Anda di halaman 1dari 3

UNIT KEGIATAN MAHASISWA

HASANUDDIN LAW STUDY CENTRE (HLSC)


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
Telp: 0895800177749 Email: hlscemail@gmail.com Makassar 90245
Sekretariat : Jalan Veteran Selatan No.27

Pernyataan Sikap Atas Kasus Kekerasan Seksual

Dari berbagai permasalahan yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat, salah


satu permasalahan yang paling menarik perhatian publik, ialah kekerasan seksual. Merujuk
pada Draft Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS),
Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau non-fisik, mengarah
kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa
dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan
tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara
fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis.1
Kami dari Hasanuddin Law Study Centre (HLSC), khususnya pada divisi Advokasi telah
mengawal isu kekerasan seksual ini atas dasar keresahan kami akan maraknya kasus
kekerasan seksual yang terus terjadi di bumi pertiwi ini. Dari tiga diskusi pada kegiatan
Pendampingan Grand Issue yang telah kami selenggarakan, diskusi pertama bertajuk “Tipologi
Kekerasan Seksual”; kedua, “Perlindungan dan Pemenuhan Hak korban Kekerasan Seksual”;
dan ketiga, “Menjegal impunitas pulihkan korban: Kenapa kita harus dukung RUU PKS sampai
disahkan?”. Telah memberikan segumpal informasi pada kita semua, bahwa kekerasan seksual
ini nyata dan dapat mengancam kita semua.
Salah satu pembahasan yang diulas pada diskusi ke-3 Pendampingan Grand Issue
(PGI) yang menghadirkan Taufik Basari, Anggota DPR RI Komisi III selaku salah satu
narasumber, menjelaskan bahwa yang sebenarnya menjadi problematika di tingkat badan
legislatif sehingga RUU TPKS tak kunjung disahkan, ialah di dalam proses legislasi timbul
beragam hambatan-hambatan yang bernuansa pro dan kontra yang sebenarnya tidak perlu
ada. Di sisi yang lain, sekalipun adanya kesadaran Kekerasan Seksual harus dilawan bersama,
akan tetapi realitanya instrumen hukumnya belum cukup menjamin dan mengoptimalkan
pendampingan perlindungan hak–hak korban.
Proses legislasi yang juga merupakan ranah politik membuat seseorang memanfaatkan
isu RUU TPKS untuk kepentingan politik–politik tertentu. Timbulnya perspektif kontra akan RUU
TPKS ini, hadir mengkonstruksi narasi negatif yang menyebabkan RUU TPKS masih stagnan
bergulir di tingkat badan legislatif. Selain itu, problematika lain yang hadir ialah, paradigma
aparat penegak hukum yang sejatinya hadir dalam melindungi dan mengayomi korban, justru
1
Pasal 1 angka 1 Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
UNIT KEGIATAN MAHASISWA
HASANUDDIN LAW STUDY CENTRE (HLSC)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
Telp: 0895800177749 Email: hlscemail@gmail.com Makassar 90245
Sekretariat : Jalan Veteran Selatan No.27

berbalik arah dan kerap kali mendiskreditkan korban selama mendampingi kasus kekerasan
seksual. Kemudian, terdapat pula pandangan “miring” masyarakat kepada korban, sehingga
munculnya stigma negatif yang menyudutkan korban Kekerasan Seksual. Problematika itulah
yang menjadi beban bagi korban dan menyebabkan korban enggan untuk melapor dan
bersuara.2
Melalui diskusi PGI yang ketiga tersebut, Rezky Pratiwi, Anggota Lembaga Bantuan
Hukum Makassar (LBH Makassar) yang turut menjadi narasumber pada diskusi itu,
memaparkan data kuantitatif korban Kekerasan Seksual dari Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI) pada tahun 2020, teracatat sebanyak 239 korban Kekerasan
Seksual dan diantaranya adalah perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan minoritas
seksual.
Kekerasan Seksual yang dialami korban ini, umumnya diikuti oleh jenis kekerasan lain
yang apabila ditotalkan menyentuh angka 526 tindakan kekerasan. Dalam memandang
peristiwa Kekerasan Seksual, peran korban sangatlah krusial, sebab yang mengalami tindakan
keji dan yang membutuhkan pendampingan ialah korban.3
Rumusan delik Kejahatan Susila yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), masih belum dapat mengakomodir seluruh bentuk Kekerasan Seksual yang
terjadi pada realitas masyarakat dewasa ini. Sedangkan RUU TPKS telah mengatur 9 jenis
tindak pidana kekerasan seksual. Terobosan ini merupakan salah satu langkah progresif untuk
menanggulangi peristiwa Kekerasan Seksual dan mengakomodir permasalahan-permasalahan
yang ada mengenai lemahnya aspek kepastian hukum dalam pelindungan korban Kekerasan
Seksual. RUU TPKS dapat pula diklaim sebagai peraturan pertama dan satu–satunya yang
mengatur mengenai 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual. Selain itu, RUU TPKS juga
memuat 6 elemen kunci dan prinsip HAM yang termuat di dalamnya, sehingga hal–hal
tersebutlah yang membuat RUU TPKS memiliki posisi yang sangat genting untuk segera
disahkan.
Fenomena Kekerasan Seksual yang sejatinya hanya nampak pada bagian kulit luarnya
saja layaknya fenomena gunung es dan juga merupakan sebuah kejahatan yang terus berulang
tiap tahunnya, telah memberikan gambaran bagi kita semua bahwa kekerasan seksual ini

2
Eksepsi Online, “Pendampingan Grand Issue: Kenapa Harus Dukung RUU PKS Sampai Disahkan?”, URL:
http://eksepsionline.com/2021/09/24/pendampingan-grand-issue-kenapa-harus-dukung-ruu-pks-sampai-disahkan
3
Ibid.
UNIT KEGIATAN MAHASISWA
HASANUDDIN LAW STUDY CENTRE (HLSC)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
Telp: 0895800177749 Email: hlscemail@gmail.com Makassar 90245
Sekretariat : Jalan Veteran Selatan No.27

membutuhkan perhatian khusus, baik bagi pemerintah maupun seluruh masyarakat. Hadirnya
RUU TPKS diharapkan dapat hadir sebagai wujud solusi dalam menanggulangi permasalahan
kekerasan seksual yang ada dan mengancam generasi bangsa. Berangkat dari hal tersebut,
kami HLSC mengajak seluruh komponen masyarakat untuk turut mendukung RUU TPKS untuk
sesegera mungkin disahkan dan diundangkan, sebagai wujud pelindung masyarakat serta
generasi penerus bangsa dari bahaya kekerasan seksual.
Oleh karena itu, maka kami Hasanuddin Law Study Centre menyatakan sikap sebagai
berikut:
1. Mengecam segala Tindakan Pelecehan dan Kekerasan Seksual yang termasuk namun
tidak terbatas pada tindakan fisik, lisan, tulisan, foto dan video dalam dunia nyata maupun
maya yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
2. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk segera mengesahkan RUU
TPKS sebagai langkah konkret dalam menciptakan ruang aman yang tidak hanya
diperuntukkan bagi perempuan, namun juga bagi kita semua.
3. Menjamin hak-hak Korban selama proses penegakan hukum dan pemulihan Korban.
4. Memberikan dukungan kepada korban untuk melakukan segala macam tindakan yang
diperlukan untuk mendapatkan akses keadilan bagi dirinya.

Makassar, 13 Desember 2021

Anda mungkin juga menyukai