Anda di halaman 1dari 34

TUGAS

AZAS PERANCANGAN PERMUKIMAN


TAHUN AKADEMIK 2023/2024

DOSEN:
Pindo Tutuko, ST., MT., Ph.D., PG.Dip
Ir. Edi Subagiio, MT.

JUDUL TUGAS :

PERMUKIMAN KUMUH DI SUKOHARJO, KECAMATAN


KLOJEN-KOTA MALANG

KELOMPOK 5

18043000039 _ Fernando Ngamelubun

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul "Makala Permukiman Kumuh di
Sukoharjo, Kecamatan Klojen, Kota Malang” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan, Makala ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Azas
Perencanaan dan Pemukiman. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
adanya Permukiman Kumuh di kehidupan sehari-hari bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pindo Tutuko, ST., dan MT., Ph.D.,
PG.Dip Ir. Edi Subagiio, MT. selaku Dosen Azas Perencanaan dan Permukiman yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua,
terima kasih atas bantuannya sehingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.

`Malang, 15 Januari 2024

Penulis

Fernando Ngamelubun

Nim 18043000039

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
ABSTRAK..................................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang.. ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
1.3. Tujuan Pembahasan ....................................................................... 4
1.4. Manfaat Pembahasan ................................................ 4
1.5. Sistematika Pembahasan ............................................................ 4
1.6. Lingkup Bahasan ........................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6


2.1 Pengertian Rumah Kumuh........................................................... 6
2.2. Persyaratan Rumah Kumuh ........................................ 6
2.3. Karakteristik Rumah Kumuh ..................................................... 8
2.4 Penentuaan Lokasi Perumahan Rumah Kumuh ........................ 10

BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 15


3.1. Rancangan ...................................................................................... 15
3.2. Teknik Pengambilan Data............................................................. 15
3.3. Metode Analisis ............................................................................. 15

BAB 4 TINJAUAN KHUSUS ............................................................................. 17


4.1. Sejarah Permukiman/Perumahan Kumuh ...................................... 17
4.2. Lokasi Permukiman/Perumahan Kumuh ....................................... 19
4.3. Data Umum Penghuni/Penduduk ................................................... 20
4.4. Aspek Permukiman ......................................................................... 21
4.5 Kondisi Sarana dan Prasarana Kondisi Rumah Obyek ............... 22
4.7. Kondisi Rumah ............................................................................... 24
(masing-masing mhs wajib menganbil salah rumah, berupa :
gambar denah dan foto2 interior dan eksterior (ada foto mhs yg
survai)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 28


5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 28
5.2 Saran ................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 0

iii
ABSTRAK

Permukiman merupakan sebuah kebutuhan yang utama dalam suatu masyarakat tidak hanya sebagai
tempat tinggal untuk keluarga permukiman merupakan tempat dilakukannya semua kegiatan yang ada
didalam suatu lingkungan masyarakat. Permukiman padat penduduk dengan kondisi lingkungan yang
kurang baik Permukiman merupakan sebuah kebutuhan yang utama dalam suatu masyarakat tidak
hanya sebagai tempat tinggal untuk keluarga permukiman merupakan tempat dilakukannya semua
kegiatan yang ada didalam suatu lingkungan masyarakat. Permukiman padat penduduk dengan
kondisi lingkungan yang kurang baik seringkali terjadi dikawasan perkotaan apabila hal tersebut
terjadi maka akan menyebabkan adanya permukiman kumuh. Kelurahan Kasin Kecamatan Klojen
Kota Malang merupakan kawasan yang berada di pusat perkotaan dengan luas wilayah 54,74 Km2
dengan jumlah penduduk 11.907 jiwa, yang terdiri dari 5.851 pria dan 6.056 wanita. Berkaitan
dengan hal tersebut diperlukan pengkajian mengenai tipologi permukiman untuk mengetahui kualitas
lingkungan permukiman juga penduduk yang tinggal di Kelurahan Sukoharjo Kota Malang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Sukoharjo
Kota Malang. Dimana akan mendiskripsikan pendidikan penghasilan kondisi bangunan kondisi
kepadatan bangunan tingkat pelayanan sarana persampahan drainase kondisi jalan dan kondisi sanitasi
yang berada di Kelurahan Sukoharjo Kota Malang. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat
kekumuhan yang ada di kawasan Kelurahan Sukoharjo Kota Malang. Rancangan penelitian
menggunakan kuantitatif deskriptif dimana dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data
kualitatif yang sudah diangkakan dengan metode analisi skoring yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat kekumuhan yang ada di Kelurahan Sukoharjo Kota Malang dimana analisis tersebut dilakukan
dengan menilai kondisi eksisting terhadap kriteria atau indikator yang sudah ditetapkan berdasarkan
teori tipologi permukiman dan permukiman kumuh. Hasil analisis skoring menunjukkan tingkat
kekumuhan sedang jarak antar bangunan kondisi sanitasi dan persampahan merupakan kriteria yang
paling mempengaruhi terhadap kekumuhan sedangkan untuk penyediaan air bersih dan jenis
bangunan sudah sangat memadai.

KEYWORDS : Kawasan, Permukiman Kumuh, Tipologi Permukiman, Penanganan

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukiman kumuh adalah masalah yang dihadapi disetiap kota di Indonesia bahkan kota-kota
besar di negara berkembang lainya. Pengkajian tentang permukiman kumuh (slum), pada umumnya
menyangkut tiga hal, diantaranya keadaan fisik, keadaan sosial ekonomi yang bermukim tersebut serta
dampak dari kondisi fisik tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi bangunannya
yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi buruk, infrastruktur serta sanitasi dan drainase serta
persampahan yang kurang berfungsi dengan baik.

Salah satunya sifat Urbanisasi yang terjadi pada negara yang sedang berkembang umumnya
dikatakan sebagai urbanisasi semu (Pseudo Urbanization) yang dapat diartikan bahwa urbanisasi semu
merupakan fenomena Migrasi dari desa ke kota tanpa adanya persiapan, sehingga pada Urbanisasi semu
ini ditandai dengan berbagai masalah seperti kemiskinan perkotaan, membengkaknya sektor informal
dengan berbagai permasalahan. Sebagai lawannya adalah sifat urbanisasi di negara-negara industri yang
maju yang dikatakan sebagai urbanisasi murni (True Urbanization) sebagaimana Urbanisasi murni
merupakan fenomena migrasi dari desa ke kota dengan dilakukan persiapan untuk menunjang
kebutuhan diperkotaan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan kemiskinan di perkotaan maupun
permasalahan lainnya yang disebabkan urbanisasi, dan sebaliknya fenomena urbanisasi menjadi
memberkan dampak baik untuk keberlangsungan suatu kawasan perkotaan Hal ini dikaitkan dengan
kenyataan bahwa di negara-negara maju perpindahan penduduk dari desa ke kota telah dijamin oleh
tersedianya lapangan pekerjaan non pertanian di kota-kota, tetapi umumnya di negara sedang
berkembang pekerjaan non pertanian di kota tidak terjamin (Sujarto dalam Kuswartojo, 2005).

Berdasarkan Renstra MDGs melalui departemen pekerjaan umum menargetkan pada tahun
2020 mendatang semua kota di Indonesia akan 2 terbebas dari kawasan kumuh. Hal itu sejalan dengan
Program MDGs (Milenium Development Goals) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi
“Tujuan Pembangunan Milenium”, adalah sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan
Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 Negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di
New York pada bulan September 2000. Kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah
pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa Sasaran yaitu :

1
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan,
2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,
3. Mendorong kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan,
4. Menurunkan Angka Kematian Anak,
5. Meningkatkan Kesehatan Ibu,
6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainya,
7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan
8. Membangun Kemitraan Global Untuk Pembangunan.

Pemerintah telah berupaya memenuhi target MDGS menangani perumahan dan permukiman kumuh
perkotaan, bahkan zero kumuh sudah secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2020-2023 tepatnya di
tahun 2023. Perancangan zero kumuh 2023 yang telah diikuti dengan arah kebijakan dan strategi yang
fokus serta alokasi anggaran yang memenuhi RPJMN 2023- 2023. Langkah awal dalam mengejar target
zero kumuh di 2023 sebenarnya telah dimulai oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta
karya sejak tahun 2020 dengan menyusun road map penanganan kumuh serta pemutakhiran data kumuh
yang dilaksanakan secara kolaboratif denan lembaga yang terkait serta pemerintah daerah diseluruh
Indonesia. (RP2KPKP Kota Malang, 2023).

Berdasarkan studi terdahulu Zenal Mutaqin (2017) menjelaskan bahwa Hasil penelitian penentuan
kriteria prioritas dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh diperkotaan dalam kerangka 3 pilar
pembangunan berkelanjutan berturut-turut adalah aspek lingkungan sebesar 46,7%, aspek sosial sebesar
31,2% dan aspek ekonomi sebesar 22,1%. 3 Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas
adalah mengelola sampah rumah tangga sebesar 100 %, sarana persampahan sebesar 93,5 %, kegiatan
gotong royong sebesar 83,6%, drainase lingkungan sebesar 66,2 %, sanitasi sebesar 66,1 %, pinjaman
modal usaha sebesar 63,0 %, pelatihan dan kewirausahaan sebesar 61%. Selanjutnya berdasarkan
kegiatan prioritas tersebut, maka dari 12 lokasi yang dianalisis, diperoleh 5 wilayah prioritas yaitu RT
30, 31, 35, 02, dan RT 01. Kawasan prioritas ini merupakan wilayah yang memiliki kualitas lingkungan
permukiman yang rendah, dimana kualitas sarana dan prasarannya yang ada saat ini kurang memadai.

Solehati, dkk (2017) menjelaskan bahwa dari hasil analisis menunjukkan bahwa Gampong Telaga
Tujuh merupakan permukiman kumuh dengan kategori kumuh berat. Tingkat kekumuhan disebabkan
karena faktor pendidikan, ekonomi, dan kurangnya sarana prasarana di Gampong Telaga Tujuh Dilihat
dari tipologi permukiman kumuh Gampong Telaga Tujuh dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:
(1) Permukiman kumuh di tepi pantai (2) Permukiman kumuh di daerah rawan bencana alam.
Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh, maka penataan Gampong Telaga Tujuh dapat dilakukan
dengan 2 (dua) model, yaitu: (1) Permukiman kembali (relocation) (2) Peremajaan. Selain itu Ruli dan
Fadjarani (2015) menjelaskan Hasil Penelitian dapat diketahui bahwa konsep penataan permukiman

2
kumuh yang cocok untuk dikembangan dalam penataan lingkungan yaitu Model Land Sharing, yaitu
penataan ulang di atas lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi.

Adapun beberapa permasalahan dalam kajian penanganan kumuh yang berkembang yaitu kondisi
diberbagai lingkungan diantaranya:

1. Keadaan Bangunan Gedung


2. Keadaan Jalan Lingkungan
3. Keadaan Penyediaan Air Minum
4. Keadaan Drainase Lingkungan
5. Keadaan Pengelolaan Air Limbah
6. Pengelolaan Persampahan
7. Pengamanan Kebakaran
8. Kualitas tata lingkungan.

jadi penyebab kawasan permukiman antara lain: belum adanya rencana tata ruang wilayah sebagai
acuan legalitas pembangunan, rendahnya daya beli masyarajat, layanan infrastruktur permukiman
belum memadai, dan belum optimalnya penegakan aturan. Faktor-fator tersebut yang dinilai dominan
memberikan kontribusi kekumuhan di Kampung Bandar. Faktorfaktor tersebut saling berkaitan dan
berdampak satu sama lain. Penataan kawasan permukiman kumuh Kampung Bandar dilakukan dengan
2 strategi, yaitu strategi pencegahan dan strategi peningkatan kualitas. Strategi pencegahan yang terdiri
dari: peningkatan kapasitas, pengawasan serta pemberdayaan masyarakat. Strategi kualitas terdiri dari:
pemugaran (rehabilitasi), peremajaan (revitalisasi), dan permukiman kembali (relokasi).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat saya rumuskan masalah pokok dalam
penilitian ini agar sebagai berikut:

1. Bagaimna pengaruh faktor kondisi gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase,
pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, keadaan proteksi kebakaran, kualitas tata
lingkungan terhadap kualitas tata lingkungan untuk penataan kawasan permukiman kumuh di
Sukoharjo, Kecamatan Klojen, Kota Malang?
2. Variabel apakah yang merupakan penyebab dominan yang mempengaruhi kualitas tata
lingkungan untuk penataan kawasan permukiman kumuh di Sukoharjo, Kecamatan Klojen,
Kota Malang?

3
1.3 Tujuan Pembahasan

Konsisten dengan permasalahan yang dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:

1. Menganalisis pengaruh faktor keadaan gedung, keadaan jalan lingkungan, keadaan penyediaan
air minum, kondisi drainase lingkungan, keadaan pengelolaan air limbah, pengelolaan
persampahan, kondisi proteksi kebakaran, Kualitas tata lingkungan terhadap kualitas tata
lingkungan untuk penataan kawasan permukiman kumuh di Sukoharjo, Kecamatan Klojen,
Kota Malang.
2. Menganalisis penyebab dominan yang mempengaruhi kualitas tata lingkungan untuk penataan
kawasan permukiman kumuh di Sukoharjo, Kecamatan Klojen, Kota Malang.

1.4. Manfaat Pembahasan

1. Bagi Akademis Bagi akademis hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan bukti
empiris mengenai kualitas tata lingkungan untuk penataan kawasan permukiman kumuh.
2. Bagi Organisasi Bagi Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pembangunan Daerah
Pemerintah Kabupaten Jepara hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan mengenai
beberapa hal kualitas tata lingkungan untuk penataan kawasan permukiman kumuh.
3. Bagi peneliti Memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kualitas tata lingkungan untuk
penataan kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Klojen, Kota Malang.
4. Bagi pembaca Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan
bagi mahasiswa pada khususnya.

1.5. Sistemmatika Pembahasan

Pada sistematika pembahasan dalam laporan penelitian yaitu sebagai berikut :

Bab I pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang , perumusan permasalah, tujuan
pembahasan, manfaat pembahasan, sistematika pembahasan, dan lingkup bahasan.

Bab II tinjauan pustaka Menjelaskan tentang pengertian, persyaratan, karakteristik dan penentuan
lokasi perumahan kumuh. kajian penelitian yang ditinjaun dari beberapa teori-teori yang berkaitan,
ataupun beberapa kajian pustaka terkait dengan penelitian.

Bab III tinjauan khusus Menjelaskan tentang analisis mengenai tingkat kekumuhan dan kelayakan
permukiman, dan evaluasi penanganan kawasan permukiman kumuh di bantaran sungai Cikapundung

4
kelurahan Tamansari, serta Arahan terhadap potensi dan masalah yang berkembang pada kawasan
permukiman kumuh.

Bab IV kesimpulan dan rekomendasi Bab ini menjelaskan terkait Sejarah Permukiman/Perumahan
Kumuh, Lokasi Permukiman/Perumahan Kumuh, Data Umum Penghuni/Penduduk,Aspek Permukiman,
Skema Pembiayaan rumah subsidi, Kondisi Sarana dan Prasarana Kondisi Rumah Obyek, dan Kondisi
Rumah (masing-masing mhs wajib menganbil salah rumah, berupa : gambar denah dan foto2 interior
dan eksterior (ada foto mhs yg survai)

Bab V kesimpulan dan saran Bab ini menyajikan kesimpulan dari penulis dan memberikan saran di
akhir penulisan ini.

1.6. Lingkup Bahasan

Pada makalah ini lingkup bahasan antara lain :

1. Penilitian tentang permukiman kumuh yang berada di Sukoharjo, Kecamatan Klojen, Kota
Malang.
2. Meneliti dan melaporkan kondisi serta kegiatan pada tempat penilitian dengan menggunakan
metode-metode.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Rumah Kumuh

Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat
hunian, permukiman kumuh juga permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana
yang tidak memenuhi syarat. (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.02 Tahun 2016)

Prasad dan Gupta (2016) menjabarkan pengertian pemukiman kumuh, permukiman kumuh adalah
bagian dari kota yang mungkin tidak layak huni baik karena struktur yang ada sudah tua dan bobrok,
selain itu penduduk yang terlalu padat serta kurangnya fasilitas infrastruktur yang ada dan lingkungan
rumah yang tidak sehat.

Menurut Rindarjono (2012) permukiman kumuh merupakan permukiman dengan rumah yang
memiliki kondisi hunian masyarakat kawasan tersebut sangat buruk. Tidak sesuainya rumah maupun
sarana dan prasarana yang ada dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan
bangunan tinggi, kaidah kesehatan persyaratan rumah yang tidak sesuai dan di abaikan, kebutuhan
sarana air yang kurang memadai, persyaratan kelengkapan prasarana seperti sanitasi, jalan
lingkungan, drainase yang sangat buruk, ruang terbuka yang hampir tidak ada serta kelengkapan
fasilitas sosial lainnya yang tidak mendukung.

Permukiman kumuh merupakan kualitas keadaan lingkungan yang tidak layak huni, dengan ciri-
cirinya yaitu terbatasnya luas lahan namun kepadatan bangunan lingkungannya sangat tinggi, rawan
terhadap penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta rendahnya kualitas bangunan, prasarana
lingkungan yang tidak memadai dan membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan penghuninya
(Niken, 2014)

2.2. Persyarataan Rumah Kumuh

Menurut UN- Habitat (2008) kriteria permukiman kumuh adalah rumah tangga yang memiliki
salah satu dari kriteria berikut :

1. Tidak memadainya ketersediaan air yang aman (inadequate acess to safer water)
2. Tidak memadainya ketersediaan sanitasi beserta infrastrukturnya (inadequate acess to sanitation
and other infrastructure)

6
3. Kualitas bangunan yang rendah (poor structural of housing)
4. Ruang huni yang padat (overcrowding)
5. Status hunian yang tidak aman (insecure residential status).

Maka jika rumah tangga memiliki salah satu dari kriteria diatas, sudah dikategorikan sebagai rumah
kumuh (slum dwelling) ketentuan tersebut akan menampilkan dua jenis yaitu kumuh dan tidak kumuh.

Lingkup permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Lingkup yang berpenghuni padat (melebih 500 org per Ha)


2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah
3. Jumblah rumahnya sangat padat dan ukurangnya di bawah starndart
4. Sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan
5. Hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundangan yang berlaku.

Keadaan kumuh dapat mencermikan keadaan ekonomi, sosial, budaya para penghuni permukiman
tersebut. Adapun ciri- ciri kawasan kumuh dapat tercermin dari :

1. Penampilan fisik bangunannya yang miskin konstruksi yaitu banyaknya bangunanbangunan


temporer yang berdiri serta nampak tak terurus maupun tanpa perawatan.
2. Pendapatan yang rendah mencermikan status ekonomi mereka, biasanya masyarakat kawasan
kumuh berpenghasilan rendah.
3. Kepadatan bangunan yang tinggi, dapat terlihat tidak adanya jarak antar bangunan maupun yang
tidak terencana.
4. Kepadatan penduduk yang tinggi dan masyarakatnya yang heterogen.
5. Sistem sanitasi yang miskin atau tidak dalam kondisi yang baik
6. Kondisi sosial yang tidak baik dapat dilihat dengan banyaknya tindakan kejahatan maupun
kriminal
7. Banyaknya jumblah masyarakat pendatang yang bertempat tinggal dengan menyewa rumah.

Kondisi wilayah studi yang dikaji dilihat dari penampilan fisik bangunan konstruksi masih
tergolong miskin, sebagai masyarakat menggunakan semen unttuk bahan rumahnya. Kepadatan
bangunan yang terlihat tidak begitu tinggi dan tidak ada jarak antar bangunan, tapi letak bangunan
rumah atau siteplannya tidak terencanan dan tertata. Kepadatan penduduk di wilayah studi yang cukup
tinggi dengan banyaknya jumlah masyarakat pendatang

Suatu kawasan dinilai kumuh dapat dilihat berdasarkan kriteria :

1. Kriteria lokasi

7
a) Penentuan kawasan kumuh pada prinsipnya tidak mengenal batas administrasi, namun
demikian guna mempermudah pengelolaannya batas administrasi kelurahan/ desa harus
menjadi referensi.
b) Kawasan kumuh merupakan kawasan yang berada baik di pusat kota (CBD) Central Busines
District ataupun di kawasan pinggiran kota.

2. Kriteria Demografi
a) Kepadatan penduduk
b) Jumlah keluarga Pra- sejahtera
c) Jumlah keluarga sejahtera
d) Jumlah anak balita underweigh

3. Kriteria Lingkungan
a) Kondisi perumahan dan permukiman
b) Kepadatan bangunan (>200 jiwa/ ha)
c) Pelayanan air bersih - Jamban MCK
d) Sarana pembuangan sampah
4. Kriteria Usaha
a) Jumlah usaha kecil, kerajinan dan rumah tangga.
b) Jumlah tenaga kerja yang terserap, jumlah omset.

Selain itu hal- hal berikut juga dipertimbangkan sebagai kriteria permukiman kumuh, yaitu ukuran
bangunan sangat sempit tidak memenuhi standar kesehatan. Kondisi bangunan berimpitan sehingga
rawan kebakaran, kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik, system drainase buruk, jalan lingkungan
tidak memadai, sanitasi, sarana madi, cuci dan kakus juga sangat terbatas.

2.3. Karakteristik Rumah Kumuh

Penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh denganmempertimbangkan berbagai aspek seperti


status (kepemilikan) tanah, letak/kedudukan lokasi, kesesuaian peruntukan lokasi dengan rencana tata
ruang, tingkat kepadatan penduduk, tingkat kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat lokal. Adapun menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.02
Tahun 2016 didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NO.02/PRT/M/2016
mengenai karakteristik permukiman kumuh sebagai berikut:
1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman, yang mengalami degradasi kualitas;
2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, memiliki kepadatan tinggi dan tidak teratur;

3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat (batasan sarana dan prasarana ditetapkan
dalam lingkup keciptakaryaan), yaitu:

8
a. Jalan Lingkungan,
b. Drainase Lingkungan,
c. Penyediaan Air Bersih/Minum,
d. Pengelolaan Persampahan,
e. Pengelolaan Air Limbah,

4. Kriteria Status Tanah


Kriteria status tanah meliputi:
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.

Judohusodo (1991), mendefinisikan karakteristik permukiman kumuh dari fenomena pendudukan,


yakni :

1. rendahnya kualitas kehidupan permukiman kumuh di tandai dengan tingginya angka kepadatan
berkisar antara 350-1250 jiwa per hektar
2. Kepadatan bangunan juga cukup tinggi hingga mencapai 250 atau lebihrumah per hektarnya.
3. Ukuran bangunan yang kecil kecil antara 25 meter persegi dan sampai kurangdari angka tersebut
4. Tata letak yang tidak teratur
5. Sanitasi jelek serta kualitas bangunan yang jelek
6. ukuran luas kampung 15-120 hektar.
7. dari seluruh bangunan rumah yang ada 60-70% ditempati oleh pemilik, 30- 40% disewakan,
sistem sewanya dihuni oleh beberapa orang/satu keluarga dalam satu kamar.

Muta’ali (2006) dalam Muta’ali dan arif(2016), menjabarkan mengenai hasil observasinya bahwa
ciri ciri permukiman kumuh yang menonjol dan perlu di perhatikan adalah sebagai berikut :
a. Rumah beratap dengan kondisi yang buruk
b. Rumah tanpa jendela/ventilasi udara
c. Tidak terdapatnya pembagian ruang/kamar sesuai denganperuntukannya
d. Dinding dan laintai telah lapuk
e. Tidak memiliki jamban
f. Berada pada lingkungan permukiman dengan sanitasi jelek
g. Kepala rumah tangga bekerja pada penghasilan yang rendah

9
2.4. Penentuan Lokasi Perumahan Rumah Kumuh
Untuk melakukan identifikasi kawasan permukiman kumuh digunakan kriteria. Penentuan kriteria
kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek atau dimensi
seperti kesesuaian peruntukan lokasi dengan rencana tata ruang, status kepemilikan) tanah,
letak/kedudukan lokasi, tingkat kepadatan penduduk, tingkat kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Selain itu digunakanlah kriteria sebagai kawasan penyangga
kota metropolitan seperti kawasan permukiman kumuh teridentifikasi yang berdekatan atau berbatasan
langsung dengan kawasan yang menjadi bagian dari kota metropolitan. Berdasarkan uraian diatas maka
untuk menetapkan lokasi kawasan permukiman kumuh digunakan kriteria-kriteria yang dikelompokkan
kedalam kriteria:

 Vitalitas Non Ekonomi

Kriteria vitalitas non ekonomi dipertimbangkan sebagai penentuan penilaian kawasan kumuh
dengan indikasi terhadap penanganan peremajaan kawasan kumuh yang dapat memberikan tingkat
kelayakan kawasan permukiman tersebut apakah masih layak sebagai kawasan permukiman atau sudah
tidak sesuai lagi.

Kriteria ini terdiri atas variabel sebagai berikut:

a) Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK,
dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b) Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap
penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas
bangunan yang terdapat didalamnya.
c) Kondisi kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi
terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan
penduduk.

 Vitalitas Ekonomi Kawasan

Kriteria vitalitas ekonomi dinilai mempunyai kepentingan atas dasar sasaran program
penanganan kawasan permukiman kumuh terutama pada kawasan kumuh sesuai gerakan city
without slum sebagaimana menjadi komitmen dalam Hari Habitat Internasional. Oleh karenanya
kriteria ini akan mempunyai tingkat kepentingan penanganan kawasan permukiman kumuh dalam
kaitannya dengan indikasi pengelolaan kawasan sehingga perubah penilai untuk kriteria ini
meliputi:

10
a) Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah
kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b) Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi
memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada.
Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan
perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c) Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman
kumuh.

 Status Kepemilikan Tanah

a) Kriteria status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1990 tentang Peremajaan
Permukiman Kumuh adalah merupakan hal penting untuk kelancaran dan kemudahan
pengelolaanya. Kemudahan pengurusan masalah status tanah dapat menjadikan jaminan
terhadap ketertarikan investasi dalam suatu kawasan perkotaan. Perubah penilai dari kriteria ini
meliputi:

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.


b. Status sertifikat tanah yang ada.

 Keadaan Prasarana dan Sarana

Kriteria kondisi prasarana dan sarana yang mempengaruhi suatu kawasan permukiman menjadi
kumuh, paling tidak terdiri atas:

1. Kondisi jalan
2. Drainase
3. Air bersih
4. Air limbah

 Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

Komitmen pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota/) dinilai mempunyai andil sangat besar


untuk terselenggaranya penanganan kawasan permukiman kumuh. Hal ini mempunyai indikasi
bahwa pemerintah daerah menginginkan adanya keteraturan pembangunan khususnya kawasan
yang ada di daerahnya.

Perubah penilai dari kriteria ini akan meliputi:

11
1. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi
penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
2. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario)
kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

 Prioritas Penanganan Kegiatan

Penilaian kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan sistem pembobotan pada masing-
masing kriteria diatas. Umumnya dimaksudkan bahwa setiap kriteria memiliki bobot pengaruh yang
berbeda-beda. Selanjutnya dalam penentuan bobot kriteria bersifat relatif dan bergantung pada
preferensi individu atau kelompok masyarakat dalam melihat pengaruh masing-masing kriteria.

Indikator kawasan kumuh digambarkan dalam tabel berikut.

12
13
14
BAB III
METODE PENILITIAN

3.1. Rancangan

Rancangan penelitian merupakan rencana menyeluruh dari penelitian mencakup hal-hal yang akan
dilakukan peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai pada
analisa akhir, data yang selanjutnya disimpulkan dan diberikan saran. Suatu desain penelitian
menyatakan, baik struktur masalah penelitian maupun rencana penyelidikan yang akan dipakai untuk
memperoleh bukti empiris mengenai hubungan-hubungan dalam masalah.

3.2. Teknik Pengambilan Data

Teknik yang dipakai penulis dalam pengumpulan data adalah pengumpulan data primer dan
pengumpulan data skunder:

a. Data Primer

Menurut Sugiyono (2018) data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpulan data. Data primer adalah data yang diperoleh atau di dapat dengan melakukan penelitian
secara langsung yaitu dengan wawancara atau interview secara langsung di lapangan. Data primer juga
dapat dilakukan peneliti dengan memberikan atau menyebar kuesuioner tentang pencegahan stunting
pada balita.

b. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (20180 data sekunder yaitu sumber data yang tidak langgsung memberikan
data kepada pengumpulan data, misalnya lewat dokumen. data sekunder adalah data kepustakaan yang
dapat dari berbagai literature dan referensi sebagai data awal yang diperlukan dalam penelitian
dilapangan untuk mengkaji masalah yang di teliti.

3.3. Metode Analisis

Menururt Moleong (2000:103) mengartikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan proposisinya. Analisa data dalam penelitian kualitatf dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan analisa data sebelum dilapangan dilakukan

15
terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang digunakan untuk menentukan fokus
penelitian akan tetapi masih bersifat semntara dan akan berkembang selama penelitian berada
dilapangan, kemudian analisa data selama dilapangan dilakukan pada saat pengumpulan data berlasung
dan setelah selesai pengumpulan data periode tertentu.
Proses analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data yang
dikembangkan oleh Bogdan dan Biklen (Moleong, 2000 : 190):

Proses analisis data di atas, terdiri dari beberapa tahap, yaitu:


1. Pengumpulan Data : Mengumpulkan data adalah pekerjaan yang sangat sukar, diperlukan
kecermatan, ketelitian, kehati – hatian dan kemurnian dari data itu. Setelah data – data terkumpul
dari berbagai sumber, maka peneliti akan mempelajari dan menelaah data tersebut.

2. Reduksi Data : Merupakan proses meneliti, memilih dan menilai data yang sesuai dengan tema.
Reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan suatu usaha
membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan – pernyataan yang perlu dijaga sehingga
tetap berada di dalamnya. Dengan demikian, reduksi data merupakan bentuk analisis yang
menjamin, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu. Reduksi data berlangsung
secara terus menerus; bagian mana yang tidak dipakai, data mana yang diringkas serta data mana
yang cocok untuk disusun ke dalam satuan – satuan . Kemudian menyusun data yang telah
diperoleh di lapangan dari segala peristiwa.

3. Kategori Data :
Dalam tahap ini, peneliti mengedit data dengan cara memilih data mana yang dikode (coding),
mana yang tidak dipakai, data mana yang diringkas, dan data mana yang dimasukkan dalam suatu
kategori, sampai diperoleh keabsahan data.

16
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS

4.1. Sejarah Permukiman atau Perumahan Kumuh

Pengamat Sejarah dan Budaya sekaligus Sekretaris TACB Kota Malang 2016-2020,
Agung Buana menjelaskan bahwa awalnya kawasan yang saat ini menjadi Pasar Comboran,
merupakan Stasiun Induk untuk Trem atau transportasi Kereta Api Jarak Pendek antar wilayah
Malang. Trem yang memiliki Rute Malang-Singosari dan Malang-Pakis-Tumpang tersebut,
mempunyai nama Stasiun Trem Jagalan yang ada sejak tahun 1900an awal hingga 1950an.
"Comboran itu memang dari awal bukan didesain sebagai pasar. Kita harus ingat bahwa dulu
Malang punya Trem yang bisa disebut Komuter," ujar Agung kepada TIMES Indonesia.

Berbicara soal awal mula mencetusnya nama 'Comboran', tentu bermula dari Trem
tersebut yang bisa diibaratkan sebagai jantung peradaban adanya Pasar Loak Comboran. Agung
mengistilahkan bahwa di tahun 1900an dengan adanya Trem, tentu ada juga transportasi lain.
Jika sekarang, diibaratkan seperti Ojek Online (Ojol), Bajaj, Becak hingga Angkot. Namun,
ditarik ke masa tahun 1900an yang tren saat itu adalah moda transportasi bernama dokar dengan
bantuan Kuda. Dari situlah nama 'Comboran' muncul. "Jadi di samping ada Trem, ada parkiran
atau tempat ngetemnya Dokar itu. Jadi menunggu penumpang turun untuk diantarkan ke lokasi
tujuan yang lebih dekat," ungkapnya.

Berikut kondisi yang ada di kelurahan sukoharjo:

17
Gambar 1 Lokasi Sukoharjo Malang
Sumber Pribadi 2024

Awal mula kata 'Comboran' sebenarnya muncul dari sisi timur lokasi parkiran Dokar,
yang digunakan sebagai tempat istirahat Kuda untuk sekedar diberi makan dan minum. Istilah
Jawanya, yakni 'Nyombor'. "Nah di situ kan kusirnya berhenti memberi makan dan minum
kudanya. Akhirnya orang di sana nyebutnya Nyomboran. Lama-lama jadi Comboran itu,"
katanya. Comboran Sebagai Identitas Pasar

Awalnya, Pasar Comboran di tahun 1900an hingga 1950an dimana konsep Trem yang
masih berjalan, identitas pasar pun mulai muncul dikawasan tersebut. Namun, bukan sebagai
pasar loak. Ketika ada Trem dan ada moda transportasi Dokar, tentu identitas perdagangan pun
juga muncul di kawasan tersebut. Akan tetapi, identitas tersebut bermula sebagai Pasar yang
memperjual belikan dagangan hasil pertanian masyarakat. "Iya tahun 1900-1950-an disitu
kebanyakan untuk pasar pertanian. Jadi masyarakat yang turun atau naik Trem itu kan bawa
barang dagangannya. Sebelum ke Trem atau pas turun dibeli orang, ditaruh di kawasan itu,"
bebernya.

Era Tahun 1942 Saat Jepang Masuk Indonesi Di era perang Jepang, memaksa orang-
orang Belanda yang telah menetap di Indonesia, khususnya Malang harus ditangkap dan dibawa
ke daerah Cimahi hingga Surabaya untuk dilakukan penahanan. Di masa itulah pergeseran
peran Pasar Comboran dari dagangan pertanian beralih ke Pasar Loak atau barang bekas.
pergeseran tersebut bermula dari barang-barang peninggalan orang Belanda yang akhirnya
diserahkan kepada para pembantunya, seperti halnya pakaian. Dari barang yang ditinggalkan
itulah, oleh para pembantu sebagian dipakai dan sebagian pun diperjual belikan di daerah
Comboran. ketika tahun 1942 itu pakaian sulit didapat. Maka dari itu terciptalah pasar pakaian
bekas. Bekas orang belanda di tahun 1942-1945. Dari itulah, Pasar Comboran mulai dikenal
sebagai Pasar Loak, karena menjual berbagai barang bekas peninggalan Belanda yang telah
ditinggalkan. "Jadi di akhir periode 1950an berkembang lah menjadi tempat jual beli barang-
barang eks Belanda. Seperti pakaian hingga alat-alat rumah tangga.

Masuk era 1960-an Hingga 1980-an Di era tahun 1960-an, semakin lama macam-
macam penjualan di Pasar Loak Comboran pun semakin berkembang. Di sisi Selatan
Comboran, terdapat kawasan pergudangan dan Perbengkelan, tepatnya di sekitar Jalan Bengkel,
Kota Malang. Di kawasan tersebut, disebutkan Agung, banyaknya barang-barang reject atau
cacat produksi diperjual belikan kembali di Pasar Loak Comboran. "Tapi lama kelanaan
peralatan yang kecil-kecil itu dijual hingga ke area Comboran. Akhirnya muncul ada pasar
pakaian bekas, peralatan rumah tangga, alat-alat bangunan dan munculah perbengkelan juga,"

18
bebernya. Pergeseran alat perbengkelan pun semakin meluas hingga adanya jual beli sparepart
kendaraan sepeda motor (R2) dan mobil (R4). Hal itu ditunjang pada era 1970 hingga 1980-an
lagi tinggi-tingginya perguruan tinggi di Malang dan masuknya ribuan mahasiswa luar kota
yang memilih di Malang.

Era 1990-an Hingga 2000-an Identitas Pusat Loak di Jawa Timur Memasuki era 1990an
hingga 2000an awal, barulah dibangun Pasar di sisi Barat dan tiga tahun kemudian dibangun
Pasar pada sisi Timur Comboran. Di era ini lah, Comboran disebut sebagai Pusat Loak Jawa
Timur atau lebih tepatnya Pasar yang menjual barang antuk terbesar di Jawa Timur. "Dari masa
ke masa memang harus diakui bahwa Comboran ini memang menjadi pusat barang loak dan
antik terbesar di Jawa Timur," katanya. Meski begitu, kekinian para penjual barang antik
memang telah berkurang dan memilih berjualan di gang-gang sekitar Pasar Loak Comboran.
"Jadi mulai keris sampai barang antik peninggalan Belanda ada di situ

4.2. Lokasi Permukiman atau Perumahan Kumuh

Secara geografis kelurahan Sukoharjo merupakan Kelurahan yang terletak diwilayah


kecamatan klojen, kota Malang. Kelurahan ini terdiri dari tujuh RW dan 57 RT, secara
andiministratif kelurahan Sukoharjo dikelilingi kelurahan lainnya yang ada di kota Malang,
batasbatas kelurahan Sukoharjo sebelah utara: kelurahan Kidul Dalem, kecamatan Kloje kota
Malang, sebelah timur: kelurahan Jodipan, kecamatan Blimbing kota Malang, sebelah selatan:
kelurahan Ciptomulyo, kecamatan Sukun kota Malang, sebelah barat: kelurahan Kauman,
kecamatan Klojen kota Malang. Kelurahan ini memiliki luas wilayah 54,74 km2 , dan berada
pada ketinggian 444 meter di atas permukaan air laut. Secara demografis kelurahan Sukoharjo
merupkan permukiman dengan penduduk yang sangat padat dengan banyak ragam suku bangsa
yang ada, seperti suku Jawa, suku Madura, dan keturunan bangsa asing lainnya. Kelurahan
Sukoharjo memiliki jumlah penduduk sebagai berikut: laki-laki 5.851 jiwa dan perempuan
6.056 jiwa, jumlah 11.907 jiwa. Jumlah penduduk menurut agama sebagai berikut: Islam 9.232
jiwa, Kristen 768, Katolik 477 jiwa, Budha 234 jiwa.

19
Gambar 2 Peta Kel. Sukoharjo, Kota Malang.
Sumber, Google Earth, 2019

4.3. Data Umum Penghuni atau penduduk


a. Secara Demografis, Kelurahan Sukoharjo merupakan pemukiman dengan penduduk
yang sangat padat dengan begitu banyak ragam suku bangsa yang ada, seperti Suku
Jawa, Suku Madura, Keturunan Tionghoa, Keturunan Arab, Keturunan India, dan
Keturunan Bangsa Asing lainnya. Kelurahan Sukoharjo memiliki jumlah penduduk
sebagaiberikut:
JumlahPenduduk
Laki-laki : 5.851 Jiwa
Perempuan : 6.056 Jiwa
Jumlah : 11.907 Jiwa

b. Jumlah penduduk menurut Agama


Islam : 9.232 Jiwa
Kristen : 768 Jiwa
Katholik : 477 Jiwa
Hindu : 85 Jiwa
Budha : 234 Jiwa

20
c. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
Petani : 0 Orang
Pengusaha : 1.021 Orang
Pedagang : 1.200 Orang
Buruh : 74 Orang
Pensiunan : 79 Orang
TNI/POLR : 15 Orang
PNS : 88 Orang
Jasa : 205 Orang

4.4. Aspek Permukiman

Permukiman kumuh dapat di definisikan sebagai suatu lingkungan yang berpenghuni


padat (melebihi 500 orang per Ha) dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah,
jumlah rumahnya sangat padat dan ukuran dibawah standar, sarana rasarana tidak memnuhi
syarat teknis, kesehatan yang tidak menjamin, serta hunian di bangun diatas tanag milik orang
lain atau pemerintah di luar perundang-undang yang berlaku (Khomarudin 1997). Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengolahan lingkungan hidup merupakan
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup juga sistem kehidupan dimana terdapat campur
tangan manusia terhadap tatanan ekosistem. Berbicara mengenai lingkungan hidup, salah satu
hal yang berhubungan dengan lingkungan adalah masalah kepadatan penduduk. Penduduk
pendatang sebagian besar menetap dilokasi permukiman-prmukiman kumuh di aderah
pinggiran sungai,di bawah jembatan dan di daerah bantaran rel kereta api

Jalan Halmahera-jalan Prof Moh Yamin kecamatan Klojen kota Malang terdapat bagian
dari pasar loak atau biasa disebut dengan pasar Comboran. Comboran merupakan sebuah
daerah disebelah Selatan Pasar Besar Malang yang tidak sepi di siang hari. Wilayah ini dikenal
sebagai salah satu pasar loak terbesar di Malang walapun sesungguhnya tidak hanya barang
bekas yang di perdagangkan di tempat tersebut. Banyaknya jenis barang dagangan yang ada di
Comboran juga membuat pasar ini terkesan lengkap dan menjual berbagai barang bekas
lainnya.

Bangunan-bangunan disekitar bantaran rel kerata api di jalan Halmahera-jalan Prof


Moh Yamin kebanyakan digunakan untuk membuka lapak dan berjulan barang-barang bekas
dengan harga yang relatif murah. Kondisi rumah serta lapak-lapak pasar loak atau pasar
Comboran yang di bangun di sepanjang jalan tersebut merupakan bangunan semi permanen

21
dimana yang didirikan tepat disamping bantaran rel kereta api yang bukan termasuk hak milik
pribadi karena mereka tidak memiliki akses terhadap kepemilikan lahan tetap yang mereka
gunakan, terkadang rel kereta api tersebut juga masih aktif oleh lokomotif. Sebagian pemilik
lapak menggnakan lapaknya sekaligus sebagai tempat tidurnya. Kondisi bangunan tersebut
termasuk dalam kategori kurang baik, karena bangunnanya terlalu rapat antara bangunan yang
satu dengan bangunan yang lain, material yang digunkan untuk bagunan juga kurang memadahi
yaitu menggunakan papan, seng dan bahan bekas lainnya sehingga menimbulkan kesan kumuh.

4.5. Kondisi Sarana dan Prasarana Rumah Obyek


Sistem transportasi
Sistem transportasi Pada sistem transportasi sebagai fungsi jalan lingkungan, jalan lokal
dan jalann setapak menjadi pusat. Sistem transportasi disini meliputi :
a. Jaringan Jalan, dimana jaringan jalan yang ada pada lingkungan permukiman
khususnya di wilayah penelitian ( kelurahan Sukoharjo, Kec. Klojen Kota Malang
) meliputi atas :
 Jalan Utama yaitu jalan Masuk ke lokasi adalah Jalan Tanimbar, Jalan Irian Jaya,
Jalan Halmahera, dan lorong jalan.
 Jalan lingkungan yang terbuat Aspal dan Paving
b. Kondisi Jalan, yang mempengaruhi kondisi jalan adalah intensitas pergerakan
kendaraan yang keluar masuk bahkan angkutan umum telah masuk dalam
lingkungan tersebut. Kondisi fisik jalan yang ada :
 Jalan lingkungan pemukiman warga yang terdiri dari jalan lorong menggunakan
Paving dengan lebar 1,5m – 2m
 Jalan utama menggunakan Aspal dengan kelebaran 12m-16m

Gambar 3 kondisi Lorong dan Jalan besar


Sumber Foto Pribadi 2024

Dengan melihat sistem dan kondisi jalan yang ada di wilayah penelitian ini maka
diperlukan perencanaan dari pemerintah khusus di wilayah ini untuk memperhatikan

22
kondisi jalan yang mana sebaiknya di fungsikan dengan funsinya secara penuh secara
disiplin dan mengikuti aturan yang berlaku

a. Sumber air minum

b. Persampahan
Sampah merupakan salah satu permasalahan utama baik di kawasan pusat kota,
maupun dilingkungan perumahan yang sudah terencana dan terlebih lagi bagi
lingkungan permukiman yang didominasi oleh warga masyarakat yang menghuni
tempat-tempat illegal seperti ditanah kosong ataupun di bantaran Rell Kereta Api.
Masalah persampahan merupakan masalah yang utama dikarenakan :
a. Belum adanya kesadaran warga/penduduk mengenai pembuangan sampah.
b. Sebagain penduduk menimbun sampah dimana-mana baik dipinggiran jalan
utama maupun tanah yang kosong
c. Belum terdapatnya perangkat lunak mengenai aturan pembuangan sampah
d. Kurangya tempat-tempat pembuangan sampah sementara yang nantinya dapat
diteruskan oleh angkutan sampah ke tempat pembuangan akhir.
Khusus pada daerah wilayah penelitian pembuangan sampah terlihat masih terdapat :
Di tempat-tempat tertentu sehingga dapat menyebarkan bibit penyakit di lokasi
ini b. Di selokan-selokan yang belum permanen masih merupakan selokan yang
terbuat dari tanah.
Untuk penanggulangan hal tersebut diatas maka dibutuhkan perencanaan
pembuangan sampah dengan menempatkan TPS ± TPS ditempat-tempat tertentu
dengan radiun pelayanan setiap 100 unit rumah, sehingga pada lokasi ini terdap

23
Gambar 4 lokasi Pembuangan Sampah
Sumber Foto Pribadi 2024
c. Jaringan listrik
Jaringan listrik yang ada di daerah penelitian ini bukan merupakan suatu masalah
karena jaringan listrik telah menjangkau sampai ke lokasi bagian dalam lingkungan
permukiman yang ada. Jaringan listrik yang ada cukup untuk melayani rumah-rumah
yang ada didalam lingkungan ini, hanya saja pengaturan perletakan kabel yang akan
masuk ke areal rumah

Gambar 5penataan kabel listrik


Sumber Foto Pribadi 2024
4.6. Kondisi Rumah

Kawasan kumuh yang ada di wilayah Comboran kelurahan Sukoharjo kecamatan


Klojen Kota Malang, sebagian besar rumah menggunakan bangunan semi permanen yang
dijadikan sebagai tempat tinggal masyarakat yang terbuat dari papan, seng, dan barang bekas
lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

(1) persepsi masyarakat kawasan kumuh terhadap upaya perbaikan lingkungan Comboran
kelurahan Sukoharjo kecamatan Klojen, (2) usaha masyarakat terhadap upaya perbaikan

24
lingkungan permukiman kumuh Comboran kelurahan Sukoharjo kecamatan Klojen kota
Malang, (3) faktor pendukung dan penghambat dalam upaya perbaikan ligkungan permukiman
kumuh Comboran Kelurahan Sukoharjo Kecamatan Klojen Kota Malang Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa kualitas lingkungan permukiman kumuh Comboran berdasarkan
persepsi masyarakat dinilai bahwa tingkat kumuh dari setiap tahun mengalami perubahan yang
artinya bahwa semakin menurun dan membaik tingkat kumuhnya, sedangkan usaha dan
partisipasi masyarakat yang dibantu oleh pemerintah daerah meningkatkan usaha dan partisipasi
masyarakat tidak hanya sebatas pelaksanaan saja, namun dilibatkan pada setiap tahapan dimulai
dari perencanaan, pelaksanaan hingga hasil pemeliharaan lingkungan, faktor pendukung dan
peghambat dalam upaya perbaikan lingkungan antara lain faktor pendukung berupa tenaga
kerja, barang/uang, lokasi, partisipasi masyarakat, sedangkan faktor penghambat seperti SDM
rendah, sosial ekonomi rendah, keterbatasan lahan.

Berikut kondisi rumah yang ada di kelurahan sukoharjo:

Gambar 6 Kondisi Rumah Tampak Depan


Sumber Foto Pribadi 2024

25
Gambar 7 Kondisi Rumah Tampak Samping
Sumber Foto Pribadi 2024

Gambar 8 Wawancara Narasumber


Sumber Foto Pribadi 2024

26
Gambar 9 Interior
Sumber Pribadi 2024

Gambar 9 Denah Rumah


Sumber Pribadi 2024

27
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
Kualitas lingkungan permukiman kumuh bersadasarkan persepsi masyarakat menilai
bahwa tingkat kumuh dari setiap tahunnya mengalami perubahan menjadi lebih baik, meskipun
perubahan itu belum semuannya, namun persepsi masyarakat berpendapat merasa nyaman
dengan kondisi bangunan rumah yang berjarak kurang dari 1 meter dengan bangunan semi
permanen, sampah yang masih berserakan, dan masih kurangnya air bersih yang dikarenakan
itu tempat tinggal mereka sebagai pendatang.Usaha dan partisipasi masyarakat yang dibantuh
oleh pemerintah daerah meningkatkan partisipasi dan usaha masyarakat tidak hanya sebatas
pelaksanaan saja, namun dilibatkan pada setiap tahapan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai pemeliharaan lingkungan dan memberikan semangat kepada masyarakat agar tetap
berusaha untuk bangkit. Dalam upaya untuk mensejahterahkan masyarakat kelurahan Sukoharjo
warga dan pemerintahan daerah setempat sangat berantusias mempunyai berbagai macam
strategi dalam meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Tetapi menjadi suatu kendala dalam
upaya perbaikan lingkungan tersebut diakibatkan karena keterbtasan lahan, sumber daya
manusia yang masih rendah dan kondisi ekonomi yang masih minim. Namun masyarakat masih
berusaha dalam upaya perbaikan lingkungan permukiman, upaya dalam daerah tersebut muali
dari partisipasi masyarakat, uang, barang yang baik untuk menyukseskan kegiatan perbaikan
lingkungan tersebut.

5.2 saran

1. Perlunya mengoptimalkan koordinasi antar instansi pelaksana penataan permukiman


kumuh agar lebih efektif dalam melaksanakan perencanaan program kegiatan permukiman
kumuh dengan menetapkan formasi kewenangan pelaksanaan yang mumpuni dan sesuai
sehingga mampu bekerjasama dengan baik dalam pelaksanaan program kegiatan penataan

permukiman kumuh sesuai perencanaan yang diharapkan.

2. Perlunya pemerintah mengupayakan konsistensi dalam pelaksanaan rencana program


kegiatan penataan permukiman kumuh sesuai perencanaannya, serta mengoptimalkan
pemberdayaan masyarakat tidak hanya dari segi pemeliharaan lingkungan hidupnya
melainkan juga pada kualitas perekonomian masyarakat terutama warga yang tinggal di
kawasan permukiman kumuh.

28
3. Perlunya adanya kajian tentang DAS Brantas sebagai acuan penataan lingkungan dari
hulu hingga hilir dan koordinasi yang baik dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Swasta
Pemerintah Kota serta pihak swasta untuk menyelesaikan masalah di aliran sungai
khususnya di wilayah Kecamatan Klojen Kota Malang

4. Dalam memelihara lingkungan hidup di sempadan sungai brantas Kota Malang


Kecamatan Klojen, pemerintah Kota Malang diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi
sempadan sungai sebagai mana mestinya. Tujuannya adalah agar fungsi sempadan sungai
sebagai penghalang banjir, mencegah erosi dan sebagai resapan air hujan dapat berfungsi
dengan baik.

5. Untuk mencegah munculnya permukiman kumuh baru, perlunya fungsi pengawasan dan
pengendalian bangunan di daerah permukiman yang bersifat legal maupun liar dan dalam
upaya relokasi masyarakat ke Rusunawa dperlukan tindak penggusuran pada bangunan
yang terkena relokasi.

6. Melakukan komunikasi dan sosialisasi secara intens dengan masyrakat selaku sasaran
dari program penataan permukiman di sempadan sungai Brantas sebelum usulan diterima
dari kelurahan ke Bappeda kota Malang mapun Dinas Pekerjaan umum sehingga nantinya
tidak terjadi kesalahpahaman antara pemerintah dan masyarakat dalam mencapai tujuan
sasaran program, sekaligus masyarakat dapat memahami prosedur dan mekanisme serta
masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam proses kegiatan penataan permukiman
kumuh.

7. Diperlukan adanya Kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang perlindungan kawasan


lingkungan hidup di sekitar daerah sempadan sungai Brantas Kota Malang.

29
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/maps/@-7.9911338,112.6291048,21z?entry=ttu

https://sukoharjokab.bps.go.id/statictable/2020/10/27/110/banyaknya-desa-kelurahan-
menurut-sumber-air-minum-sebagian-besar-keluarga-tahun-2019.html

https://media.neliti.com/media/publications/157711-ID-analisis-ketersediaan-sarana-dan-
prasara.pdf

http://repository.unissula.ac.id/20559/6/bab%201.pdf

http://repository.unpas.ac.id/15440/3/04.%20BAB%20I.pdf

https://malangkota.go.id/

https://web.archive.org/web/20180826150151/https://www.beritagram.com/index.php/201
7/10/15/profil-kelurahan-sukoharjo-kota-malang/

30

Anda mungkin juga menyukai