OLEH :
Kelompok ll
AFRIANTO (P3B116OO3)
WASEPTI MBELOKA (P3B119059)
WA ODE NUR SABAN (P3B119051)
LA ODE MUHAMMAD YUKI ARDHIN (P3B119023)
RYAN RAHMAD MAJID (P3B118007)
D3 TEKNIK ARSITEKTUR
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
1
SISTEM PEMBUANGAN AIR KOTOR
Sistem pembuangan air kotor (Assainering) adalah suatu upaya untuk menyalurkan atau
membuang zat cair yang membahayakan kesehatan atau mengganggu lingkungan. Yang
dimaksud dengan pembuangan zat cair ialah agar aman dari berbagai dampak yang
ditimbulkan oleh zat cair tersebut yang berupa :
a. Air hujan yang berasal dari hujan yang turun pada suatu wilayah.
b. Kotoran najis (fekal), yang berasal dari ekskreta manusia dan hewan.
c. Air bekas dari rumah tangga.
d. Air bekas dari industry-industri
e. Air tanah atau air permukaan.
Air hujan yang jatuh di daerah permukiman atau perkotaan yang kadang- kadang curah
hujannya cukup tinggi dan jika tidak diantisipasi secara cermat akan menimbulkan berbagai
macam permasalahan antara lain terjadinya banjir atau genangan, rusaknya konstruksi
jalan dan sebagainya.
Kotoran najis (fekal = feaces), baik berasal dari manusia ataupun hewan banyak
mengandung bakteri-bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit dan harus
diamankan dengan cara-cara tertentu.
Air bekas rumah tangga, ialah air buangan dari suatu kegiatan rumah tangga seperti
masak, cuci, mandi dan lain-lainnya. Air ini dibuang ke saluran pembuangan lingkungan (got
atau riol kota) dan jika belum ada saluran pembuangan pada lingkungan perumahan
hendaknya tiap rumah tangga membuat beerput (sumur pembuangan) atau peresapan.
2
Air bekas dari industri, bila masih mengandung zat-zat kimia yang beracun
atau mengganggu lingkungan maka sebelum dibuang ke riol kota harus diolah terlebih
dahulu dalam suatu treatment (penyuci hamaan = dis infectant) kemudian baru
disalurkan ke riol atau ke badan air.
Air tanah yang tinggi biasanya terdapat pada badan air seperti rawa-rawa atau
kantong air yang disiapkan pada kota-kota yang kontur tanahnya datar atau cekung.
Kantong air ini dimaksudkan sebagai pengendali banjir dimana saluran pembuangan
diarahkan ke badan air ini yang kemudian disalurkan ke sungai atau kanal. Kadang-
kadang kanal atau sungai tidak berfungsi dengan baik karena derasnya air pasang yang
masuk.
3
Pada kota-kota yang mempunyai kemiringan yang cukup, fasilitas
assainering lebih baik dengan menggunakan pipa riol (Belanda-riolering,
Inggeris-Sewerage System). Oleh karena dengan kemiringan yang cukup maka
air kotor dapat mengalir dengan baik dan pengolahannya dapat
menggunakan pompa.
Sedang pada kota-kota dengan kemiringan yang kecil atau hampir datar
dapat juga dengan mempergunakan jaringan pipa riol, akan tetapii karena
kemiringan kecil, pengaliran air kotor jadi lambat dan ini berarti pipa riol harus
besar, pipa-pipa pun harus ditanam lebih dalam dan ujung akhirnya pipa riol (pipa
induk) berada di tempat yang dalam sehingga pengolahan air kotor harus dengan
bantuan tenaga pompa.
Pembuangan (assainering) kota meliputi :
5a 5b
penampang penampang
Trapesium segi empat
4
Saluran setengah Saluran kombinasi
Lingkaran segi empat dengan dasar
Setengah lingkaran
Aspal beton
Lap. Base
Gorong-gorong
5e
5f 1g
Saluran lingkaran 1
5 g5 g
Gambar 5
Model saluran air hujan
5
Gambar 6
Saluran air hujan
Bak kontrol
6
Untuk menentukan besarnya suatu saluran air hujan harus
diketahui dahulu banyaknya air yang akan masuk ke saluran tersebut.
Banyaknya air tegantung dari faktor-faktor sebagai berikut :
a.. Luas daerah pengaliran atau tangkapan hujan (catchment area) ,
yaitu dimana air hujan yang jatuh di atas daerah itu semuanya akan
mengalir ke saluran tersebut.
b. Jenis penggunaan lahan (land use), misalnya daerah hutan,
pekarangan (kebun), taman-taman, perumahan-perumahan dan
sebagainya. Dengan mengetahui hal tersebut maka dapat diketahui
daya tampung dari daerah atau wilayah itu dan tergantung pada :
- kemiringan dan macam tanah dari daerah pengaliran
tersebut.
- besarnya hujan yang jatuh di daerah pengaliran
Derasnya hujan atau intensitas hujan adalah tinggi hujan dalam
milimeter persatuan waktu. Misalnya tinggi hujan dalam 10 mm dalam
waktu 5 menit , maka intensitas hujan = 10 mm/ 5 menit. Intensitas
hujan semakin lama semakin menurun, terbukti dari daftar (kasus
Jakarta) dibawah ini :
Tabel 1
Intensitas hujan rata-rata untuk Daerah Jakarta
menurut C.J. Bruijn,1927
7
Dari tabel diatas, tinggi hujan yang ditampung adalah
8
(3,25 + 2,60 + 2,20 + 1,75 + 1,50 + 1,00 ) = 12,30 mm
Bila tanah yang menampung air hujan seluas 1 ha (10.000 m2) dan
dianggap tak ada penguapan dan peresapan , maka banyaknya air yang
ditampung =
12,30
2 3
m x 10.000 m / jam = 123 m / jam
1.000
1
ζ =
n
F
9
.
Dimana : F = Luas tanah dalam ha
n = Konstanta , tergantung kemiringan tanah
Untuk tanah yang datar atau kemiringan kecil, harga n = 4, untuk daerah
yang miring n = 5 dan sangat miring n = 6 sedang daerah yang terjal
diambil n = 7 atau 8.
Dibawah ini ditunjukkan dalam tabel 2 tentang harga ζ untuk
menentukan pengaliran air hujan.
Tabel 2
Harga koefisien ζ
Contoh :
Jika n = 5, luas lahan adalah 20 ha dan Ω = 70 %, maka debit air
hujan yang masuk ke selokan (riol) :
Q = ζ x Ω x F x tinggi hujan / jam
= 0,53 x 0,70 x 20 x 12,30 mm / jam
12,30
2
= 0,53 x 0,70 x 200.000 m x m / jam
1.000
3
= 947,1 m / jam
Untuk menentukan debit air hujan yang harus ditampung dalam suatu
saluran apalagi daerah tersebut termasuk wilayah yang cukup
10
luas, maka daerah tersebut dibagi dalam beberapa wilayah, misalnya
profil suatu wilayah sebagai berikut :
I 10 ha
II 10 ha
12,30
2
= 0,80 x 0,10 x 50.000 m x m / jam
1.000
3
= 49,20 m / jam
- pekarangan = 2 ha
Ω (%) = 20 n
= 6
11
ζ dalam daftar tidak tercantum (antara 1 dan 5 ha), maka
harus diinterpolasi :
(2 – 1)
ζ =1+ ( 0,77 – 1) = 0,9425 (5 –
1)
12,30
2
= 0,94 x 0,20 x 20.000 m x m / jam
1.000
3
= 46,25 m / jam
- bangunan padat = 3 ha
Ω (%) = 90 n
= 5
ζ dalam daftar tidak tercantum (antara 1 dan 5 ha), maka
harus diinterpolasi :
(2 – 1)
ζ =1+ ( 0,73 – 1) = 0,9325 (5 –
1)
12,30
2
= 0,93 x 0,90 x 30.000 m x m / jam
1.000
3
= 308,85 m / jam
> Daerah II :
- hutan = 3 ha
Ω (%) = 10
n = 7
ζ = 0,80
12
(3 – 1)
ζ =1+ ( 0,77 – 1) = 0,885 (5 –
1)
12,30
2
= 0,89 x 0,10 x 30.000 m x m / jam
1.000
3
= 32,84 m / jam
- pekarangan = 2 ha
Ω (%) = 20 n
= 6
ζ dalam daftar tidak tercantum (antara 1 dan 5 ha), maka
harus diinterpolasi :
(2 – 1)
ζ =1+ ( 0,77 – 1) = 0,9425 (5 –
1)
12,30
2
= 0,94 x 0,20 x 20.000 m x m / jam
1.000
3
= 46,25 m / jam
- bangunan padat = 5 ha
Ω (%) = 90
n = 5
ζ = 0,73
13
12,30
2
= 0,73 x 0,90 x 50.000 m x m / jam
1.000
3
= 404,06 m / jam
Tabel 3
Rekapitulasi debit air hujan
I 5 ha hutan 10 7 49,20
2 ha pekarangan 20 6 46,25
3 ha bangunan
padat 90 5 308,85
II 3 ha hutan 10 7 32,84
2 ha pekarangan 20 6 46,25
5 ha bangunan
padat 90 5 404,06
Q
F =
V
14
Dimana : F = luas penampang basah (dalam m2)
Q = debit air hujan yang masuk ke saluran (m3/detik) V =
kecepatan dalam m/detik
V = k RI
dimana :
k = koefisien, tergantung dari bahan dinding saluran luas
basah
R = jari-jari basah = dalam satuan meter
Keliling basah
I = kemiringan dasar saluran
87
k =
C
1 +
R
15
Contoh soal :
Suatu kawasan dalam kota dengan luas areal 20 ha, dengan debit
3
pengaliran air hujan 887,45 m / jam, Saluran direncanakan dinding dari
tanah. Kemiringan dasar saluran 10 %.
Ditanyakan berapakah luas penampang saluran terbuka yang
diperlukan.
Jawab :
Misalkan ambil R = 0,05 m
87
k = = 17,90
0,85
1+
√ 0,05
Q 0,25
2
F = = = 0,04 m
V 5,66.
Luas penampang = L x T
Misalkan L = 0,15
Maka T Æ 0,04 = ( 0,15) x T
T = 0,04 / 0,15 = 0,29 m
Kontrol : R = (0,15 x 0,29 )/ 0,42 = 0,10 m (OK)
Dibulatkan 20 x 30 cm
16