Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skoliosis adalah kelainan yang paling umum terjadi pada tulang belakang.
Skoliosis didefinisikan sebagai kelengkungan dari lateral tulang belakang yang
derajatnya mencapai 100 atau lebih besar (Li et al., 2020). Skoliosis idiopatik remaja
adalah deformitas struktural tulang belakang dengan deformitas 3 dimensi, termasuk
pergeseran lateral dan rotasi vertebra yang mempengaruhi anak-anak pada masa
pubertas (Addai et al., 2020). Faktor predisposisi adalah predisposisi genetik, kelainan
jaringan ikat dan gangguan tulang, otot, dan saraf selama pertumbuhan. (Yaman &
Dalbayrak, 2014)
Menurut Scoliosis Reseach Society (SRS), skoliosis merupakan deformitas
dimana jika sudut kelengkungan tulang belakang diatas 10º (Krekoukias et al, 2022).
Definisi lain, skoliosis merupakan kelainan tulang belakang dimana tulang belakang
mengalami pembengkokan ke arah samping (lateral curvature) membentuk huruf ‘S’
atau ‘C’ dan dapat dilihat ketika kelengkungannya semakin parah yang
mengakibatkan ketidaknyamanan. Berdasarkan data dari The National Scoliosis
Foundation USA, kasus skoliosis ditemukan pada 4,5% dari total populasi umum di
dunia saat ini. Namun, di Indonesia khususnya kasus skoliosis belum memiliki angka
pasti (Baswara, et al. 2019).
Salah satu jenis skoliosis adalah Idiophatic Scoliosis, skoliosis pada remaja
usia 10 sampai 15 tahun dengan prevalensi kasus sebesar 0,47% - 5,2% dimana rasio
anak perempuan lebih besar dari anak laki-laki dan meningkat dengan bertambahnya
usia (Konieczny, 2013).
Pemeriksaan skoliosis pada anak sekolah efektif berperan dalam mendeteksi
skoliosis awal. Deteksi dan diagnosis awal memungkinkan perawatan konservatif
dini, yang dapat menghindari operasi dan dapat meningkatkan kualitas hidup yang
sehat (Deepak et al., 2017).
Skoliosis akan menyebabkan nyeri, hambatan dalam pergerakan, masalah pada
paru-paru, deformitas yang mengganggu penampilan, yang dimana akan terjadi
terganggunya aktivitas sehari-hari bagi penderita (Pelealu, et al 2014; Sari, 2013).
Konieczny (2013) menyimpulkan bahwa faktor skoliosis meningkat pada
beberapa keadaan, diantaranya adalah pada perempuan atau saat scoliosis muncul
pada usia yang lebih muda dan sudut kurvatura yang lebih besar akan meningkatkan
faktor resiko. dari beberapa penelitian skoliosis banyak ditemukan pada anak
perempuan dengan IMT rendah dan penggunaan tas yang berat (Tam et al., 2016;
Komang-Agung et al., 2017: Julians, 2018)
Metode skrinning yang paling umum digunakan untuk skoliosis pada anak
remaja adalah Adam’s Forward Band Test dan skoliometer. Penggunaan Adam’s
Forward Band Test merupakan metode yang murah dan mudah namun terlalu
subjektif untuk dikatakan sebagai satu-satunya alat evaluasi untuk hasil diagnosis
yang akurat sehingga alat atau tes yang lain perlu dimasukkan dalam skrinning seperti
skoliometer. Skoliometer adalah alat yang banyak digunakan untuk mengetahui
skoliosis pada anak ataupun skoliosis idiopatik (Li et al., 2021).
Spinal Orthosis adalah penyangga tulang belakang yang digunakan untuk
mengobati gangguan yang terjadi pada tulang belakang atau Spinal Cord Injury (SCI).
Orthosis digunakan untuk membantu kelemahan otot, menjaga stabilitas tulang
belakang yang patah, dan melindungi tulang belakang pada kasus instability yang
berhubungan dengan perubahan degeneratif akibat penuaan (Neurosurgery
Eeducation, Outreach Network, 2020).
Spinal Orthosis terdiri dari berbagai macam desain, diantaranya Cervical
Orthosis (CO), Lumbal Sacral Orthosis (LSO), Thoraco Lumbal Sacral Orthosis
(TLSO), Cervico Thoracic Lumbo Sacral Orthosis (CTLSO), Sacral Iliac Orthosis
(SIO). Salah satu desain spinal orthosis yang dapat digunakan penderita skoliosis
idiopatik adalah desain boston brace.
Boston brace memberikan tindakan dinamis menggunakan tiga prinsip
biomekanik yaitu, end-point control, transverse loading, dan curve correction yang
berfungsi untuk mencegah perkembangan kurva dan menstabilkan tulang belakang.
Boston brace diindikasikan untuk pasien skoliosis idiopatik karena memiliki
immature skeleton dan memiliki dokumentasi perkembangan skoliosis idiopatik
toraks atau torakolumbalis yang berukuran 25º hingga 35º, mengukur menggunakan
metode Cobb dan memiliki puncak T7 atau lebih rendah. Pasien menggunakan boston
brace harus memakai orthosis 23 – 24 jam per hari supaya efektif (Kurniawan, 2013).
B. Rumusan masalah

Bagaimana penatalaksanaan pasien skoliosis idiopatik menggunakan spinal


orthosis dengan design boston brace?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien skoliosis idiopatik menggunakan
spinal orthosis dengan design boston brace.

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui proses dari boston brace dari assessment, measurement,
casting, filling, rectification, fabrication, assembling, allignment, fitting, serta
education pasien pada penanganan pasien skoliosis idiopatik.
D. Manfaat
1. Teoritis
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berguna untuk menambah pengetahuan
mengenai deformitas skoliosis dan penanganan pada pasien skoliosis idiopatik.
2. Praktisi
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berguna untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca mengenai penatalaksanaan pasien skoliosis idiopatik menggunakan
spinal orthosis dengan design boston brace.
3. Institusi Pendidikan
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berguna sebagai bahan untuk institusi
pendidikan mengenai penatalaksanaan pasien skoliosis idiopatik menggunakan
spinal orthosis dengan design boston brace.
4. Masyarakat umum
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan wawasan atau
gambaran pengetahuan mengenai deformitas skoliosis idiopatik serta upaya
rehabilitasi kepada pasien dengan memakai alat bantu berupa boston brace.

Anda mungkin juga menyukai