Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik)

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah singkatan dari lembar kerja

peserta didik demikian juga dengan LKS merupakan singkatan dari lembar kerja

siswa, yang memiliki pengertian yang sama. LKPD terkadang juga disebut dengan

istilah student worksheet.

Menurut Prastowo (2014) LKPD di defenisikan sebagai bahan ajar cetak

berupa lembar-lembar kertas, yang berisi materi, ringkasan dan petunjuk-petunjuk

pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik yang mengacu pada

kompetensi dasar yang akan dicapai peserta didik dan penggunaanya tergantung

dengan bahan ajar lainnya. Sedangkan Widjajanti (2008) menjelaskan bahwa

LKPD merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh

pendidik sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKPD yang disusun

dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan

pembelajaran yang dihadapi.

Adapaun pendapat lain yang dikemukakan oleh (Adriantoni, 2016)

mengatakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah panduan peserta didik

yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.

Lembar kerja peserta didik (LKPD) memuat sekumpulan kegiatan berdasar yang

harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya


pembentukan kemampuan dasar sesuai dengan indikator pencapaian hasil yang

harus ditempuh.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa lembar kerja

peserta didik adalah lembar kerja yang mengandung petunjuk-petunjuk

pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dari pendidik yang

berisi kegiatan pemecahan masalah dan dikembangkan sesuai dengan kondisi

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

a) Karakteristik dan Komponen LKPD

Menurut Ariani (2020), karakteristik lembar kerja peseta didik (LKPD)

sebagai berikut: (1) LKPD hanya terdiri dari beberapa halaman, tidak sampai

seratus halaman, (2) LKPD dicetak sebagai bahan ajar yang spesifik untuk

dipergunakan oleh seratus tingkat pendidikan tertentu, (3) Di dalamnya terdiri

uaraian singkat tentang materi pokok bahasan secara umum, rangkuman pokok

bahasan, puluhan soal-soal pilihan ganda dan soal-soal isian, (4) LKPD sebagai

salah satu media pengajaran yang digunakan pesrta didik dalam belajar. Adapun

Komponen LKPD menururt Daryanto dan Dwicahyono (2014) adalah sebagai

berikut : (1) judul, mata pelajaran, semester, dan tempat; (2) petunjuk belajar; (3)

komponn yang akan dicapai; (4) informasi pendukung; (5) tugas-tugas dan

langkah-langkah kerja; (6) penilaian.

b) Persyaratan LKPD yang baik

LKPD memenuhi syarat yang baik menurut (Trianto 2010) jika memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

1) Syarat Didaktik artinya syarat LKPD harus mengikuti asas- asas belajar

mengajar yang efektif, yaitu; (a) Memperhatikan adanya perbedaan individual.


(b) Tekanan pada proses untuk menemukan konsep-konsep. (c) Memiliki

variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik. (d) Dapat

mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan

estetika pada diri peserta didik. (e) Pengalaman belajarnya ditentukan oleh

tujuan pengembangan pribadi peserta didik dan bukan ditentukan oleh materi

bahan pelajaran.

2) Syarat Kontruksi artinya hal-hal yang berkenaan dengan penggunaan bahasa,

susunan kalimat, kosa-kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada

hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pengguna

yaitu peserta didik, syaratnya antara lain; (a) Menggunakan bahasa yang

sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik. (b) Menggunakan struktur

kalimat yang jelas. (c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan

tingkat kemampuan peserta didik. (d) Hindarkan pertanyaan yang terlalu

terbuka. (e) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan

keterbacaan peserta didik.

3) Syarat tehnis antara lain; (a) Tulisan Menggunakan huruf cetak dan tidak

menggunakan huruf Latin atau Romawi. (b) Gunakan huruf tebal yang agak

besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah. (c) Gunakan

tidak lebih dari 10 kata dalam satu baris. (d) Gunakan bingkai untuk

membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik. (e) Usahakan

perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi.

c) Fungsi dan Kegunaan LKPD

Anindya Fajriani (2018) menjelaskan bahwa Keberadaan LKPD ini

membantu kemudahan dan kelancaran aktivitas pada saat proses belajar


mengajar serta interaksi, antara pendidik dan peserta didik. Sehingga tujuan

utama belajar dapat tercapai dan berhasil. Adapun fungsi Lembar Kerja

Peserta Didik (LKPD) sebagai berikut :

(1) Bagi siswa LKPD berfungsi untuk memudahkan pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran yang didapat.

(2) Bagi guru LKPD berfungsi untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan

yang perlu diberikannya serta mempertimbangkan proses berfikir yang

bagaimana yang akan ditumbuhkan pada diri peserta didik Dengan adanya

LKPD siswa tidak perlu mencatat atau membuat resume pada buku

catatannya lagi, sebab dalam tiap LKPD sudah terdapat ringkasan seluruh

materi Pelajaran.

Adapun kegunaan dari LKPD dapat digunakan sebagai media untuk belajar

aktif sehingga menuntut keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran.

Selain sebagai media untuk belajar aktif, LKPD memiliki penggunaan lainnya

dalam pembelajaran, antara lain :

(1) Sebagai panduan bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar seperti

melakukan praktikum. Lembar kerja siswa berisi alat dan bahan serta

prosedur kerja yang dapat dipahami oleh masing masing peserta didik

(2) Sebagai lembar pengamatan hasil praktikum. Lembar kerja menyediakan

tabel pengamatan yang memungkinkan peserta didik mencatat data hasil

praktikum yang telah dilakukan oleh peserta didik Lembar kerja siswa

harus memandu agar dapat menuliskan hasil pengamatan dengan baik dan

benar.
(3) Sebagai lembar diskusi antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.

Lembar kerja siswa berisi sejumlah pertanyaan yang menuntun siswa

melakukan diskusi untuk menemukan konsep. Melalui diskusi tersebut

dilatih siswa dilatih membaca dan menyimpulkan data hasil praktikum

untuk memperoleh konsep konsep yang dipelajari.

(4) Sebagai lembar penemuan. Siswa mengekspresikan temuannya berupa hal-

hal baru yang belum pernah dikenal sebelumnya melalui praktikum yang

dilakukan berdasarkan langkahlangkah dalam lembar kerja peserta didik

(5) Sebagai upaya meningkatkan minat siswa untuk belajar.

d) Prosedur Pengembangan LKPD

Menurut Prastowo (2015) pengembangan LKPD terbagi menjadi dua langkah

pokok, yaitu:

1) Menentukan desain pengembangan LKPD

Beberapa hal yang menjadi batasan yang dijadikan pedoman pada saat

menentukan desain LKPD adalah sebagai berikut.

(a) Ukuran, maksundya adalah ukuran-ukuran yang mampu membantu

peserta didik menuliskan pendapat yang ingin dituliskan dalam LKPD.

Misalnya penggunaan ukuran kertas LKPD yang tepat, tidak terlalu

kecil atau terlalu besar.

(b) Kepadatan halaman. Pada bagian ini, kepadatan halaman perlu

diperhatikan. Misalnya dalam satu halaman tidak dipadati dengan

tulisan-tulisan karena hal tersebut akan membuat peserta didik kurang

fokus untuk mengerjakan LKPD sesuai dengan pencapaian tujuan

pembelajaran.
(c) Penomoran. Hal ini nantinya akan memudahkan dalam menentukan

mana yang menjadi nomor judul, sub judul dan anak sub judul dari

materi yang akan disajikan di LKPD.

(d) Kejelasan. Aspek ini cukup penting pada bagian pemaparan materi

maupun pada urutan langkah-langkah yang tertera pada LKPD. Hal ini

disebabkan karena dengan urutan langkah tersebut, maka peserta didik

dapat melakukan kegiatan secara berkelanjutan dan mampu

menyimpulkan hasil pengerjaan yang dilakukan.

2) Langkah-langkah pengembangan LKPD

Ada empat langkah yang dilakukan dalam mengembangkan LKPD, yaitu:

(a) Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam LKPD,

(b) Mengumpulkan materi dan tugas pembelajaran yang diperlukan,

(c) Menyusun elemen (mengintegrasikan desain dengan tugas),

(d) Memeriksa dan meyempurnakan LKPD yang sudah dikembangkan.

e) Kualitas LKPD

Produk dari penelitian pengembangan harus memenuhi tiga karakteristik

yaitu valid, praktis, dan efektif terkait dengan kualitasnya. LKPD tercapai apabila

pengembangan LKPD memenuhi beberapa kriteria penilaian sebagai berikut :

1) Validitas

Terdapat empat aspek yang perlu diperhatikan dalam validitas LKPD

Menurut Pusat Perbukuan Depdiknas (2007), yaitu aspek isi atau materi,

aspek penyajian materi, aspek bahasa dan keterbacaan, dan aspek grafika.

Berdasarkan beberapa uraian, maka yang disebut validitas dalam penelitian


meliputi penilaian ahli materi dan ahli media dengan menetapkan kriteria-

kriteria tertentu dan dilakukan tanpa melalui forum diskusi.

2) Kepraktisannya

Futriyana (2012) menyatakan bahwa indikator kepraktisan bahan ajar

diantaranya (a) sintaks pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik, (b)

peserta didik/guru dapat melaksanakan kegiatan/aktivitas sesuai dengan yang

dicantumkan dalam LKPD, dan (c) respon peserta didik/guru terhadap

pembelajaran yang dilaksanakan baik/positif. Berdasarkan beberapa uraian

tentang kepraktisan LKPD, maka dalam penelitian ini akan diukur respon

peserta didik terhadap LKPD untuk menentukan kriteria kepraktisan LKPD

yang dikembangkan.

3) Efektivitasnya

Futriyana (2012) menyatakan bahwa efektivitas mengacu pada indikator

belajar yang tepat (seperti tingkat prestasi dan kefasihan tertentu) untuk

mengukur hasil pembelajaran. Dari beberapa pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan

seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai peserta

didik dalam suatu pembelajaran, target tersebut sudah ditentukan terlebih

dahulu indikatornya. Berdasarkan beberapa uraian di atas, dalam penelitian

dan pengembangan ini akan diukur efektivitas LKPD ditinjau dari

kemampuan penalaran peserta didik yang dicapai.

2. Problem Based Learning (PBL)

Salah satu model pembelajaran yang menjadi perhatian dikalangan

pendidik adalah model problem based learning (PBL) yaitu model pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik untuk berusaha memecahkan masalah dengan

beberapa tahap metode ilmiah sehingga diharapkan mampu mempelajari

pengetahuan yang berikaitan dengan masalah tersebut dan sekaligus mampu

memeliki ketampilan dalam memecahkan masalah (Syamsidah, 2018). Sedangkan

menurut Komalasari (2013), model PBL adalah model pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa utuk belajar

tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal

ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang

mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.

Sedangkan Sanjaya (2006), Menjelaskan bahwa Problem Based Learning

merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses

penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Mengacu pada pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran berbasis masalah merupakan kerangka konseptual tentang

proses pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah riil dalam kehidupan

nyata (otentik), bersifat tidak tentu, terbuka dan mendua untuk merangsang dan

menantang siswa berpikir kritis untuk memecahkannya.

a. Karakteristik model pembelajarn berbasis masalah (PBL)

Menurut Arends (dalam Muhammad yusuf, 2019) ciri yang paling utama

dari pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yaitu:

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah a) Autentik, yaitu masalah harus berakar

pada kehidupan dunia nyata peserta didik; b) Jelas, yaitu masalah dirumuskan

dengan jelas, tidak menimbulkan masalah baru; c) Mudah dipahami, yaitu


masalah yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta

didik; d) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran; e) Bermanfaat, yaitu masalah

tersebut bermanfaat bagi peserta didik;

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu Walaupun pembelajaran berbasis

masalah ditujukan pada suatu ilmu bidang tertentu tetapi dalam pemecahan

masalah-masalah aktual, peserta didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.

3) Penyelidikan autentik (nyata) Dalam penyelidikan peserta didik menganalisis

dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis,

mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat

kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.

