Kelas : KPI 2 C Nama : Muhammad Nailul Hamam NIM : 22103007 1. Sintesis dan antitesis adalah dua istilah yang sering dikaitkan dengan dialektika, yaitu proses atau metode yang melibatkan diskusi, perbedaan, dan sintesis untuk mencapai pemahaman atau solusi yang lebih baik. Antitesis mengacu pada ide atau posisi yang bertentangan dengan ide atau posisi lain. Dalam dialektika, antitesis terjadi sebagai perbedaan atau kontradiksi terhadap ide atau teori yang ada. Ini mendorong konflik, ketegangan atau ketidaksepakatan antara dua ide atau pandangan yang berlawanan. Sintesis, di sisi lain, adalah proses menggabungkan atau menyatukan ide atau elemen yang berlawanan atau berbeda. Sintesis terjadi ketika dua ide atau pandangan yang berlawanan dipecah atau digabungkan untuk sampai pada pemahaman atau solusi baru. Sintesis mengarah pada solusi atau kesatuan yang melampaui perbedaan kontradiksi atau antitesis. Dalam dialektika, proses biasanya dimulai dengan teori atau ide dasar (tesis), kemudian mempertentangkan pandangan yang berlawanan (antitesis), dan akhirnya menghasilkan pemahaman atau solusi baru yang menyatukan kedua sudut pandang (sintesis). Sintesis ini tidak hanya menggabungkan dua sudut pandang, tetapi juga melibatkan transformasi, modifikasi atau pengembangan ide-ide sebelumnya. Dengan kata lain, sintesa dan antitesis adalah elemen esensial dalam proses dialektis di mana kontradiksi, perbedaan, dan kontradiksi dapat menjadi dasar bagi pertumbuhan, perkembangan, dan pemahaman yang lebih baik. Dalam proses sintesis, pemahaman yang baru dan lebih komprehensif tentang konflik atau perbedaan antara dua sudut pandang yang berlawanan dapat berkembang. 2. Doktrin Ortodoks: Doktrin Ortodoks mengacu pada keyakinan atau ajaran yang dianggap resmi atau sah dalam suatu agama atau sistem kepercayaan. Ini adalah doktrin yang dianggap mengikuti tradisi dan otoritas yang ditetapkan, dan sering kali menentukan batasan atau norma dalam pengajaran agama. Sekularisasi: Sekularisasi mengacu pada pemisahan atau pengurangan pengaruh agama dalam kehidupan publik, sosial, atau politik. Proses sekularisasi berusaha untuk memisahkan agama dari institusi-institusi seperti negara, pendidikan, hukum, dan sebagainya, dan lebih menekankan pada prinsip-prinsip sekuler atau non-agama. Rasionalisasi: Rasionalisasi adalah proses penggunaan akal dan logika dalam memahami dan menjelaskan fenomena atau realitas. Rasionalisasi mendorong pemikiran yang berdasarkan pada alasan, bukti, dan argumentasi rasional, serta menekankan pada penggunaan metode ilmiah dan logika dalam proses berpikir. Dikotomi: Dikotomi adalah pemisahan atau penggolongan konsep atau hal-hal menjadi dua kategori atau kelompok yang berlawanan atau berbeda. Dikotomi sering digunakan untuk memahami perbedaan atau kontras antara dua hal atau pemikiran yang berlawanan satu sama lain. Desakralisasi: Desakralisasi adalah proses mengurangi atau menghilangkan sifat sakral atau keagamaan dari sesuatu. Ini dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti pengurangan pengaruh agama dalam masyarakat atau penggantian nilai-nilai religius dengan nilai-nilai sekuler. Non-metafisik: Non-metafisik merujuk pada pendekatan atau pandangan yang menolak atau tidak bergantung pada aspek metafisika, yaitu spekulasi atau penjelasan tentang realitas yang melampaui pengalaman atau observasi empiris. Pendekatan non-metafisik cenderung lebih fokus pada pengamatan dan pemahaman empiris. Pragmatis: Pragmatis adalah pendekatan atau filosofi yang menekankan pada kegunaan, hasil yang praktis, dan konsekuensi yang diinginkan dalam pengambilan keputusan atau tindakan. Pendekatan pragmatis cenderung lebih fokus pada apa yang berhasil atau efektif dalam situasi tertentu. Empiris: Pendekatan empiris berdasarkan pada pengamatan dan pengalaman nyata sebagai dasar pengetahuan. Pendekatan ini menekankan pada pengumpulan data, observasi, dan penelitian empiris untuk memperoleh pemahaman yang dapat diverifikasi secara empiris. 3. Barat Postmodernism adalah sebuah gerakan yang tidak lagi mempercayai kebenaran objektif yang menjadi ciri Barat Modern. Fenomena ini bisa dilacak dari pemikiran Immanuel Kant (1724-1804), Georg Wilhelm Fredrich Hegel (1770-1831), dan Karl Marx (1818-1883) yang menganggap bahwa masyarakat Barat adalah masyarakat yang progresif dan tidak akan pernah sampai pada sebuah finalitas. Penolakan atas finalitas sebuah nilai atau moral kemudian lebih jauh mampu dilacak dalam pemikiran Nietzsche (1844-1900). Bagi Nietzsche, nilai-nilai yang ada di masyarakat Modern tatkala itu hanyalah sekumpulan nilai yang sejatinya berasal dari manusia. Dan dengannya, dia relatif. Maka dari itu patutlah segenap manusia untuk meruntuhkan segala macam nilai yang ada sebelum merekonstruknya dengan nilai-nilai yang baru dari manusia. Di sini Nietzsche menyatakan bahwa nilai kebenaran tidaklah lagi berdasarkan dogma agama, melainkan berdasarkan subjektivitas manusia. Nihilisme: Nihilisme adalah pandangan yang menolak atau meragukan nilai-nilai, kebenaran, atau arti objektif dalam kehidupan atau realitas. Pemikiran nihilis cenderung menganggap bahwa tidak ada nilai inheren atau tujuan yang ada dalam dunia. Anti-otoritas: Pemikiran postmodern sering kali mencerminkan sikap yang skeptis terhadap otoritas dan struktur kekuasaan yang mapan. Ini melibatkan pengkritikan terhadap institusi atau entitas yang dianggap menguasai atau menindas. Relativisme: Relativisme adalah pandangan bahwa nilai-nilai, kebenaran, dan norma-norma adalah relatif dan tergantung pada konteks atau sudut pandang individu atau kelompok. Dalam konteks postmodern, pandangan relativistik muncul dengan penekanan pada keragaman dan kompleksitas pengalaman manusia. Dalam fisika Einstein memiliki pandangan yang terkait dengan relativisme fisik. Relativisme fisik mengatakan bahwa pengalaman fisik dan pemahaman tentang realitas bergantung pada kerangka acuan yang relatif terhadap pengamatnya. Tidak ada kerangka acuan yang dianggap absolut atau universal. Namun, perlu diperhatikan bahwa ini adalah interpretasi yang didasarkan pada pemahaman tentang teori relativitas Einstein. Einstein sendiri mungkin tidak secara eksplisit mengemukakan pandangannya tentang relativisme secara umum di luar konteks fisika dan teori relativitas. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari pemikiran Einstein secara lebih mendalam dan merujuk pada sumber-sumber langsungnya untuk memahami pandangannya secara lebih lengkap. Equality (kesetaraan): Konsep kesetaraan dalam pemikiran postmodern menekankan pentingnya pengakuan dan perlakuan yang adil terhadap semua individu, tanpa memandang perbedaan gender, ras, agama, atau latar belakang sosial. Pluralisme: Pluralisme adalah pemahaman bahwa terdapat beragam pandangan, nilai, dan kebenaran yang berdampingan dalam masyarakat. Dalam pemikiran postmodern, pluralisme dipromosikan sebagai cara untuk menghargai keberagaman dan menghindari sikap eksklusif atau dominan. Anti-worldview: Dalam pemikiran postmodern, ada penolakan terhadap pemahaman yang mapan atau universal tentang realitas, termasuk pandangan dunia (worldview) yang mengklaim kebenaran absolut. Postmodernisme cenderung lebih memandang dunia sebagai konstruksi sosial yang bervariasi dan tergantung pada interpretasi individu atau kelompok. Liberalisme: Liberalisme dalam pemikiran postmodern mencakup pemikiran politik dan sosial yang menekankan pada kebebasan individu, kebebasan berpendapat, dan pengakuan terhadap hak-hak individu. Liberalisme postmodern sering kali mengkritik ide-ide dan struktur kekuasaan yang membatasi kebebasan individu. 4. Tujuan Ilmu pengetahuan adalah untuk mengenal Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manusia untuk memperdalam pengetahuan tentang penciptaan-Nya dalam segala aspek kehidupan, baik alam semesta, hukum-hukum-Nya, maupun tanda-tanda kebesaran-Nya yang terpampang dalam ciptaan- Nya. Bahkan ayat pertama yang turun berbunti Iqra’ atau bacalah yang di tafsirkan sebagai perintah untuk menuntut ilmu. Ilmu pengetahuan juga dapat membantu individu memahami tuntunan agama dengan lebih baik. Dengan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, seseorang dapat menjalankan ibadah dengan benar dan meningkatkan kualitas hubungan dengan Allah. Ilmu pengetahuan dalam Islam dianggap sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan manusia. Dalam berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu kedokteran, ilmu ekonomi, atau ilmu teknologi, pengetahuan digunakan untuk memajukan kualitas hidup manusia dan memperbaiki kondisi sosial-ekonomi. Manusia di beri modal ilmu pengetahuan juga untuk menjalankan amanah (tanggung jawab) sebagai khalifah di bumi. Melalui ilmu pengetahuan, manusia dapat memahami dan mengelola alam dengan bijaksana, menjaga lingkungan, dan menjalankan tugas sebagai pemelihara dan pengelola bumi. Dan dalam puncaknya dengan ilmu pengetahuan diharapkan manusia menjadi lebih bijaksana beradab dan menuntun kepada cinta sejati kepada Allah. 