DISKRIMINASI, SCAPEGOATING
Nama Kelompok :
Herlin Pinas
Dolita Manu
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ problema penyakit budaya, prasangka, steretipe,
etnosentrisme, rasime, diskriminasi, dan scapegoating” ini.
Tidak lupa juga kami ucapan terima kasih kepada Bapak dosen pengampu mata kuliah Pendidkan
Multikultural yang telah membimbing dan memberika tugas ini, sehingga dapat menambah ilmu dan
pengtahuan kami.
Semoga malah ini dapat memberikan ilmu, pengetahuan, dan pemahaman mengenai “ problema
penyakit budaya prasangka, steretipe, etnosentrisme, rasime, diskriminasi, dan scapegoating.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan pada makalah ini.oleh karena itu, saran dan
kritik dari pembaca senatiasa kami harapka demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Bab II PEMBAHASAN
A. Simpulan
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konflik bukan untuk dimusuhi, tapi dikelola secara arif dan bijaksana. Masing-masing
indvidu yang terliabt didalam konflik perlu menjernikan pikiran dan hati dan prasangka,
stereotipe, etrosentrisem, rasisme, dan diskriminasi dan scapegoating terhadap pihak lain,
karena pemahaman terhdap adanya penyit budaya tersebut merupakan kunci utama dalam
proses resolusi dalam manejemen konflik. Negara ini membutuhkan solusi yang memuaskan
dalam menghadapi ancaman konflik dan separatiseme didaerah-daerah yang lebih sering
disebabkan oleh tumbuh kembangnya berbagai penyakit budaya seperti prasangka, seorotipe,
etnosentrisme, rasisme, dan diskriminasi ini.
B. Rumusan masalah
a. Apa sajaprolem pendidikan multikultural yang teradi diIndonesia ?
b. Apa yang dimaksud dengan penyakit budaya ?
c. Apa yang dimaksud dengan prasangka, seorotipe, etnosentrisme, rasisme, dan diskriminasi
d. Apa saja upaya yang harus dilakukan utuk menghadapi berbagai penyakit budaya ?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pendidikan multikultural yang teradi diIndonesia
b. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan penyakit budaya
c. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan prasangka, seorotipe, etnosentrisme,
rasisme, dan diskriminasi
d. Untuk mengetahui upaya yang harus dilakukan utuk menghadapi berbagai penyakit
budaya
BAB II
PEMBAHASAN
Kebudayaan, sebagai sebuah kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh
kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam konteks budaya lokal masing-masing.
Ketika sesuatu bersentuhan dengan kekuatan maka berbagai hal dapat dimanfaatkan untuk
merebut kekuasaan atau melenggengkan itu termasuk didalamnya isu kedaerahan.
2. Steorotipe
Stereotipe merupakan salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras. Orang
cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik perilaku orang lain berdasarkan
kategori ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan tampilan komunikasi verbal maupun non
verbal selain itu juga, merupakan salah satu bentuk utama prasangka yang menunjukan
perbedaan “kami” yang selalu dikaitkan dengan superioritas kelompok “kami” dan
cenderung mengevaluasi orang lain yng dipandang inferior “mereka”.
Vedeber (1986) menyatakan bahwa stereotipe adalah sikap juga karakter yang
dimiliki sesorang dalam menilai karakteristik, sifat negatif, maupun positif orang lain,
hanya berdasarkan keanggotaan orang itu pada kelompok tertentu.
Di dalam menghadapi fenomena budaya yang ada di tanah air ini, kita perlu
memberi informasi yang benar tentang berbagi hal yang berkaitan dengan ras, suku, agama,
dan antar agama. Seringkali, keberadaan individu dalam suatu kelompok telah
dikategorisasi.
Miles Hewstone dan Rupert Brown (1986) mengemukakan tiga aspek esensial dari
stereotipe yaitu :
1) Karakter atau sifat tertentu yang berkaitan dengan perilaku, kebiasaan berperilaku,
gender dan etnis. Misalnya, wanita periang itu suka bersolek.
2) Bentuk atau sifat perilaku turun menurun sehingga seolah-olah melekat pada semua
anggota kelompok. Misalnya, oran ambon itu keras.
3) Penggeneralisasian karakteristik, ciri khas, kebiasaan, perilaku kelompik kepada
individu yang menjadi anggota kelompok tersebut.
4) Tajfel (1981) membedakan bentuk atau jenis stereotipe yaitu :
• Stereotipe individu adalah generalisasi yang dilakukan oleh individu dengan
menggeneralisasi karakteristik orang lain dengan ukurang luas dan jarak
tertentu melalui proses kategori yang bersifat kognitif (berdasarkan penglaman
individu).
• Stereotipe sosial terjadi jika stereotipe itu menjadi evaluasi kelompok tertentu,
telah menyebar dan meluas pada kelompok sosial lain.
• Stereotipe itu bersifat unik dan berdasarkan pengalaman individu, namun
kadang merupakan hasil pengalam dan pergaulan dengan orang lain maupun
dengan anggota kelompok itu sendiri. Adakah hubungan antara stereotipe
dengan komunikasi
Hewstone dan Giles (1986) mengajukan empat kesimpulan tentang proses stereotipe :
3. Entosentrisme
Salah satu faktor yang juga menjadi penyebab munculnya masalah etnosentrisme
adalah pluralitas Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari
berbagai suku, agama, ras dan golongan. Pluralitas masyarakat Indonesia ini tentu
melahirkan berbagai persoalan. Setiap suku, agama, ras dan golongan berusaha untuk
memperoleh kekuasaan dan menguasai yang lain.Pertarungan kepentingan inilah yang
sering memunculkan persoalan-persoalan di daerah.
4. Rasisme
Kata ras berasal dari bahasa prancis dan itali “razza” pertama kali istilah ras
dikenalkan Franqois Bernier, antropolog perancis, untuk mengemukakan gagasan tentang
perbedaa manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.
Setelah itu, orang lalu menetapkan hirarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atas
orang eropa berkulit putih yang diasumsikan sebagai warga masyarakat kelas atas
berlawanan dengan orang afrika yang berkulit hitam sebagai warga kelas dua.
Ras sebagai konsep secara ilmiah digunakan bagi “penggolongan manusia” oleh
Bufon, anthorpolog perancis, untuk menerangkan penduduk berdasarkan pembedaan
biologis sebagai parameter. Pada abad 19, para ahli biologis membuat klasifikasi ras atas
tiga kelompok, yaitu kaukasoid, negroid dan mongoloid. Hasil penilitian menunjukan
bahawa tidak ada ras yang benar-benar murni lagi. Secara biologis, konsep ras selalu
dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam satu
kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik seperti warna kulit, mata,
rambut, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor
tampilan luar.
Karena tidak ada ras yang benar-benar murni, maka konsep tentang ras seringkali
merupakan kategori yang bersifat non- biologis. Ras hanya merupakan konstruksi ideologi
yang menggambarkan gagasan rasis.
Secara kultur Carus menghubungkan ciri ras dengan kondisi kultur. Ada empat
jenis ras yaitu : afrika, mongol, dan amerika yang berturut-turut mencerminkan siang hari
(terang), malam hari (gelap), cerah pagi (kuning), dan sore (senja) yang merah.
Namun konsep ras yang kita kenal lebih mengarah pada konsep kultur dan
merupakan kategori sosial, bukan biologis. Montagu, membedakan antara “ide sosial dari
ras” dan “ide biologis dari ras”. Definisi sosial berkaitan dengan fisik dan perilaku sosial.
5. Diskrimiasi
Diskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang semata-mata
berdasarkan keanggotaannya dalam kelompok (Sears, Freedman & Peplau,1999).
Misalnya banyak perusahaan yang menolak mempekerjakan karyawan dari etnik tertentu.
Diskriminasi bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya seseorang yang
berprasangka juga belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan
tetapi selalu terjadi kecenderungan kuat prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka
menjadi sebab diskriminasi manakala digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi.
Artinya prasangka yang dimiliki terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk
mendiskriminasikan kelompok tersebut.
Demikian juga sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak
diskriminatif. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-
bedakan yang lain.
Jika prasangka mencakup sikap dan keyakinan, maka diskriminasi mengarah pada
tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka
kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan atau hukum.
Antara prasangka dan diskriminasi ada hubungan yang saling menguatkan, selama ada
prasangka, disana ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang sebagai keyakinan atau
ideologi, maka diskriminasi adalah terapan keyakinan atau ideologi. Jadi diskriminasi
merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok
dominan terhadap kelompok subordinasi.
6. Scapegoating
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Budaya merupakan aspek penting yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat didunia. Di
Indonesia budaya menjadi aspek penting yang harus dipelajari agar sesuai degan nilai dan norma
yang berlaku dimasyarakat. Beragam budaya menjadi salah satu nilai tambah untuk menjunjung
tinggi nilai toleransi dan gotong royong dalam berberbagai kalangan, suku, ras, dan antar
golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Sutarno. 2008. Pendidikan multikultural. Jakarta. Direktor Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen
Pendidikan Nasional
Maya.Luna.2014. definisi prasangka ( online ). ( http://arti-definisi-pengertian.info/arti-
prasangka.html).diakses pada tanggal 26 Agustus 2022 pukul 14.35
Unknown. 2016. Penyakit budaya. https://dianatask.blogspot.com/2016/01/penyakit-budaya.html).
Diakses pada tanggal 26 Agustus 2022 pukul 15.17