Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH ANGKA KECUKUPAN GIZI (AKG)

Dosen Pengampu :
Dr. Marudut Sitompul, M.P.S.

Disusun Oleh:
D4-6A Gizi dan Dietetika

MATA KULIAH PENGEMBANGAN MAKANAN FORMULA SARJANA


TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA II
2024
Anggota Kelas D4-6A Gizi dan Dietetika:

1. Adinda Riska Maulana Syabilla (P21331121001)


2. Aliya Sukma Rizkiyani (P21331121003)
3. Alya Yuverse (P21331121005)
4. Anisa Devita Sari Lubis (P21331121008)
5. Ardan Dwi Wijaksono (P21331121009)
6. Ayu Chandra Dhivayani (P21331121011)
7. Desnia Ramadhani Nurhakimah (P21331121017)
8. Dian Puspita Sari (P21331121019)
9. Dyah Kusumaning (P21331121021)
10. Fanny Indah Nurfahmah (P21331121023)
11. Farah Virgianita (P21331121025)
12. Fildzah Sharfina (P21331121027)
13. Ghina Alifia Yusma Ridwan (P21331121029)
14. Handi Mustika Rahmadito (P21331121032)
15. Helga Luthfiah Gandhi (P21331121034)
16. Kaila Rahmanita Ilham (P21331121035)
17. Khanza Khairunisa Wahyudi (P21331121037)
18. Kurnia Maulida Fadiilah (P21331121039)
19. Lestari fitri assyifa (P21331121041)
20. Mariska Rachel Rianti (P21331121043)
21. Musripah (P21331121045)
22. Nadira Raisha Pradina (P21331121047)
23. Nazhifatuzzahra Deliviana Suryadi (P21331121049)
24. Putri Alya Rahma (P21331121053)
25. Robithah Childa Mawarni (P21331121055)
26. Sania Nabila (P21331121057)
27. Shakarani Indraputri (P21331121059)
28. Sigit Ardiantoro Herly (P21331121061)
29. Suci Tri Wahyuni Siagian (P21331121063)
30. Syaquilla Zalesya Putri Gumay (P21331121065)
31. Tavania Earline (P21331121067)
32. William Karansh (P21331121070)
33. Olivia Tiara Harisa (P21331122060)
ANGKA KECUKUPAN GIZI (AKG)

Pertama kali AKG di Indonesia disusun tahun 1958 oleh Lembaga Makanan Rakyat
dengan pendekatan lintas sektor. Tujuan utama penyusunan AKG adalah untuk acuan perencanaan
makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/masyarakat. Rujukan yang digunakan
saat itu adalah Recommended Dietary Allowances (RDA) yang dikeluarkan FAO/WHO. AKG ini
ditinjau kembali tahun 1968. Angka Kecukupan Gizi (dulu Recommended Daily Allowance)
pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada saat memasuki Perang Dunia II, Food and
Nutrition Board (FNB) didirikan di dalam National Academy of Sciences pada awalnya untuk
memberi nasihat kepada Angkatan Darat dan kemudian lembaga pemerintah lainnya mengenai
masalah yang berkaitan dengan makanan dan status gizi penduduk AS. FNB sangat menyadari
perlunya mengembangkan rekomendasi mengenai jumlah nutrisi yang harus diberikan kepada
masyarakat umum dan juga kepada angkatan bersenjata. Oleh karena itu di rumuskanlah apa yang
kemudian dikenal sebagai Recommended Daily Allowance (RDA) atau yang dikenal di Indonesia
sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Pada tahun 2005 AKG rata-rata pada tingkat konsumsi untuk penduduk Indonesia adalah
2000 kalori dan 52 gram protein, dan 2200 kalori, 57 gram kalori untuk tingkat penyediaan
(Kepmenkes No. 1593/2005). Pada tahun 2005, perhitungan AKG sudah mengikuti metode FNB-
IOM yang baru dan FAO dan WHO berbeda dengan AKG 1998. AKG ada dalam Permenkes
nomor 75 tahun 2013 merupakan hasil WNPG X di tahun 2012. Sehingga terbentuklah AKG yang
sekarang yang ada dalam Permenkes nomor 28 tahun 2019 adalah hasil WNPG XI tahun 2018.
AKG yang pertama (1968) terdiri dari energi, protein, 5 vitamin dan 2 mineral. AKG tahun 2018
mencakup energi, semua zat gizi makro protein, lemak dan karbohidrat serta air, 14 vitamin, dan
14 mineral termasuk elektrolit. Untuk menetapkan status gizi seseorang diperlukan pengukuran
untuk menilai berbagai tingkatan apakah suatu masyarakat mengalami kekurangan gizi atau tidak.
Pada tahun 1973 penyusunan AKG dikoordinasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), dalam forum Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi dengan tetap mengacu pada AKG
yang dikeluarkan FAO/WHO. Selanjutnya setiap 5 tahun sekali AKG dievaluasi sesuai dengan
kemajuan Ilmu Gizi, perubahan kependudukan dan sosial ekonomi. Untuk pertama kali AKG hasil
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V pada tahun 1993 disahkan oleh Menteri Kesehatan
dengan SK No. 332/MENKES/ SK/IV/1994 tanggal 16 April 1994.

1
Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA)
diperkenalkan pada tahun 1997 yang sebelumnya dikenal sebagai Asupan Referensi Diet (Dietary
Reference Intake, DRI). DRI adalah sistem rekomendasi gizi dari institusi of Medicine. DRI
diperkenalkan pada tahun 1997 untuk memperluas sistem RDA yang telah ada, untuk memperluas
pedoman yang ada dan di Indonesia dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Recommended Dietary Allowances (RDA) dikembangkan selama Perang Dunia II oleh Lydia J.
Roberts, Hazel Stiebeling, dan Helen S. Mitchell, yang semua bagian komite didirikan oleh United
States National Academy of Sciences yang bertujuan untuk menyelidiki masalah gizi yang
mungkin dapat “mempengaruhi ketahanan nasional“. Komite tersebut diubah menjadi Food and
Nutrition Board pada tahun 1941, dengan memulai membuat peraturan tentang rekomendasi
standar kecukupan harian untuk masing - masing jenis gizi. Pada awalnya standar ini hanya
diperuntukan kepada tentara, warga sipil dan populasi di luar negeri yang memerlukan bantuan
pangan. Namun, Food and Nutrition Board kemudian merevisi RDA yang dilakukan setiap lima
hingga sepuluh tahun sekali untuk memenuhi masing - masing gizi harian pada masyarakat
lainnya. Pada awal 1950 an, ahli gizi Departemen Pertanian Amerika Serikat membuat seperangkat
panduan baru yang juga memasukkan jumlah sajian masing-masing kelompok pangan agar lebih
memudahkan masyarakat dalam menerima RDA mereka untuk masing-masing gizinya.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dirumuskan oleh para pakar di bidangnya melalui
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Sebutan AKG ini berlaku di negara Indonesia.
Penetapan AKG secara nasional terjadi setiap lima tahun sekali pada tahun 1968-2004, lalu
berubah menjadi 10 tahun sejak 2004. Kemudian sejak 2005, perhitungan AKG sudah mengikuti
metode FNB-IOM yang baru dan FAO/WHO yang baru dan FAO/WHO 1998. AKG dirumuskan
dalam Permenkes nomor 75 tahun 2013 hasil WNPG X tahun 2012, untuk peraturan terbaru pada
Permenkes nomor 28 tahun 2019 hasil WNPG XI tahun 2018. Perkembangan permasalahan
kesehatan masyarakat dan semakin baiknya pemahaman terhadap penyakit kronis seperti jantung,
kanker, dan semakin bertambahnya umur harapan hidup menjadi salah satu alasan terjadinya
perubahan kecukupan beberapa zat gizi. Pada tahun 1949, WHO menciptakan Komite Teknis
Kebijakan Gizi, yang kemudian menjadi Komite Eksekutif Gizi (GEC) pada 1954. Pada tahun
1953, GEC mulai mengembangkan konsep Angka Kecukupan Gizi (Recommended Dietary
Allowances/RDA), yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara. RDA menjadi suatu panduan
standar untuk kebutuhan nutrisi individu dan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pangan

2
dan gizi. AKG terus mengalami pembaruan dan perluasan seiring dengan kemajuan penelitian gizi.
Selain RDA, terdapat konsep-konsep tambahan seperti Adequate Intake (AI), Tolerable Upper
Intake Level (UL), dan Estimated Average Requirement (EAR) yang diperkenalkan untuk
memberikan panduan yang lebih holtik. Data AKG juga digunakan dalam penelitian gizi dan
pengembangan produk pangan, dimana hal tersebut dapat membantu para peneliti untuk
merancang strategi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan lebih baik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI, 2013),
angka kecukupan gizi (AKG) merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua
orang menurut jenis kelamin, golongan umur, aktivitas, ukuran tubuh untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Angka kecukupan gizi sendiri dapat digunakan untuk mengukur
ketersediaan bahan pangan, konsumsi masyarakat serta kualitas dari sumber daya manusia yang
ada di suatu daerah. Hal ini dikarenakan apabila tercapainya kecukupan gizi dari suatu masyarakat
maka akan meningkatkan kualitas hidup mereka yang akan menunjang faktor-faktor hidup lainnya
seperti meningkatnya pembangunan, kesehatan, pendidikan dan lainnya serta kegunaan lain dari
Angka Kecukupan Gizi ini juga digunakan antara lain sebagai acuan dalam menilai kecukupan
gizi, menyusun makanan sehari-hari, perhitungan dalam perencanaan penyedia pangan dan
pendidikan gizi. Angka kecukupan gizi juga dapat dilihat berdasarkan Angka Kecukupan Energi
(AKE), hal ini dikarenakan salah satu faktor terpenuhinya gizi seseorang dapat dilihat berdasarkan
terpenuhinya kebutuhan energi harian dari seseorang tersebut (Andadari, 2017).
Menurut pasal 1 PMK no 28 tahun 2019 menjelaskan bahwa Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan untuk masyarakat Indonesia yang selanjutnya disingkat AKG adalah suatu nilai yang
menunjukkan kebutuhan rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir
semua orang dengan karakteristik tertentu yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat aktivitas
fisik, dan kondisi fisiologis, untuk hidup sehat dan di pasal 2 dijelaskan AKG digunakan pada
tingkat konsumsi yang meliputi kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, air, vitamin
dan mineral. Menurut pasal 3 PMK no 28 tahun 2019 menjelaskan bahwa, (1) Dalam AKG
ditetapkan estimasi rata-rata angka kecukupan energi dan rata-rata angka kecukupan protein bagi
masyarakat Indonesia untuk melakukan evaluasi, perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan penduduk rata-rata secara makro nasional dan berbagai
kebutuhan lainnya. (2) Rata-rata angka kecukupan energi bagi masyarakat Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebesar 2100 (dua ribu seratus) kilo kalori per orang per hari pada tingkat

3
konsumsi. (3) Rata-rata angka kecukupan protein bagi masyarakat Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebesar 57 (lima puluh tujuh) gram per orang per hari pada tingkat
konsumsi.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari
bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG merupakan kecukupan pada tingkat konsumsi
sedangkan pada tingkat produksi dan penyediaan perlu diperhitungkan kehilangan dan
penggunaan lainnya dari tingkat produksi sampai tingkat konsumsi. AKG ditulis dalam bentuk
tabel. Pada kolom pertama, tertulis kelompok umur dan jenis kelamin mulai dari bayi hingga usia
lanjut serta tambahan energi dan zat gizi untuk ibu hamil dan ibu menyusui. Pada kolom berikutnya
tertulis BB (kg) dan TB (cm) yang merupakan rata-rata BB dan TB pada kelompok umur tersebut.
Pada kolom keempat dan seterusnya berisi kecukupan energi dan zat gizi sehari untuk kelompok
umur dan jenis kelamin tertentu. Zat gizi yang dicantumkan terdiri dari zat gizi makro yaitu
karbohidrat, protein, lemak, serat dan air, serta vitamin dan mineral (Pritasari dkk, 2017).
AKG adalah angka kecukupan zat gizi setiap hari menurut golongan umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencegah terjadinya kekurangan maupun kelebihan
gizi. Secara internasional, berbagai istilah digunakan, di Amerika Serikat dan Kanada disebut
Dietary Reference Intakes (DRIs), di Uni Eropa disebut Population Reference Intakes, di Jepang
disebut Nutrients-Based Dietary Reference Intakes (NBDRIs), WHO menggunakan istilah
Recommended Nutrient Intake (RNI), di Filipina digunakan istilah Recommended Energy and
Nutrient Intake (RENI), di Australia dan Selandia Baru digunakan istilah Nutrient Reference
Values (NRVs). Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah perkiraan harian minimum yang memenuhi
kebutuhan nutrisi hampir semua (97 hingga 98 persen) individu sehat. Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang dianjurkan yaitu suatu kecukupan rata-rata zat gizi yang dikonsumsi setiap hari oleh
seseorang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Dalam menghitung kecukupan gizi yang dianjurkan umumnya
sudah diperhitungkan faktor keberagaman terhadap kebutuhan individu sehingga AKG merupakan
nilai rata-rata yang dicapai penduduk dengan indikator yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Seseorang yang mengkonsumsi zat gizi yang umumnya terkandung dalam bahan pangan berguna
untuk memberikan energi kepada tubuhnya, mengatur proses dan mekanisme tubuh, pertumbuhan

4
tubuh dan memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa zat gizi kemungkinan menggantikan zat gizi
lainnya yang umumnya mempunyai fungsi yang jelas di dalam tubuh.
Perbedaan AKG 2004 dengan AKG 2012 adalah 1) AKG 2012 mencakup angka
kecukupan lemak (termasuk n-3 dan n-6), serat, kromium, tembaga, asam pantotenat, kolin dan
biotin yang pada AKG sebelumnya belum ditetapkan; 2) Sebagian angka kecukupan gizi yang
baru dihitung berdasarkan berbagai temuan baru, termasuk data berat dan tinggi badan orang
Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2010. AKG 2012 untuk Indonesia terdiri dari: energi;
protein; lemak, karbohidrat, air; 14 vitamin: vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, thiamin,
riboflavin, niasin, piridoksin, asam folat, vitamin B12, asam pantotenat, biotin, kolin dan vitamin
C; dan 13 mineral: kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, besi, iodium, seng, tembaga,
kromium, selenium, mangan, fluor.
Dalam menaksir kecukupan energi diperhatikan komponen yang mempengaruhi yaitu
energi basal metabolisme (BMR), aktifitas, tambahan kebutuhan untuk pertumbuhan, tambahan
energi bagi pencernaan makanan (thermic effect of food=TEF), dan faktor komposisi tubuh, usia
dan jenis kelamin. Dalam membahas kecukupan protein ada 2 masalah pokok yaitu jumlah
nitrogen dan asam amino esensial. Kualitas dan kuantitas protein dalam makanan menggambarkan
banyaknya protein yang dapat digunakan tubuh. Dalam menaksir kecukupan lemak
memperhatikan distribusi keseimbangan energi dari gizi makro, termasuk rasio n6/n-3. Sementara
Angka kebutuhan vitamin dan mineral dirumuskan melalui kajian dan adaptasi dari anjuran WHO,
FAO dan IOM. Diharapkan rumusan AKG ini menjadi masukan bagi Kementrian Kesehatan
dalam menetapkan AKG 2012 yang berguna untuk: 1) standar kecukupan gizi dalam penilaian dan
perencanaan konsumsi gizi dan ketersediaan pangan; 2) standar pengembangan pangan/diet
termasuk produk pangan; 3) dasar perumusan anjuran porsi pangan dalam mengimplementasikan
Pedoman Gizi Seimbang; dan 4) penetapan acuan label gizi. Agar AKG dapat digunakan secara
akurat maka diperlukan penyediaan Daftar Komposisi Pangan Indonesia (DKPI) yang lengkap,
tidak hanya mencakup semua zat gizi dalam AKG, tetapi juga mencakup asam lemak asam amino,
kolesterol dan zat bioaktif dalam pangan.
Menurut Pasal 8 PMK No. 28 Tahun 2019, Peraturan Menteri mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Peraturan Menteri diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 2019 sehingga
pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Berita Negara

5
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1438), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan
Pasal 7 PMK No. 28 Tahun 2019. Untuk mengatasi permasalahan pangan dan gizi di Indonesia,
pemerintah telah menyusun kebijakan program pangan dan gizi dalam rangka menyediakan
pangan dalam jumlah, jenis, dan mutu yang baik guna mencapai status gizi yang baik pula.
Kebijakan program pangan dan gizi dilandasi dengan hukum : TAP MPR RI No. IV/MPR/99
tentang GBHN 1999-2004 dan UU RI No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) tahun 2000-2004.
Berdasarkan propenas, program pangan dan gizi dikemas dalam dua bentuk, yaitu program
penanggulangan kemiskinan dan pemenuhan Kebutuhan Pokok Masyarakat (KPM), dan program
kesehatan dan kesejahteraan sosial. Tahun 2003, secara total maupun rata-rata di kota atau desa
tingkat konsumsi energi penduduknya (1.989 kilokalori/kapita/hari) masih kurang dari standar
norma gizi yang dianjurkan, namun tingkat konsumsi protein (55,37 gr/kap/hari) sudah berada di
atas batas yang dianjurkan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII (2004)
merekomendasikan untuk energi 2.000 kilo kalori dan protein 52 gram. WNPG XI (2018), telah
menyepakati bahwa besaran AKG yang direkomendasikan sebagai acuan nasional adalah 1.200
kkal, dan angka kecukupan protein atau AKP 57 gram, per kapita per hari. Penilaian dan
perencanaan konsumsi pangan menggunakan tabel AKG dan TKPI secara langsung sangat
kompleks dan hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki kompetensi di bidang gizi
tertentu. oleh karena itu, perlu dikembangkan berbagai cara sederhana untuk menilai dan
merencanakan konsumsi pangan. berbagai cara telah dikembangkan dalam penilaian mutu
konsumsi pangan secara sederhana dengan berbagai istilah seperti indeks makan sehat (healthy
eating index), indeks gizi seimbang (balance diet index), indeks keragaman konsumsi pangan
(food diversity index), dan skor pola pangan harapan (desirable dietary pattern score).
Faktor utama dalam perhitungan AKG yaitu tinggi dan berat badan. Suatu faktor jenis
kelamin dan usia dapat diketahui dengan cara menghitungnya sendiri. Untuk tinggi badan dapat
diukur dengan menggunakan microtoise staturmeter. Nilai AKG yang akan ditampilkan pada
microtoise staturmeter berupa angka kecukupan energi (AKE), angka kecukupan protein (AKP),
angka kecukupan lemak (AKL), angka kecukupan karbohidrat (AKK) dan angka kecukupan serat
(AKS). Perhitungan dilakukan dengan alat dan perhitungan secara manual. Data yang telah didapat
dianalisis untuk mengetahui % error dan rata-rata % error AKE seseorang. AKG berguna sebagai
patokan dalam penilaian dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan

6
label gizi. Angka kecukupan gizi yang dibutuhkan per hari oleh penduduk Indonesia berbeda
antara laki-laki dan wanita.
Tata cara penggunaan AKG untuk menghitung kebutuhan gizi penduduk di suatu daerah
dengan cara menghitung persentase (%) penduduk menurut jenis kelamin dan umur sesuai dengan
pengelompokan umur pada tabel AKG. Lalu selanjutnya mengalikan nilai AKG pada tiap
kelompok umur dan jenis kelamin, dengan persentase penduduk (%) di suatu daerah pada
kelompok umur dan jenis kelamin yang sesuai. Selanjutnya hasil dari perkalian tersebut kemudian
dijumlahkan ke bawah untuk setiap zat gizi, kemudian dibagi 100. Maka didapatkan rerata AKG
(misal AKE dan AKP) penduduk di daerah tersebut.
Manfaat AKG adalah sebagai acuan dalam menilai kecukupan gizi, sebagai acuan dalam
menyusun makanan sehari-hari termasuk perencanaan makanan di institusi, sebagai acuan
perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional, sebagai
acuan pendidikan gizi serta sebagai acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi,
sebagai panduan untuk asupan gizi individu dan populasi, sebagai pendidikan gizi, dan membantu
dalam perancangan program intervensi pangan dalam pelabelan gizi. Untuk melakukan evaluasi,
perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan penduduk
rata-rata secara makro nasional dan berbagai kebutuhan lainnya, dalam AKG ditetapkan estimasi
rata-rata angka kecukupan energi bagi masyarakat Indonesia sebesar 2.100 kkal perhari dan rata-
rata angka kecukupan protein bagi masyarakat Indonesia sebesar 57 gram per orang per hari pada
tingkat konsumsi. AKG harus digunakan kehati-hatian dan AKG adalah bukan kecukupan
minimum. Menurut Permenkes RI Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia. AKG oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
pemangku kepentingan digunakan sebagai acuan untuk:
A. Menghitung kecukupan gizi penduduk di daerah;
B. Menyusun pedoman konsumsi pangan;
C. Menilai konsumsi pangan pada penduduk dengan karakteristik tertentu;
D. Menghitung kebutuhan pangan bergizi pada penyelenggaraan makanan institusi;
E. Menghitung kebutuhan pangan bergizi pada situasi darurat;
F. Menetapkan Acuan Label Gizi (ALG);
G. Mengembangkan indeks mutu konsumsi pangan;
H. Mengembangkan produk pangan olahan;

7
I. Menentukan garis kemiskinan;
J. Menentukan besaran biaya minimal untuk pangan bergizi dalam program jaminan
sosial pangan;
K. Menentukan upah minimum; dan
L. Kebutuhan lainnya.
Penetapan standar makanan untuk pemeliharaan kesehatan telah mengalami perkembangan
karena pemahaman peran gizi dalam kesehatan menjadi semakin baik. Sebagian Besar negara
sekarang memiliki angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan sebagai rekomendasi nasional.
Secara tradisional AKG didefinisikan sebagai ‘tingkat asupan gizi yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi diketahui hampir semua orang sehat'. Definisi ini memiliki arti tingkat gizi yang
cukup untuk diperlukan untuk mencegah penyakit akibat kekurangan gizi, seperti gangguan akibat
kekurangan iodium untuk iodium, xeroftalmia dan buta senja untuk vitamin A dan beri-beri untuk
untuk thiamin. AKG adalah angka kecukupan zat gizi setiap hari menurut golongan umur, jenis
kelamin,ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencegah terjadinya kekurangan maupun kelebihan
gizi. Dalam menggunakan AKG harus memperhatikan prinsip dan tata cara penggunaan AKG
yang dibagi dalam dua kategori besar, yaitu penilaian asupan zat gizi dan konsumsi pangan untuk
perencanaan konsumsi pangan (Gambar 2.1) (Permenkes RI, 2019).

Sejak ditetapkannya AKG dan pembaharuannya secara berkala hingga kini, berbagai
kebijakan dan program telah menggunakan AKG, antara lain perencanaan penyediaan pangan,
penggunaan AKG untuk penetapan garis kemiskinan, penggunaan AKG untuk penetapan upah
minimum, penggunaan AKG untuk penetapan skor Pola Pangan Harapan (PPH), penggunaan
AKG untuk penetapan panduan gizi seimbang, dan penggunaan AKG untuk Penetapan Acuan
Label Gizi (ALG).

8
DAFTAR PUSTAKA

A Consumer’s Guide to The DRI’s ( Dietary Reference Intakes)”. Heatlh Canada. 2010. Diakses
pada tanggal 15 Februari 2024.
Ahmad Suhaimi, 2019. Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Diakses dari :
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=gZ6iDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&d
q=sejarah+penemuan+AKG&ots=AHCh151Y2i&sig=y4mK5a1p2kwVyLYOA3oXvG7
djTU&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
Ahmad, Dr Aripin. “Konsep Dasar Angka Kecukupan Gizi (AKG).”
Aulia, Z., Rahmadya, B., & Hersyah, M. H. (2016). Alat Pengukur Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Manusia Dengan Menggunakan Mikrokontroler. Prosiding Semnastek
Djoko Kartono, dkk. (2012). Ringkasan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Yang Dianjurkan Bagi
Orang Indonesia. Diakses dari :
https://www.researchgate.net/publication/316095861_RINGKASAN_-
_ANGKA_KECUKUPAN_GIZI_AKG_YANG_DIANJURKAN_BAGI_ORANG_IND
ONESIA_2012
Food and Nutrition Board, National Research Council. (2006). Dietary Reference Intakes: The
Essential Guide to Nutrient Requirements. National Academies Press.
Harper AE (November 2003). "Contributions of women scientists in the U.S. to the development
of Recommended Dietary Allowances". J. Nutr. 133 (11): 3698–702. PMID 14608098.
Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty
Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids. Washington, DC: National Academy Press;
2005.
Kartono, Djoko., dkk. (2012). Ringkasan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang Dianjurkan Bagi
Orang Indonesia 2012. Jakarta.
Permenkes. 2019. Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia.
Jakarta
PMK RI No 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan Untuk Masyarakat
Indonesia. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Details/138621/permenkes-no-28-
tahun-2019

9
Pritasari dkk, 2017. Ringkasan Angka Kecukupan Gizi (AKG) http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/4702/3/%283%29BAB%20II.pdf
Sari, Reni, dkk. (2008). Bahaya Makanan Cepat Saji dan Gaya Hidup Sehat (Dangerous Junk
Food). Yogyakarta: O2
Sediaoetama, Drs. Ahmad Djaeni. “Ilmu Gizi”. Dian Rakyat. Jakarta : 2006
Setyoadjie, A. 2019. Pembahasan Angka Kecukupan Gizi. Diakses dari
Shinta, A. (2020). Identifikasi Angka Kecukupan Gizi dan Strategi Peningkatan Gizi Keluarga di
Kota Probolinggo (Studi Kasus di Kecamatan Kedopok dan Mayangan). SEPA: Jurnal
Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 7(1).
Sirajuddin, Surmita, Astuti, T. (2018). Survei Konsumsi Pangan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Diakses dari http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/8200/3/BAB%20II.pdf.
United States National Center for Biotechnology Information. (2004). Concepts Underlying The
Recommended Dietary Allowance. National Library of Medicine. Amerika Serikat.
Yusuf, Liswarti. (2008). Teknik Perencanaan Gizi Makanan. Jakarta: Pusat Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan. Hlm. 129. Diakses dari
https://repository.stikespersadanabire.ac.id/assets/upload/files/docs_1634524343.pdf.

10

Anda mungkin juga menyukai