DOSEN PENGAMPU :
Drs. Faizal Chan, S.Pd., M.Si.
Alirmansyah, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh :
Arrum Dwi Wahyuni ( A1D122001 )
Diska Ayu Saputri ( A1D122024 )
Husnul Khatimah ( A1D122027 )
Kesintia Dwinda Tasya ( A1D122020 )
Maria Istiqomah ( A1D122007 )
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
kebesaran dan limpah dan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pembelajaran, Pengembagangan dan Pengorganisasian IPS di
Sekolah Dasar”.
i
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………………………
….i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………...ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah………………………………………………………………
B. Rumusan
Masalah……………………………………………………………………..
C. Tujuan
Pembahasan…………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
A. Pranata sosial…………...
……………………………………………………………..
B. Stratifikasi sosial………….…………………………………………………..
C. Norma yang berlaku di masyarakat……………………….………………….
D. Sistem sosial budaya Indonesia.................................……………………...…
A. Kesimpulan……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pranata sosial dibentuk dalam rangka mengatur dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang
penting dan beragam. Menurut Koentjaraningrat (1979), pranata sosial merupakan kumpulan
sistem yang memungkinkan masyarakat melakukan interaksi berdasarkan pola-pola resmi atau
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang tujuannya adalah pemenuhan kebutuhan khusus
masyarakat yang kompleks (Narwoko & Suyanto, 2015: 216). Ada lima pranata sosial utama untuk
mengatur dan memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu: pranata keluarga, pranata ekonomi, pranata
politik, pranata agama, dan pranata pendidikan (Setiadi & Kolip, 2015: 303-344). Pada penggunaan
sehari-hari, istilah “pranata” atau institution sering disamakan dengan istilah institute yang artinya
“lembaga”, padahal kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Pranata merupakan sistem
norma atau aturan-aturan mengenai aktivitas masyarakat khusus berupa perilaku, sedangkan
lembaga atau institut merupakan badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut
(Setiadi & Kolip, 2015: 285). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan istilah “lembaga” untuk
menunjuk pada suatu badan yang mengatur dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang
penting, kompleks, dan beragam.Salah satu dari kompleksitas kehidupan masyarakat yang beragam
adalah ketika dalam sebuah keluarga terdapat anak yang memilikikebutuhan khusus atau yang biasa
disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seringkali dikira oleh
masyarakat awam sebagai anak dengan keterbatasan fisik atau cacat fisik sehingga dianggap hal
biasa karena mudah untuk dilihat dan didiagnos(Mangunsong & Semiawan, 2010: 5).Menurut
Desiningrum (2016: 2), anak berkebutuhan khusus dapat dilihat berdasarkan konteks yang bersifat
biologis, psikologis, dan sosio-kultural. Pada konteks biologis, dasar bagi anak berkebutuhan khusus
dikaitkan dengan kelainan genetik dan bisa menjelaskan penggolongan anak berkebutuhan khusus
secara biologis, seperti brain injury yang dapat menyebabkan kecacatan tunaganda.
12
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pranata sosial
a. Pengertian pranata sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian pranata sosial sering bias atau rancu dengan
pengertian kelompok sosial atau asosiasi. Di dalam sebuah pranata sosial akan ditemukan
seperangkat nilai dan norma sosial yang berfungsi mengorganir (menata) aktivitas dan hubungan
sosial di antara para warga masyarakat dengan suatu prosedur umum sehingga para warga
masyarakat dapat melakukan kegiatan atau memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok.
Horton dan Hunt (1987) mendefinisikan pranata sosial sebagai lembaga sosial, yaitu sistem
norma untuk mencapai tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting.
Koentjarningrat (1979) menyatakan bahwa pranata sosial adalah sistem-sistem yang
menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola
atau sistem tatakelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
b.Tujuan dan fungsi pranata sosial
Secara umum, tujuan utama pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup
manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial
para warga masyarakat dapat berjalan dengan tertib dab lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku. Contoh: pranata keluarga mengatur bagaimana keluarga harus merawat (memelihara)
anak. Pranata pendidikan mengatur bagaimana sekolah harus mendidik anak-anak sehingga dapat
menghasilkan lulusan yang handal.
Koentjaraningrat (1979) mengemukakan tentang fungsi pranata sosial dalam masyarakat,
sebagai berikut:
1. Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap
di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya fungsi ini kaena pranata sosial
telah siap dengan bebagai aturan atau kaidah-kaidah sosial yang dapat digunakan oleh anggota-
anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhankebutuhan hidupnya.
2. Menjaga keutuhan masyarakat (integrasi sosial) dari ancaman perpecahan (disintegrasi sosial).
Hal ini mengingat bahwa jumlah prasarana atau sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia terbatas adanya, sedangkan orang-orang yang membutuhkannya semakin lama justru
semakin meningkat kualitas maupun kuantitasnya, sehingga memungkinkan timbulnya persaingan
12
(kompetisi) atau pertentangan/pertikaian (konflik) yang bersumber dari ketidakadilan atau
perebutan prasarana atau sarana memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Sistem norma yang ada
dalam suatu pranata sosial akan berfungsi menata atau mengatur pemenuhan kebutuhan hidup dari
para warga masyarakat secara adil dan memadai, sehingga keutuhan masyarakat akan terjaga.
3 Menjaga keutuhan masyarakat (integrasi sosial) dari ancaman perpecahan (disintegrasi sosial).
Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-norma sosial merupakan sarana agar setiap warga
masyarakat konformis (menyesuaikan diri) terhadap norma-norma sosial itu, sehingga tertib sosial
dapat terwujud. Dengan demikian, sanksi yang melakat pada setiap norma itu merupakan
pegangan dari warga masyarakat untuk melakukan pengendalian sosial –meluruskan—warga
masyarakat yang perilakunya menyimpang dari norma-norma sosial yang berlaku.
2.Stratifikasi sosial
Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem berlapis-
lapis dalam masyarakat; kata Stratification berasal dari stratum (jamaknya : strata) yang
berarti lapisan; stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau measyarakat kedalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama dalam masyarakat itu ada sesuatu yang
dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu
itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam
masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa uang atau benda-benda
yang bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau mungkin
keturunan dari orang terhormat.
Seorang sosiolog, Pitirin A. Sorokin (1957) mengatakan bahwa sistem berlapis itu
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang
siapa yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat banyak, suatu
keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit orang yang bisa, dianggap
oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau ditempatkan pada lapisan atas masyarakat; dan
mereka yang hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga
tersebut, dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Atau
ditempatkan pada lapisan bawah masyarakat. Perbedaan kedudukan manusia dalam
masyarakatnya secara langsung menunjuk pada perbedaan pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial dan perbedaan pengaruh di antara
anggota-anggota masyarakat.
Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk kehidupan bersama di dalam bentuk
organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai timbul. Pada masyarakat dengan
kehidupan yang masih sederhana, pelapisan itu dimulai atas dasar perbedaan gender dan usia,
perbedaan antara pemimpin atau yang dianggap sebagai pemimpin dengan yang dipimpin,
atau perbedaan berdasarkan kekayaan. Seorang ahli filsafat, Aristoteles, pernah mengatakan
bahwa dalam tiap-tiap negara terdapat tiga unsur ukuran kedudukan manusia dalam
masyarakat, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di
tengah-tengahnya. Sedangkan pada masyarakat yang relatif kompleks dan maju tingkat
kehidupannya, maka semakin kompleks pula sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat itu,
keadaan ini mudah untuk dimengerti karena jumlah manusia yang semakin banyak
maka kedudukan (pembagian tugas-kerja), hak-hak, kewajiban, serta tanggung jawab sosial
menjadi semakin kompleks pula.
12
3.Norma yang berlaku di masyarakat
Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat
kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat.
Pranata sosial berasal dari bahasa asing socialinstitutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli
sosiologi yang mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan, di antaranya adalah
SoerjonoSoekanto. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai himpunan norma dari
berbagai tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Kaidah atau norma berfungsi untuk melindungi dan menjamin hak, serta mengatur
pelaksanaan kewajiban individu-individu dalam masyarakat. Kaidah atau norma ini terbagi
dalam norma agama, adat dan kebiasaan, norma kesopanan dan kesusilaan, serta norma
hukum.
Istilah sosial budaya merupakan bentuk gabungan dari istilah sosial budaya. Sosial
dalam arti masyarakat , budaya atau kebudayaan dalam arti sebagai semua hasilkarya,
rasa, dan cipta masyarakat. Sosial budaya dalam arti luas mencakup segalaaspek
kehidupan. Karena itu, atas dasar landasan pemikiran tersebut maka pengertiansistem
sosial budaya Indonesia dapat dirumuskan sebagai totalitas tata nilai, tata sosialdan tata
laku manusia Indonesia yang merupakan manifestasi dari karya, rasa dan ciptadidalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasiladan UUD
1945.Dengan demikian, sistem sosial budaya Indonesia memungkinkan setiapmanusia
mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraan lahir batinnyaselengkap mungkin
secara merdeka sesuai dengan kata hatinya dalam kerangka polaberpikir dan bertindak
yang berdasarkan pancasila.
12
Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk pada nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila yang terdiri atas:
Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara meliputi berikut ini.
a) tata nilai
•Nilai agama
•Nilai moral
• Nilai vital
•Nilai material
b). Tata Sosial Tata Indonesia harus berdasarkan:
•UUD 1945
•Praturan perundangan-undangan lainya
• Budi pekerti yang luhur dari cita-cita moral rakyat luhur
Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan Negara harus
berpedoman pada:
c).Tata laku (Karya)
• Norma Agama
• Norma Kesusilaan/Kesopanan
•Norma Adat istiadat
•Norma Hukum setempat
•Norma Hukum Negara
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pranata sosial terbentuk melalui norma-norma atau kaidah-kaidah yang
biasanya terhimpun atau berkisar (bersentripetal atau pengaruh ke titik pusat)
di sekitar fungsi-fungsi atau tugas-tugas masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhab pokok karena tujuannya adalah mengatur cara berpikir
dan cara bertindak untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ada himpunan kaidah
yang befungsi pemenuhan pokok yang lain. Dengan kata lain bahwa pranata
sosial merupakan himpunan kaidah-kaidah atau norma-norma.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Ruswandi.dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya. Bandung :
UPI Press.
Rukandi, Kanda.dkk. 2006. Perspektif Sosial Budaya. Bandung : UPI Press.
Rohman, Arif.dkk. 2003. Sosiologi. Klaten : PT Intan Prawira.
Ardiwinata, S. Jajat. dkk. 2008. Sosiologi Antropologi Pendidikan. Bandung: UPI
Press
Ningrum, Epon. Dkk.2006. Tempat Ruang dan Sistem Sosial. Bandung. UPI Press.
12