Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MENGENAI

“SIMBOL-SIMBOL DAN BAGAIMANA MEMBACA BAHASA


TUBUH”
Diajukan Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Komunikasi Antar Budaya
Dosen Pengampu : Vina Dartina, M.I.Kom

Adi Gusdianto (45211041)


Anis Aliya Azrifatin (45211011)
Arismayadi Dirantika (45211007)
Nabila Damayani M (45211002)
Rena Delianti (45214030)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN DESAIN
ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA UNIVERSITY
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Simbol-simbol (S. I.
Hayakawa)” dan “Bagaimana membaca Bahasa tubuh (Flora Davis)”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................3
BAB II RINGKASAN MATERI DARI SUMBER UTAMA..................................................4
a. Bahasa sebagai symbol........................................................................................4
b. Kesalahkaprahan menanggapi drama..................................................................5
c. Kata bukanlah hal.................................................................................................7
d. Peta dan wilayah..................................................................................................8
e. Bagaimana membaca Bahasa tubuh (Flora Davis)..............................................9
BAB III PEMBAHASAN DARI SUMBER LAIN..............................................................11
a. Bahasa sebagai symbol......................................................................................11
b. Kesalahkaprahan Menanggapi Drama...............................................................12
c. Kata bukanlah hal...............................................................................................13
d. Peta dan wilayah................................................................................................14
e. Membaca Bahasa Tubuh (Buku Komunikasi Antarbudaya karya Zahrotus
Sa'idah)......................................................................................................................16
BAB IV IMPLIKASI........................................................................................................17
a. Bahasa sebagai simbol.......................................................................................17
b. Kesalahpahaman menanggapi drama................................................................18
c. Kata bukanlah hal...............................................................................................19
d. Peta dan wilayah................................................................................................19
e. Membaca Bahasa Tubuh....................................................................................20
BAB V PENUTUP.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23

2
BAB I
PENDAHULUAN

Buku "Language in Thought and Action" karya S.I. Hayakawa adalah salah satu
karya penting dalam bidang linguistik yang membahas tentang peran simbol dalam
bahasa dan pemikiran manusia. Buku ini membahas mengenai cara manusia
menggunakan simbol untuk merepresentasikan konsep dan ide-ide abstrak.
Dalam buku ini, Hayakawa mengidentifikasi berbagai macam simbol seperti kata-kata,
gambar, angka, dan simbol matematika. Dia menunjukkan bagaimana simbol-simbol ini
digunakan untuk mengkomunikasikan makna dan ide-ide kompleks dan seringkali
abstrak. Hayakawa juga membahas tentang bagaimana simbol dapat mempengaruhi cara
kita berpikir dan bertindak.
Di sisi lain, buku "Reading Between the Lines" karya Flora Davis membahas
tentang bagaimana membaca bahasa tubuh dan mengartikan pesan-pesan nonverbal
yang terkandung dalam komunikasi manusia. Buku ini membahas tentang berbagai
tanda nonverbal seperti gerakan tangan, mimik wajah, postur tubuh, dan intonasi suara.
Davis menunjukkan bagaimana pesan nonverbal dapat memberikan informasi
yang sama pentingnya dengan pesan verbal dan bahkan dapat mengungkapkan perasaan
dan emosi yang lebih jelas. Dia juga membahas tentang cara kita dapat membaca bahasa
tubuh untuk meningkatkan kemampuan kita dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan orang lain.
Kedua buku ini memberikan pandangan yang berbeda namun saling melengkapi
mengenai bagaimana manusia menggunakan simbol dan bahasa tubuh untuk
mengkomunikasikan makna dan pesan. Membaca dan memahami simbol serta bahasa
tubuh dapat membantu kita dalam memahami diri sendiri dan orang lain, serta
meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial kita.

3
BAB II
RINGKASAN MATERI DARI SUMBER UTAMA

a. Bahasa sebagai symbol

Dalam buku "Komunikasi Antarbudaya: Suatu Pengantar" karya Deddy


Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Bahasa adalah bentuk simbol yang paling
rumit, halus, dan berkembang. Manusia telah sepakat untuk menggunakan suara-
sound yang dihasilkan oleh paru-paru, tenggorokan, lidah, gigi, dan bibir mereka
sebagai simbol-simbol yang mewakili peristiwa dalam sistem saraf mereka.
Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, jika kita melihat seekor kucing, kita
mengucapkan "There's a cat (ada seekor kucing)". Setiap orang yang mendengar
suara kita akan mengalami peristiwa serupa dalam sistem sarafnya ketika
melihat kucing yang sama. Bahasa ini tidak memiliki hubungan langsung
dengan apa yang disimbolkannya. Misalnya, kita bisa memakai pakaian berlayar
tanpa pernah naik perahu layar. Begitu juga, kita bisa mengatakan "saya lapar"
tanpa benar-benar merasa lapar.
Namun, terkadang kita merasa ada hubungan yang perlu antara simbol
dan apa yang disimbolkannya. Misalnya, kita merasa bahwa bahasa asing
terlihat aneh karena mereka memiliki nama-nama yang lucu untuk segala
sesuatu, dan mengapa mereka tidak menggunakan nama yang benar? Ada juga
orang-orang yang merasa bahwa ular adalah "makhluk yang buruk" dan kata
"ular" sendiri terdengar tidak enak. Perasaan-perasaan ini membuat kita berpikir
bahwa ada hubungan yang lebih dalam antara simbol dan hal yang
disimbolkannya.
Namun sebenarnya, hubungan antara simbol dan apa yang
disimbolkannya tidaklah begitu jelas kecuali jika kita berpikir dengan lebih
dalam. Simbol dan hal yang disimbolkannya adalah dua hal yang terpisah,
meskipun kita merasa dan terkadang bertindak seolah-olah ada hubungan yang
erat di antara keduanya. bahasa dijelaskan sebagai simbol yang penting dalam
komunikasi antarbudaya. Bahasa dapat didefinisikan sebagai sistem simbolik

