Anda di halaman 1dari 6

PENERAPAN PEMBUATAN JALUR DIGITAL MENGGUNAKAN OFFLINE MAP

UNTUK KEEFEKTIVITAS PENDAKIAN DI GUNUNG LAWU VIA TAMBAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ilmu kartografi sudah mulai berkembang pada 600 SM yang dipelopori oleh bangsa
Yunani dan Romawi. Kemudian, seorang filosofer Yunani, Anaximander, mulai membuat
peta pertama di dunia. Peran dari ilmu kartografi ini memang tidak mudah,
menyederhanakan realita fisik (fenomena geografi) menjadi suatu peta membutuhkan
proses yang cukup panjang. International Cartographic Association (ICA, 1973)
menjelaskan peta merupakan gambaran konvensional yang selektif dan diperkecil pada
bidang datar yang meliputi perwujudan permukaan bumi maupun benda angkasa. Dalam
pembuatan peta, generalisasi sangat dibutuhkan. Mulai dari seleksi, klasifikasi,
simplifikasi, dan simbolisasi. Selama perkembangannya, peta tidak lagi dicetak dalam
bidang datar, tetapi sudah dibuat dalam bentuk yang lebih praktis yaitu peta digital.
Pemetaan digital bisa disebut juga kartografi digital adalah proses dimana suatu
kumpulan data dikompilasi dan diformat menjadi gambar digital. Fungsi utama dari
teknologi ini adalah untuk menghasilkan peta yang memberikan representasi akurat dari
daerah tertentu, merinci jalan utama dan tempat menarik lainnya. Teknologi ini juga
memungkinkan untuk perhitungan jarak dari satu tempat ke tempat lain. Meskipun
pemetaan digital dapat ditemukan dalam berbagai aplikasi komputer, seperti google eart,
penggunaan utama dari peta ini adalah dengan global positioning system, atau jaringan
satelit gps, yang digunakan dalam sistem navigasi otomotif standar.

Pendakian gunung merupakan olahraga ekstrem yang membutuhkan keterampilan,


pengetahuan, daya tahan tubuh, serta mental yang tinggi. Kegiatan ini juga tergolong
pada kegiatan yang memiliki resiko yang tinggi. Bahaya dan tantangan ini seakan
menjadi daya tarik masyarakat melakukan pendakian gunung, serta untuk menguji
kemampuan diri sendiri agar dapat menyatu dengan alam. Namun, seiring meningkatnya
para pendaki gunung tak sedikit pula para pendaki mengalami tersesat karena kurangnya
pengetahuan tentang profil lintasan yang akan didaki. Seperti yang terjadi pada 7 orang
pendaki yang mengalami tersesat di gunung Ciremai jawa barat serta 2 pendaki yang
mengalami tersesat di gunung Salak Jawa Barat . Kasus hilangnya sejumlah pendaki di
gunung menjadi cermin bahwa aktivitas mendaki gunung alam tidak hanya membutuhkan
kesiapan fisik dan mental. Namun pengetahuan mengenai medan yang akan dilewati juga
menjadi hal yang sangat penting dalam kegiatan pendakian. Minimnya pengetahuan
tentang kondisi alam dan kurangnya persiapan, kerap kali menyebabkan sejumlah
musibah, salah satunya tersesat. Tidak jarang ditemukan sejumlah kasus kematian para
pendaki akibat tersesat di tengah hutan. Oleh karena itu kemampuan membaca peta
sangat diperlukan dalam aktivitas pendakian akan tetapi seringkali peta kertas yang
diberikan dari pihak basecamp rusak tahu robek ketika melakukan pendakian pada saat
hujan.

Jaman sudah semakin berkembang, sudah banyak para pendaki yang dapat membuat
peta digital untuk melakukan pendakian. Salah satu contohnya adalah para Mahasiswa
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang membuat peta jalur pendakian Gunung
Lawu Via Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, dan Candi Cetho. Tak hanya itu, ada juga
beberapa MAPALA yang melakukan pembuatan jalur pendakian digital, salah satunya
adalah MAPALA Unila. Dalam rangka melaksanakan program kerja Petualangan Alam
Bebas (PAB) divisi Gunung Hutan, Mapala Unila memberangkatkan 1 tim yang
beranggotakan 9 orang yang terdiri dari 6 laki-laki dan 3 perempuan untuk melakukan
pemetaan jalur pendakian gunung Tangkit Tebak. Adapun tujuan dari kegiatan tersebut
tentu untuk meningkatkan kualitas anggota Mapala Unila khusunya pada ilmu navigasi
darat. Selain itu, Mapala Unila juga ingin memperkenalkan gunung Tangkit Tebak
melalui database yang berhasil dikumpulkan dari perjalanan tersebut. Kegiatan tersebut
terhitung sejak tanggal 12 Agustus-18 Agustus 2021. Dengan segala bentuk perizinan dan
hasil sosiologi pedesaan mengenai Gunung Tangkit Tebak, akhirnya tim melakukan
perjalan melalui Desa Cipta Mulya, Way Tebu, Kabupaten Lampung Barat. Dari
perjalanan tersebut Mapala Unila berhasil mendesain Jalur Pendakian Gunung Tangkit
Tebak dalam bentuk peta topografi dan juga peta citra. Adapun penemuan yang menarik
dalam perjalanan tersebut yakni tim berhasil menemukan sumber mata air. Kemudian,
pada puncak tertinggi Gunung Tangkit Tebak, Mapala Unila mendirikan plang Mt.
Tangkit Tebak 2.115 Mdpl.

Jalur pendakian Gunung Lawu Via Tambak merupakan jalur pedakian yang sangat
jarang dilalui oleh para pendaki. Jalur pendakiannya pun masih asri, dan ada beberapa
jalur yang tertutup oleh pohon tumbang. Oleh karena itu kami Anggota Muda XXVIII
MUPALAS dalam rangka melaksanakan program kerja Pengembaraan juga ter inspirasi
akan melakukan pembuatan jalur digital menggunakan offline map di Gunung Lawu Via
Tambak. Selain untuk memenuhi kredit poin kami sebagai Anggota Muda MUPALAS,
kegiatan ini juga bertujuan agar kegiatan pendakian di Gunung Lawu Via Tambak
menjadi lebih efektif dengan adanya Peta Jalur Digital yang dapat lebih memudahkan
pendaki saat melakukan pendakian.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pemetaan digital menggunakan offline map efektif untuk pendakian di


gunung lawu via tambak?
2. Bagaimana cara pengaplikasian offline map untuk membuat jalur pendakian

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui penerapan pembuatan jalur digital menggunakan offline map


b. Untuk mengetahui keefektifan pembuatan jalur digital menggunakan offline map

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti

Tujuan penelitian ini adalah agar dapat dijadikan refensi atau acuan bagi peneliti
selanjutnya

2. Bagi masyarakat

Agar dapat dijadikan petunjuk arah jalan pada saat akan melakukan pendakian gunung
lawu via tambak

3. Bagi pihak terkait/pemerintah

Peta jalur pendakian digital gunung Lawu bertujuan untuk memberikan data spasial
dan nonspasial yang berupa peta dan panduan mendaki gunung Lawu agar pendaki
dapat mengetahui karakteristik jalur pendakian dan membuat perencanaan pendakian
yang baik sehingga meminimalisir bertambahnya korban jiwa di gunung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GUNUNG LAWU


Gunung Lawu adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di Pulau Jawa,
tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Indonesia. Gunung Lawu
memiliki ketinggian sekitar 3.265 mdpl. Gunung Lawu terletak di antara tiga
kabupaten, yaitu Karanganyar di Jawa Tengah, Ngawi, dan Magetan di Jawa Timur.
Status gunung ini adalah gunung api "istirahat", yang diperkirakan terakhir meletus
pada tanggal 28 November 1885 dan telah lama tidak aktif, terlihat dari
rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Gunung Lawu merupakan salah satu
gunung terdingin di Jawa, setelah Gunung Semeru, dan Gunung Slamet yang
merupakan titik terdingin di Jawa. Nama Gunung Lawu, yang berarti unggul, oleh
masyarakat setempat disebut juga sebagai Wukir Mahendra Giri. Kata tersebut
berasal dari bahasa Jawa, dan ketiganya memiliki arti yang sama yaitu gunung;
sehingga dapat diartikan sebagai tiga gunung. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa
Gunung Lawu memang memiliki tiga puncak besar yaitu Hargo Dalem, Hargo
Dumiling, dan Hargo Dumilah.
Pendakian Gunung Lawu sudah dilakukan sejak awal abad ke-12. Pada
masa kolonial, eksplorasi di Gunung Lawu didorong oleh berbagai kepentingan mulai
dari pembukaan lahan pertanian, pemetaan, kondisi sosial, dan lain-lain. Pendakian
standar dapat dimulai dari tiga tempat (basecamp) : Cemorokandang
di Tawangmangu (Jawa Tengah), Candi Cetho di Karanganyar (Jawa Tengah), dan
Cemorosewu, di Sarangan (Jawa Timur). Selain tiga jalur tersebut, ada beberapa jalur
pendakian lain yakni Jalur Pendakian Jagaraga, Ngrambe, Jamus, Tambak, Sukuh,
Pringgodani, Cemara Bulus, Mojosemi, Sidalangu, dan Maospati. Jalur pendakian
tidak resmi ini sering digunakan masyarakat setempat untuk mencari kayu, mencari
tanaman obat, ritual, dan kepentingan tertentu lainnya.
Gunung Lawu memiliki tiga jalur pendakian yang cukup sering dilalui oleh
para pendaki. Dari jarak tempuh normal yang dapat dilalui oleh para pendaki, dapat
diurutkan dari jalur tersingkat yakni jalur Cemoro Sewu, jalur Cemoro Kandang dan
jalur Candi Cetho. Jalur Cemoro Sewu dan Jalur Cemoro Kandang merupakan jalur
yang paling sering dilalui oleh. Dari segi waktu tempuh Cemoro Sewu memiliki
rentang waktu tersingkat dari ketiga jalur yang ada di Gunung Lawu. Jalur Cemoro
Sewu hanya membutuhkan waktu mencapai puncaknya sekitar lima jam berjalan kaki
dan Jalur Cemoro Kandang membutuhkan waktu pendakian sekitar delapan jam
berjalan kaki untuk mencapai puncak.Jalur pendakian Candi Cetho memiliki waktu
tempuh yang lebih lama dari ketiga jalur pendakian di Gunung Lawu. Jalur pendakian
gunung Lawu via Tambak, dulunya merupakan jalur trabas untuk motor trail. Karena
banyak pihak yang kurang berkenan dengan adanya kegiatan trabas motor trail di
gunung Lawu, kemudian jalur ini ditutup. Selanjutnya pihak karang taruna
mengajukan perubahan dari jalur motor trail menjadi jalur pendakian. Akhirnya pada
tanggal 15 agustus 2020, pemerintah kabupaten Karanganyar secara resmi membuka
jalur ini jalur Candi Cetho sendiri baru dibuka secara resmi pada tahun 2014.

2.2 PEMBUATAN JALUR DIGITAL


Banyak sekali kasus pendaki yang tersesat maupun hilang di gunung, salah
satu penyebabnya ialah kurang akuratnya informasi jalur pendakian yang akan dilalui
serta kurangnya pengetahuan akan karakteristik gunung yang menjadi kegiatan
pendakian gunung. Selain itu, tidak banyak dari para pendaki yang mengetahui dasar
dasar untuk mendaki gunung, sehingga diperlukan peta pendakian yang menyimpan
informasi jalur pendakian gunung yang menjadi tujuan kegiatan pendakian dan
berguna bagi para pendaki dalam mendaki gunung secara tepat, cepat, serta dapat
diakses dimanapun. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah dijelaskan
sebelumnya, dibutuhkan teknologi yang lebih layak dan lebih mudah dimengerti oleh
masyarakat umum. Melihat kecenderungan masyarakat saat ini yang terbiasa untuk
mendapatkan informasi secara cepat dengan menggunakan kecanggihan teknologi
smartphone. Perkembangan smartphone saat ini telah berkembang dengan
menggunakan teknologi sistem operasi Android, sehingga penggunanya dapat
mengunduh aplikasi yang tersedia di Android untuk digunakan pada smartphone atau
telepon selulernya.
Berdasarkan hal tersebut, maka terdoronglah peneliti untuk melakukan
pengaplikasian “pembuatan jalur digital menggunakan offline map” sehingga dapat
membantu memberikan informasi kepada para pendaki. Selain itu dapat membantu
para pendaki menemukan jalur pendakian yang benar serta dapat mengetahui
informasi keberadaan mereka saat melakukan kegiatan pendakian.
2.3 OFFLINE MAP
Google Maps merupakan aplikasi peta dan navigasi yang cukup populer dipakai
pengguna di HP. Google Maps menyediakan fitur yang lengkap, termasuk peta yang
dapat dibuka tanpa koneksi internet. Fitur tersebut memungkinkan pengguna
menggunakan Google Maps offline di HP. Jadi, dengan fitur Google Maps offline,
pengguna bisa membuat rute perjalanan menuju lokasi tertentu di HP tanpa koneksi
internet. Untuk menggunakan Google Maps tanpa internet, caranya cukup mudah.
Namun yang perlu diketahui, supaya bisa menggunakan Google Maps tanpa internet,
pengguna perlu download peta Google Maps dulu.

Anda mungkin juga menyukai