NPM : 213402516336
TUGAS 2 PERILAKU ORGANISASI
Dalam proses komunikasi, ada beberapa cara untuk menilai sumber pesan, yaitu:
1. Memahami latar belakang dan motivasi pengirim pesan: Dengan memahami latar belakang
dan motivasi pengirim pesan, penerima pesan dapat menilai pesan tersebut dengan lebih baik.
2. Memperhatikan konteks pesan: Konteks pesan dapat memberikan petunjuk tentang tujuan
sebenarnya dari pesan yang disampaikan.
3. Menganalisis keandalan sumber: Melakukan penelusuran terhadap keandalan sumber
pesan, apakah sumber tersebut dapat dipercaya atau tidak.
4. Memperhatikan bias dan kepentingan pribadi: Menyadari bahwa setiap sumber pesan
mungkin memiliki bias atau kepentingan pribadi yang dapat memengaruhi isi pesan. Dengan
memperhatikan hal-hal di atas, penerima pesan dapat lebih bijaksana dalam menilai sumber
pesan dalam proses komunikasi.
Jaringan komunikasi yang sentralisasi lebih efisien untuk tugas sederhana karena
memungkinkan aliran informasi yang cepat dan pengambilan keputusan yang efisien. Dalam
jaringan sentralisasi, informasi hanya perlu melewati sedikit saluran komunikasi sebelum
mencapai tujuannya, sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya distorsi atau
kehilangan informasi. Hal ini membuat jaringan komunikasi sentralisasi lebih cocok untuk
tugas-tugas yang sederhana dan membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat.
Di sisi lain, jaringan komunikasi yang desentralisasi lebih cocok untuk tugas yang kompleks
karena memungkinkan adanya lebih banyak saluran komunikasi dan interaksi antar anggota
organisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang lebih luas dan
mendalam, sesuai dengan kompleksitas tugas yang dihadapi.
Koordinasi kegiatan sangat penting dalam suatu organisasi karena memungkinkan berbagai
bagian atau unit dalam organisasi untuk bekerja secara terintegrasi menuju pencapaian tujuan
bersama. Tanpa koordinasi yang efektif, berbagai bagian dalam organisasi dapat bekerja
secara terpisah, mengakibatkan tumpang tindih, konflik, atau bahkan ketidaksesuaian antara
tujuan individu dan tujuan organisasi. Oleh karena itu, koordinasi yang baik memastikan
bahwa sumber daya digunakan secara efisien, komunikasi berjalan lancar, dan tujuan
organisasi dapat dicapai dengan lebih efektif.
Menentukan rentang manajemen yang tepat dalam suatu struktur organisasi dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:
1. Tingkat kompleksitas tugas: Semakin kompleks tugas yang harus dilakukan, semakin
sempit rentang manajemen yang diperlukan untuk memastikan pengambilan keputusan yang
efektif dan efisien.
2. Tingkat ketergantungan antar unit: Semakin tinggi tingkat ketergantungan antar unit,
semakin sempit rentang manajemen yang diperlukan untuk memastikan koordinasi yang
efektif.
3. Tingkat pengalaman dan keterampilan manajer: Manajer yang berpengalaman dan
memiliki keterampilan yang baik dapat mengelola rentang manajemen yang lebih lebar
daripada manajer yang kurang berpengalaman.
4. Tingkat desentralisasi: Semakin tinggi tingkat desentralisasi, semakin lebar rentang
manajemen yang diperlukan untuk memberikan otonomi kepada unit-unit yang lebih kecil.
5. Tingkat teknologi informasi: Semakin tinggi tingkat teknologi informasi, semakin lebar
rentang manajemen yang dapat dikelola karena informasi dapat dengan mudah diakses dan
dibagikan.
Menurut Mowday, Steers & Porter (1979), komitmen organisasi terdiri dari tiga komponen,
yaitu:
1. Penerimaan tujuan organisasi
2. Kemauan untuk bekerja keras demi organisasi
3. Keinginan untuk tetap berada/bersama organisasi
Ketiga komponen tersebut memiliki korelasi yang tinggi antara satu dan lainnya
Meyer, Allen & Smith (1997) mengembangkan tipe/jenis komitmen organisasi menjadi tiga,
yaitu:
1. Affektive
2. Continuance
3. Normative
Tiga jenis komitmen ini merupakan pengembangan dari konsep komitmen organisasi yang
lebih kompleks
Menurut Minner (1997), proses terbentuknya komitmen organisasi melalui tiga fase sebagai
berikut:
1. Fase awal (Initial Commitment): Pada fase ini, ada tiga faktor yang menyebabkan
seseorang berkomitmen terhadap organisasi, yaitu karakteristik individu, harapan karyawan,
dan karakteristik pekerjaan.
