1499 Pande Kadek Krisdhananjaya UAS GENDER Z
1499 Pande Kadek Krisdhananjaya UAS GENDER Z
NIM : 1904551499
Kelas : Z
UAS : Gender dalam Hukum
Dosen : Ni Nyoman Sukerti
2. Patrilinial yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis laki-
laki (ayah), sistem ini dianut di Bali, Tapanuli, Lampung, dll. Laki-laki
berkedudukan sebagai ahli waris, sedangkan kaum perempuan justru sebaliknya
tidak sebagai ahli waris. Contohnya pada masyarakat patrilinial di Bali dikenal
perkawinan nyeburin (nyentana) sehingga menjadi sama statusnya dengan status
anak laki-laki.Tetapi tetap saja perempuan tidak bisa membuat keputusan dalam
keluarga. Perempuan tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan
perempuan hanya bisa mendapatkan ahli waris dari keluarganya.
Matrilinial yaitu sitem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis
perempuan (ibu), sistem ini dianut di Sumatra Barat (Minangkabau) dll. Sistem
kekerabatan ini menempatkan status kaum perempuan yang tinggi dan disertai
dengan sistem perkawinan semendonya, dan sebagai penerus keturunan serta
dalam hukum waris juga sebagai ahli waris.
Parental yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis laki-
laki (ayah) dan perempuan (ibu), sistem ini dianut Jawa, Madura, Sumatra
Selatan dll. Pada prinsipnya menempatkan kedudukan antara anak laki-laki dan
perempuan adalah sama dalam hal mewaris. Semua anak-anaknya baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai kedudukan yang sama yaitu sama-sama sebagai ahli
waris.
3. Peraturan yang tidak mencerminkan KKG, pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.
Peraturan yang mencerminkan KKG, pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa ”Setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
4. Hukum agraria adalah serangkaian kaidah dan hubungan yang mengatur hak
penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Gender dalam Hukum Agraria, perempuan seringkali memiliki
keterbatasan dalam pengambilan keputusan atas kontrol penggunaan lahan serta
hasilnya. Hak perempuan atas tanah yang masih diatur oleh sistem hukum formal dan
hukum adat menjadi salah satu penyebabnya. Ada tiga argumen kuat yang menjadi
alasan perempuan harus memiliki hak atas tanah dan properti diantaranya, argumen
kesejahteraan, argumen kesetaraan dan pemberdayaan serta argumen praktik dan
strategis berbasis gender. Contohnya seperti kepemilikan tanah di suatu kota, dimana
laki-laki memiliki kendali atas 84% lahan yang tersedia sedangkan perempuan hanya
menguasai 16%. Adapun alasan di balik kondisi ini yakni, terbatasnya akses
perempuan terhadap informasi, akses dan partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan, fasilitas dan saluran untuk keluhan dan mekanisme pelaporan serta
terbatasnya akses perlindungan hak perempuan. Jadi perempuan harus mendapatkan
kesetaraan atas pembagian tanah dengan laki-laki.
Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public dalam mengatur hubungan negara
dan orang/badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Gender dalam hukum
pajak, setiap warga negara harus tunduk dengan hukum ini untuk menciptakan
kesejahteraan dan pembangunan yang menyeluruh bagi setiap daerah. Contohnya jika
anda pelaku usaha, anda harus tunduk pada setiap hukum perpajakan yang ada.
Hitung dan bayarlah pajak kepada negara secara rutin. Jika tidak, anda akan
dikenakan denda atau hal yang lebih serius seperti putusan pidana.