Anda di halaman 1dari 4

Sukses

Siapa sih yang nggak ingin hidupnya sukses ?


Tampaknya hampir setiap orang berlomba-lomba dan bekerja keras untuk meraih label sukses ini.
Hingga tidak sedikit buku, seminar, pelatihan, konten media sosial yang mengulas tentang
bagaimana cara menjadi orang sukses.
Namun sayangnya seringkali sukses digambarkan hanya sebatas ukuran seperti banyaknya harta,
pencapaian, kedudukan, prestasi, kemasyhuran dan ukuran material lainnya.
Lalu, apakah itu salah ?
Tidak juga, namun sebaiknya kita memperdalam dan memperluas makna sukses itu. Bahwa
sukses bukan hanya banyaknya pencapaian yang bersifat materi saja.

Sukses  Menjadi yang terbaik


Menjadi manusia terbaik adalah cita-cita setiap insan beriman. Orang yang baik bukan hanya akan
menaikkan derajatnya di hadapan manusia saja, namun juga mengangkat derajatnya di hadapan
Allah. Maka nikmat yang mana lagi yang lebih besar bagi seorang mu’min kecuali keagungannya
di sisi Allah, dan manusia?

Siapakah manusia paling baik ?


- Yang paling bermanfaat bagi orang lain

Mengapa harus menjadi Pribadi yang bermanfaat ?


- Sebab menjadi salah satu perintah Rasulullah

- Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh
seorang muslim. Seorang muslim diperintahkan untuk memberi manfaat bagi orang lain,
bukan hanya mencari manfaat dari orang atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian
dari implementasi konsep Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.
- Memberi manfaat kepada orang lain, kembalinya untuk kebaikan diri kita sendiri.

Bagaimana cara agar menjadi pribadi yang bermanfaat ?


Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat
kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh
aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada
beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al
Mu’jam Al Kabir no. 13280)

Siapapun Muslim itu, dimanapun ia berada, apapun profesinya, ia memiliki orientasi untuk
memberikan manfaat bagi orang lain. Seorang Muslim bukanlah manusia egois yang hanya
mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan orang lain dan selalu berusaha memberikan
manfaat kepada orang lain.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa seharusnya setiap persendian manusia mengeluarkan
sedekah setiap harinya. Dan ternyata yang dimaksud dengan sedekah itu adalah kebaikan,
utamanya kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit.
Berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya
atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik
adalah sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah.
Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah. (HR. Bukhari)

Demikianlah Mukmin. Ia senantiasa terpanggil untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang
lain, Nafi’un li ghairihi. Seorang Muslim yang menjadi pedagang atau pebisnis, orientasinya
bukanlah sekedar meraup untung sebesar-besarnya, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia
memberikan manfaat kepada orang lain, membantu mereka memperoleh apa yang mereka
butuhkan.

Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain.
Keterpanggilan nuraninya untuk berkontribusi menyelesaikan problem orang lain. Bahkan
manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Artinya:
“amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat
kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh
aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada
beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al
Mu’jam Al Kabir no. 13280).

Siapapun Muslim itu, dimanapun ia berada, apapun profesinya, ia memiliki orientasi untuk
memberikan manfaat bagi orang lain. Seorang Muslim bukanlah manusia egois yang hanya
mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan orang lain dan selalu berusaha memberikan
manfaat kepada orang lain.
Menjadi Pribadi yang Bermanfaat Bagi Orang Lain
Seorang Muslim yang menjadi guru, orientasinya bukanlah sekedar mengajar lalu setiap bulan
mendapatkan gaji, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat terbaik kepada
peserta didiknya, ia mengasihi mereka seperti mengasihi putranya sendiri, dan ia selalu
memikirkan bagaimana cara terbaik dalam melakukan pewarisan ilmu sehingga peserta didiknya
lebih cerdas, lebih kompeten dan berkarakter.

Seorang Muslim yang menjadi dokter, orientasinya adalah bagaimana ia memberikan pelayanan
terbaik kepada pasiennya, ia sangat berharap kesembuhan dan kesehatan mereka, melakukan yang
terbaik bagi kesembuhan dan kesehatan mereka.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


Artinya:
Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya. (HR.
Muttafaq ‘alaih)
Jika kita menolong dan membantu sesama, pertolongan dari Allah bukan sekedar di dunia, tetapi
juga di akhirat. Jika kita memberikan manfaat kepada orang lain, Allah memudahkan kita bukan
hanya dalam urusan dunia, tetapi juga pada hari kiamat kelak.
Dengan apa kita memberikan manfaat kepada orang lain? Dalam bentuk apa Nafi’un li ghairihi
kita wujudkan? Sesungguhnya setiap manusia memiliki banyak potensi untuk itu.

Pertama, dengan ilmu. Yakni ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita, kita bagikan kepada
orang lain. Kita mengajari orang lain, melatih orang lain, dan memberdayakan mereka. Ilmu ini
tidak terbatas pada ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia baik berupa pengetahuan, keterampilan
hidup, serta keahlian dan profesi.

Kedua, dengan harta. Kita manfaatkan harta yg dianugerahkan Allah untuk membantu sesama.
Yang wajib tentu saja adalah dengan zakat ketika harta itu telah mencapai nishab dan haulnya.
Setelah zakat ada infaq dan sedekah yang memiliki ruang lebih luas dan tak terbatas.

Ketiga, dengan waktu dan tenaga. Yakni ketika kita mendengar keluhan orang lain, membantu
mereka melakukan sesuatu, membantu menyelesaikan urusan mereka, dan sebagainya.

Keempat, dengan tutur kata. Yakni perkataan kita yang baik, yang memotivasi, yang
menenangkan dan mengajak kepada kebaikan.

Kelima, dengan sikap kita. Sikap yang paling mudah adalah keramahan kita kepada sesama,
serta senyum kita di hadapan orang lain. Sederhana, mudah dilakukan, dan itu termasuk
memberikan kemanfaatan kepada orang lain.

Kelima hal Nafi’un li ghairihi itu, jika kita lakukan dengan ikhlas, Allah akan membalasnya
dengan kebaikan dan pahala.

Artinya:
Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan
balasannya (QS. Al Zalzalah:7)
Ketika Rasulullah SAW ditanya, ”Siapa manusia terbaik?” Beliau menjawab, ”Orang yang
panjang usianya dan baik amalnya.” Beliau kembali ditanya, ”Lalu siapa manusia terburuk?”
Jawab Rasul, ”Orang yang panjang usianya tetapi jelek amalnya.” (HR. At-Tirmidzi).

Karena itu, generasi saleh terdahulu begitu menghargai waktu. Usia singkat yang Allah
karuniakan pada mereka benar-benar dimanfaatkan untuk amal-amal positif, hingga melahirkan
banyak karya yang monumental.

Misalnya, sahabat yang bernama Sa’ad ibn Mu’adz. Ia masuk Islam pada usia 30 tahun dan
meninggal pada usia 37 tahun. ”Singgasana Tuhan berguncang karena kematian Sa’ad ibn
Mu’adz,” begitu komentar Rasulullah atas kematian Sa’ad. Meski hanya tujuh tahun bersama
Islam, ia telah memberikan kontribusi besar dalam jihad dan dakwah Islam.

Contoh lainnya, Imam Nawawi yang berusia tidak lebih dari 40 tahun, tetapi berhasil menulis
sekitar 500 buku. Salah satunya kitab Riyadhus Shalihin yang telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa di dunia. Lewat karya-karya dan jasa yang ditorehkan itu, hidup mereka
membentang hingga akhir zaman, jauh melampaui usia biologisnya.

Apa modal untuk bisa memberi manfaat ?


Orang tdk punya apa2 tdk bisa memberi
Untuk memberi manfaat, kita harus kuat
Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah
Muslim harus kaya
Rasulullah menyuruh kita berdoa agar terhindar dari sifat lemah dan malas
Kisah nabi Musa dan anak nabi Syuaib
Inna khaira manista’jarta AL qawiyyul amiin
Allah mencintai orang2 yg bekerja profesional

Makna dari Kehidupan Bukan Terletak pada seberapa Bernilainya Diri Kita...
_ Tetapi seberapa Besar Bermanfaatnya Kita bagi Orang lain._

Jika Keberadaan Kita dapat Menjadi Berkah dan Manfaat bagi Banyak Orang...
_barulah Kita Benar- Benar Bernilai.
- Jadilah manusia terbaik dengan menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang laiN

Anda mungkin juga menyukai