4) Menghasilkan produk dan memamerkannya Peserta didik bertugas menyusun

hasil belajarnya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya;

5) Kolaboratif Tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama

antar peserta didik.

b. Prinsip dasar implementasi PBL

Menurut Yusuf Muhammad (2019), prinsip dasar pembelajaran PBL

adalah sebagai berikut :

1) Pembelajaran bersifat student centered yang aktif

2) Pembelajaran dilakukan melalui kelompok kecil dan semua anggota kelompok

memberikan kontribusinya secara aktif

3) Diskusi dipicu oleh masalah yang berisfat integrasi interdisiplin yang

didasarkan pada pengalaman atau kehidupan nyata

4) Diskusi secara aktif, merangsang peserta didik, menngunakan prior

knowlwdge
5) Siswa terlatih untuk belajar mandiri dan diharapkan untuk menjadi dasar bagi

pembelajaran seumur hidup

6) Pembelajaran berjalan secara efisien, karena informasi yang dikumpulkan,

melalui belajar mandiri, sesuai denga napa yang dibutuhkannya.

7) Feedback dapat diberikan sewaktu tutorial, sehingga dapat memacu

mahasiswa untuk meningkatkan usaha pembelajarannya

8) Latihan keterampilan diberikan secara paralel

c. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah

Berdasarkan prinsip dasar diatas dapat diterangkan oleh Muhammad yusuf

(2017), secara umum, terdapat 5 langkah utama dalam penerapan PBL. Langkah-

langkah tersebut sebagai berikut;

Table 1. Langkah-langkah model pembelajaran PBL

Fase Aktivitas guru


Mengorientasikan siswa Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang
pada masalah diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Mengorganisasi siswa Membantu siswa membatasi dan mengorganisasi
untuk belajar tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi.
Membimbing Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang
penyelidikan individu sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari
maupun kelompok untuk penjelasan dan pemecahan.
Mengembangkan dan Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan
menyajikan hasil karya karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model,
dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Menganalisis dan Membantu siswa melakukan refleksi terhadap
mengevaluasi proses penyelidikan dan proses-proses yang digunakan
pemecahan masalah selama berlangusungnya pemecahan masalah.
d. Kelemahan dan kelebihan model pembeajaran berbasis masalah

Hendyani Enni (2023), menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah

sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena memiliki beberapa kelebihan

antara lain:

1) Dengan pembejaran berbasis masalah akan terjadi pembejaran bermakna.

Peserta didik memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan

pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang

diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar

dapat semakin bermakna dan dapat diperluas Ketika berhadapan dengan

situasi konsep digunakan.

2) Dalam situasi pembejaran berbasis masalah, siswa mengintegrasikan

pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam

konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan

keadaan nyata sehingga masalah-masalah dalam suatu konsep atau teori

mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung.

3) Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatan kemampuan berpikir kritis,

menumbuhkan inisiatif dalam bekerja, motivasi internal dalam bekerja dan

dapat meningktkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Disamping kelebihan terdapat pula kelemahan dari model pembelajaran

berbasis masalah menurut Wina Sanjaya (2009), antara lain:


1) Apabila peserta didik tidak memiliki minat dan memandang bahwa masalah

yang diselidiki adalah sulit, maka mereka akan merasa enggan untuk

mencoba.

2) Membutuhkan waktu untuk persiapan, apabila guru tidak mempersiapkan

dengan matang strategi ini, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.

3) Pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah dimasyarakat atau didunia

nyata terkadang kurang sehingga proses pembelajaran berbasis masalah

terhambat oleh faktor ini.

Gejal umum yang terjadi pada siswa saat ini adalah malas berpikir, mereka

cenderung menjawab sebuah pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau

Pustaka lainnya tanpa mengemukakan pendapat analisinya terhadap pendapat

tersebut. Bila keadaaan ini berlangsung maka siswa akan mengalami kesulitan

mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dengan kehidupan nyata.

Dengan kata lain pelajaran dikelas, untuk memperoleh nilai ujian belum tentu

relevan dengan pemahaman mereka. Oleh karena itu model pembelajaran berbasis

masalah dapat menjadi solusi untuk mendorong siswa berpikir dan berkerja

ketimbang menghafal dan bercerita.

Muhammad arsya & Febiana (2023) mengatakan bahwa Penggunaan

model pembelajaran dalam proses belajar mengajar bertujuan untuk

mengefektifkan dan mengefienkan suatu proses pembelajaran. Proses

pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Indikator ini antara guru dan siswa dapat fokus pada materi

pembelajaran, guru dapat dengan mudah menyampaikan ilmu kepada siswa, dan

siswa menjadi mudah memahami dengan materi yang diberikan oleh guru. Model
pembelajaran dianggap sebagai cara yang paling strategis untuk meningkatkan

hasil belajar peserta didik Guru diharapkan mampu memberikan materi tanpa

membuat siswa bosan. Salah satu cara agar siswa tidak bosan dalam proses

pembelajaran adalah dengan membuat mereka lebih aktif di kelas. Dengan

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis, dapat

menginspirasi siswa untuk lebih aktif di kelas. Salah satu model pembelajaran

yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran berbasis masalah.

3. Keterampilan Berikir Kritis

Menurut rahardian (2022), Berpikir kritis merupakan salah satu

keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan dalam pengembangan

keterampilan abad ke-21 (21st Century Skill). Setiap individu membutuhkan

keterampilan berpikir kritis agar berhasil memecahkan masalah dalam situasi

sulit. Setiap orang perlu menganalisis dan mengevaluasi kondisi hidupnya untuk

membuat keputusan penting. Demikian pula menurut (Vacek, 2009), Konsep

mengenai berpikir kritis merupakan konsep yang kompleks dan mencakup

aktifitas dan mental yang kompleks pula, proses berpikir kritis merupakan proses

yang tidak mudah untuk digambarkan walaupun berpikir kritis merupakan sesuatu

yang kompleks, bukan berarti tidak bisa dikembangkan. Kealey, Holland &

Watson, (2005), mengatakan bahawa Berpikir kritis dapat dikembangkan melalui

penerapannya dalam pembelajaran.

Berpikir kritis menjadi salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi

(Higher Order of Thinking Skill) yang harus ditanamkan pada cara berpikir

peserta didik Keterampilan berpikir kritis ini merupakan keterampilan

fundamental pada pembelajaran di era disruption. Keterampilan berpikir kritis


mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mensintesis informasi yang

dapat dibelajarkan dan dikuasai (Redecker et al., 2012). Siswa harus mampu

membangun kemampuan berpikir kognitif yang mendalam dan tinggi dalam

memaknai proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis ini menjadi sangat

penting untuk dimiliki siswa karena dapat membantu siswa mengambil keputusan.

Berpikir kritis akan lebih baik diartikan sebagai keahlian dan keaktifan dalam

mengamati dan mengevaluasi berbagai informasi yang melibatkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi sehingga menghasilkan jawaban terbaik yang bisa didapat

(Javad, Mir & Rousta, 2013).

Yoki arwana (2018) mengatakan bahwa menurut beberapa ahli, definisi

keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya adalah proses berpikir

kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun

representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan

aktivitas mental yang paling dasar. Keterampilan ini juga digunakan untuk

menggarisbawahi berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi

Bloom. Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah

keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu

mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan

(applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan

berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing),

mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Manfaat kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran sangat besar

peranannya dalam meningkatkan proses dan hasil belajar. Selain manfaat

kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran juga mempunyai peranan sebagai


bekal siswa untuk menghadapi masa depan. Beberapa penelitian membuktikan

manfaat kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran maupun sebagai bekal

masa depan yaitu Lawson dalam Sukmadinata (2004), menyatakan bahwa

menurut teori Piaget, perkembangan kemampuan penalaran formal sangat penting

bagi perolehan (penguasaan) konsep, karena pengetahuan konseptual merupakan

akibat atau hasil dari suatu proses konstruktif, dan kemampuan penalaran tersebut

adalah alat yang diperlukan pada proses itu. Maulana (2008) menemukan bahwa

pembelajaran kontekstual dengan metode pembelajaran berdasarkan masalah

maupun dengan startegi inkuiri mampu membuat siswa berkemampuan akademik

rendah dan pada saat yang sama mampu membuat siswa berkemampuan

akademik rendah memiliki penguasaan konsep-konsep kimia yang tidak berbeda

dengan siswa berkemampuan akademik tinggi. Dari penemuan-penemuan

penelitian tersebut telah menjadi bukti bahwa kemampuan berpikir kritis

mempunyai manfaat yang konkrit dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.

B. KERANGKA PIKIR

Pada abad 21, Pembelajaran inovatif sangat perlu dilaksanakan oleh guru

dikelas sesuai dengan perkembangan zaman, penggunaan android bagi siswa

merupakan salah satu hal yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang dapat

membantu murid dalam belajar sekaligus mampu meningkatkan minta belajar dan

motivasi belajar kimia seperti yang diharapkan dalam pembelajaran.

Mata pelajaran Kimia merupakan pelajaran yang mengandung banyak

konsep-konsep yang bersifat abstrak hingga akhirnya dalam pembelajaran

disekolah siswa kurang mampu mengkonstruk pengetahuan . Bertolak dari

masalah tersebut maka seorang guru harus mampu memilih dan melakukan
inovasi pembelajaran melalui perangkat pembelajaran. Sama halnya yang terjadi

Di SMA Negeri 1 sendana yang pada kenyataannya didalam pembelajaran guru

kimia hanya menggunakan buku paket dalam pembelajaran dengan menggunakan

metode tertentu sehingga minat dan motivasi belajar kimia kurang dan

mempengaruhi rendahnya hasil pembelajaran. Diperlukan sebuah inovasi

pembelajaran yang baik untuk meningkatakan minat motivasi belajar mereka dan

memperhatikan kebutuhan dari murid itu sendiri seperti kesiapan, minat, dan gaya

belajar murid.

Perangkat pembelajaran yang diharapkan dapat meningktkan hasil

pembelajaran yang dimaksud adalah pengembangan bahan ajar kimia berbasis

android pada mata pelajaran system periodik unsur yang dapat meningkatkan

pemahaman konsep-konsep kimianya. Apabila tingkat pemahaman kimia siswa

tinggi maka siswa lebih mudah untuk melanjutkan materi-materi yang lain. Untuk

itu perlu dikembang suatu bahan ajar alternatif berupa modul pembelajaran

interaktif. Dipilihnya modul pembelajaran interaktif ini, karena memiliki

keunggulan dibandingkan dengan bahan ajar berupa LKPD dan buku lainnya.

Bahan ajar seperti modul memiliki kelebihan diantaranya bersifat mandiri,

terdapatnya umpan balik, tujuan pembelajaran yang jelas, bersifat fleksibel, dan

memungkinkan siswa melakukan remedial.

Modul interaktif yang dikembangkan sesuai dengan karakter atau

kebutuhan siswa,, dan disajikan dalam bentuk digital serta dilengkapi dengan

perpaduan antara text, gambar, animasi maupun video. Penyajian modul dalam

bentuk digital dengan bantuan android bertujuan agar mempermudah siswa dalam

memahami hal-hal yang abstrak atau yang membutuhkan visualisasi dalam proses
pembelajaran kimia. Dari keunggulan tersebut maka modul pembelajaran

interaktif cocok digunakan dalam pembelajaran kimia khususnya materi Sistem

periodic unsur. Selain itu siswa dapat belajar mandiri dan mampu memvisualisasi

sendiri objek-objek yang bersifat abstrak tersebut, sehingga dapat meningkatkan

pemahaman mereka. Kerangka pikir pada penelitian ini digambarkan sebagai

berikut

Bahan ajar yang digunakan kurang menarik


dan masih buku paket

Memperhatikan
kebutuhan murid

Indikator  Pemahaman
 Prinsip bahan Kimia
ajar/LKPD
meningkat
 Prinsip penggunaan
media  Siswa belajar
pembelajaran mandiri
 Karakteristik siswa

Gambar 1. alur kerangka pikir pengembangan bahan ajar interaktif


berbasis android

Anda mungkin juga menyukai