Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan keperawatan
yang profesional merupakan agenda terpenting pelayanan kesehatan.
Untuk mewujudkan pelayanan yang optimal, dibutuhkan tenaga perawat
yang profesional. Profesionalisme perawat dalam bekerja dapat dilihat
dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien yang dirawatnya.
Perawat perlu mendokumentasikan segala bentuk asuhan keperawatan
yang diberikan melalui pencatatan atau pendokumentasian. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap klien yang
dirawatnya. Di negara maju, sistem pendokumentasian asuhan
keperawatan dibuat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi serta dilakukan secara profesional. Namun di beberapa negara
berkembang, seperti rumah sakit di Indonesia hanya beberapa gelintir
rumah sakit saja yang telah memiliki sistem informasi rumah sakit.
Pendokumentasian asuhan keperawatan banyak dilakukan secara manual,
membutuhkan banyak waktu, ketelitian dan ketelatenan. Untuk
membangun sistem informasi berbasis teknologi komputer, rumah sakit
harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Selain dana, dibutuhkan pula
sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sistem
tersebut.

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang dibentuk akibat


tuntutan masyarakat yang mulai menyadari pentingnya hidup sehat.
Perawat sebagai sumber daya manusia terbesar yang terdapat di pelayanan
kesehatan, dalam hal ini rumah dituntut untuk memberikan pelayanan
yang optimal. Tuntutan tersebut bertambah berat diikuti dengan
perkembangan ilmu dan tekhnologi yang melesat dengan pesatnya. Di era
globalisasi, perawat dihadapkan pada tantangan pasar bebas dimana

1
kompetensi dan profesionalisme sangat dibutuhkan untuk tetap bertahan
dalam dunia pelayanan kesehatan.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bentuk


pelayanan kesehatan berkaitan dengan mutu, dimana faktor manusia
merupakan faktor yang menentukan. Selain itu pelayanan di rumah sakit
juga berorientasi pelayanan kepada pasien berdasarkan standar kualitas
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat
memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan yang bermutu, memenuhi
karakteristik proses keperawatan yaitu sistem terbuka dan fleksibel
terhadap kebutuhan pasien serta dinamis.Asuhan keperawatan dapat
tergambar antara lain pada dokumentasi proses keperawatan.

Studi literatur tentang pendokumentasian proses asuhan


keperawatan, saat ini sistem pendokumentasian masih banyak dilakukan
secara manual. Apabila terjadi kasus hukum, tulisan tangan sangat sulit
dipertanggungjawabkan. Selain itu pendokumentasian asuhan keperawatan
secara manual membutuhkan waktu yang lama dan sangat tidak efektif.

Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan analisa lebih lanjut


bagaimana pelaksanaan pendokumentasian proses asuhan keperawatan
yang dapat dilaksanakan oleh perawat dapat memenuhi tuntutan
masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang profesional.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 apa pengertian dokumentasi keperawatan ?
1.2.2 apa jenis-jenis sistem dokumentasi ?
1.2.3 apa pengertian dari standar dokumentasi ?
1.2.4 bagaimana format dokumentasi keperawatan ?
1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dokumentasi Keperawatan


2.1.1 Pengertian Dokumentasi
Dokumentasi proses asuhan keperawatan merupakan
tampilan perilaku atau kinerja perawat pelaksanaan dalam
memberikan proses asuhan keperawatan kepada pasien selama
pasien dirawat di rumah sakit. Kualitas pendokumentasian
keperawatan dapat dilihat dari kelengkapan dan keakuratan
menuliskan proses asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan evaluasi.
Dokumentasi proses asuhan keperawatan berguna untuk
memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman
praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan

3
keperawatan. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan
profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien
sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi proses asuhan
keperawatan diperlukan, dimana dokumentasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. (Berman Snyder,
Kozier, B. Erb, 2008)

2.1.2 Sistem Dokumentasi

Sistem dokumentasi adalah keseluruhan format yang


digunakan untuk mencatat data, melaporkan data kondisi klien serta
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk mencatat data. Untuk
efisiensi dalam mendokumentasian diperlukan protokol yang
menjelaskan siapa yang berhak melakukan pencatatan, dimana
kelompok data akan dicatat, bagaimana informasi akan dilaporkan
(narasi, flow sheet dan grafik) dan kapan data harus
didokumentaskan.
Tujuan utama sistem pendokumentasian adalah untuk
mendapatkan gambaran secara lengkap dan akurat informasi tentang
pasien ke dalam suatu organisasi data yang mudah untuk dibaca.
Kemudahan mendapatkan data bagi seluruh tim kesehatan akan
memudahkan kualitas asuhan, penelitian dan untuk keperluan
pendidikan.
1. Elemen Sistem Dokumentasi
Menentukan sistem pendokumentasian yang ideal
merupakan suatu tantangan. Permasalahan dapat timbul pada
saat menuliskan data sehingga menjadi terorganisir dan logis
serta memuat semuaa informasi tentang klien, maupun pada saat
menentukan perencanaan asuhan keperawatan dan respon klien
terhadap pengobatan.
Dengan demikian sistem pendokumentasian keperawatan
harus diorganisir sedemikian rupa, dapat diukur, dapat

4
menggambarkan asuhan keperawatan dan dapat
dikomunikasikan kepasa tim kesehatan lain. Elemen utama
dalam system pendokumentasian keperawatan adalah mengikuti
alur proses keperawatan, sedang elemen lainnya adalah :
a. Kecocokan
Metode pencatatan harus konsisten dengan kebutuhan
pencatatan diklinik.
b. Kemudahan Untuk Didapat
Sistem pencatatan harus tersimpan pada sistem penyimpanan
data yang mudah didapat oleh semua tenaga kesehatan.
c. Saling Berhubungan
Sistem pencatatan yang baik yaitu harus dicatat dalam form
yang secara keseluruhan harus komprehensif
menggambarkan status kesehatan klien dan bagaimana upaya
tim kesehatan dalam menentukan masalah klien, menentukan
intervensi dan mengelola klien.
2. Tipologi Sistem Dokumentasi
a. Berorientasi pada sumber
Fokus pada sumber informasi dan urutan.
b. Berorientasi pada pengecualian
Focus pada kejadian abnormal atau fakta (hasil observasi)
yang pengecualian. Formatnya biasanya terpisah. Umumnya
digunakan format SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa,
Planning).
c. Berorientasi pada proses
Focus pada proses. Model pencatatan mengikuti alur proses
keperawatan atau pencatatan berorientasi pada masalah.
3. Sistem yang Umum Digunakan dan Formatnya
a. Dokumentasi yang berorientasi pada sumber dan format
narasi
Pencatatan bentuk narasi merupakan system pencatatan
bentuk tradisional, lebih banyak digunakan dan fleksibel.
Sistem pencatatan bentuk narasi sangat tergantung pada cara
setiap individu yang mecatat.
b. Dokumentasi yang berorientasi pada masalah
Sistem pendokumentasian yang berorientasi pada masalah
merupakan suatu metoda mengorganisir data klien yang

5
strukturnya diidentifikasi sebagai masalah keperawatan atau
medical. (Berman Snyder, Kozier, B. Erb, 2010)

2.1.3 Standar Dokumentasi


1. Pentingnya Standar Dokumentasi
Standar diartikan sebagai ukuran atau model terhadap
sesuatu yang hampir sama. Model tersebut mencakup kualitas,
karakteristik properties, dan performance yang diharapkan dalam
suatu tindakan, pelayanan dan seluruh komponen yang terlibat.
Nilai suatu standar ditentukan oleh adanya pemakaian konstitensi
dan evaluasi. Standar keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan kualitas, karakteristik, properti, atau performance
yang diharapkan terhadap beberapa aspek praktik keperawatan.
Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi sebagai
petunjuk dan arah terhadap penyimpanan dan teknik pencatatan
yang benar. Oleh karena itu standar harus dipahami oleh teman
sejawat dan tenaga kesehatan profesional lainnya, termasuk tim
akreditasi. Siapa saja yang membutuhkan catatan keperawatan
yang akurat dan informasi yang bermanfaat mempunyai hak
terhadap dokumentasi tersebut sesuai dengan standar yang
berlaku. Jika standar dapat diobservasi, perawat, pekerja, dan
pasien akan dihargai dan dilindungi dari kesalahan (misconduct).