5. Plato melihat agama dalam konteks konsepnya tentang "Dunia Ide" atau "Dunia yang Tidak Terlihat". Menurut Plato, dunia materi yang kita alami adalah bayangan dari dunia yang sebenarnya, yang dipandu oleh ide-ide atau bentuk-bentuk abstrak. Agama bagi Plato adalah sarana untuk mencapai pemahaman tentang dunia yang lebih tinggi dan membebaskan jiwa dari keterikatan dunia fisik. Bagi Plato, agama dan spiritualitas berperan dalam mencapai pengetahuan yang lebih tinggi dan transformasi diri. Aristoteles memiliki pandangan berbeda tentang agama dalam karya-karyanya yang berbeda. Secara umum, Aristoteles memandang agama sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan politik, meskipun ia tidak menekankan aspek teologis atau spiritual agama. Dalam karyanya "Politik", Aristoteles membahas peran agama dalam menjaga stabilitas dan persatuan masyarakat. Baginya, agama adalah sarana untuk menjaga hukum, moralitas dan norma-norma dalam masyarakat. Aristoteles melihat agama sebagai alat yang diperlukan untuk mengontrol dan memotivasi perilaku manusia. Namun perlu dicatat bahwa pandangan Aristoteles tentang agama tidak terkait dengan konsep Tuhan atau dunia spiritual. Bagi Aristoteles, agama lebih merupakan unsur sosial dan politik dalam kehidupan manusia. Dia melihat agama sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara, yang membantu menjaga kohesi sosial. Dalam Islam, pandangan terhadap agama sangatlah luas dan meliputi beberapa konsep utama. Berikut konsep pandangan agama menurut Islam yaitu. Tauhid: Tauhid adalah prinsip utama dalam Islam yang menyatakan keesaan Allah. Ini berarti meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan yang Maha Esa, yang tidak memiliki sekutu, tidak terlihat, dan tidak dapat dibandingkan dengan makhluk-Nya. Tauhid mencakup kepercayaan kepada sifat-sifat Allah, yaitu-Nya sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Penguasa alam semesta. Ibadah: Ibadah adalah bagian integral dari pandangan agama dalam Islam. Ibadah mencakup berbagai bentuk seperti salat (sembahyang), puasa, zakat (sumbangan wajib), haji, dan ibadah lainnya. Ibadah dalam Islam adalah cara untuk berhubungan langsung dengan Allah dan mencapai tujuan spiritual serta mendapatkan keridhaan-Nya. Akhirat: Pandangan Islam mengakui adanya kehidupan setelah mati dan kehidupan di akhirat. Kepercayaan akan adanya hari pembalasan dan penghakiman Allah adalah salah satu aspek penting dalam pandangan agama Islam. Konsep akhirat mempengaruhi perilaku dan tindakan seseorang dalam kehidupan dunia, karena kehidupan ini dianggap sebagai kesempatan untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan abadi di akhirat. Keadilan: Islam menekankan pentingnya keadilan dalam hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama manusia. Keadilan sosial, ekonomi, dan hukum adalah bagian integral dari pandangan agama Islam. Setiap individu dan masyarakat diminta untuk berperilaku adil dan berusaha menciptakan keadilan dalam semua aspek kehidupan. Kasih sayang dan belas kasih: Pandangan agama Islam menekankan pentingnya kasih sayang, belas kasih, dan kepedulian terhadap sesama manusia. Islam mengajarkan untuk berbuat baik, membantu orang lain, dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama dan memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat adalah bagian penting dari pandangan agama Islam. Pengetahuan dan pemahaman: Islam mendorong umatnya untuk mencari pengetahuan dan memahami dunia di sekitar mereka. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sarana untuk memahami ciptaan Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan-Nya. Dalam Islam, pengetahuan diberi nilai tinggi dan dianggap sebagai kewajiban untuk dikembangkan dan digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Pandangan agama dalam Islam memiliki dimensi spiritual, moral, etika, dan sosial. Ini memberikan pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang bermakna, beribadah kepada Allah, dan berkontribusi pada kebaikan di dunia ini.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita