Anda di halaman 1dari 74

Indeks Pembangunan Zakatnomics (IPZN)

Pusat Kajian Strategis - Badan Amil Zakat Nasional

Indeks Pembangunan Zakatnomics


ISBN: 978-623-6614-33-4

Kata Pengantar Ketua BAZNAS:


Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA

Kata Pengantar Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS:


Wahyu Tantular Tunggal Kuncahyo

Kata Pengantar Direktur PUSKAS BAZNAS:


Dr. Muhammad Hasbi Zaenal

Penyusun:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional
Smart Indonesia

Penyunting:
Anggota BAZNAS
Direktur Utama BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Direktur Pengumpulan BAZNAS
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS
Direktur Operasi BAZNAS
Direktur Kepatuhan dan Audit Internal BAZNAS

Penerbit:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS)
Jl. Matraman Raya No 134, Jakarta
Phone Fax +6221 3913777 Mobile +62812-8229-4237
Email: puskas@baznas.go.id; www.baznas.go.id; www.puskasbaznas.com

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan bentuk dan cara apapun
tanpa izin tertulis dari penerbit
INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

TIM PENYUSUN
PENASIHAT:
Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA
Mokhamad Mahdum, SE, MIDEc, Ak, CA, CPA, CWM
Ir. H. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS.MEc, Ph.D
Dr. Zaibulbahar Noor, SE, Mec
Saidah Sakwan, MA
Rizaludin Kurniawan, S.Ag, M.Si
Kolonel (Purn) Drs. Nur Chamdani
Achmad Sudrajat, Lc, M.A
Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA
Suminto M.Sc Ph.D
Dr. Ir. Muhammad Hudori, M.Si
M. Arifin Purwakananta
Drs. H. Jaja Jaelani, MM
Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo

KETUA:
Dr. Muhammad Hasbi Zaenal

PUSKAS BAZNAS:
Dr. Muhammad Choirin
Abdul Aziz Yahya Saoqi, M.Sc
Hidayaneu Farchatunnisa, SE
Arwa Violaditya Rarasocta, SKPm

SMART INDONESIA:
Aam Slamet Rusydiana, ME
Maulana Hamzah, SEI, MM

Pusat Kajian Strategis BAZNAS iii


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

KATA PENGANTAR
KETUA BAZNAS
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahiim

Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia memiliki


potensi dan prospek zakat yang besar. Saat ini pengelolaan zakat di Indonesianya
juga telah banyak di adopsi oleh beberapa lembaga zakat dunia. Dalam rangka terus
mengembangkan pengelolaan zakat, Badan Amil Zakat Nasional melalui Pusat Kajian
Startegis BAZNAS rutin mengeluarkan kajian-kajian teranyar untuk mendukung kemajuan
pengelolaan zakat baik dari segi pengumpulan, pendistrubusian, serta operasional secara
umum.

Pada tahun ini Pusat Kajian Strategis BAZNAS mempersembahkan buku Indeks
Pembangunan Zakatnomics (IPZN) dengan harapan dapat memotret sejauh mana suatu
ekonomi zakat diterapkan oleh stakeholder disuatu daerah. Konsep ekonomi zakat atau
Zakatnomics adalah kesadaran untuk membangun tatanan ekonomi baru untuk mencapai
kebahagiaan, kesetimbangan kehidupan dan kemulyaan hakiki manusia yang didasari
dari semangat dan nilai-nilai luhur syariat zakat.

Konsep zakatnomics ini perlu untuk diterapkan para stakeholder zakat dalam pengelolaan
zakat dengan tujuan membuka segala keterbatasan akses yang dihadapi mustahik
yang pada akhirnya dapat mensejahterakan mustahik termasuk pada masa Pandemi
Covid 19 saat ini. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama, kami secara terbuka
menerima kritik dan saran konstruktif untuk menyempurnakan kajian ini agar sesuai
dengan kebutuhan umat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA


Ketua BAZNAS

iv Pusat Kajian Strategis BAZNAS


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

KATA PENGANTAR
PLT. DIREKTUR PENDISTRIBUSIAN DAN
PENDAYAGUNAAN BAZNAS
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahiim

Sebagaimana yang telah diketahui bersama, zakat merupakan instrumen fiskal dalam
Islam yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi. Dalam memaksimalkan pengelolaan zakat tentunya perlu didukung dengan
adanya data dan riset yang komperhensif. Pada tahun ini Pusat Kajian Strategis BAZNAS
membuat sebuah kajian yang berjudul Indeks Pembangunan Zakatnomics yang mencoba
menyajikan semesta kebajikan zakat dalam 4 pilar zakatnomics yang terukur sebagai
acuan meningkatkan pengumpulan dan efektifitas dana Zakat.

Adanya penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi setiap daerah untuk memaksimalkan
pengelolaan zakat secara umum. Semoga keberadaan kajian ini dapat membawa manfaat
bagi keberhasilan pengembangan zakat di tanah air. Kami terbuka terhadap berbagai
saran dan masukan dalam penyempurnaan konsep ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberkahi. Aamiin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Wahyu TT Kuncahyo
Plt. Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS

Pusat Kajian Strategis BAZNAS v


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

KATA PENGANTAR
DIREKTUR PUSKAS BAZNAS
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah atas rahmat Allah, pada tahun 2020 ini Puskas BAZNAS telah berhasil menyusun
konsep untuk Indeks Pembangunan Zakatnomics. Penyusunan Indeks Pembangunan
Zakatnomics ini merupakan kajian yang pertama kali disusun di dunia perzakatan. Indeks
Pembangunan Zakatnomics ini adalah suatu indeks yang disusun untuk mengukur tingkat
kesadaran dalam membangun tatanan ekonomi baru untuk mencapai kebahagiaan,
kesetimbangan kehidupan dan kemuliaan hakiki manusia yang didasari dari semangat dan
nilai-nilai luhur syariat zakat yaitu semangat ketakwaan, semangat produktif dan berekonomi
dengan adil serta semangat membumikan ZISWAF dalam praktik kehidupan.

Indeks Pembangunan Zakatnomics ini terdiri dari 4 pilar utama yaitu Iman atau Spiritualitas,
Produktivitas, Aspek Ekonomi Halal, dan Praktek Zakat. Kajian Indeks Pembangunan
Zakatnomics ini akan menyajikan model ekonomi pembangunan berbasis zakatnomics.
Harapannya melalui Indeks Pembangunan Zakatnomics ini dapat menjadi benchmark serta
landasan bagi policy makers untuk memformulasikan kebijakan-kebijakan pembangunan di
wilayahnya masing-masing sehingga kebijakan pembangunan ekonomi dapat memberikan
manfaat yang luas bagi masyarakat dalam kerangka pembangunan yang berasaskan
prinsip-prinsip Zakatnomics.

Tidak ada yang sempurna kecuali kesempurnaan-Nya, meskipun dalam penyusunan


buku ini kami telah mencurahkan semua kemampuan, namun kami sangat menyadari
bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
serta kritik yang membangun dari pembaca. Sekian.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA., CA


Ketua BAZNAS

vi Pusat Kajian Strategis BAZNAS


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN iii
KATA PENGANTAR KETUA BAZNAS iv
KATA PENGANTAR PLT. DIREKTUR PENDISTRIBUSIAN
DAN PENDAYAGUNAAN BAZNAS v
KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSKAS BAZNAS vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
RINGKASAN EKSEKUTIF x

BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 2
a. Zakatnomics Sektor Perdagangan 3
b. Zakatnomics Sektor Pertanian 5
c. Zakatnomics Sektor Pertambangan dan
Manufaktur 6
1.2. Tujuan Penulisan 9
1.3. Metodologi 9

BAB II: ZAKATNOMICS 15


2.1. Pilar 1 (Spiritualitas) 17
2.1.1. Dimensi Hubungan Vertikal 17
2.1.2. Dimensi Hubungan Horizontal 18
2.1.3. Dimensi Dukungan Infrastruktur 19
2.1.4. Dimensi Dukungan Regulasi 20
2.2. Pilar 2 (Produktifitas) 22
2.2.1. Dimensi Daya Saing 22
2.2.2. Dimensi Budaya Produktif 22
2.2.3. Dimensi Kualitas SDM 23
2.2.4. Dimensi Peran Pemerintah 23

Pusat Kajian Strategis BAZNAS vii


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

2.3 Pilar 3 (Asas Ekonomi Halal) 24


2.3.1. Dimensi Distribusi Pendapatan 24
2.3.2. Dimensi Kemudahan Akses Ekonomi 26
2.3.3. Dimensi Perkembangan Industri Halal 26
2.4 Pilar 4 (Zakat) 27
2.5 Maqoshid Syariah dalam Zakatnomics 28

BAB III: DIMENSI, VARIABEL SERTA INDIKATOR INDEKS


PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS 31
3.1. Pilar 1: Spiritualitas 33
3.2. Pilar 2: Produktifitas 34
3.3. Pilar 3: Asas Ekonomi Halal 35
3.4. Pilar 4: Zakat 36

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 37


4.1. Komponen Penyusun dan Nilai Bobot IPZN 38
4.2. Metode dan Tahapan Penghitungan IPZN 41
4.3. Kriteria Penilaian Indeks 44

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 45


DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN 55

viii Pusat Kajian Strategis BAZNAS


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tren Pengumpulan Zakat 2002-2019 7
Tabel 2. Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik 13
Tabel 3. Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Spiritualitas 33
Tabel 4. Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Produktifitas 34
Tabel 5. Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Keadilan Ekonomi 35
Tabel 6. Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Kelembagaan Zakat 36
Tabel 7. Komponen Penyusun IPZN dan Bobot Kontribusi 38
Tabel 8. Komponen Penyusun IPZN 40
Tabel 9. Rentang Nilai serta Kategori Penilaian Indeks
Pembangunan Zakatnomics 44

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Potensi Zakatnomics Sektor Perdagangan 4
Gambar 2 Potensi Zakatnomics Sektor Pertanian 5
Gambar 3 Potensi Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur 6
Gambar 4 Zakatnomics Pertambangan & Manufaktur berdasarkan
Provinsi 7
Gambar 5 Tahapan Penelitian 10
Gambar 6 Konsep Metode Sekaran untuk Indeksasi 11
Gambar 7 Diagram Hubungan Sebab Akibat 16
Gambar 8 Kerangka Mashalah Menurut Al Ghozali 28
Gambar 9 Diagram Causal Loop Zakatnomics 32

Pusat Kajian Strategis BAZNAS ix


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Konsep Zakatnomics secara umum adalah gerakan kesadaran


untuk membangun tatanan ekonomi baru untuk mencapai
kebahagiaan, keseimbangan kehidupan dan kemuliaan
hakiki manusia yang didasari dari semangat dan nilai-nilai
luhur syariat zakat bertujuan untuk melihat peran aktivitas
zakat, dari pengumpulan dana muzaki, dinamika distribusi
hingga empowerment kepada mustahik berdampak terhadap
perkembangan ekonomi secara luas. Potensi tersebut lalu
didorong melalui 4 pilar pembangunan zakatnomics yaitu
keimanan, produktivitas, keadilan ekonomi termasuk didalamnya
potensi halal industri dan kelembagaan ZISWAF (Zakat Infaq,
Sedekah dan Wakaf).

Zakat merupakan instrumen dalam sistem ekonomi Islam,


zakatnomics tidak bermaksud mendefinisikan sistem ekonomi
Islam, namun zakatnomics ialah ilmu ekonomi zakat, dengan
zakat sebagai dasar filosofis, baik epistemologi, antologi maupun
aksiologi, dari ilmu ekonomi. Zakat juga memiliki dimensi ibadah
yang berlandaskan al-Quran dan Sunnah, maka zakatnomics
merupakan bagian dari ilmu ekonomi Islam, dengan spektrum
lebih khusus pada pilar ZISWAF sebagai pilar ketiga dari sistem
ekonomi Islam yang memiliki hubungan langsung dengan sektor
riil dan keuangan syariah.

Indeks Pembangunan Zakatnomics adalah alat ukur perhitungan


semesta kebajikan zakat melalui 4 pilar tersebut diatas. Kajian
ini bertujuan untuk Menentukan indikator-indikator yang tepat

x Pusat Kajian Strategis BAZNAS


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

untuk setiap dimensi dan variabel yang menjadi alat ukur yang
reliabel, teruji validitasnya serta mudah diterapkan. Selain itu IPZN
akan menawarkan sebuah Model Pengukuran Perkembangan
Pembangunan Daerah Secara Holistik yang menggabungkan
unsur Material dan Spiritual sebagaimana terangkum dalam
prinsip Maqasid al-Syariah meliputi menjaga agama, jiwa, akal,
harta dan keturunan sebagai dasar untuk memetakan kualitas
pembangunan daerah berdasarkan Indeks Pembangunan
Zakatnomics.

Kajian ini menggunakan pendekatan Mixed-Method dengan


menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan
melakukan grup diskusi terarah bersama pakar, pembobotan
menggunakan metode ANP dan metode Indeksasi Sekaran.
Hasil akhir dideskripsikan dalam bentuk numerik.

Kajian IPZN berhasil menyusun 4 indikator zakatnomics utama


yang diturunkan dalam bentuk variabel dan indikator yang
dipilih berdasarkan studi pustaka pada literatur yang relevan,
lalu diperkuat dengan teori kuantitatif dan kualitatif pada jurnal
publikasi nasional dan internasional sebagai landasan empiris.
Benchmark tersebut lalu dikonsultasikan melalui FGD dengan
pakar yang memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai
Zakat dan Wakaf. Kemudian, para pakar memberikan penilaian
bobot pada setiap dimensi dan variabel. Selanjutnya, pada tahap
akhir setiap indikator, variabel dan dimensi dihitung menggunakan
pendekatan Multi-Stage Weighted Index.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS xi


I
B

PENDAHULUAN
BA

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 1


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

1.1. LATAR BELAKANG


Zakat secara bahasa dapat berarti 4 yaitu thuuhur, barokah, numuw dan sholah. Secara
singkat 4 istilah tersebut bermakna suci, tetap, tumbuh dan baik. Artinya setiap orang
yang melaksanakan zakat akan mendapatkan setidaknya 4 kebaikan yaitu dibersihkan
harta dan jiwanya, mendapat limpahan keberkahan dalam hidupnya, hartanya akan terus
tumbuh dan berkembang serta akan merasakan qona’ah atas setiap amanah harta yang
dimilikinya.

Secara istilah Zakat adalah bagian dari harta yang telah memenuhi persyaratan tertentu
yang Allah subhanahu wata’ala wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada
mustahik dengan syarat-syarat tertentu pula (Al-Qardawi, 2011). Zakat merupakan
perintah suci dari Allah guna memberikan kebajikan bagi semesta. Dalam konteks
agama kebajikan tersebut disampaikan oleh Allah subhaanahu wata’ala dalam al Quran
diantaranya Allah akan menyucikan jiwa orang yang bersedekah (at-Taubah 103) dan
dijanjikan akan dilipatgandakan hartanya (al-Baqoroh 261), bahkan sedekah juga dapat
menjauhkan seseorang dari azab kubur.
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu, sebelum
kematian datang kepada salah seorang diantaramu, lalu dia berkata “ya
Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda kematianku sedikit lagi, maka
aku akan bersedekah dan aku akan termasuk golongan orang-orang yang sholeh
(al-Munaafiquun: 10)

Selain itu Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam juga menyampaikan beberapa keutamaan
zakat, infaq dan sedekah, diantaranya
“Sedekah tidak akan mengurangi Harta” (HR Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:


“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menerima zakat dan mengambilnya dengan
tangan kanan-Nya lalu mengasuhnya sebagaimana salah seorang kalian
mengasuh anak kuda. Maka, sesuap sedekah akan menjadi sebesar Bukit
Uhud.” (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi).

Dengan adanya instrumen keuangan sosial Islam inilah peradaban Islam dapat terus
berkembang, perjuangan Islam dapat ditopang dan keadilan sosial dapat terus berjalan
sebagaimana yang dicontohkan oleh Utsman bin Affan, Abdurrahaman bin Auf, Abu
Bakar Asshiddiq, Umar bin Abdul Aziz serta sahabat-sahabat dan tabi’in-tabi’in lainnya
yang membuat perjuangan Islam terus kokoh dan berkembang hingga sekarang bahkan
kebajikan dari ZIS itu terus bisa dinikmati oleh umat setelahnya.

2 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
PENDAHULUAN

I
Kesucian dan keberkahan harta zakat sebagaimana telah dijanjikan dalam nash-nash
tersebut diatas akan mendorong seseorang untuk lebih mudah mendekatkan diri kepada
Allah sehingga berdampak langsung kepada muzakki dan mustahik, Utsman bin Affan
saat ditanya seorang sahabat, apa yang membuatnya ikut mengambil harta sedekahnya
Abdurrahman bin Auf padahal ia termasuk golongan kaya, beliau katakan, “Harta kekayaan
Abdurrahman bin Auf halal dan bersih. Memakannya akan membawa keselamatan dan
berkah”. (Kadir I, 2015)

Dari sisi muamalah potensi zakat yang suci menciptakan peningkatan kegiatan produksi
dan konsumsi yang berorientasi pada halal dan thoyyib, sehingga akan meningkatkan
potensi industri halal disuatu daerah. Peningkatan tersebut tentunya harus didukung oleh
keadilan ekonomi dalam konteks akses permodalan, pendidikan, dan pelatihan lainnya
sehingga distribusi pendapatan yang tercipta oleh zakat akan menciptakan fair economic
bagi semua umat muslim khususnya. Sedangkan dalam tinjauan makro ekonomi ZIS akan
mendorong aggregate demand yang akan meningkatkan konsumsi disaat pertumbuhan
ekonomi sedang menurun baik yang diakibatkan oleh krisis moneter, maupun saat wabah
tho’un melanda.

Maka pilar-pilar pembangunan zakatnomics hadir sebagai indikator untuk mengukur


gerakan kesadaran suatu daerah untuk membangun tatanan ekonomi baru untuk
mencapai kebahagiaan, keseimbangan kehidupan dan kemuliaan hakiki manusia yang
didasari dari semangat dan nilai-nilai luhur syariat zakat adalah semangat ketakwaan,
semangat produktif dan berekonomi dengan adil serta semangat membumikan ZISWAF
dalam praktek kehidupan (Purwakananta, 2018). Konsep ini yang akan mendeskripsikan
ZISWAF (zakat infaq sedekah dan waqaf) sebagai komponen yang besar dalam bagian
ekonomi Islam.

Urgensi dari kajian indeks pembangunan zakatnomics adalah untuk mengoptimalkan


potensi zakatnomics diberbagai sektor diantaranya:

a. Zakatnomics Sektor Perdagangan


Nilai potensi zakat perdagangan di Indonesia mencapai 7779,91 milyar rupiah (optimis)
dan 5186,61 milyar rupiah (normal) dan mencapai rata-rata 1296,65 milyar rupiah (pesimis).
Dengan kontribusi 54% dari PDB nasional dan menyerap 47% tenaga kerja nasional.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 3


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Zakatnomics Sektor Perdagangan (dalam Milyar Rp)


700

600

500

400

300

200

100

0
Bengkulu

Sulteng

Sultra
Sulsel
Sulut

Sulbar
Kepri

Malkut
Maluku
Kalteng
Kalsel

Bali
Sumsel

Kaltim
Riau

Kalbar

Gorontalo
Sumut
Sumbar

Babel

NTT
NTB

Pabar
Jogja
Lampung

Papua
NAD

Jambi

Potensi Zakat Sektor PErdagangan Potensi Zakat Sektor Jasa

Zakatnomics Sektor Perdagangan (5 Provinsi teratas)

1071,64
Jatim
2869,24

829,89
Jateng
1379,47

329,98
Banten
571,56

947,86
Jabar
2278,6

2672,95
Jakarta
2477,74

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Potensi Zakat Sektor Jasa Potensi Zakat Sektor PErdagangan

Sumber: Puskas BAZNAS (2019)

Gambar 1 Potensi Zakatnomics Sektor Perdagangan

4 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
PENDAHULUAN

I
Gambar grafik diatas merupakan nilai potensi zakat yang didapatkan dengan
menggabungkan PDB sektor perdagangan (termasuk perdagangan mobil, sepeda motor,
reparasi, perdagangan besar, eceran, selain motor dan mbil serta gabungan sektor
perdagangan lainnya) dan jasa (keuangan, perusahaan, pendidikan, kesehatan, kegiatan
sosial dan gabungan jasa lainnya) sejak tahun 2010-2017.

b. Zakatnomics Sektor Pertanian


Zakatnomics Sektor Pertanian tidak hanya terfokus pada sektor pertanian saja, tapi juga
termasuk perkebunan dan peternakan. Data disamping menunjukkan peran perkebunan
yang mayoritas bukan tadah hujan (dengan zakat 5%) menempati posisi

pertama, diikuti zakat tanaman pangan. Sedangkan zakat peternakan masih tergolong
kecil, karena pasokan komoditas daging untuk Indonesia masih memiliki ketergantungan
dengan impor, hal ini tentu menjadi tantangan lembaga zakat untuk memaksimalkan
program pemberdayaan mustahiq, agar bisa bertransformasi menjadi muzakki khususnya
disektor peternakan. Selain itu juga ada sektor perikanan yang tiap tahun mengalami
peningkatan potensi yang cukup siginfikan.

Potensi Zakat Pertanian 2014-2018


18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Tanaman Tanaman Tanaman
Kehutanan Peternakan Perikanan
Pangan Hortikultura PErkebunan
th 2014 11,67 5,46 13,54 2,54 5,68 8,35
th 2015 13,51 5,93 13,78 2,8 6,26 9,82
th 2016 14,46 6,37 14,58 2,98 6,84 10,78
th 2017 14,92 6,71 16,02 3,11 7,25 11,86
th 2018 15,29 7,44 16,63 3,31 7,88 13,12

Sumber: Puskas BAZNAS (2019)

Gambar 2 Potensi Zakatnomics Sektor Pertanian

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 5


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

c. Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur


Dengan Pendekatan berbasis PDB, sektor pertambangan dan manufaktur masing-masing
memiliki potensi zakat sebesar Rp 22,44 triliun dan Rp 59,71 triliun pada tahun 2017.
Potensi zakat pada sektor pertambangan mengalami fluktuasi sejak tahun 2014. Sementara
itu, potensi zakat sektor manufaktur memiliki tren kenaikan yang stabil setiap tahunnya.
Apabila digabungkan, PDB dan potensi zakat sektor pertambangan dan manufaktur terus
mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun ke tahun.

4000 85

3800
80
3600
75
3400

3200 70

3000 65
2014 2015 2016 2017

PDB Pertambangan dan Manufaktur (Rp Triliun)

Jumlah Potensi Zakat (Rp Triliun - Skala Kanan)

Sumber: Puskas BAZNAS (2019)

Gambar 3 Potensi Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur

Dari pendekatan PDB, di tahun 2017, potensi zakat sektor pertambangan dan manufaktur
tertinggi berasal dari Jawa Barat yang mencapai Rp 18,94 triliun, diikuti Jawa Timur
(Rp 17,95 triliun), Jawa Tengah (Rp 10,55 triliun), Kalimantan Timur (Rp 8,27 triliun) dan
Riau (Rp 7,95 triliun). Sementara itu, potensi zakat terendah dari sektor pertambangan
dan manufaktur didominasi oleh provinsi di Indonesia Timur, seiring dengan nilai
ekonomi dari sektor pertambangan dan manufaktur yang tidak besar ataupun juga
karena persentase populasi Muslim yang rendah, seperti Nusa Tenggara Timur (sekitar
Rp 5,27 miliar), Maluku dan Gorontalo (masing-masing sekitar Rp 40 miliar), dan Bali
(sekitar Rp 50 miliar).

6 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
PENDAHULUAN

I
Potensi Zakat ertambangan dan Manufaktur (Trilliun)
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Bengkulu

Sulteng

Sultra
Sulsel

Sulbar
Sulut
Kepri

Maluku
Malkut
Kalteng
Kalsel

Bali
Riau

Sumsel

Jakarta

Banten

Kalbar

Kaltim
Babel

Gorontalo
Sumut
Sumbar

NTT
Jateng

NTB
Jogja

Pabar
Jatim
Jabar
Jambi

Lampung

Papua
NAD

Pertambanga Manufaktur

Sumber: Puskas BAZNAS (2019)


Gambar 4 Zakatnomics Pertambangan & Manufaktur berdasarkan Provinsi

Namun dari potensi zakatnomics yang dijabarkan diatas, berdasarkan Outlook Zakat
Indonesia, (2020) dana zakat yang terkumpul ditahun 2018 hanya 8,1 trlliun, dan 10,1
trilliun di tahun 2019 dari total potensi zakat sebesar 233,8 trilliun (IPPZ, 2019), dengan
dominasi dizakat harta, itupun termasuk dana sedekah non zakat.

Tabel 1 Tren Pengumpulan Zakat 2002-2019

Tahun ZIS dan DSKL (miliar Rupiah) Pertumbuhan (%)

2002 68,39 -

2003 85,28 24,70

2004 150,09 76,00

2005 295,52 96,90

2006 373,17 26,28

2007 740 98,30

2008 920 24,32

2009 1,200 30,43

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 7


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Tahun ZIS dan DSKL (miliar Rupiah) Pertumbuhan (%)

2010 1,500 25,00

2011 1,729 15,27

2012 2,212 27,94

2013 2,639 19,30

2014 3,300 25,05

2015 3,650 10,61

2016 5,017,29 37,46

2017 6,224,37 24,06

2018 8,117,60 30,42

2019 10,227,94 26,00

Rata-rata 34,33

Sumber: Statistik Zakat Indonesia (2020)

Secara umum terjadi tren peningkatan dana zakat yang terkumpul setiap tahunnya.
Namun belum mencapai 5% dari potensi zakat yang ada. Padahal bila merunut data
dari World Giving Index ditahun 2018, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai
negara yang paling dermawan diseluruh dunia. Index yang dikeluarkan oleh Charity Aid
Foundation (CAF) ini mengacu pada 3 indikator utama yaitu menolong orang asing,
donasi uang untuk kegiatan sosial kemanusiaan, dan total alokasi waktu untuk menjadi
relawan.

Data dari CAF menunjukkan 78% masyarakat Indonesia mendonasikan uangnya untuk
kegiatan sosial artinya ada 144 juta penduduk Indonesia yang aktif sebagai donatur
dengan berbagai levelnya, jumlah ini bahkan hampir mendekati jumlah pengguna internet
yang berjumlah 171, 18 Juta ditahun yang sama (APJII, 2018), hal ini menunjukkan ada
potensi yang belum dioptimalkan secara maksimal.

Maka Kajian Indeks Pembangunan Zakatnomics mencoba menstimulus potensi-potensi


tersebut melalui pengembangan pilar-pilar zakatnomics yang terdiri dari ketakwaan,
produktivitas, keadilan ekonomi makro yang menciptakan perkembangan ekonomi syariah
yang menjadi cita-cita kita dan hadirnya peran zakat beserta efisisensi dan efektifitas
kelembagaannya. Penentuan indikator ditiap pilar zakatnomics penting dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh pilar pembangunan zakatnomics terimplementasikan disuatu
daerah, dengan asumsi bahwa peningkatan pilar zakatnomics akan berimbas pada

8 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
PENDAHULUAN

I
peningkatan pengumpulan dana zakat dan semakin tersebarnya semesta kebajikan zakat
diseluruh pelosok negeri.

Dalam kajian zakatnomics sebelumnya telah dideskripsikan konsep dasar Zakatnomics,


dan potensi zakatnomics diberbagai sektor. Maka tindak lanjut dari kajian-kajian tersebut
indeks IPZN diperlukan untuk mengukur perkembangan zakatnomics suatu daerah
berdasarkan peran sentral maqoshid syariah yang terdiri dari menjaga harta, jiwa, akal,
keturunan dan harta serta sesuai dengan visi dan misi Baznas sebagai lembaga zakat
nasional. IPZN akan mengkaji hubungan Kajian Indeks Zakat sebelumnya yang terkait
dengan pengembangan zakatnomics seperti IZN (indeks Zakat nasional), Indeks Rawan
Pemurtadan, Indekz Literasi Zakat dan lain sebagainya.

Berdasarkan latar belakang diatas, Indeks Pembangunan Zakatnomics dibuat untuk


mengukur seberapa jauh nilai-nilai luhur syariat zakat berupa ketakwaan, budaya produktif,
keadilan ekonomi dan kelembagaan zakat berhasil diterapkan. Hasilnya akan menjadi
bagian dari masukan BAZNAS untuk mengukur efektifitas program pengumpulan, distribusi
dan pemberdayaan zakat disuatu daerah.

1.2. TUJUAN PENULISAN


Indeks Pembangunan Zakatnomics ini diharapkan dapat diterapkan oleh BAZNAS pusat
maupun daerah serta para stakeholder lainnya untuk mendeskripsikan dan mengembangkan
pilar-pilar zakatnomics didaerahnya masing-masing. Hasil indeks ini akan mendeskripsikan
bagaimana pilar-pilar zakatnomics dikembangkan untuk memacu potensi semesta
kebajikan zakat terhadap perkembangan ekonomi suatu daerah. Secara spesifik tujuan
dari pelaksanaan kajian Indeks Pembangunan zakatnomics ini adalah:

1. Menentukan indikator-indikator yang tepat untuk setiap dimensi dan variabel


2. Menganalisis dan membuat indeks pembangunan zakatnomics menjadi alat ukur
yang reliabel, teruji validitasnya serta mudah diterapkan.
3. Membuat Model Pengukuran Perkembangan Pembangunan Daerah Secara Holistik
yang menggabungkan unsur Materi dan Spiritual sebagaimana terangkum dalam
prinsip Maqasid al-Syariah meliputi menjaga agama, jiwa, akal, harta dan keturunan

1.3. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode yang mengkombinasikan
metode kualitatif dan kuantitatif (mixed method). Metode ini memberikan keluasan
kepada peneliti untuk menyajikan kajian data secara deskriptif yang dilengkapi dengan
ciri khas kuantitatif berupa angka, grafik chart dan semisalnya. Tahap awal kajian

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 9


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

ini dimulai dari pengumpulan data kualitatif berupa kajian pustaka untuk menetukan
indikator awal, kemudian FGD dilakukan kepada para pakar zakat dalam hal ini
internal Baznas, baik jajaran direksi maupun anggota. Hasil FGD kemudian di analisis
menggunakan alat ANP (Analytic Network Process) untuk melihat rater agreement
masing-masing narasumber. Hal ini dialkukan untuk mendapatkan indikator dan variabel
yang reliabel dan valid untuk setiap dimensi indeks pembangunan zakatnomics untuk
dibisa diterapkan.

Menelaah Kajian terdahulu


STUDI untuk menentukan indikator dan
PUSTAKA variabel pada tiap dimensi

Survey pakar berdasarkan purposive


FGD 1 sampling, untuk menguji validitas
indikator yang dibuat di tahap pertama

Hasil FGD di analisa dengan metode


ANALISA ANP untuk melihat rater agreemnet para
ANP pakar pada setiap variable dan indikator

Sumber: Dokumen Peneliti

Gambar 5 Tahapan Penelitian

Setelah mendapatkan indikator dan variabel yang tepat untuk setiap dimensi dilakukan
FGD kedua untuk dilakukan pembobotan pada masing-masing dimensi, indikator dan
variabel dengan metode multi stage weighted index.

Dalam penyusunannya, Indeks Pembangunan Zakatnomics merujuk pada metode Sakaran


(2000, pp. 176-195). Secara operasional, metode Sakaran mampu menjelaskan unsur-unsur
yang akan diukur melalui penelitian tersebut. Hal ini dilakukan dengan mengamati perilaku
dimensi-dimensi yang tergambar melalui konsep yang telah dijelaskan. Dimensi-dimensi
tersebut akan diterjemahkan ke dalam unsur-unsur turunan yang dapat diobservasi dan
lebih terukur, sehingga dapat membentuk index-index pengukuran.

10 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
PENDAHULUAN

I
Berdasarkan metode Sakaran, karakteristik perilaku-perilaku yang diukur diturunkan ke
dalam suatu konsep, yang dinotasikan sebagai (C). Konsep akan diturunkan lagi ke
dalam beberapa dimensi yang akan lebih mudah diamati dan terukur, yang dinotasikan
dengan (D). Dimensi akan diturunkan kembali ke dalam beberapa unsur yang lebih jelas
pengukurannya, yang dinotasikan dengan (E).

Sebagaimana yang dipaparkan Mustofa Ali (2008) mengenai contoh metode Sakaran yaitu
dengan menggambarkan perilaku haus yang dialami seseorang. Perilaku haus adalah
konsep (C) dalam metode ini. Agar dapat diukur, perilaku haus diamati melalui seberapa

sering seseorang meminum cairan, yang dalam hal ini disebut dimensi (D). Dimensi agar
lebih jelas pengukurannya, maka diturunkan lagi pada unsur-unsur yang lebih terukur,
misalnya mengukur berapa gelas cairan yang telah dihabiskan oleh orang tersebut untuk
menghilangkan hausnya.

Inilah yang dimaksud dengan pengukuran perilaku berdasarkan karakter atau kriteria
tertentu dalam metode Sakaran. Metode Sakaran dapat diilustrasikan melalui gambar
di bawah ini, dimana D untuk dimensi dan E untuk elemen (unsur).

KONSEP
D D

D D
E D

E
E E

Sumber: Dokumen Peneliti

Gambar 6 Konsep Metode Sekaran untuk Indeksasi

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 11


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Dengan menggunakan metode Sekaran, maka indikator Zakatnomics yang telah


dijelaskan sebelum pada bagian kedua yang meliputi: pilar iman dan ketakwaan,
produktifitas, keadilan ekonomi dan kelembagaan zakat dapat dijelaskan secara
operasional. Masing-masing tujuan diterjemahkan sebagai konsep (C). Kemudian
dengan karakteristik tertentu diturunkan ke dalam beberapa dimensi yang terukur
(D). Dimensi ini secara jelas akan diturunkan lagi ke dalam unsur-unsur tertentu yang
dapat dengan mudah diukur (E).

Pilar zakatnomics yang empat berikut indikator masing-masing tersebut dipilih karena
memenuhi beberapa kriteria dalam penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Pembahasan mengenai tujuan-tujuan zakatnomics yang lebih mendekati nilai-nilai
Islam (syariah) dapat diwakili melalui rasio-rasio ini. Dimensi dan unsur dapat dengan
mudah diidentifikasi melalui tujuan-tujuan tersebut.
2. Penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti permasalahan identik juga mengguna-
kan rasio-rasio yang sama dalam pengukuran, baik untuk tataran daerah maupun
kota. Sehingga dapat diimplementasikan pada kedua fokus tersebut.
3. Data yang akan dikumpulkan oleh peneliti jauh lebih mudah, dikarenakan sumber
datanya adalah data sekunder bukan data primer.
4. Kemungkinan mengukur implementasi konsep maqasid syariah lebih akurat dengan
menggunakan rasio-rasio ini.

Adapun untuk metode pembobotan dalam riset ini, akan menggunakan metode ANP
yang dikembangkan oleh Saaty (2003). Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian
dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis
disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga
mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta feedback nya secara sistematik.
Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan
validasi atas pengalaman empirical.

ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain:
1. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan
pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan
berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC
(EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya
1/5 dari besar A.
2. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam
struktur kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang
dapat menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen
pendukung yang mempengaruhi keputusan.

12 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
PENDAHULUAN

I
Tabel 2. Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik

Definition Intensity of Importance

Equal Importance 1

Weak 2

Moderate importance 3
Moderate plus 4
Strong importance 5
Strong Plus 6
Very strong or
7
demonstrated importance
Very, very strong 8

Extreme importance 9

Sumber: Saaty, 2006

3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1]
dan sebagai ukuran dominasi relatif.
4. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam
komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 13


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

14 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


II
B

ZAKATNOMICS
BA

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 15


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

P ilar-pilar dalam indeks pembangunan zakatnomics terdiri dari 4 pilar, yang bilamana
keempat pilar ini dapat berdiri kokoh maka bangunan zakatnomics akan tumbuh dan
berkembang. Maka pengokohan pilar tersebut harus diejawantahkan dalam dimensi dan
variabel yang terukur yang tentunya memiliki landasan teori yang kuat, yang merupakan
kombinasi dari sumber normatif literatur Islam dan sumber empiris dari literatur ilmiah
dari jurnal pendukungnya.

Untuk melihat keterkaitan antara pilar, dimensi dan variable dalam Zakatnomics, peneliti
menggunakan model Causal Loop Diagram (CLD) atau diagram sebab akibat yang
menjelaskan positif negative hubungan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Menurut
Haraldsoon HV, (2004) secara alami segala sesuatu berhubungan dengan sesuatu lainnya
dalam suatu interaksi jaringan yang kompleks, itulah yang disebut behaviour. Maka untuk
menangkap fraksi dari hubungan antar faktor dibutuhkan isolasi pada isu-isu yang akan
diobservasi dan dikonfirmasi dalam suatu Thinking Model System. Seperti analogi hutan
sebagai ilmu ekonomi, lalu pepohonan kurma sebagai ekonomi Islam dan buah serta
oase disekitar pohon kurma sebagai zakatnomics.

Diantara thinking model system tersebut adalah Model Causal Loop Diagram (CLD) yang
mendeskripsikan kompleksitas suatu sistem dalam bentuk diagram berupa garis lengkung
berpanah yang menjadi jembatan antara faktor. Pada setiap panah terdapat tanda “S”
dan “O” atau + dan “–“.Tanda “S” menunjukan hubungan positif atau saling menguatkan,
yaitu bila faktor sebab atau faktor yang mempengaruhi meningkat, maka faktor akibat
atau faktor yang dipengaruhi turut meningkat. Begitu pun sebaliknya dengan tanda “O”.
(Sterman, J. D, 2000).

+ +
Birth Rate Population Death Rate
+

Sumber: Dokumen Peneliti

Gambar 7 Diagram Hubungan Sebab Akibat

16 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
2.1 PILAR 1 (SPIRITUALITAS)
Spiritualitas merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Spiritualitas
didefinisikan sebagai kata lain dari keimanan. Dalam kitab Lum’at al-I’tiqad, karangan Imam
Ibnu Qudamah al-Maqdisi menjelaskan bahwa hakikat iman adalah ucapan lisan, perbuatan
anggota badan dan keyakinan hati, bertambah kuat dengan ketaatan kepada Allah SWT
dan berkurang dengan bermaksiat kepadanya. Dalam tafsir ibnu katsir pada QS 2;2, Iman
menurut pengertian syar’i tidaklah bisa terwujud kecuali dengan adanya keyakinan, perkataan
dan perbuatan. Bahkan Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hambal dan Abu ‘Ubaid sepakat
bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.
Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa
ilaha illallah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan
sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).

Dalam Fathul Bari (1: 77) karangan Ibnu hajar al Asqolany mendeskripsikan 70 cabang
iman tersebut, 24 diantaranya berupa amalan hati, 7 amalan lisan, dan 38 amalan anggota
badan, termasuk diantaranya adalah zakat, sikap dermawan, menegakkan pemerintahan
yang adil, mendidik anak secara islami, menyambung tali silaturrahmi dan bersikap kasih
sayang dengan sesama manusia.

Didalam nash ada beberapa petunjuk untuk mengukur keimanan seseorang, misalnya
dalam shohih bukhori ada 40 hadits dalam kitabul-iman yang memberikan tips bagaimana
cara meningkatkan keimanan. Selain itu ada beberapa nash dari quran yang tidak
semuanya dapat terukur secara kuantitatif, maka diperlukan penguatan sumber jurnal
sebagai landasan empiris, namun.

Maka berdasarkan ketersediaan dan karakteristik data yang tersedia, kajian ini membagi
dimensi spiritualitas tersebut ke dalam 4 dimensi, yaitu hubungan vertikal, hubugan
horizontal, sarana dan prasarana serta peran aktif pemerintah dibidang keIslaman dengan
definisi dan referensi yang akan dijelaskan selanjutnya.

2.1.1. Dimensi Hubungan Vertikal


Dimensi hubungan vertikal didefinisikan sebagai dimensi yang menggambarkan hubungan
manusia dengan Allah dalam konteks ibadah, banyak dalil yang menjelaskan tentang
bagaimana ibadah dapat menguatkan iman diantaranya Dalil al-Quran:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah
iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal
(Al-Anfal; 2)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 17


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Ayat tersebut menjelaskan tingkat literasi Quran merupakan salah satu indikator keimanan
seseorang dan hal tersebut juga menjadi bagian dari komponen dakwah pembentuk
Indeks Desa Zakat untuk kategori pengetahuan agama masyarakat (IDZ, 2018).

Dalam model CIBEST yang diprakarsai oleh Beik & Arshanty (2015), selain Material
Poverty line, ada Spritual Poverty Line yang digunakan untuk mengukur kemiskinan dari
sudut pandang spiritual. Alat ukur dalam metode ini adalah shalat, puasa, zakat dan
infak, lingkungan keluarga dan kebijakan pemerintah. Kelima variabel tersebut memiliki
hubungan satu sama lain (IZN, 2018) Model ini juga bagian dari komponen Indeks Zakat
Nasional dan Kesejahteraan Mustahik.

Iman yang kuat, selanjutnya akan menjadi benteng tebal bagi seorang muslim untuk
istiqomah menjaga aqidahnya. Bila aqidahnya lemah, maka ia akan cenderung rawan
terhadap pemurtadan. Murtad artinya adalah seseorang keluar dari Islam. Ada korelasi
antara iman dan keluarnya seseorang dari Islam karena lemahnya iman tidak akan
mengakibatkan seseorang menjadi murtad. Tetapi, seorang murtad sudah dapat dipastikan
karena lemahnya iman yang dimiliki (IRP, 2018)

Berdasarkan IRP (2018) ada 6 faktor yang dapat mengukur rawannya suatu daerah
dari ancaman pemurtadan yaitu ekonomi, pendidikan, akses informasi, sosial budaya,
psikologis dan agama.

2.1.2. Dimensi Hubungan Horizontal


DImensi Hubungan Horizontal didefinisikan sebagai hubungan antara manusia, Islam
menganjurkan toleransi, berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama manusia.
Dari Abdullah bin Amru bahwa seorang laki-laki bertanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Islam yang bagaimana yang paling baik?” Beliau menjawab:
“Kamu memberi makan, dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu
kenal dan orang yang tidak kamu kenal (HR Muslim no 56).

Imbas dari hubungan yang baik antar manusia adalah meningkatnya kebahagiaan suatu daerah,
salah satu ukuran yang dapat digunakan adalah Indeks kebahagiaan BPS yang memiliki 3
indikator yaitu kepuasan hidup, makna hidup dan perasaan. Selain itu hubungan yang baik
antar manusia akan menimbulkan ketenangan dan keamanan dimasyarakat, diantara indikator
yang dapat dikur adalah indeks kejahatan dan jumlah pos keamanan (Vulandari, 2016).

Dalil Hadits:
Dari Abdullah bin ‘Amru dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Seorang
muslim adalah orang yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya,

18 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh
Allah" (HR Bukhori, 9).

Tolak ukur keimanan lainnya adalah kebersihan. Hampir setiap kitab fiqh menyampaikan
bab Thoharoh diawal pembahasan, artinya kebersihan dan kesucian adalah mutlak untuk
menjaga kemurnian ibadah, bahkan seseorang yang muallaf (salah satu dari 8 ashnaf)
disunnahkan untuk mandi besar saat pertama kali masuk Islam. Diantara dalil kebersihan
dapat mencerminkan keimanan adalah
“Dan pakaianmu sucikanlah” (QS. al-Muddattsir: 4)
“Kesucian/bersuci merupakan sebagian dari Iman” (HR. Muslim: 328).

Dalam Islam air adalah aspek yang paling penting dalam fiqh thoharoh dan kebersihan.
Maka indikator kebersihan suatu daerah sangat penting dilakukan, salah satunya dengan
nilai WQI (Water Quality Index) yang dihitung berdasarkan variabel fuzzy pada DO (dissolved
oxygen), BOD (biological oxygen demand), AH (ammoniacal nitrogen), SS (suspended
solid) dan pH (Bai, et al, 2009)

2.1.3. Dimensi Dukungan Infrastruktur


A. Jumlah Masjid
Dalam IDZ (2018), jumlah masjid termasuk dalam komponen pembentuk IDZ dalam
dimensi dakwah. Nurul Jannah (2016) menyebutkan bahwa revitalisasi fungsi dan peran
masjid memiliki dimensi ibadah, pendidikan, dakwah, ekonomi, sosial, politik, kesehatan
dan tekhnologi. Sedangkan penelitian Qodaruddin et al (2016) menghasilkan masjid
dapat berfungsi meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas
SDM melalui kegiatan sosial dan ekonomi berbasis masjid.

Jumlah masjid ini juga mengindikasikan bagaimana kepedulian masyarakatnya dalam


membangun rumah Allah, dan bagaimana dakwah dapat lebih banyak tersebar. Pulau
Lombok, sebagaimana di kutip umroh.com (2019) diantara salau satu variabel yang
menjadikannya tujuan utama destinasi halal dunia karena pulau tersebut terkenal dengan
sebutan pulau 1001 masjid.
Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang
beriman kepada Allâh dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allâh, maka
merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk
(dari Allâh)” (At-Taubah:18)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 19


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

B. Lembaga Pendidikan Islam non Pesantren


Menurut Achmadi (2010) segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan
fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya
manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam adalah esensi dari pendidikan dalam
Islam. Dalam prakteknya pendidikan Islam terbagi menjadi 2 yaitu pesantren dan
non pesantren.

Lembaga pendidikan Islam non pesantren dalam hal ini adalah sekolah Islam terpadu
baik dari jenjang Paud, TK, SD, SMP dan SMA yang disertai lembaga pendidikan Islam
lainnya. Menurut Salam S (1965), ada hubungan timbal balik antara gerakan amal
usaha dan perkembangan dunia pendidikan. Konsep pendidikan ini didominasi oleh
Muhammadiyah yang memiliki Majelis khusus untuk pengentasan masalah kemiskinan
dan kesejahteraan masyarakat (PKU) dan majelis Ekonomi serta Majlis wakaf dan
kehartabendaan.

C. Lembaga Pendidikan Pesantren


Pesantren adalah lembaga pendidikan religius yang berpengaruh besar terhadap kehidupan
sosial masyarakat dan turut mencerdaskan bangsa tanpa melupakan aspek moral
dan Iman (Aspandi, 2015) Lembaga pendidikan pesantren didominasi oleh Nahdhotul
Ulama yang merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia. Menurut Kuntowijoyo (1950),
Pesantren mendasarkan pendanaan operasionalnya dari infaq, shodaqoh dan wakaf yang
dikoordinir oleh lajnah waqafiyah (didirikan tahun 1939) namun dalam prakteknya wakaf
tersebut dikelola langsung oleh para kyai atau salah seorang keluarga yang ditunjuk. Ini
dikarenakan Pesantren sebagai lembaga Pendidikan berkembang sendiri dengan kulturnya
dan peran kharisma Kyai.

2.1.4. Dimensi Dukungan Regulasi


A. Jumlah Perda Syariah
Alim, M (2010) menyebutkan perda syariah harus dijalankan masyarakat Indonesia
selama tidak bertentangan dengan Quran dan Sunnah, bahkan ia menyarankan
agar perda syariah dijadikan bahan pertimbangan di dalam UUD 1945. Hal tersebut
sebagai cara pemerintah untuk menerapkan hukum Islam di daerahnya masing-masing
(Syafingi, 2012). Sebagaimana Perda Sumatera Barat No. 3/2007 tentang Pendidikan
Al-Qur’an dan Perda Bulukumba Sulawesi Selatan No. 6/2003 tentang Pandai Baca
Al-Qur’an bagi Siswa dan Calon Pengantin merupakan bentuk implementasi otonomi
daerah untuk menjaga norma agama dan adat ditengah arus globalisasi (Achmad
RF et al, 2015).

20 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
B. Bantuan ke Lembaga Pendidikan Islam
Badruddin et al (2012) menyebutkan sejak pesantren masuk dalam UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka pesantren berada dalam pusaran tarik
menarik kepentingan antara masyarakat dengan Pemerintah karena ketidak jelasan
regulasi dan alokasi anggaran, jadi sangat bergantung pada kebijakan pemda setempat.

Sebagaimana yang dilakukan di Kabupaten Malang, penyaluran pembiayaan dana BOS


pada pendidikan pondok pesantren berjalan sesuai dengan alurnya dan terbukti dapat
meningkatkan prestasi santri (Mazidah S, 2018). Berbeda halnya dengan penelitian yang
dilakukan Irawan dan Noval (2019) yang menemukan salah satu MTS di Kabupaten
Bandung yang mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber dana pendidikan.

Dalam konteks maqoshid syariah, Peran pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam
adalah sebagai bentuk dukungan untuk menjaga agama dan akal masyarakatnya.

C. Mengukur Indeks Korupsi


Nur Kholis (2013) melihat ada hubungan antara politik dan perkembangan praktik
ekonomi Islam disuatu daerah dalam konteks menjaga harta dalam maqoshid syariah.
Diantara indikator kuantitatif yang dapat digunakan adalah index persepsi Korupsi,
Indeks ini digunakan sebagai alat ukur tingkat keparahan atau kebersihan suatu daerah
dari korupsi (TII, 2019) yag alinnya adalah indeks prilaku anti Korupsi yang diterbitjan
oleh BPS dengan nilai IPAK berkisar antar 0-5, semakian besar nilainya, semakin tinggi
kepedulian masyaraktanya terhadap prliku anti korupsi (BPS, 2020).

D. Tingkat Integritas
Dari Abu hurairah Rasulullah bersabda,
Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.” (HR.
Muslim no. 101)

Hadist diatas menjelaskan tidak termasuk golongan orang yang beriman orang yang
berlaku curang termasuk korupsi, Rehman dan Askari (2010) menjadikan indeks korupsi
sebagai salah satu indikator indeks ekonomi Islam suatu negara.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 21


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

2.2 PILAR 2 (PRODUKTIFITAS)


Marvin E. Mundel (1983) mendefinisikan Produktivitas sebagai rasio dari keluaran yang
dihasilkan dan digunakan diluar organisasi dengan sumber-sumber daya yang digunakan,
dibagi dengan rasio yang sama dari suatu periode dasar. Sedangkan menurut George J.
Washin (1980), Produktivitas mengandung 2 konsep utama yaitu efisien dan efektivitas.
Efisiensi dapat mengukur sumber daya, baik dari manusia, keuangan, atau dari alam yang
dibutuhkan guna memenuhi tingkat dari pelayanan yang diinginkan, efektivitas adalah
mengukur dalam segi hasil mutu pelayanan yang telah dicapai.

Konsep efisiensi dalam definisi produktivitas George J Washin, sangat berhubungan erat
dengan kualitas SDM, sedangkan konsep efektifitas sangat berhubungan erat dengan
pencapaian program pemerintah yang berperan sebagai motor penggerak daya saing
dan kualitas SDM. Sedangkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat menjadi tolak
ukur secara kuantitatif dari output yang dihasilkan suatu daerah dari input APBD pada
suatu periode tertentu.

2.2.1. Dimensi Daya Saing


Commission of Europe membuat indeks daya saing daerah (Regional Competitiveness
Index) (2013) yang dibagi dalam 3 variabel:
a. Institusi, stabilitas makroekonomi, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan dasar.
b. Efisiensi: pendidikan tinggi, efisiensi tenaga kerja, ukuran pasar.
c. Inovasi: kesiapan tekhnologi, bisnis yang terkini, dan inovasi

Nur Afinah S, Roychansyah (2016) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat
daya saing dengan tingkat kreativitas. Adapun kecenderungan yang didapatkan adalah
klasifikasi besaran kota memengaruhi hasil pemeringkatan yakni kota-kota metropolitan
memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dibanding daerah lainnya dipulau Jawa.

Senada dengan hal tersebut, Teori Vernon memperkenalkan pentingnya inovasi guna
memenangkan daya saing internasional menjadi model banyak perusahaan-perusahaan
di dunia.

2.2.2. Dimensi Budaya Produktif


Penelitian yang dilakukan Baumol, (1996) menunjukkan ada hubungan antara kegiatan
usaha dan budaya produktifitas didalam masyarakatnya, studi yang mengambil sample
masyarakat Roma Kuno, China, dan Eropa dimasa renaissance menemukan bahwa
kebijakan penguasa juga memengaruhi kesempatan masyarakat untuk berwirausaha.

22 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
Selain itu budaya yang tertanam didalam seorang pengusaha juga akan mempengaruhi
keseluruhan pengendalian manajemen yang diterapkan oleh wirausahawan tersebut
khususnya tingkat produktvitas dan kewirausahaan (Rianti, 2109)

Produktifitas suatu daerah dapat diukur dari pertumbuhan pendapatan Asli suatu daerah
dari tahun ke tahun (Hamzah, 2015), hal ini mengindikasikan kinerja keuangan daerah
yang baik yang dapat mencerminkan kemandirian ekonomi suatu daerah (Pilat dan Moras,
2017), sedangkan Nasir MS (2019) ada hubungan positif antara peningkatan PAD dan
PDRB. Model kuantifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:

PADn – PADn – 1
x 100%
PADn

2.2.3. Dimensi Kualitas SDM


Kualitas SDM berhubungan secara siginifikan dengan daya saing sebagaimana hasil
riset Adam L (2017) pembangunan SDM secara berjangka sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di ASEAN, hal ini bisa diukur dari
Indeks Pembangunan Manusia yang dikeluarkan oleh BPS. Namun kini ada IPM Islami
yang merupakan modifikasi yang dibuat oleh Nurzaman, M. S. (2016,)

Menurut Abdullah et al, (2015). zakat dalam terminologi ekonomi memiliki efek positif
pada aggregate konsumsi, tabungan, investasi, aggregate supply tenaga kerja, pengentasan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, artinya dapat meningkatkan jumlah pengusaha
dan skala usahanya.

Daya saing juga dapat dilihat dari hubungan antara pertumbuhan demografi dan
pertumbuhan ekonomi (Kelley & Schmidt, 1995), dan tentunya tingkat Pendidikan suatu
daerah yang dapat diukur melalui angka partisipasi murni BPS.

2.2.4. Dimensi Peran Pemerintah


A. Program Pelatihan Skill dan Keterampilan,
Menurut (World Bank, 2010) tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan khusus
cenderung memiliki produktivitas yang umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
tenaga kerja berketerampilan khusus. Maka dibutuhkan pelatihan skill dan keterampilan
untuk meningkatkan produktifitas suatu daerah.

Menurut Wijayanto dan Ode (2019), tenaga kerja merupakan salah satu sumberdaya yang
sangat penting dalam mendorong pertumbuhan dan kemajuan ekonomi suatu negara.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 23


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Diantara kendala dalam penciptaan lapangan kerja adalah birokrasi pembukaan usaha
baru, daya saing tenaga kerja dan aspek kelembagaan.

B. Visi Pembangunan
Menurut Porter (1990) dalam Cho dan Moon (2003) kesuksesan dan daya saing industri
dapat diukur dari visi dan misi yang jelas, dinamis dan sesuai dengan pola permintaan,
strategi perusahaan dan struktur persaingan, serta industri pendukung dan industri terkait.

2.3 PILAR 3 (ASAS EKONOMI HALAL)


Dalam kajian ini, Pilar Asas Ekonomi Halal didefiniskan sebagai kegiatan ekonomi yang
tidak terlepas dari aspek-aspek halal. Dalam konteks nilai-nilai universal, Ekonomi Halal
dipandang sebagai aktifitas ekonomi yang jauh dari praktik-praktik yang memberikan
dampak negatif bagi para pelakunya, sehingga ekonomi halal dipandang sebagai ekonomi
yang berkeadilan. Greater London Authority (GLA) mendifinisikan keadilan ekonomi
adalah ketika semua penduduk mendapatkan keuntungan dari kesuksesan suatu daerah,
yang dibuktikan dengan kesempatan dan kesejahteraan yang terbagi rata. Tema ini juga
pernah disampaikan oleh Mantan Presiden USA Obama (2012), menurutnya, “keadilan”
tidak mengalir dari peluang dan kebebasan individu, tetapi kebijakan pemerintah, program
pendidikan, peraturan ekonomi, dan pengeluaran infrastruktur, kebijakan pajak pada orang
kaya untuk membayar “investasi” tersebut.

Menurut Suryani (2011), Konsep keadilan ekonomi dalam Islam berbeda secara mendasar
dengan konsep keadilan dalam kapitalisme dan sosialisme. Keadilan ekonomi dalam Islam,
selain didasarkan pada komitmen spritual, juga didasarkan atas konsep persaudaraan
universal sesama manusia yang lebih meprioritaskan pada pengentasana kemiskinan,
pengurangan pengangguran dan pemerataan kesejahteraan melalui instrument keuangan
sosial Islam.

2.3.1. Dimensi Distribusi Pendapatan


A. Gini Ratio
Menurut Smith & Todaro (2012) ketimpangan pendapatan adalah munculnya perbedaan
pendapatan yang dihasilkan oleh sebagian masyarakat dengan lainnya hingga terjadi
ketidakmerataan distribusi pendapatan suatu negara.

Dumairy (1997) mengatakan untuk menilai tingkat keparahan dari ketimpangan pendapatan
dapat diukur melalui kurva lorenz dan indeks gini. Kurva Lorenz diciptakan oleh Conrad
Lorenz pada tahun 1905. Kurva ini menggambarkan hubungan antara jumlah penduduk

24 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
dan distribusi pendapatan. Sedangkan Indeks Gini atau Koefisien Gini adalah hasil
kuantifikasi dari Konsep Kurva Lorenz yang diciptakan oleh Corrado Gini di tahun 1912.
berikut model kuantifikasi pada gini ratio.

GR = 1 - ∑fi [Yi + Yi-1]


fi = jumlah (%) penerima pendapatan kelas ke i.
Yi = jumlah kumulatif (%) pendapatan kelas ke i.

Nilai GR terletak antara nol sampai dengan satu. Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan
merata sempurna, artinya setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang
lainnya. Bila GR = 1 artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan
itu hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.

B. Indeks Atkinson
Indeks Atkinson adalah dikembangkan oleh Anthony Barnes Atkinson. Pengukuran indeks
Atkinson dimulai dengan konsep EDE (Equally Distributed Equivalent) yaitu level pendapatan
yang jika pendapatan tersebut dihasilkan oleh per kapita dalam distribusi pendapatan,
maka semua individu tersebut dimungkinkan untuk mencapai level kesejahteraan yang
sama. Nilai indeks Atkinson berkisar antara nol sampai satu, satu mengindikasikan
kesenjangan yang sangat tinggi dan sebaliknya.

A(e) = Indeks Atkinson


Yi = PDRB Per kapita Per kabuapaten
Yede = Level PEndapatan EDE
E = Parameter KEsenjangan
Y = Rata2 PDRB perkapita

C. Elastisitas PAD pada PDRB


Menurut Case dan Fair (2007: 109) dalam ilmu ekonomi, dapat diketahui perubahan
suatu variabel, seperti harga barang atau suku bunga cenderung mempengaruhi prilaku.
Elastisitas dalam kajian ini adalah rasio pertumbuhan PAD dengan pertumbuhan PDRB.
Rasio ini bertujuan melihat sensitifitas atau elastisitas PAD terhadap perkembangan
ekonomi suatu daerah. Metode ini umum dilakukan untuk mengukur kekuatan ekonomi

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 25


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

suatu daerah sebagaimana yang dilakukan Walidi (2006), Muslim Sarip (2010) dan Hamzah
(2015). Analisis ini akan melihat bagaimana peningkatan PAD memiliki hubungan yang
positif dengan PDRB. Model Kuantifikasinya dapat ditunjukkan sebagai berikut:

PADn – PADn – 1
PADRBn – PDRBn–1

2.3.2. Dimensi Kemudahan Akses Ekonomi


Rehman dan Askari (2010) mengukur index negara Islami didunia melalui 4 gabungan
index diantaranya adalah index ekonomi Islam (EI2), Legal and Governance Islamicity
Index (LGI2), Human and Political Rights Islamicity Index (HPI2), dan International Relations
Islamicity Index (IRI2). diantara kompenen dalam index tersebut adalah equal acces to
employment, equal acces to education, dan equal acces to financial service dalam EI2
serta equal acces to health & social service dalam HPI2

2.3.3. Dimensi Perkembangan Industri Halal


Perkembangan Industri Halal suatu daerah adalah potret dari berkembangnya sektor riil
ekonomi Islam yang merupakan sumber demand yang sangat potensial bagi pembiayaan
instrumen keuangan syariah dengan berbagai variannya.

Sayekti (2014) menilai jaminan produk halal atas suatu produk sangat dibutuhkan dalam
perkembangan industri Halal baik dengan fasilitas Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan
dan Kosmetika MUI (LPPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Menurut Global Islamic Economy Indicator (GIEI, 2018) ada 6 indikator dalam mengukur
perkembangan industri halal di Indonesia, 5 diantaranya bergerak disektor riil, yaitu
perkembangan industri makanan halal yang bisa dibuktikan dengan jumlah industri makan
yang bersertifikasi halal, halal travel berupa destinasi wisata halal dan ketersediaan hotel halal
bersertifikasi, halal fashion, halal media dan recretioan serta kosmetik dan obat-obatan halal.

2.3.4. Dimensi Praktik Ekonomi Syariah


Dalam Indeks literasi keuangan syariah yang diterbitkan OJK, 2016. komponen bebas
riba merupakan salah satu alasan paling dominan yang dipilih 47,5% responden untuk
menggunakan layanan lembaga keuangan syariah. Dalam agama minimnya praktik riba
juga akan membuat praktik ekonomi pembangunan suatu daerah lebih berkah dan
berkembang karena dalam al-Baqoroh 276 Allah menyampaikan Riba adalah antitesa dari
sedekah. Rehman & Askari (2010) memasukkan Absence of interest indicator sebagai
salah satu sub kategori untuk mengukur Islamic Economic Index (IE2).

26 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
2.4 PILAR 4 (ZAKAT)
Dalam Indeks Literasi Zakat (2019) disebutkan tujuan ILZ sebagai alat ukur untuk
mengevaluasi keberhasilan program-program edukasi zakat yang dilaksanakan oleh institusi
zakat. Hal ini bisa menjadi bukti efektifitas program kelembagaan zakat didaerahnya
masing-masing. Menurut Ahmad Juwaini (2019) kemudahan semua stakeholder zakat
baik dari mustahik, muzakki, pemerintah, swasta dan masyarakat lainnya dalam berzakat
adalah poin utama untuk mewujudkan Indonesia Ramah zakat.

Lubis D, et al (2018) melakukan evaluasi performa institusi zakat dalam mengelola dan
zakat dan efek zakat bagi kesejahteraan mustahik di Yogyakarta. Sumber data adalah
primer melalui kuesioner yang disebar melalaui survey, metode analisis yang digunakan
adalah IZN (Indeks Zakat Nasional) yang diterbitkan oleh BAZNAS. Hasilnya menunjukkan
pengelolaan zakat di Yogyakarta cukup baik dengan nilai indeks 0.4338. Bastiar Y, Bahri
ES. (2019) menjelaskan secara deskriptif model-model yang dapat menjadi alat ukur
untuk meneliti efisiensi dana zakat berdasarkan kelebihan dan kekurangannya diantaranya
Indeks Desa Zakat (IDZ), Indeks Zakat Nasional (IZN), Center of Islamic Business and
Economic Studies (CIBEST), International Standard of Zakat Management (ISZM), dan
Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ).

Sulistyowati. (2018) mensintesis implementasi model Nasional Zakat Index selama 3


tahun 2016-2018 dengan menggunakan pendekatan kualitatif hasilnya model ini efektif
untuk mengukur efektifitas peran zakat dalam memberantas kemiskinan. Penelitian ini
juga menawarkan penembangan model baru dalam bentuk Integrasi model indeksi zakat
dan wakaf yang disebut National Zakat-Waqf Index (NZWI) yang selain mengukur peran
zakat dan Wakaf dalam memebrantas kemiskinan juga meningkatkan kesejahteraan sosial.
Dalam Index yang dikeluarkan oleh Charity Aid Foundation (CAF) diantara indikator
mengukur tingkat kedermawanan negara-negara didunia adalah menolong orang asing,
donasi uang untuk kegiatan sosial kemanusiaan, dan total alokasi waktu untuk menjadi
relawan. Index ini mengungkapkan bahwa selain peran donasi dalam bentuk uang, juga
ada peran donasi dalam bentuk tenaga, hal ini tentu sesuai dengan al Quran surat Shoof
ayat 10-11.

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu,
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Shoof 10-11)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 27


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

2.5 MAQOSHID SYARIAH DALAM ZAKATNOMICS


Maqoshid syariah berdasarkan tingkat kepentingannya terbagi menjadi 3 yaitu dhoruriyyah,
haajiyah dan tahsiniyyah. Dalam konteks zakat yang menjadi aspek dhoruriyyahnya adalah
terpenuhinya hak-hak 8 ashnaf sebagaimana perintah Allah dalam surat at-Taubah
ayat 60. Sedangkan dalam konteks infaq dan sedekah, aspek dhoruriyyahnya adalah
pemberdayaan kepada kerabat dan orang-orang sekitar para donatur, sebagaiamana
disampaikan dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Alkhudry dalam
Shohih Bukhari no 1462.

Pemenuhan hak-hak golongan diatas termasuk bagian dari menjaga keutuhan syariat
agama untuk diterapkan, sebagaimana yang pernah dilakukan khalifah Abu Bakar as
Shiddiq yang berusaha menjaga kemurnian agama Islam dengan memerangi golongan
yang enggan membayar zakat.

Aspek dhoruriyah dalam dalam konteks tujuannya/ maqoshid syariah terbagi menjadi lima
yaitu menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Semua tujuan ini dapat dianggap
sebagai first impact dari terimplementasinya konsep zakatnomics.

Hifzhu Diin

Dhoruriyah Hifzhu Nafs

Hifzhu 'Aql
Mashlahah Haajiyah

Hifzhu Maal

Tahsiniyyah
Hifzhu Nasl

Sumber: Mifrahi MN, Fakhrunnas F. (2018)


Gambar 8 Kerangka Mashalah Menurut Al Ghozali

Second impactnya adalah terpenuhinya maqoshid haajiyah yang bersifat sekunder


diantaranya kesejahteraan dan keamanan, bila semua ini sudah terpola dan menjadi
kebiasaan yang baik maka akan hadir third impactnya berupa terpenuhinya aspek

28 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
ZAKATNOMICS

II
tahsiniyyah, dimana pengajian banyak dilakukan serta angka kemiskinan dan pengangguran
sangat rendah sehingga dalam konteks daerah atau negara akan melahirkan baldatun
thoyyibatu wa robbun ghofuur, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam surat Saba’ ayat 15.
Ibnu Katsîr rahimahullah menjelaskan makna dari baldatun thoyyibatu warobbun ghofur:
“di negeri mereka sama sekali tidak ada lalat, nyamuk, kutu, dan hewan-hewan yang
berbisa. Hal itu karena cuaca yang baik, alam yang sehat, dan penjagaan dari Allâh,
agar mereka mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya”. [Tafsir Ibnu Katsîr, 6/507].

Itulah aspek tahsiniyyah yang Allah berikan sebagai balasan atas ketaatan mereka
terhadap hukum Allah.

Selain itu, di ayat lain disebutkan, puncak kesejahteraan suatu bangsa adalah keberkahan
yang Allah buka dari langit dan bumi. Sebagaimana Allah sebutkan dalam surat al-A’rof
no 96
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi……. “

Syarat dari keberkahan itu adalah iman dan takwa yang merupakan pilar pertama dari
zakatnomics. Sedangkan baldatun toyyibatun digambarkan dengan pemenuhan akses
ekonomi yang adil, penerapan ekonomi syariah disemua lini, termasuk diantaranya
meningkatnya produktifitas disektor industri halal dan bertambahnya jumlah muzakki
dan turunya persentase mustahik.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 29


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

30 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


DIMENSI, VARIABEL
III

SERTA INDIKATOR
B
BA

INDEKS PEMBANGUNAN
ZAKATNOMICS

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 31


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

D ari telaah pustaka dan acuan landasan teori pembentukan pilar-pilar pembangunan
zakatnomic dibab sebelumnya, maka dalam Bab ini pilar-pilar tersebut akan diturunkan
dalam bentuk Dimensi, Variabel dan Indikator yang terukur secara kuantitatif. Skala
likert digunakan untuk mendeskripsikan persentase impelementasi pilar pembangunan
zakatnomics suatu daerah.

Dimensi dan variable tersebut merupakan suatu kesatuan yang terhubung satu sama
lain. Maka untuk melihat hubungan antara pilar dan dimensi dalam zakatnomics maka
peneliti membuat suatu system berpikir yang sistematis dalam bentuk Causal Loop
Diagram, sebagai ringkasan umum dari hubungan sebab akibat antara dimensi-dimensi
yang muncul disetiap pilar zakatnomics.

Sumber: Dokumen Peneliti

Gambar 9 Diagram Causal Loop Zakatnomics

Hubungan sebab akibat dalam diagram tersebut bersifat positif, artinya bila satu dimensi
meningkat maka yang lainnya ikut meningkat. Selanjutnya untuk melihat peningkatan
masing-masing dimensi dalam pilar-pilar zakatnomics tersebut dapat diukur secara
kuantitatif pada sub bab selanjutnya.

32 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
III
DIMENSI, VARIABEL SERTA INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS

3.1. PILAR 1: SPIRITUALITAS


Pilar Pertama Zakatnomics adalah Iman dan Takwa. Berdasarakan tinjauan pustaka diatas,
pilar ini terdiri dari 4 Dimensi yaitu Dimensi Hubungan Vertikal, Hubungan Horizontal,
Dukungan Infrastruktur, serta Peran Pemerintah. Secara detail dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini:

Tabel 3 Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Spiritualitas

Pilar 1: Spiritualitas

Dimensi Variabel Referensi Indikator

Hubungan Vertikal Modified Spritual Beik & Arsyanti (2015)


(Ref: Al Asqolany Modifikasi Model CIBEST
Poverty Line IZN (2019)
IH (tt), Ibnu Katsir
(2004). QS Al Potensi Rawan
Anfal:2) (Puskas Baznas, 2018) IRP (Indeks Rawan Pemurtadan)
Pemurtadan

(Bai et al., 2009) Index Kuliatas Air (IKA) dan


Kebersihan
Hubungan IKLHK (2015 – 2018) Indeks Kualitas Udara (IKU)
Horizontal
(Ref: Muslim 56, (Vulandari, 2016)
Keamanan Tingkat Kriminalitas Suatu daerah
Bukhori 9, Ibnu BPS
Qudamah, 2000)
Kebahagiaan (OECD, 2013) BPS

(Suryani, 2010)
Jumlah Masjid (Alba, 2011) Rasio Jumlah Masjid Terhadap
dan Musholla IDZ (2018), JPM
Dukungan Qodaruddin et al (2016)
Infrastruktur
(Ref: QS Attaubah Lembaga
(Djaelani, 2013), Achmadi Rasio Jumlah LPI Non Pesantren
18, Nurul Jannah Pendidikan Islam
(2010), Salam S (1965) Terhadap JPM
(2016) non Pesantren

Jumlah Pesantren (Aspandi, 2015), Rasio Jumlah Pesantren


Kuntowijoyo (1950) Terhadap JPM (Kemenag & NU)

Peraturan daerah (Ansor et al., 2010), Jumlah Perda Syariah dalam


bernuansa Syariah Alim, M (2010) Kepemimpian Berjalan (Laporan
(Achmad RF et al, 2015) Kinerja DPRD dan Pemda)

Dukugan Regulasi Bantuan ke LPI (Verhoeven et al., 1999), Nilai Jumlah bantuan Pemerintah
(Ref: Kholish, N, dan Pesantren (Badruddin et al (2012), ke LPI (Laporan Keuangan &
2013) (Syafingi, (Mazidah S, 2018), Kinerja Pemda)
2012). Noval (2019)

Indeks Persepsi (Kalin & Siddiqui, 2016) Tingkat Intregitas Suatu Daerah
Korupsi (Shohih Muslim 101), Rehman (KPK dan BPS)
dan Askari (2010)

Sumber: Dokumen Peneliti

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 33


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

3.2. PILAR 2: PRODUKTIFITAS


Pilar Pembangunan Zakatnomics yang ke 2 adalah Produktifitas. Pilar ini terdiri dari 4
Dimensi yaitu Daya Saing, Budaya Produktif, Kualitas SDM dan Peran Pemerintah. Secara
detail dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4 Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Produktifitas

Pilar 2: Produktifitas

Dimensi Variabel Referensi Indikator

Pengelolaan Keuangan Daerah


Transparansi (Agustin & Arza, 2020)
(BPK)
Daya Saing
(Hong et al., 2014), Nur
(Ref: Regional Indeks Inovasi Daerah (Ref:
Inovasi dan Kreatifitas Afinah S, Roychansyah
Competitiveness Bekraf)
(2016)
Index, 2013)
Persentase Masyarakat Miskin
Kemiskinan (Renkow, 2000)
(BPS)

(Baumol, 1996) Rasio Jumlah Pengusaha


Jumlah Pengusaha
dengan JPM (Sensus BPS)
Budaya Produktif
(Ref: (Marvin E. Pertumbuhan Jumlah
(Rianti N, 2019) Menko UKM
Mundel (1983), UMKM
George J. Washin
(1980 (Chen & Fleisher, 1996)
PAD (Pendapatan Asli Tren Pertumbuhan PAD
Pilat & Moras, (2017),
Daerah) (Keuda dan BPS)
Nasir MS (2019)

IPM Islam Nurzaman, MS (2016) Modifikasi IPM BPS

Rasio Jumlah Penganggu-ran


Kualitas SDM (Adam Tingkat Penganggu-ran (Obadan & Odusola, 2000) terhadap JPM (Kemenaker/
L (2017), (Groot et BPS)
al., 2004)
Demografi dan (Kelley & Schmidt, 1995) Rasio Pertumbuhan Penduduk
Ekonomi dan Ekonomi (BPS)

Tingkat APM/ APS BPS BPS

Alokasi APBD untuk Pelatihan


Pelatihan Skill & (Kattuah, 2013), World
tenaga Kerja (Lap Kinerja
Keterampilan Bank (2010)
Pemda)
Peran Pemerintah
(Wijayanto & Ode Terdapat Visi dan Misi yang
(2019)) Prokopenko (Raynor, 1998) mendukung Produktifitas
Visi Pembangunan
J, 1987) (Cho dan Moon (2003) Ekonomi Daerah (Profil
Pemda)

Kemajuan Desa BPS Indeks Pembangunan Desa

Sumber: Dokumen Peneliti

34 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
III
DIMENSI, VARIABEL SERTA INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS

3.3. PILAR 3: ASAS EKONOMI HALAL


Pilar Pembangunan Zakatnomics yang ke 3 adalah Keadilan Ekonomi. Pilar ini terdiri dari
4 Dimensi yaitu Distribusi Pendapatan, Akses Ekonomi, Perkembangan Industri Halal dan
Praktik Ekonomi Syariah. Secara detail dapat dilihat dalam tabel dibawah ini

Tabel 5 Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Keadilan Ekonomi

Pilar 3: Keadilan Ekonomi

Dimensi Variabel Referensi Indikator

hubungan antara jumlah


Gini Ratio / Index Dumairy (1997)/
penduduk dan distribusi
Distribusi Pendapatan Atkinson Atkinson(1987)
(Ref: QS: Al Hasyr: pendapatan.
7) Smith & Todaro Case dan Fair (2007) Sensitifitas PAD terhadap
(2012) Elastisitas PAD terhadap
Hamzah (2015), Sarip perkembangan ekonomi
PDRB
(2010) daerah.

Equal acces to Rehman dan Askari Rasio Partisipasi


employment (2010) Kerja(Kemenaker, BPS)

Equal Acces to social & Rehman dan Askari


Angka Harapan hidup BPS
Public Service (2010)
Akses Ekonomi
Equal acces to financial Rehman dan Askari
Tingkat Literasi Keuangan
service (2010)

Daya Beli Konsumen BPS Indeks Tendensi Konsumen

Jenis Industri Halal yang


Persentase Jenis (Elasrag, 2017) terbagi 5: Makanan, Wisata,
Industri Halal Industri Halal Fashion, Hotel & Spa serta
(Sayekti (2014) Obat & Kosmetik (Bekraf)
(Global Islamic
Economics Index, Jumlah Indutri Halal yang
2018) sudah memiliki Sertifikat
Sertifikasi Harta LPPOM (Rajagopal et al., 2011)
Halal
(LPPOM MUI)

(Zaman, 2008) Jumlah Tabungan Riba


Praktik Riba
dengan JPM (BPS dan OJK)
Praktik Ekonomi
Syariah (Awan & Khuram, 2011) Rasio Nasabah Bank Syariah
Nasabah Bank Syariah
(OJK 2016) Rehman terhadap JPM (OJK dan BI)
& Askari (2010)
(Arofata Tsalas et al., Rasio Muzakki terhadap JPM
Muzakki
2019) (Simba Baznas)

Sumber: Dokumen Peneliti

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 35


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

3.4. PILAR 4: ZAKAT


Pilar Pembangunan Zakatnomics yang ke 4 adalah Kelembagaan Zakat. Pilar ini terdiri
dari 3 Dimensi yaitu Literasi Zakat, Efisiensi Lembaga Zakat, dan Kepedulian Sosial.
Secara detail dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 6 Dimensi, Variabel dan Indikator Pilar Kelembagaan Zakat

Pilar 4: Kelembagaan Zakat


Dimensi Variabel referensi inDikator
(Abdelmawla, 2014) Pengetahuan Dasar (Agama)
Indeks Literasi Zakat
dan Lanjutan
Persentase Dana Zakat yang
Sosialisasi Zakat Persentase Dana Zakat masuk diRekening Bank
ILZ (2019) yang masuk via Bank Syariah
(Saptono IT, 2020)
Syariah

( Arsyianti & Beik, 2016) CIBEST, Kemandirian dan


Indeks Zakat Nasional
IZN 2019 IPM Islam
Kinerja Zakat Kemudahan Stakeholder
Indeks Ramah Zakat Ahmad Juwaini (2019)
(Ref: Bastiar Y, dalam berzakat
Bahri ES. (2019)
Program LZ yang
(Suprayitno et al., 2017) mendukung 17 goals SDGS
Peran dalam SDGS
Lubis D, et al (2018) (Laporan BAZDA dan
LAZDA)
Jumlah Lembaga Sosial (Putri, 2019), Charity Aid Jumlah Relawan masing
Kepedulian Sosial
Keislaman Foundation (CAF) 2018 BAz, LAZ, UPZ dll
Sumber: Dokumen Peneliti

36 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


B
BA

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 37


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

D ari hasil kajian yang dilakukan, telah diperoleh hasil indikator penyusun Indeks
Pembangunan Zakatnomics (IPZN), bobot setiap indikator pembentuk IPZN, dan
model estimasi penghitungannya. Penentuan indikator serta bobot setiap indikator dan
variabel diperoleh dengan metode literature review, FGD serta expert judgement. Model
estimasi penghitungan diperoleh dari kajian yang dilakukan oleh tim peneliti.

4.1. KOMPONEN PENYUSUN DAN NILAI BOBOT IPZN


Berdasarkan hasil kajian pustaka maka dibangunlah konsep awal dalam menyusun IPZN
yang terdiri dari empat dimensi yakni dimensi Spiritualitas, Produktivitas, Asas EKonomi
Halal dan Zakat.

Tabel 7 Komponen Penyusun IPZN dan Bobot Kontribusi

Dimensi Bobot Kontribusi Variabel Bobot Kontribusi


Hubungan Vertikal 0.30
Hubungan Horizontal 0.30
Spiritualitas 0.40 Dukungan Infrastruktur 0.20
Dukungan Regulasi 0.19
Total 1
Daya Saing 0.18
Budaya Produktif 0.22
Produktivitas 0.16 Kualitas SDM 0.32
Peran Pemerintah 0.27
Total 1
Distribusi Pendapatan 0.26
Akses Ekonomi 0.23
Asas Ekonomi Halal 0.21 Industri Halal 0.22
Praktik Ekonomi Syariah 0.26
Total 1
Literasi Zakat 0.45
Zakat 0.18 Kinerja Zakat 0.26
Kepedulian Sosial 0.28
Total 1 Total 1
Sumber: Dokumen Peneliti

Kemudian, dari keempat dimensi tersebut dikembangkan menjadi empat variabel pada
dimensi spiritualitas yaitu variabel Hubungan Vertikal, Hubungan Horizontal, Dukungan

38 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Infrastruktur, dan Regulasi. Produktivitas diuraikan kembali dalam empat variabel, yaitu Daya
Saing, Budaya Produktif, Kualitas SDM, Dan Peran Pemerintah. Dimensi Asas Ekonomi Halal
dikembangkan pula menjadi empat dimensi, yaitu Distribusi Pendapatan, Akses Ekonomi,
Industri Halal, dan Praktik Pembiayaan Syariah. Dan Institusi zakat diuraikan dengan
tiga dimensi yaitu literasi zakat, kinerja zakat dan kepedulian sosial. Adapun gambaran
keseluruhan komponen penyusunan IPZN beserta kontribusi dapat dilihat pada tabel 6.

Adapun secara terperinci 15 variabel yang menyusun IPZN dibagi menjadi 40 indikator
yang akan dijelaskan sebagaimana berikut. Variabel hubungan vertikal disusun oleh 2
indikator yaitu modified spritual poverty line dan potensi rawan pemurtadan. Variabel yang
kedua, yaitu hubungan horizontal disusun oleh tiga indikator yaitu tentang kebersihan,
keamanan, dan indeks kebahagiaan. Variabel ketiga yaitu dukungan infrastruktur disusun
oleh tiga indikator diantaranya jumlah masjid dan musholla, lembaga pendidikan Islam
non pesantren, dan jumlah pesantren. Variabel terakhir pada dimensi pertama yaitu
dukungan regulasi disusun oleh tiga indikator diantaranya ialah jenis perda syariah,
bantuan kegiatan keislaman, dan kesadaran anti korupsi.

Pada dimensi produktivitas, variabel pertama yaitu daya saing disusun oleh tiga indikator
yaitu transparansi, inovasi dan kreatifitas, dan kemiskinan. Variabel kedua yaitu budaya
produktif disusun oleh tiga indikator, antara lain ialah jumlah pengusaha, pertumbuhan
UMKM, dan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Variabel ketiga yaitu kualitas SDM disusun
oleh empat indikator diantaranya ialah IPM Islami, tingkat pengangguran, demografi dan
ekonomi, dan tingkat APM. Variabel terakhir pada dimensi ini, yaitu peran pemerintah
terdiri atas tiga indikator, yang pertama pelatihan skill & keterampilan, yang kedua visi
dan misi, dan yang ketiga indeks pembangunan desa.

Selanjutnya dimensi ketiga yaitu asas ekonomi halal terdapat empat varibel, variabel
pertama distribusi pendapatan disusun oleh dua indikator yaitu gini ratio/atkinson dan
elastisitas PAD terhadap PDRB. Variabel kedua yaitu akses ekonomi disusun oleh tiga
indikator, antara lain ialah equal acces to employment, equal acces to financial service,
dan daya beli konsumen. Variabel ketiga yaitu industri halal disusun oleh dua indikator
yaitu jumlah sektor industri halal dan sertifikasi halal LPPOM. Variabel terakhir pada
dimensi ketiga yaitu praktik ekonomi sariah disusun oleh tiga indikator diantaranya ialah
praktik riba, nasabah bank syariah, dan praktik zakat oleh muzakki.

Dan yang terakhir dimensi keempat yaitu zakat terdapat tiga varibel, variabel pertama literasi
zakat disusun oleh dua indikator yaitu indeks literasi zakat dan wakaf dan persentase
dana zakat yang masuk via bank syariah. Variabel kedua yaitu kinerja lembaga zakat
disusun oleh tiga indikator, antara lain ialah indeks zakat nasional, indeks ramah zakat,
dan peran dalam SDGS. Variabel terakhir pada dimensi ini yaitu kepedulian sosial disusun
oleh satu indikator yaitu jumlah lembaga sosial keislaman. Secara ringkas, gambaran
komponen penyusun IPZN dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 39


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Tabel 8 Komponen Penyusun IPZN

Dimensi Variabel Indikator


1. Modified Spritual Poverty Line
Hubungan Vertikal
2. Potensi Rawan Pemurtadan
1. Kebersihan
Hubungan Horizontal 2. Keamanan
3. Indeks Kebahagiaan
Spiritualitas 1. Jumlah Masjid dan Musholla
Dukungan Infrastruktur 2. Lembaga Pendidikan Islam non Pesantren
3. Jumlah Pesantren
1. Jenis Perda Syariah
Dukungan Regulasi 2. Bantuan kegiatan Keislaman
3. Kesadaran anti korupsi
1. Transparansi
Daya Saing 2. Inovasi dan Kreatifitas
3. Kemiskinan
1. Jumlah Pengusaha
Budaya Produktif 2. Pertumbuhan UMKM
3. PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Produktivitas 1. IPM Islami
2. Tingkat Pengangguran
Kualitas SDM
3. Demografi dan Ekonomi
4. Tingkat APM
1. Pelatihan Skill & Keterampilan
Peran Pemerintah 2. Visi dan Misi
3. Indeks Pembangunan Desa
1. Gini Ratio/ Atkinson
Distribusi Pendapatan
2. Elastisitas PAD terhadap PDRB
1. Equal acces to employment
Akses Ekonomi 2. Equal acces to financial service
3. Daya beli konsumen
Asas Ekonomi Halal
1. Jumlah Sektor Industri Halal
Industri Halal
2. Sertifikasi Halal LPPOM
1. Praktik Riba
Partisipasi Perbankan
2. Nasabah Bank Syariah
Syariah
3. Muzakki

40 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Variabel Indikator


1. Indeks Literasi Zakat dan Wakaf
Literasi Zakat
2. Persentase Dana Zakat yang masuk via Bank Syariah
1. Indeks Zakat Nasional
Zakat
Efisiensi Lembaga Zakat 2. Indeks Ramah Zakat
3. Peran dalam SDGS
Kepedulian Sosial 1. Jumlah Lembaga Sosial Keislaman
Sumber: Dokumen Peneliti

4. 2. METODE DAN TAHAPAN PENGHITUNGAN IPZN


Pada tahapan pengukuran Indeks Pembangunan Zakatnomics, penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling untuk menentukan kriteria responden. Teknik purposive
sampling adalah sebuah metode yang digunakan untuk memilih sampel reponden
berdasarkan pertimbangan karakteristik yang cocok dalam menjawab tujuan penelitian
(Juanda, 2009). Lebih lanjut, pada tahapan penghitungan Indeks Pembangunan
Zakatnomics penelitian ini menggunakan metode Multi-Stage Weighted Index seperti
yang dikembangkan oleh Puskas BAZNAS (2017). Secara matematis, penghitungan
Multi-Stage Weighted Index pada Indeks Pembangunan Zakatnomics dapat dilihat
sebagaimana berikut:

Dimana:
: Total nilai Indeks
: Nilai pembobotan pada dimensi i
: Nilai pembobotan pada variabel n di dimensi i

: Nilai skala likert pada indikator di variabel n di dimensi i


: Jumlah skala likert yang digunakan

Adapun tahapan-tahapan penghitungan IPZN menggunakan metode Multi-Stage Weighted


Index secara sistematis terdiri dari dua tahap yaitu tahap penghitungan dari aspek variabel
dan dimensi serta penghitungan nilai IPZN secara total.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 41


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

1. Penghitungan hasil nilai skala likert pada setiap variabel serta dimensi IPZN:

Dimana:

Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics pada dimensi pertama

Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada


variabel pertama di dimensi pertama
Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel pertama di dimensi
pertama
Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada
variabel kedua di dimensi pertama
Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel kedua di dimensi
pertama
Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada
variabel i di dimensi pertama

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel i di dimensi pertama

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada dimensi pertama

Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics pada dimensi kedua

Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada


variabel pertama dimensi kedua
Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel pertama di dimensi
kedua
Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada
variabel kedua di dimensi kedua

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel kedua di dimensi kedua

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel i di dimensi kedua

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada dimensi kedua

Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics pada dimensi ketiga

42 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada


variabel pertama dimensi ketiga
Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel pertama di dimensi
ketiga
Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada
variabel kedua di dimensi ketiga

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel kedua di dimensi ketiga

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel i di dimensi ketiga

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada dimensi ketiga

Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics pada dimensi keempat

Nilai rata-rata skala likert Indeks Pembangunan Zakatnomics pada


variabel pertama dimensi keempat
Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel pertama di dimensi
keempat
Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada dimensi keempat
Nilai rata-rata skala likert Pembangunan Zakatnomics pada variabel i
di dimensi pertama

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada variabel i di dimensi pertama

Nilai pembobotan yang dibubuhkan pada dimensi pertama

2. Penjumlahan nilai total indeks setiap dimensi Indeks Pembangunan Zakatnomics


yang secara matematis dapat dilihat sebagai berikut:

Dimana:
: Nilai total Indeks Pembangunan Zakatnomics
: Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics untuk dimensi pertama
: Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics untuk dimensi kedua
: Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics untuk dimensi ketiga
: Nilai Indeks Pembangunan Zakatnomics Z untuk dimensi keempat

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 43


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

4.3. KRITERIA PENILAIAN INDEKS


Dalam melakukan penilaian hasil pengukuran dalam sebuah indeks, penentuan rentang
nilai serta kategori penilaian dari sebuah indeks sangat diperlukan untuk mengidentifikasi
hasil pengukuran menggunakan IPZN. Bagian ini membahas tentang kriteria penilaian
indeks pada Indeks Pembangunan Zakatnomics.

Tabel 9 Rentang Nilai serta Kategori Penilaian Indeks Pembangunan Zakatnomics

Rentang Nilai Kategori Peringkat


0.00 – 0.20 Tidak Baik *
0.21 – 0.40 Kurang Baik **
0.41 – 0.60 Cukup Baik ***
0.61 – 0.80 Baik ****
0.81 – 1.00 Sangat Baik *****

Dalam Indeks Pembangunan Zakatnomics, skala penilaian menggunakan skala 0 – 1,


dimana 0 merupakan nilai terendah dan 1 adalah nilai tertinggi. Terdapat lima level kategori
penilaian dimana nilai 0.00 – 0.20 masuk dalam kategori tidak baik dengan peringkat
bintang 1, 0.21 – 0.40 masuk dalam kategori penilaian kurang baik dengan peringkat
bintang 2, 0.41 – 0.60 masuk dalam kategori penilaian cukup baik dengan peringkat
bintang 3. Adapun rentang nilai di antara 0.61 – 0.80 masuk dalam kategori penilaian
yang baik dengan peringkat bintang 4, sedangkan rentang nilai yang masuk di antara
0.81 – 1.00 masuk dalam kategori penilaian sangat baik dengan peringkat bintang 5.

44 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


V
B

KESIMPULAN DAN SARAN


BA

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 45


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

P otensi penghimpunan zakat di Indonesia terbilang cukup besar. Hasil dari beberapa studi
menunjukan bahwa potensi penghimpunan zakat di Indonesia bisa mencapai Rp.230
Triliun yang mencapai 1.5% dari total GDP 2018. Penghimpunan yang berhasil dilakukan
oleh organisasi pengelola zakat secara nasional pada tahun 2018 mencapai angka Rp.8
Triliun. Jika kita melihat perbandingan nilai potensi dan realisasi penghimpunan terdapat
gap yang cukup besar, sehingga diperlukan upaya-upaya edukasi kepada masyarakat
terkait perzakatan yang diharapakan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat luas
dalam menunaikan zakat.

Edukasi dan membangun kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kewajiban membayar


zakat menjadi sangat penting. Maka, sebagai langkah awal, diperlukan sebuah mapping
atau pemetaan tentang sebaran tingkat pemahaman dan literasi masayarakat di seluruh
wilayah Indonesia. Saat ini belum ditemukan alat ukur untuk mengetahui tingkat sebaran
tersebut. Dalam rangka merespon kondisi ini, dibangunlah suatu alat ukur yang dinamakan
Indeks Pembangunan Zakatnomics. Indeks Pembangunan Zakatnomics merupakan
sebuah alat ukur pertama di dunia yang bertujuan untuk menilai pemahaman dan literasi
masyarakat terhadap berbagai macam aspek yang terkait dengan perzakatan dalam
skala nasional maupun regional

Komponen Indeks Pembangunan Zakatnomics terdiri dari 4 dimensi utama yaitu dimensi
Keimanan, Produktivitas, Keadilan Ekonomi, dan Institusi Zakat. Keempat dimensi tersebut
terbagi menjadi beberapa variabel serta indikator yang merepresentasikan kedua dimensi
utama dalam Indeks Pembangunan Zakatnomics. Maka melalui empat dimensi inilah
pemahaman masyarakat Indonesia terhadap zakat akan dinilai. Adapun hasil dari penilaian
pemahaman masyarakat terkait perzakatan melalui Indeks Pembangunan Zakatnomics
akan menjadi rekomendasi bagi stakeholders zakat baik itu pemerintah, otoritas zakat
dan juga organisasi pengelola zakat sebagaimana hal berikut:

1. Kajian Indeks Pembangunan Zakatnomics dapat menjadi sebuah standar alat ukur (a
standard measurement) yang presisi bagi para stakeholders zakat untuk mengetahui
tingkat keberhasilan edukasi zakat dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap
zakat dari waktu ke waktu.
2. Hasil pengukuran menggunakan Indeks Pembangunan Zakatnomics nantinya dapat
menjadi sebuah referensi awal bagi para stakeholders zakat dalam menentukan
wilayah yang akan menjadi target program edukasi zakat secara efektif dan efisien.
3. Hasil dari pengukuran menggunakan Indeks Pembangunan Zakatnomics dapat menjadi
informasi awal dan bahan evaluasi bagi para stakeholders zakat terutama pemerintah
dan otoritas zakat dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan zakat.
4. Hasil dari pengukuran menggunakan Indeks Pembangunan Zakatnomics juga dapat
memperkaya database perzakatan nasional khususnya terkait dengan perkembangan
pembangunan ekonomi daerah berbasiskan Zakatnomics.

46 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


BA
B
KESIMPULAN DAN SARAN

V
Terakhir, sebagai dokumen yang hidup (living document), penelitian tentang konsep Indeks
Pembangunan Zakatnomics memiliki ketebatasan waktu dan ruang. Oleh karenanya,
konsep kajian Indeks Pembangunan Zakatnomics ini dapat disesuaikan dengan berbagai
kondisi pengelolaan zakat di Indonesia di masa yang akan datang. Sehingga, konsep
Indeks Pembangunan Zakatnomics akan terus memberikan manfaat dalam berbagai
situasi dan kondisi.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 47


DAFTAR PUSTAKA

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 49


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Abd. Wahab, N., Zainol, Z., & Abu Bakar, M. (2017). Towards developing service quality
index for zakat institutions. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
8(3), 326–333.
Abdelmawla, M. A. (2014). The Impacts of Zakat and Knowledge on Poverty Alleviation in
Sudan: An Empirical Investigation. Journal of Economic Cooperation and Development
(Vol. 35).
Abdullah N, Derus, AM, Al Malkawi HAN, (2015). The effectiveness of zakat in alleviating
poverty and inequalities A measurement using a newly developed technique. Jornal
Humanomics 31 (3) hal 314-329
Achmad RF, Regina P, Natasya, V. 2015. Perda Syariah dalam Otonomi Daerah. Artikel Ilmiah,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok.
Adam, L, 2017. Membangun Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia Melalui Peningkatan
Produktivitas. Jurnal Kependudukan Indonesia 11 (2) hal 71-84
Adriana, A., & Ritonga, I. T. (2018). Analysis of Local Financial Management Transparency
Based on Websites on Local Government in Java. Jurnal Dinamika Akuntansi, 10(1),
13–26.
Agustin, H., & Arza, F. I. (2020). Potrait of Accountability and Transparency in Local Budget
Management by the Regional Government in West Sumatera Province, Indonesia: An
Anomaly in Digital Era. Advances in Economics, Business and Management Research,
(124) 154–166.
Alba, C. (2011). Studi Aktivitas Masjid Kampus dan Pembinaan Iman dan Taqwa Bagi
Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum (Studi ke Arah Perumusan Standardisasi Masjid
Kampus dan Model Bina IMTAQ di PTU JABAR). Jurnal Sosioteknologi, 22, 1022–1042.
Al-Bukhari, al-Imam al-Hafidz Abi ’Abdillah Ibn Isma’il, 2003. Shahīhu-l-Bukhāri Kitaabul Iman,
Dār Ibn Hazm, Beirut-Libanon,
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqolani, (tt) Fathul Baari Syarhu Shahih al-Bukhari. Daarul Kutub
asSalafiyyah.
Alim, M. 2010. Perda Bernuansa Syariah dan Hubungannya Dengan Konstitusi. Jurnal Hukum
1 (17), 119 – 142
Ansor, M., Zubir, & Abu Bakar, M. (2011). Hubungan Antara Religiusitas dan Sikap Terhadap
Penerapan Syariat Islam di Kota Langsa – Propinsi Aceh. Jurnal Hukum Islam, (11)
1, 131-147
Arofata Tsalas, N., Jajang W Mahri, A., & Rosida, R. (2019). Zakat Compliance Behaviour:
Good Corporate Governance with Muzakki’s Trust Approach (Survey on Muzakki of the
National Board of Zakat (BAZNAS) in Garut). KnE Social Sciences, 3(13), 796.
Ascarya, Rahmawati S, Sukmana r, 2016. Measuring The Islamicity of Islamic Bank in Indonesia
and Other Countries Based on Shari’ah Objectives. presented at “11th Islamic Conference
on Islamic Economics and Finance”, organized by IIUM, IRTI-IDB and IAIE, Malaysia
Aspandi, A. (2015). Pemikiran Nurcholis Madjid Tentang Pendidikan Pesantren Terhadap
Kehidupan Sosial Masyarakat. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh
Nurjati Cirebon
Awan, H. M., & Khuram, S. S. (2011). Customer’s criteria for selecting an Islamic bank:
Evidence from Pakistan Sustainability View project Corporate Image View project.
Article in Journal of Islamic Marketing. https://doi.org/10.1108/17590831111115213

50 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


DAFTAR PUSTAKA

Badrudin, Purwanto Y, Siregar, CN, 2017. Pesantren dalam Kebijakan Pendidikan Indonesia.
Jurnal Lektur Keagamaan, 15 (1), hal 233-272
Bai, R., Bouwmeester, R., & Sankar, M. (2009). Fuzzy logic Water Quality index and importance
of Water Quality Parameters (Vol. 2).
Bastiar Y, Bahri ES. (2019). Model Pengukuran Kinerja Lembaga Zakat di Indonesia. Ziswaf
(Jurnal Zakat dan Wakaf) 6 (1), 43-64
Baumol, W. J. (1996). Entrepreneurship: Productive, unproductive, and destructive. Journal
of Business Venturing, 11(1), 3–22.
Beik, I. S., & Arsyianti, L. D. (2016). Measuring Zakat Impact on Poverty and Welfare Using
CIBEST Model. Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, 1(2), 141–160.
Chen, J., & Fleisher, B. M. (1996). Regional Income Inequality and Economic Growth in China
1. Journal of Comparative Economics 22, (2).
Cho, Dong-Sung and Moon, Hwy-Chang. (2003). From Adam Smith to Michael Porter: Evolusi
Teori Daya Saing. (Terjemahan Erly Suandy). Edisi Pertama. Jakarta: PT. Salemba Empat.
Djaelani, M. S. (2013). Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga dan Masyarakat.
Jurnal Ilmiah WIDYA (Vol. 100).
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta
Elasrag, H. (2017). Halal Industry: Key Challenges and Opportunities - Hussein Elasrag -
Google Buku. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=8iykDwAAQBAJ&oi=fnd&
pg=PT4&dq=halal+industry&ots=VjI9Xcp_QT&sig=6ppuT98EDeOatbIlzLBQHyO8VMw&re
dir_esc=y#v=onepage&q=halal industry&f=false
Fahme, A. (n.d.). An Analysis of Zakat Poverty Line Index and Urban-Rural Poverty in Malaysia.
Friedman, M. (1955). The Role of Government in Education. Rutgers University Press, New
Jersey
Groot, H. L. F. de, Nijkamp, P., & Stough, R. (2004). Entrepreneurship and Regional Economic
Development: A Spatial Perspective - Google Buku. Edward Elgar Publishing. https://
books.google.co.id/books?id=goCoq7c_C0wC&hl=id&source=gbs_navlinks_s
Haraldsoon HV, 2004. Introduction to system Thinking and Causal Loop Diagram. Report in
Ecology and Environmental Engineering. Lund University
Hong, J., Yu, W., Guo, X., & Zhao, D. (2014). Creative industries agglomeration, regional
innovation and productivity growth in China. Chinese Geographical Science, 24(2),
258–268.
Ibnu Qudamah, (2000), Lum’atul I’tiqood al Haadi ilaa Sabiilil Rasyaad. Darul Huda, Riyadh, KSA.
Irawan dan Noval A, (2019). Manajemen Pembiayaan Pendidikan di MTS: Studi Kasus di
MTS. Wihdatul Fikri Kab. Bandung. Jurnal Manajemen Pendidikan 14 (1) hal 73-81
Jannah N, (2016). Revitalisasi Peranan Masjid di Era Modern (Studi Kasus di Kota Medan).
Tesis Pascasarajana Ekonomi Islam UIN Sumatera Utara.
Juwaini, A. (2019). Mewujudkan Indoensia ramah Zakat (habis). [internet] diakses pada 12
april 2020, tersedia pada: https://www.republika.co.id/berita/kolom/ kalam/19/05/21/
pruj3b453-mewujudkan-Indonesia-ramah-zakat- habis
Kadir I, (2015). Hijrah: Kisah Inspiratif Abdurrahman bin Auf [2]. [internet] tersedia pada https://
www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2015/10/16/81061/hijrah-kisah-inspiratif-
abdurrahman-bin-auf-2.html

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 51


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Kalin, M., & Siddiqui, N. (2016). Islam’s Political Disadvantage: Corruption and Religiosity in
Quetta, Pakistan. Politics and Religion, 9(3), 456–480.
Katsir, I, (2004). Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 (Penerjemah, M Abdul Ghoffar, EM, Abdurrahim
Muthi’ dan Abu Ihsan Al Atsari). Pustaka Imam Syafii. Bogor
Kattuah, S. E. (2013). Workforce training for increased productivity in Saudi Arabia. Thesis,
Faculty Business and Law, Victoria University, Melbourne.
Kelley, A. C., & Schmidt, R. M. (1995). Aggregate population and economic growth correlations:
The role of the components of demographic change. Demography, 32(4), 543–555.
Khairunisa, A. (2016). Aktivitas Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Banjarmasin Dalam
Kegiatan Keagamaan. Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi. UIN Antasari.
Kholis N, (2013). Pengaruh Politik dalam Perkembangan Praktik Ekonomi Islam di Indonesia.
Jurnal Millah 12 (3), hal 175-199
Sterman, J. D, 2000, Business Dynamics: Systems Thinking and Modeling for a Complex
World, Irwin: McGraw-Hill.
Kusuma, K. A., & Ryandono, M. N. H. (2016). Zakah index: Islamic economics ’. Indonesian
Journal of Islam and Muslim Societies, 6(2), 273–301.
Lubis D, Hakim DB, Putri YH, (2018). Mengukur Kinerja Pengelolaan Zakat di Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. 3(1) pp 1-16
Ma, Y., Tang, H., & Zhang, Y. (2014). Factor Intensity, product switching, and productivity:
Evidence from Chinese exporters. Journal of International Economics, 92(2), 349–362.
Maulana, T. (2019) Wajib Tahu! Ini Sebab Lombok Jadi Destinasi Wisata Halal Utama Indonesia.
[internet] diakses 11 April 2020, tersedia pada https://umroh.com/blog/wajib-tahu-ini-
sebab-lombok-jadi-destinasi-wisata-halal-utama-Indonesia/
Mazidah, s. (2018). Manajemen Pembiayaan BOS Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Pondok Pesantren. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1), hal 41-48
Mifrahi MN, Fakhrunnas F. 2018. Indonesian Islamic bank’s peformance under Maqā฀id
Based Performance Evaluation Model (MPEM). Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam,
4 (2) pp 93-103
Mohd Ali, A. F., Ab. Aziz, M. R., & Ibrahim, M. F. (2014). Zakat Poverty Line Index and Urban-
Rural Poverty in Malaysia: A Critical Analysis. Pensee Journal, 76 (7), 46–57.
Mundell, Marvin E. (1983). Improving Productivity and Effectiveness, New Jersey, USA,
Prentice Hall
Nasir, MS, (2019). Analisis Pengaruh PAD Terhadap PDB Setelah Satu Dekade Otonomi
Daerah. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan 19 (2) hal 73-84
Noor, M. S. M., Anas, N., Zulkipli, S. N., Bhari, A., Aziz, N. H., Rani, M. A. M., & Mad, S. (2017).
Indicators of Business Zakat amongst Small Business: Concept and Contemporary
Needs. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences,
7(6), 1142–1157.
Nur Afinah S, Roychansyah, (2016). Hubungan Tingkat Daya Saing (Competitiveness) Dengan
Tingkat Kreativitas (Creativity) Kota-Kota di Pulau Jawa. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Nurzaman, M. S. (2016,). Evaluating the Impact of Productive Based Zakat in The Perspective
of Human Development Index: A Comparative Analysis. Kyoto Bulletin of Islamic Area
Studies, 44-62.

52 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


DAFTAR PUSTAKA

Obadan, M. I. & Odusola, A. F. (2010), Productivity and Unemployment in Nigeria, CBN


Occasional Paper, 16-19.
Pilat JJ, Morasa J, 2017. Analisis Rasio Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kota Manado Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Manado 2011
- 2015. Journal Accountability, 6 (01), 45-56
Prokopenko J, (1987). Productivity Management - A Practical Handbook. International Labour
Office Geneva
Putri, N. D. N. (2019). Aktivitas Volunteer Dalam Meningkatkan Brand Value Lembaga Amil
Zakat (LAZ) Kepada Masyarakat Dalam Program Kebencanaan Periode 2016-2019 (Studi
Pada Volunteer Dompet Dhuafa Yogyakarta). Skripsi, Prodi Ekonomi Islam, Universitas
Islam Indonesia.
Qadaruddin M, Nurkidam A, Firman. 2016. Peran Dakwah Masjid dalam Peningkatan Kualitas
Hidup Masyarakat. Academic Journal fo Homiletic Studies, 10 (2), hal 222 - 239
Rais, A. I. M. (2016). Hasil Penelitian Indeks Kota Islami. 1–14.
Rajagopal, S., Ramanan, S., Visvanathan, R., & Satapathy, S. (2011). Halal certification:
Implication for marketers in UAE. Journal of Islamic Marketing, 2(2), 138–153.
Raynor, M. E. (1998). That vision thing: Do we need it? Long Range Planning, 31(3), 368–376.
Rehman, SS and Askari H, 2010. How Islamic are Islamic Countries. Global Economy Journal,
10 (2),
Renkow, M. (2000). Poverty, productivity and production environment: A review of the evidence.
Food Policy, 25(4), 463–478.
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. (2006) Decision Making with the Analytic Network
Process. Economic, Political, Social and Technological Applications with Benefits,
Opportunities, Costs and Risks. Springer. RWS Publication, Pittsburgh.
Sadeq, A.M. (1997), Poverty Alleviation: An Islamic Perspective, Humanomics, 13 (3), pp.
110-134
Sayekti NW, 2014. Jaminan Produk Halal Dalam Perspektif Kelembagaan. Jurnal Ekonomi
& Kebijakan Publik, 5 (2,) hal 193 - 209
Sekaran, Uma, (2000). Research methods for business: a skill building approach, New York,
John Wiley & Sons.
Shafie, S., & Othman, N. (n.d.). Halal Certification: an international marketing issues and
challenges. International Marketing and Service.
Smalec, A. (2014). Trade Shows and Exhibitions as a Form of Promotion of Regional, Local
and Traditional Products. Economic Science for Rural Development, 43–51.
Sterman, J. D, 2000, Business Dynamics: Systems Thinking and Modeling for a Complex
World, Irwin: McGraw-Hill.
Sulistyowati. (2018). Synthesizing National Zakat Index Application In Indonesia. Journal of
Islamic Economics Lariba 4(1) pp 1-26
Suprayitno, E., Aslam, M., & Harun, A. (2017). Zakat and SDGs: Impact Zakat on Human
Development in the Five States of Malaysia. International Journal of Zakat, 2(1), 61–69.
Sururie RW (2017). Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia. Lembaga Penellitian
dan Pengabdian Masyarakat (LP2M). UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 53


INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)

Suryani. (2010). Analisis Sebaran Masjid dan Kemakmurannya di Kecamatan Simo Kabupaten
Boyolali Dengan Bantuan Sistem Informasi Geografis. Skripsi, Prodi Geografi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Syafingi HM, (2012). Internalisasi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam Peraturan Daerah Syariah
di Indonesia. Jurnal Pandecta 7 (2), hal 135-146
Thomson Reuter & DinarStandard, (2019). An Inclusive Ethical Economy State of the Global
Islamic Economy Report 2018/19. Dubai International Finance Centre.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2012). Economic development. Boston, Mass: Addison-Wesley.
Verhoeven, M., Gupta, S., & Tiongson, E. (1999). Does Higher Government Spending Buy
Better Results in Education and Health Care?. International Monetary Fund Working
Paper No. 99/21
Vulandari, R. T. (2016). Pengelompokan Tingkat Keamanan Wilayah Jawa Tengah Berdasarkan
Indeks Kejahatan dan Jumlah Pos Keamanan Dengan Metode Klastering K-MEANS.
Jurnal Ilmiah SINUS, 14(2)
Washin, Gorge J. 1980. Productivity Handbook for State and Local Government. New York,
Wiley-Interscience
Wijayanti, M. (2015). Aborsi Akibat Kehamilan yang Tak Diinginkan (KTD): Kontestasi Antara
Pro-Live dan Pro-Choice. ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, 15 (1) hal 43-62
Wijayanto H, Ode S, 2019. Dinamika Permasalahan Ketenagakerjaan dan Pengangguran di
Indonesia, Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan 10 (1) hal 1-8
World Bank. 2010. Indonesia Skills Report Trends in Skills Demand, Gaps, and Supply in
Indonesia. Jakarta: World Bank
Zaman, M. R. (2008). View of Usury (Riba) and the Place of Bank Interest in Islamic Banking
and Finance. The International Journal of Banking and Finance, 6, 1–15.
[CAF] Charity Aid Foundation, 2019. World Giving Index 2018, a Global View of Giving Trends.
CAF available at cafonline.org
[Puskas BAZNAS] Pusat LAjian Strategis Badan Amil Zakat Nasional. 2019. Kajian Konsep
Dasar Zakatnomics. Jakarta. BAZNAS.
_______________. 2017. Indeks Desa Zakat. Jakarta: BAZNAS.
_______________. 2017. Sebuah Kajian Zakat on SDGs, Peran Zakat Dalam SDGs Untuk
Pencapaian Maqashid Syariah. Jakarta: BAZNAS.
_______________. 2018. Indeks Rawan Pemurtadan, Konsep dan Implementasi Pengukuran:
Jakarta BAZNAS.
_______________. 2018. Panduan Penghitungan Zakat. Konsep, Aplikasi, dan Contoh Kasus di
Indonesia. Jakarta: BAZNAS.
_______________. 2019. Indeks Literasi Zakat, Teori dan Konsep. Jakarta: BAZNAS.
_______________. 2019. Indikator Pemetaan Potensi Zakat. Jakarta: BAZNAS.
_______________. 2019. Zakatnomics Sektor Perdagangan dan Jasa: Jakarta BAZNAS.
_______________. 2019. Zakatnomics Sektor Pertambangan dan Manufaktur: Jakarta BAZNAS.
_______________. 2019. Zakatnomics Sektor Pertanian di Indonesia: Jakarta BAZNAS.

54 Pusat Kajian Strategis BAZNAS


LAMPIRAN

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 55


56

PILAR ZAKATNOMICS 1: SPIRITUALITAS

INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)


Pusat Kajian Strategis BAZNAS

SKALA LIKERT
DIMENSI
1 (Tidak Baik) 2 (Kurang Baik) 3 (Cukup Baik) 4 (Baik) 5 (Sangat Baik)
Spritual Poverty line 0,00-0,20 Spritual Poverty line0,21-0,40 Spritual Poverty line 0,41-0,60 Spritual Poverty line 0,61-0,80 Spritual Poverty line 0,81-0,100
Hubungan Vertikal Tingkat Rawan Pemurtadan Tingkat Rawan Pemurtadan Tingkat Rawan Pemurtadan Tingkat Rawan Pemurtadan
Rendah 0,00 - 0,25 Cukup tinggi 0,26 - 0,50 Rendah 0,51 - 0,75 Rendah 0,75 - 1,00

Indeks Kebersihan 0,00-0,20 Indeks Kebersihan 0,21-0,40 Indeks Kebersihan 0,41-0,60 Indeks Kebersihan 0,61-0,80 Indeks Kebersihan 0,81-1,00

Indeks Kebahagiaan 0,00-0,20 Indeks Kebahagiaan 0,21-0,40 Indeks Kebahagiaan 0,41-0,60 Indeks Kebahagiaan 0,61- Indeks Kebahagiaan 0,81-1,00
Hubungan Horizontal
0,80

Rank Keamanan BPS 29-34 Rank Keamanan BPS 22-28 Rank Keamanan BPS 15-21 Rank Keamanan BPS 8-14 Rank Keamanan BPS 1-7

Rasio Masjid dan Musholla Rasio Masjid dan Musholla Rasio Masjid dan Musholla Rasio Masjid dan Musholla Rasio Masjid dan Musholla
dan adalah 0-0,003 dari JPM dan adalah 0,004-0,007 dari dan adalah 0,008-0,01 dari dan adalah 0,011-0,014 dari dan adalah 0,015-0,02 dari
JPM JPM JPM JPM

Dukungan Infrastruktur Rasio LPI non Pesantren dan Rasio LPI non Pesantrendan Rasio LPI non Pesantren dan Rasio LPI non Pesantren dan Rasio LPI non Pesantren dan
adalah 1:50000 dari JPM adalah 1:40000 dari JPM adalah 1:30000 dari JPM adalah 1:20000 dari JPM adalah 1:10000 dari JPM

Rasio Pesantren dan adalah Rasio Pesantren dan adalah Rasio Pesantren dan adalah Rasio Pesantren adalah Rasio Pesantren adalah
1:50000 dari JPM 1:40000 dari JPM 1:30000 dari JPM 1:20000 dari JPM 1:10000 dari JPM

Tidak ada Perda Syariah Jumlah Perda Syariah 1-2 Jumlah Perda Syariah 3-4 Jumlah Perda Syariah 5-7 Jumlah Perda Syariah 8-10

Tidak ada bantuan Ada 1-2 bantuan Pemerintah Ada 3-4 bantuan Pemerintah Ada 5-7 bantuan Pemerintah Ada 8-10 bantuan Pemerintah
Pemerintah ke Lembaga ke Lembaga Pendidikan Islam ke Lembaga Pendidikan ke Lembaga Pendidikan ke Lembaga Pendidikan Islam
Dukungan Regulasi
Pendidikan Islam Islam Islam

Indeks Persepsi Korupsi Indeks Persepsi Korupsi Indeks Persepsi Korupsi Indeks Persepsi Korupsi Indeks Persepsi Korupsi
0,00-0,20 0,21-0,40 0,41-0,60 0,61-0,80 0,81-1,00
PILAR ZAKATNOMICS 2: PRODUKTIFITAS
SKALA LIKERT
DIMENSI
1 (Tidak Baik) 2 (Kurang Baik) 3 (Cukup Baik) 4 (Baik) 5 (Sangat Baik)
Indeks Inovasi Daerah Indeks Inovasi Daerah Indeks Inovasi Daerah Indeks Inovasi Daerah Indeks Inovasi Daerah
0,00 – 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,60 0,61 – 0,80 0,81 – 1,00

Daya Saing Persentase kemiskinan diatas 41% Persentase Kemiskinin 31-40% Persentase Kemiskinin 21-30% Persentase Kemiskinin 11-20% Persentase Kemiskinin 0 %-10%

Penilaian Laporan Kinerja Penilaian Laporan Kinerja Penilaian Laporan Kinerja


Penilaian Laporan Kinerja TMP Penilaian Laporan Kinerja TW
WDP WTP-DPP WTP

Rasio∑ Pengusaha terhadap Rasio∑ Pengusaha terhadap Rasio∑ Pengusaha Rasio∑ Pengusaha Rasio ∑ Pengusaha terhadap
JPM 1-5% JPM 6-10% terhadapJPM 11-15% terhadapJPM 16-20% JPM 21 - 25 %

Pertumbuhan PAD 1-5% Pertumbuhan PAD 6-10% Pertumbuhan PAD 11-15% Pertumbuhan PAD 16-20% Pertumbuhan PAD 21-25%
Budaya Produktif
Pertumbuhan usaha UMKM
Pertumbuhan usaha UMKM Pertumbuhan usaha UMKM Pertumbuhan usaha UMKM Pertumbuhan usaha UMKM
5-10 setiap tahun KM 5-10
11-15 setiap tahun 16-20 setiap tahun 21-25 setiap tahun >26 setiap tahun
setiap tahun

IPM Islami 0,00 - 0,20 IPM Islami 0,21 - 0,40 IPM Islami 0,41 - 0,60 IPM Islami 0,61 - 0,80 IPM Islami 0,81 - 1,00

Tingkat Pengangguran 11-


Tingkat Pengangguran >40% Tingkat Pengangguran 21-30% Tingkat Pengangguran 1-10% Tingkat Pengangguran <1%
20%
Kualitas SDM
Rasio Pertumbuhan Jumlah Rasio Pertumbuhan Jumlah Rasio Pertumbuhan Jumlah Rasio Pertumbuhan Jumlah Rasio Pertumbuhan Jumlah
Penduduk dengan pertumbuhan Penduduk dengan pertumbuhan Penduduk dengan pertumbuhan Penduduk dengan pertumbuhan Penduduk dengan pertumbuhan
Pusat Kajian Strategis BAZNAS

ekonomi 0,0 - 0,2 ekonomi 0,21 - 0,4 ekonomi 0,41 - 0,6 ekonomi 0,61 - 0,8 ekonomi 0,81 - 1,00

Tidak ada Perda yang mendukung Ada 1 Perda yang mendukung Ada 2 Perda yang mendukung Ada 3 Perda yang mendukung Ada 4 Perda atau lebih yang
produk UMKM, Lokal seperti produk UMKM, Lokal seperti produk UMKM, Lokal seperti produk UMKM, Lokal seperti mendukung produk UMKM,
Batasan impor etc Batasan impor etc Batasan impor etc Batasan impor etc Lokal seperti Batasan impor etc

DAFTAR PUSTAKA
Indeks Pembangunan Desa Indeks Pembangunan Desa Indeks Pembangunan Desa Indeks Pembangunan Desa Indeks Pembangunan Desa
Peran Pemerintah
0,0 - 0,2 0,21 - 0,4 0,41 - 0,6 0,61 - 0,8 0,81 – 1,00

Pengembangan Ekonomi Pengembangan Ekonomi Pengembangan Ekonomi Pengembangan Ekonomi


Tidak memiliki visi dan Misi Daerah tidak Tercantum Daerah Tercantum dalam Daerah Tercantum dalam Daerah Tercantum dalam Visi
Misi saja Visi saja
57

dalam Visi dan Misi dan Misi


58

PILAR ZAKATNOMICS 3: ASAS EKONOMI HALAL

INDEKS PEMBANGUNAN ZAKATNOMICS (IPZN)


Pusat Kajian Strategis BAZNAS

SKALA LIKERT
DIMENSI
1 (Tidak Baik) 2 (Kurang Baik) 3 (Cukup Baik) 4 (Baik) 5 (Sangat Baik)
Distribusi Pendapatan Gini Rasio/ Indeks Atkinson Gini Rasio/ Indeks Atkinson Gini Rasio/ Indeks Atkinson Gini Rasio/ Indeks Atkinson Gini Rasio/ Indeks Atkinson
<0,60 <0,50 <0,40 <0,30 <0,20

Elastisitas PAD terhadap PDRB Elastisitas PAD terhadap Elastisitas PAD terhadap Elastisitas PAD terhadap Elastisitas PAD terhadap
>0,4 PDRB >0,5 PDRB >0,6 PDRB >0,7 PDRB >0,8

Kemudahan Akses Equal acces to employment Equal acces to employment Equal acces to employment Equal acces to employment Equal acces to employment
Ekonomi >0,6 >0,5 >0,4 >0,3 >0,2

Equal acces to financial Equal acces to financial Equal acces to financial Equal acces to financial Equal acces to financial
service >0,6 service >0,5 service >0,4 service >0,3 service >0,2

Indeks Tendesi Konsumen >0,6 Indeks Tendesi Konsumen Indeks Tendesi Konsumen Indeks Tendesi Konsumen Indeks Tendesi Konsumen
>0,6 >0,6 >0,6 >0,6

Acces to social & Health Acces to social & Health Acces to social & Health Acces to social & Health Acces to social & Health
service >0,6 service >0,5 service >0,4 service >0,3 service >0,2

Perkembangan Jumlah Produk Lokal Jumlah Produk Lokal Jumlah Produk Lokal Jumlah Produk Lokal Jumlah Produk Lokal
Industri Halal bersertifikasi halal 1-5 bersertifikasi halal 6-10 bersertifikasi halal 11-15 bersertifikasi halal 16-20 bersertifikasi halal 21>

Ada 1-2 Industri Halal Ada 3-4 Industri Halal Ada 4-5 Industri Halal Ada 6-7 Industri Halal Ada 8 atau lebih Industri
Halal

Praktik Ekonomi Tingkat Penggunaan Riba 81- Tingkat Penggunaan Riba Tingkat Penggunaan Riba Tingkat Penggunaan Riba Tingkat Penggunaan Riba
Syariah 100 % oleh Masyarakat Muslim 61-80 % oleh Masyarakat 41-60 % oleh Masyarakat 21-40 % oleh Masyarakat 0-20 % oleh Masyarakat
Muslim Muslim Muslim Muslim

Persentase Nasabah Bank Persentase Nasabah Bank Persentase Nasabah Bank Persentase Nasabah Bank Persentase Nasabah Bank
Syariah 0-20% dari JPM Syariah 21-40% dari JPM Syariah 41-60% dari JPM Syariah 61-80% dari JPM Syariah 81-100% dari JPM

Partisipasi ZISWAF 0-20% dari Partisipasi ZISWAF 21-40% Partisipasi ZISWAF 41-60% Partisipasi ZISWAF 61-80% Partisipasi ZISWAF 81-100%
JPM dari JPM dari JPM dari JPM dari JPM
PILAR ZAKATNOMICS 4: ZAKAT
SKALA LIKERT
DIMENSI
1 (Tidak Baik) 2 (Kurang Baik) 3 (Cukup Baik) 4 (Baik) 5 (Sangat Baik)
Sosialiasi Indeks Literasi Zakat& Wakaf Indeks Literasi ZISWAF >0,4 Indeks Literasi ZISWAF >0,6 Indeks Literasi ZISWAF >0,8 Indeks Literasi ZISWAF = 1,00
Pengetahuan Zakat >0,2

Persentase Dana Zakat yang Persentase Dana Zakat yang Persentase Dana Zakat yang Persentase Dana Zakat yang Persentase Dana Zakat yang
masuk via Bank Syariah masuk via Bank Syariah masuk via Bank Syariah masuk via Bank Syariah masuk via Bank Syariah
dengan Umum >20% dengan Umum dengan Umum 41-60% dengan Umum 61-80% dengan Umum 81-100%
21-40%
Pusat Kajian Strategis BAZNAS

Kinerja Lembaga Indeks Zakat Nasional >0,2 Indeks Zakat Nasional >0,4 Indeks Zakat Nasional >0,6 Indeks Zakat Nasional >0,8 Indeks Zakat Nasional =1,00
Zakat
Indeks Ramah Zakat Indeks Ramah Zakat Indeks Ramah Zakat Indeks Ramah Zakat Indeks Ramah Zakat
>0,2 >0,4 >0,6 >0,8 =1,00

DAFTAR PUSTAKA
Ada 1-3 Program LAZ/BAZNAS Ada 4-6 Program LAZ/ Ada 7-9 Program LAZ/ Ada 10-12 Program LAZ/ Ada 13 atau lebih Program
yang mendukung SDGs BAZNAS yang mendukung BAZNAS yang mendukung BAZNAS yang mendukung LAZ/BAZNAS yang
SDGs SDGs SDGs mendukung SDGs

Kepedulian Sosial Jumlah Relawan Lembaga Jumlah Relawan Lembaga Jumlah Relawan Lembaga Jumlah Relawan Lembaga Jumlah Relawan Lembaga
59

Sosial Kemanusiaan >100 Sosial Kemanusiaan >200 Sosial Kemanusiaan >300 Sosial Kemanusiaan >400 Sosial Kemanusiaan >500
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu,
sebelum kematian datang kepada salah seorang diantaramu, lalu dia berkata
“ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda kematianku sedikit lagi,
maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk golongan
orang-orang yang sholeh." (al-Munaafiquun: 10)

Anda mungkin juga menyukai