Identitas kelompok
Judul
“ Langkah 12 dan Masalah Lima”
Isi Materi
A. 12 Langkah Muhammadiyah
Salah satu agenda besar Muhammadiyah pada masa kepemimpinan KH. Mas
Mansur (1936-1942), yang dikenal dengan “Langkah Dua Belas
Muhammadiyah”, yang direncanakan tahun 1938-1940 adalah “Menuntut Amalan
Intiqad”. Ini merupakan langkah keempat dari dua belas langkah, yang digerakkan.
KH. Mas Mansur mengawali penjelasan tentang langkah keempat ini dengan sebuah
penjelasan oleh Ibnu AbdilBarr, Al-Bazzar, dan Anas, yang menyatakan bahwa
bertuntung bagi orang yang selalu disibukkan untuk menyelidiki aib dirinya sendiri,
sehingga tidak sempat untuk menyelidiki aib orang lain”. (Ibnu Abdil Barr, Al-
Bazzar, Baihaqi, hadis hasan karena isnadnya tidak terlalu kuat. Syekh Albani
menyatakan sanadnya dhaif, tetapi maknanya benar).
Intiqad dari kata “naqd”, artinya kritik, koleksi dan meneliti. Intiqad oleh Mas
Mansur dimaknai dengan senatiasa melakukan perbaikan diri. Ini semakna dengan
istilah yang berkembang ditentang masyarakat dengan istilah muhasabah al-nafs
(interopeksi diri atau self correction atau zelf correctie). Tentang muhasabah ini
Amirul Mukminin Umar Khattab radhiyallahu’anhu pernah mengatakan: Hisablah
dirimu sbelum engkau dihisab, dan timbang-timbanglah amalanmu sebelum engkau
ditimbang. Sesungguhnya hisab atas diri sendiri itu adalah pertobatan dari segala
kemaksiatan sebelum datang kematian dengan taubat nasuha (Ihya Ulumuddin).
Dalam komteks perjuangan dan dakwah, KH. Mas Mansur menegaskan, bahwa
segala usaha dan pekerjaan kita disamping diperbesar, dikembangkan, tetapi jangan
lupa untuk selalu diperbaiki, setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh, teliti
dan cermat. Kesadaran untuk selalu meniliti dan merenungkan apa yang telah
dikerjakan demi kebaikan di masa mendatang.
Intiqad atau koreksi diri harus dilakukan di atas landasan iman dan taqwa kepada
Allah dan ditujukan untuk menambah ketaqwaan kepada Allah. Hasil intiqad,
penyelidikan dan perbaikan ini dalam gerakan Muhammadiyah , harus
dimusyawarahkan dengan dasar dan tujuan untuk mendatangkan maslahat
(manfaat) dan menjauhkan madharat (jalbul mashalih wa darulmafasid). Dan,
menjauhkan madharat (darulmafasid) harus didahulukan dari pada yang pertama
(jalbul mashalih).
Demikian jelas KH. Mas Mansur. Intiqad adalah amal yang dapat mendatangkan
kebaikan dan kesempurnaan, bahkan ia merupakan suatu syarat yang pokok dalam
usaha menuju perbaikan dan kesempurnaan. Dengan intiqad, baik secara pribadi
maupun jamaah, kita akan dapat mengetahui segala apa yang ada pada kita, yang
baik dan yang buruk. Dengan demikian akhirnya kita dapat menambah apa-apa yang
telah baik dan dapat merubah segala yang tidak atau kurang baik. Pekerjaan intiqad
itu suatu amal yang terpuji dan diperintahkan agama islam. Oleh sebab itu amal
intiqad harus menjadi langkah Muhammadiyah.
Istilah langkah 12 telah di populerkan pada masa jabatan K.H Mas Mansur.
Namun dalam perjalanan Muhammadiyah atau khittah muhammadiyah. Dengan
perumusan kembali khitah muhammadiyah dalam setiap mukhtamar, bukan berarti
khitah yang telah di rumuskan pada dasarnya merupakan garis perjuangan yang
bersifat umum. Selama isi khitah masih relevan dengan keaadaaan yang dihadapi
oleh muhammadiyah, maka khitah tersebut masih berlaku. Istilah 12 langkah
muhammadiyah sebenarnya tidak terdapat dalam dokumen resmi muhammadiyah.
Berdasar dari hoofdbestuur moehammadijah yogyakarta tanggal 7 mei 1939, no
295/ E lampiran, dari hal : muqadimah tafsir langkah muhammadiyah, istilah yang
dipakai adalah : langkah muhammadiyah itu berisi 12 angka, maka lebih populer
dengan istilah 12 langkah muhammadiyah.
“Iman adalah kepercayaan di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan di amalkan
dengan perbuatan.” [H.R. Ibn Majah]
Kepercayaan adalah hal yang fundamental dalam lisan, ia menjadi titik tolak
permulaan muslim. Oleh karena itu , hidup tentunya berdasarkan atar kepercayaan
diri. Tinggi rendahnya kepercayaan akan memberikan corak kepada setiap
kehidupan seseorang.
Dalam Muhammadiyah iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya,
yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan,
saampai iman itu mendarah daging, masuk ditulang sumsum dan mendalam di hati
sanubari kita, sekutu-sekutu Muhammadiyah seumumnya.
5. Menguatkan persatuan.
Hendaklah menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi
dan mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan
mendekatkan lahirnya pikiran-pikiran kita.
Artinya: “Dan berpeganglanh kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadikanlah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan Ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” [Q.S. Ali-
Imran : 103 ]
Hidup akan lebih indah jika senantiasa meguatkan persatuan organiasasi dan
mengokohkan persaudaraan. Persatuan didakwahkan oleh agama islam dan di
contohkan oleh para Nabi Muhammad s.a.w. Semua hal yang
mendatangkan persatuan di perintahkan dalam islam.
Sebaliknya segala sesuatu yang mendatangkan perselisihan di larang dalam islam.
Kesatuan merupakan salah satu syarat pokok dalam meraih kekuatan. Adanya
kerajaan-kerajaan atau perkumpuan yang utuh di sebabkan adanya persatuan.
Kesatuan diraih dengan penuh kesabaran melalui penguat organisasi, mengokohkan
persaudaraan, mempersamakan hak-hak dan memberikan kemerdekaan pada
lahirnya pemikiran-pemikiran.
Dasar pergaulan menurut tuntunan alquran dan hadist adalah:
1. Mencintai saudaranya sebagaimana cinta dan sayang kepada dirinya sendiri.
2. Memberi maaf akan kesalahan dan menyambung persaudaraan.
3. menghargai diri, kemanusiaan, dan hak milik orang lain.
6. Menegakan keadilan
Keadilan itu harus di jalankan sebagai mana mestinya, walaupun akan
membahayakan dirinya sendiri. Ketetapan yang seadil adilnya harus dibela dan di
pertahankan dimana saja.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil, berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertawakalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (Q.S. Al-Maidah : 8)
7. Melakukan kebijaksanaan.
Dalam setiap gerak, tidak boleh melupakan hikmah (kebijakansanaan). Hikmah
hendaklah disandarkan kepada kitabullah dan sunnah rasulullah. Kebijaksanaan
yang tidak sesuai dengan kedua pedoman hidup harus kita buang secepatnya,
karena itu bukan kebijsanaan yang sesungguhnya.
8. Menguatkan majlis tanwir
Tanwir mempunyai pengaruh besar dalam kalangan organisasi muhammadiyah
yang menjadi tangan kanan yang bertenaga di sisi PP Muhammadiyah. Karena
wajiblah tanwir di perteguhkan dan di atur sebaik-baiknya. sehingga kita sekutu-
sekutu Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar,
ringan dan berguna, maka mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
9. Mengadakan konferensi bagian
Untuk mengadakan garis yang tetentu dalam langkah- langkah dan perjuangan
kita, hendaklah diadakan musyawarah- musyawarah. Terutama untuk hal yang
khusus dan penting seperti usaha- usaha da’wah islam di seluruh indonesia dan lain-
lain.
10. Mempermusyawarahkan putusan
Agar dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap
ada keputusan yang mengenai kepala Majlis(Bagian), dimusyawarahkanlah dengan
yang bersangkutan itu ledih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara
mengahasilkannya dengan segera. atau menghasilkan keputusan secara tepat.
11. Mempertajam gerak langkah
Pandangan kita hendaklah di pertajam, mengawasi gerak kita yang ada dalam
muhammadiyah, baik mengenai yang sudah lalu, baik yang telah berjalan, sedang
berlangsung maupun yang akan datang/ berkembang.
12. Mempersabungkan gerakan luar
Kita berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-
lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-
menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing
terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam.
Langkah ke-1 sampai ke-7 merupakan langkah ilmu yang mengharuskan adanya
penjelasan – penjelasan. Adapun langkah ke-8 sampai langkah terakhir (ke-12)
adalah langkah mati, yakni tinggal dipraktikkan.
Masalah Lima (Matsailul Khamsah)
Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai,
dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat)
Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang telah ditempuh adalah dengan
mengkaji “Mabadi’ Khomsah” (Masalah Lima) yang merupakan sikap dasar
Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum.
Karena adanya penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan, perumusan Masalah
Lima tersebut baru bisa diselenggarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955
dalam Muktamar Khusus Majlis Tarjih di Yogyakarta.
Agama
Agama yakni agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam alquran dan yang tersebut dalam sunah yang shahih,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan
manusia di dunia dan akhirat.
2. Dunia
Yang di maksud “urusan dunia” dalam sabda rasululllah saw. “Kamu lebih mengerti
urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugasnya para nabi (yaitu
perkara-perkara / pekerjaan-pekerjaan /urusan-urusan yang diserahkan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
3. Ibadah
Ibadah ialah bertaqorrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah. Dengan jalan mentaati
segala perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang
di izinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum ada yang khusus.
5. Qiyas
Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan
mengadakan tiga kali pandangan umum dan satu kali tanya-jawab antara kedua
belah pihak ;
Setelah mengikuti dengan teliti akan jalannya pemicaraan dan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh kedua belah pihak, dan dengan MENGINSYAFI bahwa tiap-tiap
keputusan yang diambil olehnya itu hanya sekedar mentarjihkan di antara
pendapat-pendapat yang ada, tidak berarti menyalahkan pendapat yang lain.
Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih terus
berusaha merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan
hukum. Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah
Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil merumuskan
16 poin pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Di dalam beristidlal (mencari dalil yang tidak ada pada nash Alquran dan al-Sunnah,
tidak ada pada Ijma dan tidak ada pada Qiyas. [23]), dasar utamanya adalah Al
Qur’an dan Al Sunnah al Shohihah.
Ijtihad dan istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat dalam
nash, dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi
(penghambaan diri), dan memang hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majlis Tarjih menerima Ijtihad, termasuk
qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara
langsung. (Majlis tarjih di dalam berijtihad menggunakan tiga macam bentuk ijtihad
: Pertama : Ijtihad Bayani : yaitu (menjelaskan teks al Qur’an dan Hadist yang masih
mujmal, atau umum, atau mempunyai makna ganda, atau kelihatan bertentangan
atau sejenisnya), kemudian dilakukan jalan tarjih. Sebagai contohnya adalah Ijtihad
Umar untuk tidak membagi tanah yang di taklukan seperti tanah Iraq, Syam, Mesir
kepada pasukan kaum muslimin, akan tetapi dijadikan “Khoroj (pajak bumi)” dan
hasilnya dimasukan dalam baitul mal muslimin, dengan berdalil Qs Al Hasyr ; ayat 7-
10. Kedua : Ijtihad Qiyas : yaitu penggunaan metode qiyas untuk menetapkan
ketentuan hukum yang tidak di jelaskan oleh teks Al Qur’an maupun Hadist,
diantaranya : men-qiyaskan zakat tebu, kelapa, lada, cengkeh, dan sejenisnya degan
zakat gandum, beras dan makanan pokok lainnya, bila hasilnya mencapai 5 wasak
(7,5 kwintal).
