Anda di halaman 1dari 8

DIAGNOSA DAN PENANGANAN PYOMETRA PADA KUCING

DOMESTIK

Latar Belakang

Pyometra merupakan salah satu penyakit yang menyerang rahim atau

uterus yang sistem reproduksi pada hewan betina, baik yang sudah pernah

maupun belum pernah melahirkan. Pyometra adalah suatu penyakit yang disertai

dengan infeksi atau peradangan pada dinding uterus hewan. Akibat penyakit

tersebut, di dalam rahim hewan bisa terdapat akumulasi nanah (Hagman dan

Greko, 2005). Pyometra dapat terjadi karena gangguan keseimbangan hormonal.

Kucing betina yang terkena pyometra dapat menunjukkan gejala klinis berupa

keluarnya nanah dari dalam uterus sehingga meleleh hingga keluar vagina

(pyometra terbuka) atau tanpa disertai dengan keluar nanah dari vagina (pyometra

tertutup) (Hollinshead dan Krekeler, 2016).

Hormon ovarium dianggap sebagai faktor utama dalam perkembangan

pyometra dan hormon progesteron asal ovarium dianggap sebagai faktor utama

patogenesisnya. Progesteron berperan penting dalam patogenesis infeksi, maka

dari itu penyakit ini umumnya berkembang pada fase luteal atau selama

kebuntingan semu. Hal tersebut merupakan fase dominasi progesteron yang

berlangsung kurang lebih 40 hari. Progesteron juga memiliki peran penting dalam

terjadinya peningkatan infeksi uterus oleh bakteri oportunistik (Hagman, 2018;

Hollinshead dan Krekeler, 2016). Bakteri Escherichia coli adalah yang paling

sering dilaporkan diisolasi dari patogen penyebab pyometra (Hagman dan Greko,

2005). Ovariohisterektomi (OH) adalah operasi pengangkatan ovarium dan uterus


(Pereira et al., 2018). Pembedahan mesti dilakukan segera setelah kondisi hewan

stabil dan risiko pembedahan telah berhasil ditekan sekecil mungkin. Hasil

pembedahan dapat membaik jika pembedahan ditunda selama 24 jam sementara

pasien menerima terapi cairan, antibiotik, dan jika tersedia anti-lipopolisakarida

(LPS) plasma dan aglepristone (Hagman, 2018). Teknik operasi OH umum

dilakukan pada pyometra jenis tertutup maupun terbuka. Penanganan pyometra

dengan metode OH merupakan cara paling aman dan efektif karena sumber

infeksi dan bakteri dihilangkan serta dapat mencegah terjadinya kekambuhan

(Hardy dan Osbourne, 1974). Potensi timbulnya kejadian suatu penyakit pada

hewan peliharaannya sering tidak disadari oleh para pemilik hewan.

Ketidaktahuan inilah yang sering memperparah terjadinya suatu kasus penyakit

terhadap hewan kesayangan, termasuk pyometra.

Pyometra semestinya ditangani dengan cepat dan tepat agar terhindar dari

komplikasi maupun risiko kematian. Penanganan pyometra dapat dilakukan

dengan beberapa metode, yaitu dengan tindakan pembedahan/operasi, pengobatan

dengan antibiotik dan hormon, atau melakukan pembilasan (flushing) terhadap

uterus (Hardy dan Osbourne, 1974; Mitacek et al., 2014; de Cramer, 2010).

Namun, pengobatan secara medis belum tersedia di semua negara (Mitacek et al.,

2014). Sehingga penanganan pyometra dengan metode OH umum dilakukan pada

kucing, dengan catatan kucing dalam kondisi stabil dan tidak dimaksudkan untuk

berkembang biak di masa mendatang (Eze dan Nnaji, 2008; DeTora dan

McCarthy, 2011; Hollinshead dan Krekeler, 2016; Arzu et al., 2020). Oleh karena
itu, tujuan dari artikel ini ialah untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosis

serta penanganan yang dapat dilakukan pada kasus pyometra.

Anamnesa

Seekor kucing ras domestik bernama Mi’O berumur ±2 tahun dibawa ke

Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah

Kuala dengan keluhan keluar cairan nanah dari vulva, distensi abdomen, nafsu

makan berkurang, berat badan menurun dan kucing tersebut belum pernah

vaksin.

Pemeriksaan Klinis

Pasien yang diperiksa (kucing) memiliki berat badan 2,9 kg, suhu tubuh 39,4
o
C. Pemeriksaan fisik secara inspeksi didapatkan distensi abdomen atau terlihat

perut kucing tersebut lebih besar dan keluar cairan nanah divulva yang berbau

busuk.

Hasil pemeriksaan klinis kucing


Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Berdasarkan pemeriksaan penunjang menggunakan alat ultrasonografi (USG)

dilakukan dengan posisi dorsal recumbency, ditemukan adanya penumpukan

cairan pada rongga uterus yang cukup banyak yang mana dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

Hasil pemeriksaan penunjang menggunakan USG

Diagnosis dan Penanganan

Berdasarkan hasil gejala klinis dan pemeriksaan USG kucing diagnosis

mengalami terjadinya pyometra atau terdapatnya pus/abses pada organ reproduksi

betina khususnya terjadi di uterus yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Upaya

yang dilakukan untuk penanganan kasus ini adalah dengan Tindakan operasi

Ovariohysterectomy dan pemberian terapi obat setelah operasi.


Gambar. Tindakan pengangkatan uterus dan ovarium saat operasi.

Edukasi Profesional

Setelah dilakukan pemeriksaan harapannya owner dapat memperhatikan

proses perawatan setelah tiga hari di rawat inap setelah operasi dengan menjaga

kebersihan secara berkala agar tidak terjadinya infeksi pada bekas luka jahitan.

Sanitasi lingkungan dan higienisasi makanan kucing perlu diperhatikan dan

ditingkatkan lagi agar terhindar dari kuman atau bakteri yang menyebabkan

infeksi terutama pada kasus pyometra ini dan juga harus sesegera mungkin untuk

melakukan vaksinasi pada kucing peliharaan agar terhindar dari penyakit-penyakit

yang rentan menyerang kucing.

Diskusi

Pyometra adalah kelainan pada uterus yang di sertai dengan adanya

akumulasi pus atau nanah di dalam uterus. Kejadian pyometra sering terjadi pada

hewan yang berumur di atas enam tahun, tetapi tidak jarang juga menyerang
hewan muda karena pengaruh hormonal. Kejadian pyometra dapat di lihat dari 4-

10 minggu setelah masa estrus, di mana periode resiko tertinggi pyometra adalah

delapan minggu, karena normalnya korpus luteum akan menghasilkan

progesterone antara 9-12 minggu setelah ovulasi (Hollinshead dan Krekeler,

2016). Ettinger dan Feldman (2010) melaporkan pyometra terjadi pada kucing

betina antara usia 5-7 tahun (rata-rata 7.6 tahun, dengan rentang usia 1–20 tahun)

tetapi dapat diamati pada kapan saja setelah pubertas. Penjelasan mengenai

patogenesis pyometra belum sepenuhnya dipahami tetapi melibatkan faktor

hormonal dan bakteri (Hagman, 2018). Banyak bakteri aerob dan beberapa

anaerob telah diidentifikasi pada anjing dan kucing dengan pyometra, termasuk

Staphylococcus, Streptococcus, Pasteurella, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas,

Aerobacter, Haemophilus, dan Moraxella spp. dan Serratia marcescens. Namun,

E. coli adalah bakteri yang paling umum diisolasi (Palupi et al., 2022).

Pyometra terjadi ketika lingkungan uterus selama fase luteal cocok untuk

kehamilan dan untuk pertumbuhan mikroba, kemudian adanya progesteron

merangsang pertumbuhan dan Menurut Misk dan EL-sherry (2020), beberapa

gejala klinis yang sering tampak saat pemeriksaan klinis di antaranya adalah

hewan menjadi anoreksia, letargi, muntah, perut kembung dan adanya leleran dari

vagina berupa sanguino-purullent, seperti yang ditemukan pada kasus ini. Tanda-

tanda klinis biasanya terjadi dalam waktu empat minggu setelah timbulnya estrus

pada kucing yang dikawinkan, baik berovulasi spontan ataupun ovulasi yang

diinduksi (stimulasi mekanis atau induksi hormon) (Hagman, 2018).


Adapun gejala klinis pada kucing kasus ini mengindikasikan jenis

pyometra serviks terbuka dengan ditandai adanya leleran dari vagina berupa

mukopurulen berwarna putih, selaput lendir pucat, lesu, tetapi belum sampai

ditahap yang parah. Menurut Subronto (2014), pyometra merupakan komplikasi

dari hiperplasia endometrium yang disertai dengan adanya pembentukan kista.

Pada saat uterus di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus

luteum, progesteron memacu proliferasi kelenjar endometrium dan memicu

timbulnya uterine milk untuk perkembangan embrio sebelum terjadi implantasi.

Pyometra dengan serviks terbuka menyebabkan nanah yang terakumulasi pada

uterus dapat mengalir menuju vagina sehingga terbentuk vaginal discharge.

Pyometra pada kucing dapat terjadi karena proses hormonal yang

disebabkan oleh ovulasi. Ovulasi akan menyebabkan terbentuknya korpus luteum.

Korpus luteum mensekresikan hormon progesteron yang dapat mempengaruhi

hiperplasia kista endometrial. Adanya kista menyebabkan ovarium melepaskan

mukus ke dalam uterus sehingga terjadi penumpukan cairan atau mukus pada

lumen uterus. Mukus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Infeksi bakteri seperti ini banyak terjadi pada siklus proestrus dan estrus. Di

dalam uterus bakteri berkembangbiak dan bertambah banyak sehingga

mengakibatkan infeksi pada pada uterus dan terjadinya kejadian pyometra

(Fossum et al., 2012; Tobias, 2010).

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan serta hasil

pemeriksaan USG berupa penumpukan cairan pada uterus organ reproduksi


kucing tersebut. Adapun penanganan untuk kasus ini adalah dengan Tindakan

operasi Ovariohysterectomy dan pemberian terapi obat setelah operasi.

Daftar Pustaka

Arzu, E., Yildirim, M. M., Kahraman, B., Kafkas, Ö., Dikmeoğlu, E., Mutluer, İ.
(2020). A Case of Pyometra in a 5-Month-Old Cat. Turkish Journal of Veterinary
Research, 4(1): 39-43.
Ettinger, S. J., Feldman, E. C. (2010). Textbook of Veterinary Internal Medicine
(Vol. 2). St. Louis, Missouri: Saunders. Hlm. 4542- 4552.
Eze, C. A., Nnaji, T. O. (2008). Pyometra in Great Dane: A Case Report.
Nigerian. Veterinary Journal, 29(1): 68-71.
Fossum, T. W., Cho, J., Dewey, C. W., Hayashi, K., Huntingford, J. L. dan
MacPhail, C. M. (2012). Small Animal Surgery, 4th Edition. Philadelphia:
Elsevier Inc. Hlm. 818-824.
Hagman, R. dan Greko, C. (2005). Antimicrobial resistance in Escherichia coli
isolated from bitches with pyometra and from urine samples from other
dogs. Vet Rec, 157:193-197.
Hagman, R. (2018). Pyometra in small animals. Vet Clin Small Anim, 48: 639–
661.
Hollinshead, F. dan Krekeler, N. (2016). Pyometra in the queen to spay or not to
spay. J Feline MedSurg, 18:21–33.
Misk, T. N. dan EL-sherry, T. M. (2020). Pyometra in Cats: Medical Versus
Surgical Treatment. Journal of Current Veterinary Research, 2(1): 86-92.
Palupi, T. D. W., Suprayogi, T. W. dan Ismudiono. (2022). Tindakan Medis untuk
Pyometra pada Kucing. Jurnal Medik Veteriner, 5(1): 124-130.
Pereira, M. A. A., Gonçalves, L. A., Evangelista, M. C., Thurler, R. S., Campos,
K. D., Formenton, M. R., Patricio, G. C. F., Matera, J. M., Ambrósio, A. M.
dan Fantoni, D. T. (2018). Postoperative pain and short-term
complications after two elective sterilization techniques: ovariohysterectomy or
ovariectomy in cats. BMC Veterinary Research, 14: 335.
Subronto. (2014). Ilmu Penyakit Hewan Kesayangan. Anjing (Canine Medicine).
Gadjah Mada University press, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai