Anda di halaman 1dari 9

Rumusan Masalah

1. Apakah doktrin penggunaan yang wajar (fair use) dalam karya fotografi dapat
memberikan pelindungan yang optimal terhadap karya cipta turunannya (derivative)
di Indonesia?
2. Bagaimana implementasi doktrin penggunaan yang wajar (fair use) dalam praktek
pada pemanfaatan karya fotografi?
3. Bagaimana doktrin penggunaan yang wajar (fair use) dapat memberikan
kesembangan hak terhadap para pihak antara pencipta asli dengan pencipta karya
turunan (derivative)?

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:

1. Doktrin penggunaan yang wajar (fair use) dalam UUHC belum memberikan pelindungan
yang optimal terhadap karya cipta turunan (derivative) di Indonesia mengingat bahwa
aturan atau ketentuan dalam Pasal 40 huruf n UUHC Indonesia harus diinterpretasikan
secara lebih inklusif untuk mengakomodasi jenis-jenis penggunaan tertentu yang dapat
diterima sebagai penggunaan yang diizinkan dalam menciptakan karya turunannya.
2. Implementasi doktrin penggunaan yang wajar (fair use) dalam praktek pada pemanfaatan
karya fotografi melibatkan penilaian berbagai faktor untuk menentukan apakah suatu
penggunaan dianggap wajar. Amerika Serikat dan Indonesia memiliki pendekatan hukum
dan kriteria penilaian yang berbeda. AS memiliki pendekatan yang lebih terperinci dan
memperhitungkan faktor-faktor khusus dalam menilai fair use, sementara Indonesia
menyajikan ketentuan penggunaan yang sah yang lebih terbatas dan memerlukan
interpretasi lebih lanjut. Dalam praktek pada pengalihwujudan karya cipta fotografi di
Amerika Serikat membutuhkan penilaian kasus per kasus dan sering kali berada di bawah
penilaian pengadilan. Keputusan akhir bergantung pada evaluasi faktor-faktor yang ada
dalam situasi tertentu. Dalam beberapa kasus, penggunaan foto untuk tujuan parodi atau
ekspresi artistik dapat dianggap sebagai penggunaan yang wajar dan bukan merupakan
pelanggaran.
3. Doktrin penggunaan yang wajar (fair use) belum dapat memberikan keseimbangan hak
terhadap para pihak antara pencipta asli dengan pencipta karya turunan (derivative)
dikarenakan belum memiliki parameter yang komperhensif terkait indikator fair use
dalam pasal 44 UUHC sehingga susah untuk menuntukan penggunaan materi berhak
cipta tersebut memenuhi unsur adil dan wajar.
B. Saran
Berdasarkan pada pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk memastikan perlindungan optimal terhadap karya cipta turunan, aturan hukum
harus jelas, dapat dipahami, dan memberikan panduan yang tepat kepada masyarakat
umum dan pencipta karya cipta tentang apa yang diizinkan atau tidak diizinkan dalam
penggunaan karya cipta, terutama yang melibatkan turunan dari karya yang sudah ada.
Bagi pemerintah diharapkan dapat lebih memberikan pelindungan hukum karya cipta
turunan melaui perubahan UUHC yang memuat aturan pembaharuan karya turunan secara
komprehensi dimulai dengan merevisi Pasal 40 huruf n UUHC yaitu memasukan muatan
mengenai definisi, kriteria dan batasan dalam melakukan adaptasi, aransemen, modifikasi
dan karya lain dari hasil transformasi yang dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri.
Pembaharuan ini dapat memberikan panduan bagi pemilik Hak Cipta dan pihak terkait
untuk memahami bagaimana cara melindungi karya cipta turunan yang memenihi stadar
yang telah ditetapkan oleh UUHC sehingga kreatifitas dari masyarakat semakin meningkat
dan dapat mendukung program pemerintah dalam membangun ekonomi kreatif.
2. Jika ingin mengadopsi ketentuan fair use Amerika Serikat ke dalam konteks hukum
Indonesia memerlukan evaluasi mendalam terhadap implikasi dan efek yang mungkin
terjadi. Hal ini perlu dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa perubahan
tersebut akan memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa
mengorbankan perlindungan Hak Cipta dan keberlangsungan industri kreatif di Indonesia.
Mengingat bahwa setiap kasus Fair Use adalah unik, dan hakim perlu mempertimbangkan
penilaian secara holistik. Hakim harus memahami hukum yang berlaku dalam yurisdiksi
mereka dan melihat preseden hukum sebelumnya yang mungkin menjadi pedoman dalam
menilai kasus serupa. Oleh karena itu sudah seharusnya para hakim di Indonesia memiliki
sertifikasi atau pelatihan khusus tentang hak cipta sehingga dapat membantu hakim
meningkatkan pemahaman mereka terhadap isu-isu hak cipta yang khusus dan
memungkinkan mereka mengatasi kasus-kasus hak cipta dengan lebih efektif.
3. Doktrin penggunaan yang wajar (fair use) akan memberikan keseimbangan hak terhadap
para pihak antara pencipta asli dengan pencipta karya turunan (derivative) dengan
menyempurnakan dan mempertegas makna penggunaan yang sewajarnya pada Pasal 44
yang tidak hanya sebatas tidak merugikan kepentingan ekonomi pencipta sebagaimana
penyempurnaan yang telah dilakukan terhadap pembatasan dan pengecualian program
komputer pada Pasal 45 UUHC. Pasal tersebut mencantumkan kriteria pembatasan dan
pengecualian pada bidang program komputer yang merupakan respon positif terhadap
perkembangan teknologi informasi. Penyempurnaan parameter kepentingan yang wajar
dipertegas dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu pemberian keseimbangan yang
adil, penegakan hukum yang konsisten serta akses terhadap informasi. Hal ini sejalan
dengan prinsip Locke dimana keberadaan batasan fair use mencoba menciptakan
keseimbangan antara hak pemilik Hak Cipta dan kepentingan umum, memberikan ruang
untuk penggunaan yang wajar tanpa merugikan hak kepemilikan individu secara
berlebihan.
Lantas apakah karya cipta yang dihasilkan dari penggunaan karya cipta yang sudah ada
dapat dilindungi?

Ya, karya cipta yang dihasilkan dari penggunaan karya cipta yang sudah ada bisa dilindungi
sebagai karya turunan. Contohnya, jika seseorang membuat karya baru yang merupakan adaptasi,
terjemahan, transformasi, atau modifikasi dari karya yang sudah ada, karya baru tersebut bisa
memiliki hak cipta tersendiri atas aspek kreativitas yang ditambahkan atau diubah dari karya asli.
Meskipun karya baru tersebut terinspirasi atau berasal dari karya yang sudah ada, asalkan karya
tersebut memiliki tingkat orisinalitas yang cukup, bisa mendapatkan perlindungan hak cipta
sendiri.

Apakah memerlukan izin pencipta asalnya?

Izin dari pencipta asalnya seringkali diperlukan ketika seseorang ingin menggunakan karya cipta
yang sudah ada sebagai dasar untuk membuat karya baru. Meskipun karya turunan bisa
mendapatkan hak cipta tersendiri, namun untuk menggunakan karya yang sudah ada sebagai
dasar, seperti dalam pengeditan, transformasi, atau adaptasi, izin dari pemilik hak cipta asli
seringkali diperlukan, kecuali penggunaannya masuk dalam batasan-batasan fair use atau
penggunaan yang wajar yang diatur oleh hukum setempat.

Apakah indonesia mengaturnya?

Di Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) mengatur mengenai penggunaan karya cipta
yang sudah ada untuk menciptakan karya turunan. Prinsipnya, untuk menggunakan karya cipta
yang sudah ada dalam menciptakan karya baru, seringkali diperlukan izin dari pemilik hak cipta
asli, kecuali jika penggunaannya termasuk dalam pengecualian atau batasan yang diatur dalam
UUHC.

Namun, hal ini bisa beragam tergantung pada situasi spesifik, jenis karya, dan keperluan
penggunaan karya cipta yang sudah ada dalam menciptakan karya baru. Kebutuhan untuk izin
dari pemilik hak cipta asli atau apakah penggunaannya masuk dalam batasan-batasan tertentu
seringkali menjadi bagian dari pertimbangan dalam menciptakan karya turunan di Indonesia.

Bagaimana menilai batasan fair use di indonesia?

Di Indonesia, batasan-batasan terkait penggunaan karya cipta tanpa izin dari pemilik hak cipta
asli diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Namun, hingga pengetahuan saya pada tahun
2022, UUHC Indonesia tidak memiliki konsep "fair use" secara spesifik seperti di Amerika
Serikat. Sebaliknya, UUHC Indonesia menyediakan pengecualian-pengecualian tertentu yang
diatur dalam Undang-Undang yang dapat dijadikan acuan dalam menilai batasan penggunaan
karya cipta tanpa izin.

Pengecualian-pengecualian tersebut bisa meliputi penggunaan untuk kepentingan pendidikan,


penelitian, kritik, ulasan, dan berita. Namun, batasan-batasan ini harus memperhatikan prinsip
perlindungan hak cipta serta tidak merugikan pemilik hak cipta secara tidak wajar.

Selain itu, penggunaan karya cipta tanpa izin juga bisa diterima dalam beberapa situasi seperti
untuk kepentingan pribadi, asalkan tidak untuk kepentingan komersial atau menimbulkan
kerugian pada pemilik hak cipta. Namun, batasan-batasan penggunaan karya tanpa izin dalam
konteks "fair use" di Indonesia bisa memiliki interpretasi yang lebih ketat dan berbeda dari
konsep fair use yang ada di negara lain.

Apakah pemberian perlindungan terhadap karya turunan tidak mencederai pencipta


karya aslinya?

Perlindungan terhadap karya turunan sebenarnya bertujuan untuk memberikan penghargaan atas
kontribusi kreatif yang ditambahkan oleh individu yang menciptakan karya baru dari karya asli.
Pemberian hak cipta terhadap karya turunan biasanya tidak mengurangi atau merugikan hak-hak
yang dimiliki oleh pencipta karya asli.

Sebaliknya, perlindungan terhadap karya turunan membantu mendorong inovasi, kreativitas, dan
pengembangan lebih lanjut dari karya asli. Hal ini memungkinkan karya yang sudah ada untuk
diolah, disesuaikan, atau ditransformasikan menjadi sesuatu yang baru dan orisinal. Pencipta
karya asli tetap memiliki hak-haknya yang terlindungi sesuai dengan undang-undang hak cipta,
sementara pencipta karya turunan mendapatkan perlindungan atas kontribusi kreatif yang
ditambahkan.

Namun, penting untuk memastikan bahwa penggunaan karya asli dalam menciptakan karya
turunan dilakukan dengan memperhatikan hak-hak pencipta asli dan mematuhi ketentuan hukum
hak cipta yang berlaku.

Bagaimana menilai similarity dan infringment dalam fair use?

Penilaian similarity (kemiripan) dan infringement (pelanggaran) dalam konteks fair use atau
penggunaan yang wajar biasanya dilakukan oleh pengadilan atau lembaga yang berwenang.
Terdapat beberapa faktor yang biasanya dipertimbangkan dalam menilai apakah suatu
penggunaan karya cipta melanggar hak cipta atau tidak dalam konteks fair use:
1. Tujuan dan Sifat Penggunaan: Tujuan penggunaan karya tersebut (misalnya, tujuan
pendidikan, kritik, komentar) dan sifat penggunaan (apakah penggunaan itu bersifat
transformatif atau hanya reproduksi) menjadi faktor penting.
2. Jumlah Materi yang Digunakan: Berapa banyak bagian dari karya asli yang digunakan
dalam karya baru juga menjadi pertimbangan. Penggunaan kuantitas yang kecil mungkin
lebih condong ke arah fair use.
3. Dampak pada Pasar atau Nilai Karya Asli: Jika penggunaan karya tersebut mengurangi nilai
komersial atau dampaknya pada pasar karya asli, ini dapat menjadi indikasi pelanggaran hak
cipta.
4. Sifat Kreatif dan Orisinalitas: Jika karya turunan memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan
orisinalitas yang cukup, hal ini bisa mendukung argumen bahwa penggunaannya dalam
konteks fair use.

Menilai apakah suatu karya melanggar hak cipta atau tidak dalam konteks fair use seringkali
kompleks dan bergantung pada fakta-fakta yang spesifik dari setiap kasus. Pengadilan akan
menilai keseluruhan konteks penggunaan karya tersebut berdasarkan faktor-faktor yang
disebutkan sebelumnya serta prinsip-prinsip hukum hak cipta yang berlaku dalam yurisdiksi
tertentu.

Apakah saudara setuju dengan doktrin fair use ini?

Saya melihat nilai besar dalam doktrin fair use karena memberikan ruang bagi penggunaan yang
adil dari karya cipta tanpa izin, terutama untuk kepentingan pendidikan, penelitian, kritik,
komentar, dan inovasi kreatif lainnya. Doktrin ini mendukung pertumbuhan pengetahuan,
ekspresi kreatif, serta pertukaran ide yang penting dalam masyarakat.

Namun, penting juga untuk mencatat bahwa doktrin fair use sering kali memerlukan penilaian
kasus per kasus, dan keputusan akhirnya diambil berdasarkan interpretasi hukum yang kompleks.
Meskipun memiliki manfaat besar, doktrin fair use juga memerlukan keseimbangan yang tepat
untuk melindungi hak-hak pencipta dan pemilik hak cipta asli agar tidak dirugikan secara tidak
adil.

Bukankah dengan begitu fair use dapat menjadi tameng bagi pelaku plagiarsme?

Pemahaman yang benar tentang doktrin fair use memang penting untuk mencegah
penyalahgunaan. Di beberapa kasus, penyalahgunaan atau penafsiran yang keliru terhadap fair
use dapat digunakan sebagai dalih untuk melakukan plagiarsme. Itulah sebabnya pengadilan dan
lembaga berwenang harus melakukan penilaian yang cermat untuk memastikan bahwa
penggunaan karya cipta yang dianggap sebagai fair use benar-benar memenuhi kriteria-kriteria
yang telah ditetapkan dalam undang-undang hak cipta.
Fair use seharusnya tidak digunakan sebagai alasan untuk menyalin atau menggunakan karya
tanpa izin dari pemilik hak cipta asli. Doktrin fair use seharusnya mendukung penggunaan yang
adil, inovasi, dan kepentingan umum tanpa merugikan hak-hak yang sah dari pencipta asli. Oleh
karena itu, penting untuk memastikan bahwa interpretasi fair use tidak disalahgunakan untuk
kepentingan pelanggaran hak cipta atau plagiarsme.

Lantas apa saran saudara dalam menanggapi permasalahan tersebut? Saai ini masih
terjadi kekosongan dalam UUHC indonesia ?

Menanggapi kekosongan dalam Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) Indonesia terkait


interpretasi dan perlindungan terhadap fair use, ada beberapa langkah yang bisa
dipertimbangkan:

1. Revisi Peraturan: Mendesak untuk melakukan revisi UUHC untuk mengakomodasi prinsip-
prinsip yang lebih jelas terkait penggunaan yang adil dari karya cipta tanpa izin. Pengaturan
yang lebih detail tentang pengecualian dan batasan-batasan yang lebih jelas untuk kasus fair
use dapat membantu menyeimbangkan kepentingan pemilik hak cipta dengan kepentingan
umum.
2. Pedoman atau Panduan: Pembuatan pedoman atau panduan interpretasi lebih lanjut dari
lembaga berwenang seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau lembaga
terkait lainnya. Hal ini bisa membantu memberikan arahan lebih lanjut bagi para pelaku
industri, akademisi, dan masyarakat umum dalam menggunakan karya cipta tanpa izin
dengan memperhatikan prinsip fair use.
3. Pendidikan dan Kesadaran Hukum: Peningkatan pemahaman masyarakat tentang hak cipta
dan fair use. Kampanye pendidikan dan kesadaran hukum bisa membantu masyarakat
memahami batasan-batasan penggunaan karya cipta serta dampak dari pelanggaran hak
cipta.
4. Pembentukan Kebijakan Tambahan: Pembentukan kebijakan tambahan dalam bentuk
regulasi atau ketentuan lainnya dari pihak terkait, misalnya dalam bentuk peraturan
pemerintah atau instruksi presiden untuk memberikan arahan lebih lanjut terkait dengan fair
use dalam konteks hak cipta di Indonesia.

Langkah-langkah ini bisa membantu mengisi kekosongan atau ketidakjelasan dalam UUHC
terkait dengan fair use di Indonesia dan menciptakan kerangka hukum yang lebih lengkap dan
jelas untuk menangani penggunaan karya cipta tanpa izin dalam konteks yang adil dan
berkeadilan.

Bisakah anda kaitan doktrin fair use dengan teori keadilan ?

Tentu, doktrin fair use memiliki kaitan erat dengan konsep keadilan dalam konteks hukum hak
cipta. Ada beberapa hubungan antara doktrin fair use dengan teori keadilan:
1. Keadilan dalam Akses Pengetahuan: Fair use memungkinkan akses yang lebih luas terhadap
informasi, pengetahuan, dan karya cipta tanpa harus menghambat inovasi atau pertukaran
ide yang penting dalam masyarakat. Ini memperkuat prinsip keadilan dalam memberikan
kesempatan kepada individu untuk memperoleh informasi dan menggunakan karya cipta
dalam kepentingan umum.
2. Keseimbangan Hak: Doktrin fair use bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
hak-hak pemilik hak cipta dan kepentingan umum. Ini mencerminkan aspek keadilan dalam
memberikan perlindungan hukum kepada pemilik hak cipta sambil mempertimbangkan
kepentingan masyarakat untuk menggunakan karya cipta dalam konteks tertentu.
3. Perlindungan Terhadap Kreativitas dan Inovasi: Fair use juga membantu melindungi
kreativitas dan inovasi dengan memberikan ruang bagi individu untuk menggunakan karya
cipta dalam menciptakan sesuatu yang baru atau dalam kegiatan-kegiatan kreatif tertentu.
Hal ini bisa dilihat sebagai upaya untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam
memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk berekspresi dan menciptakan karya baru.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, doktrin fair use dalam hukum hak cipta bisa dilihat
sebagai alat untuk mencapai keadilan yang seimbang antara perlindungan hak cipta dan
kepentingan umum, serta untuk mendukung keseimbangan antara hak-hak pemilik hak cipta dan
kepentingan masyarakat luas.

Bisakah anda kaitan doktrin fair use dengan teori keadilan john lockd

John Locke, seorang filsuf yang dikenal dengan konsep hak milik pribadi dan teori kepemilikan,
memiliki pengaruh dalam pemikiran tentang hak cipta dan hak kekayaan intelektual. Locke
berpendapat bahwa individu memiliki hak atas hasil kerja keras mereka sendiri, termasuk produk
dari pikiran dan kreativitas mereka.

