Anda di halaman 1dari 27

PENGUJIAN KOROSI

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah kimia

Disusun Oleh :

RESI KUSUMA NEGORO


223311048
REZKY MARSHANDY
223311049
1 MEA 2

PRODI PEMELIHARAAN MESIN


JURUSAN TEKNIK MANUFAKTUR
POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG

Jl. Kanayakan no. 21, Dago 40235, Tromol Pos 851 Bandung, 40008 Indonesia

Phone : 62 022 2500241 Fax : 62 022 2502649 Homepage : http ://www.polman-


bandung.ac.id

TAHUN AKADEMIK 2023 / 2024


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan makalah Kimia dengan Bahasan
"Pengujian Korosi" tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
Tugas makalah ini. Terutama Dosen Mata Kuliah Kimia, yakni : Dr. Rukiah, Dra., M.T.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa, Pengembangan makalah dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya saya sebagai penyusun makalah sangat mengharapkan semoga dari makalah
sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan saya agar dapat memberikan
motivasi kepada rekam-rekan mahasiswa terutama rekan-rekan di Kelas 1 MEA 2 agar dapat
menyusun makalah yang lebih baik dari makalah saya ini.

Bandung, 06 Desember 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2

BAB 1................................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 4

B. Tujuan Penjelasan ......................................................................................................... 4

BAB II.................................................................................................................................. 5

A. Definisi Korosi ............................................................................................................. 5

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korosi..................................................................... 9

C. Dampak Korosi pada Material ..................................................................................... 12

D. Jenis-jenis Korosi........................................................................................................ 15

E. Metode Pengujian Korosi ............................................................................................ 15

F. Standar Internasional untuk Pengujian Korosi .............................................................. 22

G. Panduan Pengujian Korosi pada Industri Manufaktur .................................................. 23

H.Contoh Penerapan Pengujian Korosi ............................................................................ 23

BAB III .............................................................................................................................. 26

KESIMPULAN & PENUTUP ......................................................................................... 26


BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengujian korosi memiliki peranan krusial dalam melindungi material dari degradasi
akibat proses korosif. Korosi, yang seringkali disebabkan oleh paparan lingkungan eksternal
atau kondisi operasional, dapat menyebabkan penurunan kualitas dan umur pakai material.
Dalam konteks ini, pemahaman mendalam tentang mekanisme korosi dan metode pengujian
yang efektif menjadi kunci untuk memitigasi dampak negatif ini.

Lingkup pengujian korosi melibatkan sejumlah metode, mulai dari uji elektrokimia hingga
teknik pengujian siklik yang kompleks. Dengan berkembangnya teknologi dan kebutuhan
untuk material yang tahan korosi dalam berbagai industri, pemahaman yang mendalam
tentang pengujian korosi menjadi semakin esensial. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan
untuk memberikan penjelasan komprehensif mengenai pengujian korosi, dari dasar-dasar
teoretis hingga aplikasi praktisnya.

B. Tujuan Penjelasan

Tujuan dari makalah ini adalah memberikan wawasan mendalam tentang pengujian korosi
sebagai suatu disiplin ilmu yang esensial dalam dunia material dan rekayasa. Penjelasan akan
mencakup berbagai aspek, mulai dari jenis-jenis korosi hingga metode pengujian yang
relevan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk:

1.Menguraikan Dasar Teori Korosi:

Menjelaskan konsep dasar korosi, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan dampaknya pada
material.

2.Memahami Jenis-jenis Korosi:

Mendiskusikan berbagai jenis korosi seperti galvanik, elektrokimia, dan korosi mikrobiologis
untuk memberikan pemahaman yang holistik.

3.Menjelaskan Metode Pengujian:

Merinci berbagai metode pengujian korosi, termasuk uji elektrokimia, pengujian siklik, dan
metode lainnya yang relevan.
4.Mengidentifikasi Standar dan Pedoman:

Menyoroti standar internasional dan pedoman yang digunakan dalam pengujian korosi untuk
memastikan konsistensi dan validitas hasil.

5.Menggambarkan Aplikasi dalam Industri:

Memberikan contoh konkret pengujian korosi dalam berbagai industri dan bagaimana
hasilnya dapat digunakan untuk pengembangan material yang lebih tahan korosi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Korosi

Korosi adalah suatu proses degradasi yang terjadi pada material sebagai akibat dari reaksi
kimia dengan unsur-unsur di lingkungan sekitarnya. Proses ini sering melibatkan
pembentukan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan, yang dapat mengubah sifat fisik dan
kimia dari material tersebut. Korosi dapat terjadi pada berbagai jenis material, termasuk
logam dan paduan, serta dapat menyebabkan penurunan kualitas dan keberlanjutan material
tersebut.

1. Mekanisme Korosi

Mekanisme korosi dapat dijelaskan secara kimia/elektrokimia dimana terjadi reaksi


reduksi-oksidasi (redoks) antara logam dengan faktor lingkungannya (oksigen dan air).
Secara umum, mekanisme terjadinya korosi terdiri dari :

1) Logam menjadi anoda (kutub muatan positif) dan teroksidasi

2) Faktor lingkungan menjadi katoda (kutub muatan negatif) dan tereduksi.

3) Reaksi oksidasi lanjutan yang akan menghasilkan karat berupa senyawa oksida atau
karbonat yang berupa hidrat.

Prosesnya, jika terdapat batang besi, Fe(s) yang mengalami kontak dengan air, H2O (l),
maka besi akan menjadi anoda dan air atau oksigen di sekitar besi akan menjadi katoda. Pada
anoda besi, akan terjadi reaksi oksidasi (reaksi pelepasan elektron).

2. Reaksi Pelepasan Elektron


Karena atom besi kehilangan elektron, kerusakan pada besi mulai terjadi (i.e besi menjadi
berlubang). Elektron tadi kemudian akan lebih cenderung berpindah ke daerah yang banyak
oksigennya, dalam hal ini daerah katoda, dan terjadi reaksi reduksi (penangkapan elektron).
Dalam suasana asam, akan terjadi reaksi reduksi membentuk molekul air sebagai berikut

 Reaksi Reduksi

Selanjutnya, ion Fe2+ akan terdispersi dalam tetesan air dan bereaksi lebih lanjut dengan
O2 dan H2O sebagai reaksi oksidasi lanjutan (pengikatan O2) membentuk karat besi.

3. Klasifikasi Korosi

Korosi dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara seperti korosi suhu rendah dan korosi
suhu tinggi. Korosi dapat juga dikategorikan sebagai korosi basah dan korosi kering. Korosi
akan diklasifikasikan sebagai korosi seragam (uniform corrosion) dan korosi lokal (local
corrosion). Korosi seragam adalah jenis korosi yang umum terjadi pada permukaan substrat
logam. Kegagalan lapisan pelindung atau lapisan penghalang pada struktur logam
menghasilkan korosi yang seragam dan menyebabkan penipisan logam sebagai akibat dari
reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi pada permukaan logam. Korosi seragam adalah
jenis korosi yang dapat diprediksi, dikendalikan dan dicegah, sehingga sering dianggap
sebagai bentuk korosi yang aman. Korosi seragam dapat dilindungi dengan berbagai metode
perlindungan seperti perlindungan katodik dan penerapan cat, dan lainnya.

Korosi lokal terjadi di lokasi selektif pada substrat logam. Ini menyebabkan degradasi
logam yang parah dibandingkan dengan korosi seragam. Korosi lokal adalah bentuk korosi
yang berbahaya karena sulit untuk dideteksi dan biasanya terjadi tanpa peringatan apapun.
Tindakan korosi di lokasi lokal tergantung pada berbagai faktor seperti waktu pemaparan,
cacat pada lapisan penghalang dan variasi elektrolit, dll. Korosi lokal, dapat diklasifikasikan
ke dalam bentuk-bentuk berikut :

1. Pitting corrosion

Pitting adalah bentuk korosi lokal yang paling merusak. Korosi ini mengakibatkan
pembentukan lubang kecil atau rongga di substrat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Pitting terjadi karena runtuhnya lapisan penghalang di hadapan anion agresif. Hal tersebut
terjadi di area yang sangat kecil dari permukaan logam sementara permukaan yang tersisa
tetap tidak terpengaruh. Daerah pit menjadi anodik dan bagian lainnya menjadi katodik.
Terjadinya pengutuban tadi memulai reaksi galvanik, yang menghasilkan peningkatan pH
di dalam lubang. Elektrolit yang diasamkan di dalam lubang ini menghalangi lapisan pasif
logam dan meningkatkan penyebaran lubang. Sangat sulit untuk memprediksi pitting karena
ukurannya yang kecil dan terkadang pit dapat ditutupi dengan produk korosi.

Pitting menghasilkan bobot logam menjadi berkurang secara signifikan yang dapat
menyebabkan kegagalan total pada struktur. Korosi pitting diyakini menjadi penyebab
runtuhnya jembatan US Highway 35 tahun 1967 antara Point Pleasant, WV dan Kanauga,
OH, ketika struktur itu tiba-tiba jatuh ke Sungai Ohio

Korosi crevice adalah jenis pitting khusus dengan geometri celah, dan umumnya terjadi
berdekatan dengan celah atau celah antara dua permukaan logam yang bergabung. Biasanya
terjadi pada struktur teknik seperti antara sambungan baut, di bawah flens atau di antara flens,
di kepala mur dan paku keling, dll. (lihat Gambar 3). Ukuran celah cukup sempit untuk
mempertahankan zona stagnan dan cukup lebar untuk memungkinkan akses cairan.
Inisiasinya tergantung pada berbagai faktor seperti variasi konsentrasi oksigen, pH dan
konsentrasi konstituen. Konsentrasi oksigen dan pH cukup tinggi dalam larutan curah
dibandingkan dengan di dalam celah, yang meningkatkan sel elektrokimia. Di dalam,
oksidasi celah besi terjadi, Fe diubah menjadi Fe2+. Di katoda terjadi reduksi oksigen yang
mengakibatkan terbentuknya lapisan pasif Fe(OH)2 pada mulut celah. Setelah inisiasi,
mekanisme propagasi sangat mirip dengan mekanisme korosi pitting.

2. Korosi Galvanik

Korosi galvanik terjadi ketika dua pasangan logam yang berbeda bertemu dengan
elektrolit atau kondisi korosif. Korosi ini juga dikenal sebagai korosi bimetalik. Kondisi
penting untuk terjadinya korosi galvanik adalah dua logam yang berbeda secara elektrokimia
harus ada, harus ada kontak listrik di antara keduanya dan kedua logam harus terkena
elektrolit. Faktor pendorong untuk jenis korosi ini adalah adanya perbedaan potensial logam
(Gambar 4). Logam, yang lebih aktif atau kurang mulia, bertindak sebagai anoda dan
cenderung lebih cepat terkorosi. Namun, substrat, yang kurang aktif atau mulia, bertindak
sebagai katoda dan menimbulkan korosi pada tingkat yang lebih lambat.

Elektrolit menyediakan sarana transfer ion dari anoda ke katoda. Sebagian besar korosi
bimetalik terjadi di lingkungan laut karena efektivitas air asin sebagai elektrolit. Contoh
umum korosi galvanik adalah korosi galvanik pada badan kapal yang bersentuhan dengan
baling-baling perunggu atau kuningan; di penukar panas antara tube dan tube sheet; cacat
pada lapisan tembaga pada permukaan baja yang dilapisi tembaga; pipa baja dengan fitting
kuningan, dll.

3. Erosion corrosion

Korosi erosi adalah efek gabungan dari korosi atau erosi yang terjadi karena pergerakan
relatif antara permukaan fluida dan substrat logam. Jenis korosi ini terutama terjadi pada
pipa, alasan utama kerusakan adalah turbulensi fluida. Laju korosi erosi tergantung pada
kecepatan dan kondisi fisik fluida. Efek gabungan dari korosi dan erosi menyebabkan pitting
agresif di substrat. Kehadiran partikel abrasif dalam cairan menyebabkan penipisan lapisan
luar karena gerakan relatif padatan terhadap permukaan. Kavitasi merupakan kasus khusus
korosi erosi yang disebabkan oleh runtuhnya gelembung uap dalam cairan yang bersentuhan
dengan permukaan logam.

4. Korosi Intergranular

Korosi intergranular adalah bentuk khusus dari korosi terjadi pada batas butir atau daerah
di sebelah batasnya. Korosi ini juga dikenal sebagai serangan intergranular atau korosi
interdendritik. Alasan utama untuk korosi intergranular adalah pembentukan endapan dan
segregasi di wilayah batas butir tertentu. Adanya endapan dan segregat membuat batas butir
secara fisik dan kimia berbeda dengan butir aslinya sehingga menyebabkan disolusi selektif
batas butir atau daerah yang dekat dengan batas butir. Korosi intergranular umumnya terbatas
pada area yang sangat kecil, tetapi dalam beberapa kasus, butiran lengkap akan copot karena
penghancuran total batas. Hal ini sangat mempengaruhi sifat mekanik substrat logam. Contoh
korosi intergranular yang terkenal adalah sensitisasi baja tahan karat atau peluruhan las.

Dalam hal ini, kromium mendapatkan endapan pada batas butir yang menyebabkan
penipisan konsentrasi Cr di daerah di sebelah endapan ini, membuat daerah ini rentan
terhadap serangan korosif. Identifikasi korosi ini biasanya dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopis, tetapi dalam beberapa kasus bahkan terlihat dengan mata telanjang.

Penipisan kromium pada logam stainless steel bisa menghasilkan korosi intergranular. Jika
kromium dalam baja kurang dari 10%, maka ketahanan korosi akan berkurang. Biasanya, SS
304 mengandung 0,06 hingga 0,08% karbon sehingga karbon bereaksi dengan kromium yang
mengarah pada pembentukan kromium karbida seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Fenomena ini diamati ketika baja dipanaskan dalam kisaran suhu sensitisasi (950–1450 F).
Jika logam dipotong melintang dan diperiksa dengan Scanning Electron Microscope (SEM),
area CrC3 yang terkorosi akan diamati sebagai parit sempit yang dalam.

5. Stress corrosion cracking

Stress corrosion cracking (SCC) muncul karena efek gabungan dari tegangan tarik dan
lingkungan yang korosif. Baik tegangan eksternal atau tegangan sisa di dalam material juga
dapat menyebabkan terjadinya Stress corrosion cracking. SCC biasanya terjadi di daerah
dengan tekanan tinggi, bejana tekan, pipa dan reaktor yang terkubur di bawah bumi. Pitting
umumnya dikaitkan dengan fenomena SCC. Aluminium dan baja merupakan dua logam yang
lebih rentan terhadap SCC. SCC dalam pipa dimulai ketika retakan kecil berkembang di
permukaan luar pipa yang terkubur.

Fatigue corrosion muncul karena efek simultan dari tekanan siklik dan lingkungan
korosif. Efek kolektif dari kedua proses ini jauh lebih berbahaya daripada sendirian. Fatigue
corrosion umumnya terjadi pada lubang, cacat permukaan atau penyimpangan. Fatigue
corrosion mirip dengan SCC dalam banyak hal, kecuali dapat terjadi di lingkungan apa pun.
Pada korosi fatik, propagasi trans-granular umumnya teramati dan tidak menunjukkan
propagasi bercabang seperti yang diamati pada SCC

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korosi

Sejumlah faktor memainkan peran krusial dalam mempengaruhi kecenderungan korosi


suatu material. Kelembaban menjadi salah satu faktor utama, karena air dapat memfasilitasi
reaksi kimia yang menyebabkan korosi. Selain itu, suhu lingkungan, tingkat keasaman (pH),
konsentrasi oksigen, dan adanya unsur-unsur tertentu dapat menjadi katalisator atau
penghambat proses korosi. Jenis material juga memiliki dampak signifikan, karena beberapa
logam lebih rentan terhadap korosi dibandingkan yang lain, tergantung pada sifat kimianya.
Interaksi logam yang berbeda dalam kontak fisik juga dapat menciptakan kondisi galvanik
yang mempercepat laju korosi pada material tertentu.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor ini menjadi penting untuk
merancang strategi pencegahan dan perlindungan yang efektif terhadap korosi. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi suatu logam dapat terkorosi dan kecepatan laju korosi suatu
logam. Suatu logam yang sama belum tentu mengalami kasus korosi yang sama pula pada
lingkungan yang berbeda. Begitu juga dua logam pada kondisi lingkungan yang sama tetapi
jenis materialnya berbeda, belum tentu mengalami korosi yanga sama. Dari hal tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi korosi suatu
logam, yaitu faktor metalurgi dan faktor lingkungan.

1. Faktor Metalurgi

Faktor metalurgi adalah pada material itu sendiri. Apakah suatu logam dapat tahan
terhadap korosi, berapa kecepatan korosi yang dapat terjadi pada suatu kondisi, jenis korosi
apa yang paling mudah terjadi, dan lingkungan apa yang dapat menyebabkan terkorosi,
ditentukan dari factor metalurgi tersebut. Yang termasuk dalam faktor metalurgi antara lain :

1) Jenis logam dan paduannya

Pada lingkungan tertentu, suatu logam dapat tahan tehadap korosi. Sebagai contoh,
aluminium dapat membentuk lapisan pasif pada lingkungan tanah dan air biasa, sedangkan
Fe, Zn, dan beberapa logam lainnya dapat dengan mudah terkorosi.

2) Morfologi dan homogenitas

Bila suatu paduan memiliki elemen paduan yang tidak homogen, maka paduan tersebut
akan memiliki karakteristik ketahanan korosi yang berbeda-beda pada tiap daerahnya.

3) Perlakuan panas

Logam yang di-heat treatment akan mengalami perubahan struktur kristal atau perubahan
fasa. Sebagai contoh perlakuan panas pada temperatur 500-800 0C terhadap baja tahan karat
akan menyebabkan terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya korosi intergranular pada baja tersebut. Selain itu, beberapa proses
heat treatment menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan sisa tesebut tidak dihilangkan,
maka dapat memicu terjadinya korosi retak tegang.

4) Sifat mampu fabrikasi dan pemesinan

Merupakan suatu kemampuan material untuk menghasilkan sifat yang baik setelah proses

fabrikasi dan pemesinan. Bila suatu logam setelah fabrikasi memiliki tegangan sisa atau
endapan inklusi maka memudahkan terjadinya retak.

2. Faktor Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi korosi antara lain:


1) Komposisi kimia

Ion-ion tertentu yang terlarut di dalam lingkungan dapat mengakibakan jenis korosi yang
berbeda-beda. Misalkan antara air laut dan air tanah memiliki sifat korosif yang berbeda
dimana air laut mengandung ion klor yang sangat reaktif mengakibatkan korosi.

2) Konsentrasi

Konsentrasi dari elektrolit atau kandungan oksigen akan mempengaruhi kecepatan korosi
yang terjadi. Pengaruh konsentrasi elektrolit terlihat pada laju korosi yang berbeda dari besi
yang tercelup dalam H2SO4 encer atau pekat, dimana pada larutan encer, Fe akan mudah
larut dibandingkan dalam H2SO4 pekat. Suatu logam yang berada pada lingkungan dengan
kandungan O2 yang berbeda akan terbagi menjadi dua bagian yaitu katodik dan anodik.
Daerah anodic terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang rendah dan katodik
terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang tinggi.

3) Temperatur

Pada lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang terjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan temperatur rendah, karena pada temperatur tinggi kinetika reaksi kimia akan
meningkat.

4) Gas, cair atau padat

Kandungan kimia di medium cair, gas atau padat berbeda-beda. Misalkan pada gas, bila
lingkungan mengandung gas asam, maka korosi akan mudah terjadi (contohnya pada pabrik
pupuk). Kecepatan dan penanganan korosi ketiga medium tersebut juga dapat berbeda-beda.
Untuk korosi di udara, proteksi katodik tidak dapat dilakukan, sedangkan pada medium cair
dan padat memungkinkan untuk dilakukan proteksi katodik.

5) Kondisi biologis

Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur dapat menyebabkan terjadinya korosi microbial
terutama sekali pada material yang terletak di tanah. Keberadaan mikroorganisme sangat
mempengaruhi konsentrasi oksigen yang mempengaruhi kecepatan korosi pada suatu
material.

3. Pencegahan korosi

Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip berikut :


1) Mencegah kontak dengan oksigen dan atau air

Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka peristiwa korosi
tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli, logam lain
yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan krom). Penggunaan logam lain
yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng
cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.

2) Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)

Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam lain yang lebih aktif akan membentuk
sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Di sini, besi berfungsi hanya sebagai tempat
terjadinya reduksi oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi
oksidasi. Dalam hal ini besi, sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain (sebagai anoda,
dikorbankan). Besi akan aman terlindungi selama logam pelindungnya masih ada / belum
habis. Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan
logam magnesium, Mg. Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti

C. Dampak Korosi pada Material

Dampak korosi pada material dapat mencakup sejumlah konsekuensi serius. Salah satu
dampak utamanya adalah penipisan material, di mana reaksi kimia menyebabkan pengikisan
atau pelepasan lapisan material.

Selain itu, korosi dapat mengubah sifat mekanis material, menyebabkan penurunan
kekuatan dan keuletan. Proses ini juga dapat merusak integritas struktural, membentuk
retakan atau pitting yang dapat mengarah pada kegagalan komponen. Di samping itu, korosi
seringkali menghasilkan pembentukan produk korosi yang dapat mengurangi keindahan dan
estetika material. Dengan merusak sifat fisik dan kimia material, dampak korosi secara
signifikan membatasi umur pakai dan kinerja optimal material. Korosi menyebabkan
penampilan visual benda menjadi buruk dan industri mengalami plant downtime (waktu henti
pabrik) karena harus menggati peralatan yang terkorosi. Korosi juga menimbulkan loss of
product karena adanya kebocoran kontainer, tangki, atau perpipaan, serta loss of efficiency
karena industri mengeluarkan biaya cukup tinggi.

Selain kerugian ekonomi, korosi logam juga dapat menimbulkan kontaminasi yang
merugikan kesehatan. Misalnya, apabila kaleng kemasan makanan penyok, makanan yang
ada di dalamnya akan terkontaminasi lapisan timah putih dalam kaleng yang terkelupas. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi.

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi.
Pertama, melalui penggunaan inhibitor yang aman. Inhibitor adalah zat kimia (organik dan
anorganik) yang ditambahkan ke sistem dalam jumlah sedikit, dan membentuk lapisan pasif
pada permukaan logam yang akan diproteksi. Biasanya inhibitor berupa cairan ataupun uap
yang digunakan pada pipa transportasi air dan minyak ataupun gas.

Ditinjau dari segi kerugian akibat korosi dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu
kerugian dari segi biaya korosi itu sangat tinggi atau mahal, kerugain dari segi pemborosan
sumber daya mineral yang sangat tinggi dan kerugian dari segi keselamatan jiwa manusia
juga sangat membahayakan.

1. Kerugian Ekonomi Akibat Korosi

Menurut sumber dari biro Klasifikasi indonesia pada tahun 1997 mengatakan bahwa pada
umumnya biaya pengendalian korosi di Indonesia berkisar antara 2 hingga 3,5 % dari GNP (
Growth National Produk ). Biaya pengendalian korosi adalah semua biaya yang timbul untuk
menanggulangi korosi mulai dari desain sampai dengan proses pemeliharaan.

2. Pemborosan Sumber Daya Alam

Pada dasarnya proses korosi dapat juga didefinisikan sebagai proses kembalinya logam
teknis ke bentuk asalnya di alam. Bentuk asalnya logam di alam adalah senyawa-senyawa
mineral yang abadi di perut bumi. Pada umumnya senyawa-senyawa mineral logam tersebut
merupakan ikatan kimia antara unsur logam dengan unsur logam dengan unsur halogen
misalnya oksigen dan belerang. Dengan adanya proses korosi pada struktur bangunan di
tempat-tempat yang tersebar di seluruh dunia, mengakibatkan sumber daya mineral yang
semula berbentuk logam teknis telah berubah menjadi produk korosi yang tersebar tanpa bisa
didaur ulang untuk dijadikan logam teknis kembali.

3. Korosi Dapat Membahayakan Jiwa Manusia

Korosi dapat menimbulkan kecelakaan yang menelan puluhan korban bahkan ratusan
korban jiwa atau mencederai manusia disebabkan karena kegagalan dari konstruksi bangunan
akibat korosi. Di dunia pelayaran, korban manusia yang meninggal akibat kapal tenggalam
jumlahnya sudah sangat banyak.

4. Estetika Menurun

Korosi dapat menurunkan nilai estetika suatu material, hal ini karena korosi dapat merusak
lapisan permukaan material. Selain menimbulkan kerugian korosi juga menguntungkan
diantaranya adalah adanya pabrik cat (coating), adanya pekerjaan cathodic protection. Untuk
memilih material agar dampak negatif dari korosi dapat dikurangi dijelaskan sebagai berikut:

1. Ketahanan korosi, yang dimaksud disini adalah tingkat kemungkinan bertahannya material
di lingkungan yang korosif

2. Availibility, faktor ketersediaan. Material dengan jumlah ketersediaan yang terbatas akan
menimbulkan kesulitan dalam hal kapasitas produksi

3. Cost, Dalam memilih material diusahakan agar biaya material bisa ditekan sekecil
mungkin

4. Strength, Apabila kekuatan material tidak bisa dipenuhi maka material yang telah dipilih
tidak dapat dipakai

5. Appearance, sifat material akan bertambah signifikan jika dipergunakan untuk


memproduksi barang – barang yang bersifat eksotis

6. Producibilitas, perlu dianalisa bisa tidaknya dibuat sesuai fungsi barang yang akan dibuat.

Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis logam.
Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen logam seperti
seng, tembaga, besi-baja dan sebagainya semuanya dapat terserang oleh korosi ini. Seng
untuk atap dapat bocor karena termakan korosi. Demikian juga besi untuk pagar tidak dapat
terbebas dari masalah korosi. Jembatan dari baja maupun badan mobil dapat menjadi rapuh
karena peristiwa alamiah yang disebut korosi. Hal ini disebabkan karena korosi yang
menyerang piranti maupun komponen-komponen elektronika dapat mengakibatan kerusakan
bahkan kecelakaan. Karena korosi ini maka sifat elektrik komponen-komponen renik
elektronika dalam komputer, televisi, video, kalkulator, jam digital dan sebagainya dalam
kehidupan rumah tangga menjadi rusak.
Korosi merupakan masalah teknis dan ilmiah yang serius. Di negara-negara maju
sekalipun, masalah ini secara ilmiah belum tuntas terjawab hingga saat ini. Selain merupakan
masalah ilmu permukaan yang merupakan kajian dan perlu ditangani secara fisika, korosi
juga menyangkut kinetika reaksi yang menjadi wilayah kajian para ahli kimia.

Korosi juga menjadi masalah ekonomi karena menyangkut umur, penyusutan dan efisiensi
pemakaian suatu bahan maupun peralatan dalam kegiatan industri. Milyaran Dolar AS telah
dibelanjakan setiap tahunnya untuk merawat jembatan, peralatan perkantoran, kendaraan
bermotor, mesin-mesin industri serta peralatan elektronik lainnya agar umur konstruksinya
dapat bertahan lebih lama.

