Anda di halaman 1dari 36

BEDAH BUKU

MEMAHAMI ILMU POLITIK KARYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Politik

Dosen Pengampu:

Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd.

Disusun Oleh:

Sari Nurul Hidayah

3111418045

JURUSAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020
A. TAMPILAN

1. Desain Buku

Setelah mengamati buku yang berjudul Memahami Ilmu Politik, dengan desain buku
yang sangat sederhana dengan cover berwarna putih dan abu-abu dilengkapi dengan gambar
catur. Meskipun tampilan buku terlihat sangat sederhana tetapi menurut saya buku ini sangat
menarik untuk dibaca karena buku ini membaas tenatang ilmu politik yang lebih dalam dan
bahasan yang luas. Buku ini diterbitkan oleh Grasindo yang tercatat sebagai buku terbitan best
seller.

2. Cover Buku

Dalam pembahasan desain buku sudah dibahasa sedikit tentang cover yang mana cover
berwarna putih dan abu-abu dan di lengkapi dengan gambar catur yang terdiri atas pion, kuda,
mentri, dan raja. Dengan begitu cover terkesan sangat sederhana akan tetapi sangat menarik.
Dengan adanya gambar catur yang memiliki makna bahwa catur adalah miniature politik dan
kehidupan sehari-hari.
3. Layout Buku

Layout buku yang ada termasuk sudah tepat tata letak dan elemen-elemennya yang ada
didalam buku dalam tulisan judul yang cukup besar dan mudah untuk dilihat jelas dalam
pewarnaan tulisan yang berwarna hitam dan putih. Tulisannya juga mudah untuk dibaca untuk
para pembaca.

4. Ukuran Buku

Buku yang saya bedah dengan judul Memahami Ilmu Politik yang diterbitkan dengan
grasido terdiri atas 287 halaman termasuk sampul dari buku tersebut.

B. ISI

Bab I yang berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari sub bab pertama pengantar yang
berisi politik berada disekeliling kita tanpa disadarimau tidak mau mempengaruhi kehidupan.
Menurut Aristoteles politik adalah berarti mengatur apa yang seyogyanya kita lakukan dan apa
yang seyogyanya tidak dilakukan, yang berarti bahwa dimensi politik mempengaruhi dimensi
lain dalam kehidupan manusia.

Subbab yang kedua Konsep-Konsep Politik, ada beberapa konsep politik tang bersumber
dari para ahli, yaitu:

a. Klasik, pada pandangan klasik (Aristoteles) mengemukakan bahwa politik digunakan


masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap neniliki moral yang
lebih tinggi daripada kepentingan swasta. Kepentingan umumum sering diartikan sebagi
tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan,
kebenaran, dan kebahagiaan umum itu sendiri. Kepentingan umum dapat diartikan
sebagai general will, will of all atau kepentingan mayoritas.
b. Kelembagaan, menurut Max Weber politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggara negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang yuridis formal
yang statis. Negera dianggap memiliki hak memonopoli kekuasaan fisik yang terutama.
Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara yang memiliki batas wilayah yang pasti
dan penduduknya tidak nomaden.
c. Kekuasaan, Robson mengemukakan politik adalah kegiatan mencari dan
mempertahankan kekuasaan ataupun mendatang pelaksanaan kekuasaan. Kekuasaan
sendiri adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik pikiran
maupun perbuatan agar orang tersebut berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang
mempengaruhi. Kelemahan dari konsep Kekuasaan adalah tidak dapat dibedakan antara
konsep yang bersifat politik dan non politik kekuasaan hanya salah satu konsep dalam
ilmu politik, masih ada konsep ideology, legitimasi, dan konflik.
d. Fungsionalisme, David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai
secara otoriatif berdasarkan kewenangan dan mengikat suatu masyarakat. Sedangkan
menurut Harold Lasswell, politik merupakan who gets, when gets, and how gets nilai.
Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.
Kelemahan dari konsep ini adalah ditempatkannya pemerintah sebagai sarana dan wasit
terhadap persaingan diantara perbagai kekuatan politik untuk mendapatkan nilai-nilai
terbanyak dalam kebijakan umum tanpa memperhatikan kepentingan pemerintah itu
sendiri.
e. Konflik, pandangan konflik mendiskripsikan bahwa politik merupakan kegiatan untuk
mempengaruhi perumusan dan kebijkan umum dalam rangka untuk usaha
mempengaruhi, mendapatkan dan mempertahankan nilai. Oleh karena itu sering terjadi
perdebatan dan pertentangan antara pihak yang memperjuangkan dan pihak yang
mempertahankan nilai. Kelemahan konsep ini tidak semua konflik berdimensi politik.

Sub bab yang ke III tentang Asumsi-Asumsi Politik tentang setiap masyarakat
menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber sehingga konflik timbul dalam
prooses penentuan distribusi. Kelompok yang dominan dalam masyarakat ikut dalam
proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-sumber melalui keputusan politik
sebagai upaya penegakkan pelaksanaan keputusan politik. Pemerintah mengalokasia
sumber-sumber yang langka, tetapi mengurangi atau tidak mengalokasikan kepada
kelompok dan individu lain. Oleh karena itu kebijakan pemerintah yang diambil tidak
akan pernah berasal dari kelompok yang tidak puas. Meluasnya tekanan-tekanan maka
kelompok atau individu yang mendapatkan keuntungan dari pola distribusi sumber yang
ada, berusaha untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan. Dalam politik tidak
ada yang serba gratis artinya setiap usul kebijakan untuk memecahkan masalah selalu
mengandung unsur untung ruginya. Penguasa semakin mampu menyakinkan masyarakat
umum bahwa sistem politik yang ada sudah sah maka makin mantab kedudukan
penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam menghadapi kelompok yang
menginginkan perubahan. Politik tetap merupakan art of possible banyak perpecahan
masalah yang ditempuh pemerintah hanya bersifat semu karena sukar dilaksanakan dalam
kenyataan. Tuntutan perluasan demokrasi mungkin akan mengurangi efektivitas
pemerintahan sebaiknlya pemerintah yang semakin efektif mungkin menghendaki
pertanggung jawaban pemerintah yang terbatas pada masyarakat.

Sub bab ke IV yang berisi tentang rangkuman yang mana secara komperehensif
politik dapat didefinisikan sebagai interaksi antara masyarakat dengan pemerintah, dalam
rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan
bersama masyarakat yang tinggal di suatu wilayah tertentu. Hubungan interaksi itu
bersifat dua arah atau lebih. Pusat perhatian dalam ilmu politik adalah proses pembuatan
atau pelaksanaan keputusan politik dalam rangka untuk mencapai tujuan masyarakat atau
negara yang dianggap paling baik untuk seluruh anggota masyarakatnya. Keputusan
politik yang berupa kebijakan umum menyangkut 3 hal: penyerapan sumber-sumber
materiil dan manusaia dari masyarakat (ekstraktif), distribusi dan alokasi sumber-sumber
kepada masyarakat dan pengaturan perilaku anggotamasyarakat (regulative).

Sub bab ke V tentang perilaku politik, perilaku politik adalah perilaku yang
berkaitan dengan proses politik. Yaitu interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka proses pembuatan, pelaksanaa, dan penegaan keputusan politik. Perilaku politik
dibagi menjadi dua perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah yang
bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik dan
perilaku politik warga negara biasa yang tidak berwenang tetapi dapat mempengaruhi
pihak membuat keputusan politik (partisipasi politik).

Sub bab ke VI membahas tentang keputusan yang mengikat, menurut David


Easton anggota masyarakat menaati keputusan politik karena mereka merasa terikat
dengan kewenangan yang ada yang disebabkan takut atas paksaan fisik atau sanksi
psikologis, takut dikucilkan oleh masyarakat sedangkan Gene Sharp mengungkapkan
tujuh alasan menaati kewenangan yaitu: tradisi, takut akan paksaan, kewajiban moral,
kepentingan sendiri, identifikasi psikologis dengan penguasa, tak berdampak baginya dan
sikap kurang percaya diri dikalangan warga negara.

Sub bab VII membahas tentang Konflik, Konsensus, dan Perubahan, sebagai
mana yang dikemukakan oleh Geotano Mosca bahwa pemerintahan akan dapat berjalan
dengan baik dan stabil serta stabil apabila terjadi koalisi atau kerjasama anata satu atau
lebih kekuatan politik. Dengan kata lain keputusan politik kadang-kadang dapat
menyelesaikan konflik baru. Semua itu menimbulkan perubahan yang direncanakan
maupun tak terduga.

Sub bab VIII Masyarakat Umum, oleh karena itu ilmu politik merupakan ilmu
yang mengkaji interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam proses pembuatan dan
pelaksaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama untuk masyarakat umum.

