Anda di halaman 1dari 3

Nama : Pande Kadek Krisdhananjaya

NIM : 1904551499
Kelas : Z
UAS : Gender dalam Hukum
Dosen : Ni Nyoman Sukerti

1. Jelaskan dibawah ini!


a. Sex adalah kata yang digunakan untuk merujuk pada status biologis manusia.
Status ini akan membagi manusia menjadi laki-laki, perempuan atau interseks.
Penggunaan kata sex ini disertai indikator biologis. Contohnya kromosom,
alat reproduksi dan alat kelamin. Gender adalah istilah yang lebih tepat untuk
merujuk pada sikap, perasaan dan perilaku yang diasosiasikan dengan jenis
kelamin seseorang. Masyarakat, secara sadar atau tidak, melekatkan stereotip
bahwa laki-laki adalah sosok yang maskulin, sedangkan perempuan adalah
sosok yang feminin. Contohnya masyarakat Indonesia mungkin menganggap
daster sebagai busana yang feminin. Namun bagi masyarakat Afrika dan
Timur Tengah, busana yang dianggap feminin tersebut justru dipakai oleh
laki-laki; dan dapat dianggap sebagai simbol maskulinitas.
b. Bias gender, lebih menjunjung tinggi laki-laki dari pada perempuan, contoh
kasusnya, dalam suatu pekerjaan seorang buruh proyek lebih mengutamakan
laki-laki dan gaji yang diberikan kepada laki-laki lebih tinggi daripada gaji
perempuan. Netral gender, penyetaraan kebutuhan spesifik laki-laki dengan
perempuan misalnya, orang yang sudah berkeluarga suami dan istri
netral/setara bahwa pekerjaan laki-laki bisa di kerjakan oleh perempuan,
sedangkan perempuan bisa juga di kerjakan oleh laki-laki.
c. Idiologi Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki
sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran
kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap
perempuan, anak-anak dan harta benda. Sedangkan Ideologi Gender
seperangkat ide-ide dan sistem nilai yang didasarkan pada determinisme
biologis yang telah menghasilkan seksisme dan diskriminasi utamanya
terhadap perempuan. Sebagai ilustrasi, karena perempuan berkemampuan
hamil dan melahirkan, ia diasumsikan sebagai orang yang paling mampu
mengurusi rumahtangga dan keluarga, dan karenanya ia tidak diberi
kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan
di luar rumah.

2. Patrilinial yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis laki-
laki (ayah), sistem ini dianut di Bali, Tapanuli, Lampung, dll. Laki-laki
berkedudukan sebagai ahli waris, sedangkan kaum perempuan justru sebaliknya
tidak sebagai ahli waris. Contohnya pada masyarakat patrilinial di Bali dikenal
perkawinan nyeburin (nyentana) sehingga menjadi sama statusnya dengan status
anak laki-laki.Tetapi tetap saja perempuan tidak bisa membuat keputusan dalam
keluarga. Perempuan tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan
perempuan hanya bisa mendapatkan ahli waris dari keluarganya.
Matrilinial yaitu sitem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis
perempuan (ibu), sistem ini dianut di Sumatra Barat (Minangkabau) dll. Sistem
kekerabatan ini menempatkan status kaum perempuan yang tinggi dan disertai
dengan sistem perkawinan semendonya, dan sebagai penerus keturunan serta
dalam hukum waris juga sebagai ahli waris.
Parental yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis laki-
laki (ayah) dan perempuan (ibu), sistem ini dianut Jawa, Madura, Sumatra
Selatan dll. Pada prinsipnya menempatkan kedudukan antara anak laki-laki dan
perempuan adalah sama dalam hal mewaris. Semua anak-anaknya baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai kedudukan yang sama yaitu sama-sama sebagai ahli
waris.
3. Peraturan yang tidak mencerminkan KKG, pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.
Peraturan yang mencerminkan KKG, pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa ”Setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
4. Hukum agraria adalah serangkaian kaidah dan hubungan yang mengatur hak
penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Gender dalam Hukum Agraria, perempuan seringkali memiliki
keterbatasan dalam pengambilan keputusan atas kontrol penggunaan lahan serta
hasilnya. Hak perempuan atas tanah yang masih diatur oleh sistem hukum formal dan
hukum adat menjadi salah satu penyebabnya. Ada tiga argumen kuat yang menjadi
alasan perempuan harus memiliki hak atas tanah dan properti diantaranya, argumen
kesejahteraan, argumen kesetaraan dan pemberdayaan serta argumen praktik dan
strategis berbasis gender. Contohnya seperti kepemilikan tanah di suatu kota, dimana
laki-laki memiliki kendali atas 84% lahan yang tersedia sedangkan perempuan hanya
menguasai 16%. Adapun alasan di balik kondisi ini yakni, terbatasnya akses
perempuan terhadap informasi, akses dan partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan, fasilitas dan saluran untuk keluhan dan mekanisme pelaporan serta
terbatasnya akses perlindungan hak perempuan. Jadi perempuan harus mendapatkan
kesetaraan atas pembagian tanah dengan laki-laki.
Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public dalam mengatur hubungan negara
dan orang/badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Gender dalam hukum
pajak, setiap warga negara harus tunduk dengan hukum ini untuk menciptakan
kesejahteraan dan pembangunan yang menyeluruh bagi setiap daerah. Contohnya jika
anda pelaku usaha, anda harus tunduk pada setiap hukum perpajakan yang ada.
Hitung dan bayarlah pajak kepada negara secara rutin. Jika tidak, anda akan
dikenakan denda atau hal yang lebih serius seperti putusan pidana.

Anda mungkin juga menyukai