Doktrin fair use dalam konteks hak cipta dapat dikaitkan dengan konsep Locke tentang hak milik
pribadi. Konsep ini dapat dihubungkan dengan pemikiran bahwa individu yang menciptakan
karya cipta memiliki hak untuk mendapatkan manfaat dan penghargaan dari karyanya,
sebagaimana Locke memandang hak atas hasil kerja keras.

Namun, ada juga aspek dari Locke yang menekankan kepentingan masyarakat luas. Locke juga
mengemukakan bahwa individu memiliki tanggung jawab moral untuk tidak membuang-buang
atau menahan sesuatu yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Dalam konteks hak
cipta, ini bisa diinterpretasikan sebagai dukungan terhadap penggunaan yang adil dari karya cipta
oleh masyarakat, yang sejalan dengan prinsip fair use untuk kepentingan umum seperti
pendidikan, penelitian, dan inovasi.
Dengan demikian, kaitan doktrin fair use dengan pemikiran Locke tentang hak milik pribadi bisa
dilihat dari perspektif hak individu untuk mendapatkan manfaat dari karya mereka sendiri,
sekaligus tanggung jawab moral untuk memungkinkan akses yang wajar kepada hasil karya
tersebut bagi masyarakat luas.

Bagaiaman jika dikaitakn dengan pemikiran gustav radbruch?

Ah, Gustav Radbruch adalah seorang filsuf hukum dan teoretikus hukum yang terkenal. Dia
dikenal karena teori hukumnya yang terkenal, terutama terkait konsep keadilan dalam hukum.

Dalam kaitannya dengan doktrin fair use, pemikiran Gustav Radbruch tentang keadilan dalam
hukum dapat dilihat sebagai dasar untuk mempertimbangkan aspek-aspek moral dan keadilan
dalam penerapan aturan hukum. Konsep keadilan yang diusungnya mengarah pada pemahaman
bahwa hukum harus mencerminkan prinsip-prinsip moral yang adil dan manusiawi.

Dalam konteks doktrin fair use, pandangan Radbruch tentang keadilan bisa diartikan sebagai
pentingnya memiliki hukum yang tidak hanya mempertimbangkan hak-hak pemilik hak cipta,
tetapi juga kepentingan umum. Pandangan ini serupa dengan prinsip-prinsip fair use yang
memperbolehkan penggunaan karya cipta tanpa izin dalam situasi tertentu yang memperhatikan
kepentingan sosial, pendidikan, dan inovasi, sejalan dengan prinsip keadilan yang diusung oleh
Radbruch.

Bagaimana menurut pandangan john rawls?

Dalam kaitannya dengan Teori Keadilan John Rawls, Fair Use dapat dilihat sebagai upaya untuk
memastikan bahwa akses terhadap informasi dan karya cipta diatur secara adil sehingga
mendukung prinsip-prinsip keadilan yang Rawlsian.

Konsep Fair Use dapat dilihat sebagai sarana untuk menciptakan akses yang lebih merata
terhadap informasi dan karya cipta, yang sejalan dengan prinsip keadilan yang mencoba
memberikan manfaat kepada yang kurang mampu atau yang kurang diuntungkan di masyarakat.
Doktrin ini memungkinkan penggunaan karya cipta tanpa izin dari pemiliknya dalam konteks
tertentu, yang memberikan kesempatan lebih besar bagi kepentingan umum dan mendukung
kesetaraan akses terhadap pengetahuan dan informasi.

Pendekatan Fair Use dalam hukum hak cipta bisa dianggap sebagai mekanisme hukum yang
mencoba untuk mewujudkan prinsip keadilan yang sejalan dengan pemikiran Rawls, yang
menekankan pada prinsip keadilan sebagai kesetaraan dan manfaat bagi yang paling kurang
beruntung di masyarakat. Meskipun hubungan ini tidak langsung, konsep Fair Use mencoba
untuk menciptakan kesetaraan akses terhadap informasi, yang memiliki kesesuaian dengan
prinsip kesetaraan yang ditekankan oleh Rawls.

Anda mungkin juga menyukai