2. Fase kedua (Commitment during early employment): Pada fase ini, faktor yang
berpengaruh terhadap komitmen anggota pada organisasi adalah pengalaman kerja yang
dirasakan karyawan di awal kerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana gaya supervisinya,
bagaimana relasi dengan rekan kerja dan atasannya.
3. Fase ketiga (Late Commitment): Pada fase ini, komitmen organisasi terbentuk melalui
pengalaman kerja jangka panjang, seperti kesempatan untuk promosi, pengakuan atas prestasi
kerja, dan kepuasan kerja.
Menurut Miner (1992), komitmen organisasi memberikan konsekuensi terhadap individu
maupun organisasi, yaitu;
1. Sisi positif: Mengurangi turnover dan absensi karyawan, karena karyawan yang memiliki
komitmen yang tinggi cenderung lebih loyal dan bertahan lebih lama di organisasi.
2. Sisi positif: Menciptakan kepuasan dan penghargaan, seperti kesempatan untuk promosi
dan pengakuan atas prestasi kerja.
3. Sisi negatif: Menghambat karir karyawan di organisasi lain yang menawarkan lebih
banyak kesempatan berkembang, karena karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi
cenderung enggan meninggalkan organisasi tempat mereka bekerja.
Dengan demikian, komitmen organisasi dapat memberikan dampak positif bagi organisasi
dalam hal mempertahankan karyawan yang berkualitas dan meningkatkan kepuasan kerja,
namun juga dapat memberikan dampak negatif bagi karyawan yang ingin mencari
kesempatan karir di organisasi lain.
Penting untuk memahami dan mengembangkan budaya organisasi yang positif di dalam suatu
organisasi karena budaya organisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku,
kinerja, dan keberhasilan organisasi secara keseluruhan. Beberapa alasan mengapa hal ini
penting antara lain:
1. Pengaruh terhadap Kinerja Karyawan: Budaya organisasi yang positif dapat meningkatkan
kepuasan kerja, komitmen, dan kinerja karyawan. Karyawan yang merasa terhubung dengan
budaya organisasi cenderung lebih termotivasi dan berkontribusi secara maksimal.
2. Perekat Sosial: Budaya organisasi yang baik dapat berfungsi sebagai perekat sosial yang
membantu mempersatukan anggota organisasi. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang
kolaboratif dan produktif.
3. Identitas Organisasi: Budaya organisasi yang kuat dapat menciptakan rasa identitas bagi
anggota organisasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan loyalitas dan keterikatan
terhadap organisasi.
4. Pencapaian Tujuan Organisasi: Budaya organisasi yang positif dapat membantu
menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dapat
memperkuat kesatuan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi.
5. Pengaruh terhadap Efektivitas Organisasi: Budaya organisasi yang baik dapat
meningkatkan efektivitas organisasi melalui peningkatan kualitas output, pengurangan biaya
tenaga kerja, dan peningkatan daya saing.
Budaya organisasi yang positif memiliki sejumlah manfaat bagi organisasi, antara lain:
1. Meningkatkan Kinerja Karyawan: Budaya organisasi yang positif dapat meningkatkan
kepuasan kerja, komitmen, dan kinerja karyawan. Karyawan yang merasa terhubung dengan
budaya organisasi cenderung lebih termotivasi dan berkontribusi secara maksimal.
2. Meningkatkan Identitas Organisasi: Budaya organisasi yang kuat dapat menciptakan rasa
identitas bagi anggota organisasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan loyalitas dan
keterikatan terhadap organisasi.
3. Meningkatkan Pencapaian Tujuan Organisasi: Budaya organisasi yang positif dapat
membantu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Hal
ini dapat memperkuat kesatuan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi.
4. Meningkatkan Efektivitas Organisasi: Budaya organisasi yang baik dapat meningkatkan
efektivitas organisasi melalui peningkatan kualitas output, pengurangan biaya tenaga kerja,
dan peningkatan daya saing.
