Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KERANGKA LEGISLATIF DALAM KEBIDANAN

DOSEN PENGAMPU :
Elvi Destariyani, SST, M. Kes

Disusun Oleh :
Aliyah Tiara Salsabila (5140320003)
Aulia fitrinisa (5140320009)
Mahffira piarti putri (5140320023)
Shakira Danti Anggraini (5140320038)
Tyas Alya Melindra (5140320041)
Yunita (5140320048)

Mata Kuliah :
ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN


PROFESI BIDAN
POLTEKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul:

“MAKALAH TENTANG KERANGKA LEGISLATIF DALAM KEBIDANAN”

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.

Bengkulu, 31 Juli 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Banyak permasalahan yang terjadi dalam praktik kebidanan yang sering kita jumpai.
Permasalahan yang terjadi semakin kompleks karena kurang diterapkannya hukum, etika dan
moral yang berlaku dalam ruang lingkup kebidanan, masyarakat, bangsa dan Negara.
Hukum yang berkaitan erat dengan ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku dan
harus ditaati, jika melanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan berat dan ringannya
perilaku hukum yang dilanggar. Hukum bersifat mengikat, maka dari itu keterikatan tersebut
membuat tingkat kesadaran untuk menaati aturan sangatlah tinggi.
Dalam kebidanan ada yang dimaksud dengan kerangka legislatif dalam kebidanan yaitu
berisi badan – badan atau organisasi yang memiliki tugas untuk membuat hukum tentang
kebidanan. Oleh karena itu, maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
apa saja yang menjadi kerangka legislatif dalam kebidanan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud legislatif ?
2. Apa tujuan dari legislasi ?
3. Apa saja aspek legal yang mendasari kerangka legislatif dalam kebidanan?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu legislatif.
2. Untuk mengetahui apa tujuan dari legislasi ?
3. Untuk mengetahui apa saja aspek legal yang mendasari kerangka legislative dalam
kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Legislasi
Proses pembuatan undang – undang atau penyempurnaan perangkat hukum yang
sudah ada melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan komptensi), registrasi
(pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).

2.2. Tujuan Legislasi


a. Mempertahankan kualitas pelayanan
b. Meningkatkan profesionalisme
c. Memberikan kewenangan
d. Menjamin perlindungan hukum

2.3. Peran Legislasi


 Peran dalam pemberian pelayanan professional
 Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi
 Menjamin perlindungan profesi bidan

2.4. Latar Belakang Sistem Legislasi Tenaga Bidan Indonesia


a) Undang – Undang Dasar 1945
Upaya pembangunan nasional yaitu pembangunan disegala bidang guna
kepentingan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
secara terarah, terpandu dan berkesinambungan.
b) Undang – Undang No.36 Tahun 2009 Tentang kebidanan
Tujuan dan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga Negara Indonesia melalui
upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas.
c) Arus globalisasi
Mampu mempunyai daya saing adalah bagaimana peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
2.5. Otonomi Bidan Dalam Pelayanan Kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah
pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang
dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis
kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan satu
landasan hukum yang mengatur batas – batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas maka bidan memiliki
hak otonomi dan mandiri unuk bertindak secara professional yang dilandasi kemampuan
berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.

2.6. Peningkatan Mutu Praktik Kebidanan


1) Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
2) Penelitian dalam bidang kebidanan
3) Pegembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan
4) Akreditasi
5) Sertifikasi
Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui kegiatan
pendidikan formal maupun non formal (Pendidikan berkelanjutan). Lembaga
pendidikan non formal misalnya organisasi profesi, rumah sakit, LSM bidang
kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan
lembaga non formal adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar
nasional.
Ada dua bentuk kelulusan, yaitu:
 Ijasah; merupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu, mempunyai
kekuatan hukum atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan diperoleh
dari pendidikan formal.
 Sertifikat adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa diperoleh dari
kegiatan pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan maupun lembaga
pendidikan non formal yang akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
Tujuan umum Sertifikasi adalah sebagai berikut:
 Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi.
 Meningkatkan mutu pelayanan.
 Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan.
Tujuan khusus Sertifikasi adalah sebagai berikut:
 Menyatakan kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku
(kompetensi) tenaga profesi.
 Menetapkan kualifikasi dari lingkup kompetensi.
 Menyatakan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku (kompetensi)
pendidikan tambahan tenaga profesi.
 Menetapkan kualifikasi, tingkat dan lingkup pendidikan tambahan
tenaga profesi.
 Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi.
6) Registrasi
Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi harus
mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna
mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya
setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tersebut.
Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan
pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi
inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik
dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Tujuan umum registrasi adalah Melindungi masyarakat dari mutu pelayanan
profesi.
Tujuan Khusus Registrasi adalah sebagai berikut:
 Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
 Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
penyelesaian kasus mal praktik.
 Mendata jurnlah dan kategori melakukan praktik.

Aplikasi proses Registrasi dalam Praktik kebidanan adalah sebagai


berikut, bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan
kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana
Institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB (Surat Ijin Bidan) selambat-
lambatnya satu bulan setelah menerima Ijasah bidan. Kelengkapan registrasi
menurut Kepmenkes No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 adalah meliputi: fotokopi
ijasah bidan, fotokopi transkrip nilai akademik, surat keterangan sehat dari
dokter, pas foto sebanyak 2 lembar. SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat
diperbaharui, serta merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik
kebidanan atau SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). Bentuk formulir permohonan
registrasi atau SIB dapat dilihat pada lampiran. SIB tidak berlaku lagi karena:
dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, habis masa
berlakunya dan tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri.
7) Uji kompetensi
8) Lisensi
Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh
pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan
kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
Tujuan umum lisensi adalah: Melindungi masyarakat dan pelayanan profesi.
Tujuan khusus lisensi adalah:
 Memberikan kejelasan batas wewenang.
 Menetapkan sarana dan prasarana.
Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SlPB
(Surat Ijin Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki
SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepa1a
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut: fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi ijasah
bidan, surat persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter,
rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang diberikan
organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan
keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan
melakukan praktik bidan.
Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah yang
diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi bidan
yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi sekarang ini baru
pada tahap uji coba di beberapa wilayah, namun terdapat beberapa propinsi
yang menerapkan kebijaksanaan daerah untuk penyelenggaraan uji
kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan bidan, misalnya
Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan beberapa propinsi lainnya, dengan
menempatkan uji kompetensi pada tahap pengajuan SIB. Uji kompetensi
sedang dalam pembahasan termasuk mengenai bagaimana dasar hukumnya.
Dengan diselenggarakannya uji kompetensi diharapkan bahwa bidan yang
menyelenggarakan praktik kebidanan adalah bidan yang benar-benar
kompeten. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan, mengurangi medical error atau malpraktik dalam tujuan
utama untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dalam rancangan uji
kompetensi apabila bidan tidak lulus uji kompetensi, maka bidan tersebut
menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat. Materi uji kompetensi
sesuai 9 area kompetensi dalam standar profesi bidan Indonesia. Namun
demikian uji kompetensi belum di bakukan dengan suatu dasar hukum,
sehingga baru pada tahap draft atau rancangan.
Menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 SIPB berlaku sepanjang
SIB belum habis masa berlakunya dan dan dapat diperbaharui kembali.
Bentuk permohonan SIPB dapat dilihat pada lampiran.

2.7. Dasar – Dasar Dalam Otonomi dan Aspek Legal Yang Mendasari Pelayanan
Kebidanan
1. Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentanng registrasi dan praktik bidan
2. Standar Pelayanan Kebidanan
3. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
4. PP No 32/ Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
5. Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang oraganisasi dan tata kerja Depkes
6. UU No 22/1999 tentang Otonomi daerah
7. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
8. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung dan transplantasi
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam upaya mendorong profesi kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien,
masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai
keperawatan/kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat
dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian bidan yang menerima tanggung
jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap
etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan
tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-
hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan kebidanan
Setelah mempelajari aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan kami sebagian
penulis menyimpulkan bahwa setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia, dengan aspek legal dan
legislasi dalam pelayanan kebidanan yang meliputi sertifikasi, registrasi dan lisensi seperti
yang sudah dijelaskan.

3.2. Saran
Sebagai bidan kita harus memperhatikan ,menghayati dan mengamalkan aspek legal
dalam praktek kebidanan agar nantinya tidak terjadi pelanggaran dan dapat menjalankan
tugas kita sesuai peraturan pemerintah ataupun standar praktek kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Puji Heni, 2009, Etika Profesi Kebidanan; Fitromoya, Yogyakarta

Pengurus Pusat Ikatan Badan Indonesia (2004) Etika dan Kode Etik Kebidanan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai