Anda di halaman 1dari 238

COST BENEFIT ANALYSIS

KULIAH EKONOMI LINGKUNGAN


SESI 8

Oleh : Tim Pengajar M.K Ekonomi Lingkungan

Department Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
UKURAN MANFAAT: WTP & SURPLUS
KONSUMEN (1)
• Demand law:
demand ↑ bila harga ↓
• Kurva demand dapat mengacu
pada kurva Marginal Benefit
(MB)
• kurva MB juga
menggambarkan perubahan
tingkat kepuasan/utilitas:
kuantitas barang yg
dikonsumsi ↑ maka tambahan
kepuasan ↓
UKURAN MANFAAT:
WTP DAN SURPLUS KONSUMEN (2)

• Harga yang ingin dibayarkan (WTP) oleh


seseorang untuk membeli suatu barang
tergantung pada tingkat kepuasan orang Price/Unit ($)

tsb dlm mengkonsumsinya a


• inilah yang diambil sbg ukuran dari
benefit
p1 b
• khususnya barang-barang lingkungan,
benefit atau WTP (jika
melebihi harga pasar
masyarakat sudah menyadari nilai lingkungan)
D
• ukuran yang tepat dari total benefit adalah
total revenue  lihat gambar, yaitu daerah q1 Quantity
0p1bq1, plus surplus konsumen, yaitu
Surplus Konsumen terjadi ketika konsumen
daerah segitiga ap1b bersedia membayar lebih untuk produk tertentu
daripada harga pasar saat ini.
UKURAN MANFAAT:
WTP DAN SURPLUS KONSUMEN (3)
Price/Unit ($)

p1 b

D
Willingness-to-pay untuk Udara Bersih

q1 Quantity

dua masalah yang perlu diperhatikan dalam konsep WTP:


The marginal utility of income is the change
in utility, or satisfaction, resulting from a
1. WTP tidaklah sepenuhnya menggambarkan intensity of preference change in an individual's income.

2. Konsep WTP mengasumsikan bahwa semua orang dalam populasi memiliki utilitas
pendapatan marjinal yang sama
KONSEP NET SOSIAL BENEFIT (NSB)

• Tujuan dari BCA sosial  menentukan apakah suatu proyek


menguntungkan secara sosial  “apakah NSB dari proyek
tersebut bernilai positif”
• Terdapat perbedaan

BCA • berdasarkan sudut pandang


masyarakat & mengacu pada analisa
Ekonomi ekonomi

BCA • berdasarkan sudut pandang investor


dan mengacu pada analisa keuangan)
Finansial
KONSEP BIAYA (COST) DALAM BCA

• keputusan untuk berinvestasi pada proyek ttt mengakibatkan


sumberdaya yang digunakan tidak lagi tersedia untuk
alternatif investasi pada proyek lainnya  ada opportunity
cost untuk melakukan investasi tsb
• Jika pasar berfungsi dengan baik (PPS), maka OC dari suatu
barang  harga pasar dari barang tsb
• untuk kasus barang-barang lingkungan, harga pasarnya tidak
ada, sehingga untuk mengestimasi OC barang lingkungan
kita harus menggunakan alternatif barang lain.
biaya adalah korbanan ekonomis yang tidak bisa kita hindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat dihitung
LANGKAH-LANGKAH DALAM BCA SOSIAL

1
• Mendefinisikan tujuan & jangkauan (scope) proyek

2
• Mengidentifikasi berbagai alternatif

• Mengidentifikasi nilai biaya & manfaat dari alternatif-


3 alternatif tsb
• Menghitung discounted cash flows & kriteria performa
4 proyek untuk setiap alternatif tsb

5
• Merangking alternatif berdasarkan urutan pilihan.

• Melakukan analisis sensitifitas & analisis resiko untuk


6 alternatif yg telah dipilih

7
• Membuat REKOMENDASI FINAL
LANGKAH 1: MENDEFINISIKAN
TUJUAN DAN JANGKAUAN PROYEK

Tujuan seringkali Tujuan haruslah


ditentukan oleh jelas & tidak samar,
pengambil tidak berpotensi
keputusan dalam menimbulkan
birokrasi. interpretasi ganda
KASUS: Proyek PLTP
• PLTP Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
• Kebutuhan listrik cenderung ↑ (5-7%)
• Mayoritas listrik dihasilkan dari energi fosil
• Bahan bakar fosil penghasil GRK
• sustainable economic development / low carbon development erat
kaitannya dgn energi bersih
• Timbul usulan membangun PLTP dengan kapasitas 110 MW
dengan 2 pembangkit
• Sumber pendanaan kegiatan ini dari lembaga donor (ADB)
Asian Development Bank
LANGKAH 2: MENGIDENTIFIKASI DAN
MENYARING BERBAGAI ALTERNATIF (1)
• seluruh opsi yang memungkinkan untuk mencapai tujuan harus dicatat lengkap
status quo : keadaan tidak diubah atau tidak dilakukan proyek perbaikan sesuai apa adanya saat ini

• Salah satu dari opsi harus berupa status quo  bukan tanpa biaya, maka usaha
menghindari biaya “status quo” ini haruslah dihitung sebagai manfaat dari opsi
lainnya

• Untuk PLTP, opsi2 tsb adalah:


1) status quo
2) membangun PLT berbasis energi fosil
3) membangun PLT berbahan baku panas bumi

• OPSI YANG DIPILIH akhirnya membangun PLT berbahan baku panas bumi
LANGKAH 3A: MENGIDENTIFIKASI
BENEFITS DAN COSTS (1)

BCA EKONOMI/SOSIAL
• BENEFIT : suatu outcome yang menghasilkan
peningkatan kepuasan individu
• COST : suatu outcome yang mengakibatkan
pengurangan kepuasan individu

BCA FINANSIAL
• BENEFIT : outcome yang meningkatkan
keuntungan
• COST : outcome yang menurunkan keuntungan
LANGKAH 3A: MENGIDENTIFIKASI
BENEFITS DAN COSTS (2)
• Biaya primer proyek PLTP:

Capex / Capital Opex / Operational


Expenditure Expenditure
• Biaya pengeboran • gaji dan upah pekerja
sumur • Biaya perawatan
• Biaya pipa uap • manajemen proyek
• Biaya Power Plant • persiapan proyek, dsb
• Jalur Transmisi
• Overhead Cost
• Pekerjaan Teknik
• Substation
PRIMER

MANFAAT

SEKUNDER
LANGKAH 3A: MENGIDENTIFIKASI
BENEFITS DAN COSTS (3)
Manfaat ekonomi PRIMER dari PLTP
• Mendapatkan pasokan listrik yang lebih ramah lingkungan
• Berkurangnya pencemaran udara, air, dan suara khususnya bagi
lokasi disekitar pembangkit listrik
• Keberlanjutan dari energi listrik relative lebih dapat dipastikan
karena sistem PLTP menggunakan sumur reinjeksi
LANGKAH 3A: MENGIDENTIFIKASI
BENEFITS DAN COSTS (4)
Manfaat ekonomi SEKUNDER PLTP:
• Manfaat brine (sisa air hangat) yang dapat dimanfaatkan untuk
pertanian
• Tambahan manfaat (revenue) dari re-afforestation pada lokasi
Pinjam Pakai Kawasan Kehutanan
• Perkembangan wisata pendidikan energi bersih
• dst
LANGKAH 3B:
MENILAI BENEFITS DAN COSTS

•Asumsi dasar: harga


mencerminkan nilai atau
opportunity cost
•Namun, harga pasar dari suatu
barang/jasa tidak selalu
mencerminkan OC  penentuan
shadow pricing
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 BIAYA (1)

• Cari harga pasar untuk seluruh input dan output


• Seluruh biaya harus dalam bentuk Present Value atau
harga konstan
• cash flow dinyatakan dalam bentuk real (bukan
nominal)
• NILAI SISA harus dihitung untuk aset yang
economic life > project life
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 BIAYA (2)

1. Nilai Sisa
• Nilai sisa dapat dihitung dengan metode linear dan
metode diminishing value

xt = nilai sisa pada tahun ke t


d = penurunan proporsional tahunan dalam nilai = 1/n
n = masa ekonomis,
P = harga awal
t = waktu

• Metode linear: xt = (1-td)P

• Metode diminishing value: xt =(1-d)tP


LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 BIAYA (3)
2. Lahan, Bangunan dan Plant plant : fasilitas produksi atau pabrik

• Lahan, bangunan dan plant yang telah dimiliki oleh


otoritas operasional harus dinilai pada nilai
opportunity cost-nya
3. Konstruksi (Pembangunan) Bertahap
Jika proyek diimplementasikan secara bertahap, maka
hanya proporsi dari investasi dan biaya operasi yang
diharuskan memenuhi permintaan dalam perencanaan
saat ini lah yang harus diperuntukkan pada proyek.
4. Modal Kerja (Working Capital)
• Modal kerja harus diperlakukan sebagai arus uang
keluar (cash outflow) pada saat pengeluaran modal
dibuat, dengan jumlah keseluruhan dinyatakan
sebagai modal masuk (capital inflow) pada akhir
proyek.
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 BIAYA (4)

5. Biaya Operasional
• Biaya operasional terjadi tiap tahun dan
meliputi: tenaga kerja, utilities, pengadaan,
perbaikan dan pemeliharaan, peralatan,
asuransi dan administrasi.
6. Biaya Implisit
• Biaya implisit bisa muncul akibat penggunaan
lahan, bangunan/gedung, pabrik dan mesin
yang telah dibeli oleh pemerintah lokal atau
muncul sehubungan dengan waktu yang
dihabiskan untuk proyek.
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 BIAYA (5)
• Tabel 7.1. Biaya Investasi dan O&M, PLTP Plant 1 dan 2

Operating Expenditure (Opex) Plant 1 Plant 2


Biaya OM (cent/kWh) 2 1,5
Biaya Overhaul, setiap 3 tahun (Mill USD) 5 1
Biaya administrasi (Mill USD) 0,6 0,6
Capital Expenditure (Capex) Plant 1 Plant 2
Infrastruktur dan Pekerjaan Sipil (Mill USD) 5 5
Biaya pengeboran (Mill USD/Sumur) 7,1 4,7
Steam Above Ground System (Mill USD) 11,56 5,75
Power Plant ( Mill USD) 99,77 72,43
Biaya transmisi (Mill USD/km) 2,51 -
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 MANFAAT (1)

• Manfaat dalam kasus proyek PLTP mencakup


penerimaan yang diperoleh dari PLN dan manfaat
ekonomi yang diperoleh dari pengurangan GRK.

• Manfaat ekonomi termasuk: menurunnya tingkat co2


yang dihasilkan, peningkatan produktivitas karena
berkurangnya tingkat pencemaran udara dan air,
penghematan biaya pengolahan air, reinjeksi air,
manfaat aforestasi (penghutanan kembali) dan
penggunaan uap panas untuk pertanian.
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 MANFAAT (2)

1. Manfaat listrik yang dihasilkan


• prinsip full cost recovery besarnya iuran harus
dapat menutupi biaya investasi dan O&M selama
(Operation and Maintenance)
proyek berlangsung

with project:
• Estimasi:
= tariff pembelian listrik x listrik yg dihasilkan dlm 1 tahun
= 7 cent/kwh x 878.986.286,49
= 61,529 Mill USD
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 MANFAAT (3)

Without project:
• Penerimaan sebelumnya :
= 7 cent/kwh x 439.493.143,25 Kwh/tahun
= 30,764 Mill USD/per tahun

net incremental sales revenue


= with – without
= $30,764 juta per tahun pada tahun ke 4 (saat
PLTP yang baru dapat beroperasi dengan
kapasitas penuh)
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 MANFAAT (4)

2. Nilai manfaat pengurangan emisi


1 MWh listrik dari Batubara = 997 kg emisi
Sedangkan dari panas bumi = 27 kg emisi, maka jika dalam 1
tahun menghasilkan 878.986.286,49 KWh, maka emisi yang dikurangi sebesar
852.616.698 ton Carbon. Jika rata2 carbon pricing 5 Usd/ton maka setara dengan
4.263 juta USD

3. Nilai manfaat aforestasi


Akan ditanam pohon pinus dll 142.8 ha x net return $689/ha =
net benefit $10,000 pada tahun ke-8 dan $100,000 pada tahun
ke-17

4. Nilai manfaat air hangat untuk pertanian


net return $258.4/ha x 92.25 ha = net benefit per tahun $20,000
mulai tahun ke-6
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 MANFAAT (5)
5. Nilai manfaat menurunnya tingkat
terkena penyakit
penurunan tingkat kematian sebagai dampak positif
proyek ini adalah 0.005, 0.008 dan 0.024 persen,
masing-masing untuk kategori usia 15-24 tahun, 25-59
tahun dan diatas 60 tahun
• Dengan menggunakan estimasi proporsi penduduk
yang bekerja di masing-masing kategori usia tersebut,
maka dapat dilakukan pendugaan jumlah kematian
penduduk yang bekerja maupun yang tidak bekerja.
• Diperkirakah manfaat yang diperoleh dari
berkurangnya kematian adalah sebesar $10,000 pada
tahun ke 4, terus meningkat hingga mencapai
$110,000 pada akhir proyek.
LANGKAH 3B:
MENILAI KOMPONEN2 MANFAAT (6)

6. Meningkatnya produktivitas sebagai


dampak berkurangnya orang yang sakit
• berkurangnya pollution-related illness 
mengurangi jumlah absen sakit pekerja
• diasumsikan rata-rata jumlah hari absen sakit
per pekerja per tahun 3 hari, diperoleh potensi
hilangnya produktivitas yang dapat dihindari
per pekerja per tahun adalah sebesar
$180,000 pada tahun ke 4, meningkat terus
hingga mencapai $1.8 juta pada akhir proyek.
LANGKAH 4: MENGHITUNG
DISCOUNTED CASH FLOW
• Biaya & manfaat dalam suatu proyek ataupun
bukan diidentifikasi & dinilai dalam MONETER
• Kriteria performa (seleksi) proyek memberikan
cara bagi sejumlah alternatif yang berbeda &
memiliki aliran biaya manfaat yang dapat
dibandingkan.
• Penghitungan pengukuran menggunakan
DISCOUNTING
• Teknik DISCOUNTING  mengurangi nilai
manfaat & biaya di masa depan dengan nilai saat
ini untuk membuat perbandingan
KRITERIA PERFORMA PROYEK

NPV IRR

PAYBACK
BCR
PERIOD
KRITERIA PERFORMA PROYEK

☺ Kriteria performa proyek:


● Net present value (NPV)
● Benefit Cost Ratio (BCR)
● Internal rate of Return (IRR)
● Payback Period

☺ Keputusan untuk menerima proyek apabila:


NPV ≥ 0,
BCR ≥ 1 dan
IRR > sosial opportunity cost modal
KRITERIA PERFORMA PROYEK

B1  C1 B2  C 2 B n  C n n Bn  C n
NPV  B0  C0    ...  
(1  r ) (1  r ) 2
(1  r ) t 0 (1  r ) n
n

B0-n = Manfaat tahun ke- 0 s/d tahun ke n


C0-n = Biaya tahun ke- 0 s/d tahun ke n
r = tingkat suku bunga

t (tahun) 0 1 2
Net Benefit - $ 100 $ 50 S 150

50 150
NPV   100    $ 69.42
(1  0.1) (1  1.01)
1 2
KRITERIA PERFORMA PROYEK (2)

☺ BCR  rasio dari present value manfaat terhadap


present value biaya
n
B1 B2 Bn Bn
B0  
(1  r) (1  r) 2
 ... 
(1  r) n
 (1  r) n
BCR   t 0
n
C1 C2 Cn Cn
C0  
(1  r) (1  r) 2
 ... 
(1  r) n 
t 0 (1  r) n
KRITERIA PERFORMA PROYEK (2)

☺ IRR  merupakan discount rate dimana present value


manfaat = present value biaya

B1  C1 B2  C2 Bn  Cn
IRR  B0  C0    ...  0
(1  i) (1  i) 2
(1  i ) n

☺ Payback Period  sejumlah tahun yang dibutuhkan proyek untuk


mengembalikan biaya yang dikeluarkan (tidak direkomendasikan
sebagai ukuran proyek)
Jika 2 atau lebih proyek memiliki NPV (+)  IRR digunakan untuk
merangking alternatif
☺ IRR  suku bunga maksimum dimana proyek tetap berada pada
posisi break even
MENGHITUNG DISCOUNT FACTOR dan
KRITERIA PERFORMA PROYEK
Studi Kasus PLTP

Isu yang diperlukan sebelum menghitung DCFs:


● Pilihan discount rate (3,26%)
● Periode perencanaan (20 tahun)

Incremental Net Economic Cost


• biaya investasi total proyek US$$ 306.666 juta. Biaya
operasional fasilitas saat US$ 16.413 juta/tahun.
• Biaya total pemeliharaan US$$ 6000/3tahun
MENGHITUNG DCFS DAN KRITERIA
PERFORMA PROYEK
Incremental Net Benefit (Manfaat Tambahan Bersih)
☺ Tambahan penerimaan penjualan  $41 juta (tahun ke 4)
☺ Manfaat ekonomi  $ 6 juta (dimulai pada tahun ke 6)
☺ NPV pada discount rate 3,26 persen adalah $ 329 juta.
☺ IRR = 9,23% > opportunity cost modal (3,26%)  proyek PLTP ini
layak secara ekonomi
Tabel 7.3 Net Incremental Economic Benefit IPAL Bintuli (Juta)
LANGKAH 6
RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN
☺ RESIKO  output potensial dimana besarnya output diketahui
dan peluang kejadian diketahui/ ditentukan. Dapat dinilai
berdasarkan pengalaman sebelumnya (co: peluang terjadi
gempa, pergeseran lempeng bumi berdasarkan data geologi)

☺ KETIDAKPASTIAN  situasi dimana besarnya hasil dapat/ tidak


dapat diketahui dan peluang kejadiannya tidak diketahui

☺ Tujuan analisa resiko  menentukan ukuran yang harus


diambil guna mengurangi resiko saat tahapan desain proyek

☺ Metode untuk menghitung resiko dan ketidakpastian pada BCA


 analisa sensitivitas, analisa break-even, switching atau
cross-over value dan resiko analisis
ANALISA RESIKO

STUDI KASUS : PLTP

Resiko utama pada proyek:


● RESIKO EKONOMI
Pada proyek perbaikan lingkungan tidak terdapat biaya ekonomi yang
signifikan. Sebagian besar manfaat yang diharapkan adalah penghematan biaya
● RESIKO LINGKUNGAN
Terjadi gempa ringan, atau kebocoran gas H2S namun setidaknya berbahaya
pada bagian akhir proyek
● RESIKO KEUANGAN
Sumber utama dari resiko keuangan pada proyek adalah kemungkinan tingginya
biaya dan kemampuan suatu lembaga untuk memperoleh penerimaan proyek
ANALISA RESIKO

Melakukan Analisa Resiko


☺ Penilaian kualitatif resiko  penyebab utama dari resiko
adalah meningkatnya biaya dan kemungkinan manfaat ekonomi
yang tidak bersifat materi

☺ Contoh penilaian subyektif dari sejumlah kemungkinan


menggunakan triangular distribution  penilaian paling
optimis dari kemungkinan manfaat ekonomi adalah 5% di atas
estimasi proyek dan penilaian paling pesimis adalah 30% di
bawah estimasi proyek
LANGKAH 7: REKOMENDASI

☺ Kontribusi energy fosil untuk listrik mencapai  70 %


sehingga berdampak buruk pada kesehatan. Diperlukan
energi bersih seperti panas bumi

☺ Implementasi proyek harus mempertimbangkan kepentingan


melindungi kesehatan masyarakat & mengurangi laju kerusakan
lingkungan, dan kelayakan finansial

☺ Proyek akan menghasilkan manfaat ekonomi

☺ IRR 9,23%  Analisa sensitivitas & analisa resiko menyatakan


bahwa estimasi tidak sensitif pada perubahan besar yang terjadi
pada manfaat dan biaya  proyek dilanjutkan di bawah kendali
pengawasan institusi parameter fisik, kimia dan ekologi di hulu
dan hilir, di lokasi effluent dibuang PLTP, dan sumur2 panas bumi
TERIMAKASIH

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan


Jalan Agatis, Dramaga, Babakan,
Kec. Dramaga, Kampus IPB Dramaga,
Gedung Fakultas Ekonomi dan Manajemen W3 L2,
Bogor, Jawa Barat 16680
EKONOMI LINGKUNGAN (ESL 23A)
Pertemuan 9

Analisa Kebijakan
Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
2021
Outline
1 Pendahuluan

2 Kriteria Evaluasi Kebijakan Lingkungan

3 Kebijakan Desentralisasi
PENDAHULUAN

• mengharuskan pemerintah pusat


memimpin langkah-langkah utk
Sentralisasi menentukan apa yang harus dilakukan
dan bagaimana caranya.

• melibatkan interaksi dari beberapa pembuat


keputusan (decision makers), yang masing2
Dentralisasi dari mereka mempunyai penilaian sendiri
mengenai situasi yang dihadapi.

https://web.archive.org/web/20191030072154/http://www.chandra-asri.com/files/attachments/others/WMBooklet_Final.pdf
PENDAHULUAN
Contoh Kebijakan sentralisasi : penetapan standar kualitas lingkungan.
Contoh Kebijakan desentralisasi : pendekatan hak kepemilikan (property
rights).
Sebelum melangkah pada jenis-jenis kebijakan tersebut, kita akan membahas
kriteria untuk mengevaluasi berbagai instrumen kebijakan lingkungan.
Outline

1 Pendahuluan

2 Kriteria Evaluasi Kebijakan Lingkungan

3 Kebijakan Desentralisasi
KRITERIA UNTUK EVALUASI
KEBIJAKAN LINGKUNGAN
• Kebijakan tsb mampu mencapai reduksi polusi dengan
1 biaya efisien dan efektif

• Kebijakan tsb sejalan dengan prinsip keadilan (fairness)


2
• Kebijakan tsb dapat menawarkan insentif pada
3 masyarakat untuk mencari solusi yang lebih baik

• Kebijakan tsb dapat dilaksanakan (enforceability)


4

• Kebijakan tsb sejalan dengan ajaran dan prinsip moral


5
EFFICIENCY (1)

Sebuah kebijakan yang efisien adalah yang dapat membawa kita


pada titik dimana MAC =MD.
Untuk mencapai titik ini kita harus mengetahui costs & damages.
Pada pendekatan kebijakan sentralisasi: penentuan costs & damages
dibebankan pada pemerintah.
Pada pendekatan kebijakan desentralisasi penentuan ini juga
melibatkan masyarakat.
EFFICIENCY (2)
Karena sulit mengukur damages secara efektif, digunakan efektivitas biaya
(cost-effectiveness) sebagai kriteria kebijakan utama.
Suatu kebijakan dapat dikatakan cost-effective bila dapat menciptakan
perbaikan lingkungan yang semaksimal mungkin bagi sejumlah
sumberdaya yang telah digunakan/dihabiskan,
Dengan kata lain, kebijakan tsb mampu mencapai perbaikan lingkungan
sampai pada taraf tertentu dengan biaya seminimal mungkin.
EFFICIENCY (3)
Kebijakan yang efisien sudah pasti efektif, tapi kebijakan yang efektif belum
tentu efisien.
Kebijakan yang efisien tidak hanya harus memenuhi kriteria cost-effective,
tetapi juga harus mencapai keseimbangan antara biaya dan manfaat MB =
MC
Jika suatu program tidak cost-efective, pembuat kebijakan (policy makers)
akan membuat keputusan menggunakan fungsi aggregate abatement cost
yang lebih tinggi daripada seharusnya. Hal ini dapat membawa mereka
menetapkan target pengurangan emisi yang terlalu longgar.
EFFICIENCY : REVIEW
EFISIEN
MB = MC
MD = MAC
Cost effective
MAC1& a1ineffective policy
EFFICIENCY (4) MAC2& a2effective policy
Karena ineffective policy target penurunan
emisi (a1) menjadi lebih rendah/longgar
daripada yang seharusnya (a2)

$ MAC2 MAC1
MD

0 a2 a1
Emisi SO2
FAIRNESS (1)
Keadilan (fairnesss) atau kesetaraan (equity) berkaitan dengan isu
pendistribusian.
Kebijakan yang inequitable tidak akan mendapat dukungan dari
masyarakat.

Total Total Net Distribusi Net Benefits


Program
Costs Benefits Benefits Low income High Income
A 50 100 50 25 25
B 50 100 50 30 20
C 50 140 90 20 70
D 50 140 90 40 50
FAIRNESS (2)
A vs B  B lebih progresif dari A
C vs B  B lebih progresif tapi net benefit C lebih besar
D vs B  net benefit D > B; B lebih progresif, tapi program D memberi NB pada
low income 40, sedang program B hanya 30.
Pertimbangan pendistribusian harus mendapat porsi cukup dalam memilih
kebijakan lingkungan yang tepat.
INSENTIF UNTUK PERBAIKAN

• Suatu kebijakan lingkungan juga harus mampu memberikan


insentif pada individu/kelompok untuk menemukan
cara2/inovasi baru untuk mengurangi kerusakan lingkungan.
ENFORCEABILITY (1)
Enforcement tidak terjadi dengan sendirinya. Suatu studi di AS menemukan
fakta 1/3 dari industri yang mencemari air tidak mematuhi UU yang berlaku.
Enforcement is costly.
Lebih baik memilih kebijakan yang kurang sempurna tapi mudah dilaksanakan.
Dua langkah utama dalam enforcement: monitoring & sanctioning.
ENFORCEABILITY (2)
MONITORING

• mengukur kinerja polluter (pencemar) dalam memenuhi


persyaratan sesuai UU/aturan yang berlaku.
• Semaking rumit proses monitoring, semakin mudah
polluter mencari jalan untuk mengelak darinya.

SANCTIONING
• pemberian sangsi, biasanya melalui jalur hukum, kepada para
pencemar yang --menurut hasil monitoring-- telah melanggar
aturan.
• Pemberian sangsi bukanlah perkara mudah. Proses pengadilan
makan waktu, energi dan biaya. Pemerintah biasanya hanya
memberikan sangsi pada pelanggar “kelas kakap”.
PERTIMBANGAN MORAL
Selain kriteria2 teknis di atas, nurani manusia dalam menilai mana yang
baik dan mana yang buruk juga harus dipertimbangkan dalam memilih
kebijakan.
Kebijakan yang jelas2 menyatakan bahwa pencemaran adalah illegal, harus
lebih diprioritaskan.
Moralitas berarti mereka yang paling banyak menyebabkan masalah yang
harus membayar paling banyak.

Contoh: dalam mengatasi masalah emisi CO2 global, negara2


industri yang harus melaksanakan pengurangan emisi karena
merekalah yang paling bertanggung jawab atas kerusakan atmosfir
akibat emisi CO2 dari industri2 mereka.
Outline

1 Pendahuluan

2 Kriteria Evaluasi Kebijakan Lingkungan

3
Kebijakan Desentralisasi
KEBIJAKAN DESENTRALISASI
Kebijakan yang terdesentralisasi memungkinkan pihak2
yang terlibat dalam suatu kasus polusi lingkungan dapat
mengatasi masalah mereka sendiri.
Contoh: ada 2 pabrik berlokasi di sekitar suatu danau. Pabrik A
(makanan olahan) menggunakan air danau sebagai input
operasionalnya, sedang pabrik B memanfaatkan danau sebagai tempat
pembuangan limbah. Kebijakan desentralisasi menyerahkan pencarian
solusi pada kedua pabrik tsb, melalui misalnya negosiasi informal atau
penempuhan jalur hukum di pengadilan lokal.
KEBIJAKAN DESENTRALISASI (2)
• Keuntungan dari pendekatan desentralisasi adalah, pihak2
yang terlibat langsung lah yang mengetahui dengan baik
mengenai damages dan abatement costs, sehingga
diasumsikan mereka dapat mencari titik keseimbangan antara
damage & abatement costs tsb.
KEBIJAKAN DESENTRALISASI (3)

Liability Property
Laws Rights

Moral
Suasion
LIABILITY LAWS (1)
membuat pencemar/polluters bertanggung jawab
terhadap kerusakan yang telah mereka sebabkan.

Tujuannya bukan hanya untuk memberikan kompensasi


pada masyarakat yang terkena dampak kerusakan,
namun utamanya untuk membuat para calon pencemar
lebih berhati-hati dalam membuat keputusan.
LIABILITY LAWS (2)
MAC MD e1=tingkat emisi awal
r e*=tingkat emisi efisien
Liability laws memaksa polluter untuk
membayar kompensasi sebesar b+c+d.
$
Polluter dapat mengurangi kewajiban
a kompensasi ini dengan cara mengurangi
d tingkat emisinya hingga ke titik e*.
Liability laws dg sendirinya mendorong
b c
polluter mengurangi emisi sampai ke
e* e1 tingkat efisien.
Emisi (ton/thn)
LIABILITY LAWS (3)
Mengarahkan pada kriteria insentif: membuat orang mempertimbangkan
kerusakan lingkungan yang mereka sebabkan dan memberikan kompensasi
kepada yang pihak yang dirugikan

• polluter harus bertanggung jawab atas


Strict kerusakan, tidak peduli apa pun kondisinya.
Biasanya dikenakan pada pabrik yang
liability membuang limbah sangat beracun.

Negligence • polluter bertanggung jawab hanya jika


mereka sama sekali tidak melakukan
liability langkah-langkah pencegahan.
LIABILITY LAWS (4)
Faktor kritis dalam sistem liability adalah mencari letak bukti-
bukti dan standar apa yang harus dipenuhi untuk menyusun
bukti2 tsb.
di AS, pihak yang merasa dirugikan oleh polusi harus
mengumpulkan bukti2 dalam waktu 2-3 tahun, dan di
pengadilan harus mampu menyusun hubungan sebab akibat
langsung antara polusi & kerusakan.

Ini melibatkan 2 tahap: menunjukkan bahwa materi polutan


adalah penyebab langsung kerusakan yang diderita, dan
materi tersebut jelas-jelas berasal dari pihak tergugat.
LIABILITY LAWS (5)
Kedua tahap ini pada prakteknya sulit karena standar bukti yang
dipersyaratkan di pengadilan tidak dapat dipenuhi oleh ilmu pengetahuan
yang berkembang saat ini.

di kota Woburn, Massachusetts, epidemiolog menduga 6 dari 12


peningkatan kasus leukemia di kota tsb akibat dari kontaminasi air.
Tetapi beradasar standar bukti tradisional, seorang penggugat tidak
dapat dengan serta merta menyimpulkan bahwa suatu kanker jenis
lain diakibatkan oleh kontaminasi air tsb.
LIABILITY LAWS (6)
Kesulitan lain adalah membuktikan bahwa materi polutan berasal dari sumber
tertentu. Hal ini mungkin mudah dibuktikan untuk beberapa kasus, misalnya
tumpahan minyak di sepanjang haris pantai Alaska jelas berasal dari insiden di
perusahaan Exxon Valdez. Tetapi pada kasus2 lain hal ini sulit dibuktikan. Misalnya,
pada masyarakat di sekitar lembah Connecticut, pabrik rokok yang mana yang harus
bertanggung jawab terhadap munculnya bahan kimia dalam sumber air di tempat
tsb?

Tanpa kemampuan membuktikan bahwa jejak polutan


tertentu berasal dari sumber tertentu, mereka yang dirugikan
kemungkinan tidak bisa memperoleh kompensasi apa pun
EXXON VALDEZ
LIABILITY LAWS (7)
Dalam sistem liability juga berlaku biaya transaksi, dalam hal ini termasuk biaya2
yang berhubungan dengan pengumpulan fakta2, mengumpulkan daftar kerusakan,
menghadirkan suatu kasus, menantang pihak lawan dll. Jika perkara hanya
melibatkan misalnya 2 pabrik, biaya transaksi tidak terlalu besar.
Tetapi pada perkara yang melibatkan banyak pihak, seperti pada kasus Exxon
Valdex, dimana puluhan ribu orang menjadi korban, melibatkan ratusan pengacara
dari berbagai pihak: masyarakat, NGO, pemerintah, dll, maka biaya transaksi akan
menjadi sangat besar. Pertarungan di pengadilan makan waktu sangat panjang, dan
pada akhirnya kompensasi tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi.
PROPERTY RIGHTS (1)
• Masalah penyalahgunaan aset2 lingkungan berasal dari spesifikasi hak kemilikan
yang tidak sempurna pada aset2 tsb.
• COASE THEOREM: jika kita dapat mendefinisikan dengan jelas siapa yang memiliki
property right dari suatu aset lingkungan dan kemudian mengizinkan tawar-
menawar antara pemilik dan pengguna prospektif, maka pada akhirnya kita akan
sampai pada tingkat emisi yang efisien tanpa mempedulikan pihak mana yang diberi
property right tsb.
PROPERTY RIGHTS (2)
MAC MD Misalnya kurva MD mengacu
r pada pabrik A (pengolahan
makanan), sedang kurva MAC
mengacu pada pabrik B
$ (pencemar limbah).
a d Kasus I:
jika property rights dipegang
b c oleh pabrik B. Pabrik A akan
e* e1 membayar sejumlah uang
Emisi (ton/thn) agar pabrik B bersedia
mengurangi jumlah emisinya
sampai pada tingkat e*.
PROPERTY RIGHTS (3)
MAC MD Kasus 2:
r
jika sebaliknya property
rights dipegang oleh pabrik A.
Pabrik B akan membayar
$ sejumlah uang agar pabrik A
a d bersedia menerima
pencemaran sampai pada
tingkat e*.
b c
e* e1
Emisi (ton/thn)
PROPERTY RIGHTS (4)
Coase theorem mengarahkan pihak2 tertentu untuk
merekomendasikan konversi SDA dan lingkungan pada kepemilikan
swasta untuk mencapai tingkat penggunaan yang efisien.
Namun dalam prakteknya, pendekatan property rights dapat berhasil
mencapai level efisien jika 3 kondisi berikut dapat dicapai:
PROPERTY RIGHTS (4)
Property rights harus didefinisikan dengan jelas
(well-defined), dapat dilaksanakan (enforceable),
dan dapat dipindahtangankan (transferable).

Harus ada sistem yang kompetitif dan efisien bagi pihak2


yang tertarik untuk duduk bersama dan bernegosiasi
mengenai bagaimana property rights ini akan digunakan.

Harus ada suatu kumpulan pasar yang lengkap sehingga


pemilik swasta dapat menangkap seluruh nilai/manfaat
sosial yang berhubungan dengan penggunaan sebuah aset
lingkungan.
PROPERTY RIGHTS (5)
Seperti pada liability laws, pendekatan property rights juga membawa
dampak biaya transaksi yang sangat tinggi jika kasusnya melibatkan
banyak pihak.
Pada kasus yang kerusakan lingkungan yang besar dan kompleks,
dimana free rider ikut “bermain”, biaya transaksi yg sangat tinggi akan
mengurangi potensi/kemampuan pendekatan private property untuk
mengidentifikasi tingkat emisi yang efisien
MORAL SUASION

Pendekatan moral dapat digunakan jika tidak memungkinkan untuk


mengukur/membuktikan darimana sumber emisi berasal
Pendekatan moral dapat mendorong perilaku beretika dalam menghadapi
masalah2 lingkungan.
MORAL SUASION
Memang kita tidak bisa terlalu mengandalkan pendekatan moral untuk menciptakan
pengurangan polusi. Namun kita juga tidak boleh meremehkan kontribusi dari iklim
moralitas publik secara keseluruhan, karena iklim moralitas yang kuat dapat
mendorong penyusunan kebijakan2 baru, dan membuat upaya2 pelaksanaan
kebijakan tsb menjadi lebih mudah.
Politisi dan para penentu kebijakan diharapkan mampu melakukan segala sesuatu
yang dapat mengisi iklim moral tsb ketimbang justru malah mengikisnya
EKONOMI LINGKUNGAN (ESL 23A)
Pertemuan 10

Analisa Kebijakan
Lingkungan
Penetapan Standar Sebagai contoh Strategi
Command and Control

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
2021
Pendahuluan (1)
• Dalam kebijakan publik, pendekatan command and control
(CAC, atur-dan-awasi) bertujuan mengarahkan perilaku yang
dianggap patut secara sosial, dilakukan dengan penerapan
aspek hukum dan menggunakan institusi penegakan hukum
(pengadilan, polisi, denda) untuk memaksa masyarakat
menghormati hukum tsb.
• Dalam konteks kebijakan lingkungan, CAC terdiri atas
berbagai tipe penetapan standar untuk membawa perbaikan
dalam kualitas lingkungan.
Standar (1)
• Standar adalah level performa yang dimandatkan dalam
hukum/aturan/UU. Contoh standar: batas kecepatan,
yang menetapkan kecepatan tertinggi yang diizinkan
bagi seorang supir dalam mengemudi.
• Standar emisi: tingkat emisi maksimum yang masih
dapat dibolehkan secara hukum.
• Spirit dari standar adalah, jika kita menginginkan agar
orang lain tidak melakukan suatu tindakan, maka
loloskan sebuah aturan/hukum yang membuat tindakan
tersebut menjadi ilegal, kemudian serahkan pada pihak
yang berwajib untuk menegakkan hukum tersebut.
Standar (2)
• Misalkan pada awalnya emisi sebesar
MAC MD e1
$ • Pemerintah menetapkan standar emisi
pada tingkat e*.
• Jika pihak berwenang menemukan
pelanggaran, maka pihak pelanggar
dikenai denda / penalti.
• Jika diasumsikan perusahan
mengurangi emisi sesuai dengan
a standar yang ditetapkan, maka persh.
e0 akan membayar total abatement cost
et e* e1
0 sebesar daerah a, yang merupakan
biaya pelaksanaan (compliance cost)
Gambar 1
untuk memenuhi standar.
Jenis-jenis Standar

• Standar
Kualitas Ambang (Ambient
Standards)
• Standar Emisi
• Standar Teknologi
Standar Kualitas Ambang (1)
• Kualitas ambang lingkungan mengacu pada dimensi kualitatif dari
lingkungan sekitar; bisa berupa kualitas ambang dari udara di
sekitar kota tertentu, atau kualitas ambang dari air sungai.
• Maka, standar kualitas ambang adalah batas yang tidak boleh
dilewati oleh suatu pencemar dalam lingkungan tsb.
• Misalnya jika ditetapkan standar ambang Dissolved Oxygen (DO) di
sungai A adalah 3 ppm, ini berarti 3 ppm adalah batas terendah DO
yang diizinkan untuk sungai tsb.
• Untuk meyakinkan DO sungai tsb tidak sampai jatuh di bawah
3ppm, kita harus mengetahui bagaimana emisi dari berbagai
sumber di sekitar sungai dapat berkontribusi thdp berubahnya
ukuran (3 ppm) ini, baru kemudian melakukan upaya-upaya untuk
mengawasi/mengendalikan sumber2 emisi tsb.
Standar Kualitas Ambang (2)
• Standar kualitas ambang biasanya diukur dalam bentuk
tingkat konsentrasi rata-rata selama suatu periode
tertentu.
• Misalnya, standar kualitas ambang SO 2 adalah 80mg/m3
pada basis rataan aritmatika tahunan dan 365 mg/m 3
pada basis rataan 24 jam. Maka dengan kata lain,
standar SO2 memiliki dua kriteria: rata2 maximum
tahunan 80 mg/m3 dan rata2 maximum per-24 jam 365
mg/m3.
• Rata-rata digunakan untuk mengantisipasi variasi
musiman dan variasi harian dalam kondisi meteorologi,
sebagaimana halnya emisi juga dapat menyebabkan
variasi dalam kualitas ambang.
Standar emisi (1)
• Standar emisi berhubungan dengan kuantitas emisi yang berasal
dari sumber2 polusi.
• Standar emisi diekspresikan dalam bentuk kuantitas material per
unit waktu, misalnya gram/menit atau ton/minggu.
• Oleh karena itu, terdapat perbedaan antara standar kualitas
ambang dan standar emisi.
Standar emisi (2)
• Penetapan standar emisi pada suatu level tertentu tidak
berarti harus memenuhi standar kualitas ambang.
• Lingkungan menyebarkan polusi dari sumbernya ke
lokasi2 lain, dimana dalam perjalanannya kadar polusi
makin menipis atau bahkan buyar (disperse).
• Namun, bisa jadi lingkungan dapat mengkonversi
polutan jenis tertentu menjadi jenis lain yang lebih
berbahaya.
• Tugas ilmuwan lingkungan untuk meneliti mencari
hubungan antara tingkat polusi dan kualitas ambang.
Standar emisi (3)
Standar emisi dapat ditetapkan pada berbagai
basis berbeda, misalnya:
• Tingkat emisi (contoh: kg/jam)
• Konsentrasi emisi (contoh: BOD air limbah)
• Kuantitas residu total (tingkat pembuangan x konsentrasi
x durasi)
• Produksi residu per unit output (emisi SO2 per kwh listrik)
Standar emisi (4)
• Dalam bahasa regulasi, standar emisi termasuk salah satu jenis
standar performa (performance standard) karena mencerminkan
hasil akhir yang harus dicapai oleh para pencemar yang terkena
regulasi.
Standar Teknologi
• Merupakan standar yang ditetapkan dan terkait langsung dengan
teknologi ramah lingkungan yang digunakan.
• Contoh: mobil harus dilengkapi dengan seat belt, instalasi listrik
harus dilengkapi dengan alat penyaring untuk mengurangi emisi
SO2, dsb.
The Economics of Standards
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, penetapan standar
bukanlah hal yang mudah dilakukan. Berikut adalah
masalah2 yang sering dihadapi dalam penetapan standar:

 Menetapkan tingkat standar (setting the level of the


standard)
 Keseragaman standar (uniformity)
 Standar dan prinsip kesamaan marjinal
 Standar dan insentif untuk perbaikan lebih lanjut.
Menetapkan tingkat standar (1)

• Standar ditetapkan melalui proses2 politik / administratif yang


mungkin dipengaruhi oleh macam2 pertimbangan.
• Key question : mana yang harus dipertimbangkan, damages saja,
atau sekaligus damages dan abatement costs?
• Pendekatan “zero risk” damages mungkin cocok untuk beberapa
polutan (terutama bagi polutan yg sgt toksik), tetapi tidak mungkin
dapat dicapai oleh semua jenis polutan.
Menetapkan tingkat standar (2)
$
Jika kita hanya
MAC MD
mempertimbangkan kurva
MD:
et  zero risk damage 
mustahil utk semua polutan
e0  small damage, but very
costly
a Menurut logika efisiensi
ekonomi, kita harus
0 et e0 e* e1 menyeimbangkan MD &
MAC, yaitu menetapkan
Gambar 1 standar pada level e*
Keseragaman standar (1)
• Masalah lain dalam penetapan standar adalah menentukan apakah
standar tsb dapat diterapkan secara seragam dalam segala situasi,
ataukah diterapkan secara bervariasi disesuaikan dengan berbagai
kondisi di lapangan.
Keseragaman standar (2)
Diasumsikan MAC sama utk kota
$
dan desa, MDk lebih tinggi dari MDd
MAC MDk MDk, ekdaerah perkotaan
MDd, eddaerah pedesaan
Maka penetapan standar secara
seragam di kedua daerah tidaklah
MDd
efisien. Jika standar=ek akan tll ketat
utk desa, jika standar=ed akan tll
longgar utuk kota.
Maka utk kasus ini, lebih baik
ditetapkan standar yang berbeda di
kedua daerah tsb.

ek ed Kelemahan : butuh biaya besar utk


mengumpulkan informasi lengkap
Ambient levels of benzene
Standar dan prinsip kesamaan
marjinal (1)
• Suatu polutan dapat dihasilkan oleh berbagai sumber yang memiliki
fungsi MAC yang berbeda-beda.
• Pemerintah cenderung menetapkan standar yang sama untuk
semua polluter karena memberi kesan adil. Namun standar yang
identik hanya cost-effective jika semua polluter memiliki fungsi MAC
yang sama.
Standar dan prinsip kesamaan
marjinal (2)
$
Perusahaan A lebih efisien
MACB karena menggunakan teknologi
yang lebih baru dari perusahaan
B.
204.9
Misalnya pemerintah ingin
mengurangi total emisi hingga
MACA mencapai 20 ton/bulan.
32.5 Penetapan standar yang sama
16.5 (equiproportionate)  A dan B
harus menurunkan emisi sebesar
10 ton/bulan.
5 10 20
Standar dan prinsip kesamaan
marjinal (3)
Emission Marginal Abatenement
level Cost ($)
(tons/month)
A B
20 0 0
Equiproportionate (A= B = -10,
19 1 2.1
18 2.1 4.6
MACA=16.5, MACB=204.9):
17 3.3 9.4
16 4.6 19.3
Grand TC = TCA + TCB =
15 6 32.5 (1+2.1+3.3+….+16.5) +
14 7.6 54.9 (2.1+4.6+9.4+…+204.9) =
13 9.4 82.9
75.90+684.4=$760.30
12 11.5 116.9
11 13.9 156.9
Equimarginal (A= -15, B= -5,
10 16.5 204.9
9 19.3 264.9
MACA=MACB=32.50)
8 22.3 332.9
7 25.5 406.9
Grand TC = TCA + TCB =
6 28.9 487 (1+2.1+3.3+….+32.5) +
5 32.5 577 (2.1+4.6+9.4+…+32.5) =
4 36.3 677.2
3 40.5 787.2
204.4+67.9=$272.30
2 44.9 907.2
Dengan menerapkan prinsip
1 49.7 1037.2
0 54.9 1187.2 kesamaan marjinal, total biaya dapat
ditekan hingga 64%.
Standar dan prinsip kesamaan
marjinal (4)
• Semakin besar perbedaan MAC antar polluter, maka semakin
buruk performa penetapan equal-standar (equiproportionate)
• Prakteknya, prinsip kesamaan marjinal sulit diterapkan
karena pemerintah harus mengetahui fungsi MAC dari
seluruh polluter.
• Polluter tentu tidak semudah itu memberikan informasi,
bahkan cenderung akan mengatakan fungsi MAC naik makin
curam seiring dengan pengurangan emisi, dengan tujuan
penghindaran dari sanksi hukum.
Standar dan Insentif untuk perbaikan
lebih lanjut (1)
• Pada kasus penetapan standar teknologi, insentif untuk
menemukan cara baru yg lebih murah adalah nol. Dalam hal
ini, pemerintah yang bertanggung jawab untuk membuat
keputusan (pemilihan) teknologi yang benar.
• Pendekatan standar emisi yang ketat diharapkan dapat
menciptakan insentif untuk perubahan teknologi melalui
pendekatan “technology forcing”menetapkan standar
emisi yang tidak realistis dengan teknologi yang berkembang
saat ini, dengan harapan hal ini akan memotivasi industri
yang bergerak dalam bidang inovasi pengendalian polusi
untuk menemukan cara/teknologi baru agar dapat memenuhi
standar tsb dengan biaya terjangkau.
Standar dan Insentif untuk perbaikan
lebih lanjut (2)
$
MAC1 MD
Dengan teknologi baru (kurva
MAC2) penetapan standar emisi
pada level e3 akan memberikan
cost saving sebesar a+d+e
MAC2 dibanding cost saving hanya
sebesar a jika standar emisi
ditetapkan pada level e2.
e
d
a
c b
e3 e2 e1

Emision
Standar dan Insentif untuk perbaikan
lebih lanjut (3)
• Insentif dari kebijakan pengendalian polusi berarti memperkirakan
bagaimana kebijakan akan berkontribusi terhadap perkembangan
dan produktivitas dari industri pengontrol polusi.
• Karena industri inilah yang mendapatkan manfaat langsung dari
penetapan standar emisi yang ketat oleh pemerintah.
The Economics of Enforcement (1)
• Ciri khas dari UU/peraturan pengendalian polusi
adalah gagasan penetapan standar pengurangan
emisi, atau adopsi teknologi pengendalian polusi.
• UU pengendalian polusi membutuhkan upaya2 untuk
penegakannya (enforcement) yang tentu saja upaya2
ini membutuhkan sumberdaya (resources). Padahal,
lembaga2 penegakan hukum selalu bekerja dengan
dana terbatas.
• Penetapan standar saja tidaklah cukup; sejumlah
sumberdaya juga harus dikeluarkan untuk upaya2
pelaksanaan standar tsb.
• Termasuk enforcement cost: pengawasan peralatan,
keahlian personel, operasional dr sistem pengadilan.
The Economics of Enforcement
(2) $
C1 dan C2 adalah kurva kombinasi
MAC dan Marginal Enforcement Cost
C2 C1 (MEC). Kurva C1 dan C2
MD menggunakan teknologi enforcement
MAC yang berbeda.
Secara konvensional, e* adalah tingkat
emisi yang efisien. Tapi ini tidak
berlaku dengan adanya enforcement
cost. Dengan enforcement cost yg
a
e tinggi (kurva C1) maka tingkat emisi
b yang efisien scr sosial skrg mjd e1.
f Pada titik ini, total biaya pengurangan
c d emisi adalah (a+b) dari enforcement
0 e*e2 e1 e0 cost dan (c+d) dari abatement cost.
Emissions
The Economics of Enforcement
(3)
• Ketika enforcement cost (EC) dimasukkan dalam analisa,
muncul pertanyaan baru di titik mana standar harus
ditetapkan?
• Standar yang lebih ketat akan melibatkan EC lebih
besar karena membutuhkan sumberdaya yang lebih
besar.
• Pada beberapa kasus, pengurangan emisi yang lebih
besar secara keseluruhan dapat dicapai dengan
penetapan standar yang lebih longgar karena hal ini
lebih mudah dilaksanakan ketimbang standar ketat yang
membutuhkan EC tinggi.
The Economics of Enforcement
(4) • Ketat atau longgarnya standar bukanlah satu2nya
faktor yang mempengaruhi EC.
• Elemen penting lainnya adalah ukuran sangsi (denda,
hukuman kurungan) yang tertulis dalam UU/peraturan.
• Dalam banyak kasus, denda ditetapkan lebih rendah
daripada Abatement Cost yang dibutuhkan untuk
memenuhi standar.
• Dengan sangsi yang lemah spt ini, maka upaya2
enforcement akan lebih mahal dan lebih sulit ketimbang
jika sangsi ditetapkan lebih keras. Di sisi lain, jika
denda ditetapkan lebih tinggi, maka akan menurunkan
motivasi penegak hukum untuk mengejar para
pelanggar hukum, karena dislokasi ekonomi yang
mungkin ditimbulkannya (misal: sogok).
The Economics of Enforcement
(5) enforcement,
Semakin banyak sumberdaya yang dicurahkan utk

terpenuhi.
semakin besar peluang bahwa standar akan

• Namun program penetapan standar masih dapat berjalan


seandainya kita tidak tahu berapa banyak uang dan usaha
yang akan dicurahkan untuk enforcement.
• Contohnya, standar tingkat emisi polutan X ditetapkan
sebesar a. Adalah mustahil untuk memonitor ribuan
sumber pencemar polutan X di suatu negara terus
menerus. Maka hal ini dapat “ditolerir” dengan sistem
“self-monitoring” dimana semua sumber pencemar
mencatat sendiri aliran emisi dari waktu ke waktu.
Lembaga pengawas lingkungan dari pemerintah dapat
mengadakan kunjungan secara periodik atau acak untuk
mengaudit catatan emisi perusahaan2 tsb. Frekuensi
audit dan kunjungan dapat disesuaikan dengan dana yang
ada.
The Economics of Enforcement
(6) Masalah lainnya: standar biasanya ditetapkan oleh
pemerintah pusat, namun enforcement biasanya
dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda).
Implikasinya:
• standar ditetapkan tanpa mempertimbangkan EC,
diasumsikan Pemda yang akan menyediakan
sumberdaya untuk enforcement. Akibatnya,
terkadang Pemda harus mengurangi anggaran utk
program lainnya.
• Pada prakteknya, kebijakan lingkungan harus
menerapkan “fleksibilitas”. Karena pelaksana
adalah Pemda, maka dalam prosesnya sering
terjadi “kesepakatan informal” antara Pemda dan
para manajer perusahaan daerah.
The Economics of Enforcement
(7) Pada penetapan standar teknologi juga memungkinkan

adanya fleksibilitas dalam enforcement.
• Initial compliance vs continued compliance: pada
pelaksanaan awal, pemerintah dapat menetapkan bahwa
perusahaan harus menyediakan peralatan/mesin yang
sesuai dengan standar teknologi yang telah ditetapkan.
Initial compliance dapat dengan mudah dimonitor,
inspektur tinggal datang ke pabrik dan melihat apakah
alat tsb tersedia atau tidak. Namun continued compliance
akan lebih sulit dimonitor, karena dalam perjalanannya
alat tsb dapat rusak karena tidak digunakan dengan
semestinya atau operator yang kurang cakap dsb. Dalam
hal ini fleksibilitas monitoring dapat diterapkan dari
inspeksi scr acak hingga pembangunan stasiun pengamat
permanen di tiap sumber pencemar.
Suplement Video Command and Control

https://www.youtube.com/watch?v=7r7W4OTMK-Y (Command and Control)


TERIMAKASIH
EKONOMI LINGKUNGAN (ESL 23A)
Pertemuan 11

Analisis Kebijakan
Lingkungan
Strategi Berbasis Insentif :
Pajak dan Subsidi

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
2021
 01 Presentasi Konsep Video
(Pertemuan 7)
TAHAPAN Setiap kelompok menyampaikan usulan konsep
video yang akan dibuat (topik, alur cerita,
PENGERJAAN sumber gambar/video)

 02 Proses Pembuatan Video


(Pertemuan 4 - 10)
Setiap kelompok membuat video dengan
bekerjasama dan melakukan pembagian tugas
diantara anggota kelompok

Pengumpulan dan Upload Video


03 (Pertemuan 11)
Video dikumpulkan melalui Google Drive
Video akan diupload di Youtobe ESL oleh tim IT
Submit di Google Drive
UPLOAD Silahkan submit tugas kelompok di

TUGAS https://ipb.link/pblpararel1
Batas Upload, https://ipb.link/pblpararel2
Sabtu 13 November https://ipb.link/pblpararel3
2021 jam 23.00 https://ipb.link/pblpararel4
https://ipb.link/pblpararel5
https://ipb.link/pblpararel1esl231
Outline
1 Pendahuluan
2 Kebijakan Insentif
3 Pajak Emisi

4 Basic Economics

5 Tingkat Besaran Pajak

6 Pajak Emisi dan Efisiensi

7 Pajak Emisi dan Keseimbangan

8 Pajak Emisi dan Ketidakpastian

9 Pajak Emisi dan Insentif Inovasi


10 Abatement Subsidies
Pendahuluan (1)
• Tidak ada barang/jasa yang gratis selama dapat diperjualbelikan di
pasar
• Tetapi, tidak demikian halnya dengan barang/jasa lingkungan.
Misalnya: orang dapat membuang limbah ke lingkungan tanpa
mengeluarkan biaya, tidak ada insentif untuk memikirkan
konsekuensi lingkungan dari tindakan tsb.
• Strategi kebijakan berbasis insentif bertujuan mengubah situasi
tersebut.
Kebijakan insentif (1)
1. Pajak dan subsidi  sistem sentralisasi, membutuhkan otoritas
administratif untuk pengelolaan program dan hubungan
langsung dengan para pencemar
2. Transferable discharge permits (izin pembuangan limbah yang
dapat diperjualbelikan)  sistem desentralisasi, sistem bekerja
otomatis melalui interaksi antar para pencemar atau interaksi
antara pencemar dengan pihak-pihak terkait (LSM, masyarakat,
dll)
Kebijakan insentif (2)
• Sejak lama, para ahli ekonomi lingkungan mengunggulkan
pendekatan berbasis insentif sebagai strategi utama kebijakan
lingkungan karena mampu meningkatkan cost-effectiveness (CE).
• Tapi perlu diingat: tidak ada satu pun tipe kebijakan tunggal yang
sempurna dalam semua kondisi, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan.
PAJAK EMISI/Emission Tax (1)
• Dalam sistem pajak, pencemar diberi kebebasan untuk
membuang limbah sesuka hati, tetapi mereka akan dikenai
sangsi membayar pajak untuk setiap unit emisi limbah
(dalam ton) yang mereka buang
• Esensi dari pendekatan pajak adalah untuk menyediakan
insentif bagi para pencemar agar mereka dapat mencari
sendiri cara terbaik untuk mengurangi emisi.
• Caranya bisa dengan kombinasi hal-hal berikut: mengubah
proses internal, mengubah input, daur ulang, beralih ke
output yang lebih “ramah lingkungan”, dsb.
• Dengan pajak, pencemar memiliki insentif untuk
melestarikan penggunaan jasa lingkungan, sebagaimana
mereka melestarikan penggunaan input konvensional spt
tenaga kerja, modal, dll.
PAJAK EMISI/Emission Tax (2)
Beberapa isu dan masalah penting sekitar pajak emisi:
• Dasar ekonomi (basic economics) dari pajak emisi
• Tingkat besaran pajak (level of the tax)
• Pajak emisi dan isu efisiensi
• Pajak emisi dan emisi tak-seragam (non-uniform emissions)
• Pajak emisi dan keseimbangan material
• Pajak emisi dan ketidakpastian (Uncertainty)
• Pajak emisi dan insentif untuk berinovasi
• Pajak emisi dan enforcement costs
The Basic Economics (1)
emisi MAC TAC Total Biaya
(ton/bln) Tagihan Pajak Total
($120/ton)
10 0 0 1200 1200
9 15 15 1080 1095
8 30 45 960 1005
7 50 95 840 935
6 70 165 720 885
5 90 255 600 855
4 115 370 480 850
3 130 500 360 860
2 180 680 240 920
1 230 910 120 1030
0 290 1200 0 1200
The $Basic Economics (2)
300
MAC
250 a = total tagihan pajak (= emisi x tax rate)

200 b = total abatement cost


Total cost = a + b
150

100

a
50
b
Emisi (ton/bln)
0 2 4 6 8 10
The Basic Economics (3)
• Rule of the game: perusahaan dapat terus mengurangi
tingkat emisinya hingga MAC sama dengan tingkat
pajak emisi.
• Dalam contoh kasus ini, perusahaan dapat
mengurangi emisi hingga pada tingkat emisi 4 ton/bln
dimana MAC=$115. Lebih dari itu, MAC lebih besar
dari tingkat pajak yang sebesar $120/ton.
• Asumsi program pajak emisi  harus ada tekanan
ekonomi kompetitif yang memaksa perusahaan untuk
melakukan apa saja yang dapat meminimalisir biaya.
Asumsi ini tidak dapat berlaku pada perusahaan
monopoli (biasanya dikuasai negara) seperti PLN.
The Basic Economics (4)
Pada perusahaan kompetitif, respons terhadap pajak
bergantung pada faktor:

• Semakin tinggi pajak, semakin besar


pengurangan emisi, dan sebaliknya. Contoh: jika
pajak ditetapkan hanya $50 per ton, maka
perusahaan hanya akan menguranig emisi sampai
pada tingkat emisi 7 ton/bulan.

• Semakin curam fungsi MAC, semakin sedikit


pengurangan emisi dalam merespons suatu
tingkat pajak tertentu.
The Basic Economics (5)
Pajak vs penetapan standar:
• Misalkan Pemerintah telah menetapkan standar emisi
sebesar 4 ton/bulan, maka dengan sistem standar,
perusahaan hanya mengeluarkan Total Abatement Cost =
$370. Namun dengan sistem pajak, perusahaan harus
membayar TAC + Total Pajak = $370+$480= $850
• Perusahaan biasanya lebih menyukai sistem standar, namun
masyarakat lebih menyukai sistem pajak.
Tingkat Besaran Pajak (1)
Besarnya tingkat pajak dapat
ditentukan dengan mengetahui fungsi
MAC MD MAC dan MD.

$ Pajak ditetapkan pada tingkat emisi


efisien (MD = MAC), yaitu pada e*,
sehingga tingkat pajak = t*.
Total Abatement Cost = e
f Total tagihan pajak = a + b + c + d
t* Total biaya perusahaan = a+b+c+d+e
c
a
Dari sisi perusahaan, ke-2 biaya
d e
b adalah real cost yg akan mengurangi
0 penerimaan, sedangkan dari sisi
e1 e* e0
masyarakat pembayaran pajak
berbeda dengan abatement cost.
Tingkat Besaran Pajak (3)
• Dari sisi perusahaan, kedua biaya (pajak dan
abatement cost) adalah real cost yg akan mengurangi
penerimaan, sedangkan dari sisi masyarakat
pembayaran pajak tentunya berbeda dengan abatement
cost.
• Abatement cost melibatkan sumberdaya yang berarti
melibatkan real social cost, sedang pajak adalah
transfer payments, yaitu pembayaran yang dilakukan
oleh perusahaan (oleh orang2 yang membeli produk
perusahaan tsb) kepada sektor public atau kepada
anggota masyarakat yang mendapat manfaat dari
pengeluaran publik.
• Jadi biaya menurut perusahaan mengandung
abatement cost dan pajak; namun Ketika
mempertimbangkan social cost dari suatu program
pajak, maka harus mengeluarkan transfer payments
dari analisis.
Tingkat
$
Besaran Pajak (4)
• Reduksi emisi dari e ke e* telah mengatasi 0
biaya kerusakan sebesar e+f.
MAC MD
• Biaya kerusakan yang tersisa yaitu (b+d)
jumlahnya lebih kecil daripada pembayaran
pajak perusahaan.
• “Flat tax” seperti ini banyak dikritik karena
pembayaran pajak perusahaan dapat
melebihi biaya kerusakan yang tersisa.
f
• Solusi masalah ini adalah dengan
t*
c menerapkan pajak emisi dua bagian. Mis:
a pemerintah dapat memutuskan bahwa untuk
d e tingkat emisi hingga e1 bebas dari pajak,
b
0 tingkat emisi selebihnya dikenai pajak
e1 e* e0 sebesar t*. Dengan cara ini, perusahaan
masih memiliki insentif untuk mengurangi
emisi hingga e*, tetapi total pengeluaran
pajaknya hanya sebesar c+d
Tingkat Besaran Pajak (5)
• Namun, bagaimana dapat menetapkan pajak jika
kita tidak mengetahui fungsi MD?
• Bisa, dengan mengobservasi kualitas ambang.
Secara umum, makin rendah emisi, maka makin
rendah konsentrasi ambang dari suatu polutan.
• Jadi strateginya adalah dengan menetapkan pajak
pada besaran tertentu, kemudian amati apakah
dengan pajak itu dapat memperbaiki tingkat
kualitas ambang.
• Jika kualitas ambang tidak membaik sesuai
harapan, maka naikkan pajak. Sebaliknya jika
kualitas ambang jauh lebih baik dari harapan maka
turunkan pajak.
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (1)
• Kebijakan penetapan pajak diharapkan dapat menghasilkan efek
efisiensi, khususnya dalam mengendalikan berbagai sumber emisi
yang berbeda sehingga dapat memenuhi prinsip equimarginal.
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (2)
Tingkat emisi Marginal Abatement Costs Misalkan ada 2
(Ton/bln) Sumber A Sumber B sumber emisi
20 0.0 0.0
19 1.0 2.1 polutan tertentu: A
18 2.1 4.6 dan B. MACA lebih
17 3.3 9.4 landai dari MACB.
16 4.6 19.3
15 6.0 32.5
Jika pajak
14 7.6 54.9 ditetapkan $33/ton,
13 9.4 82.9 maka A akan
12 11.5 116.9 mengurangi emisi
11 13.9 156.9
10 16.5 204.9
sampai 5 ton/bulan
9 19.3 264.9 dan B sampai 15
8 22.3 332.9 ton/bulan (yaitu
7 25.5 406.9
pada tingkat emisi
6 28.9 487.0
5 32.5 577.0 dimana MAC = tax
4 35.3 677.2 rate). Total reduksi
3 40.5 787.2 adalah:
2 44.9 907.2
1 49.7 1037.2
15+5=20ton/bulan.
0 54.9 1187.2
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (3)
$ $ MACB
MACA
50 50

40 40

30 30

20 20

a c
10 10
b d
0 5 10 15 20 0 15 20
5 10
Emisi (ton/bln) Emisi (ton/bln)
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (4)
•Penetapan pajak emisi berdampak pada A harus
mengurangi emisi 75%, namun B hanya 25%.
•Pajak emisi berdampak pengurangan emisi yang
lebih besar dari perusahaan yang MAC-nya lebih
rendah (landai)
•Jika misalnya Pemerintah tidak menerapkan
sistem pajak namun memilih pemangkasan emisi
dengan prinsip “equiproportionate”, berarti A dan B
masing-masing harus mengurangi emisi 10
ton/bulan. Pada titik ini, MAC A tidak sama dengan
MACB.
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (5)
• Program pengurangan emisi dengan prinsip equiproportionate
membutuhkan biaya 2,8 kali lebih mahal dari program pajak emisi.
Hal ini karena sistem proportionate tidak mematuhi prinsip
equimarginal.

Total Compliance costs ($/month)


Equiproportional reduction Effluent tax
Source A 75.9 204.4
Source B 684.4 67.9
Total 760.3 272.3
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (6)

$ 50 MACA $ 50 MACB

40 40

30 30

20 20

10
a c
10
b d
0 5 10 15 20 0 5 10 15 20
Emisi (ton/bln) Emisi (ton/bln)
Penetapan tingkat pajak yang sama untuk semua sumber akan mengakibatkan perbedaan
Total Abatement Cost dan tagihan pajak untuk masing2 sumber.
Sumber A TAC=b, pajak=a
Sumber B TAC=d, pajak=c
Semakin landai fungsi MAC maka semakin besar pengurangan emisi yang harus dilakukan
namun tagihan pajak akan semakin kecil.
Pajak Emisi dan Isu Efisiensi (7)
• Hasil efisiensi dari pendekatan pajak emisi (karena mengikuti
prinsip equimarjinal) dapat dicapai walaupun Pemerintah tidak
mengetahui fungsi MAC dari setiap sumber emisi.
• Hal ini kontras dengan pendekatan standar, dimana pemerintah
harus mengetahui secara tepat MAC dari setiap perusahaan untuk
memperoleh program yang efisien.
Emisi2 Tak-seragam (1)
• Emisi dari sumber-sumber yang berbeda tidak selalu
menghasilkan dampak marginal yang sama terhadap
kualitas ambang.
• Misalnya kita memiliki 2 sumber A dan B. Jarak A ke
pusat pemukiman penduduk dua kali lebih jauh dari B.
Maka, kerusakan yang ditimbulkan oleh emisi dari A
tidak separah emisi dari B. Misalnya jika kedua sumber
membuang polutan ke dalam sungai yang mengalir ke
arah kota, maka emisi dari A punya waktu lebih lama
untuk terdekomposisi menjadi materi yang lebih tidak
berbahaya.
Emisi-Emisi Tak-seragam (2)
Arah environmental flow

Jarak (A)=2 x Jarak (B)

Jarak (B)

Pusat
pemukiman
 penduduk
(damage)
Sumber A Sumber B
Emisi-Emisi Tak-seragam (3)
• Bukan hanya perbedaan lokasi yang mengakibatkan
perbedaan dampak emisi, namun juga perbedaan
waktu dimana perbedaan pola angin berbeda.

• Masalah perbedaan lokasi mendasari permasalahan


umum dari emisi-emisi tak seragam ini.
Emisi-Emisi Tak-seragam (4)
• Tingkat pajak seragam untuk semua sumber tidak akan efisien
karena hanya single tax yang ditujukan pada masalah perbedaan
MAC dan bukan perbedaan kerusakan akibat emisi dari sumber-
sumber yang berbeda.
• Solusi: zoned emission tax, tingkat pajak berdasarkan zona
wilayah.
• Sumber emisi yg berada dlm zona yang sama dikenai tingkat pajak
yang sama, zona berbeda dikenai tingkat pajak berbeda.
Emisi-Emisi Tak-seragam (5)
• Zona ditentukan dengan mengelompokkan sumber-sumber
emisi yang memiliki efek sama terhadap tingkat kualitas
ambang.

Urban area
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4

1 3 5 7 8 10 11

Sungai A X

2 4 6 9 12

x Sumber emisi X Stasiun pemantau kualitas air


Pajak Emisi dan Keseimbangan
Material (1)
• Teori keseimbangan fundamental: mengurangi aliran
residu ke dalam suatu media tertentu berarti
meningkatkan aliran residu tsb ke dalam media lain.
• Contoh, suatu perusahan bisa saja merespons penetapan
pajak terhadap limbah sungai dengan beralih pada
metode pembakaran yang justru malah meningkatkan
emisi udara.
• Pajak yang dikenakan pada residu yang dibuang ke
suatu media lingkungan harus dipertimbangkan dengan
kemungkinan pembuangan limbah tersebut ke media
lainnya.
Pajak Emisi dan Keseimbangan
Material (2)
Hal ini dapat ditempuh dengan cara:

• Menetapkan pajak yang sama terhadap


suatu residu tanpa mempedulikan media
pembuangan residu tsb.
• Tetapi jika MD dari residu tsb berbeda
antar media, tingkat pajak harus
dibedakan antar media berbeda, dengan
catatan harus didukung dengan informasi
yang cukup.
Pajak Emisi dan Ketidakpastian
(1)
• Kebijakan pengendalian polusi dilakukan
dengan penuh dengan ketidakpastian.
Pemerintah tidak pernah tahu secara pasti
emisi yang dihasilkan tiap sumber ataupun
bagaimana dampaknya terhadap manusia
dan ekosistem.
• Sumber ketakpastian lainnya adalah Kurva
MAC dari sumber-sumber yang harus
dikendalikan. Semakin landai kurva MAC,
semakin sulit menetapkan tingkat pajak
karena perubahan pajak sedikit saja akan
mengakibatkan perubahan besar terhadap
reduksi emisi.
Pajak Emisi dan Ketidakpastian
(2)
MAC2
MAC1
$ Oleh karena unsur
uncertainty dari kurva MAC
inilah biasanya Pemerintah
tt memilih beralih pada
kebijakan penetapan standar.
t
tr

e5 e3 e1 e2 e4
Emisi (kg/bln)
Pajak Emisi dan Insentif untuk
berinovasi (1)
• Pajak emisi mampu menciptakan insentif untuk
mendorong kemajuan teknologi dalam pengendalian polusi.
• Kebijakan pajak emisi membuat upaya-upaya perusahaan
mengembangkan teknologi baru yang dapat menghasilkan
penghematan biaya-biaya pengendalian polusi
(TAC+pajak) yang lebih besar daripada kebijakan
penetapan standar.
• Dengan sistem pajak, Perusahaan secara otomatis akan
mengurangi emisi saat telah menemukan cara untuk
menurunkan fungsi MAC, sedang sistem standar tidak
otomatis menghasilkan kondisi yang sama.
• Perbedaan mendasar: sistem pajak, pencemar harus
membayar abatement cost dan tagihan pajak. Sedangkan
dengan sistem standar, pencemar hanya membayar
abatement cost sehingga potensi cost saving dari teknik-
teknik baru pengendalian polusi akan jauh lebih besar
dibawah kebijakan sistem pajak.
Pajak Emisi dan Insentif untuk
berinovasi (2)
 MAC1 sebelum mengadopsi
teknologi baru
MAC1
MAC2 Jika pajak ditetapkan sebesar $ t/ton,
maka perush X akan mengurangi emisi
ke tingkat e1, dimana TAC=(d+e) dan
total tagihan pajak = (a+b+c)
 MAC2 setelah mengadopsi
teknologi baru
t
c Dengan pajak t, emisi menjadi e2,
a d TAC=(b+e), tagihan pajak=a, cost
b saving=(c+d)
e
0 e2 e1 Jika standar ditetapkan sebesar e1, cost
saving dengan teknologi baru hanya
Emisi (ton/thn) sebesar d.
Pajak Emisi & Enforcement
Costs
• Sistem pajak membutuhkan upaya-upaya pengawasan
(monitoring) yang lebih ketat daripada sistem standar,
terutama jika menyangkut emisi non point source yang
menyebar bebas meliputi areal yang sangat luas
sehingga akan sangat sulit untuk diukur.

• Lemahnya kualitas monitoring dan prosedur pelaporan


membuat sistem pajak menjadi kurang diminati sebagai
opsi kebijakan lingkungan.
Jenis-Jenis Pajak Lainnya (1)
• Pada emisi non point source (mis: penggunaan
pestisida di areal pertanian), sulit untuk mengukur
tingkat emisi sehingga sulit untuk menetapkan
pajak langsung terhadap emisi. Salah satu
alternatif, misalnya dengan menetapkan pajak
terhadap pembelian pestisida tsb. Hal Ini akan
memberikan insentif pada petani utk membeli dan
menggunakan pestisida sehemat mungkin.

• Namun, tetap harus berhati-hati karena pajak tidak


langsung seperti itu sering kurang tepat sasaran.
Contoh: pajak pembelian mobil berdasarkan uji
jumlah emisi per km dengan tujuan untuk
menaikkan harga mobil berpolusi tinggi sehingga
orang akan beralih membeli mobil berpolusi rendah.
Jenis-Jenis Pajak Lainnya (2)
• Faktor yang ingin dikendalikan sesungguhnya adalah
total emisi. Namun benarkah hal ini tercapai?
Total Emisi/tahun = emisi/km x total km/tahun
• Jelas, selain tingkat emisi mobil, akumulasi jarak
tempuh menjadi faktor penting yang mempengaruhi
total emisi tahunan. Dlm hal ini, walau konsumen
kemungkinan beralih pada mobil beremisi rendah,
namun tidak ada insentif bagi mereka untuk
membatasi jarak tempuh berkendaraan.
• Jadi dalam kasus ini, pajak kurang tepat sasaran
karena justru malah dikenakan pada faktor lain
selain faktor yang ingin dikendalikan.
Dampak Distribusi dari Pajak Emisi
• Ada dua dampak utama dari pajak emisi terhadap
distribusi pendapatan dan kesejahteraan:

1. Dampak thd harga2 dan output. Bisnis yang terkena


pajak biasanya akan “melemparkan” kenaikan biaya pada
konsumen dengan cara menaikkan harga. Kenaikan
harga sering dipandang regresif karena akan berdampak
lebih buruk terhadap masyarakat miskin, terutama jika
yang naik adalah harga barang yang dikonsumsi oleh
semua masyarakat, misalnya listrik.
2. Efek-efek pengeluaran yang dibuat dari
penerimaan pajak. Penerimaan pajak dapat
didistribusikan kembali kepada masyarakat miskin untuk
mengkompensasi efek kenaikan harga akibat pajak.
ABATEMENT SUBSIDIES (1)
• Subsidi: otoritas publik membayar sejumlah uang
sebagai imbalan upaya pengurangan emisi yang
dilakukan suatu perusahaan pencemar.
• Seperti pajak, penetapan angka subsidi juga sulit.
Tiap pencemar tentu menginginkan angka setinggi
mungkin.
• Subsidi pada suatu jenis industri berpotensi
mengundang perusahaan untuk baru masuk
kedalam industri tsb. Akibatnya, memang emisi
perusahaan akan turun, tapi jumlah perusahaan
akan naik, akhirnya emisi total akan meningkat.
ABATEMENT SUBSIDIES (2)
emisi MAC TAC Total Total subsidi
(ton/bln) Subsidi minus Net revenue (total
($120/ton) TAC subsidi-TAC)
10 0 0 0 0 maksimum pada
9 15 15 120 105 tingkat emisi 4
8 30 45 240 195 ton/bulan.
7 50 95 360 265 Ini adalah tingkat
6 70 165 480 315 emisi yg sama
5 90 255 600 345 dengan kondisi jika
4 115 370 720 350 perusahaan
3 130 500 840 340 dikenai pajak
2 180 680 960 280 $120/ton.
1 230 910 1080 170
0 290 1200 1200 0
Sistem Deposit-Refund
• Deposit-Refund merupakan suatu sistem yang
mengkombinasikan pajak (=deposit) dan subsidi
(=refund).
• Contoh, subsidi diberikan kepada konsumen
yang mengembalikan kaleng/botol bekas
minuman ringan. Dana untuk membayar
subsidi digalang dari pajak pembelian produk
minuman ringan tersebut
• Dalam kasus ini, tujuan pajak bukan
penekanan pada pengurangan pembuangan
botol bekas tsb, tetapi lebih pada penggalangan
dana untuk membayar subsidinya.
Suplement Video Pajak dan Subsidi Lingkungan

https://www.youtube.com/watch?v=Gq9p5DehYaY&t=100s (Pigouvian Tax and


Subsidies)

https://www.youtube.com/watch?v=9tUb3MDrgEc (Transferable Discharge


Permits)
TERIMAKASIH
EKONOMI LINGKUNGAN (ESL 23A)
Pertemuan 12

Analisis Kebijakan
Lingkungan
Strategi Berbasis Insentif :
Transferable Discharge Permits

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
2021
PRINSIP UMUM (1)
Transferable Discharge Permits

(Izin mengeluarkan limbah


yg dapat diperjualbelikan

izin untuk
mengeluarkan polutan

memberikan hak kepada pemiliknya u/


mengeluarkan 1 unit (pound, ton, dsb)
dari material limbah spesifik dgn
haknya
PRINSIP UMUM (2)
Izin ini transferable, pihak2 yg berpartisipasi
dalam pasar izin tsb dapat saling menjual &
membeli izin, berdasarkan harga yg disetujui
Program TDP dimulai oleh keputusan terpusat
mengenai jumlah discharge permit yg akan
diberikan.
TDP didistribusikan di antara sumber2 emisi,
dimana diperlukan suatu formula u/ mengetahui
berapa izin yg akan diterima oleh masing2 polluter
Jika diasumsikan TDP lebih sedikit dibandingkan
total emisi saat itu maka seluruh pemilik izin akan
menerima lebih sedikit TDP dibandingkan jumlah
emisinya saat itu
PRINSIP UMUM (3)
Contoh : Suatu program TDP bertujuan mengurangi emisi
sulfur yg dikeluarkan oleh suatu grup pembangkit listrik.
Total emisi saat itu 150.000 ton/thn. Pengambil kebijakan
memutuskan untuk mengurangi 100.000 ton/thn. Suatu
pembangkit listrik yg mengeluarkan emisi 7.000 ton
sulfur/thn memperoleh izin 5.000 TDP.
Manajer perusahaan tsb dihadapkan pd 3 pilihan:
• Mengurangi emisi sesuai tingkat izin yang diberikan
1

• Membeli izin tambahan agar dapat mengeluarkan emisi pd


2 tingkat yg lebih tinggi

• Mengurangi emisi di bawah 5.000 ton dan menjual sisa TDP yg


3 tdk digunakan
PRINSIP UMUM (4)
Transaksi jual beli izin diantara polluter
menghasilkan distribusi total emisi diantara
polluter menuju equimarginal principle
Contoh : 2 polluter yg memiliki emisi yg sama,
namun memiliki MAC yg berbeda
Diasumsikan pd awalnya kedua perush tdk
melakukan kontrol emisi, A = 120 ton & B = 90
ton, shg total emisi=210 ton
Misalkan total emisi akan dikurangi 50%
1 izin menunjukkan pemilik u/ mengeluarkan 1
ton/thn
PRINSIP UMUM (5)
TDP tsb didistribusikan, berdasarkan proporsi, A=60
TDP, B=45 TDP
Shg emisi A mjd 60 (120-60), dgn MACA=$ 1200
Emisi B mjd 45 (90-45), dgn MACB=$4000
Jika B dapat membeli TDP maka MACB akan
menurun, sebaliknya jika A dpt menjual TDP, A
akan memperoleh penerimaan
Shg terdapat “gains from trade” (manfaat
perdagangan dr jual beli izin antara A-B)
Gains from trade akan berlangsung hingga MAC
kedua perush sama
PRINSIP UMUM (6)
Bagaimana TDP Bekerja :
Gains from
Trade
$ A menjual $ B membeli
TDP MACB TDP

4000
MACA

1500 1500

1200

40 60 120 45 65 90

Emissions (tons/year) Emissions (tons/year)


PRINSIP UMUM (7)
Selama MAC antar perusahaan belum setara, mereka akan
masing2 akan mjd better off dgn memperdagangkan TDP
Pada perush yg lebih besar mekanisme TDP bekerja dgn
cara yg sama namun lebih complicated
Untuk mencapai prinsip kesamaan marjinal, mensyaratkan
seluruh izin yg dimiliki penjual & pembeli harus berada pd
tingkat harga yg sama
Pada pasar dgn banyak peserta, keg.perdagangan akan
berlanjut di masa y.a.d karena memberikan insentif kpd
polluter untuk mencari upaya terbaik u/ mengurangi polusi
& karena perubahan alami pd pertumbuhan ekonomi
PASAR UNTUK DISCHARGE
PERMIT Siapa Pembeli dan penjual
$ pasar ini ?
Demand for
permits Supply for
permits

P*

0 q*

Quantity of discharge permits


PRINSIP UMUM (9)
Beberapa thn belakangan ide TDP smkn populer
diantara bbrp kebijakan lingkungan
TDP diawali dgn membuat & mendistribusikan
suatu tipe baru dr hak kepemilikan, dimana hak ini
memiliki nilai pasar selama jumlah izin yg
dikeluarkan terbatas
Dr sudut pandang politik penetapan TDP dirasa
lebih mudah dibandingkan pemberlakuan pajak
Agar berjalan efektif program TDP menghadapi
berbagai problem  apa yg terlihat pd teori
(kekuatan pasar) untuk menghasilkan suatu
pengurangan polusi harus diterapkan pd dunia
nyata
PENGALOKASIAN HAK AWAL (1)
Kesuksesan pendekatan TDP u/ mengkontrol polusi
tergantung pd pembatasan sirkulasi hak
Sebagian besar peraturan/UU terlihat tdk merata
Memberikan sejumlah TDP yg sama ke setiap polluter
adalah tidak adil
Seringkali alokasi izin ditetapkan berdasarkan emisi yg
keluarkannya, hal ini terlihat adil namun faktanya tidak
-- Aturan ini tdk menyadari fakta bahwa bbrp perush
sdh bekerja keras u/ mengurangi emisinya
Jika polluter percaya bahwa TDP akan diberikan dgn
cara di atas, umumnya perush cenderung u/
meningkatkan emisinya saat ini karena hal tsb akan
meningkatkan jatah alokasi izinnya u/ yg pertama kali
PENGALOKASIAN HAK AWAL
(2)
Setiap formulasi alokasi memiliki problem &
pembuat kebijakan harus mampu berkompromi jika
pendekatan ini diterima secara luas
Pertanyaan  sebaiknya hak TDP ini diberikan,
dijual atau dilelang? Transaksi pasar akan me-
redistribusikan berdasarkan relatif MAC dr
masing2 polluter
Pada prinsipnya hal tsb tdk penting selama izin
didistribusikan scr adil
Sistem hibrid  mendistribusikan scr gratis
sejumlah izin & melelang sejumlah izin tambahan.
MENETAPKAN ATURAN
PERDAGANGAN (1)
Agar pasar bekerja efektif, harus ada kejelasan
aturan yg mengatur siapa yg akan berdagang &
bgmn prosedur perdagangan harus diikuti.
Suatu aturan tdklah membebani shg
memungkinkan peserta pasar u/ mengukur dgn
akurat abibat dari menjual atau membeli izin pd
harga ttt
Suatu aturan umum untuk agen publik harus
ditetapkan secara mudah & jelas
Salah satu aturan dasar yg hrs ditetapkan adalah :
“siapa yang berhak berpartisipasi pada pasar ?” 
hanya terbatas polluter atau pihak lain ? (co/ grup2
advokasi lingkungan)
MENETAPKAN ATURAN
PERDAGANGAN (2)
Salah satu alasan mengapa pihak lain bisa membeli
izin tsb  hal tsb mrpkn bukti bahwa WTP
masyarakat u/ pengurangan total emisi melebihi
harga dr suatu izin (dlm hal ini = MAC)
Kesimpulan ini valid jika menghadapi kelompok
lingkungan lokal atau regional yg keanggotaannya
erat dgn area perdagangan & meningkatkan
pengeluarannya u/ membeli TDP di wilayah tsb
KEBERAGAMAN EMISI (1)
Misalkan kita akan mendesain program TDP untuk
mengkontrol total emisi SO 2 di suatu wilayah dari
berbagai sumber -- pembangkit listrik, unit
industri dll-- yang tersebar luas di suatu area
Masing2 titik emisi tdk berada pd kondisi angin &
kepadatan penduduk yg sama – bbrp sumber
berada di wil yg melawan / searah mata angin di
daerah yg padat penduduk
Diasumsikan mereka memiliki MAC yg berbeda
namun menerima dampak yg sama akibat emisi
SO2
KEBERAGAMAN EMISI (2)
Selama jumlah izin dlm sirkulasi konstan  kontrol
thdp emisi SO2 dpt efisien
Namun jika perdagangan langsung antar sesama
sumber maka kerusakan total dpt berubah. Contohnya
jika perush di downwind menjual izinnya pd upwind
maka total jumlah izin total tetap namun emisi di
upwind akan lebih tinggi  kerusakan lebih tinggi
Sama spt masalah yg dihadapi dlm penerapan
kebijakan pajak effluent, efek dr masing2 perush
berbeda, shg emisi dr masing2 akan memiliki dampak
yg berbeda thdp kualitas ambang di wilayah tsb
Jika program ini memperbolehkan penjualan izin antar
perush dgn basis 1:1, maka perush yg memiliki
koefisien transfer tertinggi akan dpt mengakumulasi
sejumlah besar izin.
KEBERAGAMAN EMISI (3)
Salah satu upaya u/ mencegah hal ini  perdagangan izin
hrs disesuaikan brdasarkan dampak individu suatu perush
Pihak otoritas harus mampu menentukan, bagi setiap
perush, berapa banyak izin yg dapat dibeli dr perush lain
Pihak otoritas akan mendesain sejulah ZONA, dimana
masing2 zona akan terdiri dari sumber yg relatif mirip dlm
hal lokasi & dampak emisinya thdp kualitas ambang
Sehingga dpt dilakukan 2 hal : (1) mengizinkan
perdagangan izin hanya sesama perush dlm 1 zona atau (2)
melakukan penyesuaian thdp seluruh perdagangan antar
zona
TDPS & MASALAH2 KOMPETISI (1)
Pertanyaan ttg mengizinkan perdagangan melewati
batas zona atau menghambatnya antar zona mjd smkn
penting
Program TDP bekerja melalui proses perdagangan,
ketika penjual & pembeli berinteraksi u/ mentarnsfer
hak kepemilikan
Pasar terbaik akan terjadi ketika terjadi kompetisi
penting antara penjual & pembeli, & pasar bekerja
buruk jika hanya terdapat sedikit penjual & pembeli
sehingga tekanan kompetisi lemah
Dari sudut pandang pengembangan kompetisi, zona
perdagangan diatur seluas mungkin, untuk meraih
pembeli & penjual yg lebih besar
TDPS & MASALAH2 KOMPETISI (2)
Namun hal ini akan bertentangan secara ekologi. Pada
banyak kasus terdapat alasan meteorologi atau
hidrologi untuk membatasi area perdagangan
Co : jika kita ingin mengkontrol emisi pada suatu kota,
maka kita tdk mengizinkan suatu perush mlkkn keg
perdagangan izin di kota tsb
Atau jika kita ingin mengkontrol emisi pada suatu
danau atau sungai,maka kita tdk mengizinkan suatu
sumber berlokasi di wilayah tsb
Dengan alasan2 lingkungan kita menginginkan adanya
pembatasan wilayah perdagangan, sementara dr sisi
ekonomi kita menginginkan area perdagangan yg lebih
luas
PROGRAM TDP & ENFORCEMENT (1)
• Aspek langsung dr TDP  suatu sumber dibatasi
untuk menjaga emisinya pd suatu tingkat yg lebih
rendah dibandingkan TDP yg dimilikinya
• Agen administrasi penting untuk menjaga 2
kondisi :
(1) jumlah izin yg dimiliki setiap perush, dan
(2) jumlah emisi dr masing2 perush
• Perdagangan izin mjd makin complicated dgn
smkn banyaknya penjual & pembeli dgn berbagai
pola transaksi – pinjaman sesaat & penjualan jk
panjang sbg tambahan untuk tranfer yg permanen
PROGRAM TDP & ENFORCEMENT
(1)
Seperti halnya monitoring, agen administrasi harus
mampu mengawasi polluter u/mengetahui kapan emisi
dr setiap perush melebihi izin yg dimilikinya
Jika izin menunjukkan total emisi pd suatu waktu,dpt
pula diartikan sbg ukuran kumulatif emisi pd masing2
perush
Program TDP diharapkan dpt mjd insentif bagi perush
u/ saling mengawasi –setidaknya secara informal
Jika suatu sumber mengeluarkan emisi melampaui izin
yg dimiliki  perush tsb mlkkn kecurangan dgn tdk
membeli izin tambahan mengurangi permintaan izin
 menurunkan harga izin di pasaran
PROGRAM TDP & INSENTIF
UNTUK R&D (1)
Salah satu kriteria utama dlm menetapkan kebijakan
lingkungan  membuat insentif yg besar bg perush u/
mencari upaya yg lebih baik dr pengurangan emisi
Standar emisi lemah dlm hal ini dibandingkan pajak
emisi
Program TDP dlm hal ini sama dengan pajak emisi
Lihat gambar berikut, diasumsikan MAC perush saat
ini pd MAC1 dan izin emisi berharga p per unit --
diasumsikan harga konstan
emisi yg dikeluarkan perush disesuaikan dgn izin yg
dimiliki tingkat emisi e1  Total Abatment Cost =
(a+b)
Program TDP & Insentif untuk R&D (2)

Insentif mlkkn R&D  u/ menemukan biaya yg


lebih rendah guna mengkontrol emisi, shg perush
bisa menghemat emisi  dpt menjual kelebihan
izin yg dimiliki
R&D  MAC bergeser ke MAC2  tkt emisi mjd e2
 Total Abatement Cost = (b+d)  perush dpt
menjual surplus izin sbsr (e 1-e2)  penerimaan
perush dr penjualan izin = (c+d)
Harga dr suatu izin memiliki insentif yg sama spt
pajak polusi, dgn tidak mengurangi emisinya,
perush akan kehilangan penerimaan yg dpt
mereka peroleh dgn menjual sejumlah izin yg
mereka miliki
Perubahan akibat adanya R&D
= TAC pd MAC1 – TAC pd MAC2
+ Penerimaan dr penjualan
TDP
= (a+b) - (d+b) + (c+d)
= (a+c)
TERIMAKASIH
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen

PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN


PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL
MK EKONOMI LINGKUNGAN (ESL 23A)

Pertemuan ke-13
Bogor, 22 November 2021
TA. 2021/2022
CAPAIAN
PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa
akan dapat
1. memahami dan menjelaskan tentang
perjanjian internasional terkait iklim
dan lingkungan serta pengaruhnya
terhadap perdagangan internasional,
2. menjelaskan dampak lingkungan global
terkait ozon depletion dan pemanasan
global
OUTLINE
PERJANJIAN INTERNASIONAL TENTANG
1
LINGKUNGAN (BILATERAL, MULTILATERAL)

2 EFEKTIVITAS BIAYA PADA PERSETUJUAN


MULTINASIONAL
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN
3
LINGKUNGAN
HAMBATAN PERDAGANGAN UNTUK
4 MENCAPAI TUJUAN LINGKUNGAN
INTERNASIONAL

5 PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL


https://www.deccanherald.com/state/top-karnataka-stories/central-team-slams-karnatakas-tardy-approach-to-clean-
17-polluted-rivers-852584.html
PERJANJIAN INTERNASIONAL
TENTANG LINGKUNGAN
Beberapa negara dunia telah menandatangai
persetujuan internasional untuk mengurangi emisi zat
kimia penyebab penipisan lapisan ozon.

Kebijakan lingkungan internasional  kebijakan suatu


negara  tidak terdapat lembaga pengawasan yang
efektif.

Kebijakan lingkungan saat ini terdiri dari perjanjian-


perjanjian diantara beberapa negara  ”tiap negara
sepakat untuk mengurangi emisi atau melakukan
tahapan menjaga lingkungan”
PERSETUJUAN INTERNASIONAL

Persetujuan Lingkungan dipengaruhi


oleh interaksi politik beberapa
faktor ekonomi yang mempengaruhi
manfaat dan biaya yang dirasakan
partisipan.

beberapa perjanjian internasional


berhubungan dengan aspek
lingkungan yang telah disepakati
dan dilaksanakan: nuklir, sungai,
udara, flora dan fauna, lautan, dll.
https://iea.uoregon.edu/one-
indicator
https://www.gridoto.com/
https://www.mongabay.co.id/2018/02/26/limbah-yang-tak-pernah-henti-meracuni-sungai-citarum-bagian-1/
Indonesia Join??
PERSETUJUAN INTERNASIONAL (2)
Tabel 1. Perjanjian Internasional Mengenai Polusi Lautan
Nama Perjanjian Tahun Jumlah
Pelaksanaan Peserta
International Convention for the Prevention of Pollution 1954 1958 71
of the Sea by Oil (as amended 11/4/62 and 10/21/69)
Agreement for Cooperation in Dealing with Pollution of 1969 1969 8
the North Sea by Oil
International Convention on Civil Liability for Oil 1969 1975 63
Pollution Damage (as amended)
International Convention Relating to Intervention on 1969 1975 54
the High Sea s in Cases of Oil Pollution Causalities
Convention on the Prevention of Marine Pollution from 1974 1978 13
Land Based Sources
Convention for the Protection of the Mediterranean 1976 1978 18
Sea Against Pollution
PERSETUJUAN INTERNASIONAL (3)

Tabel 2. Perjanjian Internasional Mengenai Polusi Udara


Nama Perjanjian Tahun Jumlah
Pelaksanaan Peserta
Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution 1979 1983 30
Protocol to the 1979 Convention on Long-Range Transboundary 1984 1988 27
Air Pollution on Long-Term Financing of hr Co-operative
Programme for Monitoring and Evaluation of the Long Term
Transmission of Air Pollutants in Europe (EMEP)

Protocol to the 1979 Convention on Long Range Transboundary 1985 1987 16


Air Pollution on the Reduction of Sulphur Emissions or Their
Transboundary Fluxes by at Least 30 percent

Protocol on the 1979 Convention on Long Range Transboundary 1988 - 24


Air Pollution Concerning the Control of Emissions of Nitrogen
Oxides or their Transboundary Fluxes

Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer 1985 1988 36
Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer 1987 1989 43
PERSETUJUAN INTERNASIONAL (4)

Tabel 3. Perjanjian Internasional Mengenai Polusi Sungai


Nama Perjanjian Tahun Jumlah
Pelaksanaan Peserta

Protocol Concerning the Constitution of an 1961 1962 3


International Commission for the
Protection of the Moselle Against Pollution
Agreement Concerning the International 1963 1965 6
Commission for the Protection of the
Rhine Against Pollution
Convention on the Protection of the Rhine 1976 1979 6
Against Chemical Pollution
Convention Creating the Niger Basin 1980 1982 8
Authority and Protocol Relating to the
Development Fund of the Niger Basin
PERSETUJUAN INTERNASIONAL (5)

Tabel 4. Perjanjian Internasional Mengenai Flora dan fauna


Nama Perjanjian Tahun Jumlah
Pelaksanaan Peserta
European Treaty on the Conservation of Birds Useful to Agriculture 1902 1902 11
International Convention for the Regulation of Whaling (as amended) 1946 1948 43
International Convention for the Protection of Birds 1950 1963 10
International Plant Protection Convention 1951 1952 92
International Convention for the Protection of New Varieties of Plants 1961 1968 17
(as amended)

Convention on the African Migratory Locust 1962 1963 16


European Convention on the Conservation of Nature and Natural 1968 1969 29
Resources

Convention on International Trade in Endangered Species of Wils 1973 1975 96


Fauna and Flora

Agreement on Conservation of Polar Bears 1973 1976 5


PERSETUJUAN INTERNASIONAL (6)

Tabel 5. Perjanjian Internasional Mengenai Polusi Sungai

Nama Perjanjian Tahun Jumlah


Pelaksanaan Peserta

Convention on Third Party Liability in the Field of 1960 1968 14


Nuclear Energy (as amended)

Vienna Convention of Civil Liability for Nuclear 1963 1977 10


Damage
Treaty Banning Nuclear Weapon Tests in The 1963 1963 117
Athmosphere, in Outer Space and Under Water

Treaty on the Prohibition of the Emplacement of 1971 1972 79


Nuclear Weapons of Mass Destruction on the Sea-Bed
and the Ocean Floor and in the Subsoil Thereof

Convention on Early Notification of a Nuclear Accident 1986 1986 31


PERSETUJUAN BILATERAL
PERSETUJUAN BILATERAL

Persetujuan bilateral  persetujuan diantara 2


negara yang terlibat dalam suatu dampak
pencemaran lingkungan.
Misalkan terdapat 2 negara, A dan B. Negara B
berada di downwind negara A  emisi SO2 negara
A berkontribusi tap hujan asam di kedua negara.
Di negara B  emisi SO2 hanya berkontribusi pada
hujan asam di negara tersebut (karena pola angin),
sehingga tidak ada timbal balik emisi SO2 dari B
yang mempengaruhi A. erhad
PERSETUJUAN BILATERAL (2)

$
MAC
MDT
Negosiasi antara polluters
dan penerima kerusakan
dapat menghasilkan tingkat
MDA
emisi yang efisien, property
right jelas sehingga biaya
c
d
transaksi minimum.
a
f g
b
0 e2 e1
Emisi Negara A
Divisi Ekonomi Lingkungan
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
PERSETUJUAN BILATERAL (3)

Negosiasi di antara otoritas politik 2 negara


memerlukan diplomasi.
pengurangan emisi A (e1 ke e2)  net benefit
negatif pada negara tersebut berupa penambahan
biaya (d+f), pengurangan kerusakan hanya sebesar f.
PERSETUJUAN BILATERAL (4)

Berdasarkan hukum internasional, kasus di atas ditutupi oleh


“Polluters Pays Principle” (PPP).

Kasus The Trail Smelter tahun 1935 sumber penting prinsip ini.
Trail Smelter  pembersih logam di British Columbia 
Buangan SO2nya merusak pertanian hingga luar batas USA.

Pengadilan menemukan bahwa petani berada pada hukum


internasional  Tidak ada negara yang berhak / mengizinkan
penggunaan batas wilayah dengan cara yang menyebabkan
kerusakan.

Deklarasi diluncurkan tahun 1972 pada Konfrensi Lingkungan


Hidup PBB  mengakomodir seluruh tipe transboundary
pollution.
PERSETUJUAN BILATERAL (5)

Persetujuan internasional dilangsungkan secara sukarela 


tiap negara tidak akan menandatangai persetujuan yang akan
membuat kondisi mereka lebih buruk. Mereka berupaya
menghindar sebagai ‘victim pays principle” (VPP).
Contoh kasus awal (negara A dan B), net loss yang dialami
negara A akibat pengurangan emisi (e1 ke e2) harus
dikompensasi negara B.
Penambahan abatement cost oleh negara A (d+f) 
pengurangan kerusakan sebesar f  biaya ekstra daerah d.
Selama total pengurangan kerusakan di negara B (c+d), maka
dapat digunakan untuk mengkompensasi pengeluaran biaya
ekstra negara A, sehingga yang diterima negara B adalah c.
PERSETUJUAN BILATERAL (6)

Terdapat banyak isu mengenai tawar-menawar


internasional. Tawar-menawar tergantung persepsi tiap
negara terhadap MD dan MAC, serta bagaimana
meyakinkan negara lain.

Contoh: negara A dan B, negara A memiliki kepentingan


untuk meyakinkan negara B bahwa tambahan abatement
cost akibat pengurangan emisi sangat tinggi jika
dibandingkan manfaat yang diterima negara A.

Dilain pihak, negara B berkepentingan untuk meyakinkan A


bahwa akan terjadi pengurangan kerusakan secara nyata
dari pengurangan emisi A.
PERSETUJUAN MULTILATERAL
PERSETUJUAN MULTILATERAL

Persetujuan multirateral  persetujuan mengenai


dampak lingkungan dengan banyak negara berkontribusi.

Contoh:

hujan asam dari emisi SO2, polusi dari kawasan


laut yang disebabkan negara-negara yang berada
di sisi sungai, depresi ozon akibat emisi CFC dan
efek rumah kaca akibat emisi CO2.
Pada kasus ini kerusakan yang dialami masing-
masing negara berhubungan dengan dengan
total emisi pada saat ini dan masa lampau dari
seluruh negara.
PERSETUJUAN MULTILATERAL (2)

Isu efisiensi dan pemerataan pada persetujuan


internasional.
Pertanyaan mendasar “bagaimana menyeimbangkan
keseluruhan manfaat dan biaya”
terdapat kesulitan dalam mengestimasi total manfaat
global secara akurat.
Manfaat didasarkan pada perhitungan dampak fisik
perubahan lingkungan dan sejumlah ide tentang
bagaimana dampak ini didistribusikan di antara negara-
negara. Artinya penekanan difokuskan pada abatement
cost dan distribusinya.
PERSETUJUAN MULTILATERAL (3)

Dua isu utama terkait dengan


biaya, yaitu :
(1) Metode apa yang dapat
diterapkan di sejumlah negara
untuk mempertemukan kondisi
yang diperlukan oleh suatu
persetujuan,
(2) Bagaimana membagi
keseluruhan biaya di antara negara-
negara partisipan.
PERSETUJUAN MULTILATERAL (4)

Contoh:
Manfaat yang diterima dari pengurangan 20% CO2 akan
dirasakan oleh banyak negara  setiap negara akan memiliki
insentif untuk membawa negara lain memberikan total global
abatement cost sejauh mereka bisa

Biaya yang dikeluarkan tiap negara dipengaruhi oleh:

(1) pilihan aturan dimana pengurangan keseluruhan emisi akan


di distribusikan antar negara,
(2) pembayaran dari suatu negara ke negara lain, untuk
membantu kerugian biaya kontrol (transfer payment)
EFEKTIVITAS BIAYA PADA PERSETUJUAN
MULTINASIONAL

Perjanjian antar negara dalam mengurangi emisi yang


sama menghasilkan bias yang kuat.
Protokol Montreal (perjanjian pengurangan CFC),
terdapat perbedaan antara pengurangan emisi di negara
berkembang versus di negara maju.
Dalam aplikasi terdapat perbedaan MAC antar negara
 pengurangan emisi cenderung lebih besar pada
negara dengan kurva MAC lebih landai.
EFEKTIVITAS BIAYA PADA PERSETUJUAN MULTINASIONAL (2)

Contoh:
$ $
MAC

MAC
a
pajak
b
c d e

40 60 80 30 50 100
Emisi negara A Emisi negara B
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN LINGKUNGAN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN LINGKUNGAN

Isu-isu yang timbul :


• bagaimana peningkatan
perdagangan
mempengaruhi
PERDAGANGAN BEBAS
dilakukan untuk meningkatkan 1 kerusakan lingkungan?”

kesejahteraan & memberikan


peluang bagi setiap negara
untuk memperluas pasar pada • “bagaimana upaya
nasional untuk
produk yang memiliki mencegah dampak
keunggulan komparatif. lingkungan pada
2 perdagangan
internasional?”
Masalah timbul ketika
perdagangan bebas
mempersulit negara dalam
melindungi SDAnya
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN LINGKUNGAN (2)

D S’
S

I’
I

0 q1 q2 q0
Jumlah barang

https://www.deccanherald.com/state/top-karnataka-stories/central-team-slams-karnatakas-tardy-approach-to-clean-
17-polluted-rivers-852584.html
HAMBATAN PERDAGANGAN UNTUK MENCAPAI
TUJUAN LINGKUNGAN INTERNASIONAL

Beberapa perjanjian internasional mengenai lingkungan yang


melibatkan perjanjian perdagangan:

MONTREAL PROTOCOL
upaya internasional untuk mengurangi deplesi ozon,
melarang ekspor CFC dari negara penandatangan ke negara lain
di luar protokol, berlaku sebaliknya.
Tujuan: memastikan produksi CFC dan ozone depleting chemical
tidak dengan mudah berpindah ke negara luar
HAMBATAN PERDAGANGAN UNTUK MENCAPAI
TUJUAN LINGKUNGAN INTERNASIONAL (2)

LONDON GUIDELINES ON CHEMICAL


dilaksanakan tahun 1989 (74 negara
menyetujui panduan dalam pertukaran
informasi pada perdagangan internasional
bahan kimia).
Panduan ini mensyaratkan sejumlah
negara memberi sanksi atau hambatan
pada sejumlah bahan kimia dan juga
mendorong transfer teknologi.
HAMBATAN PERDAGANGAN UNTUK MENCAPAI
TUJUAN LINGKUNGAN INTERNASIONAL (3)

CONVENTION INTERNATIONAL TRADE ENDANGERED SPECIES


OF WILD FAUNA AND FLORA (CITES)
dimulai thn 1975
negara anggotanya diharapkan dapat menetapkan sistem izin
untuk mengkontrol pergerakan expor impor makhluk hidup, dan
mendesain suatu badan manajemen untuk mengendalikan
sistem izin tersebut serta badan ilmiah untuk mengetahui
sejauhmana perdagangan dapat merugikan keberadaan spesies.
HAMBATAN PERDAGANGAN UNTUK MENCAPAI
TUJUAN LINGKUNGAN INTERNASIONAL (4)

$ Dua tipe hambatan perdagangan :


1)kontrol ekspor dan
S1
2)kontrol impor
D0
S0
D1
Peningkatan harga tergantung
P1 pada hak kepemilikan. Jika private
property right maka peningkatan
P0
harga menjadi sinyal untuk lebih
P2 peduli terhadap keselamatan dan
kesejahteraan spesies tersebut.

Jika common property right ?


q1 q0
Quantity of trade in an endangered species
PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL

Divisi Ekonomi Lingkungan


Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL

Saat ini orang di seluruh dunia tengah berupaya untuk


mengendalikan permasalahan lingkungan lokal dan
memperbaiki kondisi lingkungan mereka. Permasalahan
lingkungan global, yaitu:

Ozone Global
Depletion Warming
OZONE DEPLETION

1. Permasalahan fisik
Kebanyakan ozon di atmosfer bumi terletak dalam stratosfer
(kawasan membentang pada ketinggian 10-50 km) 
berfungsi dalam menjaga tingkat radiasi bumi dan
menghalangi sejumlah besar radiasi ultraviolet dan
gelombang pendek yang masuk.

akhir 1970 sebuah lubang besar muncul pada lapisan ozon di


atas Antartika.
OZONE DEPLETION(2)

Diketahui kandungan kimiawi atmosfer telah berubah, hal ini


terjadi secara cepat pada skala global. Konsentrasi CO2, CH4,
N2O dan gas mengandung klor di atmosfer diperkirakan
meningkat antara 0.2-0.5% tiap tahunnya. Hilangnya ozon ini
terkait dengan akumulasi klor di dalam stratosfer
Klor bersumber dr bermacam bhn kimia yg dihasilkan di bumi
dan naik hingga mencapai atmosfer.
Substansi yg paling berbahaya adalah halokarbon.
Halokarbon utama disebut chlorofluorocarbons (CFCs).
Penggunaan CFCs menyebar dengan cepat sebagai bahan
pendingin dan bahan dasar aerosol (penyemprot rambut,
deodoran, dan obat pembasmi serangga), bahan industri
pembuatan poliuretan dan karet sintetis berbusa, juga sebagai
bahan pembersih dan pelarut dalam industri.
OZONE DEPLETION (3)

2. Kerusakan Akibat Radiasi Ultraviolet


Beberapa tahun yang lalu muncul anggapan bahwa
pengurangan ozon hanya akan terbatas pada bagian-bagian
kecil stratosfer saja, tapi belakangan menampakkan
pengurangan ozon yang signifikan di atas kawasan-kawasan
besar dunia berpenduduk padat.

Setiap 1% lubang ozon di stratosfer akan menghasilkan 2-


3% peningkatan radiasi ultraviolet di permukaan bumi.
OZONE DEPLETION (4)

Dua sumber utama kerusakan: pada kesehatan manusia dan


kerugian pada hasil pertanian. Kerusakan kesehatan dalam hal
ini adalah meningkatnya kanker-kanker kulit dan penyakit mata.

Setiap 1% peningkatan pada radiasi UV, sel basal & kasus


kanker sel bersisik akan meningkat 1-2 persen, sedangkan
kanker kulit melanoma akan meningkat < 1 persen & katarak  2
persen.

Peningkatan radiasi UV juga dapat menyebabkan peningkatan


biaya produksi makanan karena kerusakan secara fisik yang
terjadi selama proses pertumbuhan. Kerusakan dapat juga
terjadi pada bagian lain dari ekosistem fisik bumi.
OZONE DEPLETION (5)

4. Permasalahan Ekonomi di Balik Pengendalian CFC

Masalah mendasar adalah bagaimana cara mengangkat


masalah penghapusan bertahap penggunaan zat kimia ke
berbagai negara dengan kondisi yang berbeda.

Dalam permasalahan ekonomi, fokus utama adalah


pengembangan bahan kimia pengganti yang berfungsi seperti
CFC (bahan pendingin, zat pembersih, dll) tetapi hanya
berdampak sedikit pada penghabisan ozon.

CFC-11, -12 dan -13 memiliki tingkat potensi penghabisan ozon


yang tinggi (Ozone Depletion Potential - ODP).
OZONE DEPLETION (6)

Riset yang ada mengembangkan hydrochlorofluorocarbons


(HCFCS) dan hydrofluorocarbons (HFCS) yang mempunyai umur
hidup di atmosfer lebih pendek dan memiliki tingkat ODP yang
lebih rendah, bahkan nol.

Hal yang utama secara ekonomi dalam penurunan tingkat CFC


adalah biaya pengembangan komponen pengganti, serta biaya-
biaya perubahan sistem kerja dari bahan kimia lama ke baru.

Di Amerika, pendekatan yang dilakukan telah merujuk kepada


EPAdengan mengalokasikan kuota produksi CFC kepada lima
produsen CFC domestik.
OZONE DEPLETION (7)
Pendekatan dalam pembatasan CFC adalah mengenakan pajak
produksi CFC. Nilai pajak = (p2-p1) akan memindahkan semua
pajak keuntungan tambahan kepada publik  dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan (penambahan
pendapatan umum/ menggunakannya sebagai biaya konversi
CFC).

Sistemnya dibangun dengan menetapkan sebuah tarif pajak


dasar, lalu menetapkan pajak yang berbeda di berbagai
perusahaan kimia sesuai tingkatan produksi CFC mereka.

Tarif Pajak = Tarif Dasar x Potensi Penghancuran Ozon


PEMANASAN GLOBAL

1. Permasalahan fisik
Pemanasan global dikenal sebagai “greenhouse
effect"

Pada kondisi "normal" (sebelum berkembang


industri), diketahui jumlah berbagai gas rumah kaca
secara global dalam kondisi seimbang. Gas ini
muncul dari pembusukan jasad tumbuhan dan
binatang yang diserap oleh hutan-hutan dan
samudra.
PEMANASAN GLOBAL (2)
Adanya revolusi industri peningkatan yang sangat cepat dalam
pengambilan energi dari bahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar
fosil, dibarengi dengan penebangan hutan dan aktivitas lainnya,
menimbulkan peningkatan jumlah kandungan CO2 di atmosfer
sebanyak 20 persen pada awal revolusi industri.

Gas Efek (%) Sumber Utama


CO2 49 Deforestasi, produksi semen, dll

CH4 18 Landfills, pertanian

N2O 6 Pupuk, pembukaan lahan,


pembakaran lahan, dll

Lainnya (CO, NO, ...) 13 Berbagai macam penyebab


PEMANASAN GLOBAL (3)

2. Dampaknya terhadap Manusia dan Ekosistem


Kenaikan permukaan laut berdampak pada kehancuran
masyarakat tertentu, seperti yang berada di Kepulauan Pasifik,
atau yang tinggal di kawasan delta sungai yang rendah.
Dampak pemanasan global akan terasa relatif lebih sedikit di
negara yang pembangunannya mengarah ke bagian dalam dan
menjauhi tepi pantai.

Sebuah studi terbaru oleh EPA menyimpulkan bahwa dampak


terhadap dunia pertanian karena adanya pemanasan udara
akan lebih terasa di negara berkembang  negara-negara di
Afrika hampir semuanya akan merasakan dampak pemanasan
global ini.
PEMANASAN GLOBAL (4)
3. Tanggapan Teknis terhadap Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca  hasil peningkatan produksi gas
rumah kaca berbanding kemampuan ekosistem bumi
dalam menyerap gas tersebut.

Tujuan utama pengurangan pemanasan global 


pengurangan keluaran gas rumah kaca / meningkatkan
kapasitas penyerapan CO2 oleh ekosistem bumi. CO2
merupakan gas utama pemicu efek rumah kaca, maka
focus diarahkan kepada pengurangan emisi CO2 pada
skala global.
PEMANASAN GLOBAL (5)

Untuk mendapatkan gambaran total dari tingkat produksi


CO2 di dunia saat ini dan bagaimana perhitungan itu
didapat, digunakan persamaan berikut:

GDP Energy CO2


Total CO2 production Population  
Person Person Energy

Jumlah emisi CO2 tergantung pada interaksi dari


penduduk
pendapatan kotor per kapita
www.mhhe.com/economics/field3
www.etei.org
www.emissions.org
TERIMAKASIH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Jalan Agatis, W.3 L.2, Kampus IPB Dramaga Bogor, 16680


Telepon: (0251)8621834/ 8421762
Faximile: (0251) 8621834
esl@apps.ipb.ac.id www.esl.ipb.ac.id esl_ipb dept esl

Anda mungkin juga menyukai