5. Meningkatkan Perekat Sosial: Budaya organisasi yang baik dapat berfungsi sebagai
perekat sosial yang membantu mempersatukan anggota organisasi. Hal ini menciptakan
lingkungan kerja yang kolaboratif dan produktif.
6. Meningkatkan Reputasi Organisasi: Budaya organisasi yang positif dapat meningkatkan
reputasi organisasi di mata karyawan, pelanggan, dan masyarakat luas. Hal ini dapat
membantu organisasi untuk memenangkan kepercayaan dan dukungan dari berbagai pihak.
Perkuliahan Minggu 14 (Kekuasaan dan Politik)
Pengertian kekuasaan adalah potensi agen untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang
lain. Kekuasaan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
baik sebagai individu maupun kelompok.
Sumber-sumber kekuasaan dapat berasal dari berbagai faktor. Menurut French & Raven,
sumber-sumber kekuasaan meliputi:
1. Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power): Kekuasaan yang didasarkan pada posisi atau
jabatan tertentu dalam organisasi.
2. Kekuasaan Imbalan (Reward Power): Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan untuk
memberikan imbalan kepada orang lain.
3. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power): Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan
untuk memaksa atau menghukum orang lain.
4. Kekuasaan Ahli (Expert Power): Kekuasaan yang didasarkan pada keahlian, kemampuan
khusus, atau pengetahuan tertentu.
5. Kekuasaan Referen (Referent Power): Kekuasaan yang didasarkan pada daya tarik atau
karisma tertentu.
Perbedaan antara kekuasaan legitimasi dan kekuasaan referen adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power): Kekuasaan yang didasarkan pada posisi atau
jabatan tertentu dalam organisasi. Kekuasaan ini diberikan secara formal oleh organisasi dan
diakui oleh orang lain sebagai kekuasaan yang sah. Contohnya adalah seorang manajer yang
memiliki kekuasaan untuk memberikan perintah kepada bawahannya.
2. Kekuasaan Referen (Referent Power): Kekuasaan yang didasarkan pada daya tarik atau
karisma tertentu. Kekuasaan ini tidak diberikan secara formal oleh organisasi, melainkan
didasarkan pada pengaruh pribadi atau hubungan interpersonal. Contohnya adalah seorang
pemimpin yang memiliki pengaruh dan kepercayaan dari bawahannya karena kepribadiannya
yang karismatik.
Dalam hal ini, perbedaan antara kekuasaan legitimasi dan kekuasaan referen terletak pada
sumber kekuasaannya. Kekuasaan legitimasi berasal dari posisi atau jabatan tertentu dalam
organisasi, sedangkan kekuasaan referen berasal dari daya tarik atau karisma pribadi.
Karakteristik bawahannya dapat mempengaruhi kekuasaan seorang pemimpin karena
pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya berdasarkan karakteristik tertentu yang dimiliki
oleh bawahan. Beberapa contoh karakteristik bawahan yang dapat mempengaruhi kekuasaan
seorang pemimpin meliputi:
1. Kepribadian: Kepribadian bawahan, seperti tingkat keterbukaan, kepercayaan diri, dan
kemampuan untuk bekerja sama, dapat memengaruhi cara pemimpin mempengaruhi mereka.
2. Jenis Kelamin: Jenis kelamin bawahan juga dapat memengaruhi interaksi dengan
pemimpin. Misalnya, dalam beberapa situasi, perempuan mungkin lebih mudah dipengaruhi
daripada laki-laki.
3. Budaya: Budaya tempat kerja juga dapat memengaruhi interaksi antara pemimpin dan
bawahan. Budaya yang menekankan kebersamaan dan keseragaman mungkin lebih mudah
dipengaruhi daripada budaya yang menekankan individualisme dan independensi.
Sumber kekuasaan yang berasal dari pelaku, menurut French & Raven, meliputi:
1. Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power): Kekuasaan yang didasarkan pada posisi atau
jabatan tertentu dalam organisasi.
2. Kekuasaan Imbalan (Reward Power): Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan untuk
memberikan imbalan kepada orang lain.
3. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power): Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan
untuk memaksa atau menghukum orang lain.
4. Kekuasaan Ahli (Expert Power): Kekuasaan yang didasarkan pada keahlian, kemampuan
khusus, atau pengetahuan tertentu.
5. Kekuasaan Referen (Referent Power): Kekuasaan yang didasarkan pada daya tarik atau
karisma tertentu.