan
dengan baik. (I Putu Wahyu Putra Suryawan, I Nyoman Gede
Sugiartha, and Diah Gayatri Sudibya 2021)
7. Patofisiologi Aborsi
Perdarahan adalah salah satu dari enam tanda bahaya
kehamilan karena itu merupakan awal dari abortus, solusio
plasenta, plasenta previa. (Wahyuni and Aditia 2022)
Abortus spontan diawali adanya pendarahan pada disedua
basalis selanjutnya dibarengi mekanisme nekrosis yang menjangkiti
sekitar jaringan yang menderita perdarahan. Patofisiologi
munculnya keguguran diawali oleh pelepasan jaringan dari plasenta
baik keseluruhan atau sebagian yang berdampak pada pasien
menderita pendarahan juga membuat O2 dan nutrisi janin
berkurang. (Fitriyanti 2021)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kliping Kasus Aborsi

Gambar 1 - KLIPING-1

Gambar 2 - KLIPING-2

15
16

Gambar 3 - KLIPING-3

B. Pembahasan Kliping
Di media sosial marak pemberitaan tindakan abortus provocatus
dilakukan oleh kalangan bidan, dokter dan tenaga medis dan dibantu
tenaga medis lainnya seperti bidan yang dilakukan secara ilegal dan
tidak berdasarkan pada pasal 75 ayat (2) dan Pasal 76 UU Kesehatan.
Contohnya adalah berdasarkan kliping yang penulis ambil dari situs
antaranews.com tersebut diatas. Bahwa di kota Sabang pada bulan
Mei 2021, bidan beriinisial HYT (34) berstatus PNS melakukan
Praktik aborsi itu dilakukan pada korban inisial NO yang merupakan
anak di bawah umur. Bidan itu melakukan praktik aborsi di tempat
penginapan," kata Kapolres Sabang AKBP Muhammadun. Dia
menjelaskan, HYT menggugurkan kandungan NO di salah satu
penginapan di Kota Sabang atas kesepakatan dengan NO dan RF.
Bidan tersebut menerima imbalan sebesar Rp 5 juta atas jasa aborsi
itu. Saat ini, polisi telah mengambil visum jenazah bayi NO yang
dikubur di belakang kediaman RF. Dua keluarga serta seorang bidan
menjadi tersangka dugaan aborsi atau pengguguran bayi yang
17

dikandung seorang remaja putri di bawah umur di Kota Sabang, Aceh.


KBO Satuan Reserse Kriminal Polres Sabang Aiptu Rizal Bahnur di
Sabang, Rabu, mengatakan dalam kasus dugaan aborsi tersebut ada
tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka. "Berkas perkara
beserta tersangka dan barang bukti sudah kami limpahkan ke
Kejaksaan Negeri Sabang," kata Aiptu Rizal Bahnur. Ketujuh
tersangka tersebut berinisial MR (diduga pelaku menghamili korban),
HYT (bidan), SUT dan SAF (ayah dan ibu tersangka MR), KAS dan
MUR (ayah dan ibu korban), serta NHB, berusia 70 tahun, nenek
korban. Aiptu Rizal Bahnur mengatakan kasus tersebut bermula
persetubuhan korban yang masih di bawah umur diduga dilakukan
tersangka MR. Tersangka MR merayu korban berhubungan badan
layaknya suami istri. "Tersangka MR berjanji bertanggung jawab
apabila korban hamil. Hubungan badan dilakukan tersangka
MR tersebut menyebabkan korban hamil," kata Aiptu Rizal Bahnur.
Setelah kandungan korban berusia tujuh bulan, kata Aiptu Rizal
Bahnur, korban bersama kedua orang tuanya dan kedua orang tua MR
memeriksakan kehamilan kepada bidan HYT "Dari hasil
pemeriksaan, HYT menyatakan bahwa apabila anak dikandung
korban lahir, maka bayi dalam keadaan cacat. Korban bersama kedua
orang tua masing-masing sepakat menggugurkan kandungan," kata
Aiptu Rizal Bahnur. Kemudian, korban bersama MR dan bidan HYT
menyepakati aborsi tersebut. Mereka memberitahukan rencana
pengguguran kandungan korban. Aborsi tersebut menyebabkan bayi
dalam kandungan korban berusia tujuh tahun meninggal dunia. Akibat
perbuatan tersebut, para tersangka diduga melanggar Pasal 80 Ayat
(1) UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo Pasal
351 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 huruf e jo Pasal 56
Ayat (1) ke-1 huruf e KUHP. "Ancaman hukumannya lima hingga 15
tahun penjara dan denda paling banyak Rp3 miliar," kata Aiptu Rizal
18

Bahnur didampingi Kanit Opsnal Bripka Rahmat Saputra dan Kanit


PPA Polres Sabang Bripka Adetia.
Hanya karena uang 5 juta rupiah, kredibilitas profesi
bidan dipertaruhkan. Di titik inilah kita perlu menganalisa kembali
factor apakah yang mendorong bidan tergerak melakukan Tindakan
kriminal yang bertentangan dengan hukum dan etika profesinya
tersebut? Apakah murni semata-mata untuk menolong masa depan
remaja NO walaupun kredibilitas sebagai bidan harus
dipertaruhkan? Ataukah justru problema klasik kesejahteraan bidan
di tempat kerja belum mencukupi?
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaturan hukum mengenai tindakan aborsi provocatus
secara legal diatur pada Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan, yang
menyatakan bahwa larangan melakukan pengguguran dapat dicabut
apabila dilakukan pada wanita hamil yang kandungannya
mengalami gejala keadaan darurat medis yang membahayakan
nyawanya / janin yang sedang dikandungnya mengidap penyakit-
penyakit genetik atau cacat bawaan yang tidak memungkinkan
untuk dapat disembuhkan sehingga berpotensi menyulitkan bayi
untuk melangsungkan hidup secara normal. Selain itu pengguguran
kandungan legal dilakukan pada kehamilan wanita akibat korban
pemerkosaan.
Legalitas pengguguran kehamilan seorang wanita
kemudian diperkuat dan dikukuhkan dalam PP No. 61 Tahun 2014.
Adapun pertanggungjawaban secara pidana bagi bidan yang ikut
serta membantu dokter dalam menangani perbuatan pengguguran
kandungan seorang wanita secara ilegal dapat dipidana dengan
pidana penjara berdasarkan pada ketentuan Pasal 194 UU
Kesehatan jo. Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP, dimana sanksi pidana
yang diterima berdasarkan Pasal 57 KUHP berkurang sepertiga dari
hukuman yang diterima oleh bidan sebagai pelaku utama dalam
menangani tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan
secara melawan hukum, jika dokter dijatuhi hukuman mati atau
pidana penjara seumur hidup, maka bidan yang ikut membantu,
diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama, selama 15
tahun.(I Putu Wahyu Putra Suryawan, I Nyoman Gede Sugiartha,
and Diah Gayatri Sudibya 2021)

19
20

B. Saran
Saran yang hendak disampaikan yakni, diharapkan kita
sebagai bidan mampu mengedukasi masyarakat terutama kalangan
remaja agar terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan
sehingga kasus aborsi tidak terjadi. Selain itu diharapkan agar
pemerintah memperjelas dan mempertegas kembali, apa yang
dimaksud dari indikasi kedaruratan medis yang dapat mengancam
nyawa ibu sebagai salah satu syarat untuk dapat dikecualikannya
larangan tindakan pengguguran kandungan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan, agar indikasi kedaruratan
medis yang dapat mengancam nyawa ibu sebagaimana dimaksud di
dalam pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan tidak dimanfaatkan dan
dijadikan celah oleh oknum tertentu untuk melakukan tindakan
abortus provocatus yang tidak sesuai dengan Pasal 75 ayat (2) UU
Kesehatan. Selanjutnya, diharapkan agar pemerintah dalam
menyusun rancangan Wetboek van Staatrecht (KUHP) yang baru,
agar mengatur perbuatan pengguguran kandungan dengan jelas dan
tegas, karena perbuatan pengguguran kandungan dalam Wetboek
van Staatrecht (KUHP) yang berlaku saat ini kurang jelas
pemaknaannya, agar sejalan dengan aturan hukum lainnya yang
mengatur tentang perbuatan pengguguran kandungan, agar tidak
terjadi norma konflik dalam pemaknaan dari perbuatan
pengguguran kandungan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Rina, Suhrawardi, and Hapisah. 2022. “Hubungan Tingkat Pengetahuan


Dan Sikap Remaja Dengan Perilaku Seksual Pranikah.” Jurnal Inovasi 2
(10): 3441–46. https://stp-mataram.e-journal.id/JIP/article/view/1341.
Bearak, Jonathan, Anna Popinchalk, Bela Ganatra, Ann Beth Moller, Özge
Tunçalp, Cynthia Beavin, Lorraine Kwok, and Leontine Alkema. 2020.
“Unintended Pregnancy and Abortion by Income, Region, and the Legal
Status of Abortion: Estimates from a Comprehensive Model for 1990–2019.”
The Lancet Global Health 8 (9): e1152–61. https://doi.org/10.1016/S2214-
109X(20)30315-6.
Farhana, Nurul. 2022. “Aborsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Hukum
Islam.” Presumption of Law 4 (2): 178–93.
Fitriyanti, Pipit. 2021. “Factors That Affect the Incidence of Incomplite Abortus in
Amanat Mother and Child Hospital 2021 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Abortus Inkomplit Di Rsia Amanat Tahun 2021.”
GITA FITRIANI DAULAY. 2022. DAMPAK ABORSI TERHADAP KESEHATAN
FISIK DAN MENTAL (Studi Tematik Terhadap Ayat Qatala Al-Aulaad).
Guideline, Abortion Care. 2022. “ADVOCACY.”
I Putu Wahyu Putra Suryawan, I Nyoman Gede Sugiartha, and Diah Gayatri
Sudibya. 2021. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Bidan Yang
Membantu Menangani Abortus Provocatus Secara Ilegal.” Jurnal
Interpretasi Hukum 2 (1): 174–78.
https://doi.org/10.22225/juinhum.2.1.3098.174-178.
Juarez, Fatima, Josefina Cabigon, and Susheela Singh. 2010. The Sealed Envelope
Method of Estimating Induced Abortion: How Much of an Improvement?
Methodologies for Estimating Abortion Incidence and Abortion-Related
Morbidity: A Review.
http://www.guttmacher.org/pubs/compilations/IUSSP/abortion-
methodologies.pdf.
“Kerangka Hukum Tentang Aborsi Aman Di Indonesia 2023 Dipublikasikan
22

Pertama Kali Pada : Maret 2023.” n.d., 1–19.


Muskens, Lotte, Myrthe G.B.M. Boekhorst, Willem J. Kop, Marion I. van den
Heuvel, Victor J.M. Pop, and Annemerle Beerthuizen. 2022. “The
Association of Unplanned Pregnancy with Perinatal Depression: A
Longitudinal Cohort Study.” Archives of Women’s Mental Health 25 (3):
611–20. https://doi.org/10.1007/s00737-022-01225-9.
P, Angelli Amanti, Regina Zahrani M, Frenky Dio, and Resti Fevria. 2022.
“Analysis Of Abortion Cases in Indonesia Analisis Kasus Aborsi Di
Indonesia,” 304–10.
Say, Lale, Doris Chou, Alison Gemmill, Özge Tunçalp, Ann Beth Moller, Jane
Daniels, A. Metin Gülmezoglu, Marleen Temmerman, and Leontine Alkema.
2014. “Global Causes of Maternal Death: A WHO Systematic Analysis.” The
Lancet Global Health 2 (6): 323–33. https://doi.org/10.1016/S2214-
109X(14)70227-X.
Sylvana, Yana, Yohanes Firmansyah, Hanna Wijaya, and M Angelika. 2021.
“Tindakan Aborsi Dalam Aspek Hukum Pidana Indonesia.” Jurnal Medika
Hautama 2 (2): 509–17.
https://jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/126.
Wahyuni, Iin, and Dita Selvia Aditia. 2022. “Buku Ajar Kegawatdaruratan
Maternal Dan Neonatal Untuk Mahasiswa Kebidanan: Disertai Dengan
Evidence Based Pelayanan Kebidanan.”

Anda mungkin juga menyukai