Anda di halaman 1dari 17

A.

Aspek Legal dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan

membantu melayani apa yang dibutuhkan oleh seseorang, selanjutnya jika

dikaitkan dengan masalah kesehatan diartikan pelayanan yang diterima oleh

seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan

suatu gangguan kesehatan tertentu.

Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

pasal 1 dalam Ketentuan Umum, terdapat pengertian pelayanan kesehatan

yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan, yaitu pelayanan kesehatan

yang ditujukan pada jenis upaya, meliputi upaya peningkatan (promotif),

pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).

Pengertian pelayanan kebidananan yang termuat dalam Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar

profesi bidan, Pelayanan Kebidanan adalah bagian integral dari sistem

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar

(teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

Dari beberapa pengertian tentang pelayanan kebidanan diatas maka dapat

disimpulkan pelayanan kebidanan adalah kegiatan membantu memenuhi

kebutuhan seseorang atau pasien, oleh bidan, dalam upaya kesehatan meliputi

peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan yang sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya. Sedangkan kata legal sendiri berasal dari

kata leggal (bahasa Belanda) yang artinya adalah sah menurut undang-
undang. Atau menurut kamus Bahasa Indonesia, legal diartikan sesuai dengan

undang-undang atau hukum.

Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan,

pengertian aspek legal pelayanan kebidanan adalah penggunaan norma hukum

yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber

hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu

memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh bidan

dalam upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan

(Riyanti, 2018).

B. Legislasi, Registrasi dan Lisensi Praktik Bidan

1. Latar belakang sistem legislasi tenaga bidan Indonesia

a. UUD 1945

Amanat dan pesan mendasar dari UUD 1945 adalah upaya

pembangunan nasional yaitu pembangunan disegala bidang guna

kepentingan, keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seluruh

rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.

b. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga

negara indonesia melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang

berkualitas.
c. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia

sepanjang siklus kehidupan wanita.

Karena pelayanan bidan meliputi kesehatan wanita selama kurun

kesehatan reproduksi wanita, Sejak remaja, masa calon pengantin,

masa hamil, masa persalinan, masa nias, periode interval, masa

klimakterium dan menopouse serta memantau tumbuh kembang

balita serta anak pra sekolah.

2. Legislasi Pelayanan Kebidanan

Legislasi adalah proses pembuatan undang-undang atau

penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian

kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan

kewenangan) dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).

Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat

terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut

antara lain:

a. Mempertahankan kualitas pelayanan

b. Memberikan kewenangan

c. Menjamin perlindungan hukum

d. Meningkatkan profesionalisme Macam pelayanan legislasi adalah:

1) Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi

dan profesi sendiri

2) Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan profesional

Bidan dikatakan profesional, mematuhi beberapa kriteria seperti


mandiri, peningkatan kompetensi, praktik berdasarkan evidence

based, dan penggunaan berbagai sumber informasi. Masyarakat

membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh

perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal

yang menjadi sumber ketidak puasan pasien atau masyarakat

yaitu:

a) pelayanan yang aman;

b) sikap petugas kurang baik;

c) komunikasi yang kurang;

d) Kesalahan prosedur;

e) saran kurang baik dan

f) tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau

pendidikan kesehatan.

3. Sertifikasi (Pengaturan Kompetensi)

Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui

kegiatan pendidikan formal maupun non formal (pendidikan

berkelanjutan). Lembaga pendidikan non formal misalnya organisasi

profesi, rumah sakit, lembaga swadaya masyarakat bidang kesehatan yang

akreditasinya ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan lembaga

non formal adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar

nasional.

4. Registrasi (Pengaturan Kewenangan)


Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi harus

mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna

mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan

profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan

oleh badan.

Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan

pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal

kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan,

sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik

profesinya.

5. Lisensi (Pengaturan Penyelenggaraan Kewenangan)

Pengertian lisensi adalah proses administrasi yang dilakukan oleh

pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan

kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri

(Riyanti, 2018).

C. Otonomi bidan dalam pelayanan

Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang

penting dan dituntun dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan

dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung

gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga

semua tindakan yang ilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan
didasari suatu evidence based. Akuntabiliti diperkuat dengan satu landasan

hukum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.

Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan

memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang

dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai

standar profesi dan etika profesi. Praktik kebidanan merupakan inti dari

berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus

terus menerus ditingkatkan mutunya.

1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan

Pendidikan berkelanjutan berada dibawah organisasi Ikatan Bidan

Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-IBI), Pengurus Daerah

(PD-IBI) dan Pengurus Cabang (PC-IBI).

2. Penelitian dalam kebidanan

Penelitian kebidanan bertujuan untuk mengembangkan ilmu dari

berbagai pengetahuan yang telah ada, serta adanya fakta dan temuan-

temuan baru sehingga dapat disusun sebuah teori, konsep, hukum, kaidah

atau metodologi baru yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah

kebidanan seperti kehamilan, persalinan, nifas, patologi kebidanan,

kebidanan komunitas, neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah, KB dan

Kesehatan Reproduksi.

3. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan

Teknologi dalam kebidanan didefinisikan sebagai identitas, yang

diciptakan secara terpadu melalui perbuatan, dan pemikiran untuk


mencapai suatu nilai. Dalam penggunaan ini, teknologi merujuk pada alat,

dan mesin yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah

di kebidanan.

4. Akreditasi

Suatu bentuk pengakuan pemerintah terhadap suatu lembaga

pendidikan kebidanan.

5. Sertifikasi

Dokumen penguasaan kompetensi kebidanan melalui kegiatan

pendidikan formal maupun non formal. Tujuan melindungi masyarakat

pengguna jasa profesi, meningkatkan mutu pelayanan, pemerataan dan

perluasan jangkauan pelayanan.

6. Registrasi

Proses pendaftaran,pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan

setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar

penampilan minimal yang ditetapkan sehingga secara fisik dan mental

mampu melaksanakan praktik profesi bidan. Dengan terregistrasinya

maka mendapatkan hak untuk minta ijin praktik, setelah memenuhi

beberapa persyaratan administrasi untuk lisensi.

7. Uji kompetensi

Uji Kompetensi adalah proses penilaian baik teknis maupun non

teknis, untuk menentukan apakah seseorang kompeten atau belum,

kompeten pada kualifikasi atau unit kompetensi tertentu.

8. Lisensi
Merupakan proses administrasi yang dilakukan pemerintah atau yang

berwenang berupa Surat Ijin Praktik tenaga profesi yang telah

terregistrasi,untuk melakukan pelayanan mandiri (Riyanti, 2018).

D. Undang Undang Kesehatan Yang Mengatur Aspek Legal Bidan

1. Undang - Undang Kesehatan

Negara mengatur mutu bidan sebagai pelayanan kesehatan, dalam hal

pengaturan tentang tenaga kesehatan, pemerintah membuat Undang -

undang no 36 tahun 2014 tentang tenaga keschatan dalam hal

perencanaan tenaga kesehatan, pengadaan tenaga keschatan,

pendayagunaan tenaga kesehatan, pembinaan tenaga keschatan bahkan

pengawasan mutu tenaga kesehatan. Perencanaan, pengadaan,

pendayagnaan, pembinaan bahkan pengawasan mutu tenaga keschatan

diatur lebih terperinci dalam PP. sampai dengan buku ini terbit Peraturan

menteri yang mengatur bidan adalah peraturan menteri no 1464 tahun

2010 tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan. Dalam permenkes

tersebut bidan yang dimaksud adalah bidan dengan pendidikan DIll

schingga ada beberapa pasal yang bertenangan denga undang-undang

kebidanan no 4 tahun 2019.

Bidan merupakan salah satu tenaga keschatan dalam undang-undang

keschatan. Dalam pasal 8 di sebutkan tenaga kesehatan berdasarkan

kualifikasya terdiri dari tenaga kesehatn dan tenaga asisten kesehatan.


Tenaga kesehatan minimal memiliki kualifikasi pendidikan D III.

Berdasarkan pasal 11 ada pengelompokan tenga kesehatan 11, yaitu

a. Tenaga Medis, tenaga medis adalah dokter, dokter gigi, dokter

spesialis

b. Tenaga psikologis klinis

c. Tenaga keperawatan yaitu perawat D III, profesi Ners

d. Tenaga kebidanan. Undang - undang ini terbit, bidan belum diatur

oleh undang-undang kebidanan

e. Tenaga kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis

farmasi

f. Tenaga keschatan masyarakat yang terdiri dari tenaga administrasi

dan kebijakan kesehatan, epidemiolog kesehatan, tenaga promosi

keschatan dan ilmu perilaku, pembimbing keschatan kerja, tenaga

biostatistik dan kependudukan, dan tenaga kesehatan reproduksi dan

keluarga

g. Tenaga kesehatan lingkungan yang terdiri dari tenaga entomolog

kesehatan, sanitasi lingkungan, dan mikrobiolog kesehatan

h. Tenaga gizi yang terdiri dari nutrisionis dan dietisien

i. Tenaga keterapian fisik yang terdiri dari akupuntur, fisioterapis,

okupasi terapis, dan terapis wicara.

j. Tenaga keteknisian medis yang terdiri dari teknisi pelayanan darah,

refraksionis optisien/optometris, perekam medis dan informasi


keschatan, teknik kardiovaskuler, penata anestesi, terapis gigi, teknisi

gigi, dan mulut, dan audiologis.

k. Tenaga teknik biomedika yang terdiri dari ahli teknologi laboratorium

medik, radioterapis, radiografer, elektromedis, fisikawan medik, dan

ortotik prostetik.

l. Tenaga Kesehatan tradisional yang terdiri dari tenaga keschatan

tradisional ramuan dan tenaga keschatan tradisional keterampilan.

Tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewenanganannya harus :

a. Memiliki izin dalam menyelenggarakan pelayanan, sesuai dengan

bidang keahlian yang dimiliki

b. Dalam bekerja sesuai dengan ketentuan kode etik,

c. Dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar profesi, standar

pelayanan dan standar prosedur oprasional

d. Memberikan hak kepada pengguna pelayanan Kesehatan. Sesuai

pasal 9 unadang-undang tenaga kesehatan, kualifikasi pendidikan

selain tenaga medis minimal Diploma III.

2. Undang - undang No 4 tahun 2019 tentang Kebidanan

Bidan dalam menyelenggarakan pelayanan kebidanan sesuai dengan Pasal

2 harus sesuai dengan asas : pelindungan, manfaat, etika dan profesionalitas,

perikemanusiaan, keadilan, nilai ilmiah, dan keschatan serta eselamatan klien.

Berdasarkan pendidikannya dalam Pasal 4 bidan dibedakan menjadi :


pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi. Sesuai

dengan kualifikasi pendidikan dan kewenangannya dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Dalam Pasal 5 Pendidikan akademik terdiri atas: program sarjana,

program magister, dan program doktor. Bagi lulusan pendidikan akademik

dapat melanjutkan program pendidikan profesi.

Dalam Pasal 6 disebutkan Pendidikan vokasi yaitu program diploma tiga

kebidanan. Bidan vokasi yang ingin menjadi bidan profesi dalam undang-

undang kebidanan wajib melanjutkan jenjang pendidikan setara sarjana dan

ditambah pendidikan profesi yang merupakan lanjutan dari sarjana kebidanan

atau yang setara.

Berdasarkan Pasal 45 perbedaan kewenangan bidan vokasi dan bidan

profesi adalah, bidan vokasi hanya dapat melakukan Praktik Kebidanan di

Fasilitas pelayanan Keschatan sedangkan Bidan profesi selain dapat

melakukan praktik di fasilitas keschatan juga dapat melakukan Praktik

Mandiri Bidan Dalam Pasal 21 bidan yang akan menjalankan Praktik

Kebidanan, sebagai bukti telah memiliki kompetensi wajib memiliki STR.

STR tersebut didapatkan setclah memenuhi syarat yang diberikan olch Konsil

kepada Bidan. Sesuai dengan Pasal 22 STR tersebut memiliki masa berlaku 5

tahun yang setclah itu bisa dilakukan registrasi ulang Bidan yang akan

menjalankan Praktik Kebidanan sesuai pasal 25 undang-undang kebidanan

menyatakan bidan wajib memiliki SIPB. SIPB yang diberikan olch

Pemerintah Daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi pejabat


kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota dimana bidan praktik, dimana

rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah setelah memenuhi persayaratan

dalam Undang-undang.

Untuk mendapatkan SIPB Bidan harus memiliki: STR yang masih

berlaku, dan tempat praktik. Syarat tersebut adalah STR dan tempat praktik.

Berdasarkan pasal 41, praktik kebidanan dilakukan harus sesuai

kompetensi dan kewenangan serta mematuhi standar pelayanan profesi, kode

etik, dan standar prosedur operasional.

3. Permenkes tentang Ijin Penyelenggaraan Praktik Bidan

Pada tahun 2010 peraturan yang menatur tentang ijin penyelenggaraan

praktik bidan adalah Permenkes no 1464 tahun 2010 dan pada taun 2017

peraturan yang mengatur tentang ijin penyclenggaraan praktik bidan adalah

permenkes no 28 tahun 2017.

Ada perbedaan dalam kedua peraturan tersebut terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan kebidanan. Dalam peraturan menteri no 1464

tahun 2010 ini bidan dengan lulusan D Ill yang memiliki SIKB dapat bekerja

di fasiltas pelayanan keschatan dan bidan lulusan D III yang memiliki SIPB

dapat melakukan praktik mandiri bidan. Sedangkan dalam permenkes no 28

tahun 2017 menimbulkan dua arti yang berbeda dalam pasal 3 dan pasal 5.

Dalam pasal 3 bidan bisa menjalankan pelayanan sesuai dengan profesinya

jika memiliki STRB (Surat Tanda Registrasi Bidan) akan tetapi di pasal 5
disebutkan juga bahwa bidan yang akan menyelenggarakan pelayanan sesuai

dengan profesi jika memiliki SIPB.

Kewajiban bidan dalam permenkes no 1464 tahun 2010 adalah kewajiban

dalam melaksanakan prakatik kerja diantaranya kepada pasein, kepada diri

sendiri (pengembangan diri) dan kewajiban kepada pemerintah (program

pemerintah). Kewenangan bidan dalam menyelenggarakan praktik kebidanan

sesuai dengan permenkes no 1464 ataupun no 28 dan undang-undang

kebidanan tidak mengalami perubahan yaitu keschaan ibu, keschatan anak,

keschatan reproduksi dan KB serta pelimpahan wewenang. Yang dimaksud

kesehatan ibu adalah mulai wanita pranikah sampai hamil, bersalin, nias dan

masa antara. Namun pelayanan terhadap ibu tersebut terbatas dengan

pelayanan keschatan ibu normal dan kegawat daruratan dengan perujukan.

4. Kekuatan Hukum

Hirarki peraturan perundang-undangan menurut undang-undang tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu undang-undang no 12

tahun 2011 pasal 7 adalah:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan


g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Dalam Pasal 8 di jelaskan pula "Jenis Peraturan Perundang-undangan

selain sebagaimana dimaksud mencakup peraturan yang ditetapkan olch

MPR, DPR, DPD, MA MK, BPK, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,

badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-

Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, DPRD Provinsi,

Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang

setingkat".

Hukum merupakan suatu sistem schingga dapat dipisahkan menjadi unsur

- unsur kesatuan satu tujuan. Asas - asas hukum yang perlu diperhatikan

adalah:

a. Asas lex posterior derogad legi priori, yaitu undang undang/ peraturan

yang baru melumpuhkan (menderogat) undang undang/ peraturan yang

lama, dengan syarat kedua peraturan tersebut sama tingkatnya, mengatur

materi yang sama.

Prinsip-prinsip dalam asas ini adalah

1) Aturan hukum yang baru tersebut sederajat atau

lebih tinggi dari aturan lama

2) Mengatur aspek yang sama antara peraturan

hukum yang baru dan yang lama

b. Asas lex superior derogad legi inferiori, yaitu peraturan yang tinggi

tingkatannya melumpuhkan peraturan yang lebih rendah, dengan syarat

kedua peraturan tersebut mengatur materi dan subtansi yang sama.


c. Asas lex specialis derogad legi generali, yaitu peraturan yang khusus

melumpuhkan peraturan yang umum, dengan syarat peraturan tersebut

sama tingkatannya.

d. Asas res judicata pro varitet habetur yaitu putusan hakim dianggap benar

schingga apabila terjadi konvlik antara yurispudensi dengan kebiasaan,

maka kebiasaan harus mengalah (Erawati, 2020).

E. Study Kasus Aspek Legal Bidan

1. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Semarang hasilnya bidan di

kabupaten semarang melakukan pertolongan persalinan di PMB (Praktik

Mandiri Bidan) akan tetapi bekerjasama dengan fasilitas keschatan lain

yaitu praktik dokter atau puskesmas, selain itu dalam menolong

persalinan bidan melibarkan minimal 3 bidan atau diberi istilah 6 tangan.

Pembahasan aspek legal:

Bidan di Kabupaten Semarang dalam menolong persalinan dilakukan

di PMB, hal itu tidak melanggar peraturan yang mengatur bidan pada saat

itu, yaitu permenkes no 28 tahun 2017. Bidan dapat melakukan praktik

mandiri bidan jika memilih syarat dalam hal ini ketika memiliki SIPB.

Ketika bidan memiliki SIPB berwenang melakukan pertolongan

persalinan normal.

Bidan di Kabupaten Semarang yang melakukan praktik mandiri

melakukan kerjasama dengan fasilitas keschatan lain yaitu dokter atau


puskesmas. Menurut peraturan yang mengatur bidan tidak ada yang

mewajibkan bidan harus bekerjasama dengan fasilitas lain untuk

melakukan pelayanan kebidanan. Akan tetapi dalam peraturan tentang

penyelenggaraan kesehatan pada JKN (Jaminan Keschatan Nasional)

tercantum dalam fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan

BPJS harus menyelenggarakan pelayanan yang komprehensif, jika tidak

memiliki sarana penunjang wajib bekerjasama dengan sarana penunjang

lain atau laboratorium tingkat pratama. Sehingga secara hukum bidan di

Kabupaten semarang legal dalam melakukan pertolongan persalinan

2. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kendal, bidan dalam menolong

persalinan dilakukan minimal di puskesmas PONED hal itu karena

kebijakan bupati dalam bentuk surat edaran untuk percepatan penurunan

angka kematian ibu di Kabupaten Kendal.

Pembahasan aspek legal:

Bidan di Kabupaten Kendal dalam melakukan pertolongan persalinan

minimal dilakukan di Puskesmas. Menurut permenkes no 28 tahun 2017,

bidan boleh melakukan pelayanan kebidanan baik di fasilitas keshatan

maupun melakukan praktik mandiri bidan jika memenuhi syarat.

Persyaratan yang dimaksud adalah memiliki SIPB, schingga bidan yang

melakukan prakik mandiri menurut peraturan menteri no 28 tahun 2017


berwenang melakukan pertolongan persalinan di tempat praktik mandiri

bidan yang bidan miliki.

Pada saat penelitian dilakukan di Kabupaten Kendal bidan tidak

melakukan pelayanan pertolongan persalinan di praktik mandiri bidan

meskipun persalinan normal. Hal tersebut karena bupati mengeleuarkan

surat edaran No 440262C/dinkes tentang percepatan penurunan AKI dan

AKB untuk pencapaian SDGs. Untuk menurunkan angka kematian ibu

dan kematian bayi pertolongan persalinan wajib dilakukan di FKTP

(Fasilitas Keschatan Tingkat Pratama). Menurut undang-undang

pembentukan peraturan perundang-undangan, surat edaran tidak termasuk

hirarki peraturan perundang-undangan. Schingga surat edaran yang

dikeluarkan bupati tentang perscepatan penurunan angka kematian ibu

dan bayi dalam mendukung SDGs tersebut tidak mempunyai kekuatan

hukum (Erawati, 2020).

Anda mungkin juga menyukai