4
yang digunakan oleh manusia untuk mengkomunikasikan makna dan informasi
antara satu dengan yang lain.
Dalam konteks komunikasi antarbudaya, bahasa menjadi penting karena
perbedaan bahasa dapat mempengaruhi bagaimana informasi dipahami dan
diterima oleh orang yang berbeda budaya. Selain itu, bahasa juga dapat
mencerminkan nilai, keyakinan, dan pandangan dunia yang berbeda antara
budaya yang berbeda.
Dalam komunikasi antarbudaya, penggunaan bahasa yang tepat dan bermakna
sangat penting. Hal ini meliputi pemilihan kata yang tepat, penggunaan bahasa
tubuh dan intonasi suara yang sesuai, serta penghindaran dari stereotip atau
generalisasi negatif tentang budaya lain.Selain itu, penggunaan bahasa juga
dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam menjalin hubungan
antarbudaya. Misalnya, penggunaan bahasa yang sopan dan menghargai
kebudayaan orang lain dapat membantu membangun kepercayaan dan hubungan
yang harmonis, sementara penggunaan bahasa yang tidak pantas atau kasar
dapat merusak hubungan dan menimbulkan konflik. Dalam kesimpulannya,
bahasa merupakan simbol yang penting dalam komunikasi antarbudaya, yang
dapat mencerminkan perbedaan budaya dan mempengaruhi bagaimana
informasi dipahami dan diterima oleh orang yang berbeda budaya. Oleh karena
itu, penggunaan bahasa yang tepat dan bermakna sangat penting dalam menjalin
hubungan antarbudaya yang harmonis dan saling menghormati.

b. Kesalahkaprahan menanggapi drama

Dalam buku "Komunikasi Antarbudaya: Suatu Pengantar" karya Deddy


Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, menjelaskan bahwa perbedaan budaya dapat
mempengaruhi cara seseorang menafsirkan dan merespons suatu situasi atau
pesan. Kesalahan dalam menanggapi drama dapat terjadi akibat perbedaan
budaya antara penonton dan pembuat drama.
Salah satu contoh kesalahan dalam menanggapi drama adalah ketika
penonton dari budaya yang berbeda tidak memahami konflik atau tema yang
diangkat dalam drama. Misalnya, dalam sebuah drama yang menceritakan

5
tentang perjuangan seorang wanita untuk mendapatkan hak-haknya di
masyarakat yang patriarkis, penonton dari budaya yang menganggap peran
wanita hanya di rumah tangga mungkin akan merasa tidak nyaman atau bahkan
marah.
Selain itu, bahasa dan gaya komunikasi yang berbeda juga dapat
menyebabkan kesalahpahaman. Penonton yang tidak akrab dengan bahasa dan
budaya yang digunakan dalam drama dapat salah mengartikan pesan yang
disampaikan, terutama jika pesan tersebut menggunakan makna implisit atau
simbolik.
Dalam hal ini, penting bagi penonton dan pembuat drama untuk
memahami budaya satu sama lain dan mengeksplorasi perbedaan-perbedaan
tersebut. Pembuat drama dapat melakukan riset dan konsultasi dengan orang-
orang dari budaya yang berbeda untuk memastikan pesan yang disampaikan
dapat dipahami oleh berbagai kalangan penonton. Sementara itu, penonton dapat
membuka diri dan berusaha memahami konteks dan makna budaya yang
mendasari drama yang ditonton.
Proses simbolik bukan hanya tentang kata-kata. Dalam drama SA
(panggung film, televisi), ada penonton yang tidak sepenuhnya sadar bahwa itu
adalah sandiwara. Serangkaian representasi simbolik fiksi. Seorang aktor adalah
seseorang yang mewakili orang-orang nyata dan fiksi. Di film lama, Fredric
March dengan seorang peminum berat. Nona March melaporkan bahwa dia
menerima banyak surat nasihat dan simpati sesudahnya dari wanita yang
mengatakan bahwa mereka juga menikah dengan orang yang juga seorang
pemabuk sama seperti suaminya.
Ketika Edward G. Robinson, yang berperan sebagai gangster dengan
kemampuan supernatural, mengunjungi Chicago, dilaporkan bahwa seorang
penjahat setempat meneleponnya. Dia berada di hotel sebagai tanda hormat.
Desember Seorang aktor ditembak mati oleh penonton saat berperan sebagai
penjahat dalam adegan menegangkan di teater keliling. Ini hanyalah salah satu
contoh penampil yang buruk. Paul Muni diundang untuk berbicara di American
Bar Association setelah memerankan Clarence Darrow di Inherit the Wind.

6
Setelah memainkan peran Franklin D. Roosevelt di Sunrise at Campobello,
Ralph Bellamy diundang oleh beberapa perguruan tinggi untuk berpartisipasi.
Pidato tentang Roosevelt. Ketika Amerika Serikat "diserbu" oleh "rakyat
Amerika" pada tanggal 30 Oktober 1938, beberapa patriot bergegas ke kantor
perekrutan untuk mempertahankan negaranya. Seorang aktor adalah orang yang
melambangkan orang- orang lain, baik yang nyata ataupun yang imajiner.
Kesimpulannya, kesalahan dalam menanggapi drama dapat terjadi akibat
perbedaan budaya dan gaya komunikasi yang berbeda antara penonton dan
pembuat drama. Untuk menghindari kesalahpahaman, penting bagi penonton
dan pembuat drama untuk memahami budaya satu sama lain dan berusaha
mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.

c. Kata bukanlah hal

Dalam buku "Komunikasi Antarbudaya: Suatu Pengantar" karya Deddy


Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, dijelaskan bahwa kata-kata dan simbol-
simbol tidak perlu dibahas secara rinci jika kita sepakat dan selalu menyadari
bahwa simbol-simbol bebas dari makna yang mereka wakili. Idealnya, kita harus
sepakat dan selalu menyadari hubungan tersebut. Namun, kenyataannya tidak
demikian. Sebagian besar dari kita memiliki kebiasaan mengevaluasi secara
tidak tepat dalam pemikiran kita terkait aspek tertentu. Dalam hal ini,
masyarakat sering kali mengalami kekalahan karena banyaknya campur tangan
dalam pencampuran simbol-simbol dengan hal-hal yang disimbolkan.
Contohnya, dalam masyarakat kita, kita dianjurkan untuk berhutang untuk
membeli mobil baru yang terlihat mewah sebagai simbol kekayaan. Ironisnya,
kepemilikan mobil tersebut membuat pemiliknya merasa kaya. Dalam
masyarakat yang beradab (termasuk masyarakat primitif), simbol-simbol
kesalehan, kebajikan, atau kepahlawanan sering kali dihargai lebih tinggi
daripada kesalehan, kebajikan, atau kepahlawanan sejati. Dalam kasus ini, kita
seperti mahasiswa yang mencontek untuk menjadi anggota organisasi
kehormatan Phi Beta Kappa. Lebih penting memiliki simbol-simbol daripada
hal-hal yang disimbolkan.

7
Pencampuran antara simbol-simbol dan hal-hal yang disimbolkan, baik
pada individu maupun masyarakat, adalah masalah serius dalam berbagai
budaya dan berdampak pada masalah kemanusiaan yang berkelanjutan. Namun,
dengan adanya sistem komunikasi modern, masalah ini menjadi lebih mendesak.
Kita terus-menerus dipengaruhi oleh guru-guru, pendeta, penjual, petugas
hubungan masyarakat, lembaga pemerintah, dan film-film. Penjual minuman
dingin, deterjen, dan obat pencahar terus-menerus mengejar kita melalui radio
dan televisi, bahkan di rumah, pesawat elektronik tidak pernah dimatikan
sepanjang hari. Tukang pos membawa iklan cetak untuk kita. Di jalan-jalan,
papan iklan menghalangi kita, dan bahkan kita membawa radio transistor ke
pantai.
Kita hidup dalam lingkungan yang dibentuk dan terutama dipengaruhi
oleh pengaruh semantik yang tidak selaras. Surat kabar dan majalah yang luas
sirkulasinya mencerminkan prasangka dan obsesi aneh dari para penerbit dan
pemiliknya. Program-program radio dan televisi hampir sepenuhnya didominasi
oleh motif komersial. Penasihat hubungan masyarakat merupakan pembayar
dalam seni memanipulasi dan mengarahkan lingkungan semantik kita untuk
kepentingan klien mereka. Ini adalah lingkungan yang penuh dengan
kegairahan, tetapi juga penuh dengan bahaya. Saat ini, pesan-pesan dari agen
iklan, lembaga hubungan masyarakat, radio, televisi, dan surat kabar disebarkan
untuk mempengaruhi keputusan kita dalam kampanye pemilihan, terutama saat
pemilihan presiden.
Oleh karena itu, warga masyarakat modern membutuhkan lebih dari
sekadar "akal sehat" biasa yang didefinisikan sebagai pemahaman sederhana
tentang dunia. Mereka harus menyadari kekuatan dan batasan simbol-simbol,
terutama kata-kata, jika tidak ingin bingung oleh kompleksitas lingkungan
semantik mereka. Prinsip pertama tentang simbol adalah: simbol bukanlah hal
yang disimbolkan; kata bukanlah hal; peta bukanlah wilayah yang dipetakan.

8
d. Peta dan wilayah

Dalam buku "Komunikasi Antarbudaya: Suatu Pengantar" karya Deddy


Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, peta dan wilayah dijelaskan sebagai satu hal
yang berkaitan dengan komunikasi antar budaya. Dalam bukunya dijelaskan
bahwa kita hidup dalam dua dunia, yaitu dunia ekstensional yang kita alami
secara langsung melalui indera kita, dan dunia verbal yang kita peroleh melalui
laporan-laporan dan pengetahuan yang disampaikan secara verbal. Dunia verbal
ini seperti sebuah peta yang harus mencerminkan dunia ekstensional dengan
akurat. Ketika peta verbal kita sesuai dengan pengalaman kita di dunia nyata,
kita dapat beradaptasi dengan baik. Namun, jika peta verbal kita salah atau
penuh dengan kekeliruan, kita akan menghadapi kesulitan dan mungkin tidak
dapat menyesuaikan diri.
Banyak dari kesalahan yang kita lakukan disebabkan oleh kekeliruan
dalam peta mental kita, seperti kepercayaan pada ramalan astrologi atau
tindakan yang tidak logis seperti membawa kaki kelinci untuk melindungi diri
dari kecelakaan. Analogi ini juga berlaku dalam penggunaan bahasa, di mana
kita dapat menciptakan "peta-peta" yang tidak sesuai dengan dunia nyata melalui
laporan palsu atau dugaan yang keliru.
Meskipun kita mewarisi banyak pengetahuan yang sia-sia dan banyak
kesalahan, warisan budaya kita dihargai karena kita percaya bahwa pengetahuan
tersebut memberikan peta pengalaman yang akurat. Namun, kita perlu diingat
bahwa ada dua cara kita memperoleh peta dunia dalam pikiran kita: menerima
peta yang diberikan kepada kita dan menciptakan peta sendiri jika kita salah
membaca peta yang diberikan kepada kita

e. Bagaimana membaca Bahasa tubuh (Flora Davis)

Buku "Komunikasi Antarbudaya" karya Deddy Mulyana membahas


pentingnya memahami bahasa tubuh dalam berkomunikasi antarbudaya. Berikut
adalah beberapa penjelasan tentang bagaimana membaca bahasa tubuh menurut
Deddy Mulyana:

9
Pahami konteks budaya: Bahasa tubuh memiliki makna yang berbeda-
beda di setiap budaya. Oleh karena itu, sebelum membaca bahasa tubuh
seseorang, penting untuk memahami konteks budaya dari orang tersebut.
Misalnya, dalam budaya Barat, orang mungkin menyilangkan tangan di dada
sebagai tanda tidak setuju, sedangkan di beberapa budaya Asia, menyilangkan
tangan di dada bisa dianggap sebagai tanda hormat.

Perhatikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah: Gerakan tubuh dan


ekspresi wajah bisa memberikan petunjuk tentang perasaan dan niat seseorang.
Misalnya, orang yang menatap mata orang lain dengan tatapan tajam bisa
menandakan rasa tidak suka atau tidak setuju. Sedangkan, orang yang
menundukkan kepala mungkin merasa malu atau tidak percaya diri.
Perhatikan postur tubuh: Postur tubuh seseorang bisa memberikan
petunjuk tentang status dan kepercayaan diri. Misalnya, orang yang berdiri tegak
dan memandang lurus ke depan mungkin dianggap sebagai orang yang percaya
diri dan berwibawa. Sedangkan, orang yang membungkuk dan tidak menatap
mata orang lain mungkin dianggap sebagai orang yang tidak percaya diri atau
tidak menghormati orang lain.
Perhatikan bahasa isyarat: Bahasa isyarat bisa memberikan petunjuk
tentang perasaan dan niat seseorang. Misalnya, orang yang mengangkat bahu
sebagai tanda ketidakpastian atau kebingungan. Sedangkan, orang yang
mengangkat jempol sebagai tanda persetujuan atau kepuasan.
Perhatikan jarak dan kontak mata: Jarak dan kontak mata bisa
memberikan petunjuk tentang tingkat keintiman atau ketidaknyamanan dalam
interaksi. Misalnya, orang yang memandang mata orang lain secara langsung
dan mendekatkan diri mungkin dianggap sebagai orang yang ramah dan terbuka.
Sedangkan, orang yang tidak memandang mata orang lain dan menjaga jarak
mungkin dianggap sebagai orang yang tertutup atau tidak mau bergaul.
Dalam membaca bahasa tubuh sesuai dengan komunikasi antarbudaya,
perlu diingat bahwa setiap orang memiliki ciri khas dan budaya yang berbeda-

10
beda. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks budaya dan tidak
membuat kesimpulan yang salah berdasarkan bahasa tubuh seseorang.

BAB III
PEMBAHASAN DARI SUMBER LAIN

a. Bahasa sebagai symbol

Dalam buku "Komunikasi Antar Budaya: Pemahaman Dasar dan Teori"


karya Zahrotus Sa'idah halaman 40, Simbol berasal dari kata Yunani "sym-
bollein" yang berarti "melempar bersama-sama" dan merujuk pada meletakkan
bersama-sama konsep atau ide objek yang terlihat. Simbol merupakan unsur
yang menghubungkan pikiran individu dengan proses alam. Simbol secara alami
menggabungkan banyak sensasi atau citra dari dunia sekitar yang dapat diterima
melalui panca indera.

Frederick William Dillistone, seorang Profesor Teologi, mendefinisikan


simbol sebagai sesuatu yang memiliki bentuk atau pola seperti gambar dan
bahasa. Simbol mengacu pada objek yang berbeda yang mencari kesepakatan
dengan menghubungkan dan menyatukan objek-objek tersebut.

Simbol juga merupakan tanda yang menunjukkan hubungan dengan


referensi dalam konvensi atau kesepakatan bersama. Bahasa merupakan bagian
dari simbol atau lambang karena digunakan untuk menunjukkan atau mewakili
sesuatu yang telah disepakati bersama. Bahasa juga merupakan sistem
komunikasi manusia yang terungkap melalui susunan suara atau tulisan
terstruktur yang membentuk satuan yang lebih besar seperti morfem, kata, atau
kalimat.

Tujuan praktis bahasa adalah untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-


hari, tujuan artistik untuk mengolah bahasa secara estetis, tujuan pengetahuan
sebagai kunci untuk mempelajari pengetahuan lain, dan tujuan filologis untuk
menyelidiki sejarah manusia, kebudayaan, dan bahasa itu sendiri. Tujuan-tujuan

11
tersebut menunjukkan pentingnya bahasa dalam kehidupan kita, terutama dari
perspektif budaya.

Terdapat tiga faktor yang menunjukkan peran bahasa dalam


perkembangan budaya, yaitu sebagai unsur dalam budaya, sebagai penanda
dalam stratifikasi sosial, dan sebagai simbol budaya suku bangsa. Bahasa juga
merupakan produk budaya yang mengandung nilai budaya dan berfungsi sebagai
medium untuk mempelajari dan memahami sebuah budaya.

Dalam mempelajari sebuah budaya, bahasa memiliki peran penting


sebagai medium penghubung dalam pemahaman budaya, termasuk bahasa lisan,
tulisan, isyarat, non-verbal, dan bahasa pemrograman.

b. Kesalahkaprahan Menanggapi Drama

Kesalahpahaman dalam merespons drama dalam buku "Pelangi


Pemikiran Komunikasi Antar Budaya" karya Prof. Dr. Alo Liliweri merujuk
pada situasi di mana orang atau kelompok mengartikan atau menanggapi drama
dengan cara yang tidak benar atau tidak sesuai. Kesalahpahaman semacam ini
bisa timbul karena perbedaan budaya, latar belakang, pengalaman, atau
kurangnya pemahaman terhadap konteks budaya yang berbeda.

Dalam konteks komunikasi antar budaya, drama dapat menjadi sumber


kesalahpahaman karena cerita dan karakter yang diperlihatkan mungkin tidak
sesuai dengan keyakinan, nilai-nilai, atau norma budaya individu atau kelompok
tertentu. Kesalahpahaman juga dapat muncul karena penafsiran yang keliru
terhadap maksud pengarang atau makna yang ada dalam drama.

Salah satu contoh kesalahpahaman dalam merespons drama adalah


penggunaan stereotip atau generalisasi yang tidak akurat terhadap suatu budaya
atau kelompok etnis. Misalnya, jika drama menggambarkan karakter dari budaya
tertentu dengan cara yang negatif atau berlebihan, hal ini dapat menyebabkan
kesalahpahaman dan memperkuat stereotip yang sudah ada.

12
Selain itu, perbedaan dalam bahasa, ungkapan, atau humor antar budaya
juga dapat menjadi sumber kesalahpahaman. Drama sering kali menggunakan
kata-kata, dialog, atau lelucon yang khas bagi budaya tertentu, dan jika penonton
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan tidak memahami
konteksnya, mereka mungkin tidak menyadari pesan atau makna sebenarnya
yang ingin disampaikan.
Kesalahpahaman dalam merespons drama antar budaya juga dapat
disebabkan oleh perbedaan persepsi terhadap isu-isu sensitif atau kontroversial.
Drama sering kali mengangkat topik seperti agama, politik, gender, atau
seksualitas, yang memiliki penafsiran dan norma yang berbeda di berbagai
budaya. Ini dapat menyebabkan penafsiran yang beragam dan kesalahpahaman
jika individu atau kelompok tidak dapat memahami sudut pandang yang berbeda
secara kontekstual.
Untuk mengatasi kesalahpahaman dalam merespons drama antar budaya,
penting untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang budaya lain,
menghargai perbedaan, dan berusaha mencari informasi yang akurat sebelum
membuat penilaian atau tanggapan. Komunikasi yang terbuka, dialog yang
terbuka, dan kemauan untuk mempelajari perspektif orang lain juga dapat
membantu mengurangi kesalahpahaman dan mempromosikan pemahaman lintas
budaya yang lebih baik.

c. Kata bukanlah hal

Dalam buku "Pelangi Pemikiran Komunikasi Antar Budaya," ditekankan


bahwa kata-kata memiliki peran yang sangat penting dalam komunikasi antar
budaya. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan
informasi, tetapi juga memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar dalam
membangun pemahaman, persepsi, dan hubungan antar budaya.
Dalam konteks komunikasi antar budaya, penting untuk menyadari
bahwa kata-kata memiliki makna yang bervariasi di berbagai budaya.
Terjemahan harfiah seringkali tidak cukup untuk menyampaikan makna yang
sebenarnya, karena setiap budaya memiliki nuansa, konotasi, dan konteks

13
budaya yang unik. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang budaya lain
dan pemilihan kata yang tepat sangat penting untuk menghindari
kesalahpahaman atau penafsiran yang tidak akurat.
Selain itu, penting juga untuk memahami bahwa kata-kata memiliki
kekuatan dalam membentuk citra dan stereotip budaya tertentu. Pilihan kata
dalam drama, sastra, atau media massa dapat mempengaruhi persepsi dan
representasi suatu budaya. Dalam hal ini, penulis, pengarang, dan pembaca harus
berhati-hati agar tidak menggunakan kata-kata yang memperkuat stereotip atau
prasangka budaya.
Perlu diingat bahwa bahasa dan kata-kata tidak hanya terbatas pada
aspek verbal, tetapi juga mencakup komunikasi nonverbal. Gestur tubuh, mimik
wajah, dan intonasi suara juga berperan dalam komunikasi antar budaya.
Misalnya, makna suatu kalimat dapat berubah sepenuhnya tergantung pada
ekspresi wajah atau gestur yang menyertainya. Oleh karena itu, kesadaran akan
aspek nonverbal dalam komunikasi sangatlah penting dalam konteks komunikasi
antar budaya.
Dalam buku "Pelangi Pemikiran Komunikasi Antar Budaya," ditekankan
pentingnya menyadari kekuatan dan pengaruh kata-kata dalam komunikasi antar
budaya. Pemilihan kata yang tepat, pemahaman konteks budaya, dan kesadaran
akan makna yang terkandung dalam kata-kata merupakan elemen kunci yang
dibahas untuk mencapai komunikasi yang efektif dan saling memahami antar
budaya.

d. Peta dan wilayah

Dalam buku “Komunikasi Antar Budaya; Pemahaman Dasar dan teori”


pembahasan mengenai peta dan wilayah berada dalam sub bab yang berjudul
“Parameter-parameter Budaya” Pada halaman 23. Parameter budaya merupakan
ukuran atau tolak ukur yang dinilai secara relatif. Budaya tidak lagi hanya
dianggap sebagai warisan turun-temurun, tetapi juga mencakup kebiasaan yang
ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun, untuk membedakan
apakah kebiasaan seperti ibu yang bergunjing kepada anaknya atau kebiasaan

14
mengemis yang diajarkan kepada muridnya dapat dikategorikan sebagai budaya,
diperlukan adanya parameter yang telah disepakati bersama.
Adanya penafsiran yang bervariasi terkait makna budaya dalam
masyarakat menyebabkan perlunya parameter budaya yang jelas. Parameter ini
berfungsi sebagai batasan untuk menghindari penggunaan kata budaya secara
sembarangan untuk merujuk pada "segala sesuatu yang menjadi kebiasaan" atau
"segala sesuatu yang diturunkan secara tradisional". Untuk itu, budaya
menciptakan parameter-parameternya sendiri untuk menentukan apakah suatu
hal layak disebut sebagai budaya atau tidak.
Parameter-parameter budaya terdiri dari tiga komponen utama: budaya
merupakan gaya hidup unik dari kelompok tertentu, termasuk perbedaan dalam
bahasa, makanan, dan tingkah laku. Hal ini menyebabkan orang yang bukan
bagian dari kelompok budaya tersebut merasa asing dan menganggapnya
sebagai sesuatu yang unik.
Budaya juga mencakup pengetahuan yang dapat dikomunikasikan dan
perilaku yang dapat dipelajari, serta ditunjukkan melalui anggota-anggota
kelompok sosial, lembaga-lembaga, dan artefak-artefak. Pengetahuan ini
berkaitan dengan cara menghadapi kehidupan dan beradaptasi dengan
lingkungan.
Budaya membantu memahami wilayah tempat kita tinggal, menyediakan
solusi, menentukan pola hubungan, dan memelihara konsensus dan kohesi dalam
kelompok. Dengan adanya budaya, kehidupan menjadi lebih mudah karena
memberikan panduan dan kerangka kerja dalam berinteraksi dengan orang lain.
Secara sederhana, budaya adalah entitas yang kompleks karena terdiri dari
berbagai komponen seperti bahasa, makanan, artefak, dan lainnya. Komponen-
komponen ini secara alami membentuk identitas individu. Ketika kita
berinteraksi dengan orang lain, tanpa sadar kita menunjukkan identitas budaya
kita. Dengan memahami budaya orang lain, kita menjadi lebih terampil dalam
memahami harapan dan kebutuhan orang lain. Dalam penjelasan ini, dapat
dipahami bahwa sesuatu dapat dikategorikan sebagai budaya jika memenuhi
karakteristik budaya yang telah ditentukan.

15
e. Membaca Bahasa Tubuh (Buku Komunikasi Antarbudaya karya Zahrotus
Sa'idah)

Bahasa tubuh adalah bagian dari komunikasi nonverbal yang


menggunakan gerakan tubuh untuk menyampaikan pesan. Hal ini melibatkan
ekspresi wajah, tatapan mata, sentuhan, suara, postur, dan gerakan tangan dan
kepala. Untuk memahami bahasa tubuh, dapat menggunakan ilmu kinesik yang
mempelajari aktivitas tubuh dalam komunikasi nonverbal. Kinesik terkait
dengan posisi dan gerakan tubuh, termasuk wajah. Ekspresi wajah dapat
memberikan informasi tentang perasaan seseorang, seperti senyum yang
umumnya memiliki respons positif. Namun, makna senyum dapat berbeda
dalam budaya yang berbeda.
Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori perilaku nonverbal:
emblems, illustrator, regulator, affect, dan adaptors. Emblems adalah gerakan
tubuh yang digunakan secara sadar untuk menyampaikan pesan, seperti
mengacungkan jempol sebagai tanda setuju. Ilustrator memperkuat pesan lisan
dengan gerakan tubuh, misalnya menunjukkan arah dengan tangan. Affect
menggambarkan gerakan nonverbal yang menunjukkan emosi, terutama melalui
wajah. Regulators digunakan untuk mengatur pergantian pembicaraan antara
komunikator. Adaptors adalah gerakan tubuh yang tidak disengaja sebagai
respons fisik, misalnya menggaruk atau menggosok tangan.
Perbedaan budaya juga mempengaruhi interpretasi bahasa tubuh, seperti
gelengan kepala yang memiliki makna yang berbeda di India dan Indonesia.
Penggunaan bahasa tubuh dalam komunikasi nonverbal dapat memberikan
informasi tambahan dan memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal.

16
BAB IV
IMPLIKASI

Implikasi dari poin-poin yang disebutkan sebelumnya dalam komunikasi antar budaya
sangat signifikan. Memahami implikasi ini dan menerapkannya secara efektif dapat
membantu mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan kualitas komunikasi antar
budaya. Berikut adalah penjelasan yang lebih detail tentang implikasi dan contoh
penerapannya dalam komunikasi:

a. Bahasa sebagai simbol

Bahasa adalah simbol yang paling penting dalam komunikasi antar


budaya. Implikasinya adalah pentingnya pemahaman mendalam tentang bahasa
dan budaya yang terkait. Dalam komunikasi antar budaya, kita perlu memahami
makna yang terkandung dalam kata-kata dan bagaimana bahasa mencerminkan
identitas budaya seseorang. Misalnya, dalam budaya Jepang, ada konvensi untuk
menggunakan bahasa yang lebih sopan dan menghormati dalam situasi formal,
sedangkan dalam budaya Barat, komunikasi cenderung lebih langsung dan
informal.

Penerapannya dalam komunikasi antar budaya adalah:

a. Pelajari bahasa dan kosakata yang spesifik dalam budaya target: Saat
berkomunikasi dengan orang dari budaya yang berbeda, berusahalah untuk
mempelajari beberapa kata dan frasa dalam bahasa mereka. Ini
menunjukkan upaya Anda untuk memahami dan menghormati budaya
mereka. Misalnya, jika Anda berkomunikasi dengan orang Jepang,
belajarlah beberapa ungkapan sopan seperti "Arigatou gozaimasu" (terima
kasih banyak) atau "Sumimasen" (maaf).
b. Hindari kesalahan terjemahan harfiah: Kata-kata memiliki konotasi dan
makna yang dapat berbeda antara budaya. Oleh karena itu, penting untuk
tidak hanya menerjemahkan kata-kata secara harfiah, tetapi juga memahami
konteks budaya di baliknya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, "cold

17
feet" secara harfiah berarti kaki yang dingin, tetapi dalam konteks yang
lebih luas, itu mengacu pada rasa takut atau keraguan sebelum mengambil
tindakan. Memahami makna budaya di balik frase seperti ini membantu
menghindari kesalahpahaman.

b. Kesalahpahaman menanggapi drama

Kesalahpahaman sering terjadi dalam komunikasi antar budaya, terutama


ketika menanggapi drama atau situasi yang memicu emosi kuat. Implikasinya
adalah pentingnya kesadaran akan perbedaan interpretasi dan respons budaya
terhadap situasi emosional. Dalam komunikasi antar budaya, penting untuk tidak
mengasumsikan bahwa respons dan penilaian budaya kita akan sama dengan
orang lain. Misalnya, ekspresi emosi seperti tawa, tangisan, atau kekaguman
dapat dianggap tidak pantas atau tidak sopan dalam beberapa budaya, sedangkan
dalam budaya lain, itu bisa dianggap sebagai respons yang wajar.

Penerapannya dalam komunikasi antar budaya adalah:

a. Amati dan respek ekspresi emosi budaya lain: Ketika berinteraksi dengan
orang dari budaya yang berbeda, perhatikan ekspresi emosi mereka.
Misalnya, dalam budaya Jepang, kesopanan dan mengendalikan emosi
adalah nilai yang penting. Orang Jepang cenderung menahan diri dalam
menunjukkan emosi yang kuat seperti kemarahan atau kegembiraan yang
berlebihan. Memahami norma-norma budaya ini membantu Anda
menghargai dan menghormati cara orang lain mengekspresikan diri.
b. Jaga sensitivitas budaya saat merespons drama atau peristiwa emosional:
Ketika menanggapi situasi yang memicu emosi kuat dalam konteks budaya
lain, penting untuk berhati-hati dan mempertimbangkan norma-norma
budaya. Misalnya, ketika hadir dalam upacara duka cita di budaya tertentu,
mungkin ada aturan tertentu tentang ekspresi kesedihan atau berbicara
dalam nada yang rendah. Dengan menghormati praktik-praktik ini, Anda
menghindari membuat orang lain tidak nyaman atau menyinggung.

18
c. Kata bukanlah hal

Poin ini menekankan bahwa kata-kata hanyalah simbol verbal yang


digunakan untuk menggambarkan benda, tindakan, dan konsep. Namun, kata-
kata itu sendiri tidak sama dengan hal yang mereka wakili. Implikasinya adalah
pentingnya konteks dalam memahami kata-kata dalam komunikasi antar budaya.
Kata-kata memiliki konotasi dan makna yang dapat berbeda antara budaya, dan
pemahaman yang tepat tergantung pada konteks budaya.

Penerapannya dalam komunikasi antar budaya adalah:

a. Hindari asumsi dan stereotip: Dalam komunikasi antar budaya, penting


untuk menghindari membuat asumsi atau menggeneralisasi berdasarkan
kata-kata yang digunakan. Misalnya, frasa "tinggi hati" dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai sikap sombong, tetapi dalam budaya
Barat, frasa tersebut dapat diartikan sebagai rasa percaya diri yang positif.
Dengan menghindari stereotip dan membuka diri terhadap pemahaman yang
lebih mendalam, Anda dapat mencegah kesalahpahaman dan membangun
komunikasi yang lebih baik.
b. Gunakan penjelasan tambahan dan klarifikasi: Jika ada kebingungan atau
ketidakjelasan terkait makna kata-kata dalam konteks budaya tertentu,
penting untuk menggunakan penjelasan tambahan atau klarifikasi. Misalnya,
jika Anda menggunakan istilah atau frasa yang mungkin memiliki konotasi
yang salah dalam budaya tertentu, Anda dapat memberikan penjelasan lebih
lanjut untuk memastikan bahwa pesan Anda dipahami dengan benar.

d. Peta dan wilayah

Dalam poin ini, Hayakawa menggunakan analogi peta dan wilayah untuk
menjelaskan pentingnya memahami perspektif budaya. Implikasinya adalah
perlunya sikap terbuka, penghormatan, dan pengakuan terhadap perbedaan
budaya dalam komunikasi antar budaya. Menyadari bahwa pandangan dan

19
pengalaman kita hanyalah sebagian kecil dari realitas budaya orang lain dapat
membantu menghindari kesalahpahaman dan konflik.

Penerapannya dalam komunikasi antar budaya adalah:

a. Berlatih empati budaya: Upayakan untuk memahami perspektif dan


pengalaman budaya orang lain. Melalui pendekatan empati, Anda dapat
melihat dunia dari sudut pandang mereka dan menghormati perbedaan yang
ada. Misalnya, dalam budaya tertentu, kebersamaan dan kerjasama dianggap
lebih penting daripada individualisme. Dengan menghormati nilai-nilai ini,
Anda dapat menjalin hubungan yang lebih baik dan membangun
pemahaman yang mendalam.
b. Belajar tentang budaya lain: Edukasi adalah kunci dalam komunikasi antar
budaya. Selalu berusaha untuk mempelajari dan memahami budaya orang
lain. Ini dapat dilakukan melalui membaca buku, mengikuti kursus, atau
berinteraksi langsung dengan orang-orang dari budaya yang berbeda.
Semakin banyak Anda memahami tentang budaya orang lain, semakin baik
Anda dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka secara efektif.

Dalam penerapan praktis, contoh-contoh di atas dapat diimplementasikan dalam


berbagai situasi komunikasi antar budaya seperti bisnis internasional, pariwisata, atau
bahkan interaksi sehari-hari dengan orang-orang dari budaya yang berbeda. Dengan
memahami implikasi poin-poin yang disebutkan di atas, Anda dapat meminimalkan
kesalahpahaman, meningkatkan kepekaan budaya, dan membangun hubungan yang
lebih baik dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda.

e. Membaca Bahasa Tubuh

Setelah diketahui, ternyata, membaca bahasa tubuh dapat membantu dalam


komunikasi antar budaya dan membangun pemahaman yang lebih baik antara individu
dari budaya yang berbeda. Kesadaran terhadap bahasa tubuh penting untuk mengenali
dan memahami makna di baliknya dalam konteks budaya. Hal tersebut bisa membantu

20
kita dalam menghindari kesalahpahaman konflik serta meningkatkan pemahaman &
kualitas komunikasi.

Dalam komunikasi antar budaya, diperlukan kesadaran terhadap perbedaan


budaya, kemampuan untuk mengobservasi bahasa tubuh dengan cermat, dan
pemahaman tentang makna dalam konteks budaya yang tepat. Dengan melatih diri
untuk membaca dan memahami bahasa tubuh, kita dapat memperkuat komunikasi lintas
budaya dan membangun hubungan yang lebih baik dengan orang-orang dari latar
belakang budaya yang berbeda.

21
BAB V
PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwa mempelajari komunikasi antar budaya adalah sebuah


perjalanan yang kompleks dan menarik. Simbol-simbol SI Hayakawa, bahasa sebagai
simbol, kesalahkaprahan dalam menanggapi drama, serta peta dan wilayah dalam buku
komunikasi antar budaya karya Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat telah
memberikan wawasan yang mendalam tentang budaya dan simbol-simbol yang
terkandung di dalamnya.

Tidak hanya itu, pembelajaran tentang bagaimana membaca bahasa tubuh oleh Flora
Davis juga memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang komunikasi nonverbal
dalam interaksi antar budaya. Dan juga diperkuat dengan pembahasan dari sumber-
sumber lainnya seperti dari buku komunikasi antar budaya karya Zahrotus Sa'idah dan
masih banyak lainnya.

Hal ini bertujuan untuk menggali lebih dalam dan menghormati perbedaan budaya serta
simbol-simbol yang ada dapat membantu meminimalkan kesalahpahaman dan
meningkatkan komunikasi yang efektif antar budaya. Dalam era globalisasi ini,
kemampuan untuk memahami dan menghargai budaya dan simbol-simbol yang berbeda
adalah keterampilan yang sangat berharga dan relevan.

Dengan demikian, penting bagi kita untuk terus belajar dan terbuka terhadap
pengalaman serta perspektif budaya yang berbeda. Melalui komunikasi yang efektif dan
pemahaman yang mendalam tentang simbol-simbol budaya, kita dapat membangun
hubungan yang harmonis dan saling menghormati antara individu dan kelompok
budaya di dunia yang semakin terhubung ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hasanat, N. U. (1996). Ekspresi Senyum untuk Meningkatkan Hubungan Interpersonal.


Buletin Psikologi, 1.

Indrawati, R. (2013). Kinesik Guru mengajar Di Kelas (Studi Kasus Pada Tya, Guru
Bahasa Indonesia). Bapala, 1(1) 1
15.https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/articel/view/2025

Liliweri, A (2021). Pelangi Pemikiran Komunikasi Antar Budaya

._________. (2021).Sistem Simbol - Bahasa dan Komunikasi. Seri Pengantar Studi


Kebudayaan. Nusamedia

Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2011). Theories of Human Communication. Waveland


Press, INC.

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat, 2005, Komunikasi Antarbudaya, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.

Devianty, R. (2017). Bahasa Sebagai Cermin Kebudayaan. Jurnal Tarbiyah, 24(2),


226-245

Dillistone, F. W. (1986). The Power of Symbols. In The Power of Symbols. SCM Press.
https://doi.org/10.3726/b10940

Zahrotus Sa’idah, (2023), Komunikasi Antarbudaya Pemahaman Dasar dan Teori,


Yogyakarta : Jejak Pustaka

23

Anda mungkin juga menyukai