Anda di halaman 1dari 24

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN REPRODUKSI WANITA

Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ luar (externa) dan

organ dalam (interna).

2.1.1 Organ Reproduksi Externa

Pada umumnya disebut dengan vulva, meliputi semua organ yang

terdapat di antara os pubis ramus inferior dan perineum. Yang termasuk

organ reproduksi externa adalah :

Gambar 1

Organ Genitalia Wanita Eksterna Wanita (Pearce, 1999)

5
6

a. Mons veneris yang ditumbuhi bulu f. Orifisium vagina

b. Labia mayora g. Himen

c. Labia minora h. Fouschettx

d. Klitoris i. Perineum

e. Orifisium uretra j. Anus

a. Mons Veneris

Mons veneris merupakan bagian yang menonjol dan terdiri dari

jaringan lemak yang menutupi bagian depan simpisis pubis, dan

setelah masa pubertas kulit mons veneris akan ditumbuhi oleh rambut.

b. Labia Mayora

Labia mayora berbentuk lonjong dan menonjol, berasal dari

mons veneris dan berjalan ke bawah dan belakang,yaitu dua lipatan

kulit yang tebal membentuk sisi vulva dan terdiri dari kulit, lemak,

pembuluh darah, jaringan otot polos dan syaraf. Labia mayora sinistra

dan dextra bersatu di sebelah belakang dan merupakan batas depan

dari perinium, yang disebut commisura posterior (frenulum), dan

panjangnya kira – kira 7, 5 cm.

Labia Mayora terdiri dari dua permukaan :

1. Bagian luar, menyerupai kulit biasa dan ditumbuhi rambut.

2. Bagian dalam menyerupai selaput lendir dan mengandung banyak

kelenjar sebacea.
7

c. Labia Minora

Labia minora merupakan lipatan sebelah medial dari labia

mayora. Merupakan lipatan kecil dari kulit di antara bagian superior

labia mayora. Sedangkan labianya mengandung jaringan erektil.

Kedua lipatan tersebut bertemu dan membentuk superior sebagai

preputium klitoridis pada bagian superior dan inferior sebagai

klitoridis pada bagian inferior.

d. Klitoris

Klitoris merupakan sebuah jaringan erektil kecil, banyak

mengandung urat-urat syaraf sensoris yang dibentuk oleh suatu

ligamentum yang bersifat menahan ke depan simpisis pubis dan

pembuluh darah. Panjangnya kurang lebih 5 cm, klitoris identik

dengan penis tetapi ukurannya lebih kecil dan tak ada hubungannya

dengan uretra.

e. Hymen (selaput dara)

Hymen adalah diafragma dari membrane yang tipis dan

menutupi sebagian besar introitus vagina, di tengahnya terdapat lubang

dan melalui lubang tersebut kotoran menstruasi dapat mengalir keluar.

Biasanya hymen berlubang sebesar jari, letaknya di bagian mulut

vagina memisahkan genitalia eksterna dan interna.


8

f. Vestibulum

Vestibulum merupakan rongga yang sebelah lateralnya dibatasi

oleh kedua labia minora, anterior oleh klitoris, dorsal oleh fourchet.

Pada vestibulum terdapat muara-muara dari vagina uretra dan terdapat

juga 4 lubang kecil yaitu : 2 muara dari kelenjar bartholini yang

terdapat di samping dan agak ke belakang dari introitut vagina, 2

muara dari kelenjar skene di samping dan agak dorsal dari uretra.

2.1.2 Organ Reproduksi Interna

Organ reproduksi interna wanita terletak dalam rongga pelvis.

Berikut yang termasuk organ reproduksi interna adalah :

Gambar 2

Organ Genitalia Wanita Eksterna Wanita

(www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/BIOBK/BioBook/REPOD.html)
9

a. Vagina

Tabung berongga berotot yang dilapisi membran dari jenis

epithelium bergaris yang khusus. Dialiri pembuluh darah dan serabut

saraf secara berlimpah. Panjang vagina adalah dari vestibula sampai ke

uterus. Permukaan anterior vagina menyentuh basis kandung kemih

dan uretra. Sedangkan dinding posteriornya membentuk rektum dan

kantung rektovaginal (ruang Douglas). Dinding vagina terdiri dari 3

lapis. Lapisan dalam adalah selaput lendir (membran mukosa) yang

dilengkapi lipatan-lipatan atau rugae. Lapisan luar adalah lapisan

berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar. Di antara

kedua lapisan ini terdapat lapisan jaringan erektil yang terdiri dari

jaringan areoler, pembuluh darah dan beberapa selaput otot tak

bergaris (Pearce,1999).

b. Uterus

Uterus adalah organ yang tebal berotot berbentuk buah pir

terletak di dalam pelvis, antara rektum di belakang dan kandung kemih

di depan. Peritoneum menutupi sebagian besar permukaan luar uterus.

Panjang uterus 5 s/d 8 cm.

Uterus terbagi atas 3 bagian :

1. Fundus, bagian cembung di atas tuba fallopi.

2. Badan uterus, melebar dari fundus ke serviks, sedangkan

antara badan dan seviks terdapat isthmus.

3. Serviks, bagian bawah yang sempit pada uterus.


10

Fungsi uterus yaitu untuk menahan dan menerima ovum yang

telah dibuahi selama perkembangannya menjadi fetus.

Ada 4 tipe letak uterus, yakni :

1. Antefleksio dan retrofleksio

Sumbu cervix dan sumbu corpus uteri membentuk

sudut. Jika sudut membuka ke depan disebut antefleksio,

sedang bila membuka ke belakang disebut retrofleksio.

2. Anteversio dan retroversio

Sumbu vagina dan sumbu uterus membentuk sudut.

Jika sudut membuka ke depan disebut anteversio, sedang

bila membuka ke belakang disebut retroversio.

3. Positio

Uterus biasanya tidak terletak tepat pada sumbu

panggul, bisa lebih ke kiri/kanan (sinistro/dextro positio), ke

depan/belakang (antero/dorso positio).

4. Torsio

Letak uterus agak terputar.

Letak normal uterus sedikit anteflexi pada bagian

lehernya dan sedikit anteversi pada fundusnya.(Bag.Obsgin

FK Unpad,1983).
11

c. Tuba Fallopi

Tuba fallopi atau saluran telur terdapat pada tepi atas

ligamentum latum berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uterus

kanan dan kiri. Panjang kira-kira 10 cm, makin jauh dari rahim makin

membesar dan membentuk ampul dan belok ke bawah berakhir

menjadi tepi berfimbria. Salah satu fimbria menempel ke ovarium dan

tuba fallopi ditutupi oleh peritoneum, fungsi normal tuba fallopi

adalah mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus dan sehingga

sebagai tempat untuk pembuahan ( Pearce, 1995:264 ).

Tuba fallopi dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

1. Pars intertitialis ( intramuralis )

2. Pars isthmika

3. Pars ampularis

4. Infundibulum

d. Ovarium

Kedua ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari,

terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba fallopi dan terikat di

sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi

sejumlah besar ovarium belum matang yang disebut oosit primer.

Setiap oosit dikelilingi oleh sel folikel pemberi makanan. Pada setiap

siklus haid, satu dari ovum primitif ini mulai mematang dan kemudian

berkembang menjadi folikel Graaf. Pada masa folikel Graaf

mendekati pematangan, letaknya dekat ovarium dan semakin mekar


12

karena berisi cairan liquor folikuli. Tekanan dari dalam folikel

menyebabkan ovarium sobek dan mengeluarkan cairan dan ovum

melalui rongga peritoneal dan masuk ke dalam lubang yang berbentuk

corong dari tuba fallopi. Proses pematangan folikel Graaf dan

pelepasan ovum disebut ovulasi. Bila folikel Graaf sobek maka terjadi

perdarahan yang menjadi gumpalan di dalam ruang folikel dan sel-sel

yang berwarna kuning dari dinding folikel tumbuh masuk ke dalam

gumpalan membentuk korpus luteum. Bila ovum yang keluar dibuahi

oleh sperma, maka korpus luteum terus tumbuh besar dan mulai

atrofik 5 sampai 6 bulan kemudian. Bila ovum tidak dibuahi maka

korpus luteum bertahan selama 12 – 14 hari, sampai tepat sebelum

masa menstruasi selanjutnya (Pearce,1999).

Siklus ovarium dipengaruhi oleh kerja hormon estrogen dan

progesteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel sebelum ovulasi, dan

oleh korpus luteum setelah ovulasi, sedangkan progesteron dihasilkan

oleh korpus luteum. Kedua hormon tersebut dipengaruhi oleh

hipotalamus. Hipotalamus juga mempengaruhi anterior pituitary

memproduksi FSH (Follicle Stimulating Hormon) dan LH

(Luteinizing Homon). Siklus ovarium berlangsung selama 14 hari.

Siklus menstruasi berlangsung 15 – 31 hari. Terjadi jika tidak terjadi

pembuahan. Terdiri dari masa menstruasi kira-kira 5 hari. Pada masa

ini kadar FSH dan LH yang menurun menyebabkan korpus luteum

meluruh dan lapisan endometrium dari dinding uterus runtuh sehingga


13

terjadi perdarahan. Masa sesudah menstruasi adalah tahap perbaikan

dan pertumbuhan selama 9 hari. FSH dan LH bekerja merangsang

pematangan folikel dan pengeluaran estrogen hingga terjadi lagi

ovulasi.

Gambar 3

Siklus reproduksi wanita dan perubahan hormonnya

(www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/BIOBK/BioBook/

REPROD.html)

2.2 PATOLOGI INFERTILITAS PRIMER

Infertilitas primer berarti pasangan suami istri belum mampu dan

belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual

sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam

bentuk apapun.
14

Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :

a. Gangguan organ reproduksi

1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan

membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan

menghambat transportasi sperma ke vagina.

2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen

yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus

sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim

terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang

menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks

sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim.

3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi

uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan

adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai

darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus

berulang.

4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan

adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan

sperma tidak dapat bertemu.

b. Gangguan ovulasi

Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena

ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada

sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar


15

terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor

cranial, stress, dan pengguna obat-obatan yang menyebabkan

terjadinya disfungsi hiotalamus dan hipofise. Bila terjadi

gangguan sekresi kedua hormone ini. Maka folikel mengalami

hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan ovulasi.

c. Kegagalan implantasi

Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami

kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi.

Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak

berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan

terjadilah abortus.

d. Endometriosis

e. Faktor immunologis

Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu,

maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap

benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada

wanita hamil.
16

f. Lingkungan

Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas

ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada

seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan

mempengaruhi kesuburan.

(http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/05/infertilitas-

pengertian-penanganan.html#ixzz3bsm1zsZ0)

2.3 SYARAT KAMAR PEMERIKSAAN DENGAN FLUOROSKOPI

1. Suhu ruang pemeriksaan 20o-40o C dan kelembaban 40-60 %

2. Ketebalan dinding

Bata merah dengan ketebalan 25 cm dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm3

Atau beton dengan ketebalan 20 cm setara dengan 2 mm Pb.

3. Pintu dan ventilasi

Pintu ruangan dilapisi dengan Pb dengan ketebalan tertentu.

Ventilasi setinggi 2 m dari lantai sebelah luar agar orang di luar tidak

terkena paparan radiasi.

Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu merah yang

menyala pada saat dihidupkan sebagai tanda sedang dilakukan

penyinaran.

4. Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai dengan

kebutuhan.

5. Pada setiap sambungan Pb, dibuat tumpang tindih


17

6. Ruang x-ray dengan fluoroskopi : 7,5 m (p) x 5,7 m (l) x 2,8 m (t)

(http://radiologi-xl.blogspot.com/2009/10/d-ruangan.html)

2.4 TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI HSG

2.4.1 Pengertian Hysterosalpingography ( HSG )

Hysterosalpingography ( HSG ) merupakan pemeriksaan radiografi

dengan memasukkan media kontras radio-opaque melalui canula untuk

memperlihatkan bentuk, ukuran dan posisi uterus serta tuba fallopi. Dapat

pula untuk memperlihatkan lesi seperti polip, tumor atau fistula dan untuk

memeriksa patensi tuba fallopi pada kasus sterilitas (Ballinger, 1995).

2.4.2 Indikasi dan Kontra Indikasi

a. Indikasi

Pemeriksaan Hysterosalpingography ( HSG ) memiliki indikasi yang

cukup banyak, yaitu :

1) Infertilitas.

2) Kelainan kongenital pada uterus, seperti : arcuate uterus, bicornuate

uterus, uterus didelphys.

3) Perlengketan uterus (sindrom Asherman’s).

4) Pemeriksaan sebelum myomectomy.

5) Pendarahan abnormal pada uterus.

6) Operasi tuba fallopi.

7) Lokalisasi IUD (Intra Uterine Device).

8) Penyinaran diethylstilbestrol (DES) pada uterus.


18

9) Endometrial carcinoma.

(Yoder,1988)

b. Kontra Indikasi

Ada beberapa hal yag dapat menjadi penyebab tidak dapat

dilakukannya Hysterosalpingography ( HSG ), yaitu :

1) Hamil.

2) Perdarahan uterus yang hebat.

3) Radang pelvis akut.

4) Alergi media kontras.

5) Mengidap penyakit seksual menular, seperti gonorrhea atau

chlamydia. (Yoder,1988)

2.4.3 Persiapan Pasien

Sebelum pemeriksaan Hysterosalpingography ( HSG )ini dilakukan,

ada beberapa persiapan pasien yang harus dilakukan. Persiapan tersebut

antara lain :

a. Penderita sejak hari pertama menstruasi yang terakhir sampai dilakukan

pemeriksaan tidak diperkenankan melakukan persetubuhan (koitus)

terlebih dahulu.Pemeriksaan Hysterosalpingography ( HSG ) dapat

dilakukan hari ke 10-15 dari hari pertama haid terakhir ( HPHT ).

b. Pada pemeriksaan sebaiknya rektum dalam keadaan kosong, malam hari

sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien melakukan urus-urus. Bisa

dengan minum obat laksatif seperti dulcolax (Ballinger,1995).


19

c. Untuk mengurangi ketegangan dan rasa sakit, atas perintah dokter

penderita dapat diberi obat penenang, dan anti spasmodik.

d. Sebelum pemeriksaan yang dilakukan penderita untuk buang air kecil

terlebih dahulu untuk menghindari agar penderita tidak buang air selama

jalannya pemeriksaan sehingga pemeriksaan tidak terganggu dan berjalan

lancar.

e. Berikan penjelasan pada pasien maksud dan tujuan pemeriksaan yang

akan dilakukan, serta jalannya pemeriksaan agar pasien merasa aman dan

tenang sehingga dapat diajak kerjasama demi kelancaran pemeriksaan.

2.4.4 Persiapan Alat dan Bahan

a. Persiapan Alat

1. Pesawat sinar-X dilengkapi dengan fluoroskopi (Ballinger,1995)

2. Spekulum

3. Conus

4. Histerosalpingography set

5. Spuit 20 cc

6. Sarung tangan

7. Pinset

8. Lampu

9. Mangkok

10. Sonde uteri

11. Duk steril

12. Kaset dan film ukuran 18x24 cm


20

b. Persiapan bahan :

1. Kassa steril

2. Cairan desinfektan

3. Cairan NaCl

4. Anti spasmodik

5. Media kontras

Media kontras radio-opaque, biasanya water-soluble. Water-

soluble dipilih karena menghasilkan gambaran diagnostik yang lebih

baik daripada oil-soluble dan tidak memiliki efek samping

(Yoder,1988).

2.4.5 Prosedur Pemeriksaan

Setelah menyiapkan alat dan bahan, maka pasien dipanggil untuk

melakukan mencocokan identitas pasien dan melakukan anamese.

Kemudian pasien dipersilahkan untuk mengganti baju dengan baju pasien

yang telah disiapkan di kamar ganti. Kemudian pasien disarankan untuk

buang air kecil terlebih dahulu dan setelah itu pasien dibaringkan di atas

meja pemeriksaan.

Pemeriksaan Hysterosalpingography ( HSG ) dengan fluoroskopi

menggunakan plain foto, proyeksi antero posterior sambil mengikuti

jalannya media kontras dan proyeksi tambahan. Proyeksi tambahan adalah

oblique, axial, dan lateral, sesuai kebutuhan radiolog saat mengamati objek

dengan fluoroskopi serta foto post pemeriksan (Ballinger, 1995).


21

1. Plain Foto

Digunakan untuk mengetahui persiapan pasien, yakni

dengan tidak adanya obyek yang mengganggu (feses) di sekitar

area pemeriksaan, benda asing seperti IUD, melatih pasien

untuk ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan ekspose serta

menentukan faktor eksposi yang tepat.

Posisi pasien : Pasien tidur terlentang di atas meja

pemeriksaaan, Mid Sagital Plane

( MSP ) tepat pada pertengahan meja

pemeriksaan.

Posisi objek : Mid Sagital Plane ( MSP ) pelvis

tegak lurus terhadap garis tengah

kaset, kedua tungkai lurus.

Arah sinar : Vertikal tegak lurus

Central point : 2 inchi di atas simpisis pubis

FFD : 100 cm

Ukuran kaset : 18x24 cm

Faktor eksposi : Menggunakan kV tinggi dan waktu

eksposi yang singkat. Eksposi

dilakukan saat pasien ekspirasi tahan

nafas.
22

Gambar 4

Posisi antero posterior foto polos (Ballinger,1995)

Kriteria radiograf : Tampak batas atas crista iliaca,

batas bawah simpisis pubis, tampak

rongga pelvis bersih tanpa ada

gambaran fecal material, tidak ada

rotasi pada pelvis.

Gambar 5

Hasil radiograf foto polos


23

2. Teknik Pemasanagan Hysterosalpingography ( HSG ) Set

Pasien berbaring dengan posisi litotomi dan dilakukan

sterilitas pada organ genetalia eksterna. Spekulum dimasukan

perlahan-lahan ke dalam lumen vagina. Servik dan bagian depan

portio dibersihan dengan betadine. Setelah itu dilakukan sonde

uterus untuk mengetahui dalamnya kavum uterus dan posisi

uterus. Kemudian konus dipasang di ujung alat

histerosalpingography set sedangkan tabung injeksi dipasang di

pangkalnya (tabung injeksi telah berisi bahan kontras), udara

dalam tabung terlebih dahulu dikeluarkan dan konus dipasang di

orifisium uteri eksterna, kemudian tenakulum dan alat

histerosalpingography set tersebut difiksasi dengan cara

memutar skrup. Pasien digeser ke tengah-tengah meja

pemeriksaan dengan tungkai lurus ke bawah.


24

3. Proyeksi Antero Posterior

Media kontras disuntikan sebanyak 5cc dan dibuat foto

dengan posisi Antero Posterior.

Posisi pasien : Pasien tidur terlentang di atas meja

pemeriksaaan, Mid Sagital Plane

( MSP ) tepat pada pertengahan meja

pemeriksaan.

Posisi objek : Mid Sagital Plane ( MSP ) pelvis

tegak lurus terhadap garis tengah

kaset, kedua tungkai lurus.

Arah sinar : Vertikal tegak lurus

Central point : 2 inchi di atas simpisis pubis

FFD : 100 cm

Ukuran kaset : 18x24 cm

Faktor eksposi : Menggunakan kV tinggi dan waktu

eksposi yang singkat. Eksposi

dilakukan saat pasien ekspirasi tahan

nafas.
25

Gambar 6
Posisi antero posterior (Ballinger,1995)
Kriteria radiograf :
- Bentuk dari uterus yang normal berbentuk segitiga, bagian
dasarnya pada fundus dan apex pada sisi inferior,
berhubungan dengan canalis cervikalis.
- Tidak ada gambaran kelainan seperti tumor, polip atau bentuk
abnormal dari uterus.
- Tuba fallopi terletak di kanan dan kiri uterus. Terbagi atas
empat daerah yaitu : interstitial, isthmus, ampulla, dan
infundibulum. Daerah yang terlihat jelas dengan kontras
adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang
seperti huruf S dan tampak melebar.
- Terdapat gambaran spekulum maupun portubator di rongga
uterus.

Gambar 7
Hasil radiograf proyeksi antero posterior
26

4. Proyeksi Oblique

Proyeksi oblique ini digunakan untuk proyeksi tambahan

dilakukan setelah dimasukkannya media kontras pada uterus.

Proyeksi oblique kanan dan kiri yaitu dengan menambahkan lagi

media kontras sebanyak 5 cc untuk proyeksi oblique kanan dan

5 cc untuk oblique kiri.

Posisi pasien : Pasien tidur semi supine ke salah

satu sisi tubuh Right Posterior

Oblique ( RPO ) atau Left Posterior

Oblique ( LPO ).

Posisi objek : Atur daerah pelvis posisi oblique

450.

Arah sinar : Vertikal tegak lurus

Central point : 2 inchi di atas simpisis pubis

RPO : 2 cm ke arah kiri dari MSP

LPO : 2 cm ke arah kanan dari MSP

FFD : 100 cm

Ukuran kaset : 18x24 cm

Faktor eksposi : Menggunakan kV tinggi dan waktu

eksposi yang singkat. Eksposi

dilakukan saat pasien ekspirasi

tahan nafas.
27

Gambar 8

Posisi oblique ( Ballinger, 1995 )

Kriteria radiograf :

- Oblique kanan digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah

kanan dan spill di sekitar fimbrae akan tampak lebih jelas.

- Oblique kiri digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kiri

dan spill di sekitar fimbrae akan tampak lebih jelas.

Setelah pemeriksaan selesai, Histerosalpingography set

dilepas dan vagina didesinfektan dengan menggunakan kassa

steril yang dibasahi dengan betadine. Dengan catatan hasil foto

proyeksi oblique baik.


28

5. Post Pemeriksaan

Pengambilan foto post pemeriksaan bertujuan untuk

melihat sisa kontas yang terdapat pada tuba dan uterus.

Posisi pasien : Pasien tidur terlentang di atas meja


pemeriksaaan, Mid Sagital Plane
( MSP ) tepat pada pertengahan meja
pemeriksaan.
Posisi objek : Mid Sagital Plane ( MSP ) pelvis
tegak lurus terhadap garis tengah
kaset, kedua tungkai lurus.
Arah sinar : Vertikal tegak lurus
Central point : 2 inchi di atas simpisis pubis
FFD : 100 cm
Ukuran kaset : 18x24 cm
Faktor eksposi : Menggunakan kV tinggi dan waktu
eksposi yang singkat. Eksposi
dilakukan saat pasien ekspirasi tahan
nafas.

Gambar 9
Posisi post pemeriksaan (Ballinger,1995)
Kriteria radiograf :
- Daerah pelvis mencakup rongga pelvis

- Tampak sisa kontras pada uterus

Anda mungkin juga menyukai