Banyak negara telah berusaha menghitung biaya korosi nasional dengan cara yang
berbeda-beda, umumnya jatuh pada nilai yang berkisar antara 1,5 – 5,0 persen dari GNP
(Gross National Product)/PNB (Produk Nasional Bruto). Para praktisi saat ini cenderung
sepakat untuk menetapkan biaya korosi sekitar 3,5 persen dari GNP. Kerugian yang dapat
ditimbulkan oleh korosi tidak hanya biaya langsung seperti pergantian peralatan industri,
perawatan jembatan, konstruksi dan sebagainya, tetapi juga biaya tidak langsung seperti
terganggunya proses produksi dalam industri serta kelancaran transportasi yang umumnya
lebih besar dibandingkan biaya langsung. Dari semua kerugian yang ditimbulkan tersebut
maka dipandang perlu agar kita dapat mengetahui langkah-langkah apa saja yang dapat
mencegah atau menekan laju korosi.

D. Jenis-jenis Korosi

1. Korosi Galvanik: Terjadi ketika dua logam yang berbeda bersentuhan dalam lingkungan
yang konduktif. Proses ini melibatkan aliran arus listrik di antara kedua logam,
menyebabkan korosi pada logam yang kurang edel (anodik).
2. Korosi Elektrokimia: Proses korosi ini melibatkan reaksi elektrokimia antara logam dan
lingkungan korosifnya. Ini melibatkan oksidasi pada anoda dan reduksi pada katoda.
3. Korosi Baja: Merupakan jenis korosi yang khusus menyerang baja atau besi. Baja dapat
mengalami korosi galvanik, elektrokimia, atau korosi yang disebabkan oleh faktor-faktor
tertentu seperti kelembaban tinggi dan tingkat keasaman yang tinggi

E. Metode Pengujian Korosi

Dalam pengujian korosi terdapat beberapa metode, berikut ini detailnya.


1. Weight loss method

Metode penurunan berat dapat diterapkan untuk studi korosi jika spesimen berukuran
sama dan telah diuji untuk rentang waktu yang sama. Metode kehilangan berat dinyatakan
sebagai kehilangan berat per satuan luas atau per satuan luas per satuan waktu. Jika densitas
logam diketahui, kehilangan ketebalan logam per satuan waktu dapat dihitung.

2. Salt spray test

Pengujian semprotan garam adalah Pengujian korosi yang dipercepat yang menghasilkan
serangan korosif pada sampel yang dilapisi untuk mengevaluasi lapisan (coating) yang
digunakan sebagai lapisan pelindung. Munculnya produk korosi seperti karat dievaluasi
setelah jangka waktu yang ditentukan sebelumnya.

Durasi pengujian korosi tipe ini tergantung pada ketahanan korosi lapisan; umumnya,
semakin tahan korosi lapisan, semakin lama periode pengujian sebelum munculnya
korosi/karat. Uji semprotan garam adalah salah satu pengujian korosi paling luas dan sudah
lama dilakukan. ASTM B117 adalah standar semprotan garam pertama yang diakui secara
internasional, awalnya diterbitkan pada tahun 1939.

Peralatan yang diperlukan untuk paparan semprotan garam (kabut) terdiri dari ruang
kabut, salt spray chamber, pasokan udara bertekanan yang sesuai, satu atau lebih nozel
atomisasi , penyangga spesimen, perlengkapan untuk memanaskan ruang dan sarana kontrol
lain yang diperlukan. Salt spray chamber terbuat dari bahan yang tahan terhadap korosi
dengan menggunakan larutan yang disemprotkan
3. Surface studies

Studi permukaan meliputi analisis permukaan logam sebelum dan sesudah terpapar
lingkungan korosif agresif untuk memperkirakan laju dan mekanisme korosi. Teknik seperti
difraksi sinar-X, SEM dan Transmission Electron Microscope digunakan untuk mempelajari
struktur dan komposisi kimia produk korosi yang terbentuk pada permukaan logam.Metode
Pengujian Korosi adalah serangkaian teknik atau pendekatan yang digunakan untuk
mengukur, memonitor, dan menganalisis tingkat korosi pada material. Tujuannya adalah
untuk memahami sifat-sifat korosif suatu lingkungan terhadap material tertentu,
mengidentifikasi jenis korosi yang mungkin terjadi, serta mengevaluasi kinerja dan daya
tahan material terhadap proses korosif.

Metode ini melibatkan berbagai teknik eksperimental dan analisis, dan pemilihan metode
tergantung pada jenis material, lingkungan eksposur, dan informasi yang diinginkan, seperti
laju korosi, karakteristik elektrokimia, atau efektivitas pelapisan. Penggunaan metode
pengujian korosi membantu dalam merancang material yang lebih tahan korosi,
mengevaluasi kualitas perlindungan korosi, dan memastikan integritas dan keberlanjutan
struktural suatu material atau konstruksi.

1. Pengujian Elektrokimia

Pengujian elektrokimia adalah metode yang efektif untuk memahami dan memonitor
proses korosi pada tingkat mikroskopis. Metode ini melibatkan pengukuran arus listrik dan
potensial elektrokimia pada suatu sistem logam-elektrolit. Beberapa teknik yang umum
digunakan dalam pengujian elektrokimia termasuk:

1). Polarisasi Potensiodinamik:

Proses ini melibatkan perubahan potensial elektroda terhadap waktu dengan


memvariasikan arus listrik. Pengukuran ini membantu dalam menentukan tingkat korosi dan
mengevaluasi respons material terhadap lingkungan korosif.

2). Polarisasi Potensiostatik:

Dalam pengujian ini, potensial elektroda diatur secara konstan, dan arus listrik yang terjadi
diukur. Hal ini membantu dalam memahami karakteristik elektrokimia material dan potensial
perlindungannya.

3). EIS (Electrochemical Impedance Spectroscopy):


Metode ini memeriksa respons frekuensi material terhadap sinyal AC kecil, memberikan
informasi tentang resistansi dan kapasitansi elektroda. EIS berguna untuk memahami
interaksi material dengan lingkungan korosif.

4). Tafel Extrapolation:

Pendekatan ini menggunakan hasil pengukuran polarisasi untuk mengekstrapolasi laju


korosi pada kondisi tertentu. Ini membantu dalam mengevaluasi parameter elektrokimia
seperti laju korosi dan polarisabilitas.

5). Uji Nyata Terkontrol (Cyclic Polarization Test):

Metode ini melibatkan siklus potensial elektroda antara batas tertentu, menciptakan variasi
korosi pada material. Dengan memonitor respons potensial selama siklus, metode ini dapat
memberikan pemahaman mendalam tentang sifat korosif material.

Pengujian elektrokimia memberikan data yang canggih tentang karakteristik korosi,


memungkinkan identifikasi jenis korosi, pemantauan tingkat korosi, dan evaluasi kinerja
material di bawah kondisi lingkungan tertentu. Keunggulan metode ini melibatkan analisis
tingkat molekuler dan mikroskopis dari proses korosi.

2. Pengujian Siklik
Pengujian Siklik, dalam konteks pengujian korosi, merujuk pada suatu metode pengujian
di mana bahan atau spesimen dipaparkan secara bergantian terhadap kondisi yang
menginduksi korosi dan kondisi lain yang dapat mempengaruhi material. Proses paparan
bergantian ini dapat mencakup siklus kelembaban-kekeringan, perubahan suhu, atau variasi
lainnya yang menciptakan kondisi yang mempercepat korosi. Metode ini bertujuan untuk
mensimulasikan kondisi yang sering dihadapi oleh material dalam penggunaan sehari-hari
atau dalam lingkungan tertentu.

Pengujian siklik membantu dalam mengevaluasi daya tahan material terhadap korosi pada
kondisi yang dinamis, yang dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang kinerja
material dalam jangka waktu yang lebih panjang. Hasil pengujian ini memberikan informasi
tentang kemampuan material untuk mengatasi beban siklik korosif dan dapat membantu
dalam perancangan material yang lebih tahan korosi serta pemeliharaan yang lebih efektif
terhadap komponen atau struktur yang terpapar secara berulang-ulang terhadap kondisi
korosif.
Sebagai contoh pengujian siklik dalam pengujian korosi, pertimbangkan situasi di mana
suatu material atau logam digunakan di lingkungan maritim. Lingkungan maritim sering kali
melibatkan paparan terhadap siklus kelembaban tinggi dan asupan garam dari udara laut.

Proses pengujian siklik akan mensimulasikan kondisi ini dengan memaparkan spesimen
logam secara bergantian terhadap siklus kelembaban tinggi (seperti menggunakan kamar uap)
dan kondisi kering. Selama siklus ini, spesimen juga dapat ditempatkan dalam lingkungan
yang mengandung aerosol garam untuk menciptakan kondisi yang realistis.
Melalui pengujian ini, dapat diukur laju korosi dan evaluasi kerusakan material yang
mungkin terjadi sebagai hasil dari paparan berulang terhadap lingkungan yang korosif.
Hasilnya membantu para insinyur dan peneliti untuk memahami bagaimana material tersebut
akan bertahan di lingkungan maritim yang sebenarnya dan membantu dalam pengembangan
material yang lebih tahan korosi untuk aplikasi semacam itu.

3. Pengujian Sentuhan

1). Uji Siklik Sentuhan

Mensimulasikan kondisi siklik di mana material mengalami sentuhan atau gesekan


berulang dengan bahan lain atau lingkungan tertentu. Ini membantu mengevaluasi daya tahan
material terhadap korosi dalam kondisi dinamis.

2). Uji Kontak Galvanik

Menguji material yang berada dalam kontak fisik untuk menilai potensi terjadinya korosi
galvanik akibat perbedaan potensial elektrokimia antar logam yang bersentuhan.

3).Uji Reaksi dengan Zat Kimia


Melibatkan kontak langsung material dengan zat kimia yang dapat menyebabkan korosi,
seperti larutan asam atau larutan garam, untuk mengevaluasi reaksi dan tingkat korosi.

4).Uji Gesekan dan Abbrasion

Melibatkan pembebanan mekanis, gesekan, atau abrasi pada material yang kemudian
diberikan paparan lingkungan korosif untuk mengevaluasi dampak interaksi ini terhadap
keawetan material.

F. Standar Internasional untuk Pengujian Korosi

Standar internasional untuk pengujian korosi adalah panduan dan prosedur yang
ditetapkan oleh organisasi standarisasi internasional. Tujuan standar ini adalah untuk
menyediakan metode yang konsisten dan dapat diandalkan untuk menguji dan mengevaluasi
korosi pada berbagai jenis material dan lingkungan. Beberapa organisasi standarisasi
terkemuka yang mengembangkan standar internasional untuk pengujian korosi antara lain
ASTM International, ISO (International Organization for Standardization), dan NACE
International. Beberapa contoh standar internasional untuk pengujian korosi meliputi:

1). ASTM G1 - Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion
Test Specimens:

Standar ini memberikan pedoman untuk persiapan, pembersihan, dan evaluasi spesimen
uji korosi.

2). ISO 9227 - Corrosion Tests in Artificial Atmospheres - Salt Spray Tests:

Standar ini menetapkan metode pengujian semprotan garam untuk mengevaluasi


ketahanan korosi logam.

3). ASTM G31 - Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of
Metals:

Memberikan panduan untuk pengujian korosi dengan merendam spesimen logam dalam
berbagai lingkungan korosif.

4). NACE TM0177 - Laboratory Testing of Metals for Resistance to Sulfide Stress
Cracking and Stress Corrosion Cracking in H2S Environments:

Standar ini fokus pada pengujian logam untuk mengevaluasi resistensi terhadap patah
retak stres sulfida dan patah retak korosi stres dalam lingkungan yang mengandung H2S.
Penggunaan standar ini membantu memastikan bahwa pengujian korosi dilakukan secara
konsisten di seluruh dunia, memfasilitasi perbandingan hasil pengujian antar laboratorium
dan memungkinkan pengguna untuk membuat keputusan informasional yang lebih tepat.
Standar internasional juga berperan penting dalam pengembangan material yang lebih tahan
korosi dan pemilihan material yang sesuai untuk lingkungan tertentu.

G. Panduan Pengujian Korosi pada Industri Manufaktur

Pengujian korosi dalam industri manufaktur melibatkan berbagai metode, seperti uji
larutan korosif, uji elektrokimia, dan pengamatan visual. Reaksi kimia terjadi antara logam
dan lingkungan korosif, menghasilkan senyawa oksida atau senyawa lain yang
mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi. Reaksi ini dapat dipengaruhi oleh faktor
seperti pH, kelembaban, dan suhu. Panduan pengujian korosi biasanya mencakup parameter
dan prosedur standar untuk memantau performa material dalam lingkungan yang mungkin
menyebabkan korosi.

Metode uji larutan korosif dalam industri manufaktur melibatkan pemaparan sampel
logam ke dalam larutan yang memicu korosi. Sebagai contoh, jika kita menggunakan larutan
asam seperti asam asetat atau asam sulfat, reaksi kimianya dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Reaksi dengan Asam Asetat:

CH₃COOH (asam asetat) + Logam (M) → CH₃COO⁻M⁺ + H₂

Logam bereaksi dengan asam asetat menghasilkan ion logam terlarut dan gas hidrogen.

- Reaksi dengan Asam Sulfat:

H₂SO₄ (asam sulfat) + Logam (M) → MSO₄ + H₂

Logam bereaksi dengan asam sulfat membentuk sulfat logam terlarut dan gas hidrogen.

Proses ini memberikan indikasi sejauh mana logam dapat bertahan terhadap korosi dalam
lingkungan larutan asam. Analisis hasil, seperti perubahan berat atau kerugian massa sampel,
digunakan untuk mengevaluasi tingkat korosi yang terjadi pada logam tersebut

H.Contoh Penerapan Pengujian Korosi

Penerapan pengujian korosi melibatkan situasi di mana material atau logam diekspos ke
lingkungan yang memicu korosi, seperti dalam industri maritim. Sebagai ilustrasi:

1. Penerapan Pengujian Korosi pada Kapal


- Persiapan Sampel: Ambil sampel logam dari bagian kapal yang mungkin terkena korosi,
seperti lambung atau struktur baja.

- Pemaparan ke Lingkungan Korosif: Tempatkan sampel logam dalam kondisi simulasi


lingkungan korosif, seperti pemaparan terhadap air laut atau aerosol air laut.

- Pengujian Larutan Korosif: Gunakan uji larutan korosif untuk mengevaluasi respons logam
terhadap aspek-aspek tertentu dari lingkungan korosif tersebut.

- Pemantauan Reaksi Kimia: Pada saat pengujian korosi, pemantauan reaksi kimia dilakukan
untuk memahami bagaimana logam bereaksi dengan lingkungan korosif. Misalnya, dalam
situasi pengujian pada kapal

2. Pembentukan Senyawa Oksida,

Jika logam teroksidasi, pembentukan senyawa oksida dapat terjadi. Contohnya, besi dapat
membentuk oksida besi (rust) seperti Fe₂O₃:

4 Fe + 3 O₂ → 2 Fe₂O₃

3. Pelepasan Gas Korosif

Beberapa logam dapat melepaskan gas korosif selama reaksi. Sebagai contoh, logam besi
bereaksi dengan asam klorida untuk membentuk gas korosif seperti gas hidrogen klorida
(HCl):

Fe + 2 HCl → FeCl₂ + H₂

Analisis Hasil: Lakukan analisis terhadap sampel setelah periode tertentu, perhatikan
perubahan berat atau kerugian massa, dan tentukan tingkat korosi yang terjadi pada material.
Hasil pengujian korosi ini dapat memberikan informasi kritis untuk pemeliharaan kapal dan
pengembangan material yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang korosif.
BAB III

KESIMPULAN & PENUTUP

Pengujian korosi menegaskan peran krusialnya dalam menjamin ketahanan material


terhadap kondisi korosif. Pengujian tersebut, yang melibatkan eksposur material ke
lingkungan yang merangsang korosi, memungkinkan evaluasi yang mendalam terhadap
performa material. Dengan memantau reaksi kimia dan dampaknya terhadap logam, kita
dapat mengidentifikasi potensi kerusakan dan menilai keefektifan perlindungan atau pelapis
yang diterapkan. Implikasi pengujian korosi sangat penting dalam konteks pemeliharaan
prasarana, menjaga keamanan struktural, dan mendorong inovasi dalam pengembangan
material. Dengan demikian, pemahaman mendalam terhadap korosi melalui pengujian adalah
kunci untuk memastikan keberlanjutan dan keamanan berbagai infrastruktur dan produk
dalam berbagai sektor industri.
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, K. L. (2018). Advances in Corrosion Prevention. Materials Engineering Journal.

Chang, R. (2007). Kimia Dasar. Erlangga.

Roberge, P. R. (1986). Corrosion Engineering: Principles and Practice. New York: McGraw-
Hill

Anda mungkin juga menyukai