Anda di halaman 1dari 13

INTERPRETASI APRESIASI PUISI “JAHIT TUBUH” KARYA EMMA

HANUBUN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIS (BERSIFAT


RESEPTIF)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Apresiasi Sastra


Dosen Pengampu: Ferina Meliasanti, S.S., M.Pd.

Disusun Oleh:

Diana Fitriani (2210631080009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2023
1. Puisi “Jahit Tubuh” Karya Emma Hanubun
Jahit Tubuh

dalam riak-riak hidup


kuhabiskan tubuhku
sebab kau butuh
tangan untuk memapahmu
kaki untuk bergerak ke arah tuju

pelan-pelan jiwaku
luruh layaknya debu
menunggu seluruhmu utuh

kusisakan mataku
jaga-jaga bila perlu
tetapi punggungmu memilih buru-buru
ia menjauh

lantas kubangun ulang


menyusun serakan belulang
menjahit tubuh yang terbuang
memeluknya walau layu
sebab aku adalah rumahku sendiri

Ambon, 3 Mei 2020

a. Struktur Fisik
1) Diksi
Diksi merupakan suatu pilihan kata yang digunakan oleh penyair agar mencapai nilai
estetika. Dalam puisi “Jahit Tubuh” ini terdapat diksi yang bermakna konotatif dan denotatif.
Diksi yang bermakna denotatif dapat dilihat sebagai berikut.

dalam riak-riak hidup


kuhabiskan tubuhku
sebab kau butuh
tangan untuk memapahmu
kaki untuk bergerak ke arah tuju

pelan-pelan jiwaku
luruh layaknya debu
menunggu seluruhmu utuh
(Emma Hanubun, 2020:62)
Diksi yang bercetak tebal menunjukkan makna denotatif. Kata riak-riak hidup mempunyai
makna yakni penyair sedang dalam keadaan pasang surutnya perjalanan hidup yang dijalani,
layaknya gerakan/gelombang air yang mengalir dari hulu ke hilir. Kemudian pada frasa
memapahmu mempunyai makna yang denotatif karena penyair sangat menggambarkan
keadaannya untuk membantu seseorang yang sedang kesulitan dan membutuhkan bantuannya
agar tetap bangkit. Frasa bergerak ke arah tuju mempunyai makna yang sebenarnya yakni
keadaan di mana penyair harus mampu untuk melangkah menuju sesuatu yang harus dilalui
sebagai titik akhir tujuan yang dituju. Selain itu frasa luruh termasuk dalam makna denotatif.
Luruh mempunyai arti kata ‘jatuh’ atau ‘gugur'. Dengan kata tersebut penyair mendeskripsikan
keadaan yang sebenarnya melalui diksi denotatif tersebut bahwa Ia sedang dalam keadaan jatuh
terpuruk dan merasa sedih karena menunggu seseorang yang membutuhkan bantuannya untuk
dapat kembali bangkit.

Selain makna denotatif yang ditemukan peneliti, terdapat diksi yang mempunyai makna
konotatif diantaranya pada larik sebagai berikut.
kuhabiskan tubuhku
sebab kau butuh

pelan-pelan jiwaku
luruh layaknya debu

kusisakan mataku
jaga-jaga bila perlu
tetapi punggungmu memilih buru-buru

menyusun serakan belulang
menjahit tubuh yang terbuang
memeluknya walau layu
sebab aku adalah rumahku sendiri
(Emma Hanubun, 2020:62)

Larik kuhabiskan tubuhku mengandung makna yang konotatif karena pada larik kuhabiskan
tubuhku memiliki makna bahwa penyair secara lambat laun ingin membantu seseorang dan
merelakan tubuhnya untuk membantu seseorang tersebut. Pada larik selanjutnya yaitu luruh
layaknya debu mempunyai makna perumpamaan bahwa penyair sedang dalam keadaan jatuh
terpuruk dan merasa sedih karena menunggu seseorang yang membutuhkan bantuannya untuk
dapat kembali bangkit. Bait ketiga pada larik kusisakan mataku dan tetapi punggungmu
memilih buru-buru memiliki makna konotatif yakni kekhawatiran penyair terhadap sesuatu
yang mungkin saja akan dibutuhkan dan menggambarkan bahwa pengarang merasa sangat
kecewa dikarenakan seseorang tersebut pergi meninggalkannya dan menjauh. Lalu pada bait
terakhir yakni menyusun serakan belulang dan menjahit tubuh yang terbuang memiliki makna
bahwa penyair harus mampu kembali bangkit atas sesuatu yang terjadi pada hidupnya dan juga
mengekspresikan perasaan yang semangat dikarenan yang Ia butuhkan adalah diri sendiri
bukan orang lain, jadi Ia harus bangkit dan tak boleh menyerah.

2) Pengimajian
Pengimajian adalah susunan kata-kata yang memperjelas apa yang dituliskan penyair
dalam puisinya. Dalam puisi “Jahit Tubuh” dapat ditemukan beberapa imaji sebagai berikut
diantaranya.
a) Imaji Auditif
Imaji auditif didefinisikan sebagai penggambaran imaji atau citraan yang diciptakan
penyair untuk menimbulkan kesan suara atau berhubungan dengan indra pendengaran. Dalam
puisi “Jahit Tubuh” imaji auditif dapat dilihat sebagai berikut.
dalam riak-riak hidup
kuhabiskan tubuhku

(Emma Hanubun, 2020:62)
Dapat kita lihat bahwa larik di atas mengandung frasa riak-riak hidup yang menimbulkan
kesan bahwa penyair penyair sedang dalam keadaan pasang surutnya perjalanan hidup yang
dijalani, layaknya bunyi gerakan/gelombang air.

b) Imaji Visual
Imaji visual dapat didefinisikan sebagai imaji yang melukiskan sebuah penglihatan yang
digambarkan oleh penyair dalam puisinya. Dalam puisi “Jahit Tubuh” dapat ditemukan
beberapa imaji visual yang dapat dilihat sebagai berikut.
pelan-pelan jiwaku
luruh layaknya debu

(Emma Hanubun, 2020:62)
Larik di atas menunjukkan penyair menciptakan imaji agar pembaca seolah-olah dapat
membayangkan bagaimana rasanya jiwa yang jatuh dan runtuh karena merasa sangat sedih
dan dalam sedang keadaan terpuruk.

c) Imaji Taktil
Imaji taktil dapat didefinisikan sebagai imaji yang berkaitan dengan sentuhan rabaan atau
terkait dengan perasaan manusia. Dalam puisi “Jahit Tubuh” dapat ditemukan beberapa imaji
taktil yang dapat dilihat sebagai berikut.
menjahit tubuh yang terbuang
memeluknya walau layu

(Emma Hanubun, 2020:62)
Dapat kita lihat dari larik di atas bahwa kata memeluknya termasuk dalam imaji taktil
karena kata tersebut merupakan sebuah kondisi di mana penyair memposisikan dirinya yang
rapuh tak berdaya dan yang dibutuhkan adalah semangat untuk bangkit atas segala
keterpurukan.

3) Kata Konkret
Kata konkret dalam puisi merupakan kata yang mengacu pada objek atau benda yang dapat
dilihat, diraba, dirasakan, atau didengar secara langsung. Dalam puisi, kata-kata konkret ini
digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas dan nyata bagi pembaca tentang apa yang
hendak disampaikan oleh penyair. Kata konkret dalam puisi “Jahit Tubuh” dapat dilihat pada
larik-larik sebagai berikut.

luruh layaknya debu


….
(Emma Hanubun, 2020:62)
Frasa debu menggambarkan kata konkret karena memiliki makna yang nyata jika perasaan
dari penyair sedang hancur dan kecewa layaknya debu yang hancur lebur dan tak berbentuk.

4) Bahasa Kias
Majas adalah gaya bahasa yang diucapkan untuk membangun suasana dalam sebuah
kalimat agar terlihat lebih hidup. Dengan adanya majas, tujuan kalimat lebih terlihat jelas dan
menimbulkan kesan estetis pada puisi. Majas dalam puisi “Jahit Tubuh” dapat dilihat sebagai
berikut.

a) Majas Personifikasi
Majas personifikasi adalah majas yang menyatakan benda mati seolah-olah hidup dan
mempunyai sifat yang seolah-olah hidup layaknya manusia.
kuhabiskan tubuhku
sebab kau butuh
tangan untuk memapahmu
kaki untuk bergerak ke arah tuju

(Emma Hanubun, 2020:62)
Frasa kuhabiskan tubuhku memiliki makna bahwa tubuh digambarkan sebagai sesuatu
yang dapat digunakan atau dikonsumsi, seperti makanan atau barang. Pada frasa tangan untuk
memapahmu memiliki makna yang dimaksud tangan digambarkan memiliki kemampuan untuk
membantu atau menopang seseorang secara fisik atau langsung. Lalu pada frasa kaki untuk
bergerak ke arah tuju memiliki makna bahwa kaki digambarkan memiliki kehendak atau
kemampuan untuk bergerak menuju suatu tujuan. Selanjutnya dapat dilihat lagi majas
personifikasi sebagai berikut.

menyusun serakan belulang


menjahit tubuh yang terbuang
memeluknya walau layu
sebab aku adalah rumahku sendiri

(Emma Hanubun, 2020:62)
Larik di atas menunjukan majas personifikasi pada larik menyusun serakan belulang
memiliki makna bahwa belulang digambarkan seperti benda yang dapat diatur atau disusun
kembali. Pada larik menjahit tubuh yang terbuang memiliki makna bahwa tubuh yang terbuang
digambarkan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki atau disatukan kembali melalui jahitan.
Lalu pada larik memeluknya walau layu memiliki makna bahwa objek layu digambarkan dapat
dipeluk, memberikan kesan bahwa sesuatu yang kering atau tidak bersemangat dapat dirawat
atau diperhatikan. Selanjutnya pada frasa aku adalah rumahku sendiri memiliki makna bahwa
rumah digambarkan sebagai sesuatu yang memiliki kesadaran atau identitas dari penyair.
b) Majas Asosiasi
Majas asosiasi adalah majas yang digunakan memuat perbandingan dua hal yang berbeda
tetapi dianggap sama.
kuhabiskan tubuhku
sebab kau butuh

(Emma Hanubun, 2020:62)

Larik di atas, terdapat asosiasi antara menghabiskan tubuh dengan memberikan segalanya
atau berkorban untuk orang lain, seperti menjahit sesuatu dengan menggunakan benang hingga
selesai. Selanjutnya dapat dilihat lagi majas asosiasi sebagai berikut.

tangan untuk memapahmu


kaki untuk bergerak ke arah tuju

(Emma Hanubun, 2020:62)

Larik di atas, terdapat asosiasi antara tangan dan kaki dengan alat yang digunakan dalam
proses jahit-menjahit. Tangan sebagai alat untuk memapah menggambarkan perlindungan dan
dukungan, sementara kaki sebagai alat untuk bergerak menggambarkan kemampuan untuk
mencapai tujuan. Selanjutnya dapat dilihat lagi majas asosiasi sebagai berikut.

luruh layaknya debu


menunggu seluruhmu utuh

(Emma Hanubun, 2020:62)

Larik di atas, menggambarkan jiwa penyair yang hancur seperti debu, menunggu
keseluruhan atau keutuhan seseorang. Seperti halnya debu yang menumpuk dan menunggu
untuk dikumpulkan menjadi keseluruhan. Selanjutnya dapat dilihat lagi majas asosiasi sebagai
berikut.

menjahit tubuh yang terbuang


memeluknya walau layu

(Emma Hanubun, 2020:62)
Larik di atas, terdapat asosiasi antara menjahit tubuh yang terbuang dengan memperbaiki
atau menghidupkan kembali sesuatu yang telah rusak atau terabaikan. Memeluknya walau layu
menggambarkan sikap penerimaan dan penyayang terhadap sesuatu meskipun kondisinya
kurang sempurna.

c) Majas Metafora
Majas metafora adalah adalah gaya bahasa yang menggunakan pemakaian kata bukan
dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan dari makna tersebut. Majas ini dapat digunakan untuk menggambarkan hal-hal
dengan jelas serta membandingkan suatu hal dengan hal lainnya yang memiliki sifat yang
sama. Majas metafora dapat dilihat dalam larik sebagai berikut
dalam riak-riak hidup
kuhabiskan tubuhku

luruh layaknya debu


menunggu seluruhmu utuh

menyusun serakan belulang


menjahit tubuh yang terbuang
memeluknya walau layu
(Emma Hanubun, 2020:62)
Frasa riak-riak hidup memiliki makna bahwa menggambarkan perubahan dan dinamika
kehidupan. Riak-riak di air menggambarkan kejadian-kejadian yang mempengaruhi kehidupan
seseorang. Pada larik luruh layaknya debu memiliki makna yang menggambarkan keadaan
emosional dan spiritual seseorang yang hancur atau runtuh seperti debu. Ini menunjukkan
bahwa penyair merasakan kehampaan dan kerapuhan dalam dirinya. Lalu pada larik menyusun
serakan belulang memiliki makna yang menggambarkan kehancuran dan kerapuhan. Serakan
belulang melambangkan kekacauan dan kemunduran dalam kehidupan, dan penulis merasa
bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Selanjutnya pada larik memeluknya walau layu,
metafora ini menggambarkan rasa kasih sayang dan kepedulian yang tidak memandang kondisi
yang layu atau buruk. Meskipun tubuh yang dijahit mungkin tidak sempurna, penyair masih
memeluknya dengan penuh kasih sayang.
5) Verifikasi
Puisi “Jahit Tubuh” mempunyai pola rima yang yang teratur dan juga tidak teratur. Pada
bait pertama, pola rima pada akhir larik berbunyi vokal /u/ yang dapat dilihat sebagai berikut.
dalam riak-riak hidup
kuhabiskan tubuhku
sebab kau butuh
tangan untuk memapahmu
kaki untuk bergerak ke arah tuju
(Emma Hanubun, 2020:62)
Begitupun pada bait kedua, akhiran larik berpola rima berasal dari vokal /u/ yang dapat
dilihat sebagai berikut.
pelan-pelan jiwaku
luruh layaknya debu
menunggu seluruhmu utuh
(Emma Hanubun, 2020:62)
Pada bait ketiga, pola rima akhir larik berasal dari vokal /u/ yang dapat dilihat sebagai
berikut.
kusisakan mataku
jaga-jaga bila perlu
tetapi punggungmu memilih buru-buru
ia menjauh
(Emma Hanubun, 2020:62)
Lalu pada bait yang keempat bunyi rima yang dihasilkan oleh vokal /a/, /u/, dan /i/ yang
dapat dilihat sebagai berikut.
lantas kubangun ulang
menyusun serakan belulang
menjahit tubuh yang terbuang
memeluknya walau layu
sebab aku adalah rumahku sendiri
(Emma Hanubun, 2020:62)
Dari keseluruhan bait, penyair menciptakan bunyi /u/, /a/ dan /i/. Sementara itu, tinggi
rendahnya ritme puisi ini diatur dengan berdasarkan tanda pemberhentian yang dihasilkan pada
puisi ini dapat kita lihat sebagai berikut

Jahit Tubuh
dalam riak-riak hidup/
kuhabiskan tubuhku/
sebab kau butuh
tangan untuk memapahmu//
kaki untuk bergerak ke arah tuju/
pelan-pelan jiwaku
luruh/ layaknya debu/
menunggu seluruhmu utuh/

kusisakan mataku/
jaga-jaga bila perlu/
tetapi punggungmu/ memilih buru-buru//
ia menjauh/

lantas kubangun ulang/


menyusun serakan belulang/
menjahit tubuh yang terbuang/
memeluknya walau layu/
sebab aku/ adalah rumahku sendiri//
(Emma Hanubun, 2020:62)

6) Tipografi
Puisi ini terdiri dari empat bait dan pada bait pertama terdiri dari lima larik, pada bait kedua
terdiri dari tiga larik, pada bait ketiga terdiri dari empat larik, dan pada bait keempat atau bait
terakhir terdiri dari lima larik. Dalam hal ini, penyair tidak konsisten dalam membentuk
perwajahan puisi, sehingga terlihat lebih bebas dan tidak rapih dan hanya sedikit untuk
membuat peneliti tertarik untuk meneliti puisi tersebut. Kemudian, perwajahan puisi (tipografi)
dalam puisi ini membentuk struktur huruf kecil di awal kalimat tanpa tanda titik dan
membentuk rata kiri. Penggunaan huruf kecil di awal setiap kalimat mengandung sebuah
makna untuk pemenggalan baris agar memberi efek atau kesan makna lain dari kata, klausa,
maupun baris.

Selain itu, dapat dilihat bahwa pada akhir puisi terdapat kota dan tanggal, yakni Ambon, 3
Mei 2020. Waktu pembuatan puisi yang tertera tentu sangat menunjukkan latar belakang puisi
ini diciptakan di kota Ambon sebagai bentuk ungkapan penyair yang mengekspresikan
beberapa perasaan yaitu sedih, khawatir, kekecewaan, dan juga semangat.
b. Struktur Batin
1) Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau ide pokok yang dikemukakan penyair sehingga
menjadi landasan utama pengucapannya. Tema yang diangakat dalam puisi “Jahit Tubuh”
yaitu bertemakan pengorbanan yang tak dihargai, kekecewaan, kesedihan, penemun jati diri
serta kekuatan di dalam diri sendiri. Meskipun penyair telah memberikan segalanya untuk
seseorang, punggungnya memilih untuk menjauh. Dalam konteks ini, tema pengorbanan yang
tak dihargai menyoroti perasaan kecewa yang begitu dalam ketika pengorbanan dari penyair
tidak dihargai atau dilupakan oleh seseorang yang diinginkan. Selain itu, tema penemuan jati
diri pun mencerminkan upaya penyair untuk membangun kembali tubuhnya yang terbuang dan
memeluknya meskipun kondisinya mungkin sudah layu. Tema ini menyoroti proses penemuan
diri, penerimaan diri, dan pemulihan dari kesedihan dan kekecewaan yang begitu dalam. Lalu,
pada tema kekuatan di dalam diri sendiri memiliki makna bahwa penyair menyatakan dirinya
adalah rumahnya sendiri, menunjukkan kesadaran akan kekuatan dalam diri sendiri untuk
membangun kembali dan memeluk dirinya sendiri. Tema ini menekankan pentingnya mandiri
dan mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi rintangan dan kesulitan hidup yang dilalui.

Dalam penciptaan puisi ini, peneliti melihat betapa mudahnya para pembaca memahami
kata demi kata yang diciptakan oleh Emma Hanubun dalam menuangkan kata demi kata dalam
puisi “Jahit Tubuh” ini. Penyair pun seolah-olah ingin menunjukkan bahwa puisinya dapat
menjadi bahan refleksi sekaligus renungan untuk para pembaca agar lebih dapat meningkatkan
kesadaran kepada masing-masing individu.

2) Rasa
Rasa merupakan sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Dalam puisi “Jahit Tubuh”, Emma Hanubun menunjukkan perasaan pengorbanan,
kelelahan, kesepian serta pemulihan yang begitu pilu. Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas
puisi ini mengungkapkan rasa pengorbanan yang mendalam. Penyair menggambarkan
bagaimana Ia menghabiskan tubuhnya untuk membantu orang lain, menjadi tangan yang
memapah dan kaki yang membimbing. Ini mencerminkan rasa ikhlas dan rela mengorbankan
diri demi kebutuhan orang lain.
Rasa kesepian dalam puisi ini juga menyisakan matanya dan berjaga-jaga, tetapi punggung
yang Ia harapkan memilih untuk menjauh. Ini mencerminkan perasaan kesepian dan penolakan
yang dialami oleh penyair, meskipun Ia berusaha untuk memperbaiki dirinya sendiri.

Namun, terdapat pula rasa pemulihan yang terpancar pada akhir puisi ini. Penyair menyusun
kembali serakan belulang dan menjahit tubuh yang terbuang. Ini melambangkan kekuatan
penyair untuk bangkit kembali dan memulihkan dirinya sendiri. Penyair memeluk tubuhnya
sendiri meskipun layu, menunjukkan rasa percaya diri dan penghargaan terhadap diri sendiri.

3) Nada dan Suasana


Nada merupakan sikap tertentu yang diungkapkan oleh penyair kepada pembaca, nada
tersebut dapat berupa ikhlas, harapan, kehilangan dan sebagainya. Dalam puisi “Jahit Tubuh”
ini, Emma Hanubun menunjukkan sikap ikhlas yang mencerminkan rasa pengabdian dan
kesediaannya untuk menggunakan tubuhnya demi kepentingan seseorang. Selain itu, harapan
juga menjadi salah satu nada yang mampu membuat penyair memberikan harapan bahwa orang
yang mereka perjuangkan akan menjadi utuh. Selanjutnya terdapat pula kekhawatiran bahwa
seseorang yang penting bagi pengarang, punggungmu, telah menjauh tanpa memperhatikan
usahanya.

Suasana dalam puisi adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi tersebut. Dalam
hal ini, penyair mengalami tiga suasana yang diantaranya kehangatan, ketegasan serta
keputusasaan. Hal ini dapat ditunjukan pada rasa kasih sayang dan perhatian penyair terhadap
seseorang yang Ia bantu. Pada suasana ketegasan, penyair dengan tegas menyatakan bahwa Ia
adalah rumahnya sendiri, menunjukkan keberanian dan keteguhan dalam menjalani perjuangan
yang dihadapi. Lalu pada suasana keputusasaan, meskipun pengarang berusaha keras untuk
memperbaiki situasi, Ia menghadapi rasa putus asa saat melihat punggung seseorang yang
membutuhkan bantuan tersebut menjauh.

Secara keseluruhan, puisi “Jahit Tubuh” menciptakan nada yang mencerminkan rasa
pengabdian, harapan, kehilangan, kehangatan, ketegasan, dan keputusasaan dalam menghadapi
perjuangan hidup dan hubungan manusia.
4) Amanat
Amanat adalah pesan kebaikan yang disampaikan pengarang melalui cerita. Amanat
sendiri sangat berhubungan dengan sebab-akibat. Amanat dapat kita petik dari dari yang kita
pelajari untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu dalam pembuatan puisi
menjadi suatu karya yang utuh amanat sangatlah penting. Dalam puisi “Jahit Tubuh” ini
tentang kekuatan, ketekunan, dan keberanian untuk membangun kembali diri sendiri meskipun
menghadapi tantangan dan kehilangan. Puisi karya Emma Hanubun ini menggambarkan proses
penyembuhan dan pemulihan dari kerapuhan dan kesedihan, dengan mengajak pembacanya
untuk menghargai dan mencintai diri sendiri serta memiliki kekuatan dalam menghadapi
kehidupan.

Amanat yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya menjaga dan merawat diri
sendiri, bahkan ketika seseorang telah meninggalkan atau tidak menghargai kita. Melalui
penyusunan kembali tubuh yang terbuang, puisi ini mendorong kita untuk bangkit kembali
membangun kembali diri kita sendiri dan mencintai diri kita apa adanya. Puisi ini juga
menggambarkan bahwa kita adalah rumah bagi diri sendiri, tempat kita dapat menemukan
kekuatan dan ketenangan di tengah kehidupan yang berubah-ubah.

Dalam menghadapi riak-riak hidup, puisi ini mengajak kita untuk tidak menyerah, tetapi
mengambil langkah kecil untuk memperbaiki diri kita sendiri. Pesan tersebut mendorong kita
untuk menjadi penopang bagi orang lain, dengan memberikan tangan untuk memapah dan kaki
untuk bergerak maju. Meskipun jiwanya merasa rapuh dan hancur, puisi ini menegaskan
pentingnya menemukan kesatuan dan keutuhan dalam diri kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai