Adapun Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Ahmad Rofik
menerangkan, dengan tantangan geografis, kerapatan hunian yang sangat rendah,
dan infrastuktur yang terbatas, Program 1000 Renewable Energy for Papua
dipandang sebagai solusi paling efektif untuk percepatan elektrifikasi di Papua
dan Papua Barat melalui implementasi model Wireless Electricity. “Optimalisasi
energi lokal berbasis energi baru terbarukan (EBT) juga diharapkan akan
memperbaiki kinerja Bauran Energi sekaligus menurunkan Biaya Pokok
Penyediaan (BPP) listrik,” jelas Ahmad Rofik.
Dari hasil kajian dan survei PLN, ada empat alternatif pembangkit listrik EBT
yang ditawarkan dalam Program 1.000 Renewable Energy for Papua, yakni
Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro; Tabung Listrik (Talis); Pembangkit Listrik
Tenaga Biomassa (PLTBm); serta PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya).
Untuk Pikohidro, lebih cocok apabila diaplikasikan pada daerah yang memiliki
perbedaan ketinggian.
2
Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro merupakan pembangkit skala sangat kecil
yang memanfaatkan energi potensial air, untuk menghasilkan listrik berkapasitas
hingga 5.000 Watt. Energi potensial air menggerakkan turbin, sedangkan turbin
memutar generator, dan generator inilah yang dapat menghasilkan listrik.
Penelusuran dokumen pengurusan amdal untuk proyek PLTA Asahan III di Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Sumatera Utara tak menemukan nama PT Bajradaya.
3
Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Amdal, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumut,
Rosdiana Simarmata ketika dikonfirmasi di Medan, Selasa (23/3), membenarkan bahwa selama
ini PT Bajradaya memang belum pernah mengurus dokumen amdal untuk proyek mereka di
PLTA Asahan III.
Menurut Rosdiana, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumut tak pernah mengurus dokumen
amdal PT Bajradaya untuk proyek PLTA Asahan III. Menurut dia, seharusnya
sebelum izin apa pun diberikan kepada perusahaan atau pelaku usaha, yang
bersangkutan harus terlebih dahulu dianggap layak lingkungan dengan
mengantongi dokumen amdal.
Dalam surat Pemerintah Provinsi Sumut ke pemerintah pusat soal pilihan izin
lokasi yang diberikan ke PT Bajradaya disebutkan bahwa perusahaan tersebut
dianggap mampu membangun PLTA Asahan III lebih cepat daripada pesaingnya,
PLN. Surat tersebut tak menyertakan sama sekali keterangan soal kelayakan
lingkungan perusahaan.