Anda di halaman 1dari 4

— Daftar Isi —

Kata Pengantar— vi

Pendahuluan— xi

Bagian 1

Ikhtiar Menjawab Masalah Keagamaan— 1

Bagian 2

Meneropong Politik dan Budaya Tanah Air— 195

Bagian 3

Dari Dunia Kemahasiswaan dan Keilmuan— 272

Bagian 4

Pribadi yang Selalu Gelisah— 331

Bagian 5

Sejumlah Komentar— 370


Kata Pengantar

AHMAD WAHIB:

Anak muda yang bergulat dalam pencarian

Oleh H.A. Mukti Ali

Saya mengenal dan bergaul dengan almarhum Ahmad Wahib dalam “Lingkaran Diskusi Limited
Group”. Lingkaran diskusi ini—yang penamaanya juga diberikan oleh almarhum—adalah
sebuah forum diskusi yang diselenggarakan setiap Jum’at sore di rumah saya di kompleks IAIN
Sunan Kalijaga, Demangan, antara pertengahan tahun 1967 hingga akhir tahun 1971. Anggota
intinya, yakni mereka yang boleh dikatakan selalu hadir dan memilih serta menentukan tema-
tema diskusi, adalah Saudara Muhammad Dawam Rahardjo, Djohan Effendi, almarhum Ahmad
Wahib dan saya sendiri. Beberapa kawan yang sering hadir dan pernah memberikan pengantar
diskusi antara lain Saudara Syu’bah Asa, Saifullah Mahyuddin, Djauhari Muhsin, Kuntowidjojo,
Syamsuddin Abdulah, Muin Umar, Kamal Mucthar, Simuh dan almarhum Wadjiz Anwar. Selain
itu, sebagai selingan, kami juga mengundang orang-orang luar misalnya Saudara Deliar Noer,
Nono Anwar Makarim, Rendra, Prof. Sudjito, Prof. Sutrisno Hadi, Prof. Lafran Pane, Pranarka,
Karkono, Boland, Bakker, Niels Mulder, James Peacock, dan beberapa lagi.

Setiap Jum’at sore kami dan beberapa kawan lain yang berminat terutama kalangan muda,
mendiskusikan berbagai masalah, terutama masalah-masalah yang berkaitan dengan agama,
budaya dan masyarakat. Dalam bulan-bulan pertama lingkaran diskusi terutama mencoba
mencari persoalan-persoalan dasar umat Islam Indonesia dan berusaha menyusunnya dalam
sebuah kerangka tema diskusi. Di sana pembicaraan juga sering menyentuh masalah-masalah
theologis yang sering tidak terpikirkan. Sudah barang tentu dalam sebuah diskusi yang sifatnya
bebas, timbul pertanyaan atau malah pernyataan, yang pada dasarnya lebih merupakan
penajaman permasalahan, yang dianggap kurang pada tempatnya. Oleh karena itu ada kritik
terhadap Lingkaran Diskusi ini dan juga terhadap saya yang mentolerir pembicaraan-
pembicaraan yang tidak umum itu. Kritik dilontarkan terutama oleh kawan-kawan yang
menganggap masalah-masalah yang didiskusikan itu merupakan soal-soal yang sudah “selesai”
dan tidak perlu dikutik-kutik lagi.

Saya sendiri menyadari hal itu. Akan tetapi saya juga menganggap forum seperti itu amat perlu
hingga dengan demikian kita bisa mengetahui alam pikiran kalangan muda. Lebih-lebih karena
mereka itu justru putera-putera Islam sendiri, bahkan merupakan aktivis-aktivis dan eksponen-
eksponen organisasi mahasiswa Islam yang sangat potensial, yaitu HMI.
Saya merasa akan sangat rugi apabila kalangan muda itu dibiarkan memendam berbagai
pertanyaan dan mungkin gugatan dalam pikiran mereka, yang justru menyangkut hal-hal yang
dasar dalam agama. Mereka itu rata-rata berusia duapuluhan. Mereka sedang dalam proses
mencari. Dan dalam proses pencarian itu tentu saja pendapat-pendapat mereka masih belum
mapan. Justru dalam forum diskusi biasa dilakukan dialog yang terbuka tanpa mereka merasa
digurui dan dihakimi.

Menarik sekali untuk dipelajari mengapa teman-teman muda itu—yang latar belakang
pendidikan mereka berbedabeda, sama-sama memperlihatkan pikiran-pikiran yang di saat itu
dianggap “menyebal” dari pikiran yang dianggap umum di kalangan umat Islam. Sangat
disayangkan mereka kurang berkesempatan merumuskan pikiran-pikiran yang berkembang di
kalangan mereka sendiri.

Karena saya menganggap teman-teman muda itu sedang mencari, saya sama sekali tidak
mengkhawatirkan mereka. Apa yang mereka lontarkan, dilihat dari segi usia, pendidikan dan
pengalaman mereka, dan juga tantangan-tantangan yang mereka hadapi, adalah wajar. Saya
percaya bagaimanapun “anehnya” pikiran-pikiran mereka, tambahnya pengetahuan dan
pengalaman akan lebih mematangkan pemikiran mereka.

Saya tidak tahu bahwa di antara teman-teman muda itu, almarhum Ahmad Wahib secara
diam-diam merekam dan mengawetkan pikiran-pikirannya dalam bentuk catatan harian. Sudah
barang tentu catatan ini merupakan catatan menurut Pergolakan Pemikiran Islam pendapat dan
penangkapan almarhum tentang masalah-masalah yang ia pikirkan.

Dalam pembicaraan-pembicaraan di Lingkaran Diskusi, memang almarhum Ahmad Wahib


sering kali mengeluarkan pendapat-pendapat yang tidak biasa didengar oleh banyak orang.
Terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah agama. Kesan saya pada waktu itu, almarhum
sedang menghadapi pergulatan pikiran yang keras dalam proses pencariannya. Hal itu tidak
terlalu mengherankan. Almarhum Ahmad Wahib berasal dari lingkungan agama yang terkenal
sangat teguh, Madura. Dalam pendidikan, almarhum adalah mahasiswa fakultas eksakta,
Fakultas Ilmu Pasti dan Alam. Sedang kegiatannya dalam gerakan mahasiswa mengantarkannya
ke dalam lingkaran masalah-masalah agama dan kemasyarakatan. Hal ini, saya rasa, mendorong
almarhum untuk banyak merenung. Dan dalam renungan-renungan yang ia lakukan itu,
almarhum terlibat dalam pergulatan pikiran yang keras.

Cetusan-cetusan dari pergulatan pikiran itu tanpak dan sangat mewarnai catatan-catatan
hariannya. Karena itu tidak mengherankan apabila banyak hal-hal yang ditulisnya cukup
membuat dahi kebanyakan orang mengkerut, lebih-lebih bagi mereka yang menganggap apa
yang dipersoalkannya adalah soal-soal yang tabu dan final. Akan tetapi saya rasa, bagaimanapun
keyakinan kita masing-masing, catatan harian almarhum Ahmad Wahib ini cukup mengesankan.
Bahkan mungkin akan merangsang dan menggoda pikiran kita. Paling tidak, bisa memahami
pergulatan pikiran seorang anak muda yang sedang mencari. Orang boleh setuju atau menolak
pikiran-pikiran almarhum Ahmad Wahib, tapi ia yang berper awakan kecil, walau meninggal
dalam usia yang masih muda, ternyata hidupnya tidak sia-sia. Dan bagi kawan-kawannya,
catatan harian almarhum ini merupakan warisan yang sangat berharga.

Yogyakarta, Februari 1981

Pergolakan Pemikiran Islam

Anda mungkin juga menyukai