Anda di halaman 1dari 10

STUDI KASUS

PENELUSURAN
BENEFICIAL OWNERSHIP
BO & ML
A. PENDAHULUAN
Transparansi dan pelaporan beneficial ownership (BO) akan melindungi
dunia usaha dan menjaga iklim investasi yang bersih dari TPPU dan pendanaan
terorisme. Tak hanya dari segi pencegahan, identifikasi BO juga bermanfaat
untuk upaya penindakan. Perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana
pencucian uang (TPPU) sangat erat kaitannya dengan BO. Pelaku akan
berusaha untuk menyamarkan identitas dan hasil kejahatannya melalui berbagai
macam modus, termasuk menggunakan korporasi di mana pelaku menjadi
penerima manfaat. Transparansi atas BO merupakan salah satu mandate dari
UNCAC, khususnya Pasal 14 tentang upaya pencegahan tindak pidana
pencucian uang dan Pasal 52 tentang pencegahan dan deteksi transfer hasil
kejahatan, dalam hal ini UNCAC mendorong penerapan prinsip “Know Your
Costumers” termasuk transparansi BO.
Salah satu definisi BO yang diakui secara internasional adalah definisi yang
diberikan oleh Financial Action Task Force (FAFT). Menurut FAFT (2014), BO
merujuk pada orang perseorangan (natural persons) yang secara ultimate
memiliki atau mengendalikan (ultimate owns or controls) pelanggan (customer)
dan/atau orang perseorangan yang transaksinya dilakukan atas namanya. Hal ini
juga termasuk orang perseorangan yang melaksanakan kendali efektif secara
keseluruhan (ultimate effective control) terhadap korporasi atau perikatan hukum
lainnya (arrangement).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan transaksi keuangan yang
canggih dan lintas batas, pelaku tindak pidana korupsi juga menggunakan

1
modus-modus korupsi maupun menyembunyikan hasil kejahatan dengan cara-
cara yang semakin kompleks. Berdasarkan Laporan dari The Financial Action
Task Force (FATF), Concealment of Beneficial Ownership, 2018, pelaku
kejahatan yang sebenarnya mengontrol, memiliki dan menerima manfaat dari
kejahatan (beneficial ownership selanjutnya disebut BO) melakukan serangkaian
skema untuk menyamarkan keberadaannya.

Berdasarkan analisis terhadap 106 studi kasus yang dilakukan FATF,


menyimpulkan bahwa:
1. Badan hukum (legal person), korporasi cangkang (shell companies) adalah
peran utama dalam skema menyamarkan BO;
2. Cara mengontrol asset yang dilakukan oleh BO baik berupa control secara
langsung maupun tidak langsung’
3. Direksi, pemegang saham, atau perantara (straw men) adalah yang paling
sering terungkap sebagai pihak yang terkait BO dalam berbagai studi kasus
karena keberadaannya tercatat secaara formal

CONTOH KASUS

Masyarakat terkejut dengan adanya berita terkait tuan BGS seorang pejabat
yang selama ini terkesan baik memimpin sebuah proyek Pengembangan Kota Mega
Politan (periode 2012 sd 2016), namun kemudian setelah berakhirnya dia memimpin
jabatan itu, bulan Maret tahun 2017 mulai terbuka kepada masyarakat kecurangan
yang dilakukannya dengan rapi bersama kelompoknya. Aparat Penegak Hukum
mendapatkan laporan pengaduan masyarakat bahwa tuan BGS diduga terlibat kasus
korupsi di Proyek Pengembangan Kota Mega Politan tsb. Dalam situasi aparat
penegak hukum mulai bergerak menangani kasus tersebut, tiba tiba terberita bahwa
Tuan BGS jadi buron dan ditetapkan masuk dalam DPO. BGS hengkang ke
Singapura, namun tujuh bulan kemudian dapat ditangkap oleh Aparat Penegak Hukum
dan dibawa ke Indonesia agar yang bersangkutan mempertanggungjawabkan
perbuatannya tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pada tanggal 12 Juni
tahun 2018, Tuan BGS mantan Kepala Badan Pengembangan Kota Mega Politan
periode 2012 – 2016 divonis 20 tahun penjara, denda Rp1.000.000.000, karena
terbukti bersalah melanggar pasal 12 huruf a UU No.31/1999 sebagaimana diubah
dengan UU No.20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. BGS dinyatakan
bersalah karena menerima suap yang totalnya puluhan miliar dari beberapa rekanan
Proyek Pengembangan Kota Mega Politan, yang digunakan untuk membeli beberapa
asset sejak tahun 2012 sampai dengan 2016 dan sebagian dimasukan ke perusahaan
PT GAYANA dan sebagiannya diberikan ke beberapa pihak lain.

