Anda di halaman 1dari 17

PERBANDINGAN MAZHAB DALAM MASALAH FIQIH

MUNAKAHAT 2
(CERAI DAN AKIBAT HUKUMNYA)

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Mazhab

Diajukan oleh
Kelompok 10

Muh. Resky Agung Sultan 2203010023


Andi Fitri Handayani 2203010016

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Perbandingan Mazhab Dalam Masalah Fiqih Munakahat 2 (Cerai dan Akibat
Hukumnya)” tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam semoga
terlimpah curah kepada baginda kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Yang telah
mengantarkan kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang seperti saat
ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan kita tentang “Perbandingan Mazhab Dalam
Masalah Fiqih Munakahat 2 (Cerai dan Akibat Hukumnya)” .

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palopo, 22 Novembar 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Perceraian menurut Fiqih Munakahat ......................................... 3
1. Pengertian Perceraian .......................................................... 3
2. Macam-Macam Perceraian .................................................. 4
3. Dasar Hukum Perceraian ..................................................... 5
4. Alasan atau Sebab Perceraian .............................................. 6
5. Hukum Perceraian ............................................................... 7
6. Perceraian menurut UU Perkawinan dan KHI..................... 7
B. Cerai Gugat dalam Islam (khulu’) .............................................. 8
1. Pengertian Khulu’ ................................................................ 8
2. Dasar Hukum Khulu’ ........................................................... 9
3. Rukun dan Syarat Khulu’ .................................................... 10
4. Hikmah Khulu’ .................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fiqh sangat luas pembahasannya baik dalam menentukan hukum maupun dalam
praktek kesehariannya. Di dalam menentukan hukum banyak terjadi perbedaan-
perbedaan pendapat para fuqaha, perbedaan tersebut menimbulkan perbandingan
hasil ijtihad mereka. Perbandingan hasıl ijtihad para fuqaha tersebut dikenal dengan
nama perbandingan mazhab.
Perbandingan mazhab merupakan pendapat-pendapat para mujtahid dalam
menentukan berbagai masalah. Perbandingan mazahab memuat hal-hal yang
bertalian tentang kedudukan ijtihad dalam islam yang didalamnya juga terdapat
kajian-kajian tentang sebab- sebab timbulnya perbedaan pendapat tentang hukum
Islam dan hikmah serta implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud dengan Perceraian?
2. Apa Saja Macam-Macam Perceraian?
3. Bagaimana Dasar Hukum Perceraian?
4. Apa Saja Alasan atau Sebab Perceraian?
5. Bagaimana Hukum Perceraian?
6. Bagaimana Perceraian menurut UU Perkawinan dan KHI?
7. Apa Yang Dimaksud Dengan Khulu’?
8. Bagaimana Dasar Hukum Khulu’?
9. Apa Saja Rukun dan Syarat Khulu’?
10. Apa Saja Hikmah Khulu’?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian perceraian.
2. Untuk mengetahui macam-macam perceraian.
3. Untuk mengetahui dasar hukum perceraian.

1
4. Untuk mengetahui alasan atau sebab perceraian.
5. Untuk mengetahui hukum.
6. Untuk mengetahui Perceraian menurut UU Perkawinan dan KHI.
7. Untuk mengetahui pengertian khulu’
8. Untuk mengetahui dasar hukum khulu’
9. Untuk mengetahui rukun dan syarat khulu’
10. Untuk mengetahui hikmah khulu’

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perceraian menurut Fiqih Munakahat

Fiqih munakahat terdiri dari dua kata, yaitu fiqih dan munakahat. Fiqih
adalah salah satu termasuk dalam bahasa arab yang terpakai dalam bahasa sehari-
hari orang arab yang secara etimoligi berarti “paham”. Dalam mengartikan fiqih
secara etimologi terdapat beberapa rumusan yang meskipun berbeda namun saling
melengkapi. Dalam definisi ini fiqih diibaratkan dengan “ilmu” karena memang
dia merupakan satu bentuk dari ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dengan
prinsip dan metodologinya. Sedangkan kata Munakahat termasuk yang terdapat
dalam bahasa arab yang berasal dari asal kata na,ka,ha. Yang dalam bahasa
Indonesia kawin atau perkawinan. Jadi, Fiqih munakahat adalah ketentuan tentang
perkawinan menurut islam dan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkawinan, perceraian serta akibat hukumnya. Dalam hal ini akan
membahas tentang perceraian menurut fiqih munakahat yaitu:
1. Pengertian Perceraian
Perceraian dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah talak, talak secara
etimologi adalah melepaskan tali. Talak diambil dari kata ithlaq artinya
melepaskan atau irsal artinya memutuskan atau tarkun artinya meninggalkan,
firaakun artinya perpisahan. Talak dalam istilah agama adalah melepaskan
hubungan perkawinan atau bubarnya perkawinan. Talak dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama
karena suatu sebab tertentu. Perceraian atau talak dalam pandangan Sayyid
Sabiq adalah melepaskan ikatan atau bubarnya hubungan perkawinan.
Perceraian diperbolehkan dalam islam dengan sebab dan alasan yang dapat
dibenarkan.1

1
Eva Nur & Aden Rosadi, “Kawin Cerai Di Era Post Modernisme,” Al- ‟Adalah 8 (2023): 1.

3
Abdur Rahman al-Jaziri mendefinisikan talak secara istilah adalah
melepaskan status pernikahan. Talak dalam pengertian ini adalah hilangnya
ikatan atau membatasi geraknya dengan kata-kata khusus, sedangkan makna
talak adalah hilangnya ikatan perkawinan sehingga tidak halal lagi suami isteri
bercampur.
Bercerai menurut al-Hamdani adalah lepasnya ikatan dan berakhirnya
hubungan perkawinan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami-
isteri dalam rangka membina rumah tangga yang utuh, kekal dan abadi,
sehingga antara keduanya tidak halal lagi bergaul sebagaimana layaknya suami-
isteri.2
2. Macam-macam Perceraian
Perceraian dalam islam dibagi menjadi dua macam berdasarkan siapa
yang menyatakan cerai, yakni cerai talak dan cerai gugat. Talak di sini menjadi
hak suami sementara cerai gugat menjadi milik istri. Talak ditinjau dari segi
boleh tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali isterinya, maka
talak dibagi menjadi dua macam. Hal ini didasarkan pada jumlah talak yang
dijatuhkan oleh suami, yaitu:
1) Talak raj‟i yaitu talak di mana suami masih mempunyai hak untuk
merujuk kembali isterinya, setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal
tertentu dan isteri benarbenar sudah digauli. AsSiba’i mengatakan bahwa
talak raj‟i adalah talak yang untuk kembalinya bekas isteri kepada bekas
suaminya tidak memerlukan pembaruan akad nikah, tidak memerlukan
mahar, serta tidak memerlukan persaksian. Apabila terjadi talak raj‟i,
maka isteri harus beriddah. Selama masa iddah inilah suami boleh
merujuk isterinya tanpa melalui akad nikah baru. Talak raj‟i hanya terjadi
pada talak pertama dan kedua saja, sebagaimana terdapat dalam:

2
Basri Rusdaya, Fiqh Munakahat (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, 2020), 55-56.

4
َ ‫اِ ْح َسا ِ ب ْو تَ ْس ِْري ح ِ َ ْمع ُر ْو ٍف ا َ ب ِ ۖه فَ ِا ْم َسا ك ٰ َََ ل ُق َم رت لط ا‬
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan)
dengan baik”. (QS. Al-Baqarah [2]: 229). 3
2) Talak ba‟in adalah talak ketiga atau talak yang jatuh sebelum suami isteri
berhubungan kelamin, atau talak yang jatuh dengan tebusan (khulu‟).
Untuk mengembalikan bekas isteri ke dalam ikatan perkawinan dengan
bekas suami harus melalui akad nikah baru lengkap dengan rukun dan
syarat-syaratnya.
Talak ba‟in ada dua macam yaitu:
a) Ba‟in sughra yaitu talak dimana suami tidak boleh rujuk kepada
mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa
melalui muhallil (nikah yang dimaksudkan untuk menghalalkan
bekas isteri yang telah ditalak tiga kali). Yang temasuk dalam talak
ba‟in sughra adalah talak yang dijatuhkan sebelum berkumpul,
talak dengan penggantian harta atau yang disebut khuluk‟, talak
karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, karena
penganiayaan atau yang semacamya.
b) Talak ba‟in kubra yaitu talak yang terjadi ketiga kalinya. Talak ini
tidak boleh dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali
apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah
dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba‟da dukhul
dan habis masa iddahnya.
3. Dasar Hukum Perceraian
Dalam Islam pernikahan adalah sesuatu hal yang sangat sakral dan
apabila hubungan tidak dapat dilanjutkan maka harus diselesaikan secara baik-
baik. Perceraian memang tidak dilarang dalam agama Islam, tetapi jika melihat

3
Al- Qur‟an Kemenag.

5
keadaan dalam situasi tertentu, maka hukum perceraian terbagi menjadi empat
macam, yaitu: perceraian adakalanya wajib, haram, mubah dan terkadang
dihukumi sunnah. Namun pada dasarnya Allah swt membenci sebuah
perceraian. Dasar hukum perceraian terdapat dalam:
ِ ‫ش َهد َۤا َء ُك ْم ِم ْن د ُْو ِن ه‬
‫ّٰللا ا ِْن ُك ْنت ُ ْم‬ ُ ‫س ْو َر ٍة ِم ْن ِمثْل ِٖۖه َوا ْدع ُْوا‬ َ ‫ب ِم َّما نَ َّز ْلنَا ع َٰلى‬
ُ ‫ع ْب ِدنَا َفأْت ُْوا ِب‬ ٍ ‫َوا ِْن ُك ْنت ُ ْم ف ِْي َر ْي‬
ٰ
٢٣ َ‫ص ِد ِق ْين‬
‫۝‬
"Apabila kamu menceraikan istri(-mu), hingga (hampir) berakhir masa idahnya,
tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka
dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk
memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas. Siapa yang melakukan
demikian, dia sungguh telah menzalimi dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan
ayat-ayat (hukum-hukum) Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah
kepadamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Kitab (Al-
Qur‟an) dan Hikmah (Sunah), untuk memberi pengajaran kepadamu.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu". (QS. Al- Baqarah : [2]:23).4
4. Alasan atau Sebab Perceraian
1) Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian dan c. Atas
keputusan pengadilan (Pasal 38 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan, untuk selanjutnya disingkat UU No.1/1974 ).
Selanjutnya pasal 39 UU.No.1/1974 menyebutkan: Perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami
istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
3) Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.

4
Al- Qur‟an Kemenag

6
5. Hukum Perceraian
Talak merupakan perbuatan yang halal akan tetapi dibenci Allah, namun jika
dilihat dari berbagai keadaan yang melatarbelakangi retaknya mahligai rumah
tangga, maka perceraian bisa dianggap sebagai jalan terbaik untuk ditempuh.
Hukum talak ditinjau dari segi kemaslahatan dan kemadharatannya, terdapat lima
pembagian hukumnya, yaitu:
1) Talak dihukumkan wajib manakala terjadi perselisihan yang terus menerus
antara suami isteri lalu tidak ada jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan
mendatangkan dua hakam yang mengurus perkara keduanya. Jika kedua
hakim tersebut memandang bahwa perceraian lebih maslahah bagi mereka,
maka saat itulah talak menjadi wajib;
2) Talak dihukumkan makruh apabila talak yang dilakukan tanpa adanya alasan
yang kuat atau ketika hubungan suami isteri baik-baik saja;
3) Talak dihukumkan mubah yaitu bila suami isteri melihat diri mereka sudah
tidak bisa saling memahami dan mencintai, dan masing-masing takut
melalaikan hak masing-masing pasangan, sedangkan keduanya tidak punya
kesiapan untuk berusaha mencari solusi, atau sudah berusaha tetapi usahanya
tidak bermanfaat;
4) Talak dihukumkan sunnah yaitu talak yang dilakukan pada saat isteri
mengabaikan hak-hak Allah Ta‟ala yang telah. diwajibkan kepadanya,
misalnya shalat, puasa dan kewajiban lainnya, serta tidak ada kemungkinan
untuk memaksa isterinya itu melakukan kewajiban-kewajiban tersebut.
Talak juga sunnah dilakukan Ketika isterinya sudah tidak lagi menjaga
kehormatan dan kesucian dirinya;
5) Talak dihukumkan terlarang yaitu talak yang dilakukan ketika isteri sedang
haid.5
6. Perceraian menurut UU Perkawinan dan KHI

5
Rusdaya, Fiqh Munakahat , 2, 42.

7
Perceraian merupakan putusanya ikatan perkawinan antara suami dan
isteri dengan keputusan pengadilan dengan adanya cukup alasan bahwa diantara
suami dan isteri tersebut tidak dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Dalam
hal ini gugatan perceraian diajukan oleh pihak isteri atau kuasanya kepada
pengadilan agama. Adapun sebab-sebab perceraian adalah sebagaimana yang
diterangkan dalam hukum positif dimana terdapat beberapa sebab atau alasan
yang dapat menimbulkan perceraian, sebagaimana ditegaskan dalam peraturan
pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19. Peraturan-
Peraturan lain tentang perceraian dalam peraturan pemerintah nomor 9 tahun
1975 disebutkan bagaimana tata cara perceraian yang dilegalkan oleh negara.
Dijelaskan bahwa seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut
hukum islam, yang akan menceraikan isterinya mengajukan surat kepada
pengadilan ditempat kediamannya yang berisi pemberitahuan bahwa
sibermaksud menceraikan isterinya disertai alasan-alasan serta meminta kepada
pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.6
Perceraian berdasarkan pasal 114 KHI yaitu putusnya perkawinan yang
disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak, atau berdasarkan
gugatan perceraian, namun lebih lanjut dalam pasal 116 KHI dijelaskan beberapa
alasan atau alasan-alasan perceraian yang akan diajukan kepada pengadilan
untuk diproses dan ditindak lanjuti.
B. Cerai Gugat dalam Islam (khulu’)
1. Pengertian Khulu’
Khulu‟ menurut bahasa artinya menanggalkan atau melepaskan,
seperti me-lepaskan pakaian (khala‟ats tsaub). Kemudian makna ini dipakai
dengan arti “melepaskan isteri”, karena Al-Qur’an mengumpamakan
bersabda, “Maukah kamu mengembalikan kebunnya (kebun suamimu)?”

6
Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam”, 45.

8
Isteri Tsabit menjawab, “Mau”. Maka Rasulullah bersabda, ”Hai Tsabit,
terimalah kebun itu dan talaklah ia satu kali”. Ulama Mazhab sepakat bahwa
harta tebusan dalam khulu‟ hendaknya mempunyai nilai, dan bahwa
jumlahnya boleh sama, kurang atau lebih banyak daripada mahar. Namun,
khulu‟ hanya dibolehkan kalau didasari oleh alasan yang benar, seperti suami
cacat badannya, jelek akhlaknya, atau tidak memenuhi kewajibannya sebagai
suami, sedangkan isteri khawatir kalau karena itu ia akan melanggar hukum
Allah. 7Adapun hak isteri atas suami yaitu:
a) Isteri berhak mendapat mahar dari suaminya
b) Isteri berhak atas nafkah makan, minum, pakaian, hingga tempat tinggal
dari suaminya, sekalipun sang isteri kaya atau mampu
c) Mendapat perlakuan baik dari suaminya, hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, “Mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-
baiknya kalian adalah yang paling baik terhadap isteriisterinya.”
d) Mendapatkan bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada Allah
SWT.
e) Mendapat perlakuan adil.
2. Dasar Hukum Khulu’
Telah terjadi ijma' dalam memperhitungkan khulu‟ dan
memperbolehkannya sebagaimana yang disebutkan Asy-Syaukani, baik
bolehnya itu dalam keadaan perpecahan maupun damai sebagaimana kata Ar-
Ramli. Hukumnya makruh, tetapi terkadang disunnahkan seperti talak jika
keduanya atau salah satunya khawatir tidak dapat melaksanakan
hukumhukum Allah, yakni yang diwajibkan dalam nikah sebagaimana Al-
Khulu disyariatkan dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah SWT:

7
Rais, “Tingginya Angka Cerai Gugat (Khulu’) Di Indonesia: Analisis Kritis Terhadap Penyebab Dan
Alternatif Solusi Mengatasinya.”

9
َ ‫ان ۗ َو ََل يَحِ ُّل لَ ُك ْم ا َ ْن ت َأ ْ ُخذُ ْوا مِ ما ٰاتَ ْيت ُ ُم ْوهُن‬
‫شيْـًٔا‬ ٍ ‫س‬ َ ‫ساك بِ َم ْع ُر ْوفٍ ا َ ْو تَس ِْريْح بِ ِا ْح‬ َ ‫اَلط ََل ُق َمر ٰت ِن ۖ فَ ِا ْم‬
ُ‫ت بِ ٖه ۗ ت ِْلكَ ُحد ُْود‬ْ َ‫علَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفتَد‬
َ ‫ّٰللاِ ۙ فَ ََل ُجنَا َح‬ ‫ّٰللا ۗ فَا ِْن خِ ْفت ُ ْم اََل يُ ِق ْي َما ُحد ُْودَ ه‬
ِ ‫اَِل ا َ ْن يخَافَا اََل يُ ِق ْي َما ُحد ُْودَ ه‬
ٰۤ
‫ولىِٕكَ هُ ُم ال ه‬ ٰ ُ ‫ّٰللا فَا‬
َ‫ظ ِل ُم ْون‬ ِ ‫ّٰللا فَ ََل ت َ ْعتَد ُْوهَا َۚو َم ْن يتَعَد ُحد ُْودَ ه‬ِ‫ه‬
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
(rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak
mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah. Jika kamu (wali) khawatir
bahwa keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah,
maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri)
untuk menebus dirinya. ) Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu
melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka
itulah orang-orang zalim”. (QS. Al-Baqarah [2]:229).
3. Rukun dan Syarat Khulu’
Rukun khulu‟ ada lima, yaitu keharusan penerima iwadh (pengganti), akad
pernikahan, iwadh (pengganti), shighat, dan suami. Khulu‟ tidak sah dari
seorang suami yang masih anak kecil, suami gila dan terpaksa. Rukun khulu‟
menurut jumhur Ulama selain Mazhab Hanafi adalah sebagai berikut:8
a. Adanya Ijab (pernyataan) dari pihak suami atau wakilnya, atau walinya
jika suami masih kecil atau orang bodoh;
b. Status mereka masih suami istri (belum pisah);
c. Adanya ganti rugi dari pihak istri atau orang lain. Ganti rugi ini tidak
harus dinyatakan secara jelas apabila lafal yang digunakan adalah lafal
khulu’ , karena resiko khulu’itu adalah adanya ganti rugi dari pihak istri.
Tetapi, jika yang digunakan adalah lafal selain khulu‟, maka ganti rugi
harus;
d. Adanya lafal yang menunjukan pengertian khulu’;

8
Ibid, 66

10
e. Istri menerima khulu‟ tersebut sesuai dengan ijab yang dikemukakan
suami.
Syarat Khulu‟ yaitu: Bagi Istri adalah seseorang yang berada dalam
wilayah suami, dalam arti istrinya atau orang yang telah diceraikan, masih
berada dalam iddah raj‟i. istri adalah seorang yang telah dapat bertindak
atas harta, karena untuk keperluan pengajuan khulu‟ ini, harus
menyerahkan harta, untuk syarat ini harus seorang yang telah baligh,
berakal, tidak berada dibawah pengawasan, dan sudah cerdas bertindak
atas harta.9
4. Hikmah Khulu’
Maksudnya Hikmah khulu' untuk menghindari bahaya, yakni saat
terjadinya pertengkaran hebat yang menimbulkan gejolak dalam
hubungan suami isteri hingga keduanya tidak bisa disatukan lagi dalam
10
ikatan rumah tangga maka khulu' diperbolehkan. Adapun hikmah
disyari’atkan khulu’ adalah:
1) Menyelesaikan istri dari belenggu suami yang tidak baik. Khulu‟ terjadi
bisa karena isteri membenci suaminya yang memiliki akhlak tidak baik.
Apabila rumah tangga mereka dilanjutkan maka isteri akan menderita.
Maka untuk lepas dari suami, Allah memberi jalan keluar yaitu dengan
khulu’;
2) Menghindari dari mudharat (bahaya) atau ancaman rumah tangga yang
tidak baik. Pada masa Jahiliyah, wanita tidak mempunyai hak sama sekali
bahkan bayi perempuan yang lahir dikubur hidup-hidup disebabkan
mereka menganggap itu sebagai aib. Dengan datangnya Islam, semua hal
itu dirubah wanita mempunyai kedudukan yang terhormat memberikan

9
Darmiko Suhendra, “Khulu’ Dalam Persfektif Hukum Islam,” Asy Syar‟Iyyah: Jurnal Ilmu Syari‟Ah
Dan Perbankan Islam 1, no. 1 (2016): 75, https://doi.org/10.32923/asy.v1i1.672.
10
Rais, “Tingginya Angka Cerai Gugat (Khulu’) Di Indonesia: Analisis Kritis Terhadap Penyebab Dan
Alternatif Solusi Mengatasinya.", 77.

11
perlindungan yang besar pada wanita. Apalagi bila suami berlaku aniaya
terhadap isteri maka hal itu mengakibatkan isteri boleh mengajukan
khulu’;
3) Penyelesaian yang baik dengan mengembalikan lagi harta suami yang
pernah diberikan pada isteri. Yang terpenting dari khulu‟ adalah ia
merupakan solusi terbaik terhadap perselisihan yang terjadi didalam
rumah tangga yaitu dengan mengembalikan lagi harta suami yang pernah
diberikan pada isteri;
4) Memberi keinsafan kepada suami supaya menyadari kekhilafan dan
kesalahannya terhadap isteri demi kebaikan masa depan.

12
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perbandingan mazahab memuat hal-hal yang bertalian tentang kedudukan
ijtihad dalam islam yang didalamnya juga terdapat kajian-kajian tentang sebab-
sebab timbulnya perbedaan pendapat tentang hukum Islam dan hikmah serta
implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Fiqih munakahat adalah ketentuan tentang perkawinan menurut islam dan
yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian serta
akibat hukumnya.
2. Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, Kami meminta saran dan masukan yang membangun
dari dosen pembimbing. Semoga makalah yang kami buat ini dapat menambah
wawasan pengetahuan teman-teman mengenai “Perbandingan Mazhab Dalam
Masalah Fiqih Munakahat 2 (Cerai dan Hukum Akibatnya)”.

13
DAFTAR PUSTAKA
Eva Nur & Aden Rosadi, “Kawin Cerai Di Era Post Modernisme,” Al- ‟Adalah 8
(2023): 1.
Basri Rusdaya, Fiqh Munakahat (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, 2020), 55-
56.
Al- Qur‟an Kemenag.
Rusdaya, Fiqh Munakahat , 2, 42.
Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam”, 45.
Rais, “Tingginya Angka Cerai Gugat (Khulu’) Di Indonesia: Analisis Kritis Terhadap
Penyebab Dan Alternatif Solusi Mengatasinya.”
Ibid, 66
Darmiko Suhendra, “Khulu’ Dalam Persfektif Hukum Islam,” Asy Syar‟Iyyah: Jurnal
Ilmu Syari‟Ah Dan Perbankan Islam 1, no. 1 (2016): 75,
https://doi.org/10.32923/asy.v1i1.672.
Rais, “Tingginya Angka Cerai Gugat (Khulu’) Di Indonesia: Analisis Kritis Terhadap
Penyebab Dan Alternatif Solusi Mengatasinya.", 77.

14

Anda mungkin juga menyukai