Ketiga : Ijtihad Istishlahi : yaitu menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara
khusus dengan berdasarkan ilat demi untuk kemaslahatan masyarakat, seperti;
membolehkan wanita keluar rumah dengan beberapa syarat, membolehkan menjual
barang wakaf yang diancam lapuk, mengharamkan nikah antar agama dll.
Dalam memutuskan sesuatu keputusan, dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam
menetetapkan maslah Ijtihad, digunakan sistem Ijtihad jama’I. Dengan demikian
pendapat perorangan dari anggota majlis, tidak dipandang kuat.
(Seperti pendapat salah satu anggota Majlis Tarjih Pusat yang pernah dimuat di
dalam majalah Suara Muhammadiyah, bahwa dalam penentuan awa bulan
Ramadhan dan Syawal hendaknya menggunakan Mathla’ Makkah. Pendapat ini
hanyalah pendapat pribadi sehingga tidak dianggap kuat. Yang diputuskan dalam
Munas Tarjih di Padang Oktober 2003, bahwa Muhammadiyah menggunakan
Mathla’ Wilayatul Hukmi).
Keputusan diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat, yang
di dapat ketika keputusan diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima.
Sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis
Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah ditetapkan. (Seperti halnya
pencabutan larangan menempel gambar KH. Ahmad Dahlan karena kekawatiran
terjadinya syirik sudah tidak ada lagi, pencabutan larangan perempuan untuk keluar
rumah dll)
Tidak menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan. ( Ijma’ dari segi
kekuatan hukum dibagi menjadi dua.
pertama : ijma’ qauli, seperti ijma’ para sahabat untuk membuat standarisasi
penulisan Al Qur’an dengan khot Ustmani, kedua : ijma’ sukuti. Ijma’ seperti ini
kurang kuat. Dari segi masa, Ijma’ yang diterima oleh muhammadiyah adalah ijma’
sahabat.
Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung ta’arudl (bertentangan[25]),
digunakan cara “al jam’u wa al taufiq”. Dan kalau tidak dapat, baru dilakukan tarjih. (
Cara-cara melakukan jama’ dan taufiq, diantaranya adalah : Pertama ; Dengan
menentukan macam persoalannya dan menjadikan yang satu termasuk bagian dari
yang lain. Seperti menjama’ anatara QS Al Baqarah 234 dengan QS Al Thalaq 4 dalam
menentukan batasan iddah orang hamil , Kedua : Dengan menentukan yang satu
sebagai mukhashis (pengkhususan) terhadap dalil yang umum. Seperti : menjama’
antara QS Ali Imran 86, 87 dengan Ali Imran 89, dalam menentukan hukum orang
kafir yang bertaubat, seperti juga menjama’ antara perintah sholat tahiyatul Masjid
dengan larangan sholat sunnah ba’da Ashar,
Ketiga : Dengan cara mentaqyid (membatasi) sesuatu yang masih mutlaq, yaitu
membatasi pengertian luas, seperti menjama’ antara larangan menjadikan pekerjaan
membedakan sebagai profesi dengan ahli bekam yang mengambil upah dari
pekerjaannya. Keempat : Dengan menentukan arti masing-masing dari dua dalil yang
bertentangan, seperti : menjama’ antara pengertian suci dari haid yang berarti
bersih dari darah haid dan yang berarti bersih sesudah mandi. Kelima : Menetapkan
masing-masing pada hukum masalah yang berbeda, seperti larangan sholat di
rumah bagi yang rumahnya dekat masjid dengan keutamaan sholat sunnah di
rumah.
Menggunakan asas “saddu al-daral” untuk menghindari terjadinya fitnah dan
mafsadah (rusak[26]). (Saddu al dzara’I adalah perbuatan untuk mencegah hal-hal
yang mubah, karena akan mengakibatkan kepada hal-hal yang dilarang). Seperti :
Larangan memasang gambar KH. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah,
karena dikawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan. Walaupun akhirnya
larangan ini dicabut kembali pada Muktamar Tarjih di Sidoarjo, karena kekawatiran
tersebut sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah larangan menikahi wanita non
muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan menyebabkan fitnah dan kemurtadan.
Keputusan ditetapkan pada Muktamar Tarjih di Malang 1989.
Men-ta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil Al Qur’an dan
al Sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syare’ah. Adapun qaidah : “al hukmu
yaduuru ma’a ‘ilatihi wujudan wa’adaman” [Berlaku tidaknya hukum tergantung
dari ada atau tidaknya sebab diberlakukannya hukum itu berlaku bersama
sebabnya]. dalam hal-hal tertentu, dapat berlaku “Ta’lil Nash yaitu memahami nash
Al Qur’an dan hadits, dengan mendasarkan pada Illah yang terkandung dalam nash.
Seperti perintah menghadap arah Masjid Al Haram dalam solat, yang dimaksud
dengan arah ka’bah, juga perintah untuk meletakkan hijab antara laki-laki dan
perempuan, yang dimaksud adalah menjaga pandangan antara laki-laki dan
perempuan, yang pada Muktamar Majlis Tarjih di Sidoarjo 1968 diputuskan bahwa
pelaksanaannya mengikuti kondisi yang ada, yaitu pakai tabir atau tidak, selama
aman dari fitnah).
Dalil-dalil umum al Qur’an dapat ditakhsis dengan hadits Ahad, kecuali dalam bidang
aqidah. ( Lihat keterangan dalam point ke 5 ).
Meskipun harus diakui, akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash dari
pada akal memiliki kelunturan dalam menghadapi situasi dan kondisi. (Contohnya,
adalah ketika Majlis Tarjih menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal, selain
menggunakan metode Rukyat, juga menggunakan metode al Hisab. Walaupun
pelaksanaan secara rinci terhadap keputusan ini perlu dikaji kembali karena banyak
menimbulkan problematika pada umat Islam di Indonesia).
Dalam hal-hal yang termasuk “al umur al dunyawiyah” yang tidak termasuk tugas
para nabi, penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan umat.
Untuk memahami nash yang memiliki dua makna atau lebih (musytarak), paham
sahabat dapat diterima.
Untuk point yang ke 16 kami belum dapat menemukan sumber yang berhubungan
dengan hal tersebut.
Kesimpulan
1. Dari penjelasan awal hingga akhir, Langkah dua belas dalam Muhammadiyah itu
bertujuan tak lain adalah untuk mengoreksi, memperbaiki, kehidupan islam di
muhammadiyah.
2. Langkah 12 sebenarnya tidak terdapat dalam dokumen resmi muhammadiyah. Dan
langkah tersebut meliputi: memperdalam masuknya iman, memperluas faham
agama, membuahkan budi pekerti, menuntun amalan intiqad (mengoreksi diri
sendiri), mengguatkan persatuan, menegakkan keadilan, melakukan kebijaksanaan,
mengguatkan majlis tanwir, mengadakan koferensi bagian, memusyawarahkan
putusan, mempertajam gerakan langkah (sebaik apapun gerakan kita, kita harus
tetap mengawasi seluruhnya, dan mempersambungkan gerakan luar.
3. Dalam muhammadiyah yang termasuk masalah lima, yaitu: agama, dunia, ibadah,
sabilillah, dan qiyas.
4. Alasan mengapa masalah lima harus dipahami, hal itu karena kita tidak hanya harus
mengerti tentang masalah lima, tetapi kita juga harus paham. Jadi kita harus
mengerti mana yang salah dalam islam, dan kita dapat mengetahui kebenaran
5. Ada bermacam macam kendala saat melaksanakan masalah lima muhammadiyah
salah satunya dan yang sering terjadi adalah, ketika dalam masyarakat yang
termasuk non organisasi muhammadiyah. Pasti akan tibul perkataan- perkataan
dari mereka yang menganggap kita sebagai orang yang asing.
Pertanyaan
Dari Kelompok
Dari kelompok lain
Foto/Dokumentasi