2
Dalam perkara ini PT GAYANA kemudian juga divonis oleh hakim bersalah
melanggar Pasal 3 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan dikenakan denda sebesar Rp10 Miliar dengan subsidair
perampasan harta kekayaa milik PT GAYANA atau BGS (Mantan Kepala Badan
Pengembangan Kota Mega Politan) selaku penerima manfaat (beneficial owner) dari
PT GAYANA. Terkait dengan BGS adalah juga penerima manfaat atau Beneficial
Owner (BO) yang dibuktikan dengan surat akte pendirian PT GAYANA yang
menyatakan BGS pemilik 97% saham PT GAYANA dan sisanya 3% dimiliki oleh 2
orang pemegang saham lainnya, maka PT GAYANA juga dikenakan pidana tambahan
berupa perampasan asset untuk Negara berupa uang sebesar Rp10.000.000.000
Setelah putusan hakim tersebut, aparat penegak hukum melakukan pencarian atau
penelusuran asset asset yang telah diambil secara melawan hukum oleh BGS untuk
diambil dan dikembalikan ke negara.

Data dan informasi berikut berikut ini sebagian besar diperoleh dari dokumen,
informasi, keterangan yang dikumpulkan oleh Instansi Penyidik mulai saat penyidikan
sampai dengan saat ini, dalam melakukan penelusuran asset yang berkaitan dengan
tindak kecurangan yang dilakukan BGS dalam kaitan dengan tuduhan penyalahgunaan
jabatannya.

1. Setelah ditetapkan sebagai Kepala Badan Pengembangan Kota Mega Politan dua
hari sebelum pelantikannya BGS mengundurkan diri dari kepengurusan PT
GAYANA melalui Berita Acara RUPS PT GAYANA April 2012. Namun, meskipun
Tuan BGS mundur dari kepengurusan PT GAYANA, tetapi dibawah tangan PT
GAYANA, masih dikendalikan oleh BGS sebagai BO

2. Pada bulan Mei 2012 BGS bertemu MLK dan PEA dimana BGS menyampaikan
bahwa Kota Mega Politan Tahun Anggaran 2012 akan mendapat Dana APBN untuk
belanja modal sekitar Rp500 M. Dalam pertemuan tersebut BGS sebagai Kepala
Badan Pengembangan Kota Mega Politan turut campur tangan dalam pengadaan
barang dan jasa di Kota Mega Politan dengan mengalokasikan kepada HA senilai
Rp95 Miliar, PEA senilai Rp115 Miliar, MLK senilai Rp106 Miliar, dan PT GAYANA
senilai Rp184 Miliar dengan kompensasi uang ijon/fee sebesar 5% kecuali untuk PT
GAYANA karena milik BGS.

3. Sesuai dengan pembagian alokasi anggaran oleh BGS tersebut, PT GAYANA


mendapatkan beberapa proyek pekerjaan Pengembangan Kota Mega Politan 2012
dengan menggunakan “bendera” perusahaan lain yakni PT KAM (proyek
pembangunan Gedung kantor nilai kontrak Rp108 Miliar), PT MUS (4 proyek jalan
nilai kontrak Rp74 Miliar). Total keuntungan yang diperoleh sebesar Rp10,90 Miliar
dimasukkan dalam keuangan PT GAYANA. Sebagai pendapatan.

4. Selanjutnya sekitar Juli 2012 sampai Desember 2012, atas perintah BGS, PT
GAYANA menggunakan uang tersebut dicampur dengan keuangan PT GAYANA
dan didapatkan informasi mutasi Rekening No.005.00015.6.4 atas nama PT
GAYANA di Bank BINI bahwa diantaranya untuk pembayaran gaji BGS sebesar
Rp750 juta, pembelian tanah di Jalan Harum Kota Mega Politan untuk isteri BGS

3
Rp2,5 miliar, kebutuhan isteri BGS sebesar Rp100 juta, transfer untuk kepentingan
isteri BGS sebesar Rp200 juta, keperluan pribadi BGS sebesar Rp60 juta, THR
keluarga BGS sebesar Rp500juta, belanja kebutuhan rumah tangga BGS sebesar
Rp326juta. Biaya gaji pengurus (Direktur) PT GAYANA sebesar 72juta, staf tenaga
kontrak Rp60 juta dan biaya perpanjangan sewa kantor PT GAYANA selama 5
tahun Rp125juta dan biaya operasional lainnya Rp75 juta.

5. Pada tahun 2013, Badan Pengembangan Kota Mega Politan mendapatkan alokasi
APBN Belanja Modal Rp600 M. Sama seperti tahun 2012, dalam tahun 2013 ini PT
GAYANA juga mendapatkan pekerjaan dari APBN TA 2013 dengan menggunakan
“bendera” perusahaan lain: PT CGB (proyek Pembangunan Kantor senilai
Rp87miliar); PT LJU (2 proyek jalan senilai Rp12,7 miliar), PT PS (4 proyek jalan
senilai Rp26,8 miliar dan Rp8,4 miliar). Dari proyek tersebut PT GAYANA
mendapatkan keuntungan Rp10,04 M yang kemudian dicampur dengan keuangan
PT GAYANA dan digunakan untuk gaji BGS sebesar Rp1.500 juta, kartu kredit
keluarga BGS sebesar Rp60juta, beli tanah secara tunai di jalan Bahagia Raya
senilai Rp1.750 juta, belanja rumah tangga BGS Rp444juta, Biaya gaji pengurus
(Direktur) PT GAYANA sebesar Rp150 juta, dan staf tenaga kontrak Rp120 juta dan
biaya operasional lainnya Rp155 juta.

6. Pada tahun 2014, Badan Pengembangan Kota Mega Politan mendapatkan alokasi
APBN Belanja Modal sebesar Rp450M. Sama seperti tahun sebelumnya, PT
GAYANA juga mendapatkan pekerjaan dari Dana APBN TA 2014 dengan
menggunakan “bendera” perusahaan lain: PT AWK (proyek Pembangunan Kantor
senilai Rp55miliar); CV SR (4 proyek jalan senilai Rp20,5 miliar), PT PUS (2 proyek
jalan senilai Rp16). Dari proyek tersebut PT GAYANA mendapatkan keuntungan
Rp4.57 M yang kemudian dicampur dengan keuangan PT GAYANA dan digunakan
untuk gaji BGS sebesar Rp1.500 juta, kartu kredit keluarga BGS sebesar Rp40juta,
belanja rumah tangga BGS Rp500juta, Biaya gaji pengurus (Direktur) PT GAYANA
sebesar Rp150 juta, dan staf tenaga kontrak Rp120 juta dan biaya operasional
lainnya Rp145 juta.

7. Pada tahun 2015, Badan Pengembangan Kota Mega Politan mendapatkan alokasi
APBN Belanja Modal sebesar Rp350M. PT GAYANA juga mendapatkan pekerjaan
dari Dana APBN TA 2015 dengan menggunakan “bendera” perusahaan lain: PT
GSK (proyek Pembangunan Kantor senilai Rp45miliar); PT SOR (5 proyek jalan
senilai Rp30 miliar), PT SUN (3 proyek jalan senilai Rp36 miliyar). Dari proyek
tersebut PT GAYANA mendapatkan keuntungan Rp5.55 M yang kemudian dicampur
dengan keuangan PT GAYANA dan digunakan untuk gaji BGS sebesar Rp1.500
juta, kartu kredit keluarga BGS sebesar Rp50juta, belanja rumah tangga BGS
Rp600juta, Biaya gaji pengurus (Direktur) PT GAYANA sebesar Rp150 juta, dan
staf tenaga kontrak Rp120 juta dan biaya operasional lainnya Rp165 juta.

8. Pada tahun 2016, Badan Pengembangan Kota Mega Politan mendapatkan alokasi
APBN Belanja Modal sebesar Rp150M , PT GAYANA juga mendapatkan pekerjaan
dari Dana APBN TA 2016 dengan menggunakan “bendera” perusahaan lain: PT SKL

4
(proyek Pembangunan Kantor senilai Rp15miliar); PT PS (2 proyek jalan senilai
Rp10 miliar), CV SR (2 proyek jalan senilai Rp16 miliyar). Dari proyek tersebut PT
GAYANA mendapatkan keuntungan Rp2.250 juta yang kemudian dicampur dengan
keuangan PT GAYANA dan digunakan untuk gaji BGS sebesar Rp1.500 juta, kartu
kredit keluarga BGS sebesar Rp50juta, belanja rumah tangga BGS Rp500juta, Biaya
gaji pengurus (Direktur) PT GAYANA sebesar Rp150 juta, dan staf tenaga kontrak
Rp120 juta dan biaya operasional lainnya Rp125 juta.

9. PT GAYANA dalam menjalankan usahanya dibantu oleh beberapa orang yang


merupakan representasi dirinya yakni Direktur Utama AS dan pegawainya yakni
AD,KF,MA yang saling membagi tugas atas kendali BGS sebagai BO, juga
menggunakan beberapa perusahaan terafiliasi diantaranya PT PS dan CV SR. PT
GAYANA mensuplai kebutuhan operasional PT PS dan CV SR maupun sebaliknya
serta keuangan dan pembukuan keuangan PT GAYANA menjadi satu dengan
pembukuan kedua perusahaan tersebut yang juga dikelola ketiga orang tersebut atas
control BGS.

10. Penyidik meminta PPATK untuk memblokir rekening atas nama BGS yang telah
dilaporkan oleh PPATK sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan. Dan juga
penyidik meminta dan mendapatkan semua rekening atas nama BGS di beberapa
Bank termasuk pula rekening atas nama PT GAYANA yang bermutasi sejak tahun
2012 sd saat pemblokiran tanggal 5 Februari 2018.

11. Dari Rekening koran atas nama PT GAYANA pada Bank BCA didapatkan
informasi penerimaan dan pengeluaran dan pada saat Rekening diblokir tanggal 5
Februari 2018 dalam rekening tercatat saldo dana per 31 Desember 2012 sejumlah
Rp1.876 juta, tanggal 31 Desember 2013 sebesar Rp4.754 juta, tanggal 31
Desember 2014 sebesar Rp6.565 juta, tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp7.987
juta, tanggal 31 Desembner 2016 sebesar Rp10.675juta dan pada saat diblokir bulan
Februari tahun 2018 saldo rekening menjadi Rp4.765 juta.

12. Tuan BGS memiliki Rekening Tabungan No.122-00-065431X-6 pada Bank


Mandiri. Berdasarkan hasil analisa dan pengujian atas transaksi yang dilakukan
melalui rekening ini diketahui bahwa rekening ini menampung gaji dan tunjangan
yang ditransfer dari Bendahara Pengeluaran Kota Metro Politan dan juga dari
penerimaan bunga deposito, bunga tabungan dan lain dan mutasi keluar untuk
keperluan pribadi BGS dan transfer ke Rekening No. 0230-01-026653X-50-9 dan
lainnya. Rekening ini mempunyai saldo pada tiap akhir tahun berturut-turut, Rp1.650
juta tahun 2011, Rp2.750 Juta tahun 2012, Rp5.195 Juta tahun 2013, Rp7.670 Juta
tahun 2014, Rp9,825 juta tahun 2015 dan Rp11,750 juta tahun 2016. Dan pada saat
diblokir bersaldo Rp4.769 juta.

