Anda di halaman 1dari 18

CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958

E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

REVITALISASI PKL DI KAWASAN SKYWALK CIHAMPELAS


KOTA BANDUNG: ANTARA KEBIJAKAN DAN
KENYATAAN

Zulfikar Rakita Dewa


Magister Pascasarjana Ilmu Pemerintahan, FISIP, Unversitas Padjadjaran

Email: fikar.dewa21@gmail.com

ABSTRAK
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Indonesia berdampak dua sisi. Secara
ekonomi akan memberikan peluang kepada pedagang untuk menghidupkan
perekonomian, tapi di sisi lain, seringkali PKL menggunakan tempat untuk
berjualan di lokasi yang merugikan publik; berdagang di trotoar, misalnya. Salah
satu upaya pemerintah Kota Bandung melakukan revitalisasi PKL adalah dengan
pembangunan Teras Cihampelas (Skywalk). Temuan lapangan menunjukkan
bahwa: Pertama, secara konseptual, kebijakan revitalisasi tersebut sudah berjalan
dengan baik terbukti PKL di kawasan Skywalk Cihampelas memang tetap bisa
berjualan tidak lagi di trotoar. Kedua, tidak terantisipasi munculnya PKL baru yang
berjualan di bawah Skywalk. Maka tujuan semula membangun Skywalk agar trotoar
di jalan Cihampelas terbebas dari PKL, menjadi gagal. Artinya, revitalisasi PKL
melalui implementasi Perda sebagai sebuah wujud dari kebijakan Kota Bandung,
hendaknya dievaluasi secara komprehensif terutama pada dimensi pengawasan.
Kata kunci: revitalisasi; pedagang kaki lima; kebijakan.

ABSTRACT
The presence of street vendors (PKL) has a two-sided effect. Economically, it will
provide opportunities for traders to revive the economy, but on the other hand, often
street vendors use places to sell in locations that harm the public; trade on the
sidewalk, for example. One of the efforts of the Bandung City government to
revitalize street vendors is by building Teras Cihampelas (Skywalk). Field findings
indicate that: First, conceptually, the revitalization policy has been going well. It
is proven that street vendors in the Skywalk Cihampelas area can still sell no longer
on the sidewalk. Secondly, it was not anticipated the emergence of new street
vendors selling under the Skywalk. So the original purpose of building the Skywalk
so that the sidewalk on Cihampelas road was free from street vendors, failed. This
means that the revitalization of street vendors through the implementation of the
Regional Regulation as a manifestation of Bandung City policy, should be
evaluated comprehensively, especially in the supervision dimension.
Keywords: revitalization; street vendors; policy.

118
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

PENDAHULUAN permasalahan PKL Kota Bandung


Perhatian pemerintah terhadap juga pada tidak tertibnya PKL,
eksistensi Pedagang Kaki Lima dimana dalam pelaksanaan
(selanjutnya ditulis PKL) terutama aktivitasnya PKL sering melakukan
disebabkan, di antaranya oleh: hal-hal yang tidak sesuai dengan
Pertama, penggunaan ruang publik aturan yang telah ditentukan sehingga
oleh PKL bukan untuk fungsinya bisa mengganggu keamanan dan
sehingga dapat membahayakan orang ketertiban kota, sebagai contoh,
lain maupun PKL itu sendiri; Kedua, berjualan di bahu jalan/trotoar. Selain
keberadaan PKL membuat tata ruang menggunakan trotoar sebagai lahan
kota menjadi kacau; Ketiga, mencari rezeki, mereka juga memakai
keberadaan PKL tidak sesuai dengan sebagian badan jalan itu sendiri untuk
visi kota yaitu menekankan aspek aktivitas mereka, dalam hal ini adalah
kebersihan, keindahan dan kerapian berjualan. Kondisi ini sangat
kota; Keempat, pencemaran mengganggu keamanan dan
lingkungan yang sering dilakukan ketertiban khususnya bagi pengguna
oleh PKL; Kelima, PKL jalan.
menyebabkan kerawanan sosial. Dalam upaya untuk mengatasi
Kelima alasan tersebut sudah permasalahan tersebut, Pemerintah
cukup dijadikan alasan, tentu di Kota Bandung merespon secara tepat
samping alasan-alasan lain, yang dengan mengeluarkan Peraturan
membuat pemerintah mengeluarkan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2011
regulasi melalui kebijakan untuk tentang Penataan dan Pembinaan
mengelola dengan baik keberadaan Pedagang Kaki Lima, yang mana
PKL tersebut. Setidaknya kebijakan pada pasal 24 ayat (1) dan (2)
yang dimaksud dibutuhkan untuk menguraikan bahwa: 1) Masyarakat
mengakomodir dua sisi keberadaan dilarang membeli dari PKL yang
PKL. Satu sisi, secara ekonomi, PKL berada pada zona merah dan kuning
akan memberikan peluang kepada yang tidak sesuai dengan peruntukan
pedagang untuk menghidupkan waktu dan tempatnya; 2) Pelanggaran
perekonomian dengan cara sebagaimana yang dimaksud pada
mendapatkan keuntungan, tapi di sisi ayat (1) dikenakan biaya paksa
lain, seringkali PKL menggunakan penegakan hukum sebesar
tempat untuk berjualan di lokasi yang Rp.1.000.000,-
sebetulnya bisa merugikan publik; Salah satu upaya Pemerintah
berdagang di trotoar, misalnya. Kota Bandung dalam mengatasi
Salah satu kota yang permasalahan PKL di antaranya
mengalami permasalahan terkait membangun Skywalk dengan panjang
dengan PKL adalah Kota Bandung. 450 meter, lebar 9 meter dan tinggi
Seperti halnya kota-kota lain, 4,6 meter dari permukaan jalan, di

119
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

Jalan Cihampelas, yang Namun pada akhirnya


pembangunannya dimulai tahun 2014 pembangunan Skywalk dapat
dan diresmikan pada bulan Februari dilaksanakan, dimulai dengan
2017. Tujuan dari pembangunan sosialisasi kepada para PKL,
Skywalk ini agar para Pedagang Kaki pengusaha dan warga di sekitar Jalan
Lima yang sebelumnya tidak tertib Cihampelas. Sosialisasi ini dilakukan
dapat ditata dan diatur untuk untuk mendapatkan kesepakatan
melaksanakan aktivitasnya di tentang rancangan pembangunan
kawasan yang telah disiapkan oleh skywalk, sampai dengan rencana
pemerintah berupa kios sejumlah 197 dimana PKL akan ditempatkan
unit untuk PKL suvenir dan kuliner. setelah proyek tersebut selesai
Skywalk tersebut berlokasi di dibangun dan diresmikan. Sosialisasi
Jalan Cihampelas. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan oleh Dinas
dilatari karena Jalan Cihampelas Pengelolaan Pasar sebagai pihak yang
merupakan salah satu tempat tujuan mewakili Pemkot Bandung. Pada
wisata belanja pakaian, suvenir, bulan Februari 2017, Skywalk
kuliner dan modern market (Ciwalk). Cihampelas diresmikan.
Pembangunan Skywalk Cihampelas Namun demikian, pada saat ini
bertujuan untuk merevitalisasi PKL. Skywalk Cihampelas menimbulkan
Gagasan tersebut pada awalnya masalah baru dengan munculnya PKL
menimbulkan pro dan kontra. Adanya baru yang berjualan di bawah maupun
kekhawatiran di kalangan PKL bahwa di Skywalk itu sendiri, sehingga
pihak Pemerintah Kota Bandung akan menyebabkan Jalan Cihampelas
menetapkan biaya sewa yang mahal dilanda kemacetan yang luar biasa
dan ada pula kekhawatiran lainnya khususnya pada waktu weekend atau
yaitu ketakutan akan peak hour pada weekdays. Apabila
ketidaknyamanan pembeli sehingga kondisi ini dibiarkan tanpa adanya
menjadi sepi setelah direvitalisasi. solusi, tidak menutup kemungkinan
Bahkan kemudian para PKL lama akan menimbulkan potensi konflik
Cihampelas menyuarakan aspirasi antara PKL lama dengan PKL baru
mereka dengan berbagai cara. Mulai maupun antara PKL dengan
dari unjuk rasa di depan Balai Kota, Pemerintah Kota Bandung.
menyampaikan aspirasi ke Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PEMBAHASAN
Kota Bandung serta melakukan Fenomena PKL
pertemuan dengan pihak Pemerintah Dari catatan sejarah diketahui
Kota Bandung selaku lembaga bahwa PKL sudah ada sejak masa
eksekutif dan PT. Likatama Graha penjajahan Kolonial Belanda. Pada
Mandiri selaku kontraktor masa penjajahan kolonial peraturan
pembangunan. pemerintahan saat itu menetapkan

120
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

bahwa setiap jalan raya yang produsen yang bermodal kecil dan
dibangun hendaknya menyediakan karenanya otomatis perputaran
sarana untuk para pedestrian atau omzetnya kecil juga.
pejalan kaki yang sekarang ini disebut Secara lebih terperinci Mustafa
dengan trotoar. Sekian puluh tahun (2008: 75) menjelaskan bahwa ciri
setelahnya, saat Indonesia sudah khas PKL di antaranya: 1) PKL pada
merdeka, trotoar yang pada awalnya umumnya mendekati pusat keramaian
digunakan untuk pejalan kaki banyak dan tanpa izin menduduki zona-zona
dimanfaatkan oleh para pedagang yang mestinya menjadi milik publik;
untuk berjualan. Pada zaman itu 2) PKL umumnya memiliki daya
disebut dengan pedagang emperan resistensi sosial yang sangat lentur
jalan, dimana pada masa sekarang ini terhadap berbagai tekanan dan
menjadi pedagang kaki lima. kegiatan penertiban; 3) PKL
Dikemukakan oleh umumnya memiliki mekanisme
Sugiharsono dkk (2000: 45) bahwa involutif penyerapan tenaga kerja
yang dimaksud dengan pedagang yang sangat longgar; 4) sebagian
adalah perantara yang kegiatannya besar PKL adalah kaum migran, dan
membeli barang dan menjualnya proses adaptasi serta eksistensi
kembali tanpa merubah bentuk per mereka didukung oleh bentuk-bentuk
satuan. Sedangkan yang dimaksud hubungan patronase yang didasarkan
dengan kegiatan perdagangan, pada ikatan faktor kesamaan daerah
menurut Kurniadi dan Tangkilisan asal; 5) PKL rata-rata tidak memiliki
(2002: 21) adalah upaya menciptakan ketrampilan dan keahlian. Hal ini
kesempatan kerja melalui cara sejalan dengan pendapatnya
langsung dan cara tidak langsung. Sudarmadji (2006) bahwa lokasi PKL
Kegiatan perdagangan ini sering juga berkorelasi terhadap tempat
dilakukan oleh PKL, terutama di konsentrasi massa atau keramaian,
kota-kota besar. pasar modern, pasar tradisional dan
Dalam pandangan Mustafa mengikuti jalur pejalan kaki atau
(2008: 17) PKL adalah setiap orang pusat keramaian.
yang melakukan kegiatan Padahal, jika mengacu pada
perdagangan, yang dilakukan secara regulasi, khususnya jika merujuk
berpindah-pindah tempat namun ada pada SK Menteri Perdagangan No.
juga yang mangkal tetap, dengan 1458/KP/XII/84 dikemukakan
modal terbatas serta berlokasi di bahwa: Setiap pedagang diwajibkan
tempat-tempat umum dengan tidak untuk memiliki SIUP (Surat Izin
mempunyai legalitas formal. Usaha Perdagangan), yang
Sedangkan menurut menurut Mustafa penerbitannya dikelompokkan
(2008: 18) pedagang kaki lima kedalam tiga kategori menurut
umumnya pedagang sekaligus besarnya modal usaha. Untuk

121
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

pedagang dengan modal usaha di masalah yang ada pada saat penelitian
bawah 25 juta diterbitkan SIUP dilakukan atau masalah-masalah yang
pedagang kecil (berwarna putih), bersifat aktual dengan
untuk yang modal usahanya di antara menggambarkan fakta-fakta tentang
25 juta sampai dengan 100 juta masalah yang diselidiki sebagaimana
diterbitkan SIUP pedagang menengah adanya, yang kemudian diiringi
(berwarna biru), dan yang bermodal dengan interpretasi rasional.
usaha diatas 100 juta diterbitkan SIUP Penelitian ini menggunakan model
pedagang besar (berwarna kuning). implementasi kebijakan dari Grindle
Disamping itu, berdasarkan SK yang menekankan pada 2 (dua) aspek
Menteri Perdagangan No. yang diperlukan untuk mendukung
323/KP/II/84 tanggal 24 Februari keberhasilan suatu kebijakan yaitu
1984, para pedagang diwajibkan kontens (isi) kebijakan dan konteks
untuk mendaftar perusahaannya dan (lingkungan). Lokasi studi penelitian
memiliki Tanda Daftar Perusahaan ini bertempat di Pasar Bambu Kuning
(TDP) sebagai kebijaksanaan Bandar Lampung. Penelitian
pemerintah untuk memonitor dan mengungkapkan bahwa pelaksanaan
membina pedagang sesuai dengan penataan PKL di pasar Bambu
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 Kuning belum efektif dalam
tentang Wajib Daftar Perusahaan. mengatasi persoalan PKL didasarkan
pada belum terwujudnya kepatuhan
Konsep Kebijakan tentang PKL PKL serta tidak tercapainya
Jika kita menilik persoalan ketertiban yang diharapkan oleh
kebijakan pemerintah yang terkait Pemerintah Kota Bandar Lampung.
dengan PKL, maka kita dapat Kajian lainnya sebagaimana
mengkonseptualisasikannya melalui dilakukan oleh Raden Prasetyo
beragam hasil kajian yang telah Sutomo dengan judul penelitian
dilakukan, di antaranya sebagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kota Yogyakarta Dalam Penataan
Sudarman Mersa beserta tim selaku Pedagang Kaki Lima. Tujuan
Dosen Jurusan Ilmu Administrasi penelitian ini adalah mengetahui
Negara STISIPOL, FISIP dan implementasi kebijakan Pemerintah
FISIPOL di Universitas Regional Kota Yogyakarta dalam Penataan
Bandar Lampung dan Jawa Barat PKL dan mengetahui faktor-faktor
dengan judul Analisis Implementasi yang mempengaruhi implementasi
Kebijakan Penanganan Pedagang kebijakan Pemerintah Kota
Kaki Lima di Kota Bandar Lampung. Yogyakarta dalam Penegakan
Penelitian ini menggunakan tipe Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
penelitian deskriptif yang No. 26 Tahun 2002 tentang Penataan
memusatkan perhatian pada masalah- PKL di Kota Yogyakarta.

122
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

Pelaksanaan ketentuan perencanaan kepentingan masyarakat khususnya


tata ruang di Kota Yogyakarta belum ekonomi lemah, dengan cara
terlaksana dengan baik, khususnya menetapkan lokasi usaha PKL
mengenai penataan PKL di sepanjang bertujuan memformalkan usaha PKL
trotoar jalan protokol dan tempat- dan dengan melakukan pembinaan
tempat umum yang disebabkan oleh PKL dengan penataan yang positif;
banyaknya PKL. Implementasi (4) PKL pada dasarnya juga
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta membantu di dalam menghimpun
No. 26 tahun 2002 belum sesuai dana bagi keperluan Pemerintah Kota
dengan apa yang telah ditetapkan di Yogyakarta.
dalam peraturan daerah. Hasil analisa Berikutnya penelitian tentang
penelitian dapat disimpulkan bahwa: Implementasi Kebijakan Penataan
Pertama, masalah implementasi Pedagang Kaki Lima di Pasar Raya
kebijakan penataan PKL kurang Padang yang dilakukan oleh Wahyu
efektivitas penerapan peraturan Firmanda. Dalam penelitian ini,
perundang-undangan dari Peraturan Firmanda menggunakan metode
Daerah Nomor 26 Tahun 2002 dan kualitatif dengan desain deskriptif.
Peraturan Walikota Nomor 45 Tahun Teori yang digunakan adalah teori
2007. Hal itu menyebabkan para PKL implementasi kebijakan Van Meter &
di lokasi usaha kegiatan PKL masih Van Horn. Data yang peneliti
kurang teratur. Penataan tempat usaha gunakan adalah data primer dan data
serta kewajiban-kewajiban PKL sekunder yang dikumpulkan dengan
untuk menjaga dan menata metode wawancara, observasi, dan
lingkungan usaha masih perlu dokumentasi, dan kemudian
ditingkatkan; Kedua, masalah dianalisis dengan menggunakan
pengaruh implementasi Peraturan metode analisis interaktif Miles &
Daerah Kota Yogyakarta No. 26 Huberman. Hasil penelitian
Tahun 2002 terhadap Penataan PKL menunjukkan bahwa implementasi
di Kota Yogyakarta. Hal ini didukung kebijakan penataan pedagang kaki
dari lokasi usaha PKL yang lima di Pasar Raya Padang sudah
diperuntukkan kegiatan PKL sangat dapat dikatakan berjalan baik.
strategis, yakni di sekitar sekolah, Meskipun demikian, bukan berarti
universitas, pusat keramaian dan tidak ada kendala yang dihadapi oleh
pusat perbelanjaan kota Yogyakarta. implementor dalam pelaksanaan
Tempat-tempat lain menyesuaikan kebijakan tersebut. Adapun kendala
dengan pusat kegiatan sosial budaya yang dihadapi oleh implementor
masyarakat Yogyakarta; Ketiga, terjadi pada variabel standar dan
kebijakan Pemerintah Kota sasaran kebijakan yaitu kurang
Yogyakarta dalam hal penataan efektifnya sosialisasi. Kendala
sektor informal dengan melindungi berikutnya adalah pada variabel

123
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

sumberdaya yakni pada indikator kebijakan, menggunakan teori konflik


sumberdaya non-manusia yaitu tidak yang dikembangkan oleh Ralf
adanya anggaran khusus untuk Dahrendorf. Penelitian ini bermaksud
kegiatan penataan pedagang kaki lima mengkaji implementasi kebijakan
di pasar raya padang dan keadaan publik pada tingkat lokal, yaitu
sarana dan prasarana penunjang kebijakan penataan lokasi PKL di
kegiatan yang dinilai masih kurang. kota Malang. Permasalahan yang
Sehingga dengan keterbatasan dikaji difokuskan pada 3 (tiga) hal,
anggaran tersebut menyebabkan yaitu: 1) Bagaimana proses
kondisi lingkungan sosial dan implementasi kebijakan penataan
ekonomi pedagang belum dapat lokasi PKL di kota Malang itu
mengubah pola pikir dari pedagang berlangsung; 2) Bagaimana kondisi
tersebut. dukungan birokrasi, ketersediaan
Selanjutnya penelitian tentang sumber daya, komunikasi antar aktor
Implementasi Kebijakan Penataan dan kelompok sasaran, sikap dan
Pedagang Kaki Lima di Kota Malang perilaku pelaksana dan kelompok
yang dilakukan oleh Sapir. sasaran, strategi aktor pelaksana; 3)
Pendekatan yang dipakai adalah Dampak yang terjadi dalam proses
pendekatan kualitatif. Penelitian implementasi. Hasil penelitian
dilaksanakan di dua lokasi, J1. Pasar menunjukkan bahwa implementasi
Besar dan Alun-Alun Plaza Malang kebijakan penataan PKL di kota
serta sekitarnya. Subyek penelitian Malang belum dapat mencapai
difokuskan pada elit birokrasi, sasaran, bahkan dapat dikatakan
petugas lapangan/Satpol PP dan para gagal. Artinya Pemerintah Kota
PKL. Analisis data dilakukan selama Malang belum berhasil menata dan
proses penelitian berlangsung membina PKL. Terbukti kondisi di
menggunakan pendekatan induktif. lapangan, tingkat pelanggaran
Untuk mendeskripsikan kondisi terhadap Peraturan Daerah yang
proses implementasi kebijakan bersangkutan masih tinggi.
penataan PKL menggunakan 2 (dua) Adapun perbedaan penelitian
pendekatan, yaitu pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dengan
kelembagaan dan pendekatan penelitian terdahulu, yaitu:
kelompok. Selain itu juga dikaji Pertama,isu mengenai penataan dan
dengan menggunakan model yang pembinaan Pedagang Kaki Lima
dikembangkan oleh Brian W. melalui program revitalisasi dengan
Hogwood dan Lewis A. Gunn, yang pembangunan kawasan Skywalk
dikenal dengan model The Top-down Cihampelas dalam upaya
Approach. Sedangkan untuk mendinamiskan Pedagang Kaki Lima
menganalisis konflik yang terjadi merupakan sebuah penelitian yang
sebagai dampak dari implementasi belum pernah dilakukan sebelumnya.

124
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

Kedua, lokus penelitian yang Lingkungan (The Environmental


berada di kota modern yaitu Kota Factors). Dimana penelitian
Bandung, dimana lokasi tersebut telah terdahulu pada umumnya melakukan
dibangun infrastruktur yang sangat penelitian mengenai implementasi
terkini dengan meniru perkembangan kebijakan menggunakan teori
infrastruktur negara maju. implementasi kebijakan Grindle, Van
Pembangunan infrastruktur modern Meter dan Van Horn’s, Edward III
ini juga merupakan suatu hasil dari maupun Hoogewerf. Relatif sulit
penelitian dan pengembangan staf ditemui penelitian mengenai
ahli Pemerintah Kota Bandung dalam implementasi kebijakan
upayanya merevitalisasi PKL serta menggunakan teori implementasi
menjadi salah satu pembangunan kebijakan seperti yang digunakan
positif dengan ekspektasi yang cukup oleh peneliti yaitu teori implementasi
tinggi oleh masyarakat dan kebijakan Thomas B. Smith (2001).
Pemerintah Kota Bandung dan Keempat, metode penelitian
tentunya para wisatawan baik dalam yang digunakan oleh peneliti pada
negeri maupun mancanegara. penelitian ini menggunakan metode
Sedangkan untuk persamaannya penelitian kualitatif dengan
terletak pada kesamaan dalam pendekatan fenomenologi. Sama
menjadikan masalah revitalisasi seperti sebelumnya bahwa penelitian
pedagang kaki lima sebagai obyek pada umumnya menggunakan metode
penelitian. Begitu pula dengan waktu penelitian kualitatif dengan
penelitian yang dilaksanakan selama pendekatan deskriptif. Sehingga
kurun waktu tahun 2017, yaitu relatif jarang ditemui peneliti
dimulai dari bulan Februari 2017 pada menggunakan metode penelitian
saat diresmikannya Skywalk kualitatif dengan pendekatan
Cihampelas ini hingga bulan fenomenologi.
Desember 2017.
Ketiga, teori yang digunakan Empat Komponen Kebijakan
oleh peneliti pada penelitian ini Publik
menggunakan teori implementasi Apabila membahas mengenai
kebijakan yang dikemukakan oleh Proses Kebijakan Publik, maka
Thomas B. Smith yang tentunya ada 3 (tiga) tahap yang perlu
mengemukakan 4 (empat) komponen dikemukakan yaitu: (1) Formulasi
dalam proses pelaksanaan kebijakan, Kebijakan; (2) Implementasi
yaitu Kebijakan yang diidealkan Kebijakan itu sendiri; dan (3)
(Idealized Policy); Organisasi Evaluasi Kebijakan.
Pelaksana (The Implementing Formulasi kebijakan atau
Organization); Kelompok Sasaran perumusan kebijakan, diungkapkan
(Target Groups); dan Faktor oleh Wibawa (1994: 2) sebagai

125
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

bagian dalam proses kebijakan publik dalam sistem politik, mencari sanksi
merupakan tahap yang paling krusial atau legitimasi dari tindakan yang
karena implementasi dan evaluasi dipilih, legitimasi dan implementasi,
kebijakan hanya dapat dilaksanakan pemantauan dan peninjauan/umpan
apabila tahap formulasi kebijakan balik).
telah selesai, disamping itu kegagalan Formulasi kebijakan
suatu kebijakan atau program dalam pemerintah bukanlah suatu proses
mencapai tujuan-tujuannya sebagian yang sederhana dan mudah. Banyak
besar bersumber pada faktor yang terlibat didalamnya yang
ketidaksempurnaan pada tahap berpengaruh terhadap proses
formulasi atau perumusan dari pembuatan kebijakan pemerintah.
kebijakan itu sendiri. Proses yang begitu rumit serta dengan
Begitu pula dengan Islamy adanya permasalahan lainnya seperti:
(1984:92) mengatakan bahwa Policy apakah kebijakan pemerintah tersebut
Formulation sama dengan akan mudah untuk
pembentukan kebijakan merupakan diimplementasikan atau tidak. Dari
serangkaian tindakan pemilihan hasil implemementasi tersebut, baik
berbagai alternatif yang dilakukan yang berdampak positif atau negatif,
secara terus menerus dan tidak pernah menguntungkan atau merugikan.
selesai, dalam hal ini didalamnya akan berpengaruh terhadap formulasi
termasuk pembuatan keputusan. kebijakan pemerintah selanjutnya.
Lebih jauh tentang proses pembuatan Jones (1984:27-28)
kebijakan negara (publik), Udoji yang mengemukakan bahwa terdapat 11
dikutip oleh Wahab (2008 : 5) (sebelas) kegiatan dalam perumusan
merumuskan bahwa pembuatan kebijakan pemerintah. Kegiatan dan
kebijakan negara sebagai: The whole pertanyaan yang mencuat dari
process of articulating and defining seperangkat kegiatan logis dan
problems, formulating possible berkaitan dengan cara kerja
solutions into political demands, pemerintah, yaitu: 1)
channelling those demands into the Persepsi/definisi. Apa yang menjadi
political systems, seeking sanctions permasalahan pada saat proposal
or legitimation of the preferred diajukan?; 2) Agregasi. Berapa
course of action, legitimation and banyak orang yang berpikir bahwa
implementation, monitoring and hal ini merupakan persoalan penting?;
review/feedback (Seluruh proses 3) Organisasi. Bagaimana orang-
dalam mengartikulasikan dan orang tersebut diorganisasikan?; 4)
mendefinisikan permasalahan, Representasi. Bagaimana memelihara
merumuskan solusi yang mungkin bagi akses pembuat keputusan?; 5)
menjadi tuntutan politik, Penyusunan agenda. Bagaimana
menyalurkan tuntutan-tuntutan itu ke status agenda didapat?; 6) Formulasi.

126
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

Siapa yang mengusulkan solusi? berhasil atau tidak tergantung pada


Siapa yang mengembangkan dan implementasinya. Bahkan menurut
bagaimana?; 7) Legitimasi. Siapa Udoji sebagaimana dikutip oleh
yang mendukung dan bagaimana Solichin A. Wahab (1997 : 59)
dukungan mayoritas dipertahankan?; dengan tegas menyatakan bahwa: The
8) Penganggaran. Berapa banyak execution of policies is as important if
uang yang disediakan ? Apakah not more important than policy
cukup memadai?; 9) Pelaksanaan atau making. Policy will remain dreams or
implementasi. Siapa yang blue print file jackets unless they are
menjalankan dan bagaimana mereka implemented (Pelaksanaan
memelihara dukungan yang kebijaksanaan adalah sesuatu yang
didapatkan?; 10) Evaluasi. Siapa penting dari pada pembuatan
yang menilai prestasi-prestasi kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan
tersebut dan apa metode sekedar berupa impian atau rencana
penilaiannya?; 11) bagus yang tersimpan rapi dalam
Penyesuaian/terminasi. Bagaimana arsip kalau tidak diimplementasikan).
penyesuaian tersebut terjadi?. Van Meter dan Van Horn
Sedangkan Islamy (1997 : 78- seperti dikutip Samodra Wibawa
119) mengemukakan terdapat 6 (1994: 15) merumuskan
(enam) langkah dalam proses implementasi sebagai berikut: Those
perumusan kebijaksanaan negara, action by publik or private individual
yaitu: 1) Perumusan masalah (or groups) that are directed at the
kebijaksanaan negara; 2) Penyusunan achivement of objectives set forth in
agenda pemerintah; 3) Perumusan prior policy decisions (Tindakan-
usulan kebijaksanaan negara; 4) tindakan yang dilakukan baik oleh
Pengesahan kebijaksanaan negara; 5) individu-individu atau pejabat-
Pelaksanaan kebijaksanaan negara; 6) pejabat atau kelompok-kelompok
Penilaian kebijaksanaan negara. pemerintah atau swasta yang
Sebagai sebuah proses dari diarahkan pada tercapainya tujuan
pembuatan kebijakan secara yang telah digariskan dalam
keseluruhan, perumusan kebijakan keputusan kebijaksanaan).
bagaimanapun juga memiliki posisi Sedangkan Daniel A.
yang strategis dalam menentukan Mazmanian dan Paul A. Sabatier
arah kebijakan dan mutu / kualitas dalam kutipan Solichin A. Wahab
kebijakan sangat ditentukan pula (1997: 65) menjelaskan makna
dalam proses perumusan kebijakan. implementasi dengan mengatakan
Tahap implementasi dalam bahwa memahami apa yang
lingkaran proses kebijakan publik, senyatanya terjadi sesudahnya suatu
menempati posisi yang penting. program dinyatakan berlaku atau
Karena kebijakan dapat dikatakan dirumuskan merupakan fokus

127
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

perhatian implementasi Environmental Factors).


kebijaksanaan, yakni kejadian- Komponen pertama adalah
kejadian dan kegiatan-kegiatan yang kebijakan yang diidealkan (Idealized
timbul sesudah disyahkannya Policy) merupakan program atau
pedoman-pedoman kebijaksanaan peraturan yang ditetapkan oleh
negara yang mencukupi baik usaha pemerintah daerah dan Kebijakan
untuk mengadministrasikannya Pemerintah tersebut mudah
maupun untuk menimbulkan akibat dilaksanakan. Terkait dengan
atau dampak nyata pada masyarakat implementasi kebijakan tentang
oleh kejadian-kejadian. penataan dan pembinaan PKL di Kota
Dari pendapat diatas dapat Bandung bahwa Peraturan Daerah
disimpulkan bahwa implementasi (Perda) Nomor 4 Tahun 2011 tentang
merupakan suatu kegiatan yang Penataan dan Pembinaan Pedagang
dilakukan atau dilaksanakan terhadap Kaki Lima sebagai salah satu bentuk
suatu kebutuhan yang telah program atau peraturan yang
ditetapkan dengan berbagai sumber ditetapkan oleh Pemerintah Kota
daya yang ada, untuk mencapai tujuan Bandung. Sedangkan pembangunan
dan memberikan dampak. Dalam hal Skywalk Cihampelas oleh Pemerintah
ini implementasi suatu keputusan Kota Bandung merupakan salah satu
merupakan suatu program yang proyek yang secara nyata dilakukan
diproyeksikan dari tujuan, nilai dan sebagai upaya dalam rangka
praktik tindakan. Di dalam proses merevitalisasi pedagang kaki lima
pelaksanaan kebijakan pemerintah dimana dengan adanya pembangunan
agar memperoleh hasil yang infrastruktur ini, penataan dan
diharapkan atau dapat mencapai pembinaan kaki lima secara umum
tujuan yang telah ditetapkan, maka dapat dilaksanakan secara lebih
tentunya perlu ada persyaratan- mudah.
persyaratan yang harus diperhatikan. Komponen kedua, organisasi
Berbagai permasalahan dalam pelaksana (The Implementing
Implementasi Kebijakan tentang Organization) berupa pihak yang
Penataan dan pembinaan PKL ini terlibat dalam pelaksana kebijakan
dapat dilihat pada empat komponen dan adanya dukungan pelaksanaan
dalam proses implementasi kebijakan kebijakan. Peneliti memiliki
yang dikemukakan oleh Thomas B. argumentasi bahwa Walikota
Smith (2001) yaitu Kebijakan yang Bandung sebagai penanggung jawab
diidealkan (Idealized Policy); dan Satuan Polisi Pamong Praja
Organisasi Pelaksana (The sebagai kedinasan pelaksana dan
Implementing Organization); pihak yang terlibat dalam
Kelompok Sasaran (Target Groups); pelaksanaan kebijakan. Begitu juga
dan Faktor Lingkungan (The dengan masyarakat setempat yang

128
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

tinggal di kawasan Cihampelas serta secara timbal balik, oleh karena itu
Pedagang Kaki Lima yang berjualan terjadi ketegangan-ketegangan
di lokasi setempat sebagai pendukung (tensions) yang bisa menyebabkan
pelaksanaan kebijakan. timbulnya protes-protes, bahkan aksi
Komponen ketiga, kelompok fisik, dimana hal ini menghendaki
sasaran (Target Groups) merupakan penegakan institusi-institusi baru
sasaran yang hendak dicapai yaitu untuk mewujudkan sasaran kebijakan
penataan PKL dari yang tidak teratur tersebut. Ketegangan-ketegangan itu
menjadi tertata di jalan Cihampelas bisa juga menyebabkan perubahan-
sebagai salah satu tempat wisata di perubahan dalam institusi-institusi
Kota Bandung serta interaksi antara lini. Pola-pola interaksi dari keempat
pelaksana dan sasaran kebijakan variabel tersebut dalam implementasi
Pemerintah Daerah, dalam hal ini kebijakan memunculkan
adalah interaksi antara Pemerintah ketidaksesuaian, ketegangan dan
Kota Bandung beserta para tekanan-tekanan. Pola-pola interaksi
aparaturnya dengan PKL maupun tersebut mungkin akan menghasilkan
dengan masyarakat sekitar pembentukan lembaga-lembaga
pembangunan proyek Skywalk tertentu, sekaligus dapat dijadikan
Cihampelas. umpan balik untuk mengurangi
Sedangkan komponen keempat ketegangan dan dikembalikan ke
yang merupakan komponen terakhir dalam matriks dari pola-pola
adalah faktor lingkungan (The transaksi dan kelembagaan. Peneliti
Environmental Factors) merupakan menganalisa bahwa komponen-
faktor-faktor pendukung yang komponen tersebut dapat dipandang
menunjang keberhasilan sebagai pendekatan-pendekatan
implementasi kebijakan seperti faktor dalam implementasi kebijakan, yaitu
sosial budaya yang merupakan nilai- menerangkan bagaimana
nilai luhur masyarakat Kota Bandung implementasi itu harus dilakukan atau
yang silih asah silih asih dan silih dilaksanakan agar dapat memberikan
asuh, faktor sosial politik seperti hasil dan dampak sesuai dengan apa
adanya oknum-oknum yang yang diharapkan atau direncanakan
senantiasa memanfaatkan keuntungan sebelumnya. Implementasi kebijakan
atas keberadaan PKL dan faktor merupakan tahap yang krusial dalam
ekonomi yang tidak lain adalah proses kebijakan publik. Suatu
kondisi ekonomi para aktor atau kebijakan harus diimplementasikan
pelaku dari PKL tersebut. agar mempunyai dampak atau tujuan
Keempat komponen tersebut yang diinginkan.
tidak dapat berdiri sendiri, melainkan
merupakan satu kesatuan yang saling
mempengaruhi dan berinteraksi

129
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

Revitalisasi PKL di Kawasan atas dapat disimpulkan bahwa


Skywalk: Kebijakan dan revitalisasi adalah upaya untuk
Kenyataan mendaur ulang (Recycle) dengan
Apabila merujuk kepada tujuan untuk memvitalkan kembali
pendapatnya Danisworo (2002), fungsi utama, atau dengan kata lain
revitalisasi adalah upaya untuk mengembalikan pada vitalitas fungsi
memvitalkan kembali suatu kawasan utamanya yang telah pudar
atau bagian kota yang dulunya sebelumnya serta menambah
pernah vital/hidup, akan tetapi kemampuan dan intensitasnya agar
kemudian mengalami kemunduran lebih berdaya guna dan lebih berhasil
(Degradasi). Pada skala revitalisasi guna.
ada 2 (dua) tingkatan yaitu makro Sedangkan revitalisasi
dan mikro. Proses revitalisasi pedagang kaki lima adalah
mencakup perbaikan aspek fisik, tercapainya sasaran/tujuan yang telah
aspek ekonomi dan aspek sosial. ditentukan sebelumnya yaitu keadaan
Pendekatan revitalisasi juga harus dalam lingkungan masyarakat yang
mampu mengenali dan tertib, aman dan teratur. Sasaran
memanfaatkan potensi revitalisasi Pedagang Kaki Lima di
lingkungannya. kawasan Skywalk Cihampelas Kota
Sedangkan menurut Bandung adalah menertibkan setiap
Departemen Permukiman dan orang untuk tidak melakukan usaha
Prasarana Wilayah (2002), dan atau berdagang di trotoar, taman,
pengertian revitalisasi adalah jalur hijau, persimpangan jalan dan
rangkaian upaya menghidupkan tempat lain yang bukan diperuntukan
kembali kawasan yang cenderung untuk itu.
mati, meningkatkan nilai-nilai Implementasi Kebijakan
vitalitas yang strategis dan Pemerintah Kota Bandung Tentang
signifikan dari kawasan yang masih Revitalisasi Pedagang Kaki Lima Di
mempunyai potensi dan atau Kawasan Skywalk Cihampelas Kota
mengendalikan kawasan yang Bandung Tahun 2017 merupakan
cenderung kacau atau semrawut. salah satu pelaksanaan atau
Begitu pula menurut implementasi kebijakan Pemerintah
Poerwadarminta (1988), Kota Bandung. Pemerintah Kota
mendefinisikan revitalisasi adalah Bandung dalam merevitalisasi
memberdayakan kembali, menambah Pedagang Kaki Lima saat ini
kemampuan, menambah vitalitas, berdasarkan kepada Perda Nomor 04
menambah intensitas agar sesuatu Tahun 2011, dalam pasal 1 ayat (11)
sarana atau prasarana lebih berdaya disebutkan: Pedagang Kaki Lima
guna dan lebih berhasil guna. yang selanjutnya disingkat PKL
Dari beberapa pengertian di adalah pedagang yang melakukan

130
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

usaha perdagangan di sektor informal sosial budaya, sosial politik dan


yang menggunakan fasilitas umum ekonomi yang mendukung
baik di lahan terbuka dan/atau implementasi kebijakan (The
tertutup dengan menggunakan Environmental Factors), menjadi
peralatan bergerak maupun tidak basis teori dalam menganalisis
bergerak. Implementasi Kebijakan Pemerintah
Dalam pasal 1 ayat (22), Kota Bandung Tentang Penataan Dan
disebutkan: Penataan adalah Pembinaan Pedagang Kaki Lima
penempatan lokasi dan tempat usaha Studi pada Revitalisasi Pedagang
pedagang kaki lima melalui relokasi, Kaki Lima di Kawasan Skywalk
revitalisasi pasar, belanja tematik, Cihampelas Kota Bandung Tahun
konsep festival dan konsep pujasera. 2017.
Dalam pasal 1 ayat (23), Alasan-alasan pemilihan teori
disebutkan: Pembinaan adalah usaha, implementasi kebijakan publik
tindakan dan kegiatan yang dilakukan Thomas B. Smith (2001) untuk
secara berdayaguna dan berhasil guna penyusunan konsep penelitian adalah
dalam rangka peningkatan PKL sebagai berikut: Pertama, mengingat
sehingga dapat menjadi pedagang bahwa proses Implementasi
yang mandiri. Kebijakan Pemerintah Kota Bandung
Dalam pasal 2, disebutkan: Tentang Revitalisasi Pedagang Kaki
Maksud Peraturan Daerah ini adalah Lima di Kawasan Skywalk
untuk mengatur, menata dan Cihampelas Kota Bandung
membina PKL di Daerah. merupakan sebuah pembangunan
Penggunaan Teori infrastruktur berupa Skywalk
implementasi kebijakan publik dari Cihampelas yang menjadi program
Thomas B. Smith yaitu: (1) Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah
yang diidealkan, program yang Kota Bandung. Pembangunan
diterapkan oleh Pemerintah Daerah infrastruktur ini relatif mudah
dan Kebijakan Pemerintah tersebut dilaksanakan dan dinilai serta
mudah dilaksanakan (Idealized dirasakan secara nyata, sehingga
Policy); (2) Organisasi Pelaksana, dengan analisis Kebijakan yang
adanya pihak yang terlibat dalam diidealkan (Idealized Policy) yang
pelaksana kebijakan dan adanya merupakan suatu pola interaksi ideal
dukungan pelaksanaan kebijakan berupa the formal policy (keputusan
(The Implementing Organization); (3) resmi pemerintah, hukum atau
Kelompok Sasaran, sasaran yang program yang akan diterapkan oleh
hendak dicapai serta interaksi antara pemerintah); the type of policy
pelaksana dan sasaran kebijakan (kebijaksanaan itu kompleks atau
Pemerintah Daerah (Target Groups); sederhana; organisasional atau non
dan (4) Faktor Lingkungan, seperti organisasional; distributif;

131
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

redistributif; regulatory, self Lima sebagai obyek yang paling


regulatory, atau emotive – symbolic); langsung dipengaruhi oleh kebijakan-
the program (program dari kebijakan) kebijakan dan yang harus mengadopsi
dan the image of the policy pola-pola interaksi sesuai dengan
(imej/karakter dari kebijakan), yang yang diharapkan oleh perumus
tentunya akan dapat lebih terungkap kebijakan yaitu Pemerintah Kota
secara konkret. Bandung.
Kedua, organisasi pelaksana Keempat, yang merupakan
kebijakan dalam hal ini adalah faktor pendukung akan tetapi menjadi
Pemerintah Kota Bandung beserta hal yang sangat penting. Dimana
aparatur terkait tentunya memiliki masyarakat Indonesia secara umum,
peranan yang sangat penting dalam dan masyarakat kota Bandung secara
proses Implementasi Kebijakan khusus, dalam lingkup kecil yaitu
Pemerintah Kota Bandung tentang pedagang kaki lima berasal dari
Revitalisasi Pedagang Kaki Lima di berbagai daerah yang pada umumnya
Kawasan Skywalk Cihampelas Kota berbeda, latar belakang pendidikan
Bandung. Serta pentingnya peranan yang berbeda, kondisi ekonomi yang
dari pihak-pihak lainnya dalam beraneka ragam, keadaan keluarga
mendukung proses implementasi yang berbeda serta tentunya dinamika
kebijakan tersebut. Dengan analisis politik Negara maupun daerah dengan
Organisasi Pelaksana (The berbagai kepentingannya. Oleh
Implementing Organization) yang peneliti faktor-faktor ini dinilai cocok
membahas mengenai pihak yang dengan analisis Faktor Lingkungan
terlibat dalam pelaksana kebijakan (The Environmental Factors), yang
serta dukungan pelaksanaan merupakan unsur-unsur dalam
kebijakan dinilai oleh peneliti akan lingkungan yang mempengaruhi atau
sangat cocok untuk mengungkap dipengaruhi oleh implementasi
pentingnya peranan pihak sebagai kebijakan, seperti aspek budaya,
pelaksana kebijakan maupun pihak sosial, ekonomi, dan politik.
pendukung pelaksana kebijakan. Dengan alasan-alasan yang
Ketiga, tujuan utama dari dikemukakan tersebut, selanjutnya
penataan pedagang kaki lima ini Implementasi Kebijakan Pemerintah
adalah untuk menertibkan para Kota Bandung Tentang Revitalisasi
pedagang kaki lima dari yang tidak Pedagang Kaki Lima Di Kawasan
teratur/tidak dapat diatur menjadi Skywalk Cihampelas Kota Bandung
tertata sehingga sesuai dengan yang Tahun 2017 dipandang sebagai
diharapkan oleh Pemerintah Kota pelaksanaan Perda Nomor 04 Tahun
Bandung, dimana hal ini sangat sesuai 2011 tentang Penataan dan
dengan analisis Kelompok Sasaran Pembinaan Pedagang Kaki Lima
(Target Groups) yaitu Pedagang Kaki yang dinyatakan dengan Kebijakan

132
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

yang diidealkan (Idealized Policy); diidealkan (Idealized Policy) harus


Organisasi Pelaksana (The mudah dilaksanakan. Dari hasil
Implementing Organization); wawancara diperoleh kesimpulan
Kelompok Sasaran (Target Groups) bahwa revitalisasi PKL di Skywalk
dan Faktor Lingkungan (The Cihampelas memang sudah ideal,
Environmental Factors). bahkan menjadi sebuah terobosan dan
Peneliti mendefinisikan pertamakali di Indonesia.
revitalisasi menurut Poerwadarminta, Kedua, organisasi pelaksana
Danisworo serta Departemen (The Implementing Organization),
Permukiman dan Prasarana Wilayah adanya pihak yang terlibat dalam
adalah sebagai suatu upaya untuk pelaksana kebijakan dan adanya
mendaur ulang (Recycle) dengan dukungan pelaksanaan kebijakan.
tujuan untuk memvitalkan kembali Dari hasil wawancara diperoleh
fungsi utama, atau dengan kata lain kesimpulan bahwa semua dinas
mengembalikan pada vitalitas fungsi terkait dengan pelaksanaan
utamanya yang telah pudar revitalisasi tersebut, semua
sebelumnya serta menambah memberikan dukungan yang
kemampuan dan intensitasnya agar maksimal sehingga terbukti proses
lebih berdaya guna dan lebih berhasil implementasi revitalisasi tersebut
guna. Dengan demikian yang dapat berjalan sesuai dengan yang
dimaksud dengan revitalisasi diharapkan.
Pedagang Kaki Lima adalah upaya Ketiga, kelompok sasaran
untuk memberdayakan kegiatan (Target Groups) yang hendak dicapai
perdagangan informal dengan tujuan serta interaksi antara pelaksana dan
untuk menambah daya guna dan hasil sasaran kebijakan Pemerintah
guna Pedagang Kaki Lima. Oleh Daerah. Dari hasil wawancara dengan
karena itu, revitalisasi Pedagang Kaki sejumlah informan diperoleh
Lima yang dilakukan di jalan kesimpulan bahwa interaksi antara
Cihampelas Kota Bandung juga PKL dengan Pemkot Bandung
merupakan bagian dari kebijakan berjalan dengan baik tanpa hambatan
penataan dan pembinaan Pedagang yang berarti, bahkan muncul
Kaki Lima yang dilakukan sinergitas antara PKL dengan Pemkot
Pemerintah Kota Bandung. Bandung dalam wujud saling dukung:
PKL mendukung program revitalisasi
KESIMPULAN yang dicanangkan oleh Pemkot
Kajian terhadap implementasi Bandung, dan Pemkot Bandung
kebijakan sebagaimana dimaksud mendukung PKL yang menempati
dalam tulisan ini menggunakan pisau areal Skywalk yang telah disediakan.
analisis teori Thomas B. Smith yaitu: Keempat, faktor lingkungan
Pertama, bahwa kebijakan yang (The Environmental Factors), seperti

133
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

sosial budaya, sosial politik dan DAFTAR PUSTAKA


ekonomi yang mendukung Buku:
implementasi kebijakan revitalisasi Danisworo, M., Martokusumo, W.
sebagaimana dimaksud dalam tulisan (2002). Revitalisasi Kawasan
ini. Dari hasil wawancara dengan Kota: Sebuah Catatan Dalam
sejumlah informan diperoleh Pengembangan dan
kesimpulan bahwa faktor lingkungan, Pemanfaatan Kawasan Kota.
baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi Info URDI Vol.13, 2002.
maupun politik, tidak tampak ada Islamy, Irfan. M. (1997). Prinsip-
hambatan, bahkan faktor lingkungan Prinsip Perumusan
memperoleh dampak positif atas Kebijaksanaan Negara.
revitalisasi PKL di lokasi tersebut. Jakarta: Bumi Aksara.
Namun demikian, setelah Islamy, M. Irfan. (1984). Prinsip-
revitalisasi tersebut dilaksanakan, Prinsip Perumusan
dalam kenyataannya, didapati temuan Kebijaksanaan Negara. Bumi
lapangan yang juga terkonfirmasi Aksara. Jakarta.
oleh hasil wawancara dengan Jones, Charles O. (1984). An
sejumlah informan bahwa: Pertama, Introduction to the study of
secara konseptual, kebijakan Public Policy. Terjemahan.
revitalisasi tersebut sudah berjalan Jakarta : Rajawali.
dengan baik terbukti PKL di kawasan Kurniadi dan Tangkilisan. (2002).
Skywalk Cihampelas memang tetap Ketertiban Umum dan
bisa berjualan dan terbukti tidak lagi Pedagang Kaki Lima di DKI
berjualan di trotoar. Kedua, tidak Jakarta. Yogyakarta: YPAPI.
terantisipasi munculnya PKL baru Mustafa, Ali Achsan. (2008).
yang berjualan di bawah Skywalk Transformasi Sosial Sektor
yang artinya mereka, para PKL baru, Informal: Sejarah Teori dan
menempatkan dagangannya di Praksis Pedagang Kaki Lima.
trotoar. Maka tujuan semula Jakarta: In-Trans.
membangun Skywalk agar trotoar di Poerwadarminta, WJS. (1988).
jalan Cihampelas terbebas dari PKL, Kamus Umum Bahasa
menjadi gagal. Artinya, revitalisasi Indonesia. Jakarta: Balai.
PKL melalui implementasi Perda Pustaka.
sebagai sebuah wujud dari kebijakan Smith, Thomas B. (2001). Policy
Kota Bandung, hendaknya dievaluasi Sciences. Amsterdam: Elsevier
secara menyeluruh. scientific Publishing Company.
Sugiharsono, dkk. (2000). Ekonomi.
Jakarta: Grafindo Media
Pratama.

134
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958
E-ISSN 2540-8674
Vol.5, No.1, April 2019
Doi: 10.24198/cosmogov.v2i2.xxxxx

Wahab, Solichin Abdul. (2008). Sudarmadji, BW dkk. (2006).


Analisis Kebijakan: Dari Klasifikasi dan Kajian Spasial
Formulasi ke Implementasi Kawasan Pedagang Kaki Lima
Kebijakan Negara Edisi Kedua. di Kota Bogor. Makalah.
Jakarta : Bumi Aksara. Sudarman Mersa beserta tim selaku
Wahab, Solichin Abdul. (1997). Dosen Jurusan Ilmu
Analisa Kebijaksanaan Dari Administrasi Negara
Formulasi Ke Implementasi STISIPOL, FISIP dan FISIPOL
Kebijaksanaan Negara. di Universitas Regional Bandar
Jakarta: Bumi Aksara Lampung dan Jawa Barat
Wibawa, Samodra. (1994). Evaluasi dengan judul Analisis
Kebijakan Publik. Jakarta : PT Implementasi Kebijakan
Raja Grafindo Persada. Penanganan Pedagang Kaki
Lima di Kota Bandar Lampung.
Regulasi
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4
Tahun 2011 tentang Penataan
dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima
SK Menteri Perdagangan No.
323/KP/II/84
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982
tentang Wajib Daftar
Perusahaan.

Hasil Penelitian
Implementasi Kebijakan Penataan
Pedagang Kaki Lima di Kota
Malang yang dilakukan oleh
Sapir.
Implementasi Kebijakan Penataan
Pedagang Kaki Lima di Pasar
Raya Padang yang dilakukan
oleh Wahyu Firmanda
Raden Prasetyo Sutomo dengan judul
penelitian Implementasi
Kebijakan Pemerintah Kota
Yogyakarta Dalam Penataan
Pedagang Kaki Lima.

135

Anda mungkin juga menyukai