Bab 2 Kebaikan Bersama, yang pertama adalah sub bab I pengantar bahwa setiap
pihak dalam kehidupan politik selalu menggunakan alasan demi “kebaikan bersama”.
Alasan-alasan kebaikan bersama itu, apakah digunakan sebagai pembenaran atau
sungguh-sungguh digunakan sebagai pedoman penyusutan kebijakan, semua
menunjukkan setiap sistem politik memiliki sejumlah nilai atau ide-ide yang dianggap
terbaik sebagai kebaikan bersama.

Sub bab II Rezim Terbaik, Rezim terbaik adalah keseluruhan tata masyarakat,
politik, ekonomi, dan sosial budaya yang dianggap terbaik di negara-negara. Ada
beberapa penilaian rezim terbaik para ahli:

a. Scrates, menurut scrates suatu rezim atau masyarakat dikatakan adil manakala setiap
kelas melaksanakan fungsi dan pekerjaannya secara maksimal dan bekerja sama secara
harmonis dibawah pengarahan filosof raja yang bijaksana berdasarkan asumsi, rezim
dibedakan menjadi lima tipe. Pertama aristroksi yaitu rezim yang dijiwai dengan akal
budi, kedua yaitu dijiawai dengan semangat, ketiga oligarki yaitu dijiwai dengan
keinginan yang perlu (nacassary desire), keempat demokrasi yaitu rezim yang dipimpin
oleh banyak orang yang mengandalkan kebebasan yang tak perlu nacassary desire),
kelima tiraniyaitu rezim terburuk karena yang memerintah seorang tiran yang bertindak
sekehendak nafsunya (unlawful desire).
b. Thomas Hobbes, bagi hobbes warga masyarakat hanya memiliki hak untuk diwakili
dalam pemerintahan. Dengan kata lain Hobbes berpandangan kebebasan individu hanya
dapat diperihara dengan suatu pemerintahan yang memiliki kewenangan mutlak.
c. John Locke, John Locke berpendapat kebebasan individu hanya dapat dijamin dengan
suatu pemerintah yang memiliki kewenangan yang terbatas.
d. J.J. Rousseau, menurut Reusseau keinginan umum atau kepentingan bersama merupakan
landasan setiap masyarakat.
e. Karl Marx, menurut Karl Marx seorang anggota masyarakat tidak mengembangkan
dirinya secara individual secara situasi yang vakum, melinkan dari dan melalui kelas
mereka tergolong.
f. Pancasila dan UUD 1945, rezim terbaik ataupun kebaikan bersama menurut UUD 1945
tampak dalam empat tujuan negara yaitu, melindungi seluruh golongan masyarakat
bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan ikut serta menciptakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan pancasila sebagai sumber dasar
filsafat negara yang dioperasionalkan dalam berbagai ketetapan MPR.
g. Ideologi-Ideologi Dunia, gagasan, budaya, hukum, dan sebagainya sadar atau tidak
merupakan pembenaran kepentingan materiil pihak yang memiliki gagasan yang
dominan. Sistem pembenaran ini di sebut ideologi. Berikut beberapa ideology dunia: (a)
Liberalisme, menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu
mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya dalam masyarakat.
Paham ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat. (b)
Konservatisme, paham konsevatisme berpandangan pemerintah terbaik ialah pemerintah
yang memerintah sedikit mungkin ekonomi dan pasar akan dengan sendirinya
menguntungkan semua individu. (c) Sosialisme dan komunisme, paham sosialisme
keyakinan perubahan dapat seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan
demokratis. Pada pihak lain, paham komunis berkeyakinan perubahan atas sistem
kapitalisme harus dicapai dengan cara-cara revolusi, dan pemerintahan oleh dikantor
proletariat sangat diperlukan pada masa transisi. (d) Faisme. Merupakan tipe
nasionalisme yang romantic dengan segala kemegahan upacara dan symbol-simbol yang
mendukungnya untuk mencapai kesabaran negara.
Bab 3 tentang Bangsa dan Negara, yang terdiri dari sub bab I Pengantar,
pengertian bangsa dalam istilah berbeda dengan pengertian bangsa dalam istilah bangsa-
bangsa (nation-state). Bangsa dalam bangsa negara mencangkup jumlah kelompok
masyarakat (berbagai suku dan ras) yang lebih luas daripada bangsa dan suku bangsa.

Sub bab ke II Proses Pembentukan Bangsa-Bangsa, Ben Anderson seorang


ilmuan politik mengartikan bangsa merupakan komunitas politik yang dibayangkan
(imagined political community) dalam wilayah yang jelas batasanya dan berdaulat.
Secara umum ada dua model proses pembentukan bangsa-bangsa: (a) Model ortodoks,
bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dulu untuk kemudian bangsa itu
membentuksatu negara tersendiri. (b) Model mutakir, berawal dari adanya negara
terlebbih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduknya
merupakan kumpulan sejumlah kelompok suku bangsa danras. Kedua model ini berbeda
dalam 4 hal yakni:

1. Ada Tidaknya Perubahan Unsur dalam Pengelompokan Masyarakat, model otrodoks ini
tidak mengandung perubahan unsur Karena satu bangsa membentuk satu negara.
Sedangkan model mutakir mengandung perubahan unsur dari banyak kelompok satu
bangsa menjadi satu bangsa baru.
2. Lamanya Waktu yang Diperlukan dalam Proses Pembentukan Bangsa Negara, model
otrodoks memerlukan waktu yang singkat karena hanya membentuk struktur kekuasaan
raja. Sedangkan model mutakir memerlukan waktu lebih lama karena harus mencapai
kesepakatan tentang identitas kultural (nasionalitas) yang baru.
3. Kesadaran Politik, para model otrodoks kesadaran politik muncul setelah terbentuknya
bangsa negara. Sedangkan model mutakir, kesadaran politik muncul mendahului dan
menjadi kondisi awal terbentuknya bangsa negara.
4. Derajat Pentingnya Partisipasi Politik dan Rezim Politik, pada model otrodoks partisipasi
politik dan rezim politik dianggap sebagai hal yang terpisah dari proses integrasi
nasional. Sedangkan model mutakir partisipasi Politik dan Rezim Politik merupakan hal-
hal yang tak terpisahkan dari proses integrasi nasional (pembentukan bangsa-bangsa).

Sub bab III Faktor-Faktor Pembentuk Identitas Bersama, pada sub bab ini
memiliki:
a. Primordial, yang merupakan faktor-faktor primordial adalah ikatan kekerabatan (darah
dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat. Walupun ikatan
kekerabatan dan kesamaan budaya mempersukar pembentukan satu nasionalitas baru
(bangsa negara) karenaperbedaan ini akan melahirkan konflik nilai seperti yang terjadi
pada Malaysia.
b. Sacral, yang merupakan faktor-faktor sacral adalah kesamaan agama yang dipeluk oleh
suatu masyarakat (ikatan ideologi doktriner yang kuat dalam suatu masyarakat).
Kesamaan agama atau ideologi tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa negara seperti
sepuluh negara Arab (untuk islam) dan puluhan negara Amerika Latin (untuk khatolik).
c. Tokoh, salah satu faktor yang menyatukan bangsa adalah kepemimpinan dari salah
seorang tokoh yang disegani dan dihormati. Contoh Bung Karno, dan Bung Hatta.
d. Sejarah, Faktor pemersatu bangsa yang tak kalah penting adalah persepsi yang sama
tentang asal-usul,pengalaman masa lalu,serta tekad dan tujuan yang sama antar
kelompok masyarakat.
e. Bhineka Tunggal Ika, Suatu bangsa-negara akan terbentuk ketika memiliki prinsip
bersatu dalam perbedaan (unity in diversity).Contoh : Swiss dengan berbagai
agama,suku bangsa serta berbagai daerah, juga Amerika Serikat.
f. Perkembangan Ekonomi, Perkembangan ekonomi akan menimbulkan solidaritas dan
persatuan masyarakat.Contoh : Eropa Barat dan Amerika Utara.
g. Kelembagaan, Lembaga-lembaga pemerintahan dan politik ,seperti birokrasi,angkatan
bersenjata dan partai politik berperan dalam menyatukan berbagai kepentingan yang ada
di kalangan penduduk sehingga membentuk suatu kepentingan nasional.

Sub bab ke V tentang Ideologi Nasional, Dua fungsi ideologi dalam masyarakat
adalah menjadi tujuan dan cita-cita yang hendak dicapai bersama,serta sebagai alat
pemersatu masyarakat.Ideologi nasional menjadi konsensus berbagai kelompok dan
golongan kepentingan atau merupakan hasil konsensus berbagai subideologi.Maka dari itu
masyarakat majemuk (yang terdapat berbagai bangsa,ras,suku dan agama) menjadikan nilai-
nilai kemanusiaan,keadilan sosial,demokrasi,nasionalisme,kekeluargaan,ketakwaan terhadap
Tuhan sebagai sebuah ideologi karena sifat nilai tersebut dapat menyatukan berbagai
kelompok masyarakat,serta memberi arah dan panduan dalam bertingkah laku.Ideologi
bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Sub bab ke V Negara Sistem Dominasi dan Konsensus, Negara merupakan hubungan
sosial yang bersifat dominatif,memiliki kewenangan yang sah untuk mempertahankan sistem
dominasi sosial.Negara mewakili kepentingan komponen masyarakat yang dominan. Peran
negara sebagai pengelola kosensus adalah lembaga-lembaga negara harus tampil sebagai
pengemban kepentingan dan akan diakui oleh masyarakat ketika negara mempunyai
‘mediasi’ (sambungan komunikasi) dengan masyarakat,yaitu bangsa,hak-hak politik warga
negara dan kelompok populis.Hak-hak politik warga negara ialah peranan abstrak yang
berwujud dalam tiga hak,yaitu : hak memilih dalam pemilu,hak menyatakan pendapat dan
berasosiasi,dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari lembaga-lembaga yang
menyimpang dari kewenangannya.Sedangkan kelompok polulis merupakan pejuang
keadilan bagi lapisan masyarakat yang tertindas dan tidak berdaya.Institusi-insitusi negara
akan mendapatkan pengakuan sebagai pengemban konsensus mengenai kepentingan umum
apabila lembaga tersebut mengidentifikasikan diri dengan bangsa,mengakui dan menjamin
hak-hak politik warga negara,dan tanggap terhadap tuntutan populis.

Sub bab ke VI Integritas Politik, Menurut Weiner, yang dimaksud dengan integrasi
politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem politik.

1. 4 unsur utama pembentuk negara adalah :


a. wilayah
b. penduduk
c. pemerintah
d. kedaulatan
2. Integrasi politik dibagi menjadi 5 jenis,yaitu:
a. Integrasi Bangsa, merupakan proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya
dalam satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional.Weiner
mengungkapkan bahwa secara garis besar, ada 2 pola kebijakan yang ditempuh oleh
pemerintah untuk mencapai integrasi bangsa, yaitu : penghapusan sifat kultural utama
dari kelompok minoritas dan mengembangkan semacam ‘kebudayaan nasional’ , serta
pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok
kecil.Dan kebijakan ini disebut sebagai kebijakan kesatuan dalam
perbedaan.Indonesia dapat secara umum menempuh pola kebijakan kedua untuk
menangani masalah integrasi bangsa. Integrasi bangsa berkaitan erat dengan
pembinaan bangsa (nation building).
b. Integrasi wilayah, adalah pembentukan kewenangan nasional pusat terhadap wilayah
atau daerah politik yang lebih kecil,yang terdiri atas satu atau lebih kelompok
budaya.Untuk integrasi wilayah sekurang-kurangnya diperlukan dua hal,yaitu : yang
pertama; konsep wilayah yang jelas,kedua; aparat pemerintah dan sarana kekuasaan
untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan wilayah itu dari penetrasi
luar.Integrasi wilayah berkaitan erat dengan pembinaaan negara (state building).
c. Integrasi Nilai, merupakan persetujuan bersama mengenai tujuan-tujuan dan prinsip
dasar politik dan prosedur-prosedur penyelesaian konflik dan permasalahan bersama
lainnya.Bisa dikatakan integrasi ini adalah penciptaan suatu nilai (ideologi) yang
dipandang ideal dan baik serta dirumuskan dalam konstitusi(rezim politik) bangsa
tersebut yang termasuk didalamnya proses pemasyarakatan sistem nilai kepada
seluruh WNI.
d. Integrasi Elit dan Khalayak, yaitu upaya untuk menghubungkan antara golongan elit
yang memerintah dan khalayak atau rakyat yang diperintah.Pola ini bersifat dua
arah,yakni : kewenangan pemerintah harus ditaati oleh rakyat,tapi bentuk-bentuk dan
cara-cara pelaksanaan kewenangan harus mendapat persetujuan rakyat yang
diperintah.
e. Perilaku Integratif, yaitu kesediaan warga masyarakat untuk bekerja sama dalam
suatu organisasi besar dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu
mencapai tujuan organisasi. Yang diperukan berupa kesediann menerima dan
melaksanakan secara ikhlas hasil kesepakatan, walaupun mungkin tidak sependapat
dengan kesepakatan bersama tersebut. Kemampuan suatu bangsa-negara mengejar
dan mencapai berbagai tujuan bersama,dan kemampuan menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan dan tantangan yang timbul sangat bergantung pada derajat
perilaku integratif bangsa tersebut.

Bab ke 4 Kekuasan Politik, sub bab yang pertama Pengantar Kekuasaan


merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai
dengan kehendak yang mempengaruhi. kekuasaan dilihat sebagai interaksi antara pihak
yang mempengaruhi dengan pihak yang dipengaruhi, atau yang satu mempengaruhi
sementara yang lain mematuhi. kekuasaan politik kekuasaan dipandang sebagai gejala
yang selalu muncul dalam proses politik. Konsep-konsep yang terkait erat dengan
kekuasaan: (a) Pengaruh / influence, yakni kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela. (b) Persuasi / persuasion, yakni
kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu. (c)
Manipulasi, yakni kemampuan meyakinkan orang lain untuk melakukan sesuatu tanpa
disadari oleh orang yang diyakinkan. (d) Coercion, peragaan kekuasaan atau ancaman,
paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok pemilik kekuasaan terhadap pihak
yang ingin dipengaruhi.(e) Force, yakni penggunaan tekanan fisik , seperti pembatasan
kebebasan, menimbulkan rasa sakit, atau membatasi pemenuhan kebutuhan biologi pihak
yang ingin dipengaruhi, agar mau melakukan hal yang diinginkan pemilik kekuasaan.
Kekuasaan merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku, yang berarti ada
hubungan timbal balik, dimana suatu pihak dikatakan memiliki kekuasaan hanya apabila
ada pihak lain yang dipengaruhinya untuk melakukan hal yang dikehendaki pemilik
kekuasaan, dan hal tersebut bisa jadi bukan hal yang dikehendaki pihak yang
dipengaruhi. Dari hal tersebut disimpulkan, bahwa dalam setiap hubungan kekuasaan
harus ada unsur:

a. Adanya tindakan yang dilaksanakan oleh pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi
b. Ada kontak komunikasi antara kedua pihak (yang mempengaruhi dan yang
dipengaruhi), baik langsung maupun tidak langsung.

Secara umum kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan


sumber - sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain agar
perilaku tersebut sejalan dengan keinginan pihak yang mempengaruhi. secara sempit,
kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber - sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik
hingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya dan masyarakat pada
umumnya. Didalam hubungan kekuasaan,terdapat tiga unsur yang selalu terkandung di
dalamnya, antara lain :

1. Tujuan
2. Cara penggunaan sumber - sumber pengaruh
3. Hasil penggunaan sumber - sumber pengaruh

Ciri - ciri hubungan kekuasaan:

1. Kekuasaan merupakan hubungan antarmanusia


2. Pemegang kekuasaan mempengaruhi pihak lain
3. Pemegang kekuasaan bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun
pemerintah (dalam hubungan antar negara)
4. Sasaran kekuasaan (pihak yang dipengaruhi) dapat berupa individu, kelompok,
organisasi maupun pemerintah (negara)
5. Suatu pihak yang memiliki sumber kekuasaan belum tentu mempunyai kekuasaan
karena tergantung pada kemampuannya menggunakan sumber - sumber kekuasaan
tersebut secara efektif
6. Penggunaan sumber - sumber kekuasaan mungkin melibatkan paksaan, konsensus,
atau kombinasi keduanya
7. Kekuasaan tergantung pada perspektif moral yang digunakan, yakni tujuan yang
hendak dicapai itu baik atau buruk
8. Hasil penggunaan sumber - sumber pengaruh itu dapat menguntungkan seluruh
masyarakat atau hanya sekelompok kecil masyarakat saja yang diuntungkannya
9. Uumumnya kekuasaan politik memiliki makna bahwa sumber - sumber itu digunakan
dan dilaksanakan untuk masyarakat umum, sedangkan kekuasaan yang bersifat
pribadi cenderung digunakan untuk kepentingan sebagian kecil masyarakat
10. Kekuasaan yang beraspek politik merupakan penggunaan sumber - sumber pengaruh
untuk mempengaruhi proses politikerat dengan kekuasaan.

Sub Bab ke II Dimensi-Dimensi, dimensi dimensi kekuasaan memiliki

a. Potensi dan Aktual, dikatakan memiliki kekuasaan yang potensial, apabila satu pihak
yang memiliki sumber - sumber kekuasaan, seperti kekayaan, tanah, senjata, pengetahuan
dan informasi, popularitas, status sosial yang tinggi, massa yang terorganisasi dan
jabatan, namun masih sebatas memiliki dan belum mempergunakannya secara efektif
untuk mencapai tujuan yang diingikannya. Dikatakan memiliki kekuasaan yang aktual,
apabila seseorang telah menggunakan sumber - sumber kekuasaan yang dimilikinya ke
dalam kegiatan politik secara efektif (tujuannya tercapai).si Kekuasaan.
b. Konsensus dan Paksaan, kekuasaan konsensus merupakan kekuasaan yang digunakan elit
politik untuk mencapai tujuan masyarakat secara keseluruhan, tanpa melakukan tindakan
pemaksaan, dan ada persetujuan secara sadar dari pihak yang dipengaruhi untuk
mengikuti dan melaksanakan hal yang dikehendaki pemilik kekuasaan. kekuasaan ini
cenderung bertahan lebih lama, walaupun memerlukan upaya keras dan waktu yang lama.
Sebaliknya kekuasaan paksaan, dilakukan dengan memberikan ancaman, sehingga
persetujuan dari pihak yang dipengaruhi hanya karena ketakutan. ketika ancaman tidak
lagi dipergunakan untuk menimbulkan ketaatan, muncul tindakan pembangkangan
terhadap kekuasaan.
c. Positif dan Negatif, hal ini dilihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui suatu alat
kekuasaan, disebut kekuasaan positif, apabila sumber - sumber kekuasaan digunakan
untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan diharuskan sedangkan kekuasaan
disebut negatif, apabila sumber - sumber kekuasaan dipergunakan untuk mencapai tujuan
yang kurang dianggap perlu, namun juga merugikan pihak yang memiliki kekuasaan.
d. Jabatan dan Pribadi, di dalam masyarakat yang sudah maju, kekuasaan dipandang
tertanam di dalam jabatan - jabatan, yang didukung oleh kualitas pribadi yang memegang
jabatan tersebut.
e. Implisit dan Eksplisit, kekuasaan implisit merupakan pengaruh yang tidak dapat dilihat
tapi dapat dirasakan, sedangkan kekuasaan eksplisit merupakan pengaruh yang jelas
terlihat dan juga dirasakan. misalnya kekuasaan senat tidak terlihat, tapi ikut
mempengaruhi bahkan menentukan penentuan keputusan - keputusan penting seperti
disetujui tidaknya pengangkatan calon hakim agung yang ditunjuk oleh presiden amerika,
dsb.
f. Langsung dan Tidak Langsung, kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber - sumber
untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melakukan
hubungan secara langsung, tanpa melalui perantara. Kekuasaan tidak langsung adalah
penggunaan sumber - sumber untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan
politik melalui perantaraan pihak lain yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih
besar terhadap pembuat dan pelaksana keputusan politik.
Sub bab ke III Pelaksanaan Kekuasaan Politik, Bagaimana kekuasaan dilaksanakan,
bagaimana kekuasaan didistribusikan, dan mengapa seseorang atau kelompok tertentu
memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada orang atau kelompok lain dalam situasi dan
kondisi tertentu? Terdapat empat faktor yang perlu dikaji.

a. Bentuk dan Jumlah Sumber, Kategori sumber kekuasaan ialah sarana paksaan fisik,
kekayaan dan harta benda (ekonomi), normatif, jabatan, keahlian, informasi, status sosial,
popularitas pribadi, dan massa yang terorganisasi.
b. Distribusi Sumber dalam Masyarakat, Sejumlah kelompok masyarakat memandang
sumber kekuasaan normatif sebagai lebih penting daripada kekayaan dan jabatan
sehingga sumber kekuasaan normatif akan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada
kekayaan dan jabatan.
c. Penggunaan Sumber-Sumber, Ada tiga pilihan bagi setiap orang dalam menggunakan
sumber kekayaannya. Pertama, menggunakan sumber itu dalam kegiatan nonpolitik.
Kedua, menginvestasikan sumber itu ke bank dan dunia usaha. Ketiga, menggunakan
sumber itu untuk mempengaruhi proses politik.
d. Hasil Penggunaan Sumber-Sumber berupa:
1. Jumlah individu yang yang dapat dikendalikan, yakni jumlah anggota masyarakat
yang menyesuaikan diri dengan kehendak pemegang kekuasaan.
2. Bidang-bidang kehidupan yang dikendalikan ialah sektor-sektor kehidupan atau
urusan-urusan yang ditangani dan dikendalikan pemegang kekuasaan (pemerintah
pusat).
3. Kedalaman pengaruh kekuasaan. Pengaruh pemegang kekuasaan pada sistem politik
demokrasi tidak sampai mengubah perilaku dalam dan luar individu. walaupun
demikian, pemegang kekuasaan pada sistem ini menciptakan suasana yang
memungkinkan individu berperilaku dalam dan luar yang demokratis.

Sub bab V Distribusi Kekuasaan, Menurut Andrain, ilmuwan politik biasanya


menggambarkan distribusi kekuasaan dalam bentuk tiga model, yakni :

a. Model Elite yang Memerintah, terdapat dua kelas yang menonjol. Pertama, kelas yang
memerintah, yang terdiri dari sedikit orang, melaksanakan fungsi politik, monopoli
kekuasaan, dan menikmati keuntungan-keuntungan yang dihasilakn kekuasaan. Kedua,
kelas yang diperintah, yang berjumlah lenih banyak, diarahkan dan dikendalikan oleh
penguasa dengan cara-cara yang kurang lebih berdasarkan hukum, semaunya dan
paksaan.
b. Model Pluralis, kekuasaan dalam masyarakat akan terdistribusikan secara relatif merata
diantara berbagai organisasi dan kelompok kepentingan.
c. Model Kerakyatan atau Pluralis, asumsi yang mendasari model kerakyatan ialah
demokrasi. Dimana partisipasi individu warga negara dalam proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik yang jelas akan memengaruhi sendi-sendi kehidupan
individual dan sosial dalam masyarakat.

Sub bab ke V Kekuasaan Menurut Budaya Jawa, Menurut budaya jawa, kekuasaan
diperoleh dengan cara bertapa dan praktek yoga, seperti berpuasa, berjalan tanpa tidur,
meditasi, dan tak melakukan hubungan kelamin dalam jangka waktu tertentu. Cara lain yang
digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dengan ungkapan seperti berikut: “Siapa yang
kekuasaan tidak akan mendapatkannya, sedangkan yang tidak mencarinya justru akan
mendapatkan kekuasaan”.

Bab 5 Kewenangan dan Legitimasi, sub bab I Pengantar Kewenangan merupakan kekuasaan
yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki
keabsahan. Apabila kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-
sumber untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik maka
kewenangan merupakan hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik. Orang
yang memiliki kewenangan politik berarti memiliki hak moral.

Sub bab ke II Sumber Kewenangan, Setiap orang mempunyai hak untuk memerintah.
Sumber kewenangan untuk memerintah diuraikan sebagai berikut; pertama, hak memerintah
berasal dari tradisi. Kedua, hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa atau Wahyu. Ketiga, hak
memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin. Keempat, hak memerintah masyarakat
berasal dari peraturan perundang-undnagan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi
pemimpin pemerintahan. Kelima, hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental
seperti keahlian dan kekayaan.
Sub bab III Peralihan Kewenangan, Jabatan bersifat tidak tetap, hal ini disebabkan umur
manusia, kearifan dan kemampuan yang terbatas. Menurut Paul Conn secara umum terdapat tiga
cara peralihan kewenangan, yakni secara turun temurun, pemilihan, dan paksaan.

Sub bab IV Sikap Terhadap Kewenangan, Pada umumnya sikap atas kewenangan
dikelompokkan dalam sikap menerima, mempertanyakan, (skeptis), dan kombinasi keduanya.

Sub bab V Legitimasi, Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat


terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan
politik. legitimasi juga merupakan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin.

Sub ke VI Objek Legitimasi, sistem politik dapat lestari apabila didalamnya terdapat
dukungan, seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat. Yang menjadi objek legitimasi
bukan hanya pemerintah, tetapi juga unsur-unsur lain dalam sistem politik.

Sub bab VII Kadar Legitimasi, dikelompokkan menjadi empat tipe kadar legitimasi,
yaitu:

a. Kewenangan disebut sebagai pralegitimasi apabila pihak yang memerintah sangat yakin
memiliki hak moral untuk memerintah masyarakatnya.
b. Kewenangan yang Tak berlegitimasi ialah hubungan kewenangan tatkala pihak yang
diperintah tidak mengakui hak moral penguasanya dalam memerintah.
c. Kewenangan yang Berlegitimasi ialah yang diperintah mengakui dan mendukung hak
moral penguasa untuk memerintah.
d. Kewenangan Pascalegitimasi ialah dasar legitimasi yang lama dianggap tidak sesuai lagi
dengan aspirasi masyarakat dan telah muncul dasar legitimasi baru.

Sub bab ke VIII Cara Mendapatkan Legitimasi, cara-cara yang digunakan untuk
mendapatkan legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga:

a. Simbolis; memanipulasi kecenderungan-kecenderungan moral dalam bentuk simbol-


simbol.
b. Materiil; dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan materiil kepada
masyarakat.
c. Prosedural; dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan para
wakil rakyat dan pejabat publik penting.

Sub bab ke IX Tipe-Tipe Legitimasi, Berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat
terhadap pemerintah maka legitimasi dibagi menjadi lima tipe, yaitu:

a. Legitimasi tradisional, dimana pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan


karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin “berdarah biru” yang
dipercaya harus memimpin masyarakat.
b. Legitimasi ideologi, pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana
ideologi.
c. Legitimasi kualitas pribadi, pemimpin memiliki kualitas pribadi berupa kharisma maupun
penampilan pribadi prestasi cemerlang dalam bidang seni budaya tertentu.
d. Legitimasi prosedural, pemimpin tersebut mendapatkan kewenangan menurut prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
e. Legitimasi instrumental, pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan
materiil (instrumental) kepada masyarakat.

Sub bab X Legitimasi itu Penting, Pertama, legitimasi akan mendatangkan kestabilan
politik dan kemungkinan-kemungkinan untuk perubahan sosial. Kedua, legitimasi akan
membuka kesempatan yang semakin luas bagi pemerintah untuk tidak hanya memperluas
bidang-bidang kesejahteraan yang hendak ditangani, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas
kesejahteraan.

Sub bab XI Krisis Legitimasi, Biasa terjadi pada masa transisi. Empat sebab krisis
legitimasi yaitu prinsip kewenangan beralih pada kewenangan yang lain, persaingan yang
sangat tajam dan tak sehat, pemerintah tak mampu memenuhi janjinya sehingga
menyebabkan kekecewaan masyarakat, dan sosialisasi tentang kewenangan mengalami
perubahan.

Bab 6 Sistem Perwakilan Kepentingan, yang terdiri dari sub bab I Pengantar Dari
pihak negara (pemerintah) muncul kesadaran akan pentingnya berbagai asosiasi yang
mewakili kepentingan yang berbeda sebagai “penghubung” antara masyarakat dan
pemerintah. Kesadaran itu timbul karena berbagai fakto. Secara umum, sistem perwakilan
kepentingan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Pluralisme, Karakteristik dari Sistem ini beranggapan keputusan politik yang penting
lebih dapat dipengaruhi secara efektif melalui kelompok yang terorganisir secara baik.
b. Korporatisme, Merupakan upaya ganda sebagai sarana menguasai dan memobilisasi
masyarakat untuk melaksanakan program pemerintah, sebagai saluran aspirasi berbagai
kepentingan masyarakat yang bersifat terbatas.
c. Kelompok Kepentingan, Interest group atau kelompok kepentingan ialah sejumlah orang
yang memiliki kesamaan sifat, sikap, kepercayaan dan/atau tujuan, yang sepakat
mengorganisirkan diri untuk mencapai tujuan. Menurut jenis kegiatan, dikenal berbagai
macam kepentingan, seperti profesi, okupasi, keagamaan, kegemaran, lingkungan hidup,
kepemudaan, dan kewanitaan. Berdasarkan lingkungan kepentingan yang diartikulasikan,
dikenal adanya kelompok yang memperjuangkan kepentingan yang terbatas, seperti
petani, guru, dan pegawai negeri, dan kelompok kepentingan yang memperjuangkan
kepentingan yang berlingkup luas seperti lembaga bantuan hukum dan lembaga
konsumen.

Bab 8 Partai Politk, memiliki Sub bab I Asal, Ciri, dan Arti Ada tiga teori yang
mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama; teori partai politik dibentuk oleh
kalangan legislatif(dan eksekutif). Kedua; teori yang menjelaskan krisis situasi hostoris
manakala suatu sistem politik mengalami transisi karena perubahan masyarakat dari
tradisional ke modern atau dari struktur sederhana menjadi lebih kompleks. Ketiga; teori
yang melihat modernisasi sosial ekonomi. Ciri-ciri partai politik menurut para ilmuan:

a. Berakar dalam masyarakat lokal


b. Melakukan kegiatan secara terus-menerus
c. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintah
d. Ikut serta dalam pemilihan umum

Sedangkan Carl Friedrich memberi batasan arti bahwa partai politik sebagai kelompok manusia
yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya.
Sub bab ke II Fungsi Partai Politik, Fungsi utama partai politik ialah mencari dan
mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan
ideologi tertentu. Berikut dikemukakan sejumlah fungsi lain partai politik, yakni:

a. Sosialisasi Politik, Pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat
melalui proses sosialisasi dan memperkenalkan nilai-nilai, simbol. Norma yang
berlangsung seumur hidup dan diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal
maupun nonformal. Sistem politik demokrasi dapat melaksanakan fungsi pendidikan
politik.
b. Rekrutmen Politik, Sistem Seleksi dan pemilihan pengangkatan seseorang untuk
melaksanakan peran dalam sistem politik ini berfungsi untuk mencari dan
memepertahankan kekuasaan.
c. Partisipasi Politik, Kegiatan partisipatif ini berfungsi untuk membuka kesempatan,
mendorong, dan mengajak para anggota masyarakat lain untuk menggunakan partai
politik sebagai saluran kegiatan memengaruhi proses politik.
d. Pemandu Kepentingan, Fungsi pemaduan kepentingan ialah untuk menampung,
menganalisis, dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda kemudian di
perjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
e. Komunikasi Politik, Proses penyampaian informasi mengenai politik yang berfungsi
sebagai komunikator politik yang menyampaikan segala keputusan dan penjelasan
pemerintah kepada masyarakat juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai
kelompok masyarakat kepada pemerintah.
f. Pengendalian Konflik, Partai Politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi
untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik,
menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang
berkonflik dalam musyawarah.
g. Kontrol Politik, merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem demokrasi untuk
memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara terus menerus.

Sub bab III Tipologi Partai Politik, penglasifikasian berbagai partai politik berdasarkan
kriteria tertentu, seperti asa dan orientasi komposisi dan fungsi anggota, basis sosial, dan tujuan
yang ditujukan untuk memudahkan pemahaman. Terdapat tipologi Partai Politik:
a. Asas dan Orientasi, terbagi menjadi tiga tipe:
1. Partai politik pragmatis, ialah suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan
yang tak terikat pada suatu doktrin atau ideologi tertentu
2. Partai doktriner, suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan
kongkret sebgai penjabaran ideology
3. Partai kepentingan, meruapakan suatu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas
dasar kepentingan tertentu.
b. Komposisi dan Fungsi Anggota, menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik
dapat digolongkan menjadi dua; yaitu pertama, partai politik massa atau lindungan
( patronage ) yang mengandalkan kekuatan dengan jumlah anggota dan cara
memobilisasi massa sebnayak banyaknya. Kedua, partai kader yang mengadalkan
kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebgai sumber kekuatan
utama.
c. Basis Sosial dan Tujuan, Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis
sosialnya dibagi menjadi empat tipe yaitu:
1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat (kelas atas,
menengah dan bawah)
2. Artai pilitik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu
(petani, buruh dan pengusaha)
3. Partai politik yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu
4. Partai politik yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu

Berdasarkan tujuannya dibagi menjadi tiga:

1. Partai perwakilan kelompok, partai yang menghimpun berbagai kelompk masyarakat


untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen
2. Partai pembinaan bangsa, yang bertujuan menciptakan persatuan nasional dan
biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit
3. Partai mobilisasi, yang berupaya memobilisasi masyarakat kearah pencapaian tujuan-
tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai
Sub bab ke IV Sistem Kepartaian, Pola perilaku dan interaksi diantara sejumlah partai
politik dalam suatu sistem politik. Maurice Duverger menggolongkan sistem kepartaian
menjadi tiga, yaitu; sistem partai Tunggal, sistem Dwipartai dan sistem banyak partai.

a. Jumlah Partai,
1. Bentuk partai tunggal terdiri atas:
a. Totaliter
b. Otoriter
2. Dominan
3. Sistem dua partai (Dwipartai)
4. Sistem banyak partai
a. Jarak Ideologi, Giovani Sartonri mengklarifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga yaitu:
1. Pluralisme sederhana
2. Pluralism moderat
3. Pluralisme ekstrim

Bipolar ialah kegiatan aktual suatu sistem partai yang bertumpu pada dua kutub.
Multipolar sistem partai yang bertumpu pada lebih dari dua kutub. Arah perilaku politik
setiap partai yang menuju ke pusat atau ke integrasi nasional (sentripetal). Dan menjauhi
pusat atau kehendak mengembangkan sistem tersendiri (sentrifugal).

Bab 8 Perilaku dan Partisipasi Politik, terdapat sub bab I Pengantar perilaku
politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenanan dengan prosespembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik oleh lembaga-lembaga politik dan pemerintahan.

Sub bab II Model Perilaku Politik, faktor yang mempengaruhi perilaku politik
seorang actor politik:

1. Lingkungan sosial politik tak langsung seperti politik, sistem ekonomi, sistem budaya,
dan media sosial
2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk keperibadian
actor
3. Struktur kepribadian yang tercarmin dalam sikap individu
4. Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi
Sub bab III Pimpinan Politik, kepemimpinan merupakan suatu hubungan antara pihak
yang memiliki pengaruh dan orang yang dipengaruhi. Menekankan pada kemampuan
menggunakan persuasi untuk mempengaruhi pengikut.

Sub IV Partisipasi Politik, Keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan


segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya. Rambu-rambu partisipasi
politik:

1. Partisipasi politik dimaksudkan untuykkegiatan individu biasa yang dapat diminati


2. Diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah
3. Kegiatan yang berhasil maupun gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep
partisipasi politik
4. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung
5. Kegeiatan memepengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang
konvensional.

Sub bab ke V Tipologi Partisipasi Politik, tipologi dimaksudkan memudahkan


analisis terhadap bentuk-bentuk partisipasi politi. Partisipasi sebagai kegiatan dibagi menjadi:

1. Partisipasi aktif, contoh: mengajukan usul mengenai kebijakan umum


2. Partisipasi pasif, contoh: kegiatan menaati, menerima dan melaksanakan setiap keputusan
pemerintah

Sub bab VI Model Partisipasi Politik, sehubungan dengan model partisipasi maka
partisipasi politik dibagi menjadi:

1. Apatis, Apatisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat atau tidak
punya perhatian terhadap orang lain, situasi atau gejala-gejala umum atau khusus yang
ada dalam masyarakatnya. Orang yang apatis adalah orang yang pasif, yang
mengandalkan perasaan dalam menghadapi permasalahan. Ia tak mampu melaksanakan
tanggung jawabnya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan selalu
merasa terancam.
2. Sinisme, Sinisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang menghayati tindakan dan
motif orang lain dengan perasaan curiga (Rafael Raga Maran. 2007:155). Menurut Robert
Agger dan rekan-rekannya mendefinisikan sinisme sebagai “kecurigaan yang buruk dari
sifat manusia”. Maka sinisme merupakan perasaan yang menghayati tindakan dan motif
orang lain dengan rasa kecurigaan, bahwa pesimisme adalah lebih realities dari pada
optimisme; dan bahwa individu harus memperhatikan kepentingan sendiri, karena
masyarakat itu pada dasarnya bersifat ego-sentris (memusatkan segala sesuatu pada diri
sendiri.
3. Aliensi, Alienasi menyarankan permusuhan actual. Menurut Robert Lane, alienasi adalah
perasaan keterasingan seseorang dari kehidupan politik dan pemerintahan masyarakat.
Orang-orang tipe ini cenderung melihat peraturan-peraturan yang ada sebagai tidak adil
dan hanya menguntungkan para penguasa (Rafael Raga Maran. 2007:155).
4. Anomi, Anomi adalah perasaan kehilangan nilai dan arah hidup, sehingga tak
bermotivasi untuk mengambil tindakan-tindakan yang berarti dalam hidup ini. Orang
yang berperasaan demikian menganggap penguasaan bersikap “tidak peduli” terhadap
tujuan-tujuan hidupnya.

Sub bab VII Perilaku Memilih, dibedakan menjadi lima pembahasan sesuai dengan
pendekatan yang digunakan yakni:

1. pendekatan struktural : kegiatan memilih dilihat sebagai produk dari konteks struktur
yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum,
permasalahan dan program yng ditonjolkan partai.
2. Menurut pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan
dengan konteks sosial. Maknanya pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi
oleh laatr belakang demografi dan sosial ekonomi, jenis kelamin, tempat tinggal,
pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan dan agama.
3. Sedangkan pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerah pemilihan
terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit territorial, seperti desa,
kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
4. Pendekatan psikologi sosial, salah satu penjelasan dari sisi psikologi sosial untuk
menjelaskan perilaku memilih dalam pemilihan umum adalah konsep identifikasi partai.
Konsep ini merujuk pada persepsi pemilihan atas parati-partai yang ada atau keterikatan
emosional pemilih terhadap partai tertentu
5. Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi untung
rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos” memilih dan memungkinkan suaranya
dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternative berupa
pilihan yang ada.

Sub bab 9 Konflik dan Proses Politik, sub bab I Pengantar Konflik politik dirumuskan
secara longgar sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan di antara sejumlah
individu, kelompok ataupun organisasi dalam upaya mempertahankan sumber-sumber
keputusan yang dibuat.

Sub bab II Penyebab Konflik Politik,

1. Kemajemukan horizontal, struktur masyarakat yang majemuk secara kultural, seperti


suku bangsa, daerah, agama, ras.
2. Kemajemukan vertical, struktur masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemilikan
kekayaan, pengetahuan dan kekuasaan.

Sub bab III Tipe-Tipe Konflik, konflik politik dikelompokkan menjadi dua tipe:

1. Konflik positif, konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik, yang
mekanismenya melalui penyelesaian yang disepakati bersama.
2. Konflik negatif, konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang biasanya
disalurkan melalui cara nonkonstitusional, seperti kudeta, separatisme, terorisme, dan
revolusi.

Sub bab IV Struktur Konflik, menurut Pail Conn situasi konflik pada dasarnya
dibedakan menjadi dua:

1. Konflik menang-kalah (zero-sum conflict), situasi politik yang bersifat antagonistik


sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi antar pihak-pihak yang
terlibat konflik.
2. Konflik menang-menang (non zero-sum conflict), suatu situasi konflik dalam mana
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi
dan kerjasama.

Sub bab V Tujuan konflik, Secara umum ada dua tujuan dasar setiap konflik, yakni:
Mendapatkan sumber-sumber dan/atau Mempertahankan sumber-sumber. Dengan asumsi
dibuat kategorisasi tujuan konflik sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang sama, yakni sama-sama
berupaya mendapatkan
2. Di satu pihak hendak mendapatkan, sedangkan di pihak lain berupaya keras
mempertahankan apa yang dimiliki.

Sub bab VI Intensitas Konflik, Konflik yang intens tidak selalu sama artinya dengan
konflik yang mengandung kekerasan. Intensitas konflik lebih merujuk pada besarnya energi
(ongkos) yang dikeluarkan dan tingkat keterlibatan partisipasi dalam konflik.

Sub bab VII Pengaturan Konflik, Pengaturan konflik berupa bentuk-bentuk


pengendalian konflik, karena konflik tidak bisa diselesaikan ataupun dibasmi. Menurut
Dahrendorf ada tiga bentuk pengaturan konflik, pertama bentuk konsiliasi, kedua bentuk
mediasi, dan yang terakhir arbitrasi.

Sub bab VII Konflik dan Proses Konflik, Konflik merupaka gejala serba-hadir dalam
kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara. Sementara itu, dimensi penting proses
politik ialah penyelesain konflik yang melibatkan pemerintah. Proses “penyeleseian” konflik
politik yang tak bersifat kekerasan dibagi menjadi tiga tahap:

1. Politisasi dan atau koalisi


2. Pembuatan Keputusan
3. Pelaksanaan dan integritas

Bab 10 Pemerintahan dan pemerintah, sub bab 1 Pengantar Pemimpin pemerintahan


berasal dari masyarakat melalui pemilihan umum. Kebijakan umum yang dirumuskan
merupakan hasil interaksi dengan berbagai organisasi, kelompok, dan golongan dalam
mayarakat. Itu sebabnya mengapa politik dirumuskan sebagai interaksi antara pemerintah
dan masyarakat.

Sub bab II Pemerintah, Pemerintah (government) secara etimologis berasal dari kata
Yunani, kubernan atau nahkoda kapal. Artinya, menatap ke depan. Menentukan berbagai
kebijakan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan masyarakat negara. Pemerintahan
dalam arti luas : seluruh aparat yang melaksanakan fungsi-fungsi negara. Pemerintah dalam
arti sempit : menyangkut aparat eksekutif, yakni kepala pemerintahan dan kabinetnya.

a. Kesatuan dan Republik, Pada dasarnya dalam negara kesatuan ada satu negara dengan
suatu pemerintah pusat yang memiliki seluruh tugas dan kewenangan negara.dalam
negara kesatuan pemerintah lokal tunduk dan bertanggung jawab pada pemerintah pusat.
b. Kabinet Parlementer dan Presidensial, ciri-ciri dasar kabinet parlementer:
1. Parlemen merupakan satu-satunya badan yang anggotanya dipilih secara langsung
oleh warga negara yang berhak memilih melalui pemilihan umum
2. Anggota dan pimpinan kabinet (perdana menteri) dipilih oleh parlemen untuk
melaksanakan fungsi dan kewenangan eksekutif.
3. Kabinet dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas dari parlemen.
4. Manakala kebijakannya tidak mendapat dukungan dari parlemen, perdana menteri
dapat membubarkan parlemen, lalu menetapkan waktu penyelenggaraan pemilu untuk
membentuk parlemen yang baru.

Ciri-ciri kabinet presidensial:

1. Kpemimpinan dalam melaksanakan kebijakan lebih jelas


2. Kebijakan yang bersifat komprehensif yang jarang dapat dibuat
3. Jabatan kepala pemerintahan dan kepala negara berada pada satu tangan
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi bagi jabatan eksekutif, yang dapat diisi dari
berbagai sumber termasuk legislative

Sub bab III Fungsi-Fungsi Pemerintah, secara teoritis terdapat dua kemungkinan
pelaksanaan fungsi negara yaitu:
1. Pemusatan fungsi-fungsi negara, semua tugas dan kewenangan negara dipegang dengan
satu tangan. Menugaskan fungsinya secara vertikal kebawah, tetapi semua bagian
dibawahnya tunduk dan bertanggung jawab kepada organ yang satu.
2. Pemancaran fungsi-fungsi negara, dapat berwujud pembagian fungsi dan pemisahan
fungsi. Tugas dan wewenang dapat dilakukan secara horisontal dan vertikal.

Sub bab IV Perwakilan Rakyat, Dalam perwakilan rakyat, yang diwakili adalah
sejumlah warga negara yang bertempat tinggal disuatu daerah atau distrik tertentu. Dari segi
keterikatan antara wakil rakyat dan keinginan rakyat yang diwakili, konsep perwakilan
dibedakan menjadi dua tipe:

1. Delegasi (mandat), yang menyuarakan pendapat dan keinginan para pemilih, dan
memperjuangkan kepentingan para pemilihnya.
2. Trustee (independen), wakil rakyat yang dipilih berdasarkan pertimbangan yang
bersangkutan dan memiliki kemampuan mempertimbangkan secara baik.

Guna melaksanakan fungsi ini maka para anggota badan perwakilan rakyat memiliki
sejumlah hak, yakni: hak prakarsa, hak anggaran, hak interpelasi, hak angket, dan hak
mengajukan pertanyaan.

a. Sistem Pemilihan Umum, Fungsi sistem pemilihan umum ialah mengatur prosedur
seseorang untuk dipilih menjadi anggota badan perwakilan rakyat atau menajdi kepala
pemerrintahan. Sistem pemilihan umum diatur dalam undang-undang dan mempunyai
tiga variabel pokok, yakni :
1. Penyuaraan (balloting), tata cara yang harus diikuti pemilih yang berhak dalam
memberikan suara.
2. Daerah pemilihan (electoral district), ketentuan yang mengatur berapa jumlah kursi
wakil rakyat untuk setiap daerah pemilihan.
3. Formula pemilihan, rumus yang digunakan untuk menentukan siapa atau partai
politik apa yang memenangkan kursi di suatu daerah pemilihan.

Tiga hal dalam tujuan pemilihan umum :


1. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif
kebijakan umum.
2. Mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-
badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang terpilih atau melalui
partai-partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap
terjamin.
3. Sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara
dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Sub bab V Birokrasi, Birokrasi merupakan aparat yang melaksanakan keputusan


yang dibut dan dijabarkan oleh pemerintah(kabinet). Untuk itu birokrasi berkewajiban
memberikan informasi dan sumber manusia (keahlian) kepada pemerintah, sedangkan
kepada masyarakat birokrasi memberikan pelayanan dan menegakkan peraturan sesuai
dengan kewenangan yang ada padanya.

Sub bab VI Pengahakiman Peraturan, Penghakiman peraturan pada dasarnya


bertujuan menjamin kepastian hukum sehingga tercipta suasana tertib dalam
masyarakat. Sedangkan fungsi penghakiman peraturan dibedakan menjadi:

1. Fungsi konservatif, menjamin kepastian hukum dengan hanya menerapkan


peraturan yang ada atau menggunakan jurisprudensi.
2. Fungsi progresif, menciptakan peraturan baru dengan melakukan interpretasi atas
undang-undang dasar atau undang-undang yang ada.

Bab 11 Keputusan Politik dan Kebijakan Umum, sub bab I Pengantar membuat
keputusan berarti memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Dalam
menentukan keputusan tersebut harus ada tolak ukur dalam pengambilan keputusan
politik, seperti ideologi dan konstitusi. Ciri khas politik ialah keputusan yang keluarbdari
proses politik bersifat mengikat (otoritatif), dan dimaksudkan untuk kebaikan bersama
masyarakat umum. Dengan demikian, Keputusan politik ialah keputusan yang mengikat,
menyangkut, dan memengaruhi masyarakat umum. Dan biasanya diurus dan
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pemerintah.
Sub bab II Unsur-Unsur Pembuatan Kebijakan, Tiga unsur yang harus
diperhatikan dalam proses pembuat keputusan, yaitu :

1. Jumlah orang yang ikut mengambil keputusan, yang membuat keputusan dapat satu
orang, dua atau lebih, bahkan jutaan orang.
2. Peraturan pembuatan keputusan atau formula pengambilan keputusan, yaitu ketentuan
yang mengatur jumlah orang atau persentase orang yang harus memberikan
persetujuan terhadap suatu alternatif keputusan agar dapat diterima dan disahkan
sebagai keputusan.
3. Informasi, diperlukannya asumsi bahwa dalam proses pembuatan keputusan terjadi
diskusi, perdebatan, tawar-menawar, dan kompromi maka informasi yang akurat dan
dalam jumlah yang memadai akan memengaruhi isi keputusan yang diambil.

Sub bab III Isi Kebijakan Umum, isi kebijakan umum dibedakan menjadi tiga:

1. Ekstratif
2. Alokasi dan distribusi
3. Regulatif

Sub bab IV Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan, secara umum terdapat


empat faktor yang memengaruhi proses kebijakan, yaitu:

1. Lingkungan
2. Presepsi pembuat kebijakan mengenai lingkungan
3. Aktivitas pemerintah perihal kebijakan
4. Aktivitas masyarakat perihal kebijakan

Sub bab V Tahap-Tahap Kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan


dibagi menjadi empat tahap:

1. Politisasi suatu permasalahan


2. Perumusan dan pengesahan tujuan dan program
3. Pelaksanaan program
4. Monitoring evaluasi pelaksanaan program
Sub bab VI Bentuk dan Tipe Kebijakan Umum, dua bentuk keputusan politik
(kebijakan umum):

1. Komprehensif, artinya kebijakan umum yang mampu menimbulkan perubahan yang


mendasar dan menyeluruh
2. Marginal (incremental), artinya kebijakan umum yang mampu menimbulkan
perubahan pada permukaan dan pinggir-pinggir permasalahan saja dan bisa disebut
juga dengan keputusan yang bersifat “tambal-sulam”

Sub bab VII Pembuat Keputusan Politik, tiga kemungkinan elit politik yang
membuat keputusan politik yaitu:

1. Elit formal, elit politik yang menurut undang-undang memiliki wewenang membuat
keputusan
2. Orang yang berpengaruh (the influential), orang yang memiliki pengaruh kuat lewat
sumber-sumber kekuasaan, kekayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, senjata, dan
massa organisasi yang mampu memengaruhi elit formal sehingga dapat mengambil
keputusan sesuai kehendak orang yang berpengaruh
3. Penguasa, orang yang secara nyata membuat keputusan

Bab 12 Politik dan Ekonomi, sun bab I Pengantar Dari segi hubungan kausal atau
yang bersifat deterministik, hubungan politik dengan ekonomi dibagi menjadi dua:

1. Pertama, kebijakan umum (publik policy) atau politisisme yang melihat politik
menentukan ekonomi
2. Kedua, ekonomisme yang liberal maupun Marxis yang melihat ekonomi menentukan
politik

Beberapa teori menggambarkan hunungan ekonomi dan politik sebagai bersifat interaktif
atau timbal balik, dan sebagai perilaku yang bersinambungan.

Sub bab II Sistem Ekonomi, Sistem ekonomi ialah seperangkat mekanisme dan
lembaga untuk membuat dan melaksanakan keputusan mengenai produksi, pendapatan
dan konsumsi di dalam suatu wilayah tertentu. Sistem ekonomi terdiri atas sejumlah
mekanisme, pengaturan organisasi, dan peraturan untuk membuat dan melaksanakan
keputusan tentang alokasi sumber-sumber yang terbatas.

Sub bab III Fungsi Pemerintah dalam Ekonomi, Fungsi yang pertama, berkaitan
dengan pengarahan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mencapai tujuan yang
dikehendaki. Pengarahan dari pemerintah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Secara langsung, berarti pemerintah mengharuskan para pengusaha untuk


melaksanakan kebijakan terntentu seperti yang dilakukan dalam sistem ekonomi
perencanaan terpusat
2. Secara tak langsung, berarti pemerintah tidak mengharuskan atau melarang
melakukan kegiatan tertentu.

Fungsi kedua, berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mengontrol monopoli


dan mnegatur akibat-akibat yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi terhadap pihak lain,
tetapi tidak dimasukkan dalam faktor produksi.

Sub bab IV Politik dan Kebijakan Ekonomi, Kebijakan ekonomi pada dasarnya
merupakan keputusan politik karena memengaruhi distribusi kekayaan dan pendapatan
dalam masyarakat. Sejumlah kemungkinan pihak yang memerintah, seperti otokrat-
tradisional, partai politik yang bersaing, partai tunggal yang totaliter, golongan militer
dengan tuan tanah dan pengusaha asing, atau koalisi antara militer, birokrat dan tehnokrat
dengan pengusaha asing. Golongan yang memerintah itulah yang mementukan kebijakan
ekonomi dengan mekanisme dan strategi yang mereka gunakan dalam mengambil
keutusan dari berbagai alternatif dalam memecahkan dilema ekonomi. Oleh karena itu,
memerintah sangatlah menentukan pilihan kebijakan ekonomi, sedangkan penentuan
siapa yang memerintah merupakan produk proses politik.

Bab 13 Model-Model Sistem Politik, sub bab I Pengantar Apabila pihak yang
memerintah terdiri atas beberapa orang atau kelompok kecil orang maka sistem politik ini
disebut pemerintahan “dari atas” atau lebih tegas lagi disebut oligarki, otoriter, ataupun
aristokrasi. Di lain pihak, apabila pihak yang memerintah terdiri atas banyak orang maka
sistem politik ini disebut demokrasi. Selain itu, kalau kewenangan pemerintah pada
prinsipnya mencakup segala sesuatu yang ada dalam masyarakat maka rezim ini disebut
totaliter. Sedangkan apabila pemerintah memiliki kewenangan yang terbatas yang
membiarkan beberapa atau sebagian besar kehidupan masyarakat mengatur diri sendiri
tanpa camput tangan dari pemerintah apabila kehidupan masyarakat dijamin dengan tata
hukum yang disepakati bersama, maka rezim ini disebut liberal.

Sub bab II Sistem Politik Otokrasi Tradisional, Komunis, Demokrasi, dan Negara
Berkembang. Hubungan Kekuasaan Hubungan kekuasaan antara pemerintah dengan
rakyat umumnya negative: (Otokrasi Tradisional)

1. Kekuasaan bersifat pribadi, negatif dan sebagian kecil yang konsensus


2. Masyarakat mengalami kesukaran untuk melakukan pengawasan terhadap
penguasa
3. Otokrat memerintah berdasarkan tradisi dan paksaan

menghendaki pengaturan masyarakat secara menyeluruh (total) atas dasar tertentu dengan
kelompok kecil penguasa yang memonopoli kekuasaan: (Totaliter)

1. Kekuasaan dimonopoli dan dilaksanakan secara sentral dengan partai tunggal


2. Kekuasaan paksaan dilaksanakan oleh militer dan polisi rahasia
3. Partai diorganisis secara hierarkis oleh pemimpin negara

Terdapat distribusi kekuasaan di antara kelompok sosial dan lembaga pemerintahan:


( Demokrasi)

1. Distribusi kekuasaan yang relatif merata diantara kelompok sosial dan lembaga
pemerintahan
2. Adanya persaingan dan saling kontrol antar kelompok sosial, antara lembaga
pemerintah, serta antara kelompok sosial

Hubugan kekuasaan lebih bersifat paksaan daripada konsensus ini dikarenakan penetapan
siapa yang memerintah masih ditetapkan secara sepihak oleh para penguasa. (Negara
Berkembang)
Bab 14 Perubahan Pembangunan Politik, Sub bab I Pengantar Pembangunan dan
modernisasi politik merupakan perubahan politik, tetapi tidak sebaliknya. Modernisasi
berasal dari kata mode yang berarti situasi masa kini, atau kecenderungan mutakhir.
Modernisasi berarti proses perubahan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan masyarakat dapat hidup sesuai dengan tingkat perkembangan zaman.
Dalam pengertian modernisasi tidak jelas apa yang menjadi sasaran yang hendak dicapai;
ia hanya salah satu proses untuk mencapai tujuan pembangunan politik.

Sub bab II Tujuan Pembangunan Politik, Sejumlah ilmuwan memusatkan


perhatian pada tujuan-tujuan pembangunan mencoba menjelaskan dengan pendekatan
yang berbeda.

1. Pendekatan yang pertama, melihat tujuan-tujuan pembangunan politik sebagai selaras


satu sama lain.
2. Pendekatan kedua, melihat tujuan-tujuan pembangunan sebagai bertentangan satu
sama lain karena setiap tujuan memiliki implikasi yang mengurangi pencapaian
tujuan lain.
3. Pendekatan rekonsiliasi yang melihat tujuan pembangunan yang satu dapat
direkonsiliasikan dengan tujuan lain.

Tiga dari lima yang disebutkan Huntington itu menjadi prinsip pembangunan di
indonesia dan disebut dengan Trilogi Pembangunan yang berisi : pertumbuhan ekonomi,
pemertaan dan stabilitas. Menurut Huntington tujuan pembangunan lebih tepat disebut
sebagai sasarn sementara untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya, yakni masyarakat
dan negara yang dicita-citakan dalam konstitusi negara tersebut.

Sub bab III Objek Perubahan Politik Objek perubahan atau unsur politik yang
biasanya diobservasi oleh ilmuwan politik ialah sistem nilai politik, struktur kekuasaan,
strategi menangani permasalahan kebijakan umum dan lingkungan masyarakat (kondisi-
kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi) dan fisik (sumber alam) yang
memengaruhi dan dipengaruhi pleh sistem politik.

Sub bab IV Tipologi Perubahan Politi, perubahan politik dibagi menjadi tiga:
1. Perubahan sistem, perubahan yang terjadi pada ketiga elemen sistem sekaligus dan
bersifat radikal.
2. Perubahan di dalam sistem, sistem nilai, struktur kekuasaan, dan strategi menangani
proses kebijakan pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti meskipun
pemimpin pemerintahan dan isi kebijakan umum mengalami perubahan.
3. Perubahan karena dampak berbagai kebijakan umum, yang terdiri atas kebijakan
kesehatan, kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi, kebijakan perhubungan,
kebijakan pembangunan, dan kebijakan komunikasi massa.

Sub bab V Penyebab perubahan politik. Faktor yang menyebabkan terjadinya


perubahan yaitu:

1. Konflik kepentingan, berakitan dengan struktur sosial yang dominan


2. Munculnya gagasan atau nilai-nilai baru, yang bersifat variabel dan independen
3. Berbagai kebijakan yang secara disengaja, terencana, dan terorganisasikan dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah.

Sub bab IV Dikotomi Masyarakat Tradisional dan Modern, Digolongkan menjadi


dua tipologi yang dianggap penting, yaitu yang bersifat umum (gambaran masyarakat
pada umumnya) dan yang bersifat khusus (gambaran sistem politik).
C. Kekurangan dan Kelebihan Buku
a. Kekurangan Buku:

Kami cukup puas dengan pembahasan-pembahasan pada dua bab awal dari buku
ini sehingga kekurangan-kekurangan itu tidak kami temui.

b. Kelebihan Buku

Kelebihan dari kedua bab ini yaitu mampu menyajikan pengantar untuk mengenal
ilmu politik dengan baik serta cukup terperinci, kemudian bahasa yang digunakanpun
cukup mudah dimengerti baik bagi mahasiswa awal ilmu politik maupun pembaca awam.

Anda mungkin juga menyukai