5
13. Tuan BGS memiliki Rekening Tabungan No. 0230-01-026653X-50-9 pada Bank
Rakyat Indonesia”. Berdasarkan hasil analisa dan pengujian atas transaksi yang
dilakukan melalui rekening ini diketahui bahwa rekening ini hanya digunakan untuk
pengeluaran biaya rutin pribadi dan keluarga (untuk biaya hidup). Rekening ini
mempunyai saldo pada tiap akhir tahun berturut-turut, Rp750 juta tahun 2011,
Rp950Juta tahun 2012, Rp990 Juta tahun 2013, Rp1.050 Juta tahun 2014, Rp1.453
juta tahun 2015 dan Rp1.750 juta tahun 2016. Saldo pada saat diblokir sebesar
Rp540 juta.

14. Tuan BGS memiliki Rekening Tabungan Nomor 230 800 125X pada Bank BCA.
Berdasarkan hasil analisa dan pengujian atas transaksi yang dilakukan melalui
rekening ini diketahui bahwa rekening ini digunakan untuk menampung uang yang
diterima dari beberapa rekanan penyedia barang dan jasa di Kota Metro Politan.
Rekening ini termasuk dalam Laporan PPATK yang diterima oleh Kepolisian.
Rekening ini mempunyai saldo pada tiap akhir tahun berturut-turut, Rp1.850 Juta
tahun 2012, Rp2.150 Juta tahun 2013, Rp1.290 Juta tahun 2014, Rp1,420 juta tahun
2015 dan Rp2,250 juta tahun 2016 dan pada saat diblokir tesisa Rp100 juta.

15. Dari hasil pemeriksaan rekening rekening atas nama BGS, terdapat informasi
adanya penerimaan bunga deposito yang masuk kedalam rekening tersebut. Atas
dasar tersebut Penyidik minta ke Bank BRI untuk dapat diberikan data-data
mengenai sertifikat tersebut. Diperoleh 6 data sertifikat atas nama Tuan BGS yaitu:
Sertifikat No. A (nomor disamarkan) diterbitkan bulan Maret 2011 senilai Rp2.000
juta tiga bulanan dan diperpanjang secara otomatis. Sertifikat No.B diterbitkan bulan
April tahun 2012 senilai Rp2.780 juta tiga bulanan diperpanjang secara otomatis,
Sertifikat No.C diterbitkan April 2013 senilai Rp2.500 juta tiga bulanan diperpanjang
secara otomatis, Sertifikat No.D diterbitkan Juni 2014 senilai Rp3.000 juta tiga
bulanan diperpanjang otomatis, Sertifikat No.E diterbitkan Agustus 2015 senilai
Rp2.750 juta tiga bulanan diperpanjang otomatis dan Sertifikat No.F diterbitkan bulan
Juli tahun 2016 senilai Rp3.500 juta bulanan diperpanjang otomatis. Semua sertifikat
Deposito tersebut dterbitkan oleh Bank BRI. Saat diminta untuk diblokir, yang belum
dicairkan hanya sertifikat No. A senilai Rp2.000 juta.

16. Berdasarkan hasil konfirmasi pihak-pihak terkait, pengujian berkas pajak tahunan
(SPT) pribadi, SPT atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Perusahaan Jasa
Perkreditan Properti dan hasil pengujian atas berkas-berkas yang diserahkan oleh
Tuan BGS serta Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) diperoleh
informasi tambahan sebagai berikut:
1) Rumah tingal yang di tempati Tuan BGS di Komplek Cipinang jalann Aru 1
Kota Bahagia di beli pada tanggal 14 September 1995 senilai Rp450 juta
dan dijual tanggal 15 November 2013 seharga Rp890 juta. Pada tanggal 17
Oktober 2012 Tuan BGS beserta keluarga pindah kerumah di Jl. Sejahtera
No. 10 Pondok Sangat Indah Kota Bahagia. Rumah ini dibeli pada tanggal 12
Oktober 2012 seharga Rp. 1.260 juta, sebagian dibiayai dengan cara
kredit/leasing dari PT Kreditgampang, oleh karena itu aktiva ini diikat sebagai

6
jaminan oleh PT Kreditgampang pada tanggal 13 Oktober 2012. Leasing dan
pengikatan jaminan atas rumah ini telah diselesaikan oleh BGS pada tanggal
31 Oktober 2015.
2) Tuan BGS membeli sebuah apartemen di Jl. Emas, Segitiga Kuning seharga
Rp. 680 juta pada tanggal 31 Oktober 2013. Hari berikutnya atas pembelian
diikat jaminan oleh Perusahaan kredit/leasing PT Kredigampang, hingga saat
ini kredit atas apartemen ini belum lunas.
3) Pada tanggal 22 Maret 2014, Tuan BGS membeli lagi sebuah apartemen
dikawasan eks Bandara “Girli-View” dengan harga Rp. 2.444 Juta. Pada hari
yang sama perjanjian pembelian apartemen tersebut diikat jaminan oleh PT
Barukaya dan kredit ini lunas di bulan Oktober 2016.
4) Pada tanggal 5 Juli 2016, Tuan BGS membeli lagi rumah di Kelapa Gadung
Bulevard seharga Rp. 1.665 Juta yang juga dijaminkan dan dibiayai oleh
lembaga kredit PT. Barukaya.
5) Saat ini Tuan BGS memiliki 3 (tiga) buah mobil pribadi masing-masing mobil
VW Caravelle, Camry dan Alphard. VW Caravelle dibelinya 4 Februari 2009
seharga Rp378 Juta pada PT.Arwana Motor, Camry dibeli 30 Maret tahun
2014 seharga Rp550 juta dan Alphard dibeli 28 Pebruari 2015 seharga
Rp1.600 Juta dan dari PT. German Motor. Tuan BGS membayar secara
tunai atas pembelian kedua kendaraan tersebut.
6) Pada tahun 2014 Tuan BGS membeli barang seni berupa lukisan dan seni
grafis “Bahagia” pada malam amal senilai Rp. 140 Juta. Pada malam amal
tahun 2015 Tuan BGS juga membeli lukisan “Tetap Bangga” dengan nilai
Rp.175 Juta.

7) Pada akhir tahun 2012 Tuan BGS mempunyai saldo hutang kepada PT.
Kreditgampang sebesar Rp1.260Juta, akhir tahun 2013 saldo hutang sebesar
Rp900 juta, akhir tahun 2014 saldo hutang sebesar Rp400 juta dan pada
tahun 2015 dilunasi kredit rumah Jl. Sejahtera No. 10 Pondok Sangat Indah.
Sementara hutang pada PT Kreditgampang untuk apartemen di Jl. Emas
pada tahun 2013 bersaldo Rp 680 juta, saldo hutang tahuh 2014 sebesar
Rp.585 Juta, saldo hutang pada tahun 2015 sebesar Rp300 juta, dan dalam
tahun 2016 masih saldo hutang sampai saat ini belum didlunasi.

8) Catatan atas saldo hutang pada PT. Barukaya pada akhir tahun 2014 adalah
sebesar Rp. 1.950 Juta untuk apartemen “Girli-View”. Pada akhir tahun 2015
saldo hutangnya sebesar Rp.1.200 juta. Sisa hutang apartemen Girli View ini
dilunasi dalam tahun 2016. Sedangkan saldo hutang untuk Rumah Kelapa
Gadung Bulevard pada akhir tahun 2016 sebesar Rp.1.075 Juta

9) Selain data-data di atas Tuan BGS saat ini masih punya pinjaman tanpa
jaminan dari Bank BERI – 2. Bank tersebut telah di merger, sehingga
dukungan data atas pinjaman ini baik berupa salinan/
copy rekening Koran, rincian jaminan kredit, atau informasi tentang rincian
penggunaan pinjaman tersebut tercabik-cabik, tetapi pihak bank hasil merger
dapat memberikan informasi atas saldo pada akhir tahun masing-masing

7
sebesar Rp350 juta tahun 2012, Rp328 juta tahun 2013, Rp300 juta tahun
2014, Rp 200 juta tahun 2015 dan Rp75 juta tahun 2016. Pihak bank hasil
merger juga tidak dapat memberikan rincian tentang asal dan sumber
pembayaran atas hutang ini yang dilakukan oleh Tuan BGS.

10)Sebagai Kepala Badan Pengembangan Kota Mega Politan BGS memperoleh


penghasilan bersih dari gaji, tunjangan dan lain-lain (setelah dipotong pajak)
setiap tahunnya berturut-turut sebesar Rp2.235 tahun 2016, Rp2.230 Juta
tahun 2015, Rp2.228 Juta tahun 2014,Rp2.225 Juta tahun 2013 dan Rp1.665
juta tahun 2012.

11)Kesimpulan hasil pengujian atas rekening tabungan pada Bank BRI


menunjukan bahwa biaya hidup selama tahun 2012 sebesar Rp523 juta ,
Biaya hidup tahun 2013 meningkat menjadi Rp 535 juta, tahun 2014 sebesar
Rp560 juta, tahun 2015 sebesar Rp600 juta dan tahun 2016 sebesar Rp625
juta.

12) Dari Data LHKPN tahun 2011 atas nama Tuan BGS, diperoleh informasi
sebagai berikut:

A. Harta:
1. Rumah Tinggal Komplek Cipinang dibeli tahun 1995 dengan harga
perolehan Rp450 juta
2. Mobil VW Caravelle satu unit dibeli tahun 2009 dengan harga
perolehan Rp378 juta
3. Sertifikat Deposito No. A senilai Rp2.000 juta
4. Rekening Tabungan No.122-00-065431X-6 Bank Mandiri Rp1.650 juta
5. Rekening Tabungan No.0230-01-026653X-50-9 Bank BRI Rp750 juta
B. Hutang: NIHIL

Kasus ini menunjukkan bagaimana Tuan BGS yang merupakan Kepala Badan
Pengembangan Kota Mega Politan juga merupakan BO dari PT GAYANA dan
perusahaan afiliasinya PT PS dan CV SR telah menggunakan perusahaan-
perusahaan tersebut untuk menampung dana hasil pengerjaan proyek-proyek
dari dana APBN dengan meminjam perusahaan-perusahaan lainnya yang
proses pengadaannya telah datur oleh BGS, yang mana keuntungan dari
proyek-proyek tersebut bercampur dengan keuangan PT GAYANA, PT PS dan
CV SR dan kemudian digunakan untuk kepentingan GBS dan keluarganya serta
menggunakan PT GAYANA untuk menampung penerimaan suap sebagai fee
dari rekanan proyek Pengembangan Kota Mega Politan. PT GAYANA
merupakan jenis perusahaan yang berdiri dan melakukan kegiatan operasional
(front company). Peran BGS sebagai BO terbukti dengan kedudukannya sebagai
pengendali seluruh kegiatan operasional PT GAYANA walaupun diatas kertas
Dirut bukan BGS tetapi atas nama pegawai yang dikendalikannya; BGS juga

8
dikualifikasikan sebagai BO PT GAYANA dan 2 perusahaan afiliasinya karena
merupakan pengendali operasional perusahaan dan penerima manfaat akhir.
Bukti-bukti pendukung antara lain berupa akta pendirian, anggaran dasar dan
catatan pembukuan perusahaan, transaksi rekening koran dan catatan
perusahaan yang dipinjam, keterangan saksi-saksi yang menerangkan bahwa
BGS merupakan pemilik, pengendali dan penerima manfaat dari PT GAYANA,
PT PS dan CV SR.

Diminta :

Berdasarkan seluruh data dan informasi di atas, Saudara diminta membantu aparat
penegak hukum dengan menggunakan NET WORTH METHOD menghitung
a. Jumlah penghasilan Tuan BGS yang tidak jelas sumbernya (Illegal Gratuities)
yang tidak dilaporkan dalam SPT untuk tahun 2012,2013, 2014, 2015 dan 2016.
b. Dan hitung pula berapa besarnya Net Worth pada saat semua data aset,
rekening koran dan berkas sertifikat deposito dari Bank dan data hutang
didapatkan dan diblokir.

9
10

Anda mungkin juga menyukai