Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS TESIS KUALITATIF

“CAGAR BUDAYA SURABAYA KOTA PAHLAWAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR”

(Studi Kasus)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kwalitatif


diampu oleh Dr. Leli Yulifar, M.Pd.

Oleh,
Hena Gian Hermana
1706345

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2018
I. Identitas Penulis Tesis
a) Nama : Septina Alrianingrum
b) NIM : S 860907006
c) Tahun Lulus : 2010
d) Judul : Cagar Budaya Surabaya Kota Pahlawan Sebagai Sumber Belajar
(Studi Kasus Mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial di Universitas
Negeri Surabaya)
e) Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret, Surakarta
f) Pembimbing
 Pembimbing 1 : Dr. Warto, M.Hum. (NIP. 196109251986031001)
 Pembimbing 2 : Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum. (NIP. 195907081986012001)
g) Tim Penguji
 Ketua : Dr. Suyatno Kartodirdjo
 Sekretaris : Prof. Dr. Sri Yutmini, M.Pd.
 Anggota : Dr. Warto, M.Hum
Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum.
h) Halaman
 BAB I : 1-10 hlm
 BAB II : 11-53 hlm
 BAB III : 54-62 hlm
 BAB IV : 63-132 hlm
 BAB V : 133-135 hlm
II. Deskripsi Tesis

Pada bagian ini, akan dipaparkan terlebih dahulu gambaran umum dalam tesis
karya Septina Alrianigrum antara lain: latar belakang tesis, masalah penelitian, metode
penelitian.
A. Latar belakang Tesis
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keresahan peneliti sendiri dalam melihat kondisi
cagar budaya Surabaya belum optimal diterapkan sebagai sumber belajar khususnya
untuk membangun pemahaman akan identitas Surabaya sebagai kota Pahlawan. Secara
umum, pemanfaatan cagar budaya masih terfokus pada peninggalan-peninggalan kuno di
luar Surabaya seperti komplek percandian dan situs-situs Islam di beberapa daerah,
sedangkan cagar budaya kota Surabaya masih dinarasikan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran sejarah yang selama ini dikategorikan sebagai suatu materi yang kering dan
monoton dicoba dengan memanfaatkan cagar budaya di kota Surabaya sebagai sumber
belajar yang mencerminkan Surabaya sebagai kota Pahlawan. Dengan cara ini diharapkan
mampu mendorong mahasiswa jurusan pendidikan Sejarah di Unesa Surabaya dapat lebih
efektif memahami identitas kota melalui nilai-nilai historis cagar budayanya serta
menanamkan pemahaman sejarah secara kritis berdasarkan konteks kekinian.
Heterogenitas mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa Surabaya yang berasal
dari berbagai wilayah sekitar GerBangKertoSuSiLa (Gresik, Bangkalan, Mojokerto,
Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan) mendorong pemahaman terhadap cagar budaya yang
terkait dengan peristiwa 10 November 1945 menjadi perlu diperhatikan. Selain itu, juga
sebagai upaya memperkenalkan identitas kota Surabaya sebagai kota pahlawan dengan
mengenalkan cagar budaya pendukungnya. Tujuannya agar pembelajaran melalui
observasi langsung dengan membandingkan kondisi riil cagar budaya saat ini dan nilai-
nilai historis perjuangan bangsa aat itu dapat mendorong pemahaman identitas kota
Surabaya.
Kondisi cagar budaya yang sebagian besar tidak begitu terawatt. Minimnya informasi,
tingkat kepedulian dan peranan lingkungan semakin mengaburkan nilai-nilai historis
tentang keberadaan cagar budaya yang ada, sehingga kesadaran pentingnya cagar budaya
sebagai sumber belajar dapat dimanfaatkan dengan baik. Cagar budaya tempat terjadinya
peristiwa penting/bersejarah dapat dipergunakan sebagai media penghubung dengan masa
lalu dan dapat dijadikan sarana pembelajaran serta membuka kesadaran pentingnya
menghayati proses nilai historis yang terkait di dalamnya. Keberadaan cagar budaya
Surabaya bisa mewakili proses pembangunan bangsa ini karena beberapa bangunan cagar
budaya tersebut mampu menanamkan nilai-nilai luhur perjuangan bangsa Indonesia
secara nasional. Secara khusus, diharapkan mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di
Unesa Surabaya sebagai penerus pembangunan bangsa dapat memahami nilai-nilai
historis cagar budaya untuk memahami sejarah bangsanya khususnya tentang sejarah
kotanya sendiri.
