FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN PRAKTIKUM
“ANTI HIPERURISEMIA”
OLEH
NAMA : IRSAD
NIM : N011201099
KELOMPOK : 1 (SATU)
MAKASSAR
2022
I. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan pada hewan coba mencit (Mus musculus)
Kadar awal Kadar akhir
Perlakuan Mencit
(mg/dL) (mg/dL)
1 4,5 4,5
NaCMC 2 5,3 5,3
3 4,0 4,0
1 3,5 5,7
M150 2 3,9 6,0
3 4,5 6,1
1 3,8 6,2
Kratingdaeng 2 4,3 7,5
3 5,8 7,8
1 3,5 4,4
M150 + Allopurinol 2 4,1 4,7
3 4,8 5,0
1 5,2 6,9
Kratingdaeng +Allopurinol 2 5,7 5,8
3 5,5 5,5
II. Pembahasan
Hiperurisemia merupakan peningkatan kadar asam urat serum di dalam darah.
Asam urat merupakan produk metabolisme purin dan pada manusia biasanya
diekskresikan bersama air seni dan berfungsi sebagai antioksidan. Peningkatan
kadar asam urat terjadi akibat menurunnya ekskresi asam urat melalui ginjal,
produksi asam urat yang berlebih, atau mungkin karena keduanya. Asam urat
yang menumpuk bertahun-tahun akan membentuk kristal berbentuk jarum yang
terdapat pada jaringan lunak termasuk persendian. Penumpukan asam urat
tersebut menyebabkan penyakit asam urat yang disebut artritis gout atau
peradangan sendi. Penyakit artritis gout dapat menimbulkan rasa nyeri, panas,
bengkak, dan kaku pada persendian (Rizeki, 2021).
Nilai normal kadar asam urat bervariasi menurut usia dan jenis kelamin.
Kadar asam urat normal pada laki – laki adalah 3,4 – 7,0 mg/dl dan 2,4 – 6,0
mg/dl pada perempuan. Kadar asam urat dalam darah di atas normal, ≥7 mg/dl
pada laki – laki dan ≥6 mg/dl pada perempuan disebut hiperurisemia (Hapsari dan
Panunggal, 2015). Pengelolaan pasien hiperurisemia terdiri dari terapi
farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologis biasanya dilakukan
dengan menjaga pola makan dengan gizi seimbang, mengurangi makanan yang
tinggi purin, mempertahankan berat badan yang ideal, dan cukup minum air putih
setiap hari. Kemudian untuk terapi farmakologi dapat dilakukan dengan
memberikan obat antihiperurisemia (anti asam urat) seperti golongan urikosurik,
urikostatik dan urikolitik (Badri dkk., 2020). Penanganan yang dapat dilakukan
pada penderita hiperurisemia yaitu dengan penggunaan obat seperti allopurinol.
Allopurinol berfungsi untuk menghambat aktivitas enzim xantin oksidase dengan
tujuan mengurangi produksi asam urat (Rizeki, 2021).
Pada percobaan ini mencit (Mus musculus) dibagi kedalam 5 kelompok.
Hewan coba diberi perlakuan selama 6 hari. Untuk kontrol negatif diberikan Na-
CMC. Untuk kontrol positif diberikan minuman berenergi yang mengandung
purin yaitu kratingdaeng, M150, kratingdaeng+allopurinol dan M150+allopurinol.
Kadar asam urat awal diukur sebelum pemberian, dan setelah pemberian diukur
kadat asam urat akhir.
Pada pemberian kontrol negatif Na-CMC mencit 1,2 dan 3 tidak mengalami
peningkatan kadar asam urat. Hal ini sesuai dengan referensi yang ada,
dikarenakan Na-CMC hanya sebagai pengontrol negatif yang digunakan untuk
membandingkan antara respon hewan coba yang diberi kontrol positif dan yang
tidak diberi kontrol positif sehingga tidak memberikan pengaruh yang berlebihan
pada hewan (Aprilia dan Firmansyah, 2012).
Pada pemberian minuman M-150, mencit 1, 2 dan 3 mengalami peningkatan
kadar asam urat begitupun dengan mencit yang diberikan minuman berupa
kratingdaeng. Hasil perlakuan kedua minuman energi ini telah sesuai dengan
referensi yang ada, bahwa asam urat serum dan konsentrasi kreatinin secara
signifikan meningkat pada tikus yang diberi minuman energi dan menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi ginjal (Khayyat dkk., 2014). Referensi lain juga
menyebutkan pemberian minuman energi menyebabkan peningkatan urea, asam
urat dan kreatinin melalui penghambatan reseptor adenosin A2A menyebabkan
terjadinya inflamasi intertisial dan memicu peningkatan pada proteinuria yang
pada akhirnya dapat merusak fungsi dan struktur ginjal (Mossa dan Abbassy,
2012).
Pada pemberian M150 + Allopurinol dan Kratingdaeng + Allopurinol
dibandingkan dengan kelompok perlakuan M150 dan Kratingdaeng menunjukkan
hasil yang berbeda yaitu penambahan Allopurinol dengan minuman berenergi
tetap menunjukkan hasil peningkatan kadar asam urat serum dari awal ke
pengukuran terakhir akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan
atau berbeda jauh seperti pada hasil pengukuran kelompok perlakuan M150 dan
Kratingdaeng. Hal ini telah sesuai dengan pustaka, bahwa Allopurinol dapat
menekan kadar asam urat dalam tubuh hewan coba karena termasuk ke dalam
obat golongan urikostatik yang digunakan untuk menurunkan kadar asam urat
dengan mekanisme kerja menghambat pengubahan hipoxantin menjadi xantin
yang akan membentuk asam urat (Fardin dan Rosdiana, 2019).
III. Kesimpulan dan Saran
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada hewan coba mencit
dengan 5 perlakuan dapat disimpulkan bahwa pada pemberian kontrol negatif Na-
CMC mencit 1, 2 dan 3 tidak mengalami peningkatan kadar asam urat. Hal ini
sesuai dengan referensi, kemudian pada pemberian minuman M-150, mencit 1, 2
dan 3 mengalami peningkatan kadar asam urat begitupun dengan mencit yang
diberikan minuman berupa kratingdaeng hal ini juga telah sesuai dengan referensi
yang ada. Pada pemberian M-150 + allopurinol dan kratingdaeng + allopurinol
dibandingkan dengan kelompok perlakuan M-150 dan kratingdaeng menunjukkan
hasil yang berbeda yaitu penambahan allopurinol dengan minuman berenergi tetap
menunjukkan hasil peningkatan kadar asam urat serum dari awal ke pengukuran
terakhir akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan atau berbeda
jauh seperti pada hasil pengukuran kelompok perlakuan M-150 dan kratingdaeng.
III.2 Saran
Sebaiknya praktikan saat akan melakukan praktikum harus bekerja dengan
cepat dan teliti agar semua rangkaian praktikum dapat selesai dengan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA