Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

“ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA SURABAYA


NOMOR 08/HAKI.HAK CIPTA/2015/PN.NIAGA.SBY.”

DOSEN PENGAMPU:
Samariadi, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
1. Michelle Tamana (2109112143)
2. Refiza Amanda (2109112513)
3. Gustiadi Okta Shima (2109112723)
4. Pinehas Shallomta Barus (2109112138)
5. Yusril Adam Syam Siregar (2109112507)
6. Raihan Dwi Fadilah (2009112893)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Hak Kekayaan
Intelektual, dengan judul: “Analisis Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor
08/HAKI.HAK CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY.” Penulis juga berterima kasih kepada
Bapak dosen yang telah memberikan bimbingan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan penulis khususnya, serta
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Pekanbaru, 7 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………........... i
Kata Pengantar……………………………………………………………….. ii
Daftar Isi…………………………………………………………...…………. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….... 1-2
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………... 3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kronologi Kasus Pelanggaran Hak Cipta…..…………………………… 4-8
2.2 Analisis Putusan Nomor 08/HAKI.HAK CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY… 9-13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan………………………………………...…………………….. 14
3.2 Saran………………………………………...…………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………............................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Paul Goldstein, Hak Cipta berarti hak untuk memperbanyak suatu
karya cipta dan untuk mencegah orang lain membuat salinan karya cipta tanpa izin
dari pemilik hak cipta.1 Sedangkan menurut Elyta Ras Ginting, Hak Cipta
merupakan hak kebendaan yang bersifat eksklusif dan melekat pada seorang
pencipta atau pemegang hak atas suatu karya ciptaannya di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra.2
WIPO (World Intellectual Property Organization) mengungkapkan bahwa
bahwa copyright is legal from describing right given to creator for their literary
and artistic works yang berarti hak cipta merupakan terminologi hukum yang
mendeskripsikan hak-hak yang diberikan kepada pencipta atas karya-karya mereka
dalam bidang seni dan sastra.3 Dalam hal ini terdapat dua persyaratan pokok agar
suatu karya mendapatkan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreativitas pencipta
atas suatu karya cipta. Suatu karya cipta adalah hasil dari kreativitas penciptanya
sendiri dan bukan merupakan tiruan. Namun, harus menunjukkan keaslian sebagai
suatu ciptaan seorang pencipta atas dasar kreativitas dan kemampuan pribadinya.
Peraturan mengenai Hak Cipta telah berkembang disebabkan oleh
banyaknya orang yang telah menciptakan berbagai karya seperti lagu, sastra, seni,
ilmu pengetahuan, dan sebagainya sehingga diperlukan ketentuan yang mengatur
terkait hak cipta
Dalam Undang-Undang Hak Cipta dijelaskan mengenai pencipta dan
ciptaaan. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Sedangkan ciptaan berarti setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,

1
Paul Goldstein, Hak Cipta: Dahulu, Kini, dan Esok, terjemahan oleh Masri Maris, Jakarta,
Obor Indonesia, 1997, hlm. 4.
2
Elyta Ras GinGng, Hukum Hak Cipta Indonesia, Citra Aditya BakG, Bandung, 2012, hlm.
61.
3
Hijrah Wahyudi and MardiyaG MardiyaG, ‘PerspekGf EGka Bisnis Mahasiswa Terhadap
Penggunaan SoTware Asli Dan Bajakan Di Kotamadya PonGanak’, Jurnal Ekonomi STIEP, 4.2
(2019), 9–16 <hZps://doi.org/10.54526/jes.v4i2.19>, hlm. 13.

1
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.4 Ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata diartikan sebagai bahwa suatu ide atau gagasan
yang lahir dari seseorang dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra tidak
akan dilindungi sepanjang belum diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Hal ini
berarti ide atau gagasan tersebut hanya sebatas ide atau gagasan dari seseorang yang
tidak dapat dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta.
Setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk yang nyata dan memperoleh
hak ekslusif, maka ciptaan tersebut berhak dilindungi menurut Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Apabila terjadi persoalan atau
permasalahan terkait hal tersebut baik dalam bentuk sengketa perbuatan melawan
hukum, perjanjian lisensi, maupun sengketa mengenai tarif dalam penarikan
imbalan atau royalti, sengketa mengenai hak cipta ini dapat diselesaikan melalui
alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.
Begitu banyak kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia dan
hal tersebut tentunya merupakan hal yang dapat merugikan para pencipta suatu
karya. Suatu bentuk kreativitas seseorang yang seharusnya dihargai dan dilindungi
malah dijadikan kesempatan bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab
sebagai lahan untuk mencari keuntungan. Maka diperlukan adanya peningkatan
perlindungan hukum bagi para pencipta karya.
Sengketa mengenai hak cipta ini telah diperiksa pada Pengadilan Niaga
Surabaya antara PT. MNC SKY VISION TBK. selaku penggugat dan Joko Susanto
selaku tergugat. Sengketa antara kedua belah pihak tersebut telah diputuskan oleh
Majelis Hakim dalam suatu Putusan Nomor 08/HAKI.HAK
CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY tentang hak cipta.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menguraikan lebih
lanjut persoalan terkait Analisis Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor
08/HAKI.HAK CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY.

4
Lu Sudirman, Cynthia Putri Guswandi, and Hari Sutra Disemadi, ‘Kajian Hukum
Keterkaitan Hak Cipta Dengan Penggunaan Desain Grafis Milik Orang Lain Secara GraGs Di
Indonesia’, Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8.3 (2021), 207–18
<hZps://bit.ly/3pdfKTL>, hlm.209.

2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penyelesaian sengketa antara PT. MNC SKY VISION TBK.
selaku penggugat dan Joko Susanto selaku tergugat pada Pengadilan Niaga
Surabaya serta analisis berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta dan teori yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual?

1.3 Tujuan
Agar dapat mengetahui penyelesaian sengketa antara PT. MNC SKY
VISION TBK. selaku penggugat dan Joko Susanto selaku tergugat pada Pengadilan
Niaga Surabaya serta analisis berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta dan teori yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus Pelanggaran Hak Cipta


Dalam hal Ketika pencipta atau pemegang hak cipta Ketika menemukan
karya ciptanya dilanggar oleh pihak lain dan ingin mempertahankan haknya
tersebut, sebenarnya pencipta atau pemegang hak cipta dalam undang-undang hak
cipta diberikan beberapa cara penyelesaian sengketa, yakni cara alternatif
penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.5 Dalam hal ini, pengadilan yang
berwenang untuk menyelesaikan perkara Hak Cipta adalah Pengadilan Niaga.
Berkaitan dengan analisis tersebut, hal ini bisa dibuktikan dengan Putusan
Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 08/HAKI.HAK CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY.
Antara: PT. MNC SKY VISION TBK., sebagai Penggugat, melawan Joko Susanto
sebagai Tergugat I dan PT. Plus Media sebagai Tergugat II.
Dalam kasus ini PT. MNC SKY VISION TBK sebagai penggugat
merupakan Perseroan Terbatas yang menjalankan usaha dibidang penyelenggara
Jasa Penyiaran televisi berlangganan6 dengan merek dagang Indovision,
sebagaimana merek dagang Indovision tersebut merupakan milik dari penggugat
yang telah didaftarkan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Oleh
karena Penggugat sebuah Perseoran terbatas maka pastilah ia merupakan badan
hukum. Badan hukum dapat didefinisikan sebagai suatu perkumpulan/organisasi
yang oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia, yaitu sebagai pengemban
hak dan kewajiban, dapat memiliki kekayaan, dapat menggugat dan digugat di
muka pengadilan.7 Dalam aturan Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 Lembaga
Penyiaran memiliki hak eksklusif yang dinamakan Hak Terkait sesuai yang diatur
pada pasal 20 huruf d.

5
Pasal 95 ayat 1 UUHC
6
MenguGp dari Wikipedia Ensiklopedia Bebas bahwa Televisi Berlangganan adalah jasa
penyiaran saluran televisi yang dilakukan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar
(berlangganan) secara berkala. Jasa ini biasanya disediakan dengan menggunakan sistem digital
ataupun analog melalui media satelit. Saat ini sistem penyiaran dengan digital adalah yang paling
lazim digunakan.
7
Azizah, Hukum Perseroan Terbatas, InGmedia, Malang, 2015, hlm. 19.

4
Penggugat bekerja sama dengan pihak yang memiliki industry penyiaran
dari berbagai negara untuk memperoleh izin dan hak menyiarkan/menayangkan
secara eksklusif dan merupakan pemegang hak sub-lisensi dari siaran-siaran berikut
ini:
a. Fox Movies Premium;
b. Star World;
c. National Geo Wild;
d. National Geographic;
e. National Geographic Channel;
f. MGM;
g. KidsCo;
h. Nickelodeon;
i. NGC;
j. Universal;
k. MNC Music;
l. MNC News;
m. MNC Entertainment;
n. MNC Lifestyle;
o. MNC Sport 1 dan 2;
p. Trace;
q. Vision 1 Sport;
r. KBS;
s. SunTV.
Sebagai pemegang hak terkait Lembaga penyiaran dalam hal ini penggugat
memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak dan/atau menyiarkan ulang karya
siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem
elektromagnetik.8 Oleh karena itu, penggugat melakukan gugatan ke pengadilan
niaga atas tergugat I dan tergugat II yang diduga telah menyiarkan siaran milik
penggugat dengan tanpa izin sebelumnya.

8
Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan & Peranannya dalam Pembangunan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 343.

5
Tergugat I dan Tergugat II tanpa izin dengan itikad tidak baik dan melawan
hukum telah menyiarkan dan atau meredistribusikan siaran-siaran Indovision milik
penggugat selaku pemegang hak siar. Tergugat I merupakan Direktur Utama PT.
Plus Media sebagai perseroan terbatas yang melakukan kegiatan
penyiaran/penayangan televisi berlangganan kepada pihak lain untuk memperoleh
keuntungan.
Dalam mengajukan gugatan tersebut Penggugat mengemukakan bahwa
pada periode bulan Agustus tahun 2011 sampai dengan Juli tahun 2013 Penggugat
menemukan adanya kegiatan penyiaran siaran-siaran Indovision milik Penggugat
yang meliputi siaran : Fox Movies Premium, Star World, Nationn Geo Wild,
National Geographic Channel, MNC Sport 1 dan 2 (selanjutnya disebut “Siaran
Umum Indovision”) melalui usaha televisi berlangganan milik Tergugat II yang
dikelola oleh Tergugat I didaerah Jember dan daerah Jawa Timur tanpa adanya izin
tertulis terlebih dahulu dari Penggugat, serta tidak dengan cara bekerjasama dengan
Penggugat selaku Pemegang Hak Cipta yang berupa Hak Siar atas Siaran Premium
Indovision. Akan tetapi para Tergugat menggunakan alat-alat berupa: Receiver HD
DVB S2 dengan menggunakan satelit Measat 3, NSS 6, Taikom 5, Abstar 7, dan
Intelsat 20, serta menggunakan receiver Aora TV dan Orange TV untuk
memperoleh/menangkap siaran film Indonesia (lokal). Selain itu, tergugat
memberlakukan penarikan tarif sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) kepada
setiap pelanggannya dengan jumlah pelanggan tergugat mencapai 9.251, sehingga
jika dijumlahkan atas penyiaran Siaran Premium Indovision milik PENGGUGAT
tersebut, TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah memperoleh keuntungan sebesar
Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) setiap bulannya.
Dengan adanya kegiatan pentiaran siaran yang dilakukan oleh TERGUGAT
I dan TERGUGAT II tersebut tanpa memiliki ijin dari PENGGUGAT selaku
pemilik dan pemegang ijin lisensi penyiaran tersebut, serta selama TERGUGAT I
dan TERGUGAT II melakukan penyiaran Siaran Premium Indovision tidak
memberikan keuntungan (royalty) kepada PENGGUGAT, sehingga senyatanya
tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melanggar hak cipta. Bahwa karena
tergugat telah menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun immaterial bagi
penggugat, dengan kerugian materiil yang didasarkan pada keuntungan berupa

6
biaya pelanggan sebesar Rp 20.000 perbulan yang dijalankan oleh tergugat dalam
menggunakan siaran milik penggugat selama 24 bulan, maka perinciannya sebagai
berikut: Rp 20.000,- x 24 bulan x 9.251 pelanggan = Rp 4.452.230.000,- (empat
miliar empat ratus lima puluh dua juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah), serta
kerugian immaterial yang didasarkan kepada turunnya tingkat kepercayaan
masyarakat untuk membeli layanan tv berlangganan kepada penggugat serta
menurunnya reputasi bisnis penggugat di mata pemilik siaran dari berbagai negara
tersebut yang apabila dikonversi kedalam bentuk uang dapat ditaksir mencapai
sebesar Rp 20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) sehingga total kerugian
materiil dan immaterial sebesar Rp 24.452.230.000,- yang wajib dibayarkan
tergugat secara tanggung renteng dan secara sekaligus.
Setelah pembacaan surat penggugat tersebut, pihak tergugat I mengajukan
jawaban atas gugatan tersebut, yang pertama dalam eksepsi bahwa gugatan
penggugat salah alamat karena tergugat I bukan lagi merupakan direktur utama dan
sudah ada direktur utama yang baru tetapi tidak dimasukkan sebagai pihak dalam
perkara ini, tidak adanya hubungan hukum antara tergugat dengan pihak penggugat
sehingga gugatan harus ditolak. Kemudian dalam jawaban tergugat dalam pokok
perkaranya yakni tergugat dalam menjalankan usaha siaran berlangganannya
adalah bekerja sama dengan PT. Krista Rafi Nusantara, sehingga dengan demikian
penggugat tidak mempunyai hak gugat kepada tergugat I melainkan kepada PT.
Krista Rafi Nusantara, menolak dalil penggugat yang menyatakan akumulasi
pendapatannya Rp 60.000.000,- dengan jumlah pelanggan mencapai 9.251
pelanggan itu adalah akumulasi yang sangat berlebihan, menolak pembayaran
royalty yang diajukan penggugat karena tergugat sama sekali tidak ada hubungan
hukum dengan pihak penggugat sehingga bukan merupakan pelanggaran Hak
Cipta.
Kemudian selanjutnya pihak tergugat II memberikan jawaban atas gugatan
penggugat dalam eksepsi sebagai berikut: bahwa PT. Plus Media yang dikelola oleh
tergugat II yang sebelumnya tergugat I sebagai direktur utama telah melakukan
kontrak Kerjasama content siaran dengan PT. Krista Rafi Nusantara sebagai pihak
yang ditunjuk oleh PT. MNC SKY VISION dengan perjanjian Kerjasama
penayangan content siaran yang wilayahnya termasuk Jember, sehingga tidak benar

7
apabila PT. Plus Media melakukan siaran tanpa izin PT. MNC SKY VISION,
kemudian jawaban dalam pokok perkaranya menolak dalil penggugat yang
menyatakan para tergugat telah menyiarkan siaran milik penggugat tanpa izin pihak
penggugat karena sebelumnya para tergugat telah melakukan perjanjian Kerjasama
dengan PT.Krista Rafi Nusantara sebagai perseoran yang ditunjuk oleh penggugat
untuk daerah Jember.
Kemudian setelah jawaban para tergugat dibacakan yang berupa sangkalan
gugatan, maka penggugat mengajukan bukti-bukti terkait dalam perkara a quo ini,
bahwa selain mengajukan bukti surat-surat sebagaimana dimaksud penggugat juga
menghadirkan saksi yang Bernama Soeroso dalam persidangan dibawah sumpah
yang intinya menerangkan bahwa para tergugat telah melakukan siaran milik
penggugat secara illegal tanpa ijin penggugat sehingga dapat dianggap telah
melakukan pelanggaran hak cipta dan telah merugikan penggugat sebesar 4 miliar
lebih.
Selanjutnya para tergugat juga mengajukan bukti-bukti surat dan 2 orang
saksi kedalam persidangan yang intinya menerangkan bahwa tergugat I bukanlah
termasuk pihak dalam perkara ini karena sudah ada Direktur Utama PT. Plus Media
yang baru, adanya kontrak Kerjasama antara PT. Plus media dengan PT. krista rafi
nusantara sebagai pihak yang ditunjuk penggugat, dan menerangkan para tergugat
sebenarnya tidak memiliki pelanggan karena yang memiliki pelanggan adalah LO
(Lokal Operator) yang tergabung pada PT. Plus media.
Setelah majelis hakim melakukan pertimbangan atas pendapat, bukti-bukti,
dan saksi yang telah diajukan di persidangan oleh kedua belah pihak yang
berperkara yakni penggugat dan para tergugat, maka majelis hakim dalam perkara
ini memberi putusan yakni menolak eksepsi tergugat I dan tergugat II, menyatakan
bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum para
tergugat secara tenggung renteng untuk membayar kerugian materiil kepada
penggugat sebesar Rp Rp 4.440.480.000,- ( empat Milyar Empat Ratus Empat
Puluh Juta Empat ratus Delapan puluh Ribu Rupiah) secara tunai, serta menghukum
para tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 4.266.000,- (empat juta dua ratus
enam puluh enam ribu rupiah)

8
2.2 Analisis Putusan Nomor 08/HAKI.HAK CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY.
Analisis penulis dari Putusan tersebut adalah berawal karena tidak adanya
izin sebelumnya atau perjanjian Kerjasama yang dibuat oleh penggugat sebagai
pemegang hak siar kepada para tergugat yang telah menayangkan siaran milik
penggugat sehingga penggugat yang memiliki hak merasa dirugikan atas perbuatan
tergugat. Karena dalam aturan KUH Perdata pasal 1365 dijelaskan bahwa:
“tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerigian itu,
mengganti kerugian tersebut.”
Oleh karenanya penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan atas
perbuatan melawan hukum tergugat karena penggugat memiliki hak untuk
menggugat karena merasa dirugikan atas perbuatan para tergugat tersebut PT. MNC
SKY VISION sebagai penggugat merupakan perusahaan penyiaran yang memiliki
pemegang hak siar untuk menayangkan siaran dari pemilik siaran. Perusahaan
penyiaran dalam dunia Hak atas Kekayaan Intelektual khususnya dalam bidang hak
cipta dikenal sebagai Lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran adalah
penyelenggara penyiaran, baik Lembaga penyiaran public, Lembaga penyiaran
swasta, Lembaga penyiaran komunitas maupun Lembaga penyiaran berlangganan
yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.9 Dan PT MNC SKY VISION sebagai Lembaga
penyiaran memiliki hak terkait yang berupa hak ekonomi yang dijelaskan dalam
pasal 20 huruf d UUHC Nomor 28 Tahun 2014.10
Lembaga penyiaran sendiri merupakan Lembaga yang diberikan hak oleh
hak cipta yang secara umum sudah diatur dalam Perjanjian Trips Agreements Pasal
14 ayat 3. Lembaga penyiaran memiliki hak untuk melarang perbuatan yang
dilakukan tanpa otorisasi mereka yang berupa fiksasi, reproduksi fiksasi dan siaran
nirkabel sarana siaran, serta komunikasi kepada public siaran televisi yang sama.
Sebagai pemegang hak terkait yang memiliki hak ekonomi penggugat memiliki hak
untuk menyiarkan bentuknya berupa mentransmisikan satu ciptaan oleh peralatan
tanpa kabel. Hak penyiaran ini meliputi penyiaran ulang dan mentransmisikan

9
Pasal 1 ayat (8) UUHC Nomor 28 Tahun 2014
10
Pasal 20 UUHC

9
ulang. Khusus untuk Lembaga penyiaran diberikan hak oleh konvensi roma 1961
sebagai konvensi tersendiri yang mengatur hak cipta bidang hak terkait (diatur
dalam pasal 13 Konvensi Roma).
Yang kemudian dari pasal 13 Konvensi Roma 1961 tersebut disesuaikan
kedalam aturan Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014 yang dijelaskan pada Pasal 25 yang berbunyi:
(1) Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi.
(2) Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain
untuk melakukan:
a. Penyiaran ulang siaran;
b. Komunikasi siaran;
c. Fiksasi siaran; dan/atau
d. Penggandaan Fiksasi siaran.
(3) Setiap orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan
komersial atas konten karya siaran Lembaga penyiaran.
Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan/atau
menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel atau
melalui sistem kabel atau melalui sistem elektromagnetik. Sehingga dalam putusan
pengadilan tersebut penggugat sudah sepatutnya melarang pihak tergugat karena
menjalankan kegiatan siarannya menggunakan alat-alat berupa: Receiver HD DVB
S2 dengan menggunakan satelit Measat 3, NSS 6, Taikom 5, Abstar 7, dan Intelsat
20, serta menggunakan receiver Aora TV dan Orange TV untuk
memperoleh/menangkap siaran film Indonesia (lokal) yang tanpa izin atau
persetujuan terlebih dahulu dari penggugat.
Oleh karena pihak tergugat terbukti tanpa izin sebelumnya dari pihak
penggugat telah melakukan penyiaran tersebut maka hal ini jelas membuktikan
bahwa tergugat dalam menjalankan usaha penyiaran tersebut tidak disertai dengan
adanya itikad baik. Jika tergugat sebagai pengguna siaran yang menyiarkan ulang
siaran milik penggugat memiliki itikad baik sebagaimana dimaksud, maka
seharusnya tergugat meminta izin terdahulu kepada penggugat yang dibuat dalam

10
suatu perjanjian lisensi, karena perjanjian yang diakui oleh aturan hak cipta adalah
perjanjian lisensi. Lisensi sendiri diatur dalam Pasal 80 UUHC yang memberikan
hak kepada pemegang hak cipta ataupun hak terkait untuk mendapatkan royalty
(kecuali diperjanjikan lain) selama jangka waktu lisensi sebagai manfaat ekonomi
bagi pencipta atau pemegang hak. Sedangkan pada kasus ini para tergugat tidak
mendapatkan izin yang berupa perjanjian lisensi dari penggugat selaku pemegang
hak siar, sehingga penggugat merasa haknya telah dilanggar dan telah mengalami
kerugian akibat dari siaran yang dilakukan oleh para tergugat. Oleh karenanya
dalam pembuktian penggugat berhasil membuktikan bahwa tidak adanya perjanjian
lisensi dan para tergugat tidak dapat membuktikan juga atas sangkalan dari gugatan
penggugat maka disini terlihat bahwa pencipta begitu kuat Ketika menggugat pihak
lain yang menggunakan karyanya tanpa menggunakan perjanjian lisensi yang
dibuat sebelumnya.
Dalam putusan ini penggugat telah mengajukan beberapa alat bukti yang
berupa bukti surat dan saksi yang diajukan dalam persidangan untuk menguatkan
gugatannya yang pada akhirnya bukti-bukti menjadi dasar pertimbangan hakim
dalam mengabulkan gugatan penggugat. Tetapi dalam aturan UUHC Nomor 28
Tahun 2014, si pemegang hak cipta ataupun hak terkait dalam mempertahankan hak
ekonominya Ketika dilanggar oleh pihak lain dikuatkan oleh Pasal 17 ayat (1) yang
menjelaskan bahwa:
“Hak ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta atau
pemegang hak cipta selama pencipta atau pemegang hak cipta tidak
mengalihkan seluruh hak ekonomi dari pencipta atau pemegang hak cipta
tersebut kepada penerima pengalihan hak atas ciptaan.”
Pasal 17 ayat (1) UUHC tersebut merupakan cerminan atau penerapan dari
Asas Zaaksgevolg/droit de suit. Asas ini merupakan asas hukum dalam bidang
perdata yang menyatakan bahwa hak kebendaan selalu mengikuti bendanya dimana
dan dalam tangan siapapun bend aitu berada. Hal ini penulis dapat katakana karena
hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud sesuai yang dijelaskan pada
pasal 16 UUHC. Dengan adanya asas tersebut dalam aturan Undang-undang Hak
Cipta memberikan perlindungan bagi Pencipta atau pemegang hak cipta Ketika hak
ekonominya dilanggar. Sehingga dalam kasus putusan pengadilan niaga tersebut

11
Ketika penggugat sebagai pemegang hak terkait mengetahui ada pihak yang
melanggar hak ekonominya, maka penggugat sebenarnya tidak harus membuktikan
gugatannya melalui pembuktian biasa atau pembuktian pada umumnya, karena
Ketika haknya dilanggar dan si penggugat memiliki bukti permulaan yang cukup
karena penggugat sudah dilindungi pasal 17 ayat (1) yang bahwa pada kasus ini
penggugat tidak pernah mengalihkan hak ekonominya kepada para tergugat,
sehingga hak ekonomi tetap berada di tangan penggugat. Hal ini dapat dibuktikan
karena tidak adanya izin atau perjanjian lisensi sebelumnya oleh penggugat kepada
para tergugat untuk menyiarkan siaran miliknya ke daerah Jember dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan.
Bahwa selain menuntut kerugian Materiil, pihak penggugat juga menuntut
kerugian Immateriil. Hal ini didasarkan karena perbuatan para tergugat telah
menghilangkan kepercayaan dari masyarakat atas pelayanannya, dan menurunkan
reputasi penggugat di mata para pemilik siaran karena siarannya digunakan tanpa
izin dan tidak memberikan keuntungan kepadanya. Penggugat dalam menuntut
kerugian Immateriilnya karena didasarkan dengan aturan Pasal 5 ayat (1) UUHC
bahwa:
(1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat
secara abadi pada diri Pencipta untuk:
a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi
Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan
diri atau reputasinya.
Pasal tersebut merupakan aturan yang memberikan Hak Eksklusif bagi
Pencipta dalam mempertahankan Hak Moralnya. Jika penulis mengkaji lebih
mendalam bahwa alasan penggugat menuntut kerugian Immateriil adalah wajar
karena pada pasal 5 ayat (1) huruf e diatas dijelaskan bahwa pemegang hak dapat
mempertahankan haknya dalam hal yang bersifat merugikan kehormatan atau

12
reputasinya. Dan dalam kasus ini penggugat dirugikan reputasinya di mata para
pemilik siaran karena adanya pihak yang terbukti melakukan siaran dari pemilik
siaran dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya izin atau
perjanjian lisensi terlebih dahulu dari penggugat. Tetapi meskipun demikian aturan
pada hak moral ini hanya diberikan kepada PENCIPTA SAJA, bukan pada
pemegang hak cipta, meskipun penggugat merasa hak moralnya dilanggar yang
mengakibatkan kerugian Immateriil, majelis hakim tidak bisa mengabulkan
gugatannya karena penggugat bukanlah seorang pencipta. Hal ini dikuatkan juga
pada aturan Pasal 20 huruf d yang dimana Lembaga penyiaran selaku pemegang
hak terkait hanya memiliki hak ekonomi saja dan tidak memiliki hak moral seperti
halnya pelaku pertunjukan yang memiliki hak ekonomi dan hak moral.
Selain itu, berdasarkan Natural Right Theory, yang mana menurut teori ini
seorang pencipta mempunyai hak untuk mengontrol penggunaan dan keuntungan
dari ide, bahkan sesudah ide itu diungkapkan kepada masyarakat. Salah satu unsur
utama dari teori ini yakni First Occupancy dimana seseorang yang menemukan atau
mencipta sebuah invensi (ide penemu) berhak secara moral terhadap penggunaan
eksklusif invensi tersebut. Sehingga penulis setuju dengan majelis hakim yang tidak
bisa mengabulkan gugatannya karena penggugat bukanlah seseorang yang
menemukan ataupun menciptakan sebuah invensi, jadi penggugat tidak memiliki
hak moral. Sehingga dalam kasus ini Legal Standing Penggugat dalam menggugat
hak moralnya lemah karena pada dasarnya hak terkait Lembaga penyiaran hanya
mengatur untuk memanfaatkan hak ekonominya saja, tidak termasuk untuk
menikmati hak moral. Sehingga menurut penulis dalam hal majelis hakim memutus
dengan tidak mengabulkan penggugat dalam hal gugatan hak moralnya adalah
sudah tepat.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari beberapa Analisa yang telah penulis lakukan diatas, disini penulis
sependapat dengan Putusan Hakim pada kasus pelanggaran Hak Cipta tersebut. Hal
ini dikarenakan penggugat merupakan pemegang hak siar sebagai pihak yang
dilanggar haknya oleh Tergugat memiliki kedudukan yang kuat dalam
mempertahankan hak ekonominya. Ini dikarenakan penggugat memiliki izin yang
berupa Lisensi dari pemilik industry siaran untuk menyiarkan siarannya di wilayah
Indonesia, sedangkan tergugat tidak memiliki izin siaran yang berupan lisensi dari
penggugat ataupun lisensi langsung dari pemilik industry siaran. Bahwa selain
terdapat bukti bahwasanya tidak adanya perjanjian lisensi yang diberikan oleh
penggugat kepada tergugat, penggugat selaku penegang hak siar yang memiliki
izin/lisensi langsung dari pemilik industry siaran juga dilindungi atau dikuatkan
dengan adanya asas Zaaksgevolg/droit de suit tersebut yang menguatkan legal
standingnya. Sedangkan dalam hal penggugat mempertahankan hak moral dalam
kasus ini memiliki kedudukan yang lemah dikarenakan penggugat sebagai
Lembaga penyiaran dalam aturan Undang-Undang Hak Cipta hanya diberikan Hak
Ekonomi saja, tidak termasuk untuk memanfaatkan Hak Moral.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis melalui pengkajian terhadap
pencipta atau pemegang hak cipta dalam mempertahankan hak moralnya Ketika
terjadi pelanggaran atas ciptaannya adalah seharusnya hak moral diberikan asas
hukum dan perjanjian khusus, seperti halnya hak ekonomi yang memiliki asas
Zaaksgevolg/droit de suit dan perjanjian khusus seperti lisensi yang dapat
menguatkan gugatan pencipta yang dilakukan oleh pihak lain di muka pengadilan.
Sehingga pencipta dalam mempertahankan hak moral memiliki kedudukan yang
kuat dan juga lebih mudah membuktikan pelanggaran yang terjadi terkait
ciptaannya yang dilanggar oleh pihak lain selain menggunakan proses pembuktian
biasa menurut Pasal 1865 dan 1866 KUH Perdata.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku
Azizah. (2015). Hukum Perseroan Terbatas. Malang: Intimedia.
Ginting, Elyta Ras. (2012). Hukum Hak Cipta Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Goldstein, Paul. (1997). Hak Cipta: Dahulu, Kini, dan Esok, terjemahan oleh Masri
Maris. Jakarta: Obor Indonesia.
Hutagalung, Sophar Maru. (2011). Hak Cipta Kedudukan & Peranannya dalam
Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika.

Sumber Jurnal
Hijrah Wahyudi, and Mardiyati Mardiyati, ‘Perspektif Etika Bisnis Mahasiswa
Terhadap Penggunaan Software Asli Dan Bajakan Di Kotamadya Pontianak’,
Jurnal Ekonomi STIEP, 4.2 (2019), 9–16
<https://doi.org/10.54526/jes.v4i2.19>
Sudirman, Lu, Cynthia Putri Guswandi, and Hari Sutra Disemadi, ‘Kajian Hukum
Keterkaitan Hak Cipta Dengan Penggunaan Desain Grafis Milik Orang Lain
Secara Gratis Di Indonesia’, Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8.3
(2021), 207–18 <https://bit.ly/3pdfKTL>

Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 08/HAKI.HAK
CIPTA/2015/PN.Niaga.SBY

15

Anda mungkin juga menyukai