Karakteristik umum bagi semua Karakteristik umum terhadap


standar secara menyeluruh standar keperawatan
1. Dibentuk oleh penguasa yang 1.Didasarkan pada definisi
sudah diakui. keperawatan dan proses
keperawatan yang sudah
ditentukan.
2. Mendefinisikan suatu tingkat 2.Diaplikasikan terhadap semua
kualitas atau pelaksanaan yang perawatan praktik dalam sistem
sesuai terhadap tujuan yang pelayanan kesehatan.
spesifik.

6
3. Menjelaskan keamanan 3.Petunjuk tindakan
minimum sikap praktek. keperawatan
4. Dinyatakan dengan istilah yang 4.Dapat dipertahankan dan
rasional jelas, dan mencakup promosi kesehatan yang
secara luas. optimal.
5. Dinyatakan dengan istilah yang 5.Bahasanya bermakna dan
rasional-jelas, dan mencakup dimengerti oleh perawat yang
secara luas. Dipublikasikan melaksanakan standar tersebut.
untuk pertimbangan terhadap Dapat diperoleh siapa saja yang
hal-hal yang perlu diperhatikan. memerlukan.

2. Standar Tanggung Jawab Individu Profesional


Pelaksanaan standar dapat dicapai pada tingkat individu.
Untuk individu perawat berarti menunjukan adanya tanggung
jawab terhadap dokumentasi praktik keperawatan dalam konteks
proses keperawatan. Dengan mengasumsikan tanggung jawab dan
mutu kerja yang baik dalam praktik keperawatan, termasuk
didalamnya dokumentasi terhadap tindakan independen dan
interdependen.
Keikutsertaan dalam melaksanakan kode(seperti kode
ANA) bagian perawat menunjukkan adanya tanggung jawab.
Kode ini memberikan pedoman bagi individu praktisi sehingga
tanggung jawab terhadap individu pasien dan masyarakat dapat
dipenuhi.
3. Standar Individual Profesional Accountability
Standar individual profesional accountability yaitu
menggambarkan tanggung jawab perawat dalam
pendokumentasian praktik keperawatan berdasarkan proses
keperawatan. Tanggung jawab untuk bekerja yang terbaik dalam
praktik keperawatan meliputi kegiatan dokumentasi yang
independen dan interpenden.

7
a. Sepuluh Standar Tindakan Keperawatan (dari ANA, 1973).
Perawat mempunyai tanggung jawab :
 Memberi pelayanan dengan menghargai klien sebagai
makhluk hidup.
 Melindungi hak pasien (privacy; rahasia).
 Mempertahankan kompetensi dalam tindakan
keperawatan dan mengenal pasien serta menerima
tanggung jawab pribadi terhadap tindakannya.
 Melindungi pasien jika tindakan dan keselamatannya
diakibatkan oleh orang lain yang tidak kompeten,tidak
etik,dan ilegal.
 Menggunakan kemampuan individu sebagai kriteria
untuk menerima tanggung jawab dan pelimpahan tugas
dalam tindakan keperawatan kepada tenaga kesehatan
lainnya.
 Partisipasi dalam kegiatan riset jika hak reponden
dilindungi.
 Partisipasi dalam kegiatan profesi keperawatan untuk
meningkatkan standar praktik pelayanan keperawatan
dan pendidikan.
 Meningkatkan dan mempertahankan kualitas
keperawatan tenaga perawat lainnya dengan partisipasi
dalam kegiatan profesi.
 Mempromosikan kesehatan dengan bekerja sama
terhadap masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
 Menolak untuk memberikan persetujuan untuk promosi
atau menjual produk komersial, pelayanan atau hiburan
lainnya.
b. Lingkup Kegiatan Independen
Tanggung jawab perawat yang independen dalam kegiatan
dokumentasi, meliputi :
 Menjaga akurasi, terhadap catatan pelayanan
keperawatan, bersama dengan data dan hasil memonitor,
observasi, dan evaluasi status kesehatan klien, supaya

8
dokumentasi tetap konsisten dengan program dokter dan
tindakan keperawatan.
 Mencatat semua tindakan keperawatan yang digunakan
untuk mengurangi atau mencegah resiko pasien dan
mempertahankan keselamatan.
 Mencatat semua tindakan keperawatan pasien. Perawat
merespon terhadap situasi klinis dan menentukan
rencana tindakan selanjutnya. Respon – respon tersebut
termasuk penilaian mengenai pemberian pengobatan,
tindakan keperawatan untuk memberi istirahat yang
nyaman, rencana untuk pendidikan klien, penentuan
tingkat perawatan diri, dan penilaian tentang hasil
konsultasi dengan tim kesehatan lainnya.
 Mencatat semua komponen proses keperawatan sesuai
dengan waktu pelaksanaannya. Komponen – komponen
ini termasuk pengkajian ulang, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan modifikasi tujuan, dan catatan
pengajaran klien.
c. Lingkup Tindakan Interdependen
Kegiatan interdependen merupakan aktivitas
keperawatan, yang dilakukan secara tim dengan profesi
kesehatan lainnya. Pengetahuan, keterampilan dan fokus
praktik keperawatan merupakan aktivitas yang
interdependen. Dokumentasi dari segmen keseluruhan
rencana medis yang diawali oleh departemen – departemen
lain (seperti farmasi atau bank darah) tetapi dilakukan oleh
perawat.
Selama kegiatan interdependen, perawat membuat
rencana keperawatan dengan anggota tim kesehatan lain
(dokter, farmasi,ahli gizi,fisioterapis). Catatan keperawatan
perlu merefleksikan gambaran dimana suatu proses
dilaksanakan. Pada tahap ini penting untuk melakukan

9
pendokumentasian alasan – alasan “penghapus”suatu
kegiatan.
Kegiatan keperawatan independen memerlukan suatu
bukti yang terdokumenter dimana tatanan atau petunjuk
medis dihubungkan denga aktivitas – aktivitas keperawatan
yang memerlukan adanya “program medis” khusus untuk
pengobatan yang diberikan, penanganan, prosedur,
tes/pemeriksaan lain,masuk rumah sakit, rujukan, ataupun
pemulangan klien.
Kegiatan – kegiatan dokumentasi interdependen :
Contoh – contoh program medis atau rekomendasi tim
kesehatan lainnya, perawat harus mendokumentasian
didalamnya meliputi : tanda – tanda vital, penghisapan sekret,
perawatan tracheostomy, pengaturan posisi, informasi dari
rekaman cardia, pacemaker, dukungan, pemberian enema,
pengobatan iritasi atau aktivitas interdependen lainnya.
Pembuatan rencana keperawatan menggabungkan sutau
gambaran aktivitas atau prosedur yang melengkapi/tidak
respon klien. Dokumentasi pasien masuk dan rencana
pemulangan dilakukan sesuai dengan program dokter.
d. Standar Tanggung Jawab Profesi Keperawatan
Penentuan suatu standar dan petunjuk pelaksanaan dan
standar dokumentasi keperawatan merupakan fungsi suatu
organisasi keperawatan. Suatu profesi, jika telah menentukan
suatu standar, menandakan adanya suatu komitmen terhadap
penerapan tindakan yang konsisten dalam “ problem solving
“ proses.
Perawat mempunyai suatu keahlian tertentu untuk
mengidentifikasi, mengartikan, memberikan rekomendasi,
dan memvalidasi suatu standar yang bermanfaat. Hal ini
sangat sesuai bahwa profesi keperawatan, dalam melakukan
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, mempunyai

10
peran yang penting dalam menentukan suatu standar
keperawatan.
Tanggung jawab profesi keperawatan dalam
pendokumentasian keperawatan, meliputi :
1. Menggunakan standar untuk mencatat dan penyimpanan
2. Memberi masukan sebagai suatu “code”
3. Menggunakan kebijaksanaan tenaga keperawatan untuk
pencatatan.
4. Melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
praktik keperawatan dan multi disiplin profesi
keperawatan.
5. Memprioritaskan masalah dan kebutuhan klien.
6. Memenuhi permintaan kelompok; tim akreditasidan
pemakai/masyarakat.
e. Standar Disusun Oleh Pelayanan Kesehatan
Standar dokumetasi pada bagian depan adalah
penyimpulan pencatatan berdasarkan institusi pelayanan
kesehatan. Standar tersebut meliputi kebijaksanaan, prosedur
dan pelaksanaan standar serta kriteria kualifikasi pernyataan
tulisan. Apabila kebijaksanaan sudah tertulis kepada staf,
maka semua pendokumentasian harus mengacu pada standar
tersebut. Isi kebijaksanaan dan prosedur meliputi
pedomanumum dan khusus yang diharapkan dalam
dokumentasi. Harapan tersebut mencakup :
1. Isi setiap data masuk, meliputi tanggal, waktu, aspek
legal, judul dan identifikasi individu/perawat.
2. Penggunaan singkatan dan simbol yang disepakati.
3. Prosedur koreksi jika ada keselahan.
4. Orang yang berwenang untuk memasukan data pada
pencatatan klien.
5. Prosedur untuk koreksi dokumentasi.
6. Prosedur untuk pencatatan perintah verbal
7. Tanggal pencatatan
8. Akses terhadap pencatatan klien
9. Penggunaan formulir standar
10. Prosedur untuk pencatatan tindakan pengobatan.
Contoh Perbedaan Standar Kebijakan dan Prosedur :

11
Standar Kebijakan :
Perawat akan menuliskan tindakan pengobatan dan akan
menandatangani pada bagian tempat yang tersedia.
Standar Prosedur :
Jika ada kesalahan harus ditandai dengan dicoret pada kata
yang salah, kemudian dituliskan kata yang benar. (Berman
Snyder, Kozier, B. Erb, 2010)

2.1.4 Format Dokumentasi Keperawatan

1. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara


menggunakan dokumentasi keperawatan dalam penerapan
proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi yang sering
digunakan:

a. SOR (Source Oriented Record)

Adalah tehnik dokumentasi yang dibuat oleh setiap


anggota tim kesehatan. Dalam melaksanakan tindakan
mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini
cocok untuk pasien rawat inap.

b. Kardex

Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian


kartu dan membuat data penting tentang klien dengan
menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang
digunakan pada pasien rawat jalan.

c. POR (Problem Oriented Record)


POR merupakan teknik efektif untuk
mendokumentasikan system pelayanan keperawatan yang

12
berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan
untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah,
mengarahkan ide pemikiran anggota tim mengenai problem
klien secara jelas. Sistem POR ini mempunyai 4 komponen
yaitu data dasar, daftar masalah, rencana awal dan catatan
perkembangan
2. Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk
format yang lazim digunakan:
a. Format naratif
Merupakan format yang dipakai untuk mencatat
perkembangan pasien dari hari kehari dalam bentuk narasi.
b. Format Soapier
Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang
berorientasi pada masalah (problem oriented medical record)
yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh semua
anggota tim perawat. Format soapier terdiri dari:
S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang
dirasakan sendiri oleh pasien
O = Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
diagnose keperawatan meliputi data fisiologis dan
informasi dari pemeriksaan . Data info dapat diperoleh
melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostic laboratorium.
A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan
masalah pasien.
P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan
datang dari intervensi tindakan untuk mencapai status
kesehatan optimal.
I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat
E = Evaluasi

13
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi
yang diberikan
R = Revisi
Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan
adanya respon pasien terhadap tindakan keperawatan
merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau
modifikasi rencana asuhan kepeawatan.
c. Format fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan
keperawatan dan terlihat pada rencana keperawatan. Kolom
focus dapat berisi masalah pasien (data), tindakan (action)
dan respon (R)
d. Format DAE
Merupakan system dokumentasi dengan konstruksi data
tindakan dan evaluasi dimana setiap diagnose keperawatan
diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana
keperawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan
perawat dengan suau diagnose keperawatan.
e. Catatan perkembangan ringkas
Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
 Adanya perubahan kondisi pasien
 Berkembangnya masalah baru
 Pemecahan masalah lama
 Respon pasien terhadap tindakan
 Kesediaan pasien terhadap tindakan
 Kesediaan pasien untuk belajar
 Perubahan rencana keperawatan
 Adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan
Petunjukmembuatcatatanperkembangan :
 Memulai catatan dengan melihat diagnose keperawatan
 Masukkan seluruh pengkajian (objektif dan subjektif)
 Dokumentasikan masalah baru dan masalah sudah teratasi.
 Identifikasi tindakan yang diberikan berdasarkan
perencanaan.
 Catat hasil dari implementasi berdasarkan tujuan dan hasil
yang diharapkan.

14
 Catatan perkembangan yang dibuat dapat menggunakan
bentuk lembar alur (flow sheet) dan daftar check list
dalam pelaksanaannya ada beberapa keuntungan dan
kerugian. Agar lembar alur dan daftar chek list sesuai
dengan standar maka harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
✓ Perhatikan dan ikuti petunjuk
✓ Lengkapi format dengan menggunakan kunci
✓ Gunakan tanda cek (√) atau (x) atau tanda (o) pada
waktu mengidentifikasi bahwa parameter tidak
diobservasi/diintervensi
✓ Jangan tinggalkan lembar format dalam keadaan
kosong. Tulis (o) untuk mengidentifikasi bahwa
parameter tidak diperlukan
✓ Tambahkan uraian secara detail jika diperlukan
✓ Pertahankan agar letak lembar alur tetap pada
tempatnya
✓ Beri tanda tangan dan nama jelas
✓ Dokumentasikan waktu dan tanggal

Lembar alur dapat digunakan untuk mendokumentasikan:

 Aktifitas sehari-hari
 Tanda-tanda vital
 Keseimbangan cairan
 Pengkajian kulit
 Gangguan system tubuh
 Pemantauan prosedur keperawatan
 Pemberian obat-obatan
Namun, dalam pembuatannya tidak terdapat standar yang
baku.

2.2 Pelaporan
2.2.1 Tujuan Pelaporan
Tujuan pelaporan adalah menyampaikan informasi spesifik pada
seseorang ataupun kelompok orang. Laporan, apakah lisan atau
tulisan, harus singkat, yang mencakup informasi yang berhubungan,

15
tetapi bukan detail yang tidak berhubungan. Selain laporan
pergantian sip dan laporan telepon, pelaporan juga dapat mencakup
pencapaian informasi atau ide dengan rekan sejawat dan profesional
kesehaan lain tentang beberapa aspek perawatan klien. Contohnya
meliputi konferensi rencana perawat dan ronde keperawatan`
2.2.2 Macam-Macam Laporan
a. Laporan Pergantian Sif
Laporan pergaantian sip adalah laporan yang diberikan
kepada semua perawat pada sip berikutnya. Tujuannya adalah
memberikan kontinuitas asuhan kepada klien dengan
memberikan pemberi asuhan yang baru ringkasan cepat tentang
kebutuhan klien dan detail keperawatan yang akan diberikan.
Laporan pergantian sip dapat berupa tulisan atau diberikan
melalui lisan, baik melalui pertukaran langsung atau pencatatan
audio tape. Laporan langsung memungkinkan pendengar untuk
mengajukan pertanyaan selama pelaporan, laporan tertulis dan
laporan tape rekorder sering kali lebih singkat dan tidak
memakan waktu. Laporan kadang kala diberikan disamping
tempat tidur dan klien juga perawat dapat berpartisipasi dalam
pertukaran informasi.
b. Laporan Lewat Telepon
Profesional kesehatan sering kali melaporkan tentang klien
melalui telepon. Perawat menginformasikan dokter tentang
perubahan kondisi klien; ahli rediologi melaporkan hasil
pemeriksaan sinar-x; perawat mungkin melaporkan kepada
perawat di unit lain tentang klien yang dipindahkan.
Perawat yang menerima laporan telepon harus
mendokumentasikan tanggal dan waktu, nama orang yang
diberikan informasi, dan subjek informasi yang diterima, serta
menandatangani notasi.
Jika ada keraguan tentang informasi yang diberikan melali
telepon, orang yang menerima informasi harus mengulangi
informasi kembali kepada pengirim untuk memastikan akurasi.
Ketika memberikan laporan telepon kepada dokter, penting

16
sekali perawat menyampaikan laporan dengan singkat dan
akurat. Mulai dengan nama dan hubungan dengan klien.
Laporan telepon biasanya mencakup nama klien dan
diagnosis medis, perubahan dalam pengkajian keperawatan,
tanda-tanda vital yang berhubungan dengan tanda-tanda vital
dasar, data laboratorium yang signifikan, dan intervensi
keperawatan yang berhubungan. Perawat harus menyiapkan
catatan klien untuk memberikan informasi lebih lanjut kepada
dokter.
Setelah pelaporan, perawat harus mendokumentasikan
tanggal, waktu, dan isi berita.
c. Instruksi Lewat Telepon
Dokter sering kali memprogramkan suatu terapi (mis., obat)
untuk klien melalui telepon. Kebanyakan instansi memiliki
kebijakan khusus tentang instruksi lewat telepon. Banyak
instansi hanya mengijinkan perawat terdaftar untuk menerima
instruksi lewat telepon. Ketika dokter memberikan instruksi :
1. Tulis dan ulangi kembai instruksi tersebut kepada dokter
untuk memastikan akurasi
2. Tanyakan kepada dokter setiap instruksi yang ambigu, tidak
lazim(mis., obat dosis sangat tinggi), atau kontraindikasi
dengan kondisi klien.
3. Tuliskan instruksi pada lembar instruksi dokter, yang
menunjukan instruksi sebagai instruksi verbal(VO) atau
instruksi telepon(TO).
4. Setelah instruksi dituliskan pada lembar instruksi dokter,
instruksi harus ditanda tangani oleh dokter dalam periode
waktu yang diatur oleh kebijakan instansi. Banyak rumah
sakit perawatan akut mengharuskan ini dilakukan dalam 24
jam.
d. Konferensi Rencana Asuhan
Konferensi rencana asuhan adalah pertemuan sekelompok
perawat untuk mendiskusikan kemungkinan solusi terhadap
masalah tertentu seorang klien, misalnya, ketidakmampuan

17
untuk mengatasi perstiwa atau kemajuan kurang untuk
pencapaian tujuan. Konferensi rencana asuhan memberikan
setiap perawat kesempatan untuk memberikan opini tentang
kemungkinan solusi masalah. Profesional kesehatan lain
mungkin diundang untuk menghadiri konferensi guna
memberikan keahlian mereka. Misalnya, petugas dinas sosial
mungkin mendiskusikan masalah keluarga dari anak yang luka
bakar parah, atau ahli diet mungkin mendiskusikan masalah diet
klien penyandang diabetes.
Konferensi rencana asuhan paling efektif ketika terbangun
suasana yang saling menghargai yakni, penerimaan tanpa
menghakimi terhadap orang lain walaupun nilai, opini, dan
keyakinan mereka mungkin tampak berbeda. Perawat harus
menerima dan menghormati setiap kontribusi individu,
mendengarkan dengan pikiran terbuka tentang apa yang orang
lain katakan walaupun tidak sepakat. (Ermawati Dalami , 2011).

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap organisasi memiliki metode tersendiri atau format standar untuk


dokumentasi keperawatan dalam catatan klinis. Beberapa rumah sakit telah
merancang catatan keperawatan,dan yang lainnya mempunyai satu area yang
biasanya berbentuk catatan kemajuan interdisiplin yang berisi catatan dari seluruh
anggota tim,termasuk perawat. Pencatatan telah dipandang sebagai riwayat
sekunder untuk perawatan pasien. Semua catatan keperawatan disebut dengan
dokumentasi keperawatan, tanpa memperhatikan tipe atau lokasi dalam catatan.
Apapun jenis sistem pendokumentasian yang digunakan,pendokumentasian harus
mengomunikasikan status pasien,pemberian perawatan spesifik dan respons
pasien terhadap perawatan. Model pendokumentasian bervariasi, tergantung
ketentuan institusi yang telah disepakati. Pada dasarnya hal itu mempunyai
maksud dan tujuan yang sama yaitu mengacu pada orgensi dokumentasi sebagai
sesuatu yang berharga ditinjau dari aspek, legal, aspek komunikasi, aspek
keuangan, aspek pendidikan, aspek penelitian, aspek akreditasi dan sebagai
jaminan mutu.Pada konsepnya semua model pendokumentasian itu sama,yaitu
bertujuan untuk mempermudah kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.

3.2 Saran

19
Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mengenai makalah ini,
agar kami dapat menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah-makalah kami
selanjutnya.

20

Anda mungkin juga menyukai