Anda di halaman 1dari 15

Tugas individu : ESSAY ANALISIS

Mata Ajar : Issue Kontemporer Keperawatan


Kelas : Manajemen I

NURSING IMAGE

Oleh

HERNIYANTI
P4200216014

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkah rahmat dan


kesehatan sehingga penulis masih diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Issue Kontemporer Keperawatan
dalam bentuk Essay Analisis dengan tema Nursing Image.
Dalam penulisan tugas Essay Analisis ini, penulis menyadari masih
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan banyak
kritik saran dari fasilitator agar dapat penulis jadikan sebagai bahan acuan
yang dapat memperbaiki isi makalah ini.
Atas kesediaan waktu dan perhatian dari fasilitator, penulis
ucapkan banyak terima kasih.

Makassar, 17 Desember 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
A. PENGANTAR ISSUE KEPERAWATAN 1
B. SIGNIFIKANSI/DAMPAK ISSUE 5
C. SKENARIO/FENOMENA ISSUE 6
D. LITERATURE REVIEW 8
E. ALTERNATIVF SOLUSI APLIKATIF 10
F. KESIMPULAN 11
DAFTAR PUSTAKA 12

ii
A. PENGANTAR ISSUE KEPERAWATAN
Nursing Image dalam bahasa Indonesia adalah image
keperawatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), image
memiliki sinonim kata yaitu Citra. Defenisi citra dalam KBBI adalah
rupa; gambar; atau gambaran. Citra merupakan gambaran, kesan
mental atau bayangan visual seseorang yang dimiliki oleh orang
banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk (Ali,
Alwi, Kridalaksana, Adiwimarta, & Resminingsih, 1999).
Dari defenisi citra tersebut maka dapat ditarik asumsi bahwa
image perawat yang digambarkan oleh pasien tentang perawat
berasal dari sikap perilaku perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dan keluarganya. Tentang bagaimana
perawat bersikap, bertutur kata, mengambil keputusan tentang
tindakan yang paling tepat bagi kondisi pasien saat itu, bagaimana
perawat dipandang cerdas dalam menjelaskan penyakit dan kondisi
pasien, bagaimana perawat dipandang mengayomi pasien saat pasien
dihadapkan pada dua pilihan tindakan yang dapat mempengaruhi
kondisi pasien, dan masih banyak lagi pandangan pasien dan
keluarga bahkan masyarakat tentang perawat saat ini yang mana
image yang dibangun oleh perawat bisa saja memunculkan image
positif ataupun image negatif tergantung cara pandang masyarakat
tentang perawat dan keperawatan yang didasari oleh bagaimana
sikap perilaku perawat selama mereka menjalankan tugas mereka
sebagai pemberi pelayanan keperawatan.
Bila kita kembali pada sejarah keperawatan dimasalalu, dimana
image perawat terbentuk dalam konotasi negatif. Saat itu perawat
bukan merupakan suatu profesi dengan disiplin ilmu keperawatan,
seseorang menjadi orang yang dapat merawat seseorang saat
mereka sakit, lahir dari naluri yang besar terhadap merawat orang lain,
bahkan image yang lebih negatif lagi disematkan kepada perawat
dimana perawat hanya dianggap sebagai orang yang merawat tanpa
peduli pada orang yang sakit, dianggap sebagai pencuri karena saat

1
merawat mereka juga mengambil barang milik orang yang sakit,
bahkan melakukan penyiksaan pada orang yang sakit (Donahue, 1996
dalam Kozier, Erb, Berman, & Synder, 2010).
Image yang terbangun pada masa lalu juga hanya
menempatkan perawat sebagai pembantu dokter dikarenakan saat itu
perempuan belum memiliki hak suara untuk memilih dimana sistem
keluarga saat itu menganut sistem patriarkat dimana dalam hal
pengambilan keputusan hanya dimiliki oleh laki-laki (Kozier et al.,
2010). Bahkan image perawat sebagai pembantu dokter masih
melekat hingga saat ini.
Barulah setelah kemunculan Florence Nightingale dan tokoh-
tokoh dalam keperawatan lainnya, terjadi pergesaran image
keperawatan dari image negatif yang terbentuk selama beberapa
dekade menjadi image yang lebih positif. Dimana Florence Nightingale
membangun image positif perawat melalui pendidikan keperawatan
yang hingga saat ini dapat meningkatkan citra keperawatan dimana
perawat saat ini sudah ditunjang dengan pendidikan keperawatan
yang memadai yang menunjang perawat diakui sebagai perawat yang
kompeten terhadap ilmu yang dimilikinya yang dapat diaplikasikan
dalam praktik keperawatan.
Dalam pendidikan keperawatan, salah satu mata ajar yang
diajarkan kepada calon perawat masa depan adalah etika
keperawatan. Mengapa akhirnya dalam tulisan ini dibahas baik etika
secara umum maupun etika keperawatan dikarenakan didalam etika
dikenal adanya nilai dan moral. Filososfi etika adalah kajian dan
penilaian tentang perangai/tingkah laku seseorang dirujuk dari
kesusilaanya. Ukuran kesusilaan dalam etika hanya melihat benar dan
salah. Sedangkan moral berupa ajaran; nasihat; ataupun pandangan
tentang kesusilaan. Moral dikatakan sebagai nilai yang dimiliki
seseorang yang menggambarkan tingkah lakunya sebagai manusia.
Moral merupakan cara pandang seseorang tentang apa yang

2
dipandang baik dan buruk oleh individu dan juga dipahami sama oleh
masyarakat (Indar, 2014).
Inti dari etika keperawatan terletak pada interaksi individu
dengan karakter dan sikap/perilaku perawat terhadap pasien, keluarga
dan masyarakat (Potter & Perry, 2009). Dari uraian tentang etika,
moral, dan etika keperawatan, didalam pembahasannya, selalu
dibahas kata tentang nilai, sikap/perilaku. Sedangkan dalam
penjelasan sebelumnya mengatakan bahwa image dibentuk
berdasarkan apa yang dilihat orang secara visual dari eksistensi nilai,
sikap/perilaku.
Snellman & Gedda (2012) menyatakan ada enam nilai dasar
keperawatan yaitu:
1. Trust
Dipahami sebagai kepercayaan, namun yang dimaksud bukanlah
hanya sebatas kepercayaan dalam keagamaan, melainkan rasa
percaya yang dibangun dalam hubungan perawat-pasien yang
menjadi tolak ukur dalam keberhasilan asuhan keperawatan
pasien.
2. Nearness
Arti kata dalam bahasa Indonesia adalah kedekatan. Yang
dimaksud dalam hal ini berhubungan dengan sikap terbuka
perawat terhadap pasien, sikap perawat sebagai pendengar yang
baik sehingga pasien merasa nyaman dan aman untuk
menceritakan dan menjelaskan dengan sebenarnya tentang
kondisi dan keluhannya tentang kesehatannya saat itu.
3. Symphaty
Seperti dalam artian bahasa Indonesia simpati merupakan rasa
kasih; rasa setuju; rasa suka dan sinonimnya adalah timbang rasa
yang artinya menaruh perasaan yang sama pada sesuatu
(perasaan kasih sayang, suka menolong, simpati, dan
sebagainya). Simpati merupakan pertimbangan etis. Dalam
keperawatan lebih spesifik lagi yaitu empati, dimana perawat

3
menggunakan rasa dan mental untuk ikut merasakan dan
mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan dan pikiran yang
sama dengan orang lain atau suatu kelompok namun tidak larut
dalam kondisi tersebut sehingga perawat tetap dapat mengambil
keputusan untuk suatu tindakan yang tepat bagi pasien, keluarga,
atau masyarakat.
4. Support
Support merupakan bentuk dukungan kepada pasien dan keluarga
atau orang-orang yang membutuhkan bantuan dalam
kesehatannya terkhusus dalam masalah keperawatan. Dukungan
yang diberikan bertujuan membantu, melayani, dan memberikan
perlindungan kepada klien dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.
5. Knowledge
Pengetahuan yang dimaksud adalah bagaimana perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan selalu berpegang pada
pengetahuan tentang teori yang dimilikinya dengan
pengetahuannya tentang yang terjadi dalam keseharian praktek
keperawatan. Dalam hal ini perawat lebih ditekankan pada
penggunaan Evidance based practice dalam pemberian asuhan
keperawatan bukan sekedar pengalaman dalam perawatan kondisi
kesehatan yang dihadapi pasien.
6. Responsibility
Responsibility diartikan sebagai tanggung jawab. Tanggung jawab
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan didasarkan pada
sikap hati-hati perawat dalam memberikan tindakan keperawatan
dimana sikap ini dimaksud untuk menjaga keamanan pasien
terhadap tindakan yang menyimpang dan juga untuk menjaga
perawat dari tuntutan hukum.
Sartorio, Lourdes, & Pavone (2010) mencoba mengidentifikasi
etika perawat dari pengajar keperawatan dan kaitannya dengan image
perawat yaitu: perawat yang baik adalah perawat yang memenuhi

4
tugas mereka dengan benar; perawat aktif sebagai pelindung bagi
pasien; perawat memiliki sikap terbuka dalam menyambut pasien;
mereka memiliki talenta dalam hal ini naluri merawat, kompeten, dan
melaksanakan tugas keperawatan sesuai dengan pembagian tugas
mereka, dan mereka menggunakan otoritas dan kekuatan dalam
memberikan perawatan kepada pasien.
Dari pemaparan diatas dapatlah dijadikan pertimbangan bagi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat dapat
memilih apakah akan menampilkan image sesuai dengan nilai-nilai
keperawatan sehingga image yang disematkan pada individu perawat
merupakan image positif yang dapat menjadi kebanggaan bagi
perawat ataukah perawat hanya akan menerima image yang kurang
baik bagi dirinya.
B. SIGNIFIKANSI/DAMPAK ISSUE
Setiap hal mestinya memiliki dampak pada yang lainnya. Image
baik ataupun image buruk yang perawat presentasikan dalam
kesehariannya sebagai perawat memiliki implikasi bagi dunia
keperawatan. Rutherford (2014) dalam tulisanya menyatakan bahwa
kepercayaan yang dibangun oleh pasien terhadap perawat turut
memberikan dampak pada sistem kualitas perawatan kesehatan.
Kualitas perawatan yang baik akan dapat membantu pasien dan
keluarga sebagai penerima jasa perawatan kesehatan dalam hal biaya
yang harus mereka bayarkan. Semakin sedikit biaya yang harus di
bayarkan akan turut meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk
menggunakan institusi pelayanan kesehatan yang sama sehingga
dalam segi ekonomi akan meningkatkan pendapatan institusi tersebut.
Bila dikaitkan dengan salary yang akan diterima perawat akan
berdampak positif sehingga kesejahteraan perawat juga ikut
meningkat.
Pemahaman sederhana yang coba dirangkai dari penjelasan
tersebut adalah bahwa image positif yang dibangun perawat akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan

5
kesehatan yang ditawarkan suatu rumah sakit atau lembaga yang
bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan, dan semakin banyak
orang yang mempercayakan kesehatan mereka pada lembaga
tersebut akan meningkatkan income. Income yang meningkat akan
turut berpengaruh pada kesejahteraan perawat.
Inilah yang akhirnya mendasari mengapa penulis mengangkat
image positif dan negatif perawat sebagai salah satu hal yang perlu
menjadi perhatian dunia kesehatan saat ini khususnya keperawatan.
Dengan harapan bahwa perawat akan tetap dapat dan terus
mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas mereka dalam
memberikan pelayanan sehingga image yang melekat pada mereka
adalah image yang positif dimana hal ini akan sangat berpengaruh
pada kesejahteraan perawat yang diukur dari pendapatan yang
diterima dari profesi ini.
C. SKENARIO/FENOMENA ISSUE
Fenomena tentang penyematan image buruk pada perawat
menjadi hal yang nyata yang dialami penulis sebagai perawat.
Beberapa kejadian akan penulis paparkan yang merupakan kejadian
yang terjadi di rumah sakit tempat penulis menerapkan asuhan
keperawatan professional.
Pernah suatu hari di ruangan F dimana seluruh tim perawat
pada ruangan tersebut diberikan teguran oleh direktur rumah sakit
karena seorang perawat pada shift sore yang berada di nurse station
diminta oleh keluarga pasien untuk mengganti cairan infus yang sudah
habis, pada ruangan ini sudah diberlakukan MPKP sehingga perawat
yang bertugas di bagi menjadi dua tim (A dan B). Karena perawat
yang bertanggung jawab pada pasien yang meminta untuk digantikan
cairan infus tersebut sedang tidak di ruangan, sehingga perawat yang
ditemui hanya meminta keluarga untuk menunggu perawatnya
kembali dan akan mengganti cairan infus yang baru. Keluarga
akhirnya kembali ke ruangan. Namun karena perawat yang
bertanggung jawab tersebut belum juga datang dan perawat yang ada

6
di ruangan juga tidak memiliki inisiatif untuk mengganti, sehingga
banyak darah yang keluar dan masuk ke selang infuse. Hal ini
menimbulkan kepanikan pada keluarga pasien sehingga karena
merasa kesal dengan sikap perawat tadi, keluarga pasien melaporkan
hal ini kepada tim pengendali mutu pelayanan rumah sakit melalui
kontak person keluhan yang dipasang di tiap ruangan rumah sakit.
Kasus lain yang juga dialami langsung oleh penulis ketika
mertua laki-laki penulis harus di rawat di ruang icu sebuah rumah sakit
di Makassar dengan keluhan Hemoragic Stroke. Saat itu pukul 3 dini
hari. Kodisi pasien menurun dengan saturasi oksigen mencapai 60%
sementara pasien hanya menggunakan nasal kanule. Penulis lalu
mengetuk pintu kamar yang ditempati perawat yang shift malam untuk
beristirahat. Beberapa kali tidak ada jawaban dan saat penulis
mengetuk dengan sedikit lebih keras barulah terdengar suara perawat
yang menanyakan kenapa penulis mengetuk pintu. Dan jawaban yang
perawat berikan tidak sesuai harapan penulis. Perawat hanya berkata
”Memang sudah begitu kondisinya bu!”, tanpa perawat yang bersuara
tersebut bangun dari posisi istirahatnya untuk berbicara langsung
pada penulis. Karena merasa diabaikan penulis akhirnya mengatakan
bahwa penulis juga bekerja di icu rumah sakit X dan pada kondisi
pasien seperti itu kami perawat tidak diam saja, kami akan
berkonsultasi kepada dokter penanggung jawab dan mungkin akan
mengganti nasala kanule dengan simple masker atau NRM atau jenis
alat bantuan napas yang dapat meningkatkan saturasi oksigen hingga
batas aman bagi pernafasan. Setelah menyadari bahwa penulis juga
seorang perawat barulah para perawat yang sedang istirahat tidur
tersebut bangun dan berlarian memberikan tindakan pada keluarga
penulis tersebut. Dalam hal ini penulis berpikir apakah prinsip justice
dalam etika keperawatan hanya akan berlaku bilamana pasien yang
dirawat adalah kelaurga perawat atau keluarga orang yang punya
pengaruh. Maka benarlah asumsi masyarakat bila ingin cepat
diperhatikan saat pergi atau membawa keluarga yang membutuhkan

7
pelayanan kesehatan haruslah ada keluarga yang juga bekerja pada
rumah sakit tersebut bila tidak maka selamat menikmati pelayanan
yang lambat.
Penulis sadari ini adalah salah satu bagian kecil yang kurang
dalam hal pelayanan keperawatan yang diberikan perawat kepada
masyarakat. Penulis yakin masih banyak hal positif yang dilakukan
perawat dalam pelayanan kepada masyarakat. Namun hal kecil bila
tidak diperhatikan bukan tidak mungkin akan menjadi besar yang akan
mempengaruhi nilai profesi keperawatan itu sendiri.
D. LITERATURE REVIEW
Dalam tulisan ini yang lebih diexpose adalah image yang
dibangun oleh pasien terhadap perawat. Namun dalam penelitian
yang dilakukan oleh Tsai, Wang, & Chou (2015), penelitian ini
menekankan pada persepsi individu perawat terhadap image perawat
yang dibangun melalui sikap caring. Persepsi tersebut meliputi: cara
perawat memberikan inspirasi kepada pasien tentang harapan mereka
untuk pulih dan sehat dari penyakitnya; menyediakan kenyamanan
fisik bagi pasien; memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan; memiliki kesabaran; serta
memperhatikan budaya yang dimiliki pasien. Penelitian ini
menunjukkan harapan perawat itu sendiri terhadap image yang akan
terbangun dari pemahaman mereka tentang proses keperawatan
dimana care and caring merupakan esensi dari keperawatan.
Harapan yang digambarkan pasien onkologi tentang ‘Perawat
yang baik’ adalah perawat yang memiliki sikap mendukung dan
komunikatif. Komunikatif yang dimaksud adalah perawat aktif
memberikan informasi yang dibutuhkan pasien tentang kondisinya,
pengobatan yang diberikan, cara konsumsi obat, pilihan tindakan bagi
kesembuhannya, dan lain-lain. Perawat yang baik adalah perawat
yang mampu menjadi fasilitator dalam hubungan pasien dengan
dokternya, sebagai perawat educator, berempati terhadap kabar buruk
yang diterima pasien tentang kondisinya. Asumsi ketiga tentang

8
perawat yang baik adalah perawat yang kompeten dan memiliki sikap
professional (Elst & Dierckx, 2013).
Macallister, Zimring, & Ryherd (2016) melakukan penelitian
terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat kepuasan
pasien. Dalam penelitian ini digambarkan bahwa lingkungan fisik yang
nyaman dan aman bagi pasien akan turut mempengaruhi persepsi
mereka terhadap kualitas pelayanan yang ditawarkan sebuah rumah
sakit. Selain kewajiban rumah sakit untuk menyediakan kondisi yang
aman dan nyaman itu, perawat juga mempunyai peran dalam hal
tersebut.
Kelompok pasien yang dirawat oleh perawat tidak hanya pada
pasien dewasa, pasien onkologi, pasien dengan masalah kebidanan,
namun juga masalah kesehatan yang dihadapi anak-anak. Anak-anak
juga tentunya memiliki pandangan tentang perawat yang baik menurut
mereka. Hal ini ditegaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Brady (2009). Gambaran anak-anak tentang karasteristik perawat
yang baik meliputi komunikasi yang baik yang dibangun perawat
dengan pasien anak, kompetensi profesional yang dimiliki perawat
dalam memberikan tindakan kepada pasien anak, jaminan
keselamatan yang diberikan perawat dalam tindakannya yang
berhubungan dengan pasien anak yang dihadapi, serta penampilan
profesional yang ditampilkan dengan sangat bijak oleh perawat, dalam
hal ini yang dimaksud adalah bagaimana perawat berpakaian yang
sesuai dan tidak membuat anak-anak takut akan kehadiran mereka.
Namun gambaran lain tentang image negatif perawat tertuang
dalam penelitian yang dilakukan oleh Momani & Korashy (2012).
Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengalaman pasien
terhadap kualitas pelayanan pada rumah sakit pendidikan di Arab
Saudi, menemukan hasil penelitian berupa rendahnya persepsi pasien
terhadap perawatan yang diterimanya sehingga menimbulkan
persepsi negatif pada perawat. Dalam penelitian ini ada 6 point yang
memiliki skor rendah terhadap pengalaman pasien yaitu : missed

9
caring, kurangnya informasi yang diberikan perawat kepada pasien
contohnya informasi tentang obat, karakter perawat misalnya sikap
sopan yang ditunjukkan perawat, ketersediaan perawatan yang
berkelanjutan dalam mengawasi pasien siang dan malam,
kepempetensi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan,
penyediaan lingkungan yang nyaman bagi pasien dimana lingkungan
yang bebas dari kebisingan.
E. ALTERNATIVF SOLUSI APLIKATIF
Bukan tidak mungkin image negatif yang tetap ada di
masyarakat tentang perawat dapat diubah menjadi image yang lebih
baik sehingga tingkat kepercayaan masyarakat kepada tatanan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan juga dapat
meningkat.
Harapan untuk memperbaiki image perawat tidak hanya
didasarkan oleh harapan rumah sakit sebagai lembaga yang
mempekerjakan perawat, harapan tentang memperbaiki image
tersebut juga lahir dari perawat itu sendiri. Hal ini tertuang dalam
penelitian yang dilakukan oleh Kristoffersen & Friberg (2015), dalam
penelitian ini perawat juga memiliki harapan untuk membuat hidup
pasien menjadi lebih baik dan mereka berharap dapat memperbaiki
diri sebagai individu perawat yang dapat menunjang harapan mereka
dalam meningkatkan status kesehatan pasien. Dalam mewujudkan
harapan perawat tersebut dapat dicapai melalui penerapan disiplin
ilmu keperawatan.
Image yang terbentuk dalam beberapa penelitian menitik
beratkan pada satu kata yaitu caring sebagai esensi dari profesi
keperawatan. Untuk dapat meningkatkan caring perawat dalam artikel
yang disampaikan oleh Irving, Hospital, & Service (2014), yang
menjadi fokusnya adalah dunia keperawatan saat ini diharapkan dapat
menyediakan dan menghasilkan pendidikan terbaik bagi anak didik
khususnya perawat yang akan menghasilkan perawat yang baik yang
akan memberikan pelayanan keperawatan terbaik bagi pasien.

10
Strategi lain yang dapat diambil untuk meningkatkan image
perawat yaitu melalui pemberian pelatihan tentang excellent service,
pelatihan tentang komunikasi efektif, penerapan audit keperawatan
berkelanjutan untuk menilai kinerja perawat, penerapan Evidance
based practice dalam hubungannya dengan memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan hasil penelitian yang tujuannya
adalah meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan
keperawatan, penerapan kredensial keperawatan dan lisensi perawat
dalam kaitannya dengan memberikan sikap hati-hati pada perawat
dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Selain beberapa hal
tersebut yang juga dapat meningkatkan upaya perawat dalam
memberikan pelayanan prima dalam asuhan keperawatan yaitu
pemberian reward kepada perawat atas kerja keras mereka dalam
meningkatkan image keperawatan dan kinerja perawat.
F. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dalam tulisan ini adalah bahwa image
perawat yang positif dan kapan perawat dikatakan sebagai perawat
yang baik adalah ditentukan oleh individu perawat itu sendiri. Dimana
yang paling inti dalam keperawatan adalah sikap caring, komunikasi
terapeutik, memfasilitasi pasien dalam hal upaya pemenuhan
kebutuhan personalnya secara mandiri, sikap empati, insting merawat
yang perawat miliki, serta bagaimana perawat itu sendiri memberikan
penampilan yang baik dimata masyarakat.
Upaya dalam meningkatkan image baik perawat dapat
ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada suatu
usaha untuk merubah sikap yang tidak baik dalam pemberian asuhan
keperawatan oleh perawat yang efeknya terhadap image yang baik
yang disematkan masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, L., Alwi, H., Kridalaksana, H., Adiwimarta, S., & Resminingsih, K.
(1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Retrieved from
www.kbbi.web.id/online
Brady, M. (2009). Hospitalized Children ’ s Views of the Good Nurse,
44(0).
Elst, E. Van Der, & Dierckx, B. (2013). Oncology patients ’ perceptions of “‘
the good nurse ’”: a descriptive study in Flanders , Belgium, 719–729.
http://doi.org/10.1007/s11019-013-9469-1
Indar, P. D. (2014). Dimensi Etik & Hukum Keperawatan. Makassar:
Masagena Press.
Irving, L., Hospital, T., & Service, H. (2014). Compiled by Professor Linda
Shields Professor of Nursing – Tropical Health , James Cook
University and Townsville Hospital Health Service The idea that all
registered nurses ( RNs ) should Professor Linda Shields , Tropical
Health Nursing , James Cook Uni, 21.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, J. S. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktis (7th ed.).
Jakarta: EGC.
Kristoffersen, M., & Friberg, F. (2015). The nursing discipline and self-
realization, 22(6), 723–733.
Macallister, L., Zimring, C., & Ryherd, E. (2016). Environmental Variables
That Influence Patient Satisfaction : A Review of the Literature, 10(1),
155–169. http://doi.org/10.1177/1937586716660825
Momani, M. Al, & Korashy, H. Al. (2012). Patient Experience of Nursing
Quality in a Teaching Hospital in Saudi Arabia, 41(8), 42–49.
Potter, A. P., & Perry, G. A. (2009). Fundamental of Nursing Fundamental
Keperawatan; Buku 1 Edisi 7 (7th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Rutherford, M. M. (2014). The Value of Trust to Nursing, 32(6).
Sartorio, N. D. A., Lourdes, E., & Pavone, C. (2010). Images of a “ good
nurse ” presented by teaching staff, 17(6), 687–694.
Snellman, I., & Gedda, K. M. (2012). The value ground of nursing, 19(6),
714–726.
Tsai, Y., Wang, Y., & Chou, L. (2015). Caring Behavior Exhibited by
Taiwanese Nurses, 8(2), 317–325.

12

Anda mungkin juga menyukai