B. Masalah & Tujuan Penelitian
Peneliti memfokuskan penelitian kepada pemanfaatan cagar budaya Surabaya Kota
Pahlawan sebagai sumber belajar khususnya bagi mahasiswa jurusan pendidikan sejarah
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dalam pemahaman sejarah kota. Adapun
permasalahan utama dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah pemanfaatan cagar
budaya Surabaya kota Pahlawan sebagai sumber belajar?”. Dari permasalahan
utama, peneliti merumuskannya ke dalam beberapa masalah yaitu:
1. Jenis cagar budaya apa saja yang dapat menunjukkan Surabaya disebut sebagai
kota Pahlawan?
2. Bagaimana pemahaman mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa Surabaya
terhadap identitas kota Surabaya sebagai kota Pahlawan?
3. Bagaimana pemanfaatan cagar budaya sebagai sumber belajar sejarah di jurusan
pendidikan sejarah di Unesa Surabaya?
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jenis cagar budaya yang dapat menunjukkan Surabaya disebut
sebagai kota Pahlawan.
2. Mengungkap tentang pemahaman mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa
Surabaya terhadap identitas Surabaya sebagai kota Pahlawan.
3. Untuk mengetahui pemanfaatan cagar budaya di Kota Surabaya khususnya
tentang cagar budaya Surabaya sebagai kota Pahlawan, sehingga dapat dijadikan
sebagai sumber belajar sejarah pada jurusan pendidikan sejarah di Unesa
Surabaya.
C. Metode Penelitian
Dalam metode penelitiannya, peneliti menjabarkannya ke dalam beberapa komponen
yakni meliputi: tempat & waktu penelitian, bentuk dan strategi penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.
a) Tempat & waktu penelitian
Peneliti memfokuskan penelitiannya pada wilayah Surabaya, terutama Surabaya
bagian Utara dan Surabaya bagian Pusat. Penentuan ini didasarkan pada
pertimbangan historis yakni wilayah-wilayah ini menjadi titik pusat perlawanan
“arek-arek Suroboyo” dan wilayah yang menjadi basis pertahanan dalam upaya
menentang masuknya kembali Belanda ke Indonesia. Penentuan lain didasarkan pada
beberapa pertimbangan, yaitu :
 Wilayah Surabaya terbagi dalam 5 bagian wilayah administrasi yaitu
Surabaya Utaram Surabaya Pusatm Surabaya Barat, Surabaya Selatan, dan
Surabaya Timur.
 Wilayah Surabaya Utara dan Surabaya Pusat merupakan titik fokus
perjuangan “arek-arek Suroboyo” dalam peristiwa 10 November 1945 yang
mendukung Surabaya disebut kota Pahlawan.
 Di kedua wilayah tersebut terdapat beberapa cagar budaya yang menjadi saksi
perjuangan bangsa, seperti keberadaan Monumen Tugu Pahlawan menjadi
penanda/tetenger pusat perjuangan karena di wilayah ini sejak jaman dahulu
merupakan area publik yang sering dilewati dan menjadi jalur/aktivitas
masyarakat Surabaya.
 Keberadaan cagar budaya yang masih tersisa menjadi daya dukung Surabaya
memiliki identitas yang khas sebagai kota Pahlawan dengan simbolisme
perjuangan yang pantang menyerah dan memiliki semangat patriotisme yang
heroik.
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka
keberadaan cagar budaya yang ada di wilayah tersebut mampu mewakili Surabaya
disebut sebagai kota Pahlawan. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada semester
genap karena pada semester ini materi perkuliahan yang muncul pada proses
pembelajaran/perkuliahan sejarah sesuai atau mendukung terhadap materi penelitian,
seperti mata kuliah Sejarah Kebudayaan Indonesia, Arkeolog dan Sejarah Nasional
Indonesia 1945-1966.

b) Bentuk dan Strategi Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang
membahas tentang kajian fenomenologis dan diungkapkan secara deskriptif analisis
kritis. Fenomena tentang keberadaan cagar budaya Surabaya sebagai kota Pahlawan
pada saat ini perlu direfleksikan kembali melalui proses rekonstruksi nilai.
Keberadaan cagar budaya yang mencerminkan Surabaya sebagai kota Pahlawan
menjadi salah satu bentuk kongkrit wujud perjuangan bangsa dapat dijadikan sumber
belajar, sehingga diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir kritis mahasiswa
jurusan pendidikan Sejarah di Unesa Surabaya.
Penelitian ini bersifat naturalistic yang memfokuskan pada pengumpulan
informasi tentang keadaan atau realita yang sedang berlangsung dengan
menggambarkan sifat dari keadaan saat penelitian dilakukan, serta memeriksa dari
suatu gejala tertentu secara alamiah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui proses
pemahaman mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa Surabaya terhadap
keberadaan cagar budaya yang mendukung identitas Surabaya disebut kota Pahlawan.
Adapun metode penelitian yang digunakan bersifat studi kasus tunggal. Dikatakan
seabagai studi kasus tunggal karena dalam penelitian menggunakan bentuk studi
kasus terpancang (embedded case study research) karena fokus permasalahan sudah
ditentukan dalam proposal sebelum peneliti melaksanakannya. Atau dengan kata lain
penelitian ini memiliki karakteristik tunggal, karena untuk mengetahui pemahaman
sejarah tentang sejarah identitas kota melalui studi observasi dengan memanfaatkan
cagar budaya Surabaya sebagai sumber belajar dalam pembelajaran. Artinya,
penelitian kualitatif ini lebih mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan
mendalam mengenai potret kondisi cagar budaya sebagai sumber belajar dalam suatu
konteks pemahaman mahasiswa terhadap identitas kota Surabaya.
c) Sumber Data
Jenis data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Narasumber yaitu mahasiswa jurusan pendidikan sejarah, pegawai institusi
terkait seperti dinas kebudayaan dan pariwisata pemerintah kota Surabaya, tim
cagar budaya, partisipasi dari Dewan Harian kota Surabaya dan staf pengajar
di jurusan pendidikan sejarah Unesa Surabaya.
2. Tempat atau lokasi perjuangan yang difokuskan pada titik-titik perjuangan,
khususnya wilayah fokus dan percikan I yang membawa Surabaya memiliki
identitas sebagai kota Pahlawan. Keberadaan cagar budaya ini difokuskan
pada bangunan atau situs yang memiliki nilai historis ketika terjadi peristiwa
10 November 1945. Melalui tugas observasi terhadap keberadaan cagar
budaya yang masih tersisa, mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa
Surabaya dapat menggambarkan lingkungan sekitarnya saat ini. Mahasiswa
dapat melakukan pengamatan, refleksi dan pemahamannya untuk membuka
kesadarannya akan nilai historis dari cagar budaya tersebut. Refleksi ini
diharapkan dapat membantu proses pemahaman sejarah tentang Surabaya
sebagai kota Pahlawan.
3. Dokumen didapatkan dari arsip dinas kebudayaan, arsip kota, dinas tata ruang
kota, silabus pembelajaran dan laporan tugas mahasiswa.
d) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Kuesioner dalam bentuk pertanyaan terbuka (open ended questionnaire).
Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan awal tentang
keberadaan cagar budaya yang dapat mendukung identitas Surabaya sebagai
kota Pahlawan. Kuesioner ini disebarkan di lingkungan mahasiswa jurusan
pendidikan Sejarah di Unesa Surabaya khususnya yang telah menempuh mata
kuliah Kebudayaan Indonesia dan Sejarah Indonesia tahun 1945-1966.
2. Wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan lebih menyerupai
suatu bentuk dialog antara peneliti dan narasumber dilakukan dalam suasana
santai. Agar wawancara mendalam lebih terarah maka dipersiapkan pedoman
wawancara (interview guide) yang berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang
garis besar nilai-nilai historis cagar budaya dari lokasi atau wilayah
berlangsungnya peristiwa kepahlawanan di Surabaya tahun 1945-an.
3. Mengkaji dokumen dan arsip (content analysis).
4. Observasi langsung yang bersifat partisipasi pasif dimana peneliti dapat
mengamati narasumber khususnya mahasiswa. Observasi ini dilakukan untuk
mengamati berbagai situasi saat proses pemahaman makna cagar budaya di
lingkungan Surabaya.
e) Validitas Data
Validitas data yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah teknik trianggulasi
sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi data (sumber) menjadi pilihan karena
dapat memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda, misalnya nilai historis cagar
budaya dapat digali dari sumber data berupa narasumber dan data arsip. Trianggulasi
metode dilakukan untuk lebih memantapkan hasil pengumpulan data yang kemudian
hasilnya ditarik simpulan data yang lebih kuat validitasnya. Jadi, antara trianggulasi
data (sumber) dengan trianggulasi metode nanti diharapkan ada kesesuaian dalam
perumusan analisis hasil interpretasi kuisioner dan wawancara dari mahasiswa
jurusan pendidikan sejarah di Unesa Surabaya.
Hal ini dimaksudakn agar mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa
Surabaya tersebut dapat secara langsung mengenali dan mengidentifikasi keberadaan
cagar budaya sebagai sumber belajar. Melalui trianggulasi metode maka mahasiswa
dapat mengetahui Surabaya disebut kota Pahlawan dan dapat membandingkan
melalui imajinasinya untuk memahami nilai historis dari keberadaan cagar budaya
tersebut. Perbandingan akan keberadaan cagar budaya saat ini dapat membuka
kesadaran mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa Surabaya untuk memiliki
kesadaran memanfaatkan cagar budaya sebagai salah satu sumber sejarah dari aset
sejarah kota Surabaya sebagai kota Pahlawan.
f) Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif yang
memiliki tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi yang digambarkan dalam gambar 1. Seperti di bawah ini:

Gambar 1. Model Analisis Interaktif


Sumber:http://2.bp.blogspot.com/c9rsjPo92pg/VRUllzcfzvI/AAAAAAAAKMQ/
i5rgBnfiLcI/s1600/NePicture.jpg (diakses pada 25 februari 2018, pukul 21.02 wib)
Selanjutnya aktivitas penelitian hanya bergerak di antara tiga komponen analisis
tersebut. Penyajian data sebagai alur penting dari kegiatan analisis interaktif
digunakan untuk melihat hasil data kuesioner sebagai langkah awal penelitian.
Sedangkan, hasil observasi dan wawancara digunakan untuk menentukan proses
analisis pemahaman pembelajaran secara sistematis dan objektif di dukung proses
analisis yang didapat dari sumber arsip dan dokumen yang didapat melalui metode
kritik sumber intern dan ekstern. Kritik sumber digunakan untuk membantu dalam
proses interpretasi data yang diolah, sehingga menghasilkan hiptesis yang obyektif.
Setiap kelompok data yang telah direfleksi lalu saling dikomparasikan untuk
menemukan perbedaan dan persamaan persepsi dalam tujuan penelitian awal,
sehingga simpulan yang didapat menjadi lebih jelas.
Analisis ketiga yang penting adalah menarik simpulan atau verifikasi. Peneliti
memberi simpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptic. Model analisis ini
memiliki kekuatan pada proses analisisnya yang dilakukan berulang-berulang,
sehingga pada tahap ini diperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Pengumpulan data terakhir dilakukan dengan menarik simpulan/verifikasi
berdasarkan reduksi dan sajian data. Kedalaman dan ketelitian proses analisis akan
menentukan gambaran umum yang detil tentang proses pemahaman mahasiswa yang
memanfaatkan cagar budaya sebagai sumber belajar dan pemahaman nilai sejarah
tentang Surabaya sebagai kota pahlawan.
III. Analisis/Review
Berdasarkan pemaparan deskripsi tesis karya Septina Alrianingrum di atas, pada
bagian ini akan dilakukan beberapa analisis/review khususnya yang berkaitan dengan
metode penelitian kualitatif.
Menurut Fraenkel dan Wallen (dalam Suharsaputra, 2012, hlm. 181) menjelaskan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengkaji kualitas hubungan, kegiatan,
situasi, atau material dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam
menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi
tertentu. Oleh sebab itu, fokus penelitian dalam penelitian kualitatif mengkaji mengenai
keseluruhan situasi sosial yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2016, hlm. 285).
Berkaitan dengan penelitian Septina Alrianingrum, penelitian tersebut merupakan
penelitian kualitatif karena penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui proses
pemahaman mahasiswa jurusan pendidikan sejarah di Unesa Surabaya terhadap
keberadaan cagar budaya yang mendukung identitas Surabaya disebut kota Pahlawan.
Selain itu, hal lain yang mendukung penelitian tersebut termasuk ke dalam jenis kualitatif
adalah ciri naturalistiknya. Artinya, penelitian ini mempelajari situasi nyata secara
alamiah dengan menggambarkan sifat dari keadaan saat penelitian dilakukan tanpa
melakukan manipulasi.
Lebih khusus penelitian ini bersifat studi kasus (case study), sebab penelitian ini
berusaha untuk mendeskripsikan secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi
cagar budaya Surabaya sebagai sumber belajar dalam suatu konteks pemahaman
mahasiswa terhadap identitas kota Surabaya. Selain itu, kasus yang diselidiki dalam
penelitian ini adalah kasus yang sedang berlangsung, sehingga memungkinkan terjadinya
observasi terhadap keberlangsungan fenomena (Stake dalam Denzim & Lincoln, 2009,
hlm. 308). Dengan demikian, studi kasus dapat dipahami sebagai pendekatan untuk
mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu ‘kasus’ dalam konteksnya
yang alamiah tanpa adanya intervensi pihak luar.
Di dalam penelitian kualitatif (studi kasus), penentuan rumusan masalah bisa
diarahkan untuk mendeskripsikan suatu kasus dan kecenderungan-kecenderungan
tertentu. Perumusan masalah atau pertanyaan umum dalam penelitian kualitatif terdapat
beberapa petunjuk, salah satunya ‘awalilah rumusan masalah penelitian Anda dengan
kata-kata “apa” atau “bagaimana” untuk menunjukkan keterbukaan penelitian Anda’
(Creswell, 2013, hlm. 193). Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian Septina
Alrianingrum secara keseluruhan sudah menggunakan kata tanya operasional “apa” dan
“bagaimana” yang dalam penelitian kualitatif, kata itu mencerminkan pemikiran yang
lebih terbuka. Atau dengan kata lain, rumusan masalah yang diajukan bersifat deskriptif.
Artinya, rumusan masalah tersebut menjadi ‘pemandu’ peneliti untuk mengeksplorasi
dan/atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam
(Sugiyono, 2016, hlm. 289).
Menurut Locke et al. (dalam Creswell, 2013, hlm. 166), tujuan penelitian
menunjukkan “mengapa Anda ingin melakukan penelitian dan apa yang ingin Anda
capai.”. Tujuan penelitian merupakan brakedown dari rumusan masalah yang telah
dirumuskan di dalam penelitian. Adapun di dalam menulis tujuan penelitian kualitatif,
seorang peneliti perlu memerhatikan beberapa hal mendasar, salah satunya ‘gunakanlah
verba-verba tindakan untuk menunjukkan bahwa ada proses learning dalam penelitian
Anda. Verba-verba atau frasa-frasa tindakan seperti mendeskripsikan, memahami,
mengembangkan, meneliti makna, atau mengamati, yang akan membuat penelitian
bersifat terbuka atas kemungkinan-kemungkinan lain’ (Creswell, 2013, hlm. 169).
Berkaitan dengan tujuan penelitian dalam karya Septina Alrianingrum, di dalam
penulisannya tidak menggunakan verba/frasa tindakan seperti yang dianjurkan oleh
Creswell, melainkan menggunakan verba/frasa lain seperti mengetahui dan mengungkap
yang kurang menunjukkan adanya proses learning di dalam penelitiannya.
Beranjak ke ranah metodologi penelitian yang digunakan, peneliti kualitatif
sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Selanjutnya, Nasution
(1998) menyatakan bahwa:
“dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia
sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya
belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur
penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya
tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih
perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak
pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri
sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya” (dalam Sugiyono, 2016, hlm.
306-307).
Septina Alrianingrum sebagai human instrument dalam penelitiannya telah
menetapkan sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, serta teknik analisis
data yang digunakan di dalam proses penelitiannya. Akan tetapi, di dalam penentuan
sumber data yang digunakan, peneliti tidak menjelaskan secara rinci penentuan sumber
data tersebut. Apakah melalui purposive sampling atau snowball sampling?. Namun, jika
dilihat dari sumber data yang digunakan (narasumber), penentuan narasumber yakni
mahasiswa jurdik sejarah, pegawai institusi disbudpar kota Surabaya, tim cagar budaya,
partisipasi Dewan Harian kota Surabaya dan staf pengajar di jurdik sejarah Unesa
Surabaya lebih ke purposive sampling, karena semua narasumber tersebut dianggap
paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2016,
hlm. 300).
Lebih lanjut lagi, di dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data
dilakukan lebih banyak pada observasi berperanserta (participant observation),
wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. Catherine Marshall dan
Gretchen B. Rossman menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by
qualitative researchers for gathering information are, participation in the setting, direct
observation, in-depth interviewing, document review” (Sugiyono, 2016. Hlm. 309). Akan
tetapi, di dalam penelitian Septina Alrianingrum, terdapat satu teknik pengumpulan data
yang berbeda dengan teknik pengumpulan data yang telah dijelaskan di atas, yaitu
melalui kuesioner dalam bentuk pertanyaan terbuka (open ended questionnaire). Namun,
menurut Suharsaputra (2012, hlm. 97) dijelaskan bahwa kuesioner merupakan salah satu
tipe dalam teknik pengumpulan data kuantitatif. Tapi, dijelaskan lebih lanjut teknik
kuesioner merupakan teknik yang umum dalam pengumpulan data dalam penelitian
kependidikan dan kebanyakan penelitian survey menggunakan kuesioner.
Pada saat proses pengumpulan data dan setelah proses pengumpulan data, langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis data. Miles dan Huberman (1984) mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (dalam Sugiyono,
2016, hlm. 337). Proses analisis data yang dilakukan oleh Septina Alrianingrum dalam
penelitiannya berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dari tahapan-tahapan yang
dilaksanakan berdasarkan model analisis interaktif Miles Huberman dari mulai reduksi
data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan simpulan/verifikasi
(conclusion drawing/verification). Kedalaman dan ketelitian pada proses analisis ini akan
menentukan gambaran umum yang detail mengenai proses pemahaman mahasiswa yang
memanfaatkan cagar budaya sebagai sumber belajar dan pemahaman nilai sejarah tentang
Surabaya sebagai kota Pahlawan.
Langkah terakhir dalam proses penelitian kualitatif adalah melakukan validasi
terhadap data hasil penelitian. Validasi kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap
akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu (Creswell, 2013,
hlm. 285). Prosedur yang dimaksudkan adalah strategi validitas yang berfungsi untuk
menilai keakuratan hasil penelitian serta meyakinkan pembaca akan akurasi tersebut.
Salah satu strategi validitas tersebut adalah mentriangulasi (triangulate) sumber-sumber
data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber
tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren.
Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari
partisipan akan menambah validitas penelitian (Creswell, 2013, hlm. 286-287).
Dalam penelitiannya, Septina Alrianingrung mengembangkan dua teknik validitas
data yakni trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber menjadi
pilihan karena dapat memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda, misalnya nilai
historis cagar budaya dapat digali dari sumber data berupa narasumber dan data arsip.
Sedangkan, trianggulasi metode dilakukan untuk lebih memantapkan hasil pengumpulan
data yang kemudian hasilnya ditarik simpulan data yang lebih kuat validitasnya. Melalui
trianggulasi metode, mahasiswa dapat mengetahui Surabaya disebut kota Pahlawan dan
dapat membandingkan melalui imajinasinya untuk memahami nilai historis dari
keberadaan cagar budaya tersebut. Perbandingan akan keberadaan cagar budaya saat ini
dapat membuka kesadaran mahasiswa jurdik sejarah di Unesa Surabaya untuk memiliki
kesadaran memanfaatkan cagar budaya sebagai salah satu sumber sejarah dan aset sejarah
kota Surabaya sebagai kota Pahlawan. Selain itu, membawa cakrawala mahasiswa jurdik
sejarah Unesa Surabaya untuk memanfaatkan cagar budaya di kota masing-masing
sebagai sumber belajar.
Secara umum penelitian ini terdapat beberapa kelemahan dan keunggulan yang
mewarnai di dalam hasil penelitiannya. Adapun keunggulan dari Tesis ini adalah sebagai
berikut :
1. Penulis tesis ini telah menggunakan dan menerapkan komponen-komponen penelitian
secara sistematis dalam analisis data, khususnya dalam menjawab pertanyaan
penelitian pertama yakni reduksi, penyajian data dan kesimpulan data.
2. Penelitian tesis ini telah menunjukkan ketersuaian antara pertanyaan penelitian dan
jawaban penelitian dengan relevan.
3. Penulisan tesis ini telah menggunakan beberapa alat pengumpul data dan mampu
digunakan secara efektik untuk memvalidasi data diantaranya wawancara mendalam,
observasi, dan analisis dokumen.
Secara keseluruhan tesis ini sudah cukup baik dalam pemaparan metodologi serta
dalam analisis data yang dilakukan. Namun, dalam sebuah penelitian pastilah tidak
sesempurna yang diharapkan, tetap terdapat kekurangannya. Berikut hasil analisis saya
terhadap tesis ini :
1. Dari segi penulisan masih terdapat salah pengetikan seperti spasi dan huruf.
2. Dalam tujuan penelitian tidak menggunakan verba/frasa tindakan seperti yang
dianjurkan oleh Creswell, melainkan menggunakan verba/frasa lain seperti
mengetahui dan mengungkap yang kurang menunjukkan adanya proses learning di
dalam penelitiannya.
3. Dalam penentuan sumber data yang digunakan, peneliti tidak menjelaskan secara
rinci penentuan sumber data tersebut. Apakah melalui purposive sampling atau
snowball sampling.
4. Dalam teknik pengumpulan data terdapat satu teknik pengumpulan data yang berbeda
dengan teknik pengumpulan data yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif,
yaitu melalui kuesioner dalam bentuk pertanyaan terbuka (open ended questionnaire).
5. Terdapat satu sumber kutipan yang tidak ada di dalam daftar bacaan/pustaka peneliti,
yaitu kutipan pendapat “William dan Lexy Moleong, 1995, hlm. 16-17.”
IV. Kesimpulan
Penelitian ini merupakan salah satu contoh dari sekian banyak penelitian kualitatif
dengan bentuk studi kasus tunggal terpancang. Sumber data dalam penelitian ini diambil
dari narasumber, arsip/dokumen dan tempat aktivitas. Data diperoleh melalui teknik
wawancara mendalam, observasi partisipasi, kuesioner dan analisis dokumen terkait.
Untuk validitas data dilakukan dengan teknik trianggulasi data dan trianggulasi sumber.
Analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman untuk
mendapatkan simpulan atau verifikasi berdasarkan reduksi dan sajian data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum semua mahasiswa mengetahui jenis
cagar budaya Surabaya yang mendukung identitas Surabaya sebagai kota Pahlawan.
Sehingga, perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan dalam pembelajaran sejarah
dengan cara mengidentifikasi jenis dan keberadaan cagar budaya. Proses identifikasi
dengan observasi lapangan mendorong mahasiswa dapat mengetahui keberadaan cagar
budaya pendukung Surabaya disebut kota Pahlawan dan memanfaatkannya sebagai
sumber belajar.
V. Daftar Pustaka
Creswell, J.W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Denzim, N.K., & Lincoln, Y.S. (Eds). (2009). Handbook of Qualitative Research.
(Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Afabeta, cv.
Suhasaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai