Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT BUDAYA, PRASANGKA, STEROTIPE, ETNOSENTRISME, RASISME,

DISKRIMINASI, SCAPEGOATING

Nama Kelompok :

Inda Tridia Selan ( Ketua )

Hendrika K.S Leu ( Sekertaris)

Elda Sitri Toy

Herlin Pinas

Dolita Manu

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ problema penyakit budaya, prasangka, steretipe,
etnosentrisme, rasime, diskriminasi, dan scapegoating” ini.

Tidak lupa juga kami ucapan terima kasih kepada Bapak dosen pengampu mata kuliah Pendidkan
Multikultural yang telah membimbing dan memberika tugas ini, sehingga dapat menambah ilmu dan
pengtahuan kami.

Semoga malah ini dapat memberikan ilmu, pengetahuan, dan pemahaman mengenai “ problema
penyakit budaya prasangka, steretipe, etnosentrisme, rasime, diskriminasi, dan scapegoating.

Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan pada makalah ini.oleh karena itu, saran dan
kritik dari pembaca senatiasa kami harapka demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, 26 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

Bab II PEMBAHASAN

A. Problem pendidikan multikultural yang terjadi di Indonesia


B. Pengertian penyakit budaya
C. Penegrtian prasangka, stereotipe, etnosentrisme, rasisme, diskriminasi, dan scapegoating
D. Upaya yang harus dilakukan untukmenghindari berbagai penyakit budaya

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Konflik bukan untuk dimusuhi, tapi dikelola secara arif dan bijaksana. Masing-masing
indvidu yang terliabt didalam konflik perlu menjernikan pikiran dan hati dan prasangka,
stereotipe, etrosentrisem, rasisme, dan diskriminasi dan scapegoating terhadap pihak lain,
karena pemahaman terhdap adanya penyit budaya tersebut merupakan kunci utama dalam
proses resolusi dalam manejemen konflik. Negara ini membutuhkan solusi yang memuaskan
dalam menghadapi ancaman konflik dan separatiseme didaerah-daerah yang lebih sering
disebabkan oleh tumbuh kembangnya berbagai penyakit budaya seperti prasangka, seorotipe,
etnosentrisme, rasisme, dan diskriminasi ini.
B. Rumusan masalah
a. Apa sajaprolem pendidikan multikultural yang teradi diIndonesia ?
b. Apa yang dimaksud dengan penyakit budaya ?
c. Apa yang dimaksud dengan prasangka, seorotipe, etnosentrisme, rasisme, dan diskriminasi
d. Apa saja upaya yang harus dilakukan utuk menghadapi berbagai penyakit budaya ?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pendidikan multikultural yang teradi diIndonesia
b. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan penyakit budaya
c. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan prasangka, seorotipe, etnosentrisme,
rasisme, dan diskriminasi
d. Untuk mengetahui upaya yang harus dilakukan utuk menghadapi berbagai penyakit
budaya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Problem Pendidikan Multikultural yang terjadi di Indonesia


Problem pendidikan multikultural di Indonesia antara lain :
a) Keragaman identitas Budaya Daerah
Keragaman budaya daerah memang mempercayai khasana budaya dan menjadi
modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi
buday itu sangat berpotensi memecah bela dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi dan pemahaman pada
berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat mejadi konflik. Konflik-konflik yang
terjadi selama ini di Indonesia dilatar belakangi oleh adanya keragaman identitas, etnis,
agama dan ras, misalnya peristiwa sampit. Keragaman ini digunakan oleh provokator
untuk dijadikan isu yang memancing persoalan.
Dalam mengantisipasi hal itu keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu
yang mesti ada dan biarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya, diperlukan suatu manejemen
konflik agar potensi konflik agar potensi konflik dpat terkonrksi secara dini untuk
ditempuh langkah-langkah pemecahannya, termasuk didalamny melalui pendidikan
multikultural. Adanya pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing warga
daerah tertentu bisa mengenal, memahami, menghayati, dan bisa saling berkomunikasi.
b) Pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah

Sejak dilanda arus reformasi dan demokratis, Indonesia dihadapkan pada


beragam tantangan baru yang sangat kompleks. Satu diantaranyanya yang sangat menonjol
adalah persoalan budaya. Dalam arena budaya, terjadi pergeseran kekuasaan dari pusat ke
daerah membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keberagamannya.
bila masa orde baru, kebijakan yang terkait dengan kebudayaan masih tersentralisasi, maka
kini tidak lagi.

Kebudayaan, sebagai sebuah kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh
kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam konteks budaya lokal masing-masing.
Ketika sesuatu bersentuhan dengan kekuatan maka berbagai hal dapat dimanfaatkan untuk
merebut kekuasaan atau melenggengkan itu termasuk didalamnya isu kedaerahan.

c) Kurang kokohnya Nasionalsime


Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatuhkan
seluruh pluralitas negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,
kepribadian nasional dan ideologi negara merupakan harga mati, yang tidak bisa
ditawar lagi dan berfungsi sebagai integrating force. Saat ini pancasila kurang
mendapat perhatian dan kedududkan yang semestinya sejak isu kedaerahan
semkain semarak. Persepsi sederhana dan keliru banyak dilakukan orang dengan
menyamatkan antara pancasila itu dengan ideologi Orde Baru yang harus
ditinggalkan.
d) Fanatisme sempit
e) Konflik kesatuan Nasional dan Multikultural
f) Kesejateraan ekonomi yang tidak merata diantara kelompok budaya
g) Keberpihakan yang salah dari media massa, khususnya televisi swasta dalam
memberitakan peristiwa.
B. Pengertian penyakit Budaya
Penyakit budaya adalah keyakinan untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap
budaya orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan yang berbasis ras kita disebut
rasisme, sedangkan yang berbasis etnis disebut etnisisme. Penyakit budaya adalah sikap yang
timbul dari seseorang yang menimbulkan kerenggangan sosial atau hilangnya budaya di daerah
tersebut.
C. Pengertian Prasangka, stereotipe, etnosentrisme, rasisme, diskriminasi dan scapegoating
1. Prasangka
Definisi klasik prasangka pertama kali dikemukakan oleh psikolog dari Universitas
Harvard, Gordon Allport yang menulis konsep itu dalam bukunya, The Nature of Predujice
pada tahun 1954. Istilah berasal dari praejudicium, yakni pernyataan atau kesimpulan
tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhada orang atau
kelompok tertentu.
Menurut Allport, “prasangka adalah antipati berdasarkan generalisasi yang salah
atau tidak luwes. Antipati itu dirasakan atau dinyatakan. Allport memang sangat
menekankan antipati bukan sekedar pribadi tetapi antipati kelompok.
Johnson (1986) mengatakan prasangka adalah sikap positif atau negatif
berdasarkan keyakinan stereotipe kita tentang anggota dari kelompok tertentu. Prasangka
meliputi keyakinan untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai
dengan peringkat nilai yang kita berikan.
Menurut johnson (1981) prasangka adalah sikap intipati berlandaskan pada cara
menggeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Prasangka merupakan sikap negatif yang
diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompoknya sendiri. Jadi
prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi kegiatan komunikasi karena
orang yan berprasangka sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang
melancarkan komunikasi. Sekarang pengertian prasangka lebih diarahkan pada pandangan
emosional dan negatif terhadap sesorang atau sekolompok orang dibandingkan dengan
kelompok sendiri.
Definisi Allport disanggah oleh psikolog Theodore Adorno. Adorno yang
menciptakan teori pribadi otoriter mengemukakan melalui riset atas pola rasisme yang
dilakukan di wilayah selata AS. Ia menemukan bahwa pola-pola rasisme muncul dari
kepribadian otoriter. Jadi pada dasarnya prasangka merupakan salah satu tipe kepribadian.
Dengan demikian kita tidak perlu mempermasalahkan tindakan rasisme karena tindakan
itu muncul dari pribadi berprasangka yang diwarisi dari proses sosialisasi.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat kita simpulkan
bahwa prasangka merupakan sikap, pengertian, keyakinan dan bukan tindakan. Jadi
prasangka tetap ada dipikiran, sedangka diskriminasi mengarah ke tindakan sistematis.
Kalau prasangka berubah menjadi tindakan nyata maka pasangka berubah menjadi
diskriminasi yaitu tindakan menyingkirkan status dan peranan seseorang dari hubungan,
pergaulan, dan komunikasi antar manusia. Secara umum kita dapat melihat prasangka
mengandung tipe afektif (berkaitan dengan perasaan negatif), kognitif (selalu berpkir
sesuatu stereotipe), dan konasi (kecenderungan berperilaku diskriminatif).

Prasangka didasarkan atas sebab-sebab seperti :


1) Generalisasi yang keliru pada perasaan
2) Stereotipe antar etnik
3) Kesadaran “in group” dan “out group” yaitu kesadaran akan ras “mereka”
sebagai kelompok lain yang berbeda latar belakang kebudayaan dengan “ kami”.

2. Steorotipe
Stereotipe merupakan salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras. Orang
cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik perilaku orang lain berdasarkan
kategori ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan tampilan komunikasi verbal maupun non
verbal selain itu juga, merupakan salah satu bentuk utama prasangka yang menunjukan
perbedaan “kami” yang selalu dikaitkan dengan superioritas kelompok “kami” dan
cenderung mengevaluasi orang lain yng dipandang inferior “mereka”.

Stereotipe adalah pemberian sifat tertentu terhadap sesorang berdasarkan kategori


yang bersifat subjektif hanya karena dia berasal dari kelompok lain. Pemberian sifat
tersebut bisa positif maupun negatif.

Vedeber (1986) menyatakan bahwa stereotipe adalah sikap juga karakter yang
dimiliki sesorang dalam menilai karakteristik, sifat negatif, maupun positif orang lain,
hanya berdasarkan keanggotaan orang itu pada kelompok tertentu.

Allan G. Johson (1986) stereotipe adalah keyakinan sesorang dalam


menggeneralisasikan sifat-sifat tertentuyang cenderung negatif tentang orang lain karena
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbukan
penilaian yang cenderung negatif bahkan merendahkan orang lain. Ada kecenderungan
memberikan “label” atau cap tertetu pada kelompok tertentu dan yang termasuk problem
yang perlu diatasi adalah stereotipe yang negatif atau merendahkan kelompok lain.

Di dalam menghadapi fenomena budaya yang ada di tanah air ini, kita perlu
memberi informasi yang benar tentang berbagi hal yang berkaitan dengan ras, suku, agama,
dan antar agama. Seringkali, keberadaan individu dalam suatu kelompok telah
dikategorisasi.

Miles Hewstone dan Rupert Brown (1986) mengemukakan tiga aspek esensial dari
stereotipe yaitu :

1) Karakter atau sifat tertentu yang berkaitan dengan perilaku, kebiasaan berperilaku,
gender dan etnis. Misalnya, wanita periang itu suka bersolek.
2) Bentuk atau sifat perilaku turun menurun sehingga seolah-olah melekat pada semua
anggota kelompok. Misalnya, oran ambon itu keras.
3) Penggeneralisasian karakteristik, ciri khas, kebiasaan, perilaku kelompik kepada
individu yang menjadi anggota kelompok tersebut.
4) Tajfel (1981) membedakan bentuk atau jenis stereotipe yaitu :
• Stereotipe individu adalah generalisasi yang dilakukan oleh individu dengan
menggeneralisasi karakteristik orang lain dengan ukurang luas dan jarak
tertentu melalui proses kategori yang bersifat kognitif (berdasarkan penglaman
individu).
• Stereotipe sosial terjadi jika stereotipe itu menjadi evaluasi kelompok tertentu,
telah menyebar dan meluas pada kelompok sosial lain.
• Stereotipe itu bersifat unik dan berdasarkan pengalaman individu, namun
kadang merupakan hasil pengalam dan pergaulan dengan orang lain maupun
dengan anggota kelompok itu sendiri. Adakah hubungan antara stereotipe
dengan komunikasi

Hewstone dan Giles (1986) mengajukan empat kesimpulan tentang proses stereotipe :

• Proses stereotipe merupakan hasil dari kecenderungan mengantisipasi atau


mengharapkan kualitas derajat hubungan tertentu antara anggota kelompok tentu
berdasarkan sifat psikologis yang dimliki.
• Sumber dan sasaran informasi mempengaruhi proses informasi yang diterima atau
yang hendak dikirimkan. Stereotipe berpengaruh terhadap porses informasi
individu.
• Stereotipe menciptakan harapan pada anggota kelompok tertentu (in group) dan
kelompok lain (out group).
• Stereotipe menghambat pola perilaku komunikasi kita dengan orang lain.

3. Entosentrisme

Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai


budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri. Etnosentrisme merupakan paham-
paham yang pertama kali diperkenalkan oleh William Graham Sumner (1906), seorang
antropolog yang beraliran interaksionisme. Berpandangna bahwa manusia pada dasarnya
individualistis yag cenderung mementingkan diri sendiri, namun karena harus
berhubungan dengan manusia lain, maka terbentuklah sifat antagonistik. Supaya
pertentangan itu dapat dicegah maka perlu ada folkways (adat kebiasaan) yang bersumber
pada pola-pola tertentu. Mereka yang memiliki folkways yang sama cenderung
berkelompok dalam satu kelompok yang disebut etnis.
Sebab-sebab Munculnya Etnosentrisme di Indonesia. Salah satu faktor yang
mendasar yang menjadi penyebab munculnya etnosentrisme di Bangsa ini adalah budaya
politik masyarakat yang cenderung tradisional dan tidak rasionalis. Budaya politik
masyarakat kita masih tergolong budaya politik subjektif Ikatan emosional –dan juga
ikatan-ikatan primordial- masih cenderung menguasai masyarakat kita. Masyarakat kita
terlibat dalam dunia politik dalam kerangka kepentingan mereka yang masih
mementingkan suku, etnis, agama dan lain-lain. Aspek kognitif dan partisipatif masih jauh
dari masyarakat kita.

Salah satu faktor yang juga menjadi penyebab munculnya masalah etnosentrisme
adalah pluralitas Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari
berbagai suku, agama, ras dan golongan. Pluralitas masyarakat Indonesia ini tentu
melahirkan berbagai persoalan. Setiap suku, agama, ras dan golongan berusaha untuk
memperoleh kekuasaan dan menguasai yang lain.Pertarungan kepentingan inilah yang
sering memunculkan persoalan-persoalan di daerah.

Contoh Etnosentrisme di Indonesia. Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia


adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah
tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga
dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang
brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan
kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah
dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun,
bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu
dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai
masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak
adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam
masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial
budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak
ditentang oleh para ahli ilmu sosial.

4. Rasisme
Kata ras berasal dari bahasa prancis dan itali “razza” pertama kali istilah ras
dikenalkan Franqois Bernier, antropolog perancis, untuk mengemukakan gagasan tentang
perbedaa manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.
Setelah itu, orang lalu menetapkan hirarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atas
orang eropa berkulit putih yang diasumsikan sebagai warga masyarakat kelas atas
berlawanan dengan orang afrika yang berkulit hitam sebagai warga kelas dua.

Ras sebagai konsep secara ilmiah digunakan bagi “penggolongan manusia” oleh
Bufon, anthorpolog perancis, untuk menerangkan penduduk berdasarkan pembedaan
biologis sebagai parameter. Pada abad 19, para ahli biologis membuat klasifikasi ras atas
tiga kelompok, yaitu kaukasoid, negroid dan mongoloid. Hasil penilitian menunjukan
bahawa tidak ada ras yang benar-benar murni lagi. Secara biologis, konsep ras selalu
dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam satu
kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik seperti warna kulit, mata,
rambut, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor
tampilan luar.

Karena tidak ada ras yang benar-benar murni, maka konsep tentang ras seringkali
merupakan kategori yang bersifat non- biologis. Ras hanya merupakan konstruksi ideologi
yang menggambarkan gagasan rasis.

Secara kultur Carus menghubungkan ciri ras dengan kondisi kultur. Ada empat
jenis ras yaitu : afrika, mongol, dan amerika yang berturut-turut mencerminkan siang hari
(terang), malam hari (gelap), cerah pagi (kuning), dan sore (senja) yang merah.

Namun konsep ras yang kita kenal lebih mengarah pada konsep kultur dan
merupakan kategori sosial, bukan biologis. Montagu, membedakan antara “ide sosial dari
ras” dan “ide biologis dari ras”. Definisi sosial berkaitan dengan fisik dan perilaku sosial.

5. Diskrimiasi
Diskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang semata-mata
berdasarkan keanggotaannya dalam kelompok (Sears, Freedman & Peplau,1999).
Misalnya banyak perusahaan yang menolak mempekerjakan karyawan dari etnik tertentu.
Diskriminasi bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya seseorang yang
berprasangka juga belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan
tetapi selalu terjadi kecenderungan kuat prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka
menjadi sebab diskriminasi manakala digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi.
Artinya prasangka yang dimiliki terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk
mendiskriminasikan kelompok tersebut.

Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan.


Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka
tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing. Diskriminasi
menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan
diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan.Seseorang yang mempunyai
prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya.

Demikian juga sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak
diskriminatif. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-
bedakan yang lain.

Sedangkan diskriminasi menurut Theodorson & Theodorson, diskriminasi adalah


ketidak seimbangan atau ketidak adilan yang ditujukan oleh orang atau kelompok lain yang
biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesuku
bangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Diskriminasi bersifat aktif dari
prasangka yang bersifat negatif (negative prejudice) terhadap seorang individu atau suatu
kelompok.

Jika prasangka mencakup sikap dan keyakinan, maka diskriminasi mengarah pada
tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka
kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan atau hukum.
Antara prasangka dan diskriminasi ada hubungan yang saling menguatkan, selama ada
prasangka, disana ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang sebagai keyakinan atau
ideologi, maka diskriminasi adalah terapan keyakinan atau ideologi. Jadi diskriminasi
merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok
dominan terhadap kelompok subordinasi.

6. Scapegoating

Teori kambing hitam mengemukakan kalau individu tidak bisa menerima


perlakuan tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat ditanggungkan kepada orang
lain. Ketika terjadi depresi ekonomi di jerman, Hitler mengkambing hitamkan orang yahudi
sebagai penyebab rusaknya sistim politik dan ekonomi di negara itu. Ada satu pabrik di
auscwitz, polandia yang digunakan untuk membantai hampir 1,5 juta orang yahudi. Tua
muda, besar kecil laki-laki dan perempuan dikumpulkan. Kepala digunduli dan rambut
yang dikumpulkan mencapai hampir 1,5 ton. Rambut yang terkumpul itu akan dikirimkan
ke jerman untuk dibuat kain. Richard Chamberlain berteori bahwa bangsa aria adalah
bangsa yang besar dan mulia yang mempunyai misi suci untuk membudayakan umat
manusia. Bangsa aria (jerman) ini merasa bahwa kekacauan ekonomi dan politik di jerman
disebabkan oleh bagsa yahudi.

D. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi penyakit budaya


1) Mempunyai semangat persatua yang berwawasan nusantara
2) Semnagat religius
3) Semangat nasionalisme
4) Semangat pluralisme
5) Membangun pola komunikasi yang baik antar sesama

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Budaya merupakan aspek penting yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat didunia. Di
Indonesia budaya menjadi aspek penting yang harus dipelajari agar sesuai degan nilai dan norma
yang berlaku dimasyarakat. Beragam budaya menjadi salah satu nilai tambah untuk menjunjung
tinggi nilai toleransi dan gotong royong dalam berberbagai kalangan, suku, ras, dan antar
golongan.

DAFTAR PUSTAKA
Sutarno. 2008. Pendidikan multikultural. Jakarta. Direktor Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen
Pendidikan Nasional
Maya.Luna.2014. definisi prasangka ( online ). ( http://arti-definisi-pengertian.info/arti-
prasangka.html).diakses pada tanggal 26 Agustus 2022 pukul 14.35
Unknown. 2016. Penyakit budaya. https://dianatask.blogspot.com/2016/01/penyakit-budaya.html).
Diakses pada tanggal 26 Agustus 2022 pukul 15.17

Anda mungkin juga menyukai