Anda di halaman 1dari 168

__________________________________________________________________________________________ i

Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi

Diterbitkan oleh:
Direktorat Jejaring Pendidikan KPK
Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
Gedung Merah Putih KPK
Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan 12950
Website: https://www.kpk.go.id

ISBN:

Penerbitan buku ini merupakan hasil kerjasama antara Komisi Pemberantasan


Korupsi (KPK) dengan The Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit (GIZ) serta Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK)

Pengarah:
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
Wawan Wardiana

Penanggung jawab:
Direktur Jejaring Pendidikan
Aida Ratna Zulaiha

Koordinator:
Sari Angraeni

Tim Penulis:
Grady Nagara
Mharta Adji Wardana
Pipin Purbowati
Siti Patimah
Zulfadhli Nasution
Hani Mairina Matan
Aprianti Purwaningrum
Tim PSPK

Cetakan Pertama: Jakarta, 2023

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya, diperbanyak untuk
pendidikan serta nonkomersial lainnya dan tidak untuk diperjualbelikan

ii __________________________________________________________________________________________
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya, penyusunan
dokumen Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi (Stranas PAK) dapat diselesaikan. Komisi
Pemberantasan Korupsi memiliki 3 strategi pemberantasan korupsi yaitu melalui pendidikan,
pencegahan dan penindakan. Sebagai salah satu tonggak keberhasilan sebuah bangsa,
pendidikan berperan membentuk karakter, moralitas dan integritas masyarakat.

Stranas PAK merupakan langkah konkret yang selaras dengan Perpres 87 tahun 2017
tentang Penguatan Pendidikan Karakter dan beberapa regulasi implementasi PAK yang telah
terbit, diantaranya adalah Permenristekdikti No 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi, Surat Edaran (SE) Dirjen Pendidikan Islam
No. B-1368.1/Dj.l/05/2019 tentang Pendidikan Antikorupsi di Madrasah, SE Mendagri No.
420/4047/SJ dan No. 420/4048/SJ tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya
Antikorupsi pada Satuan Pendidikan, Peraturan Kepala Daerah pada tingkat Provinsi, Kota
dan Kabupaten untuk implementasi PAK di setiap satuan pendidikan, serta regulasi dari
kementerian teknis lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan PAK.

PAK dilaksanakan secara berjenjang dan berkelanjutan mulai dari jenjang Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sederajat, pendidikan tinggi,
hingga pada dunia kerja, terutama di bidang pemerintahan, dalam hal ini pendidikan dan
pelatihan ASN. Oleh karena itu Stranas PAK dilengkapi dengan 4 Panduan PAK yang
dikhususkan pada jenjang Dini-Dasar, jenjang Menengah, jenjang Pendidikan Tinggi dan
jenjang Pelatihan ASN.

Stranas PAK merupakan manifestasi komitmen bersama untuk mewujudkan generasi


antikorupsi, ekosistem pendidikan yang berintegritas, serta tata kelola pendidikan yang
akuntabel, transparan dan bebas dari korupsi. KPK menyadari bahwa pencapaian tujuan
ini memerlukan kerjasama yang erat, komitmen yang tinggi dan kesadaran bersama akan
pentingnya integritas dalam pendidikan. Melalui kolaborasi dan kerjasama seluruh pemangku
kepentingan dan masyatakat luas, mari kita berperan dalam mengimplementasikan PAK
melalui internalisasi nilai-nilai integritas kepada peserta didik dan menciptakan integritas
ekosistem pendidikan yang diawali dengan membangun integritas diri sendiri dan menjadi
teladan bagi lingkungan sekitar.

KPK mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan dokumen ini. Semoga Stranas PAK dapat menjadi acuan konkret bagi semua
pihak yang terlibat di sektor pendidikan mulai dari pemangku kebijakan, pengawas, pengelola
satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/walimurid, peserta didik dan
masyarakat luas dalam mengimplementasikan PAK sesuai perannya. Mari bersama-sama
kita wujudkan pendidikan yang bermartabat, bebas dari korupsi, dan menjadi kebanggaan
generasi masa depan.

Salam Antikorupsi
Jakarta, November 2023

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia

__________________________________________________________________________________________ iii
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................................... iii

Daftar Isi................................................................................................................................. iv

Bab 1 Landasan Dasar......................................................................................................... 2

A. Latar belakang: Posisi Pendidikan Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi........... 2

B. Dasar hukum.................................................................................................................. 4

C. Strategi KPK dalam PAK............................................................................................... 7

1. Strategi Pertama: Internalisasi nilai kepada peserta didik.................................. 10

2. Strategi kedua: Menciptakan integritas ekosistem pendidikan ......................... 28

D. Praktik Baik PAK............................................................................................................ 53

1. Teladan individu...................................................................................................... 53

2. Praktik baik implementasi PAK.............................................................................. 57

Bab 2 Strategi Implementasi.............................................................................................. 71

A. Logical framework PAK................................................................................................ 72

1. Prinsip KPK dalam PAK........................................................................................... 77

2. Prasyarat PAK.......................................................................................................... 80

3. Elemen kunci implementasi PAK............................................................................ 81

4. Tahap kesiapan Implementasi PAK........................................................................ 85

B. Strategi PAK: Internalisasi nilai kepada peserta didik............................................. 87

1. Jenjang PAUD, Dasar, dan Menengah (PAUD Dasmen)...................................... 88

2. Jenjang Pendidikan Tinggi (DIKTI)........................................................................ 109

3. Pendidikan Kedinasan Formal................................................................................ 128

C. Strategi PAK: Menciptakan integritas ekosistem pendidikan................................ 143

Bab 3 Penutup....................................................................................................................... 157

Penutup ................................................................................................................................. 157

Daftar Pustaka....................................................................................................................... 160

iv __________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________  1
A. Latar belakang: Posisi
pendidikan dalam upaya
pemberantasan korupsi
Kewenangan yang melekat dalam tatanan sosial-politik masyarakat
selalu dipostulatkan pada dua kondisi. Kondisi pertama ketika
kewenangan digunakan sebaik-baiknya akan berdampak positif
pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, kondisi
kedua ketika kewenangan itu disalahgunakan dan dimanfaatkan
untuk semata-mata kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,
daya rusaknya terhadap masyarakat juga besar. Penyalahgunaan
wewenang untuk kepentingan pribadi itu, sebagaimana didefinisikan
oleh Susan-Rose Ackerman & Bonnie J. Palifka (2016: 40), adalah
korupsi yang menjadi masalah global termasuk di Indonesia hingga
hari ini.

Korupsi memiliki daya rusak yang besar karena menghambat


masyarakat luas untuk mengakses layanan publik dan peluang
ekonomi secara adil dan setara. Studi yang pernah diterbitkan oleh
International Monetary Fund (IMF) pada 1998 lalu memperlihatkan
kausalitas kuat antara korupsi dan ketimpangan sosial. Semakin
tinggi tingkat korupsi pada suatu negara berdampak pada semakin
tingginya ketimpangan pendapatan dan kemiskinan sebagai akibat
dari terhambatnya pertumbuhan ekonomi, melemahnya sistem pajak,
termasuk ketimpangan distribusi akses atas kepemilikan aset dan
pendidikan (Gupta et al., 1998). Fakta sekaligus ironi, skor indeks
persepsi korupsi di Indonesia per 2021 masih berada di angka 38
(skala 0 sampai dengan 100) di bawah rata-rata skor global yakni 43
berdasarkan hasil studi Transparency International (TI). Skor yang
masih cenderung rendah itu menempatkan Indonesia pada peringkat
96 dari 180 negara yang dinilai oleh TI.

Dalam pidatonya di Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember


2021 lalu, presiden Joko Widodo mengingatkan agar aparat
penegak hukum tidak berpuas diri dan terus berupaya keras untuk
memberantas korupsi di Indonesia. “Tip of the corruption iceberg”
(korupsi sebagai puncak gunung es), demikian bunyi headline dari
media jurnalistik Kathmandu (The Kathmandu Post, Januari 2022)
ketika menggambarkan betapa kasus korupsi di Nepal hanyalah
bagian kecil dari problem kronis korupsi itu sendiri. Meskipun
Indonesia jauh lebih bersih dari korupsi dibandingkan Nepal (posisi
Nepal ada di peringkat 117), berbagai kasus korupsi yang terungkap
di Indonesia juga hanyalah “puncak gunung es” dari keadaan
sesungguhnya.

2 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Bagaimanapun, upaya mewujudkan visi Negara Republik Indonesia
yaitu menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera harus
diiringi dengan penyelenggaraan negara yang bebas dari unsur-
unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini sejalan dengan
tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan pada
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945) dan dasar negara yaitu Pancasila. Akan
tetapi, ikhtiar nasional menciptakan Indonesia bebas dari korupsi
(selanjutnya disebut upaya antikorupsi) adalah jalan panjang yang
menjadi agenda bersama setiap elemen bangsa. Sebagai sebuah
tindakan (action), antikorupsi berarti ikhtiar untuk memberantas
korupsi. Sementara sebagai sebuah nilai-budaya (cultural value),
antikorupsi berarti sikap dan tindakan elemen bangsa yang selaras
dengan nilai integritas.

“Education is the Jika mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional


most powerful (RPJPN) 2005 - 2025 yang telah disusun Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), visi dari ikhtiar pemberantasan
weapon which
korupsi nasional adalah merealisasikan bangsa Indonesia yang
you can use to
mampu bersikap antikorupsi dengan didukung pada sistem dan
change the world” nilai-nilai kultural berbasis integritas. Bappenas menyebut terdapat
- Nelson Mandela - enam kunci dalam mewujudkan visi tersebut. Pertama, pencegahan
dengan membentuk tata kelola dan institusi yang menutup serapat
Pendidikan sebagai salah
mungkin berbagai celah korupsi. Kedua, penegakan hukum seadil-
satu strategi KPK dalam
adilnya terhadap pelaku korupsi dengan prinsip tanpa tebang pilih.
pemberantasan korupsi.
Hal ini selaras dengan
Ketiga, terselenggaranya mekanisme pelaporan dari penyelenggara
RPJPN 2005-2025 bahwa negara untuk menegakkan transparansi dan akuntabilitas serta
pendidikan antikorupsi mendorong partisipasi publik dalam pengawasannya.
merupakan salah satu
kunci mewujudkan bangsa Keempat, membangun basis hukum dan regulasi yang kuat untuk
Indonesia yang bersikap mendorong budaya antikorupsi serta tidak memberikan sedikitpun
antikorupsi dan memiliki
toleransi terhadap praktik korupsi. Kelima, membangun koordinasi
nilai kultural yang berbasis
internasional dalam upaya antikorupsi dan melembagakan unit
integritas.
manajemen pemulihan aset sebagai alternatif memulihkan kerugian
negara dalam perkara tindak pidana korupsi. Keenam, adalah
pendidikan antikorupsi sebagai upaya menumbuhkan budaya
antikorupsi di tengah-tengah masyarakat.

Kehadiran Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)


yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2019 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30
tahun 2002 adalah salah satu manifestasi dari upaya antikorupsi
nasional. KPK sendiri menerapkan 3 strategi dalam pemberantasan
korupsi: penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Sula pertama
yaitu penindakan adalah strategi represif KPK untuk menjerat pelaku

__________________________________________________________________________________________  3
korupsi ke meja hijau. Sula kedua yaitu pencegahan adalah upaya
untuk menutup serapat-rapatnya celah korupsi yang mungkin
terjadi. Sula ketiga yaitu pendidikan adalah upaya untuk membangun
kesadaran publik akan pentingnya sikap antikorupsi dan lebih
penting lagi terbentuknya budaya integritas di tengah masyarakat.

Dokumen ini disusun untuk menjadi landasan teoritis dan kerangka


berpikir bagi upaya antikorupsi melalui pendidikan. Sebagaimana
telah disinggung di muka, pendidikan antikorupsi (selanjutnya
disebut PAK) menempati posisi penting sebagai salah satu kunci
pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam orkestra pemberantasan
korupsi dari hulu ke hilir, PAK menempati posisi yang paling dasar
karena menjadi input bagi kemunculan kader-kader bangsa yang
berintegritas di masa depan. Kader bangsa berintegritas itulah yang
kelak akan menjadi pemimpin bagi sektor dan bidang keahliannya
masing-masing (baik pemerintahan maupun non-pemerintahan).

B. Dasar hukum
KPK merupakan lembaga yang memiliki tugas dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dengan berdasarkan asas kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Salah satu komponen
yang penting untuk mengemban amanat tersebut adalah strategi
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
komprehensif dan sinergis dengan menjunjung penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.

Dokumen strategi nasional PAK (Stranas PAK) ini disusun dengan


mengikuti dan mempertimbangkan segala aspek yang sudah diatur
pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Produk hukum tersebut
mengatur bahwa KPK bertugas melakukan tindakan-tindakan
pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi (Pasal 6
huruf a). Selain itu, kewenangan-kewenangan yang diberikan untuk
melaksanakan pencegahan dituangkan pada Pasal 7, antara lain:

• menyelenggarakan program PAK pada setiap jejaring pendidikan;


• merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
• melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat; dan
• melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Dalam menjalankan empat kewenangan tersebut, Direktorat Jejaring
Pendidikan menyusun Stranas PAK dengan mempertimbangkan:

• Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan.
• Sistem pendidikan Indonesia yang diatur pada Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
beserta seluruh hasil uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi
dengan putusan:
- 011/PUU-III/2005;
- 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009;
- 24/PUU-V/2007; dan
• 58/PUU-VIII/2010.

• Penandatanganan Komitmen Implementasi Pendidikan Karakter


dan Budaya Antikorupsi jenjang pendidikan dasar, menengah dan
tinggi pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pendidikan
Antikorupsi tahun 2018 oleh Ketua KPK, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi, serta Menteri Agama.
• Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 420/4047/SJ dan
Nomor : 420/4048/SJ tanggal 20 Mei 2019 kepada Gubernur,
Bupati dan Walikota di Seluruh Indonesia tentang Implementasi
Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi pada Satuan
Pendidikan.
• Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan PAK di Perguruan Tinggi.
• Permendikbudristek Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22
Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.
• Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 4 Tahun 2020
tentang Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2020-2024 yang mencantumkan PAK sebagai salah satu misi
KPK.
• Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 tahun 2020
tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan
Korupsi yang membentuk penambahan struktur Kedeputian
Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat yang bertugas
menyiapkan rumusan dan melaksanakan kebijakan pada
bidang pendidikan dan peran masyarakat dalam pencegahan
tindak pidana korupsi, termasuk pembentukan Direktorat

__________________________________________________________________________________________  5
Jejaring Pendidikan dengan salah satu fungsinya menyusunan,
mengoordinasikan, mendorong kebijakan, pemantauan dan
evaluasi desain nasional pendidikan antikorupsi pada setiap
jenjang pendidikan di sektor pendidikan formal maupun non-
formal.
• Road Map Komisi Pemberantasan Korupsi 2022-2045.
• Cetak Biru Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
tahun 2021 yang memberikan gambaran umum tugas-tugas
yang dimiliki dan alokasi tanggung jawab yang diberikan kepada
satuan kerja di bawah Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta
Masyarakat, salah satunya adalah pelaksanaan PAK di bawah
Direktorat Jejaring Pendidikan.

Terkait dengan substansi PAK, Stranas PAK ini juga disusun dengan
mempertimbangkan kerangka hukum pendidikan karakter yang
mencakup Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter, Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal,
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 184 Tahun 2019 tentang
Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah, Surat Edaran
(SE) Dirjen Pendidikan Islam No. B-1368.1/Dj.l/05/2019 tentang
Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah, SE Mendagri No. 420/4047/SJ
dan No. 420/4048/SJ tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan
Budaya Antikorupsi pada Satuan Pendidikan.

Apa yang juga penting sebagai acuan adalah Keputusan Kepala


Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek)
Nomor 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Suplemen
Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka. Hal ini penting
karena proses PAK itu sendiri mestilah bersandar pada nilai-nilai
Pancasila. Salah satu dimensi (menjadi dimensi pertama) yang terkait
dengan integritas adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, serta berakhlak mulia. Bahkan, integritas sendiri menjadi
salah satu aspek dari elemen akhlak pribadi. Oleh sebab itu, PAK
pada dasarnya selaras dengan penguatan profil pemuda Pancasila
yang telah dicanangkan Kemdikbudristek.

Serangkaian dasar-dasar hukum tersebut menjiwai Stranas PAK ini


baik dari konsepsi strategi, prinsip, maupun pemaparan langkah-
langkah yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh KPK, khususnya
Direktorat Jejaring Pendidikan.

6 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


C. Strategi KPK dalam PAK
Perlu diakui bahwa korupsi merupakan suatu praktik yang nyata
terjadi di lingkungan kita, baik disadari maupun tidak. Meski
kata ‘korupsi’ secara istilah dipahami dan berkonotasi negatif di
masyarakat, praktik-praktik korupsi sering dipersepsikan keliru.
Persepsi keliru itu perlahan menjadi konsensus sosial (normalisasi)
atas berbagai praktik ilegal yang dikhawatirkan semakin menjurus
pada tindakan korupsi (Mapuasari & Mahmudah, 2018). Misalnya,
praktik gratifikasi ilegal yang terjadi di lingkungan aparatur
pemerintah sering disalah artikan sebagai pengamalan norma-norma
kekeluargaan.

Gratifikasi yang dipersepsikan bersama sebagai ‘ucapan terima


kasih’ (rewards) lama-kelamaan akan menggeser objektivitas dan
mengurangi kinerja aparatur pemerintah ketika mereka tidak lagi
menerima rewards tersebut. Dalam sebuah studi pada 150 sekolah
menengah di Karachi, Pakistan, guru-guru yang berharap rewards
secara instan (salah satunya akibat dari kultur gratifikasi) cenderung
berkorelasi kuat dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah
(Mohsin & Ayub, 2014). Tingkat kepuasan kerja yang rendah artinya
kinerja individu dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan juga
akan lebih rendah bahkan dari kondisi semestinya. Tidak hanya itu,
dampak negatif lanjutan dari budaya gratifikasi membuat individu
semakin lebih toleran terhadap praktik-praktik ilegal lebih luas yang
menjerumuskan pada tindak pidana korupsi.

Perlu upaya holistis untuk memberantas korupsi hingga ke akar-


akarnya, yang kemudian disebut sebagai tindakan antikorupsi.
Bersandar dari definisi korupsi sebagai ‘penyalahgunaan wewenang
yang telah dipercayakan untuk kepentingan pribadi’, tindakan
antikorupsi berdasarkan kamus Merriam-Webster merupakan upaya
untuk menentang, mengecilkan, hingga menghukum para pelaku
korupsi. Tindakan antikorupsi mencakup penindakan (punishing),
pencegahan atau memperkecil ruang korupsi (discouraging), serta
pendidikan bagi masyarakat luas (education). Tindakan-tindakan
tersebut pada dasarnya telah tercermin dalam trisula pemberantasan
korupsi yang diadopsi KPK yaitu Penindakan, Pencegahan, dan
Pendidikan.

__________________________________________________________________________________________  7
Gambar 1.1
Logika trisula
pemberantasan korupsi
oleh KPK

Gambar di atas merupakan visualisasi bagaimana logika trisula


pemberantasan korupsi oleh KPK bekerja. KPK menyadari bahwa
masalah korupsi tidak akan selesai jika dilakukan melalui pendekatan
punitif semata (menghukum pelaku korupsi). Menghukum koruptor
memang penting selain untuk memberikan efek jera, juga menjadi
percontohan agar tidak ada yang mempraktikkan korupsi. Akan
tetapi, pada dasarnya praktik korupsi itu terjadi karena ada celah
untuk bertindak menyeleweng dalam aktivitas penyelenggaraan
negara (e.g., celah dari sisi aturan, sistem, maupun mekanisme).
Dengan menutup celah-celah tersebut, peluang individu untuk
melakukan praktik korupsi pun semakin kecil, yang pada gilirannya
menurunkan jumlah tindak pidana korupsi itu sendiri.

Kendati demikian, seberapapun koruptor ditindak dan serapat


apapun celah-celahnya ditutup, dorongan (desire) untuk bertindak
korup akan tetap ada selama individu tidak memiliki nilai integritas
dalam dirinya. Itulah mengapa PAK menempati posisi intervensi
di area hulu, karena, pada area inilah calon-calon penyelenggara
negara di masa depan akan terbentuk. Apabila karakter integritas
tertanam secara efektif dalam jati diri individu, kecenderungan
untuk bertindak antikorupsi akan semakin besar. Pada kondisi
lingkungan sekitarnya korup sekalipun, ketika memiliki karakter
integritas kuat, pilihan untuk tetap bertindak selaras dengan moral
juga akan semakin besar. Proses pembentukan karakter melalui PAK
ini dilakukan secara berkesinambungan sejak individu berada di usia
dini hingga dewasa.

8 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


KPK, melalui Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta
Masyarakat, menyadari pentingnya PAK untuk mengenalkan,
menyadarkan, dan memberdayakan individu dan masyarakat
tentang bahaya korupsi. Melalui dorongan tersebut, KPK ingin
membentuk budaya yang tidak sekadar paham tentang korupsi
tetapi menumbuhkan budaya ‘tidak mau korupsi’. Harapannya,
dengan tumbuhnya budaya ‘tidak mau korupsi’ yang terinternalisasi
pada individu-individu di masyarakat, mereka secara sadar berusaha
untuk menjauh dari risiko melakukan tindak pidana korupsi.

PAK yang didorong oleh KPK bertujuan untuk mendukung pendidikan


karakter peserta didik di sepanjang jenjang pendidikannya.
Harapannya, ketika peserta didik tersebut menyelesaikan seluruh
jenjang pendidikan, budaya ‘tidak mau korupsi’ sudah tertanam pada
dirinya. Oleh karena itu, terlepas dari apakah individu tersebut akan
menjadi penyelenggara negara atau sebagai warga negara, individu
tersebut secara sadar berupaya untuk tidak melakukan korupsi dan
mendukung program antikorupsi.

Gambar 1.2
Ilustrasi peran PAK

Jika program pembudayaan ‘tidak mau korupsi’ tersebut berhasil,


warga negara memiliki upaya aktif untuk tidak memberikan ruang
bagi penyelenggara negara dalam melakukan tindak pidana korupsi.
Di sisi lain, penyelenggara negara juga secara sadar tidak melakukan
tindak pidana korupsi (e.g., meminta dan/atau menerima suap,
serta melakukan tindakan lain yang berisiko atau secara langsung
merugikan negara).

__________________________________________________________________________________________  9
Upaya-upaya tersebut perlu dituangkan dalam suatu rangkaian PAK
yang dilaksanakan tidak hanya oleh KPK, tetapi juga oleh pihak-
pihak lain yang terkait. Upaya tersebut bisa dilakukan dalam bentuk
kerjasama antar lembaga/mitra/pemangku kepentingan atau dalam
upaya kolaboratif yang meskipun berjalan masing-masing namun
menuju visi yang sama. KPK memahami bahwa PAK membutuhkan
proses yang berkualitas, dan proses tersebut umumnya dilakukan
dalam paket kebijakan yang bersifat longitudinal (jangka panjang).
Oleh karena itu, KPK memerlukan suatu strategi PAK yang tidak
hanya dapat menjadi arah bagi Direktorat Jejaring Pendidikan, tetapi
juga KPK secara umum dan pemangku kepentingan PAK lainnya
(jejaring pendidikan).

Dibutuhkan strategi paripurna untuk membentuk budaya dan


karakter warga negara yang ‘tidak mau korupsi’. Stranas PAK
ini mengadopsi dua strategi yang diharapkan menjadi acuan
dalam mengimplementasikan PAK di tengah-tengah masyarakat.
Strategi tersebut mencakup dua model intervensi. Pertama adalah
strategi internalisasi nilai kepada peserta didik di setiap jenjang
pendidikannya. Kedua adalah strategi menciptakan integritas
ekosistem pendidikan. Strategi pertama berfokus pada intervensi
pada peserta didik di setiap jenjang pendidikannya, sementara
strategi kedua berfokus pada intervensi pada tatanan ekosistem
pendidikan yang di dalamnya termasuk tata kelola institusi/
organisasi dan integritas pengelolanya seperti para guru dan tenaga
kependidikan.

1. Strategi Pertama:
Internalisasi nilai kepada
peserta didik
Membangun budaya ‘tidak mau korupsi’ artinya membentuk karakter
warga negara yang memegang erat nilai-nilai integritas. Proses
pembentukan karakter tersebut perlu merujuk pada berbagai
teori yang relevan sebagai landasan dari strategi PAK pada level
mikro. Landasan teoritis itu mencakup apa saja turunan dari nilai-
nilai integritas, impuls (dorongan) macam apa yang mendorong
agar individu mampu menjunjung integritas, serta bagaimana PAK
berdampak pada pembentukan sikap individu yang berintegritas.
Tidak hanya itu, teori mengenai tahapan perkembangan moral juga
begitu penting agar strategi internalisasi nilai lebih ‘tepat sasaran’,
dalam arti, proses PAK secara efektif diimplementasikan sesuai
dengan jenjang usia dari para peserta didik.

10 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Nilai integritas. Integritas berasal dari kata ‘integer’ yang berarti
keutuhan. Dengan kata lain, individu yang berintegritas memiliki
kepribadian utuh karena setiap tindakannya selaras dengan nilai-
nilai kebajikan universal (universal virtues). Keselarasan itu membuat
individu berintegritas tidak akan mau bertindak berlawanan dari nilai
kebajikan. Artinya, individu tersebut tidak akan menyelewengkan
segala bentuk kewenangan yang ia miliki meskipun memiliki
kesempatan untuk melakukannya. Sikap semacam ini dapat berlaku
pada setiap kondisi dan situasi. Seorang anak berintegritas tidak
akan menyelewengkan uang yang dititipkan orang tuanya untuk
membeli buku pelajaran. Pegawai kelurahan berintegritas tidak
akan meminta pungutan liar kepada warga yang hendak mengurus
keperluan administrasi kependudukan. Menteri berintegritas tidak
akan menyelewengkan anggaran negara yang seharusnya digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat.

Meskipun semua bersepakat bahwa integritas merupakan nilai


kebajikan universal, para pakar memiliki definisi yang berbeda-
beda. Misalnya, salah satu definisi yang sering digunakan bahwa
integritas adalah praktik kejujuran dan keberpihakan kuat pada
moral dan prinsip-prinsip etis yang berlaku di masyarakat. Bersandar
pada definisi tersebut, integritas merupakan komitmen kuat pada
etika. Akan tetapi, konsep integritas sendiri sebetulnya cenderung
masih berada pada level abstrak yang dalam praktiknya perlu
dioperasionalisasikan lebih lanjut. Studi termutakhir memperlihatkan
integritas sebagai suatu konsep yang multidimensional. Dengan kata
lain, integritas adalah konsep yang kompleks.

Hasil studi Istiani (2015) menunjukkan bahwa integritas dibangun


melalui tiga dimensi utama: motivational trait, personal agency, dan
keberanian moral. Motivational trait merujuk pada hasrat dasar yang
memandu individu untuk mencapai tujuan akhir berupa nilai yang
tercermin dalam tindakan dan perilaku. Dimensi ini menjadi landasan
dasar yang mengarahkan individu pada perilaku moral. Dalam
konteks ini, nilai yang dianut menjadi penentu dari motivasi macam
apa yang dimiliki oleh seseorang. Sementara dimensi personal
agency bersifat situasional, dalam arti, ada proses negosiasi antara
individu (self) dengan lingkungan sosial (ecosystem). Dengan kata
lain, personal agency adalah kapasitas individu untuk mewujudkan
hasrat (motivasi) itu di tengah-tengah masyarakat. Dimensi ketiga
yaitu keberanian moral yang didefinisikan sebagai keberanian
individu untuk tetap berpihak pada kebenaran atas sesuatu yang
telah diketahui dan yakini.

__________________________________________________________________________________________  11
Istiani menggambarkan ketiga dimensi tersebut sebagai sesuatu
yang saling berkesinambungan. Pertama-tama motivational trait
adalah dimensi yang paling mendasar, disusul dengan personal
agency sebagai proses (usaha individu merealisasikan motivasinya)
dan keberanian moral sebagai keputusan/tindakan individu apakah
berpihak pada nilai yang dianut atau tidak. Setiap dimensi memiliki
sub-dimensi yang kemudian membentuk kesatuan nilai integritas.

Tabel 1.1 Dimensi pembentuk integritas

Landasan Dasar Proses Keputusan Hasil

Motivational trait: Personal agency: Keberanian moral: Tindakan


dan perilaku
1. Idealism (kejujuran, 1. Self examination 1. Rasa takut (mengelola takut berintegritas
keadilan, empati, (refleksi diri) untuk bertindak benar)
altruisme, respect) 2. Forethought 2. Pilihan moral (mampu
2. Acceptance (self- (antisipatif) memutuskan untuk berpihak
confidence) 3. Intensionalitas pada kebenaran moral dalam
3. Independence (terencana) situasi dilematis)
(kemandirian) 4. Self regulator 3. Pengenalan situasi moral
4. Honor (rasa (mengelola diri) (kemampuan identifikasi
hormat) pilihan moral)
5. Order (kedisiplinan) 4. Individualitas (mengelola bias
budaya di lingkungan)
6. Curiosity (inisiatif)
7. Power
(kepemimpinan)

Sumber: Istiani (2015: 58). Tabel dimodifikasi ulang.

Dimensi motivational trait disebut oleh Istiani sebagai landasan


dasar. Artinya, motivational trait menjadi pandangan ideal yang
tertanam dalam diri seorang individu. Pandangan ideal itu berfungsi
sebagai ‘kompas moral’ (moral compass) yang mengarahkan perilaku
individu. Akan tetapi, nilai-nilai yang mencakup dalam motivational
trait seperti kejujuran, empati, altruisme, respect, percaya diri,
mandiri, rasa hormat, disiplin, dan kepemimpinan belumlah teruji
dalam interaksi sosial nyata.

Ketika individu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, akan terjadi


proses negosiasi. Individu akan melihat dan mengevaluasi perilaku
orang-orang di sekitarnya. Pada titik tertentu mungkin saja individu
tersebut akan melihat perilaku tidak bermoral/penyelewengan yang
dilakukan orang lain, bahkan mungkin sudah menjadi kebiasaan
(seperti pada kultur gratifikasi). Individu yang memiliki kapasitas
agensi seperti mampu merefleksikan diri, antisipatif, terencana, dan
mengelola diri sendiri tidak akan ‘mengikuti arus’ perilaku buruk di
lingkungan sekitar. Individu itu akan tetap berperilaku selaras dengan

12 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


idealismenya (motivational trait) karena memiliki personal agency
memadai.

Dengan tertanamnya nilai integritas pada dimensi motivational


traits dan personal agency, pada gilirannya akan berpengaruh
pada keputusan (tindakan) dari individu, yaitu keberanian moral
sebagai pembuktian sikap integritasnya. Artinya, seseorang tidak
gentar untuk tetap berperilaku selaras dengan etika dan moral
bagaimanapun situasi yang dihadapi. Sebagai contoh di lingkungan
penyelenggara negara, seorang pegawai pemerintah akan selalu
berani menolak suap dan gratifikasi kendati sebagian rekannya justru
menerima. Ada keselarasan antara keputusan mengambil sikap/
tindakan dengan idealisme akan nilai-nilai kebajikan. Sikap konsisten
seperti itulah yang membuat seseorang dikatakan berintegritas.

Apa yang juga patut digarisbawahi dari hasil uji empiris oleh Istiani
adalah personal agency menjadi dimensi yang paling kontributif
kemudian disusul keberanian moral dalam mengkonstruksikan
integritas. Kendati semua dimensi terbukti bernilai signifikan secara
statistik, hal ini menunjukkan bahwa kapasitas individu untuk
mengorganisir diri sendiri dan tidak reaktif terhadap peristiwa
eksternal (free will) menjadi aspek paling penting dalam menentukan
integritas diri seseorang. Terlebih dimensi kedua yang paling
kontributif adalah keberanian moral yang menjadi aspek keputusan
individu dalam mengambil tindakan.

Temuan tersebut setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama,


betapapun seseorang memahami nilai luhur akan moralitas, hal
tersebut tidak akan berarti apa-apa ketika individu tidak memiliki
kapasitas agensi untuk bertindak independen terhadap situasi
lingkungan sosialnya. Boleh jadi individu meyakini bahwa menerima/
memberikan gratifikasi adalah perilaku buruk. Namun jika ia tidak
memiliki kapasitas agensi memadai, ia akan reaktif dan terbawa oleh
keadaan lingkungan tersebut dengan turut menerima/memberikan
gratifikasi. Ia tidak memiliki keberanian untuk menolak/tidak
memberikan gratifikasi karena tidak dapat mengorganisir diri sendiri
dan tidak berdaya atas tekanan sosial dari peristiwa eksternal. Hal
kedua yang juga penting dari temuan tersebut bahwa penciptaan
ekosistem integritas nyatanya juga penting dalam mengurangi
dorongan yang membuat individu tidak mampu bertindak sesuai
dengan nilai-nilai moral (ini dibahas dalam strategi kedua).

Persoalan saat ini yang mengemuka di tengah masyarakat Indonesia


adalah tidak adanya makna konkret dari “nilai integritas” sebagai
pesan budaya dari sistem sosial. Sehingga, terjadi kebingungan

__________________________________________________________________________________________  13
dalam pemaknaan dan pendefinisian diri (self-construal)1 akan
praktik integritas di kehidupan sehari-hari (Takwin, 2013).
Kebingungan akan “nilai integritas” menyebabkan implementasi
individu terhadap apa yang dianggap bermoral bergantung pada
situasi sosial sekitar. Ini menunjukkan bahwa keberadaan lingkungan
memberikan dorongan yang lebih besar kepada individu dalam
mengambil tindakan-tindakan. Ketika lingkungan cenderung
menormalisasi korupsi, individu akan cenderung mengikuti tindakan-
tindakan yang justru dekat dengan perilaku koruptif. Hal tersebut
terjadi karena ketiadaan makna konkret dari integritas sebagai pesan
budaya yang gilirannya berpengaruh pada kealpaan motivational trait
individu dalam konteks berintegritas.

Pada konteks inilah kemudian PAK menjadi relevan. Sebagaimana


direkomendasikan Takwin (2013: 14-15) bahwa sosialisasi nilai dan
implementasinya perlu dilakukan secara mendasar dan menyeluruh.
Ada nilai integritas yang ditanamkan sejak individu berada di usia
dini, kemudian dilatih, dan terus-menerus dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari di mana hal ini dapat dilakukan melalui
instrumen pendidikan. PAK harus memberikan kejelasan nilai
integritas pada tatanan norma preskriptif (apa yang diterima benar
oleh masyarakat) dan sesuai dengan norma deskriptif (apa yang
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari). Dengan adanya imajinasi
konkret dalam benak publik, nilai integritas dapat dipahami dan
dipraktekkan. Ia memiliki standar yang sama dalam setiap situasi
sosial apapun, sehingga, individu memiliki acuan sebagai landasan
ekspresi keberanian moralnya.

Teori reasoned action (tindakan beralasan).

1 Istilah self-construal yang diperkenalkan Markus & Kitayama (dalam Takwin, 2013) merujuk pada peranan dari
pesan budaya yang dibawa oleh institusi sosial kepada individu. Pesan budaya itu kemudian memberikan bekal
bagi individu untuk memahami, memaknai, serta menempatkan dirinya dalam tatanan sosial yang ada.

14 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Teori ini mengasumsikan bahwa perilaku ditentukan oleh kehendak
individu untuk melakukan suatu tindakan atau sebaliknya (Ajzen
& Fishbein, 1980). Kehendak tersebut dilihat dalam dua variabel,
yaitu sikap dan norma subjektif. Sikap merujuk pada behavioral
belief (keyakinan yang mendasari perilaku) yang terkait dengan
perimbangan manfaat atau kerugian apabila suatu tindakan dilakukan
atau tidak. Misalnya, seorang pengendara motor menyuap polisi
lalu lintas agar ia terbebas dari hukuman tilang. Tindakannya untuk
menyuap didasarkan pada behavioral belief yang tertanam dalam
dirinya, bahwa dengan melakukan itu, ia tidak perlu repot-repot
menghadiri proses pengadilan dan mengeluarkan biaya lebih.

Di sinilah pentingnya nilai integritas agar tertanam sebagai behavioral


belief individu. Jika individu tersebut memiliki nilai integritas tinggi,
alasan (reason) yang ia miliki akan kontras dari sekadar ‘tidak mau
kerepotan’ akibat ditilang polisi. Ia memahami dan meyakini bahwa
menyuap polisi untuk menghindari tilang adalah perbuatan buruk/
tidak bermoral, dan oleh karenanya ia memilih untuk tidak melakukan
hal tersebut.

Sementara aspek kedua yaitu norma subjektif merujuk pada


perasaan atau dugaan seseorang yang ada di sekitarnya jika
melakukan (ataupun tidak) tindakan-tindakan tertentu. Kembali pada
contoh praktik suap terhadap polisi lalu-lintas untuk menghindari
tilang. Seseorang menyuap polisi untuk menghindari tilang karena
mungkin saja ia merasa bahwa tindakan tersebut menjadi hal yang
lazim dilakukan banyak orang. Hal ini akan berbeda jika ternyata
praktik suap yang ia lakukan memunculkan pandangan negatif dari
orang sekitar, yang jika tetap dilakukan, muncul perasaan tidak
nyaman (malu). Baik aspek sikap maupun norma subjektif keduanya
bermuara pada belief yang telah tertanam. Perbedaannya, jika
variabel sikap merujuk pada tindakan berdasarkan keyakinan dari
dalam diri (behavioral belief), sementara norma subjektif dipengaruhi
oleh kemungkinan-kemungkinan ekspektasi (penilaian) yang datang
dari luar diri (normative belief).

Ada satu aspek lagi selain sikap dan norma subjektif berdasarkan
hasil pengembangan teori tersebut, yang kemudian disebut Ajzen
(1991) sebagai teori perilaku direncanakan (theory of planned
behavior). Satu aspek tersebut adalah persepsi kontrol perilaku:
keyakinan seseorang akan kemudahan atau kesulitan dalam
melakukan tindakan tertentu. Ia boleh jadi mempertimbangkan
manfaat/kerugian dan ekspektasi orang lain sebelum melakukan
tindakan. Tetapi menurut Ajzen (1991), tindakan tersebut bersifat
situasional karena ditentukan dari sejauh mana kemudahan bagi

__________________________________________________________________________________________  15
seseorang untuk melakukannya. Selain ‘tidak mau repot’ dan lazim
di masyarakat, boleh jadi praktik suap untuk menghindari hukuman
tilang memang berada pada situasi yang sangat mudah dilakukan.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, ekosistem pada
saat bersamaan memainkan peranan penting untuk menutup
berbagai celah (membuat jauh lebih sulit) sehingga seseorang
enggan untuk melakukan tindakan tidak bermoral.

Teori tindakan beralasan (yang kemudian disempurnakan menjadi


teori perilaku direncanakan) selaras dengan konstruksi nilai integritas
oleh Istiani. Istiani menggambarkan bahwa keberanian moral sebagai
konsekuensi atas nilai-nilai yang tertanam dalam motivational
trait dipadukan dengan kapasitas personal agency individu.
Berangkat dari sini kita dapat melihat ada dua konsekuensi terkait
tindakan. Konsekuensi pertama, ketika seseorang tidak memiliki
landasan dasar moral yang kokoh, kecenderungan alasan untuk
bertindak justru bertentangan dengan nilai integritas. Sebaliknya
pada konsekuensi kedua, ketika landasan moral tersebut kokoh,
hal itu akan menjadi alasan kuat bagi individu untuk menunjukkan
keberanian untuk berpihak pada etika.

Hierarchies of effects.

Dua konsep sebelumnya telah berbicara mengenai nilai-nilai


integritas dan variabel-variabel apa saja yang menentukan tindakan
individu sehingga integritas begitu penting. Konsep hierarchies of
effects menjelaskan tahapan-tahapan yang akan dilalui seseorang
sebelum perilaku/tindakan tertentu muncul. Konsep ini sebetulnya
berasal dari kajian pemasaran dan periklanan (meski tetap bersandar

16 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


pada perspektif psikologi perilaku) yang pertama kali ditulis oleh
Robert J. Lavidge & Gary A. Steiner melalui Journal of Marketing
pada 1961 silam. Kajian ini mengekspresikan pergeseran paradigma
pemasaran di mana pada mulanya aktivitas iklan ditujukan agar
menarik sebanyak-banyak pembeli menjadi sebuah value yang
meresap dalam benak publik. Jadi tidak hanya mengkonsumsinya
(sebagai akhir dari aktivitas pembelian), melainkan juga menganggap
bahwa dengan konsumsi tersebut seseorang terikat dalam identitas
yang terkandung pada nilai dari suatu produk.

Intinya, konsep ini mengasumsikan bahwa impuls dari aktivitas


iklan atau pemasaran dapat mendorong pada tiga hirarki dampak
sebelum konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian.
Tiga hirarki tersebut (secara berurutan) adalah ‘kognitif’, ‘afektif’,
dan ‘tindakan’ (Corporate Finance Institute [CFI], 2021). Walaupun
demikian, konsep ini menjadi relevan dalam strategi PAK. Bayangkan
integritas adalah sebuah brand yang memiliki tatanan nilai sebagai
basis pembentuk identitas. Orang-orang yang terbangun kecintaan
pada nilai integritas akan menganggapnya sebagai bagian dari
penanda identitas diri. Ketika terikat sebagai suatu identitas, individu
cenderung tidak akan bertindak di luar apa yang telah menjadi
identitas dirinya.2

Secara sederhana hierarchy of effects digambarkan sebagai berikut:


Ketika proses penanaman nilai dilakukan, hal pertama yang dilakukan
adalah mengenalkan apa itu nilai integritas. Ini adalah tahapan yang
masuk dalam hirarki kognitif. Apa yang terjadi dalam tahapan ini
adalah peserta didik memiliki kesadaran dan pengetahuan akan
nilai-nilai integritas. Biasanya hal ini dilakukan dengan mengenalkan
apa itu integritas dan mengapa nilai tersebut begitu penting dalam
kehidupan. Pada hirarki berikutnya, secara perlahan peserta didik
mulai menganggap bahwa nilai integritas adalah kebaikan hidup
yang harus ada di dalam diri. Jika menggambarkan integritas seperti
sebuah ‘produk’, dalam istilah pemasaran artinya para peserta didik
mulai mencintai (liking), menjadikannya sebagai acuan (preference),
dan menjadi dasar penting dalam berperilaku (conviction).

Pada tahapan itu, proses penanaman nilai integritas telah mencapai


hirarki afeksi. Di sini peserta didik diperlihatkan beragam manfaat
positif jika nilai integritas menjadi sesuatu hal yang sangat berharga
sekaligus penting. Misalnya, mereka secara sadar mencintai
integritas karena nilai tersebut memberikan efek kebaikan bagi
banyak orang. Sebaliknya, mereka juga dapat terdorong untuk

2 Sebagai contoh KPK memiliki slogan edukatif “Berani Jujur, Hebat!” pada dasarnya bukanlah semata jargon.
Frasa tersebut juga dapat menjadi penanda identitas yang menunjukkan bahwa kejujuran memiliki begitu banyak
aspek positif. Ditunjukkan dengan kata “hebat” sebagai sebuah kebanggaan melalui sikap jujur.

__________________________________________________________________________________________  17
membenci praktik-praktik korupsi di lingkungan sekitar karena
bertentangan dengan nilai-nilai integritas. Pada gilirannya, peserta
didik akan benar-benar mempraktikkan nilai-nilai integritas dalam
berbagai situasi di kehidupan nyata. Seperti contoh sebelumnya,
seseorang mempraktikkan nilai integritas dengan tidak menyuap
polisi lalu lintas untuk menghindari hukuman tilang. Hal ini menjadi
hirarki paling terakhir, yaitu apa yang disebut sebagai tahapan
perilaku (behavioral).

Tahapan perkembangan moral. Perkembangan moral merupakan


proses dan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam
diri manusia berkaitan dengan kebiasaan, adat, tatacara, maupun
konvensi dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Moral
sendiri bersumber dari tata nilai (objek rohaniah atas keadaan yang
diinginkan) yang berlaku di masyarakat. Individu yang bermoral
artinya individu tersebut memiliki karakter/sikap yang selaras dengan
nilai yang berlaku di masyarakat.

Salah satu teori penting dalam tahapan perkembangan moral


adalah apa yang diperkenalkan oleh Piaget sejak 1932. Teori Piaget
dianggap penting karena penelitiannya begitu luas dan mendalam
melalui observasi sekaligus wawancara terhadap anak-anak
berusia 4 - 12 tahun. Piaget membagi tiga tahapan perkembangan
moral anak. Tahapan pertama (4-6 tahun) yang disebut moralitas
heteronom karena seorang anak berpikir bahwa tata nilai/peraturan
adalah kemutlakan dan tidak dapat diubah. Sementara tahapan
kedua (7 - 10 tahun) disebut moralitas transisi karena pada tahap
ini seorang anak mulai menunjukkan moralitas otonom. Pada
tahapan moralitas otonom ( di atas 10 tahun) anak-anak telah
menyadari bahwa peraturan/tata nilai diciptakan oleh manusia.

18 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Dalam tahapan moralitas otonom inilah seorang anak tidak hanya
mempertimbangkan akibat dari suatu perbuatan, melainkan juga
maksud dari si pelaku yang mendorong agar suatu peraturan harus
ditegakkan.

Itulah mengapa anak-anak yang berada di bawah 10 tahun


menghadapi dilema moral hanya dengan satu cara. Hal ini karena
perimbangan mereka hanya pada konsekuensi dari tata nilai yang
berlaku (misalnya, jika melanggar akan mendapatkan hukuman).
Sementara anak-anak berusia di atas 10 tahun sudah menunjukkan
kompleksitas cara dalam menghadapi dilema moral. Anak yang lebih
dewasa akan mempertimbangkan, membanding-bandingkan, serta
bernegosiasi dengan lingkungan sekitar. Mereka pada titik tertentu
memahami bahwa aturan dapat berubah asalkan disepakati oleh
semua pihak.

Teori Piaget ini berkontribusi besar dalam perkembangan teori


perkembangan moral yang kemudian digagas oleh Lawrence
Kohlberg. Melalui modifikasi atas teori Piaget, Kohlberg (dalam
McLeod, 2013) mengusulkan enam tahapan yang masing-masingnya
berada dalam tingkatan pra-konvensional (4-6 tahun), konvensional
(7-10 tahun), dan pascakonvensional (di atas 10 tahun).

Gambar 1.3
Tahapan perkembangan
moral menurut Lawrence
Kohlberg

Tahapan pra-konvensional (membangun konsep moral) meliputi


dua tahap yang dilalui seorang individu sejak usia dini. Pada tahap 1
(kepatuhan berorientasi hukuman) sebuah aturan cenderung dipatuhi
sebagai sesuatu yang mutlak dan tidak dipersoalkan. Adanya
akibat fisik yang terlepas dari apakah itu manusiawi/tidak menjadi
penentu sifat baik dan buruk seorang manusia. Semantara pada
tahap 2 (perbedaan & pertukaran pandangan) mulai menunjukkan

__________________________________________________________________________________________  19
adanya interaksi meski hanya dimaknai sebatas kepuasan kebutuhan
individu maupun orang lain. Seorang anak akan memandang bahwa
patuh terhadap nilai dan aturan adalah untuk memenuhi unsur
kewajaran (sesuatu yang dianggap baik oleh orang lain) dan bukan
soal kesetiaan.

Pada tahap konvensional (menerima konsep moral) dibagi menjadi


tahap 3 (hubungan interpersonal yang baik) dan tahap 4 (menjaga
ketertiban sosial). Di tahap 3 ini seorang anak mulai menunjukkan
sikap “baik” untuk menyenangkan orang lain. Perbedaannya dari
tahap 2 adalah, pada tahap 3 ini anak mulai memahami bahwa
suatu aturan pada dasarnya ditujukan atas dasar “niat baik” dari
orang lain. Itulah mengapa anak-anak di tahap konvensional secara
perlahan memahami bahwa suatu aturan pada dasarnya adalah
“produk manusia” meski orientasinya masih cenderung pada
“pengakuan orang lain”. Pada tahap 4, anak sudah mulai memahami
bahwa kepatuhan adalah manifestasi dari menjaga tata aturan
sosial. Mereka menunjukkan penghormatan pada otoritas dan
melaksanakan apa yang dianggap sebagai kewajibannya di tengah
lingkungan sosial.

Terakhir tahap pasca konvensional (memahami konsep moral) dibagi


menjadi tahap 5 (kontrak sosial) dan tahap 6 (nilai universal). Anak di
tahap pasca konvensional ini menunjukkan moralitas otonom dalam
arti individu tersebut mampu memahami moral, menurunkannya
dalam tindakan, termasuk melakukan proses negosiasi. Di tahap 5
seorang anak mendefinisikan perbuatan benar secara lebih kritis
dengan menganggap bahwa sesungguhnya dalam tata nilai masih
dapat bersifat relatif dan dimungkinkan adanya negosiasi antara
pendapat pribadi dengan pandangan dari luar. Sementara pada
tahap 6, moralitas individu telah otonom sepenuhnya, dalam arti,
orientasi nilai dan keputusan sepenuhnya didasarkan pada prinsip
etis yang dipilih sendiri.

Secara singkat, tahapan-tahapan perkembangan moral


dideskripsikan sebagai berikut: Pertama-tama, anak yang berusia
belia belum memahami konsep moral dan perlu dukungan untuk
memahami apa yang boleh dan tidak boleh. Misalnya, anak dapat
mengobservasi dari hukuman yang diberikan pada tindakan tertentu
dan bertukar pikiran dengan individu-individu lain. Kemudian, pada
masa remaja, mereka didorong untuk memiliki pandangan yang lebih
utuh dengan menjaga hubungan interpersonal yang baik dengan
rekan-rekannya. Dengan demikian, mereka mulai menerima dan
terus belajar apa saja yang dapat diterima oleh masyarakat. Ketika
beranjak dewasa, mereka diharapkan memiliki kontrak sosial dan

20 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


memahami secara penuh hak dan kewajiban serta konsekuensi dari
tindakan-tindakannya. Pada akhirnya, individu-individu tersebut
diharapkan sudah secara aktif memiliki nilai-nilai universal.

Dalam konteks Stranas PAK ini, nilai yang ditanamkan sejak


usia dini adalah nilai-nilai integritas (sebagai manifestasi dari
antikorupsi) yang menjadi bagian utuh dari karakter. Terlepas dari
berbagai kritik yang ditujukan pada konsep yang diperkenalkan
oleh Kohlberg, ilustrasi yang digambarkan oleh teori tersebut masih
relevan dan dapat dijadikan salah satu referensi yang mendasari
strategi PAK yang disusun oleh KPK. Hal ini dikarenakan teori
Kohlberg menawarkan sebuah model tahapan perkembangan moral
berdasarkan tingkat usia (belia, remaja, dan dewasa), sehingga,
implementasi PAK perlu menyesuaikan dengan posisi individu dalam
tahapan tersebut.

Roadmap internalisasi nilai. Dengan mengacu pada: 1. landasan


teoritis di atas, 2. pengujian statistik melalui SPI Pendidikan tahun
2022 kepada sekitar 30.000 responden pada jenjang dasar,
menengah, dan dikti; 3. Triangulasi literatur dan uji kualitatif tahun
2023. KPK melalui Stranas PAK membentuk peta jalan (roadmap)
internalisasi nilai dengan memperhatikan jenjang usia pendidikan
dari para peserta didik. Nilai-nilai yang diinternalisasi mengacu pada
sepuluh nilai integritas berdasarkan hasil pengujian pada Survei
Penilaian Integritas Pendidikan. Kesepuluh nilai tersebut antara lain
kejujuran, tanggung jawab, adil, dipercaya, berani, disiplin, empati,
gigih, mandiri, menghargai. Nilai-nilai tersebut secara konseptual
didefinisikan sebagai berikut:

1. Jujur berarti karakteristik seseorang yang menyajikan fakta


situasi yang akurat (Miller 2020). Akurat berarti tepat atau sesuai
dengan yang sebenarnya.
2. Tanggung Jawab berarti karakter seseorang yang bertanggung
jawab atas tindakan dan pekerjaan yang dilakukannya serta
berusaha untuk mencegah dan mencegah tindakan yang tidak
senonoh oleh orang lain (ICAI, 2021). Dengan kata lain seseorang
yang bertanggung jawab mau menanggung risiko dan berusaha
mengantisipasi risiko tersebut terjadi.
3. Adil artinya perlakuan yang tidak memihak kepada salah satu
pihak atau yang lain (Barnard, 2008). Seseorang yang adil akan
memperlakukan semua orang dengan sama.
4. Dipercaya artinya seseorang merasa yakin pada karakter,
kemampuan, kekuatan, atau kebenaran seseorang atau sesuatu
(ICAI, 2021). Menjadi orang yang dipercaya berarti seseorang
tersebut dianggap mampu dan kuat menjaga hal yang diberikan

__________________________________________________________________________________________  21
oleh orang lain kepada dirinya, bisa berupa kerahasiaan, amanah
atau pesan, dan lain sebagainya.
5. Berani artinya suatu kekuatan mental atau moral untuk berani,
tekun, dan bertahan menghadapi bahaya, ketakutan, atau
kesulitan (ICAI, 2021). Seseorang yang tidak takut berpihak pada
kebenaran dan memerangi hal-hal yang menyimpang.
6. Disiplin menurut Collins Dictionary diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan untuk
bekerja keras atau berperilaku dengan cara tertentu tanpa
perlu ada yang memberi perintah. Seseorang yang disiplin
mampu meregulasi diri dan tertib atau patuh pada aturan yang
disepakati.
7. Empati menurut Cambridge Dictionary diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain
dari sudut pandang orang lain tersebut, dan juga membayangkan
diri sendiri berada di posisi orang tersebut. Seseorang yang
empati menyadari pentingnya mengupayakan aneka ragam
kebaikan yang dapat dirasakan orang lain.
8. Gigih berarti menunjukkan sikap rajin terhadap pekerjaannya,
ketekunan dalam upaya kerja, dan karakter yang rajin (Barnard,
2008). Karakter seseorang yang dicirikan dengan berjuang keras
dan menunjukkan kualitas dengan sungguh-sungguh.
9. Mandiri pada Cambridge Dictionary diartikan sebagai kata sifat
seseorang yang tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh orang
lain dalam hal pendapat, perilaku, dll.; mampu berpikir atau
bertindak untuk diri sendiri.
10. Menghargai berarti menghargai keberagaman pendapat dan
memanfaatkan peluang untuk mendapatkan pengetahuan baru
dalam berdiskusi (ICAI, 2021). Menghargai di sini juga berarti
menyadari dan menghormati hak-hak orang lain sehingga tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri.
Internalisasi nilai-nilai tersebut diharapkan mampu membentuk
motivational trait yang selaras dengan karakter integritas.

Tabel 1.2 Roadmap internalisasi nilai

Jenjang Pendidikan/ Nilai Dini Dasar Menengah Tinggi Kedinasan


(4-6 (7-12 (13-18 tahun) > 18 Formal (Diklat
tahun) tahun) tahun ASN)

Jujur ★ ★ ☆ ☆ ☆

Disiplin ★ ★ ☆ ☆ ☆

Tanggung Jawab ★ ★ ☆ ☆ ☆

22 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Jenjang Pendidikan/ Nilai Dini Dasar Menengah Tinggi Kedinasan
(4-6 (7-12 (13-18 tahun) > 18 Formal (Diklat
tahun) tahun) tahun ASN)

Adil ★ ★ ★ ☆ ☆

Berani ★ ★ ★ ☆ ☆

Empati ★ ★ ★ ☆ ☆

Gigih ★ ☆ ☆

Mandiri ★ ☆ ☆

Menghargai ★ ☆ ☆

Dipercaya ★ ☆ ☆
*Keterangan: ★ = perilaku utama ☆ = pemeliharaan pelaku

Sebagaimana teori Kohlberg, nilai-nilai utama yang tertanam sebagai


motivational trait harus diinternalisasi sejak individu berada di usia
dini dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan moral anak.
Pada jenjang pendidikan dini hingga dasar dengan tahapan moralitas
cenderung heteronom, seorang anak diperkenalkan dengan prinsip-
prinsip etika dasar yang berlaku universal: jujur, disiplin, tanggung
jawab, adil, berani, dan peduli. Prinsip-prinsip etika dasar ini sangat
penting ditanamkan karena usia dengan dilema moral rendah
akan jauh lebih efektif untuk diinternalisasi. Pada gilirannya hal ini
berdampak pada pembangunan “kesadaran” individu agar menjadi
kebiasaan kelak ketika menginjak usia dewasa.

Namun, ketika memasuki jenjang pendidikan menengah, nilai-nilai


kerja keras, mandiri, dan tanggung jawab mulai diperkenalkan dan
dilatih. Sebagaimana asumsi dalam teori perkembangan moral, pada
usia menengah ini seorang anak mulai memasuki transisi menuju
moralitas otonom. Artinya, anak akan mulai memiliki peranannya
di dalam lingkungan sosial. Dalam kondisi ini, nilai gigih, mandiri,
menghargai, serta dipercaya penting untuk diinternalisasikan sebagai
bekal ketika tanggung jawab sosial anak di masyarakat semakin
besar.

Sebagaimana ditampilkan tabel 1.2 di atas, proses internalisasi


nilai berlangsung pada setiap jenjang pendidikan. Jujur, disiplin,
tanggung jawab, adil, berani, dan peduli ditanamkan sebagai nilai
utama pada jenjang pendidikan dini dan dasar. Ketika memasuki
jenjang menengah, nilai utama yang perlu diinternalisasi bertambah
menjadi gigih, mandiri, menghargai dan dipercaya. Sementara nilai
jujur, disiplin, dan tanggung jawab tetap ditanamkan meski tidak lagi
menjadi yang paling utama (tahap pemantapan). Keseluruhan nilai
tersebut akan terus dipelihara ketika individu menginjak dewasa,

__________________________________________________________________________________________  23
yaitu pada jenjang pendidikan tinggi maupun kedinasan (apabila
menjadi Aparatur Sipil Negara) termasuk saat menjalankan fungsi
sosialnya secara utuh di masyarakat. Hal ini diharapkan agar kelak
individu yang menjadi pekerja profesional dan berkontribusi bagi
masyarakat telah memegang teguh nilai-nilai integritas secara utuh.

Tentu internalisasi nilai dalam implementasinya mesti disesuaikan


dengan tahapan jenjang pendidikan. Beberapa contoh perilaku pada
jenjang pendidikan dini (4-6 tahun) dapat dilihat pada tabel 1.3
berikut.

Tabel 1.3 Contoh perilaku pada jenjang dini (usia 4 - 6 tahun)

Keterkaitan dengan nilai lainnya

No Indikator jujur Jujur


Tanggung
sebagai Keberanian Empati Disiplin
jawab
nilai utama

1 Anak mengerti mana ★ ☆


milik pribadi dan milik
bersama

2 Meminta izin jika akan ★ ☆ ☆


meminjam milik orang
lain

3 Anak terbiasa ★ ☆
mengatakan sesuatu
yang benar-benar
terjadi

4 Mengakui kesalahan ★ ☆ ☆

5 Meminta maaf bila ★ ☆ ☆


salah dan memaafkan
teman yang berbuat
salah

6 Tidak menukar ★ ☆
dengan milik orang
lain tanpa izin

7 Tidak berlaku curang ★ ☆ ☆

*Keterangan: ★ = perilaku utama

Sementara pada jenjang pendidikan dasar (7-14 tahun) contoh


perilakunya dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut:

Tabel 1.4 Contoh perilaku pada jenjang dasar (usia 7 - 14 tahun)

24 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Keterkaitan dengan nilai lainnya

No Indikator jujur Jujur


Tanggung
sebagai nilai Keberanian Empati Disiplin
jawab
utama

1 Dapat dipercaya ☆ ★

2 Meminta izin jika ★ ☆ ☆


akan meminjam
milik orang lain

3 Anak terbiasa ★ ☆
mengatakan
sesuatu yang
benar-benar terjadi

4 Mengakui kesalahan ★ ☆ ☆

5 Meminta maaf ★ ☆ ☆
bila salah dan
memaafkan teman
yang berbuat salah

6 Tidak menukar ★ ☆
dengan milik orang
lain tanpa izin

7 Tidak berlaku ★ ☆ ☆
curang

8 Tidak mencontek ★ ☆ ☆

9 Menepati janji ★ ☆ ☆

*Keterangan: ★ = perilaku utama

Berikutnya contoh perilaku pada jenjang menengah (usia 15-18


tahun) tercantum dalam tabel 1.5 di bawah ini. Ketika memasuki
jenjang menengah, sikap peduli menjadi perilaku utama.

Tabel 1.5 Contoh perilaku pada jenjang menengah (usia 15-18 tahun)

Keterkaitan dengan nilai lainnya

No Indikator Empati Empati


Tanggung
Jujur Keberanian sebagai nilai Disiplin
jawab
utama

1 Hormat kepada guru ☆ ★

2 Tidak melakukan ☆ ★
bullying /
perundungan

3 Berbagi dengan ★ ☆
teman

__________________________________________________________________________________________  25
Keterkaitan dengan nilai lainnya

No Indikator Empati Empati


Tanggung
Jujur Keberanian sebagai nilai Disiplin
jawab
utama

4 Membantu teman ☆ ★
yang kesulitan

5 Menghargai ☆ ★ ☆
pendapat orang lain

*Keterangan: ★ = perilaku utama

Kesepuluh nilai karakter integritas tersebut diinternalisasi


melalui tahapan mulai dari pengenalan, latihan, intensif, hingga
pemeliharaan. Nilai-nilai tersebut mulai diperkenalkan pada jenjang
usia yang berbeda karena perbedaan karakteristik pada tiap-tiap
jenjang.

Pada jenjang ketika belum memasuki usia sekolah, seorang anak


belum memiliki kemandirian dan masih bergantung pada institusi
keluarganya. Oleh sebab itu, pada usia tersebut, jujur, disiplin,
dan tanggung jawab mulai diperkenalkan. Misalnya, orang tua
membangun kejujuran dengan memperkenalkan apa yang menjadi
hak milik pribadi dan orang lain dan berkata sesuai dengan kejadian
sesungguhnya. Disiplin dibangun dengan membiasakan aktivitas
sehari-hari secara tepat waktu dan sesuai dengan tempatnya
(seperti saat makan di atas meja). Sementara tanggung jawab
dipupuk salah satunya dengan membiasakan diri untuk meminta
maaf ketika berbuat salah. Penanaman nilai inti terus berlangsung
hingga anak memasuki usia dewasa. Sejak jenjang dasar hingga
menengah, mereka terus dilatih agar menjadi kebiasaan utama ketika
menginjak dewasa.

Kemudian nilai adil, berani, peduli diperkenalkan ketika seorang


anak memasuki jenjang pendidikan dasar. Hal ini dikarenakan pada
jenjang dasar, anak-anak mulai membangun interaksi sosial lebih
luas di luar keluarganya. Nilai seperti adil, berani, dan peduli menjadi
penting karena memiliki pengaruh secara langsung kepada orang
lain. Misalnya, nilai peduli ditanamkan dengan berbagi makanan
kepada sesama teman di kelas. Sementara pada nilai gigih, mandiri,
menghargai, dipercaya diperkenalkan ketika anak memasuki
jenjang pendidikan menengah karena pada usia ini individu mulai
mendapatkan peran dan tanggung jawabnya dalam masyarakat.
Perangkat nilai ini penting untuk menyiapkan individu menjadi
manusia dewasa seutuhnya beberapa tahun lagi. Keseluruhan proses

26 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


pembentukan karakter integritas tercantum dalam gambar 1.4 di
bawah ini:

Gambar 1.4
Konsep pembentukan
karakter integritas dan
sikap antikorupsi.

Sumber: Kurniadi (2022) diolah

“Ujung” dari keseluruhan proses pembangunan karakter tersebut


pada dasarnya adalah membentuk pribadi berintegritas, apapun
profesi dan peran yang diambil. Ketika memasuki usia dewasa,
sebagaimana dikatakan Kohlberg, ia telah berada di tahapan “nilai
universal” dengan tanggung jawab atas keputusan/sikap sepenuhnya
bergantung pada pilihan sendiri. Pada gilirannya, pilihan individu
dewasa tersebut akan bergantung reasoned action: apakah
berdasarkan pada nilai integritas atau justru sebaliknya.

Proses pembangunan karakter sebagaimana divisualisasikan dalam


gambar 1.3 di atas meliputi berbagai macam aktivitas yang dilakukan
secara bertahap: pengenalan, latihan, intensif, dan pemeliharaan.
Pengenalan berarti nilai yang hendak ditanamkan mulai dikenal
oleh peserta didik terutama bagaimana praktik konkritnya. Sebagai
contoh, memperkenalkan nilai kejujuran dengan cara menyampaikan
makna secara lisan sekaligus memberikan contoh/keteladanan
dalam perilaku sehari-hari (oleh orang tua maupun guru). Cara
memperkenalkan nilai jujur juga dapat melalui komitmen bersama
yang tidak hanya dibebankan kepada peserta didik. Ketika anak
diminta untuk berkata sesuai dengan kenyataannya, para guru dan
orang tua juga harus berkomitmen pada sikap tersebut.

Aktivitas berikutnya adalah latihan. Setelah memperkenalkan


dengan membangun komitmen bersama, langkah berikutnya adalah
latihan. Latihan ini dilakukan dengan mendorong peserta didik
berada pada situasi yang mengharuskan mereka menerapkan nilai
yang sebelumnya sudah diperkenalkan. Tujuannya adalah agar

__________________________________________________________________________________________  27
peserta didik semakin memahami nilai yang dimaksud dengan
mempraktekkannya secara langsung. Jika ingin melatih nilai kejujuran
pada peserta didik, misalnya, berikan semacam tes/ujian tertulis
secara mendadak. Dalam situasi tersebut, peserta didik mungkin
akan merasakan kesulitan dan dihadapkan dua pilihan: menyontek
atau tetap mengandalkan kemampuan diri sendiri.

Proses latihan semacam itu dilakukan secara berkesinambungan


melalui berbagai macam bentuk sesuai dengan situasi, kondisi,
dan kreativitas para pendidik. Proses berkesinambungan itu lama-
kelamaan akan berlangsung secara intensif. Pada tahapan ini,
peserta didik tidak hanya dilatih kejujurannya dengan program/
kegiatan yang sifatnya artifisial (guru menciptakan sendiri
kondisi untuk kepentingan latihan peserta didik) melainkan pada
situasi nyata sehari-hari. Tahapan intensif juga berkaitan dengan
pembiasaan hingga nilai-nilai integritas menjadi sikap utama yang
tidak dipertanyakan lagi. Pada tahap akhir, pemeliharaan, di mana
tahap ini sepenuhnya dilakukan oleh peserta didik sebagai individu.
Itulah mengapa tahapan pemeliharaan ini hanya terjadi ketika
individu menginjak usia dewasa, yang dalam tahapan perkembangan
moral Kohlberg sudah mencapai penerimaan utuh atas konsep moral.

2. Strategi kedua:
Menciptakan integritas
ekosistem pendidikan
Apabila strategi pertama adalah penguatan agensi melalui
internalisasi nilai (fokus pada peserta didik), strategi kedua ini adalah
menciptakan lingkungan kondusif agar para agen di dalamnya
mampu mempraktikkan perilaku integritas. Penerapan strategi
kedua menjadi penting karena lingkungan dalam banyak hal juga
berkontribusi pada pilihan moral individu. Terutama ketika individu
mulai memasuki usia remaja akan melakukan evaluasi terhadap apa
yang dilakukan orang lain. Semakin rendah nilai integritas dalam
institusi pendidikan, tekanan yang mendorong para peserta didik
untuk bertindak kontra-nilai integritas akan semakin besar. Misalnya,
ketika guru-guru justru bertindak “tidak bermoral” apalagi terjadi
secara berkesinambungan lama-kelamaan akan dianggap wajar
oleh para peserta didik. Oleh sebab itu, pembentukan karakter dan
penciptaan ekosistem berintegritas mestilah berjalan beriringan.

Terdapat empat konsep yang menjadi landasan dalam strategi ini:


model ekologi sosial (the social ecological model), model etika
korporasi/organisasi (the corporate ethical virtues), normalisasi
korupsi (the normalization of corruption) dan tata kelola pendidikan
oleh KPK.

28 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Bioecological model of human
development.

Gambar 1.1
Ilustrasi peran PAK

Menurut teori perkembangan ekologis yang diperkenalkan oleh Urie


Bronfenbrenner (1986), perkembangan manusia dan hubungan
timbal balik antara individu dibentuk dan dipengaruhi oleh konteks
lingkungan. Teori ini menekankan pentingnya mempelajari individu di
berbagai lingkungan dalam upaya untuk memahami perkembangan
setiap individu. Dinamika lingkungan tempat tinggal individu akan
mempengaruhi proses individu dalam menggambarkan,
mengorganisasi, dan mengklarifikasi informasi atau pengetahuan
yang mereka serap.

Model ekologis Bronfenbrenner mengatur konteks perkembangan


individu ke dalam lima tingkatan pengaruh eksternal yaitu lingkungan
terkecil yang secara langsung berinteraksi dengan individu
(microsystem); lingkungan pembentuk struktur mikro sistemnya
(mesosystem); sistem sosial yang lebih besar (exosystem); nilai
budaya, hukum dan adat istiadat (macrosystem); dan hingga dimensi
waktu dari titik penting kehidupan individu tersebut (chronosystem).
Tingkatan tersebut dikategorikan dari level yang paling dekat dengan
keseharian hingga yang paling luas dan secara sederhana interaksi
tersebut terlihat pada gambar berikut ini:

__________________________________________________________________________________________  29
The social ecological model.
Dalam menjawab tantangan akan membangun ekosistem integritas
pendidikan, model ekologi sosial (the social ecological model)
menjadi landasan teoritis yang sangat relevan. Model ini pada
dasarnya ditawarkan untuk kepentingan health promotion yang
pertama kali dikembangkan oleh Kenneth R. McLeroy et al. (1988).
Premis dasar dari model ekologi sosial bahwa tindakan individu
didasarkan pada ketersediaan pilihan-pilihan sebagai akibat dari
interaksinya dengan lingkungan sosial yang menaunginya. Model
ini membayangkan bahwa perilaku individu dapat ditentukan oleh
pelapisan ekosistem hingga yang paling atas, yaitu pemerintah
(pemangku kebijakan).

Sebagai ilustrasi sederhana: Para pakar kesehatan ingin


mempromosikan gaya hidup sehat dengan menjadikan aktivitas
berjalan kaki sebagai kebiasaan warga dalam mobilitasnya. Sekilas
kebiasaan untuk aktif berjalan kaki sepenuhnya adalah pilihan
individual. Namun kenyataannya, pilihan-pilihan itu tidak selalu
“bebas” untuk diambil oleh individu. Pilihan untuk berjalan kaki tidak
menjadi opsi, misalnya, karena tidak tersedia transportasi publik
memadai. Individu rasional akan memilih menggunakan kendaraan
pribadi karena dengan berjalan kaki (lalu naik angkutan umum)
memakan biaya besar dan tidak efisien. Ketiadaan transportasi
publik memadai adalah akibat dari policy dari pemerintah yang tidak
berpihak pada “para pejalan kaki” (human-oriented) dan cenderung
berorientasi pada kendaraan pribadi (car-oriented).

Dalam praktik integritas, pilihan individu untuk bertindak selaras


dengan nilai moral atau justru sebaliknya juga dipengaruhi oleh
lapisan semacam itu. Dalam lapisan pertama setelah individu,
adalah relasi interpersonal seperti keluarga, teman, dan tetangga
memberikan pengaruh pada pilihan moral individu. Keluarga sebagai
institusi pertama kali manusia bernaung menjadi penentu penting

30 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


dari penanaman nilai integritas. Tetapi dalam banyak kasus justru
keluarga memberikan contoh perilaku yang bertentangan dengan
nilai integritas. Seperti hal yang paling sederhana, orang tua tidak
menanamkan pengetahuan tentang pemisahan antara hak pribadi
dengan hak milik orang lain.

Akan tetapi persoalan tersebut bukan serta-merta karena keluarga


tersebut tidak berintegritas. Jika digali lebih dalam, ternyata orang
tua tidak memiliki pengetahuan memadai tentang nilai integritas,
yang ternyata sumbernya dari ketidakmampuan mereka untuk
mengakses pendidikan. Secara sosiologis, pengelompokkan akan
terjadi berdasarkan kesamaan status sosial (misalnya, rumah tangga
yang relatif berpendidikan rendah akan bertetangga dengan karakter
rumah tangga yang serupa). Dalam skala organisasi sosial yang
lebih tinggi, pengetahuan akan nilai integritas ternyata juga tidak
memadai.

Lalu muncul pertanyaan penting: mengapa ada keluarga yang


kesulitan mengakses pendidikan secara memadai? Salah satu
jawabannya adalah ketimpangan yang berakar dari kebijakan
pembangunan tidak inklusif. Dari sini kita akhirnya menyadari
bahwa ternyata policy akan pendidikan yang adil dan merata
begitu berpengaruh pada pilihan-pilihan hingga skala paling kecil,
yaitu individu. Tentu saja ini hanya sebagai ilustrasi bagaimana the
social ecological model bekerja. Karena kenyataannya, persoalan
yang terjadi pada setiap lapisan begitu kompleks. Layaknya
“bawang”, the social ecological model digambarkan sebagai
interaksi berlapis antara individu dengan lingkungan tempat individu
tersebut bernaung hingga skala yang paling besar, yaitu kebijakan
pemerintah. Gambar 1.5 memvisualisasikan konsep tersebut.

Gambar 1.5
Model ekologi sosial

Sumber: Perez (2017: 31)

__________________________________________________________________________________________  31
Dengan berlandaskan pada model ekologi sosial, artinya, intervensi
haruslah dilakukan pada setiap lapisan: individu, interpersonal,
institusional, komunitas, hingga kebijakan publik. Upaya antikorupsi
pada gilirannya juga harus mempertimbangkan intervensi yang
berlapis. Itulah mengapa sebagai langkah paripurna memberantas
korupsi, KPK juga melakukan upaya pencegahan dengan mendorong
reformasi/perubahan hingga pada skala makro yaitu kebijakan publik/
pemerintahan.

Tentu tidak semua intervensi diakomodasi dalam Stranas PAK ini.


Fokus Stranas PAK pada sektor pendidikan, dengan bersandar
pada model ekologi sosial, juga memberikan panduan bagaimana
menciptakan ekosistem pendidikan yang berintegritas. Dengan
membangun integritas ekosistem pendidikan, pada gilirannya
dapat memberikan kontribusi penting bagi pembudayaan nilai-nilai
integritas. Integritas yang mengkultur mendorong secara positif
praktik keberanian moral individu untuk berpihak pada nilai-nilai
integritas itu sendiri. Artinya, upaya internalisasi nilai akan berjalan
lebih efektif.

Ada beberapa aktor yang saling terkait dalam membentuk ekosistem


pendidikan. Aktor-aktor tersebut mencerminkan lapisan teratas
hingga paling bawah. Pada lapisan teratas, aktor-aktor yang terlibat
adalah para pembuat kebijakan dan perencanaan, di antaranya
Kemdikbudristek, Kemenag, dan KPK. Aktor yang berada di lapisan
berikutnya yaitu pemerintah daerah terutama dinas pendidikan. Jika
terkait pendidikan tinggi, aktor yang berada di lapisan berikutnya
adalah Perguruan Tinggi (PT) yang di dalamnya para pimpinan
seperti rektor hingga jajaran petingginya. Lapisan berikutnya
adalah pelaksana utama pendidikan yaitu sekolah (guru dan tenaga
kependidikan) termasuk komite sekolah serta organisasi-organisasi
profesi. Di level PT mencakup para dosen, tenaga kependidikan,
alumni hingga masyarakat luas yang berperan dalam mengawasi
pelaksanaan pendidikan tinggi. Sementara lapisan paling bawah
adalah peserta didik, yang menerima proses pembelajaran di mana
lapisan-lapisan di atasnya begitu berpengaruh pada kualitas dari
pembelajaran yang diterima.

Bagian berikutnya membahas tentang bagaimana membangun


ekosistem integritas dengan tata nilai organisasional yang dibagi
menjadi pendekatan yakni pendekatan untuk semua individu dan
sistem tata kelola pada satuan pendidikan maupun lembaga yang
mengampu kebijakan pendidikan.

Semua individu pada ekosistem secara umum merupakan bagian dari


suatu organisasi besar yakni tatanan ekosistem itu sendiri sehingga
setiap individu secara ideal mesti menerapkan nilai-nilai kebajikan

32 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


bersama-sama sebagai satu kesatuan ekosistem. Oleh karena itu
konsep Corporate Ethical Virtue oleh Kaptein (1998) menjadi acuan
teori untuk menjelaskan aspek-aspek yang perlu diperhatikan
agar setiap individu dalam suatu organisasi menerapkan nilai- niai
kebajikan.

Sementara pada satuan pendidikan maupun lembaga
yang mengampu kebijakan pendidikan akan diterangkan konsep
denormalisasi korupsi untuk menggambarkan bagaimana suatu
perilaku kolektif melazimkan adanya perilaku koruptif. Oleh karena itu
pada bagian ini akan diurai sistem tata kelola pendidikan yang ideal
untuk merealisasikan upaya denormalisasi korupsi.

The corporate ethical virtues


(CEV) model.
Corporate ethical virtues (CEV) adalah sebuah model budaya etik
(ethical culture) yang diharapkan mampu merangsang (stimulate)
terlaksananya kode etik bagi semua anggota di dalam organisasi.
Model ini dikembangkan oleh Muel Kaptein pada 1998 yang
kemudian diuji coba secara empiris delapan tahun kemudian dan
diterbitkan pada Journal of Organizational Behavior volume 29 tahun

__________________________________________________________________________________________  33
2008. Terdapat tujuh kebajikan (virtues) yang menurut Kaptein
(2008) sangat penting untuk dibangun sebagai ethical culture
dalam sebuah organisasi, termasuk di lingkungan pendidikan, guna
terwujudnya nilai-nilai integritas.

• Kejelasan (clarity).
Artinya suatu organisasi harus memiliki kejelasan terkait
perilaku etika yang diekspektasikan. Ekspektasi tersebut mesti
konkret, komprehensif, dan mudah dimengerti. Beberapa
studi sebelumnya menunjukkan bahwa kode etik yang terlalu
general tidak cukup bagi individu untuk membedakan mana
perilaku yang etis dengan nonetis. Misalnya, sebuah organisasi
mendorong agar anggotanya selalu “berbuat baik”. “Berbuat
baik” menjadi ambigu karena dalam praktiknya, apa yang
dimaksud perbuatan baik itu menjadi multitafsir. Hal ini juga
berlaku di berbagai organisasi termasuk institusi pendidikan.

• Kesesuaian (congruence).
Artinya, kode etik dalam suatu organisasi mestilah dibangun
melalui keteladan. Dalam lingkungan pendidikan, nilai-nilai
integritas tidak dapat ditegakkan apabila para pimpinan, tenaga
pendidik, hingga para pegawainya tidak mengamalkan nilai
integritas itu sendiri. Hal ini terjadi karena terutama para peserta
didik akan menjadikan para guru/pengajar dan orang-orang yang
ada di sekitar mereka sebagai acuan moral.

• Kelayakan (feasibility).
Artinya, bagaimana kode etik yang telah dicanangkan dapat
diterapkan secara layak oleh para anggota di dalam institusi
pendidikan seperti guru maupun peserta didik. Kaptein
mencontohkan bagaimana etika “bertanggung jawab”
atas tugas-tugas yang diberikan mesti beriringan dengan
ketersediaan organisasi untuk memberikan waktu, perangkat,
anggaran, dan informasi yang cukup. Di lingkungan sekolah,
nilai tanggung jawab biasanya diterapkan kepada peserta didik
melalui pemberian pekerjaan rumah (PR). Peserta didik akan
dapat melaksanakannya apabila sekolah memberikan kecukupan
waktu dan mempertimbangkan beban kerja siswa. Ketika siswa
memiliki beban yang berlebihan, merujuk apa yang dikatakan
Kaptein, mereka akan kesulitan untuk memenuhi tanggung jawab
yang sudah diberikan oleh guru di sekolahnya.

• Dukungan (supportability).
Menurut Kaptein, dukungan yang dimaksud adalah insentif
agar anggota organisasi termotivasi untuk berperilaku selaras

34 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


dengan kode etik. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa
individu yang demotivasi justru cenderung bertindak tidak
etis, dan pada gilirannya merusak tata nilai organisasi. Adanya
dukungan ini dimaksudkan agar individu memiliki kepercayaan
dan menghormati institusi serta otoritas, termasuk di
lingkungan pendidikan. Bentuk dukungan ini bermacam-
macam, seperti, memberikan apresiasi kepada peserta didik
yang konsisten berperilaku sesuai etika. Pada satu sisi,
mereka yang sudah konsisten berperilaku sesuai etika akan
semakin termotivasi. Sementara di sisi lain, mereka yang belum
maksimal akan ikut terdorong untuk berperilaku sesuai etika.

• Keterbukaan (transparency / visibility).


Keterbukaan yang dimaksud Kaptein adalah pengetahuan
individu terhadap konsekuensi dari suatu tindakan atau
perbuatan. Konsekuensi tersebut bukanlah hukuman atas
tindakan, melainkan dampak yang akan terjadi jika tindakan
itu dilakukan. Dengan demikian institusi pendidikan mesti
memberikan pengetahuan terutama kepada para peserta didik
mengenai dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang
dari tindakan-tindakan yang berlawanan dari nilai integritas.
Pengetahuan akan dampak itu berkaitan dengan tindakan-
tindakan yang spesifik. Misalnya, apa dampak negatif dari
perbuatan tidak jujur? siapa yang dirugikan?

• Komunikasi/diskusi (discuss ability).


Keberadaan saluran diskusi antara semua anggota organisasi
mengenai kode etik menjadi suatu hal yang sangat penting.
Adanya saluran diskusi/komunikasi dalam institusi pendidikan
tidak hanya membuka ruang pemecahan masalah bersama,
melainkan juga menjadi jalur efektif untuk membangun
kesadaran peserta didik akan pentingnya integritas. Terutama
peserta didik yang mulai menginjak jenjang pendidikan
menengah, ruang diskusi bersama para guru menjadi
sentral oleh karena di usia tersebut seorang anak mulai
mempertanyakan tata nilai dan otoritas.

• Sanksi (sanction ability).


Tidak ada penegakan etika tanpa sanksi yang tegas. Sanksi
ini harus ditegakkan secara adil (tidak tebang pilih) dan
konsisten. Sanksi yang ditegakkan secara adil dan konsisten
memperkecil ruang toleransi peserta didik untuk berbuat tidak
etis. Pada saat bersamaan, sanksi ini diiringi dengan apresiasi/
penghargaan yang juga diberikan secara adil dan konsisten.
Elemen sanksi dan apresiasi ini pada dasarnya berkaitan

__________________________________________________________________________________________  35
dengan poin dukungan yang telah disebutkan sebelumnya.
Hal ini dikarenakan keberadaan sanksi dan apresiasi yang
adil mendorong kepercayaan peserta didik terhadap otoritas
pendidikan. Kepercayaan yang tinggi beriringan dengan semakin
baiknya motivasi peserta didik dalam berperilaku integritas.

Dari uraian aspek nilai kebajikan yang dikemukakan Kaptein tersebut


dapat disarikan menjadi 6 dimensi ekosistem berintegritas yang
mampu menjadi acuan untuk meninjau seberapa ideal ekosistem
yang terbangun, dengan memerhatikan indikator yang muncul pada
setiap dimensi berikut Kepemimpinan, Keteladanan, Profesionalitas,
Dukungan, Inklusifitas, Ressiliensi.

Keenam dimensi ini mampu menjadi acuan untuk meninjau seberapa


ideal ekosistem yang terbangun, dengan memerhatikan indikator
yang muncul pada setiap dimensi sebagai berikut :

• Kepemimpinan
Adanya kesadaran kolektif dalam mengupayakan tercapainya
ekosistem berintegritas yang dicirikan dari komitmen setiap
aktor untuk saling bekerja sama melaksanakan rencana strategis
selaras dengan visi yang disepakati dalam suatu lingkungan
tersebut. Komitmen dicirikan dari kemampuan setiap individu
mengurai visi atau tujuan penerapan nilai integritas pada tataran
peran masing-masing dalam kehidupan. Oleh karena itu setiap
individu mengerti apa saja yang menjadi bagian dari tanggung
jawabnya. Visi bersama tentu terurai menjadi visi individu yang
dijalankan secara bertanggung jawab oleh masing-masing orang
dan saling menguatkan agar tetap terjaga kekompakan bersama.
Kompak dalam memimpin diri masing-masing dan menopang
satu sama lain sebagai satu kesatuan para pemimpin yang sama-
sama berjuang mengupayakan integritas.

• Keteladanan
Setiap aktor di suatu lingkungan mencerminkan kesesuaian
antara apa yang diucapkan sebagai wujud pemikiran dengan
apa yang dilakukan sebagai wujud penerapan konkret atas suatu
tindakan berintegritas. Apabila seorang individu menjalankan apa
yang diucapkan (walk the talk) tentang penerapan nilai integritas
dalam kehidupan sehari-hari maka konsep atau gagasan tentang
upaya menciptakan ekosistem berintegritas dapat dengan
mudah diinternalisasi ke dalam diri setiap individu lainnya. Tak
hanya sekadar slogan atau jargon namun diterapkan dengan aksi
nyata.

36 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• Profesionalitas
Setiap individu menjalankan tugas, peran dan tanggung jawab
masing-masing dengan memerhatikan kualitas dan kesungguhan
dalam menghindari penyimpangan nilai-nilai integritas. Untuk
mengupayakan profesionalitas dalam menegakkan integritas
maka perlu pemahaman yang mendalam terkait konsep nilai-
nilai integritas yang dikontekstualisasikan dalam setiap peran
individu. Oleh karena itu penting diperhatikan untuk tidak adanya
miskonsepsi yang berpotensi memunculkan penyimpangan.
Dimensi ini menerangkan bahwa secara ideal ekosistem
berintegritas dicirikan dengan kekompakan para individu dalam
menyadari dirinya adalah seorang professional yang akan
mempertanggung jawabkan kualitas dari tugas yang diamanahkan.

• Dukungan
Tumbuhnya rasa percaya dan merasa dihargai pada diri setiap
aktor di dalam suatu lingkungan tersebut. Pemikiran dan
penerapan laku integritas didukung oleh semua pihak dan
ditopang oleh norma serta aturan yang diberlakukan. Apresiasi
terhadap individu yang berperilaku etis dan menerapkan nilai-
nilai integritas diharapkan menjadi pendukung individu untuk
terus mempertahankan motivasinya. Dimensi ini menjadi tolok
ukur sejauh mana suatu ekosistem yang terdiri dari kumpulan
individu menjaga motivasi setiap individu untuk berintegritas.
Sudahkah respon positif diberikan kepada siapapun yang berusaha
mengutamakan integritas? Apakah berlaku sebaliknya bahwa
setiap individu enggan berintegritas karena merasa tak mendapat
dukungan dari kumpulan individu lainnya dalam suatu ekosistem
tersebut.

• Inklusifitas
Dalam suatu lingkungan, setiap individu terlibat tanpa terkecualikan
dalam menerima hak atas kebaikan dari penerapan nilai-nilai
integritas dan juga menjalankan kewajiban dalam menerapkan nilai-
nilai integritas. Dimensi ini menjadi tolok ukur yang nyata bahwa
mengupayakan ekosistem tidak bisa dilakukan oleh sebagian
kelompok individu saja. Semua ambil peran dan semua merasakan
manfaat kebaikannya, hal ini juga diharapkan mampu menimbulkan
kesadaran bahwa satu perbuatan yang melanggar integritas
akan berpengaruh pada individu lainnya. Oleh karena itu dimensi
inklusivitas perlu diupayakan dengan menggiatkan pemahaman
mengenai dampak buruk yang akan menimpa semua individu
dalam suatu ekosistem begitupun sebaliknya terkait dampak baik
yang bisa dirasakan bersama-sama.

__________________________________________________________________________________________  37
Dimensi Tata Kelola • Ressiliency
Berintegritas antara lain :
1. Kepemimpinan Dalam konteks delegasi atau pemberian tanggung jawab dalam
2. Keteladanan menuntaskan suatu tugas, setiap individu perlu diberikan
3. Profesional ruang implementasi dengan rentang waktu dan sumber daya
4. Dukungan
yang cukup sehingga terhindar dari upaya kecurangan atau
5. Inklusifitas
penyimpangan nilai-nilai integritas. Kecurangan dapat muncul
6. Resiliensi
ketika suatu pekerjaan tidak didukung dengan sumber daya
yang memadai. Dimensi ini menerangkan bahwa pentingnya
mengupayakan pembangunan paradigma kolektif dari suatu
kumpulan individu yang memandang bahwa menegakkan
integritas memanglah merupakan suatu tantangan yang
wajib diselesaikan dengan cara yang baik. Ketangguhan dan
kegigihan seseorang untuk tetap mengupayakan cara yang baik
menjadi kunci keberhasilan. Selaras dengan definisi resiliensi
menurut Garmezy (1991) bahwa keberhasilan seseorang dalam
mempertahankan diri untuk berintegritas meski berada di
lingkungan yang tidak mendukung. Keterbatasan sumber daya
tak menjadi alasan untuk melakukan penyimpangan integritas.
Di lain sisi potensi penyimpangan juga mesti diantisipasi dengan
kelayakan dalam perancangan delegasi tugas dalam suatu
organisasi atau kumpulan individu dengan memerhatikan sumber
daya yang menunjang pekerjaan tersebut tuntas dengan cara
yang berintegritas.

The normalization of
corruption in organizations.
Jika sebelumnya berbicara tentang model budaya etik untuk
membangun nilai integritas, pembahasan mengenai sebab-sebab
normalisasi korupsi sebagai tindakan bertentangan dengan integritas
juga penting diulas. Normalisasi yang dimaksud adalah kondisi
ketika korupsi dalam suatu organisasi dianggap normal. Artinya,
praktik korupsi telah tertanam dalam struktur dan proses organisasi,
diinternalisasi oleh pelaku sebagai sesuatu yang lazim bahkan
diinginkan, dan diwariskan kepada generasi anggota selanjutnya
(Ashforth & Anand, 2003: 3). Menurut Ashforth & Anand (2003),
terdapat tiga elemen yang membuat normalisasi korupsi dapat
terjadi. Tiga elemen tersebut adalah institusionalisasi, rasionalisasi,
dan sosialisasi.

• Institusionalisasi
Institusionalisasi (pelembagaan) didefinisikan sebagai proses
yang membuat suatu perilaku menjadi aktivitas yang stabil,
berulang, dan dipertahankan oleh sebagian orang tanpa perlu

38 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


mempertanyakan lagi kepatutannya. Dalam konteks ini, korupsi
yang terinstitusionalisasi berarti tindakan amoral itu menjadi
sesuatu hal yang sudah biasa dilakukan dan ditoleransi oleh
sesama anggotanya. Ashforth & Anand menyebut proses
institusionalisasi terjadi dalam tiga fase.

Fase pertama adalah keputusan untuk melakukan perilaku


korupsi. Pada fase ini, sebuah organisasi bersikap permisif
terhadap kejadian korupsi yang dilakukan anggotanya. Sikap
permisif ini menjadi awal yang memungkinkan tindakan korupsi
berikutnya dilakukan. Menurut Ashforth & Anand, kunci dari fase
ini ada pada kepemimpinan. Pemimpin yang bertindak tegas
dan tidak toleran terhadap perilaku korupsi akan menutup celah
kemungkinan terjadinya korupsi di masa depan. Sebaliknya,
ketika pemimpin bersikap permisif atau mentoleransi praktik
korupsi (atau bahkan ikut menjadi pelaku) akan menjadi “lahan
subur” bagi kemunculan korupsi lebih luas lagi. Pada institusi
pendidikan, peran kepemimpinan seperti kepala sekolah hingga
jajaran guru menjadi kunci penentu: apakah korupsi akan
terhambat, atau justru menjadi tumbuh subur.

Fase kedua terjadi ketika korupsi perlahan tertanam dalam


struktur dan proses pada sebuah organisasi. Dalam fase ini ada
yang disebut sebagai memori organisasional (organizational
memory) untuk menggambarkan proses mengakuisisi,
menyimpan, dan menggunakan pengetahuan mengenai praktik
korupsi pada aktivitas organisasi. “Memori” ini akan menyebar ke
seluruh anggota organisasi, sebagai pengetahuan bahwa korupsi
adalah sesuatu yang memang “diizinkan”. Pada fase ini pula
praktik korupsi mulai terlembaga karena semakin dipraktekkan
secara luas. Sesama pelaku akan saling melindungi, sementara
mereka yang tidak terlibat cenderung abai (membiarkan) atau
bahkan tidak berani melawan.

Fase terakhir dari institusionalisasi adalah ketika korupsi telah


menjadi aktivitas rutin (rutinisasi). Korupsi yang dilakukan
secara rutin dilakukan melalui empat cara. Pertama, menghapus
pemikiran bahwa korupsi adalah tindakan kejahatan dan
merugikan banyak orang. Kedua, menciptakan seolah tindakan
korupsi sebagai tugas yang diberikan kepada setiap anggota
sehingga tidak menyadari bahwa apa yang sedang dilakukan
sebenarnya adalah korupsi. Ketiga, mengunci tindakan korupsi
ke dalam suatu sistem sehingga aktivitas anggota organisasi
akan selalu terkait dengan korupsi. Keempat, membuat para
anggota terfokus pada tindakan-tindakan korupsi (sebagai
bagian dari penugasan) tanpa memperhatikan efek negatif yang
terjadi.

__________________________________________________________________________________________  39
• Rasionalisasi
Sudah menjadi hal biasa bahwa pelaku korupsi menggunakan
sejuta dalih (rasionalisasi) untuk menutupi keburukan
perbuatannya atau bahkan ingin membangun opini bahwa hal
tersebut adalah kebaikan. Rasionalisasi korupsi dalam organisasi
terjadi ketika tindakan-tindakan amoral tersebut dianggap
sebagai perbuatan yang benar atau baik. Terjadi inversi moral
karena apa yang seharusnya buruk menjadi dianggap baik.
Misalnya di sebuah sekolah pada momen pelaksanaan ujian
akhir untuk kelulusan siswa. Kita semua tahu bahwa menyontek
adalah perbuatan tercela. Namun, dengan dalih “membantu”
sesama teman dan “solidaritas”, menyontek dapat dirasionalisasi
sebagai perbuatan benar karena untuk kebaikan bersama.
Bahkan pada beberapa kasus, justru kepala sekolah dan para
guru ikut membenarkan tindakan tersebut agar 100 persen siswa
dinyatakan lulus, sehingga, tidak mencemari nama baik sekolah.
Rasionalisasi juga berkaitan dengan menghilangkan interpretasi
negatif dengan membangun opini bahwa tindakan korupsi yang
dilakukan adalah “pengecualian” dan masih dapat dibenarkan
secara moral.

Ashforth & Anand menyebut setidaknya terdapat delapan bentuk


rasionalisasi perilaku korupsi, sebagaimana dirangkum pada
tabel 1.6 di bawah

Tabel 1.6 Berbagai bentuk rasionalisasi perilaku korupsi

No Bentuk Definisi

1 Denial of illegality Pelaku berdalih bahwa korupsi yang dilakukan


sebenarnya tidak ilegal. Hal ini biasanya terjadi karena
adanya celah dalam peraturan terkait atau memang
belum secara rigid diatur. Dengan dalih itu, pelaku
menganggap bahwa korupsi yang dilakukan pada
dasarnya “diizinkan”.
Contoh: anggota parlemen menerima dana gelap dari
pengusaha untuk kepentingan “jual-beli pasal” karena
aturan yang menaunginya memiliki celah sehingga dapat
dianggap tidak ilegal.

40 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


No Bentuk Definisi

2 Denial of Pelaku berdalih bahwa korupsi yang dilakukan adalah


responsibility atas dasar perintah atasan, tekanan dari rekan, persoalan
pribadi seperti masalah finansial, dan hal-hal lain yang
dianggap berada di luar kendali. Dalam bentuk ini
yang juga kerap dijadikan alasan bahwa “semua orang
melakukannya” sehingga, apa yang ia lakukan bukanlah
sebuah keburukan.
Contoh: seorang pegawai di sekolah menerima suap
dalam proses penerimaan siswa baru dengan alasan
untuk membiayai kebutuhan perawatan istrinya di rumah
sakit.

3 Denial of injury Pelaku berdalih bahwa korupsi yang dilakukan tidak


merugikan orang lain. Oleh karena tidak merugikan orang
lain, tindakan tersebut dianggap pelaku sebagai bukan
korupsi.
Contoh: guru yang selalu berharap menerima hadiah dari
wali murid setiap momen pembagian rapor hasil belajar
siswa karena tidak merugikan orang lain dan dianggap
bukan tindakan korupsi.

4 Denial of victim Pelaku berdalih bahwa korupsi yang dilakukan


sebenarnya karena pilihan rekan dan ia hanya menjadi
“korban” atas paksaan tersebut. Dengan dalih ini, pelaku
berharap agar ia tidak disanksi (diampuni) atau hanya
terkena hukuman ringan.

Contoh: seorang pegawai di kelurahan menerima


suap dari warga karena rekan kerjanya mengajak atau
memaksa disebabkan rekannya itu yang melakukannya
terlebih dulu.

5 Social weighting Pelaku korupsi membanding-bandingkan (mengalihkan)


tindakannya dengan orang lain yang dianggap lebih
tidak bermoral (seperti korupsi dengan jumlah dan skala
dampak lebih besar). Biasanya, pelaku akan menganggap
seolah para penuduh/pemberi sanksi adalah hipokrit
(munafik) karena ada tindakan korupsi yang lebih besar
namun dibiarkan.

Contoh: seorang guru menarik iuran ilegal dari para murid


untuk kegiatan olahraga dan menganggap hal itu wajar
karena kepala sekolah melakukan perbuatan amoral yang
dianggap jauh lebih buruk.

__________________________________________________________________________________________  41
No Bentuk Definisi

6 Appeal to higher Pelaku korupsi menganggap bahwa tindakannya adalah


loyalties untuk mencapai kebaikan atau nilai yang lebih tinggi
lagi. Biasanya hal ini dilakukan untuk mempertahankan
atau meningkatkan loyalitas kepada atasan kendati
mengorbankan etika yang ada dalam masyarakat.

Contoh: seorang karyawan mengantarkan uang suap


atasannya kepada pihak lain dengan maksud sebagai
wujud loyalitas.

7 Metaphor of the Pelaku korupsi membenarkan tindakannya karena


ledger dianggap sebagai hak untuk melakukan kesalahan atas
sesuatu yang seharusnya mereka dapatkan.

Contoh: seorang pegawai menerima suap karena merasa


hak-haknya tidak terpenuhi dari institusinya sehingga
merasa bahwa suap tersebut adalah haknya.

8 Refocusing attention Pelaku tidak benar-benar mengingkari korupsi yang


dilakukan dengan mengalihkan perhatian pada
penebusan normatif dari tindakan mereka.

Contoh: pelaku korupsi mengakui kesalahannya namun


berupaya mengalihkan perhatian dengan membangun
opini bahwa tindakannya adalah akibat dari sistem yang
bekerja.

Sumber: Ashforth & Anand (2003: 18-22)

• Sosialisasi
Proses sosialisasi memainkan peranan penting dalam
menanamkan kultur korup terutama kepada para pendatang
baru (newcomers). Sosialisasi akan membentuk nilai, keyakinan,
norma, dan keterampilan agar anggota memenuhi peranannya
secara efektif dalam organisasi, termasuk pada tindakan korupsi.
Mereka yang sebelum bergabung mungkin pada dasarnya
berada pada lingkungan yang lebih tidak toleran pada korupsi,
kemudian setelah bergabung menjadi lebih toleran. Ashforth &
Anand menyebut setidaknya ada tiga tahap sosialisasi.

42 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Tahap pertama adalah kooptasi. Anggota diinduksi dengan
nilai-nilai baru dengan maksud mempertahankan kultur korupsi
yang ada. Ashforth & Anand mencontohkan dengan memberikan
imbalan untuk mengubah persepsi dan sikap atas tindakan
korupsi. Proses ini dilakukan secara berkala hingga membentuk
sikap moral yang lebih baru dan toleran terhadap praktik korupsi.

Tahap kedua adalah inkrementalisme. Anggota secara perlahan


diikutsertakan dalam praktik korupsi meskipun dari skala yang
paling kecil. Hal ini dilakukan agar anggota baru terbiasa dan
mulai berpikir bahwa apa yang sedang dilakukan nyatanya “tidak
apa-apa”. Ketika semakin terbiasa, anggota tersebut melakukan
rasionalisasi atas tindakannya dengan menganggap bahwa
perilaku yang sebenarnya korup ternyata tidak seburuk yang
dibayangkan.

Tahap ketiga adalah kompromi. Pada tahap terakhir ini, moralitas


anggota telah rusak dan menjadi bagian dari rantai praktik
korupsi yang telah dianggap normal. Bahkan mereka memiliki
motivasi tersendiri untuk melakukan korupsi tanpa perlu ada
insentif/dorongan dari pihak lain.

Tata kelola pendidikan berintegritas. Apabila korupsi dapat


mengalami normalisasi, kondisi sebaliknya yaitu antikorupsi dan
nilai integritas juga dapat menjadi budaya dan kewajaran (de-
normalisasi korupsi) dalam institusi pendidikan. Selain dari usaha
membangun karakter integritas pada peserta didik, menciptakan
ekosistem berintegritas juga menempati peranan yang sangat
penting. Bronfenbrenner (Paquette & Ryan, 2001) menjelaskan
bahwa perkembangan seseorang tidak bisa dilepaskan dari dinamika
individu tersebut dengan lingkungannya yang dimulai dari lingkungan
terkecil yang secara langsung berinteraksi dengan individu
tersebut (microsystem); lingkungan yang membentuk struktur
mikro sistemnya (mesosystem); sistem sosial yang lebih besar
(exosystem); nilai budaya, hukum, dan adat istiadat (macrosystem),
hingga dimensi waktu dari titik penting kehidupan individu tersebut
(chronosystem).

Tata kelola pendidikan berintegritas adalah model pendekatan


untuk mendorong terciptanya integritas ekosistem pendidikan yang
berprinsip pada elemen akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.
Dengan tata kelola yang baik (good governance), potensi untuk
terjadinya tindak pidana di sekolah semakin ditekan; aturan secara
adil ditegakkan; serta menciptakan lingkungan kondusif bagi proses
internalisasi nilai integritas kepada para peserta didik.

__________________________________________________________________________________________  43
Tata kelola pendidikan pada dasarnya menyangkut dua hal, yaitu dari
sisi akademik maupun non-akademik. Artinya, praktik berintegritas
dalam sektor pendidikan mestilah mencakup kedua hal tersebut. Dari
sisi akademik mencakup penerimaan peserta didik, pembelajaran,
penelitian/pengabdian masyarakat, hingga kelulusan. Sementara
dari sisi non-akademik mencakup administrasi kependidikan,
pengelolaan/transparansi keuangan, pemilihan pimpinan kampus/
sekolah, pengelolaan SDM, pengadaan barang & jasa, akreditasi &
perizinan, hingga pengawasan.

Menengok sejenak data indeks persepsi korupsi (IPK) 2021 yang


dikeluarkan Transparency International: Denmark, Finlandia, dan
Selandia Baru merupakan negara-negara yang meraih peringkat
pertama sebagai negara relatif paling bersih dari korupsi dengan
skor IPK mencapai 88. Jika menyelami apa yang telah dilakukan
oleh tiga negara tersebut dalam upaya pemberantasan korupsi, kita
akan menemukan bahwa salah satu kunci keberhasilan membentuk
ekosistem integritas adalah pada aspek tata kelola yang baik (good
governance). Kendati tata kelola yang dimaksud bersifat luas,
namun hal tersebut dapat dijadikan sebagai praktik baik bagi sektor
pendidikan.

Denmark, misalnya, sikap antikorupsi sudah menjadi arus utama


(mainstream) hingga pada titik bahwa keberadaan korupsi adalah
sesuatu yang asing sekaligus menjijikan. Denmark memiliki unit
antikorupsi pada setiap lembaga pemerintahannya. Salah satu
layanan dari unit antikorupsi adalah hotline pengaduan yang tersedia
24 jam apabila ditemukan praktik korupsi yang dilakukan oleh para
pegawai di masing-masing lembaga. Publik dapat dengan mudah
menyampaikan laporan, dan tanpa birokrasi rumit, laporan tersebut
dengan cepat ditangani. Kemudahan partisipasi warga terhadap
akses informasi publik termasuk whistleblowing mendorong layanan
publik di Denmark menjadi sangat transparan dan akuntabel. Tidak
mengherankan jika Denmark menjadi negara paling mudah berbisnis
di Eropa. “Resep” yang sama pada dasarnya juga dilakukan oleh
Selandia Baru dan Finlandia. Kedua negara ini memiliki tingkat

44 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


transparansi penyelenggaraan negara yang boleh dikatakan sangat
baik. Publik dapat dengan mudah melakukan pengawasan secara
partisipatif.

Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik menjadi “tiga


mantra” tata kelola yang terbukti menekan praktik korupsi hingga
level sangat minimal, sebagaimana pengalaman tiga negara di atas.
Memang, dalam tataran praktis implementasi di lapangan begitu
variatif. Di Selandia Baru, upaya untuk mendorong partisipasi publik
adalah dengan melibatkan civil society sebagai pihak implementor
dari kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, bantuan sosial tidak lagi
diserahkan langsung oleh pemerintah, melainkan ada kerjasama
dengan pihak swasta atau civil society. Pemerintah dalam hal ini
hanya merencanakan kebijakan dan mengawasi pelaksanaannya.

Prinsip tata kelola yang berbasiskan pada profesionalitas manajemen


publik dan good governance menjadi sangat penting dalam
membentuk integritas ekosistem pendidikan. Dalam dokumen
berjudul Education Sector Corruption yang diterbitkan U4 Anti-
Corruption Resource Center (Kirya, 2019a), intervensi antikorupsi
pada konteks tata kelola dapat dibedakan pada “intervensi yang
mempromosikan transparansi” dan “intervensi yang mempromosikan
akuntabilitas”. Berikut merupakan bentuk-bentuk strategi antikorupsi
yang layak (feasible) diterapkan di Indonesia untuk tata kelola sektor
pendidikan pada masing-masing bentuk intervensi (diadopsi dari
Kirya, 2019a: 29-44).

Bentuk-bentuk strategi yang


mempromosikan transparansi antara lain:
• Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Revolusi TIK membuat akses informasi publik mengalir
deras, sehingga peranannya sangat penting dalam konteks
transparansi. Pemanfaatan TIK (seperti penggunaan email, SMS,
bahkan aplikasi messengers WhatsApp) menjadi mekanisme
agar publik dapat menyampaikan komplain dan timbal balik,
inisiasi data publik, hingga jurnalisme warga (citizen journalism).
Untuk wilayah dengan kualitas dan penetrasi akses internet yang
baik, pemanfaatan TIK sebagai kanal pengaduan dan timbal balik
layanan dapat dimanfaatkan untuk pengawasan sekolah maupun
dinas pendidikan.
• Partisipasi dalam penganggaran (participatory budgeting).
Penyalahgunaan anggaran atau dana pendidikan (seperti
dana Bantuan Operasional Sekolah [BOS]), sebagaimana
temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), adalah aspek

__________________________________________________________________________________________  45
kritikal yang paling rentan dikorupsi. Sebagian besar kasus
korupsi sektor pendidikan banyak terkait dengan hal tersebut.
Gagasan participatory budgeting ini penting bukan hanya untuk
mengawasi penggunaan anggaran, melainkan juga partisipasi
dalam penggunaan dananya. Dengan partisipasi semacam itu,
potensi penyalahgunaan dana oleh para pemangku otoritas akan
semakin minim karena praktik yang “tertutup” itu kini diawasi
bersama.
• Pengawasan bersama atas belanja pendidikan (Public
Expenditure Tracking Surveys [PETS]). Strategi ini
bersinggungan dengan participatory budgeting di mana publik
secara bersama-sama mengawasi bagaimana pelaksanaan
belanja untuk sektor pendidikan baik akademik maupun non-
akademik. Misalnya, pengadaan barang-barang di sekolah dapat
diawasi bersama melalui komite sekolah (di dalamnya ada orang
tua siswa) secara detail, seperti misalnya, spesifikasi meja-
kursi belajar serta komparasinya dengan harga di pasar. Hal ini
meminimalisasi kemungkinan terjadinya mark up oleh pemangku
otoritas.
• Audit sosial (social audits). Strategi ini alternatif dari PETS di
mana publik melakukan audit atas belanja yang sudah dilakukan
di lapangan dengan angka yang dianggarkan. Misalnya,
para orang tua menilai fasilitas-fasilitas belajar di sekolah
dan membandingkannya dengan anggaran tersedia (tentu
prasyaratnya adalah anggaran harus dipublikasikan). Audit
semacam ini akan menjadi “kekuatan sosial” (social force) untuk
menekan penyelewengan dana oleh pemangku otoritas.

Sementara, bentuk-bentuk strategi yang


mempromosikan akuntabilitas antara lain:
• Penilaian berbasis kinerja (performance-based evaluation).
Kinerja pendidik dan tenaga kependidikan begitu penting dalam
proses pembelajaran bagi peserta didik. Hal ini kemudian
berkaitan dengan sistem remunerasi (salary) di mana kinerja
menjadi aspek yang dinilai dalam skema insentif-disinsentif.

46 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Pada saat bersamaan hal tersebut juga mendorong pengajar/
pendidik untuk mengoptimalisasikan kinerjanya sehingga proses
pembelajaran yang diterima peserta didik juga semakin maksimal.

• Kode etik guru (teachers code of conduct). Penerapan kode


etik di sini, sebagaimana dikatakan Kaptein (2008), harus jelas
dan konkrit. Kode etik di institusi pendidikan boleh jadi berbeda
dengan nilai-nilai yang diyakini di luar. Sebagai contoh adalah
pemberian hadiah. Bagi masyarakat Indonesia secara umum,
memberikan (termasuk menerima) hadiah adalah perbuatan baik
dan positif, menjaga silaturahmi, serta memperkuat modal sosial.
Akan tetapi, hal ini berbeda dengan di institusi publik seperti
sekolah. Pemberian hadiah kepada guru justru dapat dianggap
sebagai praktik gratifikasi. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, kultur gratifikasi akan membuat banyak orang lebih
toleran pada praktik korupsi.

• Program pengawasan oleh komunitas (community monitoring


programmes). Dalam sistem demokrasi, peran saling mengawasi
dan menyeimbangkan (check and balances) begitu penting tidak
hanya untuk memastikan tidak ada pemusatan kekuasaan dan
penyimpangan, melainkan juga mendorong akuntabilitas. Institusi
pendidikan yang tidak diawasi cenderung akan rendah kinerjanya.
Di sinilah peranan komite sekolah begitu penting untuk dilibatkan
sebagai pengawas kinerja sekolah.

• Mekanisme komplain (complaint mechanisms). Banyak instansi


pemerintah memiliki kanal pengaduan agar publik dapat
mengajukan komplain. Bentuknya pun bermacam-macam, yang
berkat perkembangan TIK, sarana pelaporan semakin beragam
(bahkan dibuatkan aplikasi digital tersendiri). Problemnya,
komplain yang diajukan seringkali persentasenya hanya sedikit
yang ditanggapi dan tidak ada mekanisme yang jelas. Menurut
Wood (dalam Kirya, 2019a: 39-40), mekanisme komplain itu mesti
memenuhi unsur-unsur berikut:

- Legitimate: Tidak ada bias dan intervensi dari pihak manapun.


- Accessible: Harus inklusif sehingga dapat diakses oleh
siapapun (memperhatikan aspek bahasa, literasi, kondisi
ekonomi, jarak-tempat, termasuk perasaan akan takut
dibalas).
- Predictable: prosedur yang jelas, memiliki rentang waktu
spesifik pada setiap aktivitas, dan ada kejelasan outcome
atas komplain.
- Equitable: Proses dan mekanisme yang berlangsung harus
adil dan tidak memihak.

__________________________________________________________________________________________  47
- Rights-compatible: Luaran dari mekanisme komplain harus
sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang
standarnya diakui secara internasional.
- Transparent: Memiliki transparansi sejak komplain diajukan,
prosesnya, hingga luarannya.

• Reformasi upah (salary reform). Persoalan gaji di sektor


pendidikan ini masih menjadi persoalan tersendiri hari ini.
Berbagai studi sebelumnya telah menunjukkan ada korelasi
positif antara tingkat gaji dengan kinerja: gaji yang rendah
cenderung memiliki kinerja yang rendah pula. Oleh sebab itu,
dalam banyak kasus terutama di negara-negara berkembang,
reformasi sistem upah di sektor pendidikan ini juga bagian yang
harus diperhatikan untuk mendorong kualitas pendidikan agar
lebih baik lagi.3

Sebagian dari bentuk-bentuk di atas sebetulnya telah menjadi bagian


dari ikhtiar KPK dalam konteks membentuk integritas ekosistem
pendidikan. Dalam upaya mendorong tata kelola pendidikan
berintegritas, KPK mengusung 9 (sembilan) inisiatif antikorupsi dalam
pengelolaan pendidikan di sekolah:

• Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang akuntabel dan


transparan. Di antaranya seperti terbukanya hasil PPDB kepada
masyarakat secara transparan, prosedur/petunjuk teknis PPDB
yang dapat dipertanggung jawabkan, adanya kanal pelaporan
dari masyarakat dan tindak lanjutnya.
• Transparansi dan akuntabilitas dana pendidikan. Di antaranya
terimplementasi regulasi tata kelola dana pendidikan,
transparansi dan kemudahan akses masyarakat, kompetensi
personil dalam pengelolaan, dan adanya sosialisasi/penguatan
kompetensi pengelolaan.

• Larangan menerima gratifikasi dan pungutan liar. Di antaranya


tersedia regulasi tentang gratifikasi dan pungutan liar,
tersosialisasinya larangan gratifikasi dan pungutan liar, dan
adanya fasilitas pengaduan terkait dugaan gratifikasi dan
pungutan liar serta tindak lanjutnya.

3 Sebagai catatan, tata kelola upah ini bukan semata soal besar-kecilnya upah yang diberikan. Berdasarkan
prinsip good governance, upah sebagai cost mesti selaras dengan learning outcomes dalam konteks pendidikan.
Maka pertanyaannya berada di titik: apakah upah yang diberikan sudah efektif dan efisien? Misalnya, berdasarkan
catatan World Bank (2020), program Kinerja dan Akuntabilitas (KIAT Guru) ternyata signifikan terhadap learning
outcomes yang diterima oleh peserta didik. Hal ini dikarenakan sistem yang diterapkan dalam program KIAT
menekankan pada performance-based pay sehingga guru-guru terdorong untuk memaksimalkan peranan
pengajarannya.

48 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• Akurasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) terintegrasi dengan
aplikasi JAGA. Di antaranya tersedia infrastruktur pendukung
untuk pemutakhiran Dapodik secara berkala.

• Kepatuhan kode etik pendidik dan tenaga kependidikan.


Di antaranya tersusun kode etik bagi pendidik dan tenaga
kependidikan, tersosialisasinya kode etik tersebut, dan juga
tersedia kanal pelaporan masyarakat serta tindak lanjutnya.

• Pengelolaan pengaduan masyarakat. Tersedianya sistem dan


sarana pengaduan masyarakat melalui website, hotline, maupun
email yang tersosialisasikan serta ditindaklanjuti.

• Rekrutmen, rotasi, dan mutasi pimpinan, pendidik, dan tenaga


kependidikan yang transparan dan akuntabel. Di antaranya
tersedia SOP, adanya kanal pengaduan serta tindak lanjutnya.

• Pengawasan dana pendidikan. Di antaranya terlaksana audit dana


pendidikan, adanya pelibatan masyarakat dalam pengawasan,
serta terpublikasinya laporan penggunaan dana pendidikan
kepada publik.

• Implementasi pembelajaran antikorupsi. Terimplementasinya


pembelajaran antikorupsi, adanya pelatihan/lokakarya untuk
meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan,
terlaksananya internalisasi sikap antikorupsi kepada semua
unsur di institusi pendidikan, tersedianya media pembelajaran
antikorupsi, dan adanya role model untuk PAK

Dari uraian konsep di atas bisa dimaknai bahwa dalam mengelola


suatu lembaga atau instansi yang bersih dari korupsi memerlukan
komitmen untuk menciptakan tata kelola berintegritas. Berikut
ini adalah delapan dimensi yang perlu diperhatikan dalam
mengupayakan tata kelola berintegritas :

• Transparansi
Prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi semua orang
untuk memperoleh informasi tentang pemerintahan (lembaga),
yaitu informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil yang dicapai. Setiap pemangku
kepentingan memiliki akses terhadap rencana dan laporan
penggunaan anggaran. Keterbukaan ini sebagai wujud komitmen
pengelola untuk tidak menyembunyikan kecurangan atau hal-
hal penyimpangan. Selain itu pengelolaan keuangan mulai dari
penerimaan, penyaluran, dan pelaporan diatur dalam sistem atau
mekanisme yang terstandarisasi.

__________________________________________________________________________________________  49
Transparansi menjadi prinsip pertama yang mendasari integritas
tata kelola lembaga pendidikan, selaras dengan nilai integritas
yang mencerminkan sikap jujur, tidak menyembunyikan
kebohongan, kecurangan, atau siasat penyimpangan. Semua hal
dilakukan secara terbuka karena para pengelola atau pemangku
kepentingan menyadari bahwa esensi integritas adalah tetap
melakukan kebenaran meskipun tidak ada pengawasan. Para
pemangku kepentingan sadar betul bahwa semua hal tata kelola
yang dilaksanakannya berada dalam pengawasan semua pihak
yang terkait, sehingga menegaskan dengan kuat bahwa menjadi
pengelola lembaga pendidikan mesti menerapkan nilai integritas
dengan sungguh-sungguh.

• Akuntabilitas
Komitmen semua pemangku kepentingan untuk mengutamakan
sifat bertanggung jawab atas semua amanah tata kelola yang
diembannya. Dengan kata lain setiap penyelenggaraan program
atau kegiatan lembaga pendidikan dapat dipertanggungjawabkan
secara terbuka kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bentuk
pertanggung jawaban diwujudkan dengan laporan yang jelas dan
terstandarisasi. Semua program yang dirancang dan dilaksanakan
berlandaskan kebijakan yang jelas dan sesuai analisis kebutuhan,
proporsi dan peraturan yang ditetapkan.

Akuntabilitas adalah wujud dari pembiasaan dan penerapan


karakter akuntabel pada setiap diri pengelola lembaga pendidikan.
Memupuk dan merawat rasa percaya publik menjadi sebuah
keharusan. Akuntabilitas mencerminkan kesungguhan dalam
menjaga kualitas kinerja setiap pengelola lembaga pendidikan.
Kualitas kinerja ini dijamin melalui sistem audit yang berintegritas
sehingga pembiasaan penerapan akuntabilitas melancarkan proses
audit dan tidak menimbulkan potensi penyimpangan berikutnya
untuk mencurangi proses audit karena merasa tidak akuntabel.

• Kepatuhan Aturan
Memperkuat prinsip sebelumnya yakni transparasansi dan
akuntabilitas, kepatuhan aturan menjadi prinsip yang menegaskan
komitmen para pemangku kepentingan dalam mengelola lembaga
pendidikan. Aturan menjadi acuan utama dalam melakukan segala
aspek tata kelola. Kerangka kerja aturan mesti adil dan ditegakkan
secara tidak memihak, terutama dalam yang mengenai hak asasi
manusia.

Lembaga pendidikan seyogyanya berpihak pada keadilan yang


merata bagi semua orang, hal ini selaras dengan penerapan
nilai integritas yakni karakter adil. Siapapun yang melakukan
pelanggaran mesti diberikan sanksi yang sesuai dengan aturan

50 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


yang ditetapkan. Selain itu aturan juga akan memandu para
pengelola lembaga pendidikan untuk melaksanakan tata kelola
berintegritas.

Dimensi upaya Tata Kelola


• Partisipasi
Berintegritas antara lain :
1. Transparansi
Untuk dapat mewujudkan tata kelola berintegritas maka
2. Akuntabilitas
perlu memastikan adanya keterlibatan para pemangku
3. Kepatuhan Aturan
4. Partisipasi
kepentingan dalam perumusan dan pengambilan keputusan
5. Keadilan Layanan rencana pengembangan lembaga, baik langsung maupun tidak
6. Independensi Lembaga langsung. Sehingga program yang akan dilaksanakan benar-
7. Efektifitas dan Efisiensi benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi dari semua yang
8. Penegakan Aturan berkepentingan. Potensi kecurangan atau mengadakan program
yang mementingkan kepentingan sebagian kelompok akan
terhindarkan.

Prinsip ini selaras dengan komitmen untuk mewujudkan tata kelola


lembaga pendidikan yang transparan, akuntabel dan patuh aturan.
Dengan menerapkan prinsip ini maka akan semakin menguatkan
dan menegaskan komitmen para pengelola lembaga pendidikan
untuk lebih memerhatikan keterlibatan semua pihak dan bersama-
sama menegakkan penerapan integritas.

• Keadilan Layanan
Tata kelola lembaga pendidikan yang mengacu pada perlakuan
adil terhadap semua orang akan semakin menguatkan penerapan
integritas. Secara esensial fungsi dari pengelolalan lembaga
adalah menjalankan fungsi pelayanan kepada para penerima
manfaat (beneficiaries) maka komitmen untuk menjaga kualitas
layanan yang berkeadilan adalah sebuah keharusan bagi setiap
pengelola.

Berlaku adil selaras dengan penerapan nilai integritas.


Penyimpangan dari sifat laku adil akan menimbulkan kerugian
bagi pihak tertentu dan memicu dampak buruk berkelanjutan
bagi pihak yang tidak berlaku adil. Perilaku koruptif akan semakin
mudah dilakukan oleh seseorang dan bahkan akan terorganisir
pada suatu lembaga. Untuk menanggulangi penyimpangan
keadilan maka perlu kepekaan moral dari penerapan nilai-nilai
integritas agar dapat menilai apakah pelayanan yang diberikan
sudah sesuai dengan aturan dan tidak merugikan pihak tertentu.

• Independensi Lembaga
Suatu lembaga pendidikan mesti berlandaskan pemikiran yang
objektif dan tegak lurus terhadap penerapan nilai integritas.
Segala keputusan dan kebijakan dikelola dan diolah berlandaskan
informasi dan fakta yang dikembangkan secara substansial. Tata

__________________________________________________________________________________________  51
kelola yang independen dengan tidak memihak ke kelompok
yang berkepentingan akan mengindarkan lembaga dari upaya
penyimpangan integritas.

Prinsip ini menguatkan prinsip-prinsip tata kelola sebelumnya,


bahwa suatu lembaga semestinya dikelola dengan aturan yang
jelas dan berkeadilan. Para pengelola hanya patuh pada aturan
yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai integritas, jika ada potensi
intervensi penyimpangan dari suatu pihak maka dapat dengan
tegas menolak dan mempertahankan penerapan tata kelola
berintegritas.

• Efektifitas dan Efisiensi


Menguatkan prinsip sebelumnya bahwa tata kelola lembaga yang
berintegritas tak lepas dari kemampuan pengelola melaksanakan
program sesuai dengan kebutuhan yang telah disepakati bersama
oleh para pemangku kepentingan serta cermat dalam penggunan
sumber daya.

Potensi kecurangan yang muncul pada aspek pengelolaan sumber


daya ini akan semakin membesar jika tata kelola tidak dijalankan
dengan kesungguhan menjaga kualitas manajemen yang efektif
dan efisien. Perencanaan strategi dan konsep yang terukur
untuk meraih capaian yang ditetapkan adalah wujud penerapan
integritas, artinya eksekusi dijalankan dengan memerhatikan
kualitas. Sumber daya yang digunakan tepat guna dan sesuai
kebutuhan sehingga tidak berpotensi untuk dihambur-hamburkan
dan atau menguntungkan sebagian pihak yang melakukan
penyimpangan.

• Penegakan Aturan
Melengkapi ragam prinsip tata kelola lembaga pendidikan yang
berintegritas prinsip penegakan aturan ini menjadi komitmen
pamungkas para pengelola lembaga. Setelah semua prinsip
diterapkan dengan baik, maka praktik tata kelola berintegritas
yang berulang dan berkelanjutan ini mesti terus dipertahankan
dan ditegakkan sebagai suatu aturan yang baku dan dipatuhi
semua orang.

Penegakan aturan sebagai manifestasi sikap berintegritas.


Tata kelola lembaga yang sudah menerapkan prinsip-prinsip
integritas akan terus menerus menguatkan implementasi dan
mempertahankan kinerjanya dengan konsisten menegakkan
aturan.

52 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


D. Praktik Baik PAK
PAK dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bagian ini memberikan
2 (dua) ilustrasi praktik PAK, yakni teladan individu dan praktik baik
implementasi PAK.

1. Teladan individu

Bung Hatta
Mohammad Hatta, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Bung Hatta,
dikenal sebagai sosok yang sederhana dan berintegritas tinggi.
Dikarenakan integritas beliau, Wakil Presiden pertama Indonesia
ini pernah menjadi Penasehat Presiden dan Penasehat Komisi
IV tentang masalah korupsi pada 1969. Sepanjang hidup beliau,
terdapat beberapa kisah yang menggambarkan integritas Bung
Hatta. Salah satu contohnya adalah konsistensi dan keberaniannya
untuk tidak menerima tawaran menjadi komisaris Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Tawaran serupa juga datang dari perusahaan
swasta nasional maupun perusahaan asing. Beliau paham bahwa
seluruh tawaran tersebut hanya bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan atas posisinya sebagai mantan Wakil Presiden. Meskipun
saat itu keluarga Bung Hatta sedang dalam kesulitan keuangan,
beliau menempatkan diri sebagai negarawan yang memberi teladan
pada rakyatnya terkait bagaimana seharusnya mantan pejabat tinggi
bertindak.

Bung Hatta adalah sosok yang sangat berhati-hati dalam


memisahkan antara apa yang memang menjadi hartanya dengan
uang negara kendati memiliki jabatan tinggi. Ada satu kisah teladan
ketika Bung Hatta melakukan pengobatan ke luar negeri pada
1970-an sebagaimana diceritakan oleh Mahar Mardjono, ketua
tim dokter kepresidenan era Soekarno yang kemudian menjadi
rektor Universitas Indonesia periode 1974-1982. Ketika singgah di
Bangkok untuk kembali ke Jakarta, Bung Hatta bertanya kepada
sekretarisnya, Pak Wangsa, soal sisa uang yang diberikan negara
untuk pengobatannya. Ternyata sebagian uang tersebut masih utuh.
Sontak Bung Hatta memerintahkan sekretarisnya untuk segera
mengembalikan semua uang tersebut kepada pemerintah melalui
Kedutaan Besar Ri di Bangkok.

Rasanya hampir tidak terlihat perilaku Bung Hatta yang menyimpang


dari nilai integritas. Hal ini dikarenakan beliau sangat tegas untuk
bersikap antikorupsi hingga pada tindakan-tindakan terkecil
sekalipun. Seperti misalnya, beliau melarang keluarganya untuk naik

__________________________________________________________________________________________  53
ke mobil dinas semasa menjabat sebagai Wakil Presiden. Bung Hatta
juga konsisten melawan setiap ada penyimpangan dalam penggunaan
kekuasaan meskipun resikonya besar. Menjelang akhir hayatnya, Bung
Hatta tetap memegang teguh prinsip antikorupsi dengan menolak
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. “Tidak ingin
dimakamkan di samping koruptor”, ujar Meutia Hatta, anak dari beliau.
Bung Hatta lebih memilih untuk dimakamkan dekat dengan rakyat di
Tanah Kusir.

Nama Bung Hatta pun digunakan oleh organisasi non-profit


yang sadar mengenai bahaya korupsi bagi kelangsungan hidup
bermasyarakat dan berbangsa. Organisasi non-profit tersebut
bernama Perkumpulan BHACA (Bung Hatta Anti-Corruption Award).
Nama Bung Hatta dipilih karena beliau adalah figur bapak bangsa
yang memberi teladan untuk berperilaku jujur dan baik dalam
hubungan pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Bung Hatta juga sepanjang hidupnya tak pernah berhenti melawan
setiap bentuk penyimpangan kekuasaan, meskipun dengan itu beliau
harus menanggung resiko yang tidak ringan. BHACA aktif memberi
penghargaan kepada tokoh-tokoh publik yang memegang prinsip
kejujuran, dan sedapat mungkin menentang korupsi di lingkungannya.

Ki Hadjar Dewantara
Teladan lain datang dari sosok yang dikenal sebagai Bapak
Pendidikan Indonesia, yakni Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau
yang dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Seperti terpampang di
Museum Sumpah Pemuda, Ki Hadjar pernah berujar, “Aku hanya orang
biasa yang bekerja untuk bangsa Indonesia, dengan cara Indonesia.
Namun, yang penting untuk kalian yakini, sesaat pun aku tak pernah
mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak
pernah mengkorup kekayaan negara. Aku bersyukur kepada Tuhan
yang telah menyelamatkan langkah perjuanganku.”

Berbagai pandangan Ki Hadjar Dewantara juga banyak yang


mengandung nilai integritas. Ki Hadjar Dewantara telah jauh berpikir
dalam masalah pendidikan karakter. Beliau berpendapat bahwa
penting untuk mengasah kecerdasan budi agar dapat membangun
budi pekerti yang baik dan kokoh. Dengan begitu, akan terbentuk
kepribadian dan karakter yang akan senantiasa dapat mengalahkan
nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli (bengis, murka, pemarah, kikir,
keras, dan lain-lain). Dengan budi pekerti, manusia berdiri sebagai
manusia merdeka yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri.

54 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Manusia seperti itu adalah manusia yang beradab yang merupakan
maksud dan tujuan pendidikan.

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah


usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam
hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya
serta pengaruh lingkungannya, mereka memperoleh kemajuan
lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan. Sedang yang
dimaksud adab kemanusiaan adalah tingkatan tertinggi yang
dapat dicapai oleh manusia yang berkembang selama hidupnya.
Artinya dalam upaya mencapai kepribadian seseorang atau karakter
seseorang, maka adab kemanusiaan adalah tingkat yang tertinggi.
Ki Hadjar menyatakan kalau pengajaran adalah alat dan bukan
tujuan. Pengajaran matematika misalnya, ia adalah alat untuk
menghasilkan anak yang memiliki keterampilan dalam memahami
dan mempraktekkan rumusan hitungan secara tepat dan akurat.
Namun bersamaan dengan itu pengajaran matematika tersebut
harus diarahkan pada menghasilkan manusia yang dapat bersikap
teliti, cermat, kerja, teratur dan jujur.

Ki Hadjar Dewantara adalah sosok yang sangat sederhana


meskipun terlahir dari golongan bangsawan. Ungkapan, “lebih
baik tidak punya apa-apa tapi senang hati daripada bergelimang
harta namun tidak bahagia”, benar-benar terpatri dalam kehidupan
sehari-harinya. Sebagai golongan bangsawan tentu kemewahan
menjadi penampilan sehari-hari di masa itu. Secara berkebalikan, Ki
Hadjar Dewantara justru tampil seperti rakyat biasa pada umumnya.
Bahkan beliau selalu membeli perabotan bekas untuk menghiasi
isi rumahnya. Tentu, karena perabotan bekas pakai yang dijual itu
berharga murah. Bagi beliau, hal terpenting dari sebuah benda
adalah manfaatnya, bukan umurnya. Jikalau masih berguna, barang
bekas tak kalah dari barang baru. Ini sesuai dengan cara pandang Ki
Hadjar Dewantara terhadap kehidupan manusia.

Beliau pernah berujar, “Memayu hayuning sariro.., memayu hayuning


bangsa.., memayu hayuning bawana”. Artinya, apa pun yang
dikerjakan oleh seseorang harusnya bisa bermanfaat bagi dirinya
sendiri, bermanfaat bagi bangsa, dan bermanfaat bagi dunia. Bukti
kepeduliannya jelas terlihat dari kontribusi beliau dalam mendirikan
Taman Siswa: sebuah sekolah yang didirikan Ki Hadjar Dewantara
pada 1922 di Yogyakarta. Kita harus ingat bahwa di kala itu (era
kolonialisme), akses pendidikan bagi anak bangsa masih sulit akibat
politik rasial pemerintah Hindia Belanda. Sekolah itu beliau dirikan
untuk mendidik anak bangsa agar mencintai tanah air sebagai
semangat menuju kemerdekaan.

__________________________________________________________________________________________  55
Sederhana dan peduli adalah dua sikap antikorupsi yang begitu
penting. Sederhana dalam kehidupan artinya menolak segala
bentuk kemewahan yang mungkin diberikan bersamaan dengan
besarnya kekuasaan. Pada gilirannya, hal tersebut menjadikan
individu seperti Ki Hadjar Dewantara tidak akan menyelewengkan
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Sementara peduli berarti
memiliki kepekaan sosial yang tinggi, sehingga, tidak mungkin untuk
melakukan korupsi yang justru merugikan banyak orang.

Artidjo Alkostar
“Bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami” barangkali menjadi
adagium yang tepat menggambarkan sosok Dr. Artidjo Alkostar,
SH., LL.M., ketua kamar pidana Mahkamah Agung yang pensiun
sejak 22 Mei 2018 silam. Bagaimana tidak, Artidjo merupakan
sosok yang sangat berintegritas meski “godaan” untuk melakukan
penyelewengan jabatan sebagai hakim begitu besar. Pernah
dalam sebuah wawancara dengan seorang jurnalis, ketika ditanya,
“mengapa Anda begitu kuat melawan sistem yang tidak adil?” Artidjo
pun menjawab: “kuncinya ada di diri sendiri, bertindaklah sesuai
dengan nurani, karena dari nurani itulah keadilan dapat ditegakkan”.
Itulah mengapa sosok Artidjo bagaikan “jarum dalam jerami”.
Sepertinya begitu langka mencari sosok yang berintegritas penuh
kendati memiliki wewenang yang besar dalam konteks hari ini. Kini
Indonesia berduka karena Artidjo meninggal dunia pada awal 2021
lalu.

Artidjo lahir di Situbondo, 22 Mei 1948, dari orang tua asal Madura.
Menempuh pendidikan ilmu hukum di Universitas Islam Indonesia,
dan selepas kuliah menjadi advokat Lembaga Bantuan Hukum di
Yogyakarta. Sikap integritas Artidjo tidak pernah berubah sejak
beliau berprofesi sebagai advokat hingga menjadi hakim Mahkamah
Agung (MA). Berkali-kali Artidjo disuap untuk memberikan
kemudahan atas berbagai macam perkara, dan jawaban beliau
hanya satu, yaitu “tidak”. Pernah suatu ketika Artidjo menjabat hakim
agung, ada pengusaha yang tiba-tiba menyodorkan amplop berisi
uang ratusan juta rupiah. Sontak Artidjo marah besar dan mengusir
pengusaha tersebut keluar dari ruangannya.

Ketika diangkat menjadi hakim agung, Artidjo menjadi sosok yang


sangat berhati-hati dengan berbagai relasi personal yang dimilikinya.
Bahkan di pintu ruang kerjanya, Artidjo menempelkan tulisan: “Tidak
menerima tamu yang ingin membicarakan perkata”. Hal ini ia lakukan
untuk menghindari orang-orang yang datang memberikan tawaran
uang. Sikap integritasnya yang begitu luhur membuat kehidupannya

56 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


begitu sederhana. Harta kekayaan yang terbilang kecil untuk seorang
pejabat negara dengan kedudukan tinggi. Artidjo pun tidak memiliki
mobil pribadi. Bahkan di Jakarta, Artidjo tinggal sendiri dengan
mengontrak rumah sewa di bilangan Kramat Kwitang berdekatan
dengan sebuah mushola, tempat beliau berinteraksi sehari-hari
bersama warga.

Sikap integritasnya yang luar biasa juga tercermin dalam


profesionalitas Artidjo sebagai seorang hakim. Sejak diangkat
menjadi hakim agung sejak 2000 hingga 2018, ada lebih dari 19 ribu
berkas perkara yang beliau tangani. Sebagian dari perkara itu adalah
kasus korupsi yang dilakukan oleh berbagai politisi dan pejabat
publik. Artidjo selalu berprinsip untuk memberikan vonis hukuman
maksimal kepada koruptor, tidak memandang siapapun pelakunya.
Bagi Artidjo, korupsi adalah kejahatan besar yang merugikan
masyarakat. Jika konstruksi hukum memungkinkan, sebagaimana
yang beliau ungkapkan dalam wawancara di sebuah media massa,
beliau ingin agar koruptor dapat dihukum mati. Tidak mengherankan
jika di media, Artidjo dilabeli dengan “malaikat maut” atau “algojo
koruptor” karena ketegasannya dalam menghukum pelaku korupsi.
Padahal, sekali lagi, profesionalitasnya sebagai hakim adalah cermin
dari kuatnya nilai integritas dalam diri Artidjo.

2. Praktik baik implementasi PAK

Hong Kong
Hong Kong mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan
tanggung jawab pada anak-anak tingkat pra-sekolah usia tiga
tahun menggunakan media kartun bernama Gee-dor-dor. Kartun
ini digunakan sebagai alat internalisasi ide mengenai kebajikan
bermasyarakat yang ingin ditekankan sebagai nilai yang bertolak
belakang dengan korupsi.

Bagi siswa kelas menengah, pada usia 12-17 tahun, PAK mulai
memasuki ranah teoritis dan analitis. Siswa pada tingkatan ini
diajarkan tentang konsekuensi destruktif dari korupsi, legislasi
antikorupsi, dan cara membuat keputusan yang etis. Beberapa alat
belajar yang diimplementasikan dalam menyokong terbentuknya nilai
anti-korupsi adalah pentas drama interaktif dan permainan peran.
Pada ingkat perkuliahan, PAK difokuskan pada workshop antikorupsi
dan kelas berbasis diskusi yang memberi ruang bagi para pelajar
untuk merefleksi dan menemukan solusi bagi masalah korupsi secara
independen.

__________________________________________________________________________________________  57
Jepang
Jepang memiliki pendidikan karakter yang dinamakan doutoku-
kyouiku yang secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘pendidikan
moral’. Pendidikan moral ini ditanamkan dari jenjang SD sampai
dengan jenjang SMA. Dalam implementasinya, ada empat aspek
yang menggambarkan pendidikan moral ini.

• Moral kepada diri


• Moral kepada sesama
• Moral kepada alam
• Moral kepada masyarakat

Keempat moral tersebut ditanamkan sejak dini. Misalnya, peserta


didik kelas bawah pada sekolah dasar sudah diperkenalkan seikatsu
(kemampuan hidup/life-skill) seperti menyeberang jalan, etika
menggunakan kendaraan umum, dan aplikasi-aplikasi kejujuran yang
dipahami tidak hanya dengan suatu arahan dan contoh tetapi juga
diaplikasikan dengan memahami konsekuensi-konsekuensinya.

Kurikulum pendidikan moral ini masuk ke dalam kurikulum dasar


yang diajarkan di semua satuan pendidikan di Jepang. Sebagai
catatan, komponen Profil Pelajar Pancasila yang disusun oleh
Kemdikbudristek serupa dengan konsep yang dibangun di Jepang
dengan berbagai penyesuaian konteksnya. Oleh karena itu, ada
peluang sistemis yang baik untuk memasukkan PAK sebagai bagian
dari pendidikan karakter di jejaring pendidikan.

58 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Tiongkok
Di Tiongkok, nilai integritas dan antikorupsi telah terintegrasi dalam
bahan ajar dan kurikulum pendidikan. Strategi yang diterapkan
adalah menetapkan target pendidikan moral pada setiap jenjang
dengan pendekatan nilai-nilai tradisional dan cerita-cerita
kepahlawanan. Penanaman nilai yang berkesinambungan membuat
anak-anak di Tiongkok semakin “terpatri” akan nilai integritas dan
betapa bahayanya korupsi bagi kehidupan. Sebetulnya hal ini sejalan
dengan penerapan sanksi/hukuman yang begitu berat kepada
koruptor. Bahkan presiden Xi Jinping berjanji akan menindak tegas
koruptor dengan tetap mempertahankan hukuman mati bagi para
pelaku korupsi. Intinya, di Tiongkok dari segi pendidikan maupun
penindakan untuk mencegah korupsi dilakukan dengan optimal.

Ada beberapa program penanaman nilai integritas yang selama ini


telah diterapkan di Tiongkok.

• Kegiatan: Membaca/menonton & menemukan nilai-nilai karakter;


Mempraktekan dan interaksi sosial kaitan pengetahuan, bahasa
dan budaya; Menyeimbangkan ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik; Bermain, bercerita & pembiasaan; Pembiasaan
rutin, saat belajar, saat makan, di luar sekolah & di rumah
• Dukungan: Pedoman dan standar menjadi anak yang baik
didasarkan ajaran Konfusius; Karya-karya sastra klasik dengan
nilai2 karakter
• Nilai 7 pedoman anak baik: berbakti pada ortu, hormat senior
& menyayangi saudara/junior, mawas diri, bisa dipercaya,
mengasihi sesama manusia tanpa kecuali, bergaul dengan yg
berkebajikan, bila waktu & tenaga ada belajar ilmu sastra & seni.
• 5 sifat mulia: welas kasih, ksatria, tata susila/ etika,
kebijaksanaan, kredibilitas
• 8 budi pekerti: berbakti, persaudaraan, hormat pada yang lebih
tua, kesetiaan, dapat dipercaya, etika, kebenaran, kejujuran dan
tahu diri.

__________________________________________________________________________________________  59
Finlandia
Berhasil atau tidaknya membangun watak integritas sebuah bangsa
sangat ditentukan oleh kualitas sistem pendidikan yang dibentuknya.
Ketika banyak negara berprinsip “belajar lebih banyak! bekerja lebih
keras!” untuk mendorong kualitas intelektual dan moral peserta didik,
Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia justru
menerapkan konsep berkebalikan. Alih-alih mendorong keunggulan,
pendidikan di Finlandia justru mengutamakan kesetaraan. Ada
sepuluh alasan (World Economic Forum, 2018) yang membuat
Finlandia sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.

60 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• Tidak ada pengujian standar: Di Finlandia, seluruh peserta didik
dinilai secara individual oleh guru yang ditetapkan dalam sistem
penilaian mereka. Hal ini berlandaskan pada pengakuan atas
keunikan dan potensi setiap peserta didik. Dengan demikian,
peserta didik memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap institusi
pendidikan. Hal ini pada gilirannya membuat proses penanaman
moral berlangsung jauh lebih efektif.
• Guru berkompeten: Di Finlandia, syarat menjadi guru haruslah
minimal bergelar master. Hal ini membuat guru-guru di Finlandia
sudah memiliki keterampilan memadai dalam memberikan
pengajaran kepada peserta didik secara layak.
• Kerjasama, bukan kompetisi: Di Finlandia, sistem pendidikan
berprinsip pada kerjasama bukan kompetisi. Sistem pendidikan
tidak mengenal kompetisi yang menentukan siapa yang terbaik
dan tidak baik.
• Menjadikan hal-hal mendasar sebagai prioritas: Pendidikan
memang menginginkan agar peserta didik mampu memahami
sains dan pengetahuan. Akan tetapi, di Finlandia, hal-hal
mendasar justru sangat diperhatikan: pendidikan untuk
mengecilkan ketimpangan sosial; tersedianya makanan sekolah
gratis; kemudahan akses layanan kesehatan; konseling psikologi;
hingga bimbingan individu.
• Memulai sekolah di usia lebih tua: Di Finlandia, anak mulai
dimasukkan ke dalam sekolah pada usia tujuh tahun. Hanya
sembilan tahun wajib belajar diberlakukan.
• Memberikan pilihan pada jalur pendidikan bagi peserta
didik: Sekolah di Finlandia menyediakan banyak jalur yang
mengakomodasi pilihan-pilihan minat karir peserta didik.
• Orang Finlandia masuk sekolah lebih siang dan pulang lebih
cepat: Di Finlandia, biasanya sekolah dimulai pukul 9 (sembilan)
pagi dan sudah dapat pulang kembali pada pukul 2 (dua) siang.
• Konsistensi instruksi dan penegakan aturan: Setiap aktor di
institusi pendidikan memiliki kesamaan instruksi dan aturan yang
konsisten untuk sama-sama ditegakkan.
• Suasana belajar yang rileks: Ruang kelas untuk menciptakan
suasana belajar yang rileks dengan tidak merasa terbebani.
Waktu belajar yang tidak terlalu banyak dalam sehari. Bahkan,
sekolah di Finlandia mengizinkan peserta didik untuk tidur
sejenak selama 15 hingga 20 menit.
• Lebih sedikit Pekerjaan Rumah: Pekerjaan Rumah yang diberikan
siswa Finlandia adalah yang paling singkat dan sedikit sedunia.
Rata-rata mereka hanya memakan 30 menit dalam sehari untuk
mengerjakan Pekerjaan Rumah dari sekolah.

__________________________________________________________________________________________  61
BA Aisyiyah Kajen Klaten
Implementasi PAK di BA Aisyiyah Kajen di Kabupaten Klaten dilaksanakan
melalui insersi pada kegiatan pembelajaran di kelas yang terintegrasi dalam
beragam program seperti integrity game based learning bernama DONAT
[DOlanaN Anak hebaT], safari sholat dhuha, program #CARILEM (bercerita,
menari, menonton film, dll).

Program DONAT merupakan salah satu inovasi dan model pembelajaran


kreatif PAK dengan dukungan video interaktif, yang terbagi dalam
beberapa zona nilai integritas. Program ini merupakan bentuk dedikasi dari
Ibu Intan Hestika sebagai salah satu guru BA Aisyiyah Kajen yang pernah
mengikuti program Teacher Supercamp 2016, dan tersertifikasi sebagai
Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) wilayah Jawa Tengah. Program DONAT
bertujuan menguatkan karakter integritas pada anak, menumbuhkan
multiple intelegensi, mengaktifkan otak kanan dan kiri, serta
menyeimbangkan kognitif dan motorik pada anak.

Selain menjadikan nilai-nilai integritas pada capaian pembelajaran,


PAK juga dilaksanakan melalui pembiasaan seperti nilai tanggung
jawab diwujudkan dengan membereskan mainan pasca digunakan dan
mengerjakan project kelompok tepat waktu. Nilai disiplin juga diwujudkan
dengan pembiasaan senyum salam sapa kepada guru sebelum masuk
kelas, meletakkan sepatu dan tas serta berpakaian sesuai aturan. Nilai
jujur dan berani dengan memberi kesempatan anak untuk menyampaikan
ide dan pendapatnya, dengan bahasa anak dan kebenaran yang di yakini.
Metode ini juga dapat membangun trust pada diri siswa dan apresiasi atas
kejujurannya.

PAK dilaksanakan secara menyeluruh pada kegiatan ekstrakulikuler,


intrakulikuler dan kokurikuler. Kegiatan outing class mengajak anak refresh
pembelajaran di luar kelas dan mendorong munculnya nilai peduli dengan
memahami kondisi sekitar.

Para aktor kunci PAK seperti guru, orang tua, kepala sekolah, tenaga
kependidikan dan lainnya berkolaborasi dan berkomitmen, serta
menjadikan program PAK sebagai misi bersama. Kesadaran orang dewasa
sekitar sebagai teladan integritas anak sangat penting dalam membangun
dan penguatan karakter integritas anak sehari-hari, karena siswa usia
dini merupakan peniru ulung perilaku di sekitarnya melalui pengamatan
dan modifikasi aksi. Selain itu penguasaan story telling dan keterampilan
para aktor kunci PAK dalam bermain peran dibutuhkan untuk memantik
respon siswa, serta menggunakan pendekatan sebab-akibat dan berpikir
kritis yang mendorong pemahaman dasar kepada siswa atas perbuatan
yang dilakukan, karena karakter tidak dapat instan dan untuk melihat
manfaatnya memerlukan waktu dan proses. Melalui pendidikan karakter,
sekolah berharap integritas dapat mendasari siswa dalam bertumbuh
dewasa dan terus menjaga marwahnya.

62 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Sekolah Dasar (SD)
Muhammadiyah 1 Ketelan
Surakarta
Siapa bilang tidak ada praktik baik PAK di sekolah-sekolah di
Indonesia? Salah satu sekolah yang telah menerapkan PAK
dengan baik adalah SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta. SD
Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta mengajarkan 9 (sembilan) nilai
integritas melalui berbagai metode dan sarana pendukung. Metode-
metode itu antara lain melalui integrasi, ekstrakurikuler, intrakurikuler,
kokurikuler, dan habituasi (pembiasaan).

Jika di Hong Kong anak-anak diperkenalkan nilai integritas melalui


kartun, di SD Muhammadiyah 1 Surakarta media yang digunakan
menyelaraskan dengan kearifan lokal yaitu sarana wayang. Anak-
anak diceritakan kisah-kisah pewayangan yang memiliki nilai
integritas. Selain itu, peserta didik juga belajar sikap antikorupsi
melalui permainan SEMAI (sembilan nilai permainan anak antikorupsi)
yang diinisiasi oleh Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK). Secara
sistem, sekolah juga menyiapkan infrastruktur dan sarana “MI Smart
Card” sebagai satu data informasi peserta didik mulai dari saldo uang
elektronik, riwayat kehadiran, riwayat kesehatan, dan riwayat belanja
di kantin maupun koperasi sebagai media monitoring orang tua/
walimurid maupun guru terhadap perilaku sehari-hari peserta didik di
sekolah. Sekolah juga menyediakan sarana kebutuhan pribadi gratis
khusus peserta didik putri, yang pengambilan dan pencatatannya
dilakukan secara mandiri oleh peserta didik. Adanya fasilitas-fasilitas
semacam ini digunakan untuk melatih kejujuran para peserta didik di
SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta.

__________________________________________________________________________________________  63
SD Juara Bandung
PAK yang diselenggarakan di SD Juara Bandung menjadi contoh
baik karena melibatkan partisipasi orang tua / wali murid pada
penerapannya. Terdapat log book yang diberikan dan kemudian
diisi oleh orang tua / wali murid dari setiap tindakan positif yang
telah dilakukan peserta didik, terutama ketika sedang berada di luar
sekolah. Tidak hanya itu, terdapat indikator yang dapat diterapkan
orang tua / wali murid sehingga lebih efektif dalam menanamkan
nilai-nilai integritas kepada anak. Panduan nilai integritas dan sikap
antikorupsi juga diberikan kepada orang tua dalam konteks relasinya
dengan pihak sekolah. Misalnya, orang tua / wali murid dilarang
untuk memberikan hadiah kepada guru (terutama saat pembagian
laporan belajar siswa) yang merupakan bentuk gratifikasi.

Pelibatan orang tua / wali murid adalah langkah yang sangat tepat
dalam konteks pendidikan termasuk PAK. Bagaimanapun, keluarga
adalah pihak utama yang paling bertanggung jawab atas pendidikan
anak. Pelimpahan sepenuhnya tanggung jawab tersebut kepada
pihak sekolah sejatinya adalah kesalahan besar. Orang tua adalah
key players yang menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-
nilai etika, termasuk integritas, kepada anak-anak mereka sejak usia
dini hingga beranjak dewasa.

64 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


SD GagasCeria
Berlokasi di Kota Bandung, SD GagasCeria merupakan sekolah
yang memiliki komitmen menerapkan pendidikan antikorupsi sejak
awal dicanangkan. Bahkan pada tahun 2018, KPK telah menetapkan
bahwa SD GagasCeria merupakan salah satu sekolah percontohan
pendidikan antikorupsi. Hal ini dikarenakan tata nilai yang diterapkan
oleh kurikulum sekolah ini sejalan dengan semangat antikorupsi
yaitu pendidikan karakter 7 habits dan 4 tata nilai gagasceria
(cinta, integritas, persisten, dan sinergi). Internalisasi nilai-nilai
integritas ini dilakukan dengan menggunakan metode yang cukup
beragam diantaranya media buku berbagai topik, games, dongeng,
dan boardgame. Selain itu, guru-guru di SD GagasCeria juga
mengajarkan melalui lagu-lagu yang menarik untuk diikuti oleh
anak-anak, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan
nilai-nilai integritas juga mudah diserap oleh anak-anak. Lagu-lagu
ini bahkan banyak yang juga diciptakan sendiri oleh guru-guru di SD
GagasCeria.

Selain penanaman nilai-nilai integritas dalam pembelajaran,


sekolah ini juga mendorong terciptanya ekosistem pendidikan yang
berintegritas, diantaranya:

1. Orang tua tidak diperbolehkan memberikan sesuatu saat


pembagian raport
2. Guru mendidik para pelajar untuk selalu berkata jujur meskipun
melakukan kesalahan
3. Orang tua dilibatkan dalam proses belajar mengajar misalnya
dengan menjadi narasumber

Kebijakan ini menjadikan Pendidikan Antikorupsi di SD GagasCeria


berjalan dengan komprehensif, bahwa penanaman nilai antikorupsi
dan penciptaan ekosistem yang berintegritas berjalan beriringan
untuk mendorong terciptanya generasi antikorupsi. Mengutip
Juliasih, sebagai salah satu guru yang mengajar di SD GagasCeria, “It
takes a village to raise a child ada peran orang tua dan masyarakat
untuk mendidikan anak-anak, kita semua bertanggungjawab.”

__________________________________________________________________________________________  65
MAN Insan Cendekia
Serpong
PAK pada MAN Insan Cendekia Serpong telah diterapkan dalam
beragam metode dengan tidak hanya dikenalkan melalui insersi pada
mata pelajaran kewarganegaraan, tetapi telah menjadi pembiasaan
atau habituasi yang akhirnya dapat membentuk integritas ekosistem
pendidikan di lingkungan peserta didik, tenaga kependidikan
dan tata kelola pendidikan. De-normalisasi korupsi di MAN Insan
Cendekia Serpong khususnya pada tindakan menyontek dapat
dikatakan berhasil dengan kesadaran diri dari setiap siswa bahwa
menyontek merupakan tindakan yang sangat tabu. Hal tersebut
membentuk keseragaman persepsi bahwa menyontek adalah
perbuatan janggal, tidak etis dan memalukan. Penanaman nilai
pada setiap peserta didik diikuti dengan tanggung jawab sebagai
insan cendekia untuk selalu menjaga integritas diri, menjaga nama
baik angkatan dan almamater sekolahnya. Salah satu sanksi yang
diberikan kepada siswa yang diketahui menyontek adalah pemberian
nilai nol tanpa kesempatan remedial, pengakuan siswa di depan
teman-teman kelas dan angkatan atas perbuatannya, serta ditutup
dengan nasihat dari siswa terkait ke teman-temannya untuk tidak
meniru perbuatan tersebut. Insan cendekia tidak hanya didorong
disiplin dalam mentaati peraturan namun juga berani mengakui
kesalahan dan memperbaikinya. Di sisi lain siswa diajarkan untuk
memiliki nilai kerja keras dan kebersamaan dalam kebaikan, sehingga
apabila terdapat siswa yang nilainya tertinggal, secara inisiatif
teman-teman lainnya membantu siswa tersebut melalui kegiatan
belajar bersama.

66 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


SMP Negeri Ekologi Kahuripan
Padjajaran Purwakarta
SMP Negeri 10 Purwakarta mengalami perubahan nomenklatur
menjadi SMP Negeri Ekologi Kahuripan Padjajaran Purwakarta
berdasarkan SK Bupati Purwakarta tahun 2023. Ekologi menjadi
nama yang tepat karena sekolah tersebut berbasis lingkungan
dimana kegiatan siswa didominasi dengan kegiatan pembelajaran di
luar kelas, serta pembiasaan berkaitan dengan lingkungan.

Nilai peduli diusung tinggi pada sekolah ini terutama kepedulian


lingkungan bagaimana merawat bumi dan juga menghargai bumi.
Siswa juga diasah untuk memiliki rasa empati terhadap kondisi
sekitar. Pendidikan antikorupsi di Purwakarta berdasarkan pada
Peraturan Bupati Nomor 110 tahun 2019 dan sejalan dengan 5 bunga
karakter pendidikan di Purwakarta, salah satunya adalah Pendidikan
Karakter 7 Poe Atikan yang mendorong proses menumbuhkan
semangat nasionalisme dan cinta tanah air, meningkatkan wawasan
sesuai perkembangan zaman, internalisasi nilai melalui kearifan lokal
masyarakat sunda, menjadi siswa yang kreatif dan peka terhadap
lingkungan social, serta mengasah kesucian hati, jiwa dan pikiran
agar selalu mendekatkan diri dengan Tuhan YME.

Internalisasi nilai dilakukan melalui pembelajaran dan pembiasaan.


Pendidikan karakter tidak hanya disampaikan guru di dalam kelas
melalui kegiatan ceramah, SMPN Ekologi Kahuripan Padjajaran
Purwakarta menggunakan pendekatan alam dan budaya asli sesuai
ajaran leluhur atau kearifan lokal dalam pelaksanaan pendidikan
karakter integritas. Beberapa diantaranya seperti :

1. Program Tatanen (menyemai benih hingga panen)


2. Program Agenda Botram (makan bersama)
3. Program Kendis yaitu Kartu (Kendali Disiplin Siswa)
4. Program Beas Kaheman (Beras Kasih Sayang)

Pendidikan karakter ini merupakan bagian dari 3 nilai utama


pendidikan karakter purwakarta yaitu kesadaran religius, kesadaran
sosial dan kesadaran ekologis yang diharapkan anak-anak memiliki
karakter-karakter yang baik dan istimewa, serta memiliki rasa
kepedulian dan empati terhadap sesama. Dalam melaksanakan
pendidikan karakter, sekolah bekerjasama dengan orang tua atau
walimurid untuk saling bersinergi. Perlu konsistensi agar setiap
program ini berlanjut dan berjalan agar dapat terus berkembang.

__________________________________________________________________________________________  67
SMA Citra Kasih Jakarta
“Integrity Award” merupakan penghargaan bagi siswa berintegritas
yang diadakan oleh SMA Citra Kasih Jakarta setiap tahunnya.
Penghargaan tersebut menjadi salah satu inovasi untuk mendorong
setiap siswa mematuhi peraturan dan ketentuan di sekolah dengan 3
kriteria yaitu Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship
dimana setiap kriteria memiliki indikator-indikator penilaian
berdasarkan sikap dan perilaku siswa sehari-hari. PAK di SMA Citra
Kasih Jakarta diperkuat dengan membangun ekosistem berintegritas
di lingkungan siswa, guru, karyawan dan orang tua melalui
penetapan peraturan dan pembiasaan, beberapa diantaranya
larangan pemberian gratifikasi dari orang tua ke guru dan karyawan
secara personal untuk menjaga objektivitas guru terhadap siswa,
serta penandatanganan pakta integritas siswa dan orang tua.
Pembangunan integritas ekosistem didukung dengan pendekatan
teknologi sistematis seperti penggunaan barcode siswa untuk
pendataan siswa yang terlambat dan penggunaan exam browser
saat ujian sehingga siswa tidak dapat membuka browser/aplikasi lain
saat pengerjaan soal.

68 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Institut Teknologi Bandung
(ITB)
ITB menjadi salah satu Perguruan Tinggi (PT) yang dapat menjadi
contoh baik penerapan PAK dalam jenjang pendidikan tinggi.
ITB menerapkan PAK dengan cara yang sangat terstruktur dan
sistematis (means to end). Apa yang menarik dari penerapan PAK
di ITB pendekatannya bukan semata ceramah satu arah, melainkan
60 persennya merupakan praktik. Mereka melakukan sharing
dengan para pihak yang terlibat langsung pada agenda antikorupsi.
Misalnya, saksi ahli dalam kasus korupsi simulator SIM merupakan
akademisi dari ITB. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran
antikorupsi adalah problem-based learning di mana para mahasiswa
memahami dan menganalisis secara langsung dari masalah-masalah
yang terjadi di dunia nyata.

__________________________________________________________________________________________  69
Universitas Paramadina
Sejak tahun 2008, Universitas Paramadina merupakan Perguruan
Tinggi pertama yang mewajibkan mata kuliah antikorupsi bagi
seluruh mahasiswa. Mata kuliah ini diampu oleh dosen-dosen yang
dari berbagai program studi yang memiliki keteladanan integritas dan
semangat perlawanan korupsi. Pengajaran tidak hanya dilakukan di
dalam ruang kelas namun juga melalui berbagai metode yang bersifat
project seperti investigative report, kampanye melalui sosial media,
hingga penyuluhan antikorupsi kepada masyarakat.

Selain itu, beragam inovasi juga dilakukan oleh Universitas


Paramadina dalam mengiternalisasi nilai-nilai integritas kepada
peserta didik termasuk membangun ekosistem pendidikan yang
berintegritas. Tahun 2012, Universitas Paramadina mengeluarkan
panduan integritas akademik yang cukup komprehensif dalam
mendorong terwujudnya ekosistem yang berintegritas. “Pencegahan
dan Sanksi terhadap Praktek Penyalahgunaan Narasumber dan
Penjiplakan & Kode Etik Kegiatan Akademik” berisi tentang sejumlah
jenis-jenis penyalahgunaan dalam penulisan ilmiah seperti plagiarism,
selfplagiarism, double dipping, salami slicing, data augmentation,
dan lainnya. Panduan juga berisikan sanksi pelanggaran tersebut dari
sanksi yang paling ringan hingga sanksi serius yaitu dikeluarkan dari
Universitas Paramadina. Panduan ini tidak hanya diberlakukan untuk
mahasiswa namun juga untuk dosen dan staf kampus lainnya.

Universitas Paramadina juga aktif dalam melibatkan unit kegiatan


mahasiswa dalam rangka menanamkan nilai-nilai integritas dengan
dilakukannya kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai antikorupsi
seperti “Pekan Integritas”. Dalam kegiatan ini , mahasiswa yang
berperan aktif dan melibatkan seluruh unsur civitas akademika
Paramadina maupun publik secara luas. Dengan segenap kegiatan
tersebut, Universitas Paramadina menunjukkan bahwa komitmen
‘integritas menjadi nafas dalam semua aktifitas kampus’ bukanlah
hanya diatas kertas.

70 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


__________________________________________________________________________________________  71
A.
Logical
framework PAK
Pendidikan, sebagaimana dikatakan Nelson Mandela, adalah
senjata ampuh untuk mengubah dunia. Berdasarkan premis
ini PAK memainkan peranan yang sangat penting dalam
mentransformasi dari aspek kultur, struktur, hingga psikologis
masyarakat agar menjadikan sikap integritas sebagai praktik
utama sehari-hari. Namun, merujuk pada Panth (2011), proses
tersebut menjadi tantangan besar mengingat korupsi yang kini
semakin terinstitusionalisasi. Seberapapun besarnya tantangan
yang dihadapi, strategi antikorupsi melalui pendidikan tetap akan
memberikan dampak positif selama berdiri di atas beberapa prinsip
dasar dari pendidikan itu sendiri. Beberapa prinsip dasar dalam
pendidikan untuk mentransformasi masyarakat yang diperkenalkan
Lederach (1995: 26) menjadi begitu relevan:

• Prinsip pertama bahwa pendidikan tidak pernah bersifat netral.


Sifatnya yang transformatif terhadap masyarakat membuat
pendidikan akan selalu berpihak pada nilai besar yang diusung.
Dalam PAK, integritas adalah nilai utama yang diusung.

• Prinsip kedua bahwa pendidikan adalah proses saling timbal


balik. Maksudnya, pendidikan adalah proses interaksi antara
pendidik dan peserta didik guna menghasilkan refleksi dan aksi
yang saling berkesinambungan. Integritas bukanlah nilai yang
semata-mata dipahami dan dimengerti, melainkan juga harus
direfleksikan bersama. Sampai pada titik di mana bersikap
integritas adalah tindakan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

• Prinsip ketiga bahwa manusia adalah sumber daya (resources),


bukan semata-mata penerima (receivers). Peserta didik
tidaklah seperti bank tempat para pendidik mendepositkan
pengetahuannya. Sebaliknya, peserta didik adalah insan aktif
yang memiliki basis pengetahuannya sendiri. Mereka adalah
sumber daya berharga yang harus diberikan arahan agar kelak
mampu berkontribusi positif bagi kemajuan masyarakatnya.

72 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• Prinsip keempat bahwa pendidikan mestilah berbasiskan
pada situasi-situasi nyata dalam kehidupan. Proses pendidikan
tidaklah abstrak, tetapi riil dalam menghadapi segala bentuk
problematika kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam posisi
ini, korupsi mestilah dialamatkan sebagai masalah fundamental
sehingga peserta didik memahami secara utuh betapa
berbahayanya tindakan tersebut. Dengan pemahaman itu,
peserta didik semakin termotivasi untuk mempraktikkan sikap
integritas dalam upaya melawan kejahatan korupsi.

Sandaran dari empat prinsip di atas penting agar PAK benar-benar


menyentuh hingga ke dalam “jiwa” masyarakat. Itulah mengapa
PAK bukan semata proses transfer materi, dan lebih dari itu, ia
adalah upaya holistis yang menyangkut sistem pendidikan secara
keseluruhan. Sebagaimana dipaparkan bab sebelumnya, Stranas
PAK ini mengadopsi setidaknya dua strategi yaitu internalisasi
nilai kepada peserta didik dan mendorong integritas ekosistem
pendidikan. Kedua aspek ini begitu penting karena saling
berkesinambungan antara yang satu dengan lainnya. Internalisasi
nilai tidak akan terwujud tanpa ekosistem dan tata kelola institusi
yang mendukung integritas. Sebaliknya, institusi berintegritas tidak
akan berarti apapun tanpa adanya upaya membangun karakter
peserta didik agar dengan sukarela mengamalkan nilai-nilai
integritas.

Sebagaimana yang juga telah disinggung sebelumnya, upaya PAK


ini tidak akan cukup apabila dilaksanakan oleh KPK sendiri. KPK
menyadari keterbatasan jangkauan institusi dalam melakukan PAK.
Oleh karena itu, KPK perlu berkolaborasi dengan instansi pemerintah
lain dan masyarakat, khususnya para pegiat antikorupsi. Gambaran
upaya dan peta kewenangan ini sejalan dengan Undang-Undang

__________________________________________________________________________________________  73
Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas undang-
undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut mendorong
KPK menyusun PAK sebagai sebuah gerakan yang tidak hanya
didorong oleh Direktorat Jejaring Pendidikan, tetapi juga KPK secara
keseluruhan dan pemangku kepentingan PAK lainnya (selanjutnya
disebut jejaring PAK). Agenda PAK yang diusung dalam Stranas PAK
ini terangkum dalam logical framework Stranas PAK sebagaimana
terlihat pada gambar 2.1 di bawah.

Gambar 2.1 Sebagaimana ditunjukkan pada bagian sebelumnya, strategi


Logical framework PAK
pertama (internalisasi nilai kepada peserta didik) dan strategi kedua
(membangun integritas ekosistem pendidikan) adalah dua aspek
yang tidak terpisahkan. Kualitas dari proses internalisasi melalui
pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan begitu dipengaruhi
oleh ekosistem yang dibentuk. Pada sisi lain, ekosistem berintegritas
juga dibentuk oleh individu-individu berintegritas tidak hanya para
peserta didik, melainkan juga seluruh aktor di dalamnya.

74 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Pertama-tama harus diasumsikan bahwa ekosistem dan individu
pada dasarnya saling terkait (model ekologi sosial). Dalam
menunjang proses internalisasi nilai, penerapan model ethical virtues
dan tata kelola transparan-akuntabel-partisipatif menjadi kunci
untuk membentuk ekosistem berintegritas. Ekosistem berintegritas
maksudnya adalah ketika sikap antikorupsi menjadi sesuatu
yang dianggap mainstream (seperti pengalaman Denmark). Pada
gilirannya, ketika pengarusutamaan nilai integritas terbentuk dalam
ekosistem pendidikan, akan beriringan dengan proses de-normalisasi
korupsi. De-normalisasi dapat dikatakan berhasil ketika para aktor di
dalam ekosistem memiliki persepsi bahwa korupsi adalah perbuatan
janggal, tidak etis, bahkan dianggap menjijikan. Hingga pada titik
keberadaan korupsi sekecil apapun dianggap sebagai masalah yang
sangat serius.

Integritas ekosistem artinya para aktor-aktor utama (tenaga


pengajar/pendidik; tenaga kependidikan; ASN di sektor pendidikan)
dalam penyelenggaraan pendidikan juga berintegritas. Hal ini
menjadi pendorong utama yang meningkatkan tidak hanya akses
melainkan juga kualitas pembelajaran di lingkungan pendidikan.
Artinya, internalisasi nilai-nilai integritas kepada peserta didik juga
akan semakin efektif.

Proses internalisasi nilai integritas itu sendiri memperhatikan karakter


pada setiap jenjang pendidikan berdasarkan tahapan perkembangan
moral. Dengan proses yang berkesinambungan, diharapkan integritas
menjadi nilai utama yang dimiliki peserta didik ketika mereka
berkontribusi bagi masyarakat apapun bidangnya. Namun, tentu
saja proses itu tidak terjadi secara instan: ada tahapan-tahapan di
mana peserta didik mulai menyukai (liking), menjadikannya sebagai
acuan (preference), diyakini (conviction), hingga menjadi perilaku
utama (behavior). Pada satu sisi, integritas menjadi nilai dasar yang
memotivasi setiap tindakan individu. Apapun kondisi yang dihadapi,
individu berintegritas memiliki keberanian moral. Sementara di sisi
lain, integritas juga menjadi sesuatu yang dirasionalisasi dalam
berbagai bentuk tindakan (reasoned action).

Stranas PAK memiliki tujuan akhir untuk meningkatkan angka


persepsi korupsi yang secara langsung tercermin pada menurunnya
tingkat tindak pidana korupsi. Tujuan tersebut secara bertahap
dicapai melalui pemenuhan output dan outcome. Outcome
yang diidealkan terjadi setidaknya dalam 3-5 tahun ke depan
mencerminkan dua strategi yang diusung: terlaksananya integrasi
PAK pada setiap jenjang pendidikan dan integritas ekosistem
pendidikan yang telah terbentuk. Dalam mencapai tujuan tersebut

__________________________________________________________________________________________  75
ada 3 (tiga) program utama Direktorat Jejaring Pendidikan yang
dituangkan pada Stranas PAK, yaitu:

• Integrasi materi PAK yang dapat digunakan oleh lembaga


pendidikan formal maupun non-formal. Output dari program ini
adalah kesiapan substansi, instrumen, model pembinaan, dan
evaluasi.
• Membangun integritas ekosistem yang mendukung PAK dan
upaya pemberantasan korupsi. Output dari program ini adalah
kesiapan model pembangunan integritas ekosistem dan sistem
pendukungnya.
• Memberdayakan jejaring pendidikan untuk mendukung PAK baik
dalam bentuk kerjasama langsung atau kolaborasi independen.
Output dari program ini adalah terbentuknya kolaborasi PAK
dengan jejaring pendidikan.

Dalam melakukan ketiga program tersebut, ada tiga tipologi


kegiatan yang menjadi komposisi kegiatan atau program PAK secara
keseluruhan. Ketiga tipologi tersebut adalah:

• Kategori A: Kegiatan fundamental yang sistemis.


Misalnya, KPK menyusun materi-materi PAK yang dapat diadopsi
oleh Kemdikbudristek dan Kemenag sebagai rangkaian materi
pada kurikulum pendidikan karakter. Dengan demikian, materi
tersebut dapat masuk ke dalam sistem pendidikan nasional dan
digunakan oleh pendidik dalam skala besar.
• Kategori B: Kegiatan berjenjang yang berkelanjutan.
Misalnya, materi yang diadopsi oleh Kemdikbudristek dan
Kemenag didesain sedemikian rupa agar dapat diadopsi mulai
dari jenjang pendidikan usia dini sampai dengan pendidikan
tinggi. Dengan demikian, peserta didik terpapar nilai integritas
yang secara langsung dikurasi oleh KPK. Selain itu, materi-materi
dapat disesuaikan dengan kondisi dan konteks pembelajaran
yang tepat dengan adanya materi yang berjenjang.
• Kategori C: Kegiatan yang responsif.
Misalnya, program memberikan penghargaan atau forum diskusi
yang dilakukan insidental atau rutin menyesuaikan isu dan
konteks yang sedang hangat diperbincangkan atau didiskusikan
di masyarakat pada periode waktu terkait.

Penerapan strategi implementasi berdasarkan logical framework di


atas memiliki beberapa aspek yang juga penting untuk diperhatikan.
Aspek-aspek tersebut mencakup; i) prinsip dalam PAK; ii) prasyarat
PAK; dan iii) elemen kunci implementasi strategi.

76 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


1
Prinsip KPK dalam PAK
Seperti mendirikan sebuah bangunan, penyusunan strategi PAK
membutuhkan dasar-dasar yang kuat untuk menopang wahana-
wahana yang ada di atasnya. Dalam konteks ini, perwujudan fondasi
tersebut dituangkan dalam 5 (lima) prinsip PAK (Lima Prinsip PAK),
antara lain:

Substantif
Penyusunan kurikulum, konten, dan strategi penyampaian harus
mengutamakan kualitas substansi. Dengan kata lain, nilai integritas
harus menjiwai aspek-aspek pembelajaran yang dituangkan dalam
setiap materi, baik yang merupakan materi formal/terstruktur (e.g.,
integrasi kurikulum dan pelatihan kedinasan) maupun materi yang
informal/abstrak (e.g., publikasi umum dan buku cerita anak).

Berjenjang dan berkelanjutan


Materi-materi yang disusun, khususnya materi formal, disesuaikan
dengan kemampuan peserta didik. Misalnya, materi-materi untuk
jenjang PAUD disesuaikan dengan konten-konten yang sesuai
dengan kemampuan yang selayaknya dimiliki oleh peserta didik
jenjang PAUD. Begitu pula materi-materi yang disusun untuk jenjang
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi di mana penyesuaian juga
dilakukan untuk memastikan substansi dan teknik penyampaian
sesuai dengan kemampuan peserta didik.

Adapun untuk materi-materi umum dan kedinasan, konten


disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang sesuai. Misalnya, materi
kedinasan untuk calon ASN disusun berjenjang pula yang mencakup
tahap pengenalan, aplikasi, dan evaluasi kritis. Kompleksitas cakupan
pekerjaan yang berbeda pada setiap jenjang jabatan ASN juga
menjadi acuan penyusunan konten sehingga materi yang diberikan
dapat diterima dengan baik secara bertahap.

Konten yang disusun berjenjang akan diserap sesuai dengan


karakter dan kemampuan setiap jenjang sehingga proses belajar
akan terinternalisasi dengan baik hingga dapat menumbuhkan
kebiasaan. Ketika kebiasaan baik sudah terbentuk tandanya

__________________________________________________________________________________________  77
proses belajar berjalan optimal dan siap untuk berlanjut ke jenjang
berikutnya seiring tantangan dan kompleksitas yang meningkat.
Kesiapan diri yang terus berkesinambungan dan membentuk harmoni
antar jenjang inilah yang menandakan bahwa pendidikan antikorupsi
berhasil dilaksanakan dengan berkelanjutan.

Komprehensif
PAK disajikan dalam bermacam-macam bentuk, antara lain
intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan pembiasaan yang merupakan
bagian dari pendidikan karakter. Prinsip ini dituang dengan
argumentasi karakteristik materi yang berbeda-beda. Misalnya,
materi yang bersifat teoritis cenderung lebih mudah diajarkan dalam
bentuk intrakurikuler yang dilengkapi fasilitator. Sedangkan, aplikasi
dan pembiasaan cenderung lebih efektif untuk diterapkan dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Implementasi yang terkait adalah
proses pemantauan dan pembinaan yang dilakukan oleh pendidik
di sekolah terhadap peserta didik. Ketika peserta didik melakukan
hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai integritas, pendidik dapat
mengarahkan dengan teknik dan substansi yang sesuai.

Kreatif dan relevan


Penyusunan materi dan strategi penyampaian dilakukan secara
kreatif agar menggugah dan mendorong atau menumbuhkan
kesadaran, pemahaman, dan kebiasaan baru yang baik. Selain
itu, proses penyusunan juga harus relevan dari segi materi dan
penyampaian. Misalnya, ketika pendidik menyusun teknik-teknik
pengajaran materi antikorupsi, mereka perlu mengutamakan
efektivitas pembelajaran alih-alih kecanggihan atau keunikan
tekniknya. Hal ini perlu dipahami oleh pengembang metode
pembelajaran—baik pendidik atau pihak lain yang mengembangkan
metode secara profesional—agar mengutamakan kualitas
pembelajaran di atas sekadar menciptakan keunikan atau kebaruan
metode.

Kolaboratif
Dalam membangun ekosistem pembelajaran, pemangku kepentingan
perlu menyadari bahwa kita harus bergerak bersama. Misalnya,
satuan pendidikan perlu dukungan orang tua peserta didik dan
masyarakat dalam mendidik anak terkait nilai integritas. Kolaborasi
ini penting, khususnya untuk memberikan contoh yang baik bagi
anak-anak dan mendukung pembiasaan pengamalan nilai integritas.

78 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Prinsip kolaborasi ini juga berlaku pada pemanfaatan materi-materi
antikorupsi yang tersedia. Misalnya, materi antikorupsi untuk
pendidikan tinggi—terlepas dari siapa pun yang menyusun—tetap
mungkin digunakan untuk kelompok lain, seperti PAK untuk pegawai
pemerintah maupun swasta.

Lima Prinsip PAK tersebut harus menjiwai elemen-elemen dari PAK


dengan kesadaran penuh. Misalnya, ketika menyusun sebuah materi
pembelajaran, penyusun diharapkan memastikan bahwa Lima Prinsip
PAK tersebut terpenuhi. Misalnya dengan menanyakan,

• Apakah substansi memiliki kualitas yang baik dan


disusun dengan sebaik mungkin?

• Apakah substansi dan instrumen/modul sudah sesuai


dengan peserta didik sasaran?

• Apakah materi yang disusun perlu pelengkap untuk


memastikan kualitas pembelajaran?

• Apakah metode yang dirancang dapat menggugah


dan relevan dengan pemirsa?

• Apakah materi pembelajaran membutuhkan dukungan


keteladanan atau contoh?

Sebagian pertanyaan tersebut dapat ditanyakan oleh tim penyusun


materi untuk memastikan Lima Prinsip PAK menjiwai PAK yang
disajikan kepada peserta didik sasaran.

__________________________________________________________________________________________  79
2 Prasyarat PAK
PAK dapat dilakukan oleh banyak pihak. Misalnya, pemerintah
daerah dapat menganggarkan kegiatan untuk mempromosikan
nilai integritas. Selain itu, lembaga non-pemerintah juga dapat
melakukan PAK dalam berbagai skala. Dalam memastikan rangkaian
PAK terlaksana oleh berbagai elemen, ada empat prasyarat yang
perlu diperhatikan oleh seluruh aktor. Jika salah satu aspek ini tidak
terpenuhi, penyelenggaraan PAK menjadi kurang sempurna. Keempat
aspek tersebut adalah:

Regulasi
Pelaksanaan PAK, baik yang dilakukan oleh pemerintah dan
nonpemerintah membutuhkan payung hukum yang sesuai. Misalnya,
pemerintah daerah memerlukan produk hukum yang relevan untuk
menjadi dasar penganggaran dan implementasi. Di sisi lain, pihak
non-pemerintah juga perlu memastikan programnya selaras dengan
visi yang telah dituangkan pada UUD 1945.

Rencana kerja dan sumber daya


Pelaksanaan PAK perlu memiliki tujuan, langkah-langkah, dan
indikator capaian yang jelas. Aspek-aspek tersebut disusun dalam
suatu rencana kerja. Dalam penyusunan rencana kerja, lembaga
pemerintah dan non-pemerintah dapat menyesuaikan sumber daya
yang ada dengan program yang nantinya akan dilaksanakan.

Implementasi PAK
Penyelenggaraan PAK meliputi integrasi materi, penguatan PAK
melalui praktik, inisiatif menyeluruh di lingkungan sekolah, dan
menumbuhkan budaya belajar kooperatif.

Monitoring dan evaluasi


Penyelenggaraan PAK diharapkan berkelanjutan. Oleh karena itu,
perlu proses khusus untuk mengidentifikasi permasalahan apa
saja yang dihadapi dan bagaimana mengatasi masalah tersebut di
kemudian hari.

80 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


3
Elemen kunci
implementasi PAK
• PAK sebagai paradigma
Memberi ceramah pada murid bahwa pemberantasan korupsi
harus dimulai dari moral tidak akan menyelesaikan apa-apa.
Sebaliknya, menurut Marquette & Peiffer (2021), solusi masalah
korupsi harus menggunakan pendekatan berbasis masalah,
bukan solusi. Sebab, kompleksitas masalah korupsi meliputi
berlapis-lapis isu sosial, sehingga tak ada solusi tunggal yang
dapat digunakan untuk menyasar semua masalah korupsi.
Karenanya diperlukan pembelajaran mendalam untuk dapat
memberikan pendidikan yang memadai bagi peserta didik hingga
dapat memahami sepenuhnya berbagai aspek yang melapisi isu
korupsi.

Untuk dapat memberikan pemahaman yang mendalam peserta


didik perlu diajarkan bagaimana membangun kontekstualisasi
dari setiap pelajaran yang mereka dapat terhadap masalah-
masalah yang mungkin terjadi di kehidupan nyata. Karena pada
dasarnya masalah timbul karena adanya perilaku koruptif atau
berbuat kerusakan yang menyalahi tatanan norma dan aturan
yang ditetapkan di masyarakat. Sementara setiap muatan
pelajaran bermuara pada penciptaan peserta didik yang berilmu
pengetahuan, cerdas berpikir, berakhlak mulia sebagai pencipta
solusi dari permasalahan bangsa.

Misalnya kontekstualisasi pada pelajaran eksakta seperti


matematika atau sejenisnya, yang mengajarkan kemampuan
kalkulasi dan akuntansi, dapat memicu kompleksitas masalah
penyimpangan pekerjaan yang menimbulkan kerugian di
masyarakat ketika dengan sengaja menyalahi perhitungan
yang semestinya. Kemudian pelajaran sains yang memaparkan
konsep tatanan keteraturan tata lingkungan alam semesta juga
akan menimbulkan potensi penyimpangan dan menimbulkan
kerusakan yang membawa kerugian bagi kehidupan jika didasari
dengan niat melakukan kerusakan alam untuk kepentingan
pribadi atau golongan. Contoh yang lebih jelas untuk pelajaran

__________________________________________________________________________________________  81
agama atau kewarganeraan yang lebih eksplisit mengajarkan
moral dan dimensi akhlak. Jika semua jenis pelajaran
diajarkan dengan kontekstualisasi seperti di atas, maka akan
menumbuhkan pandangan bahwa semua ilmu pengetahuan
digunakan semestinya untuk kebermanfaatan kehidupan
bermasyarakat.

Masalah-masalah yang dikaitkan dengan pelajaran yang


dipelajari peserta didik ini akan membangun persepsi bahwa
mempelajari suatu mata pelajaran berarti membangun
pemahaman mendalam yang bermuara pada penciptaan
manfaat untuk kehidupan bukan sebaliknya. Persepsi ini
akan menimbulkan kepekaan peserta didik dalam melihat
kerusakan (corruption) atau kerugian yang timbul di kehidupan
nyata mesti dengan tegas dihindari. Dari titik inilah PAK dapat
diterapkan sebagai cara berpikir atau paradigma peserta didik
untuk membangun kesadaran akan pentingnya menguasai
ilmu pengetahuan untuk memperjuangkan penciptaan
kebermanfaatan bukan malah menciptakan kerusakan atau
kerugian akibat perilaku koruptif.

Hal ini juga menyiratkan bahwa PAK tidak hanya terkait pelajaran
tertentu yang membahas pengetahuan spesifik tentang korupsi
namun juga bisa masuk melalui seluruh mata pelajaran atau
mata kuliah dengan penyesuaian konteks sebagaimana yang
dijelaskan di atas.

• Penguatan PAK melalui praktik


Agar tidak hanya menguatkan pada tataran kognitif, para
pendidik dapat melaksanakan pendidikan antikorupsi dengan
menginkorporasikan nilai-nilai integritas pada proses praktis
siswa di sekolah. Beberapa contoh penanaman nilai integritas
yang bisa digunakan dalam lingkup sekolah adalah pemanfaatan
mata pelajaran olahraga, kegiatan organisasi, dan beragam
ekstrakurikuler lainnya seperti Pramuka, Palang Merah Remaja,
dan organisasi siswa/mahasiswa lainnya. Untuk mengoptimalkan
penanaman nilai pada kegiatan-kegiatan tersebut perlu memuat
turunan aktivitas yang eksplisit menggambarkan nilai-nilai
integritas beserta aktivitas refleksinya. Perlu diperhatikan
juga indikator keberhasilan dari pembelajaran berbasis praktik
pada kegiatan-kegiatan ini dengan luaran berupa laporan
kegiatan, refleksi pribadi, catatan diskusi kelompok dan aneka
ragam instrumen lainnya sebagai luaran dokumentasi kegiatan.
Tentu dengan tetap memerhatikan tingkat penanaman nilai
berdasarkan jenjang usia, jenis kegiatan dan luaran kegiatan
dapat disesuaikan tingkat kompleksitas dan kedalaman refleksi
nilai-nilai integritas yang terkait.

82 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• Inisiatif menyeluruh di lingkungan sekolah
Internalisasi sebuah nilai, dalam hal ini pembelajaran antikorupsi,
tidak bisa hanya terbatas pada ruang diskusi akademik semata.
Memang, diskusi topik ini dalam ruang kelas seharusnya menjadi
fondasi dari pembelajaran antikorupsi. Pembelajaran sebuah nilai
tak akan ada gunanya apabila murid tidak memiliki pemahaman
memadai akan nilai yang dipelajari. Oleh karena itu, PAK juga
harus mencakup segala aspek pendidikan yang berada di luar
ruang kelas. Sekolah sebagai institusi yang memayungi proses
belajar siswa harus menyuntikkan nilai integritas ke dalam
seluruh unsur yang ada di sekolah, meliputi struktur organisasi,
peraturan, dan kebijakan.

Salah satu proses di mana seseorang dapat menerima dan


mengesahkan sebuah nilai, entah itu baik atau buruk, adalah
normalisasi. Dalam sebuah masyarakat di mana hampir semua
orang melakukan tindak korupsi dan pihak otoritas yang ada
tidak peduli, sangat rawan terjadi normalisasi nilai korupsi hingga
semua orang mewajarkannya. Oleh karena itu, sekolah harus
memastikan bahwa segala unsur sekolah seperti administrasi,
birokrasi, dan regulasi bebas dari korupsi.

Dalam hal administrasi, sebagai contoh, sekolah tak boleh


membiarkan praktik suap untuk mempermudah siswa masuk
jurusan tertentu. Saat praktik seperti ini dibiarkan, biasanya
ia akan menjalar. Ketika ada satu bagian kecil dalam tatanan
institusi sekolah yang ternoda oleh korupsi, besar kemungkinan
bagian lainnya perlahan akan terinfeksi olehnya. Normalisasi ini,
menurut Ashforth & Anand (2003) terjadi karena tiga proses:
(1) institusionalisasi, di mana tindakan korup menjadi karakter
yang mengikat erat dalam struktur dan proses, lalu menjadi
rutinitas; (2) rasionalisasi, di mana ideologi buatan akan muncul
untuk menjustifikasi korupsi demi kepentingan pelaku, dan
(3) sosialisasi, di mana pendatang baru dalam organisasi jadi
terpaksa memandang korupsi sebagai sesuatu yang diwajarkan
bahkan diharuskan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dengan begitu, kita bisa melihat di sini bahwa hubungan
reinforcement antarpelaku korupsi dalam tatanan sekolah dan
peserta didik bisa terjadi.

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk


dapat menyediakan ruang didik yang bersih dari korupsi, baik
pada tingkatan praktik maupun kebijakan. PAK tanpa ruang
didik yang bersih dari korupsi sia-sia saja, karena sekecil
apapun korupsi yang ada, ada kemungkinan ia menjalar dan
berkembang, mengikat semua pelaku yang ada dalam institusi

__________________________________________________________________________________________  83
tersebut. Struktur organisasi sekolah tidak boleh memberikan
ruang sekecil apapun bagi kultivasi budaya korupsi. Peraturan
yang telah disepakati semua belah pihak secara demokratis
tidak bisa dikompromikan dalam bentuk apapun. Kebijakan yang
dibuat harus berpihak pada kemajuan demokrasi yang bersih
dari korupsi.

• Menumbuhkan budaya belajar yang


kooperatif
Korupsi muncul ketika ada satu pihak dalam sebuah
komunitas atau masyarakat yang ingin mengungguli lainnya
dalam suatu aspek kehidupannya dengan merugikan yang
lain. Menanggulangi hasrat seperti ini bisa dimulai dengan
membangun kultur belajar yang bukan berfokus pada kompetisi
yang menjatuhkan, namun pada kebersamaan yang kooperatif.
Kultur yang kooperatif secara teoritis mampu menanggulangi
kecenderungan korupsi karena visi utama dari kultur ini adalah
keberhasilan dan kesejahteraan bersama, bukan individu.
Dalam kultur studi seperti ini, seperti ditekankan lagi oleh
Basabose (2019), murid-murid harus bersikap aktif dan
interaktif, memberikan ruang bagi semua orang dalam ruang
kelas tanpa terkecuali untuk bisa terlibat. Sikap seperti ini
memunculkan respek mutual bagi setiap orang, yang pada
akhirnya memunculkan keseganan dalam melakukan tindak yang
mengeksploitasi anggota tim lain seperti korupsi.

Dari keempat elemen kunci implementasi di atas dapat disarikan


ke dalam aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai
implementasi PAK. Perlu benar-benar diperhatikan apakah
implementasi PAK sudah berjalan secara efektif dan memberikan
dampak yg berkelanjutan atau masih berjalan sebatas formalitas
yang tidak memberi dampak berkelanjutan terhadap penguatan
nilai-nilai integritas/antikorupsi. Maka berikut ini adalah aspek-
aspek yang perlu diperhatikan :

• Perlu menjadi landasan dalam berperilaku (berpikir dan


bertindak) pandangan hidup;
• Perlu terselenggara dalam berbagai macam kegiatan
(kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, perlu
dikembangkan ke dalam budaya belajar kooperatif, dan
• Harus menjadi inisiatif menyeluruh bagi setiap aktor yang terlibat

84 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


4
Tahap kesiapan
Implementasi PAK
Untuk dapat menentukan tingkat kesiapan suatu institusi dalam
implementasi PAK, ketiga dimensi PAK dapat diuraikan ke dalam tiga
tahap berikut ini:

Tabel 2.1 Tahap kesiapan implementasi PAK

Dimensi Tahap awal Tahap berkembang Tahap siap

Dimensi Karakter Urgensi PAK tersosialisasi PAK sudah terintegrasi PAK seutuhnya
pada satuan pendidikan dalam kurikulum dan terintegrasi ke dalam
di setiap jenjang secara bertahap budaya sekolah,
pendidikan terimplementasi dalam
kurikulum (intrakurikuler,
setiap jenjang pendidikan
PAK secara bertahap kokurikuler, dan
terintegrasi ke dalam Tertatanya kurikulum yang ekstrakurikuler)
kurikulum di setiap lebih menekankan pada
Dalam intra dan
jenjang pendidikan pembentukan karakter
kokurikuler,
dan perkembangan diri
Contoh: implementasi tercermin
dari para peserta didik
Kejujuran dalam silabus yang
Contoh: terstruktur, runtut, dan
Nilai kejujuran perlu
Sekolah perlu mendorong komprehensif.
masuk ke dalam
agar guru menjadi teladan
kurikulum secara Tumbuhnya suasana
utama dalam kejujuran
bertahap di setiap belajar yang saling
(sanksi berat ketika ada
jenjang. mendukung dan
pelanggaran)
kooperatif
Nilai kejujuran dapat
Ada regulasi yang jelas
menjadi topik yang Contoh:
terhadap setiap perilaku
dibahas dalam berbagai Sekolah sudah memiliki
tidak jujur.
diskusi dan menjadi tata tertib, agar menjadi
bagian dari refleksi (tidak pembiasaan, sekolah
harus menjadi mata membuka kotak suara
pelajaran khusus) kejujuran agar siswa
yang ingin berinisiatif
untuk melaporkan
ketidak jujuran, punya
wadahnya

__________________________________________________________________________________________  85
Dimensi Tahap awal Tahap berkembang Tahap siap

Dimensi tata Berbagai bentuk/indikator Praktik antikorupsi Satuan pendidikan


kelola praktik nilai integritas dan menjadi pembiasaan yang pada semua jenjang
sikap antikorupsi telah secara rutin dilakukan menjadi teladan utama
(ada aturan disusun untuk semua antikorupsi
atau regulasi jenjang pendidikan Terdapat pembiasaan/
yang jelas dan habituasi pada setiap Terdapatnya regulasi
cenderung top Tersedianya tata tertib proses pelaksanaan yang jelas terhadap
down) namun masih satu arah pendidikan yang selaras setiap tindakan untuk
dari guru/sekolah dengan nilai integritas setiap tindakan korupsi
atau anti korupsi
dan adanya proses
penggalian keyakinan
kelas/sekolah terhadap
nilai nilai PAK

Dimensi Inisiatif masih dari guru/ Guru berinisiatif untuk Lingkungan pendidikan
ekosistem sekolah, belum dari memfasilitasi siswa relatif bersih dari korupsi
siswa, dan masih belum membuat tata tertibnya pada setiap prosesnya,
(inisiatif berarti menyeluruh (dari guru sendiri berdasarkan sehingga menjadi PAK
ada kesadaran yang punya kesadaran) tujuan dari sekolah atau terselenggara dengan
setiap aktor kebutuhan kelas kondusif
di ekosistem Terdapat praktik-praktik
dan cenderung integritas di satuan Terdapat wadah Ada mekanisme
bottom up) pendidikan pada setiap “bersuara” di tingkat whistleblower, refleksi,
jenjang pendidikan yang kelas, supaya siswa yang pelibatan siswa untuk
selaras dengan prinsip ingin berinisiatif memberi meningkatkan kesadaran
CEV aspirasi dapat terfasilitasi nilai integritas

Tersosialisasinya
cara pandang bahwa
belajar adalah proses
bertumbuh, bukan
kompetisi

86 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


B.
Strategi PAK:
Internalisasi nilai
kepada peserta
didik
Sebagaimana telah diurai dalam bagian sebelumnya, strategi
pertama dalam PAK adalah penanaman nilai integritas dan
antikorupsi kepada para peserta didik di setiap jenjangnya. Dengan
berlandaskan pada tahapan perkembangan moral peserta didik
(berdasarkan postulat Kohlberg), Stranas PAK ini mengadopsi model
intervensi sejak anak berada di usia dini, menengah, tinggi, hingga
pendidikan kedinasan.

Apa yang menjadi catatan penting, merujuk pada premis Bagus


Takwin (2013), bahwa internalisasi dilakukan sebagai pembawa
pesan budaya agar membentuk konsepsi nilai integritas dan sikap
antikorupsi yang paripurna di masyarakat. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kebingungan individu dalam memaknai integritas dan
implementasinya dengan membangun konsepsi yang lebih jelas
serta tertanam sejak usia dini. “Mencegah kebingungan” artinya
PAK ini mendorong agar makna integritas memiliki elemen konkret
yang dapat dipahami masyarakat secara utuh. Proses tersebut
hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan, yang membuat
mengapa Stranas PAK ini memiliki posisi begitu penting dalam arena
pemberantasan korupsi di Indonesia.

__________________________________________________________________________________________  87
1.
Jenjang PAUD, Dasar,
dan Menengah (PAUD
Dasmen)1
Peserta didik yang berada pada jenjang PAUD Dasmen biasanya
berada pada rentang usia 4 hingga 18 tahun. Rentang usia tersebut
paling tidak berada pada dua kondisi psikologis yang berbeda. Anak-
anak yang berusia di bawah 13 tahun mencirikan kecenderungan
moralitas heteronom, dalam hal ini, pemahaman dan kepatuhan
mereka terhadap nilai masih cenderung ditentukan oleh kuasa orang
lain. Sementara anak yang berusia 13 hingga 18 tahun menunjukkan
kecenderungan moralitas otonom meski tidak seutuh pada usia lebih
dewasa (di atas 18 tahun).

1 Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), apa yang dimaksud
jenjang pendidikan dasar adalah setara dengan SD/MI dan SMP/MTs (pasal 17 ayat [2]) sementara pendidikan
menengah setara dengan SMA/SMK/MA/MAK (pasal 18 ayat [3]). Dalam Stranas PAK ini, pembahasan dan
intervensi disesuaikan dengan faktor-faktor psikologis perkembangan moral anak. Sehingga, pembahasan
dibedakan antara “PAUD dan SD” dengan “SMP dan SMA” oleh karena masing-masing pembahasan relatif memiliki
karakter psikologis serupa. Ini bukan berarti “bertentangan” dengan pembagian jenjang pendidikan sebagaimana
UU Sisdiknas.

88 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Anak-anak yang berusia di bawah 13 tahun sendiri sebetulnya
dapat dibagi lagi karakter psikologisnya. Usia anak pada jenjang
PAUD masih menunjukkan moralitas heteronom secara total.
Sementara ketika memasuki jenjang Sekolah Dasar (SD), secara
perlahan mereka mulai memahami bahwa tata nilai yang harus
dipatuhi memiliki “celah” untuk dinegosiasikan. Walaupun tentu
saja kecenderungan utama pada jenjang SD masih pada kepatuhan
dan sangat sedikit kemungkinan dinegosiasikan. Kemudahan anak
untuk mengakses informasi lewat internet juga menjadi tantangan
karena membuat proses “pendewasaan” anak semakin lebih cepat
dibandingkan beberapa dekade lalu. Hal ini terjadi karena ada
peluang besar bagi anak untuk menyerap nilai-nilai di luar institusi
tradisional seperti keluarga dan sekolah karena akses internet.

Dengan memperhatikan kondisi anak pada tiap jenjang, proses


internalisasi nilai juga akan disesuaikan dengan karakter dari tiap
jenjang tersebut. Oleh karena jenjang Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) relatif serupa, penguatan karakter
difokuskan pada memahami perilaku. Anak-anak pada jenjang
PAUD dan SD didorong untuk mengamati dan meniru perilaku
integritas secara konkret, sehingga, mereka lebih mampu menyerap
pengetahuan dan dijadikan sebagai landasan karakternya.2 Intervensi
ini akan berbeda pada anak di jenjang Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), karena kondisi moralitas
mereka yang semakin otonom (memasuki masa remaja). Oleh sebab
itu, pada jenjang SMP dan SMA, fokus intervensi adalah penegakan
aturan dan pengetahuan akan perilaku antikorupsi dan integritas.

Elemen nilai-nilai integritas yang mulai diperkenalkan juga


mempertimbangkan kondisi pada tiap jenjang. Di jenjang PAUD dan
SD, pengenalan pada nilai inti (jujur, disiplin, tanggung jawab) sudah
harus dilakukan. Bahkan di tingkat SD, nilai-nilai inti tersebut terus
dilatih agar tertanam sebagai kebiasaan peserta didik. Menjelang
tingkat SMP, peserta didik mulai diperkenalkan dengan nilai sikap
(adil, berani, peduli) dan ketika memasuki SMA nilai etos kerja (kerja
keras, mandiri, sederhana) juga diperkenalkan.

2 Ini menunjukkan bahwa penekanan utama dalam internalisasi nilai di jenjang PAUD dan SD (dan sebetulnya
pada jenjang PAUD Dasmen secara keseluruhan) adalah pada kata “integritas” yang bermakna lebih positif. Tidak
langsung dimulai dengan istilah “antikorupsi” yang lebih konseptual sebagai antitesis langsung dari korupsi itu
sendiri.

__________________________________________________________________________________________  89
Jenjang PAUD dan SD
Para ahli telah bersepakat bahwa anak pada usia dini merupakan
periode emas untuk menanamkan pendidikan karakter, termasuk
di dalamnya nilai integritas. Dalam hasil penelitian yang dilakukan
Universitas Otago pada 1972 silam, sebagaimana dikutip dari
Zubaedi (2017: 1), karakter yang ditanamkan anak pada usia dini
(3-4 tahun) ternyata linier dengan sikap ketika anak tersebut telah
menginjak usia menuju dewasa (18-21 tahun) hingga dewasa (26
tahun).

Hasil studi tersebut memperlihatkan bahwa anak usia dini yang


telah didiagnosis “uncontrolled toddlers” (pembangkang dan sulit
diatur) ternyata cenderung menjadi remaja agresif dan bermasalah
secara pergaulan di usia 18 tahun. Ketika mencapai usia 26 tahun,
anak tersebut sulit membina hubungan baik dengan orang lain
dan semakin mudah terjerumus pada tindakan-tindakan kriminal.
Hasil studi tersebut juga berlaku pada kondisi sebaliknya, yaitu
anak usia dini yang telah tertanam karakter mulia secara efektif,
kecenderungannya adalah menjadi manusia dewasa yang sehat jiwa
dan karakternya.

Itulah mengapa Maria Montessori mengibaratkan anak-anak seperti


“spons kering”, yang jika dicelupkan ke air, akan sangat mudah untuk
menyerap. Hal ini didukung dengan kenyataan biologis bahwa anak
usia dini memiliki sinaps pada otak yang jumlahnya lebih banyak
dibandingkan orang dewasa. Jumlah sinaps yang besar membuat
proses peresapan informasi, pengetahuan, hingga nilai-nilai baru
semakin mudah terjadi. Namun jumlah tersebut akan semakin
berkurang seiring dengan usia yang terus bertambah.

Internalisasi nilai-nilai mendasar juga sangat penting untuk terus


ditanamkan sampai dengan jenjang SD. Meskipun pada jenjang ini
interaksi sosial anak sudah mulai kompleks, namun, kecenderungan

90 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


moralitas mereka masih dominan heteronom. Dengan kata lain,
upaya internalisasi nilai integritas pada jenjang SD juga tidak kalah
pentingnya untuk terus dioptimalkan. Hal ini dikarenakan dampak
dari internalisasi nilai pada jenjang SD hampir sama efektifnya
dengan PAUD meskipun ada penyesuaian dengan tahapan usia anak.

Fokus penguatan karakter pada jenjang PAUD dan SD adalah pada


memahami perilaku. Artinya, proses internalisasi diorientasikan pada
pemberian contoh sikap integritas secara konkrit alih-alih dengan
metode ceramah semata. Merujuk Kohlberg, pada tahapan ini
peserta didik berada di fase membangun konsep moral, dan mereka
cenderung meniru apa yang dilakukan oleh guru-guru mereka (dan
lingkungan sekitar). Sikap dan tindakan guru menjadi rujukan moral
bagi anak-anak yang berada pada jenjang pendidikan ini. Ada
beberapa bentuk internalisasi nilai yang berorientasi pada perilaku,
sebagaimana ditampilkan tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Bentuk-bentuk internalisasi nilai yang berorientasi perilaku

Bentuk Definisi

Tunjukkan Teladan Guru mencontohkan sikap berintegritas dalam kehidupannya, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Sikap teladan ini ditunjukkan hingga pada hal-hal terkecil
seperti tidak berbohong kepada murid, selalu datang tepat waktu, sederhana, dan
tindakan positif lainnya yang akan ditiru peserta didik.

Arahkan (Beri Guru memberikan arahan kepada peserta didik mengenai mana saja tindakan yang
Bimbingan) baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai integritas.

Dorong (Berikan Guru senantiasa memberikan motivasi dengan mengapresiasi para peserta didik
Motivasi) yang telah melakukan tindakan berintegritas

Zakiyah (Bersih – Guru memaknai dengan sungguh-sungguh upaya menanamkan nilai-nilai integritas
Murni) kepada peserta didik sebagai wujud keikhlasan hati yang memberikan ketenangan
dan kekuatan dalam diri menjalani proses pendidikan yang tak instan.

Kontinuitas (Proses Guru senantiasa membiasakan dalam kelas untuk selalu mengamalkan nilai integritas.
Pembiasaan) Tindakan ini dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan hingga tertanam dan
membekas pada diri peserta didik.

Ingatkan Guru mengingatkan peserta didik ketika melakukan kesalahan kemudian memberikan
koreksi dengan kalimat yang baik, sekaligus menjadi pengingat kepada peserta didik
untuk terus berusaha menerapkan nilai-nilai integritas.

Repetisi dan Guru mengulang-ulang pengertian dan panduan perilaku yang menjujung tinggi nilai-
Refleksi nilai integritas serta mengajak peserta didik merefleksikan esensi dari perilaku yang
diulang-ulang tersebut.

Organisasikan Guru mampu mengintegrasikan pengalaman-pengalaman peserta didik di luar


(Integrasi Pelajaran sekolah, sehingga, mereka mampu merefleksikan dan mengambil pelajaran ketika
yang Diperoleh) berada di dalam kelas.

Heart (Pendekatan Pendekatan utama dalam pendidikan karakter adalah melalui hati-ke-hati. Seorang
hati ke hati) guru tidak hanya menjadi “orang tua” yang menjadi teladan dan pembimbing,
melainkan juga menjadi “teman” yang nyaman bagi para peserta didik.

Sumber: Majid & Andayani (2012) dalam Aeni (2014) diolah

__________________________________________________________________________________________  91
Perlu sinergi dan kekompakan semua aktor untuk sungguh-sungguh
memberikan pendidikan antikorupsi yang mendasar dan bermakna
pada di fase yang sangat krusial ini, fase yang menjadi awal mula
pengenalan nilai-nilai integritas kepada peserta didik. Penanaman
nilai-nilai integritas pada jenjang Dini Dasar dapat dioptimalkan
dengan mengupayakan hal-hal berikut ini:

1. Keteladanan

Para pendidik menjadi sosok yang menjadi teladan dalam


menerapkan nilai integritas dalam sikap dan perilaku kehidupan
sehari-hari sehingga peserta didik dapat menilai bahwa nilai yang
diajarkan memang diupayakan bersama-sama dan menjadi komitmen
pendidik bersama peserta didik.

2. Bimbingan dengan hati/afeksi/sebagai teman

Bicara dari hati ke hati menyiratkan makna bahwa penting


bagi seorang pendidik memenangkan hati para peserta didik.
Mengakrabkan diri dengan mengenali lebih dalam apa yang menjadi
kegemaran dan topik-topik pembicaraan yang disukai peserta didik
akan berpotensi menjadi peluang merekatkan kedekatan. Dengan
lebih dekat maka pembicaraan yang terkait nilai-nilai integritas dapat
dikonversi menjadi percakapan yang sederhana dan asyik.

3. Pembiasaan

Setelah peserta didik menerima dan memahami konsep kemudian


pendidik merancang sebuah sistem atau program yang mampu
mengajak peserta didik menerapkan nilai-nilai integritas yang
dipelajari. Pembiasaan memerlukan kesungguhan dalam perulangan,
maka para pendidik perlu memperhatikan dan memberi apresiasi
atas upaya perulangan yang dilakukan peserta didik.

4. Refleksi

Kemampuan mengilhami atau mencari hikmah yang tersimpan dari


sebuah kegiatan yang dilakuan bersama antara pendidik dan peserta
didik mulai perlu dibiasakan sejak Dini. Tentu cara berkomunikasi
untuk mengemukakan pertanyaan reflektif perlu disesuaikan dengan
usia.

92 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


5. Story telling

Penggunaan dongeng atau kisah-kisah menambah pengalaman


berkesan bagi peserta didik. Imajinasi yang ada di setiap benak
peserta didik sebagai respon dari kisah yang dibacakan, diharapkan
mampu menjadi stimulus untuk menanamkan nilai-nila integritas
dengan mendalam.

6. Bermain

Peserta didik yang terlibat menggerakkan tubuh secara aktif


akan berpotensi lebih besar dalam memperoleh kesan mendalam
dari pelajaran yang diterangkan. Pendidik perlu mengembangkan
permainan-permainan kreatif yang mengandung unsur keseruan
namun tetap substansial mengajarkan nilai. Di akhir permainan juga
dapat diberikan pertanyaan reflektif untuk menggali pengalaman
yang peserta didik rasakan melalui permainan.

7. Bernyanyi

Nyanyian, lirik yang dimodifikasi, atau nada-nada yang familiar


terdengar, berpotensi menumbuhkan kepekaan peserta didik
terhadap konten atau substansi pendidkan anti korupsi. Di sebagian
daerah yang memang memiliki kultur lokal bermusik.

8. Rekreasi integritas

Kunjungan atau visitasi pada tempat-tempat edukatif mampu


menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik dan keakraban dalam
belajar. Misalnya peserta didik diajak berkunjung ke museum,
diorama, atau taman yang edukatif untuk kemudian pendidik
memraktikkan refleksi dan beberapa aturan permainan kecil jika
lokasi wisata memungkinkan.

9. Pelibatan orang tua

Orang tua menjadi patron atau pelindung bagi anaknya, selain itu
juga sebagai mitra atau kawan belajar yang menyenangkan. Dalam
konteks PAK tentu peran orang tua sangat krusial yakni menjamin
internalisasi nilai kepada anak-anaknya menyesuaikan dengan
karakter yang betul-betul mereka kenali dan pahami.

__________________________________________________________________________________________  93
Jenjang SMP dan SMA
Peserta didik yang memasuki jenjang SMP dan SMA biasanya adalah
anak-anak berusia remaja. Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization [WHO]) mengidentifikasikan remaja dengan tiga ciri.
Pertama, perubahan fisik-biologis ditandai dengan kemunculan
tanda-tanda seksual sekunder hingga mencapai kematangan
seksual. Kedua, perkembangan psikologis yang merupakan peralihan
dari masa kanak-kanak ke dewasa. Perkembangan psikologis yang
dimaksud juga berkaitan dengan proses transisi dari moralitas
heteronom menuju moralitas otonom. Ketiga, transisi menuju
kemandirian dalam konteks sosial maupun ekonomi. Dengan
demikian, peserta didik mulai memiliki peran dan tanggung jawabnya
dalam masyarakat. Merujuk teori perkembangan moral Kohlberg,
pada usia inilah seorang anak mulai menerima konsep moral sebagai
sesuatu yang inheren dalam kehidupannya.

Tentu dengan karakter tersebut, implementasi dari internalisasi nilai


integritas akan berbeda dari anak-anak yang berada pada jenjang
PAUD maupun SD. Mereka tidak hanya ditanamkan nilai-nilai dasar
dari integritas, melainkan juga tanggung jawab dan kemandirian
atas setiap tindakan/perbuatan yang telah dilakukan. Oleh sebab
itu, fokus penguatan karakter pada jenjang ini adalah penegakan
aturan (manifestasi dari tanggung jawab) dan pemahaman lebih
dalam mengenai sikap antikorupsi. Ini bukan berarti bentuk-bentuk
internalisasi yang berorientasi pada perilaku (seperti ditunjukkan
tabel 2.1) tidak lagi dilakukan. Penguatan karakter berorientasi
perilaku (teladan, memberikan arahan, pembiasaan, dst.) tetap
memiliki posisi penting. Namun, karena peserta didik pada jenjang
SMP (peralihan menuju jenjang menengah) dan SMA (jenjang

94 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


menengah) memiliki tanggung jawab dan kemandirian yang lebih
besar, penguatan karakter mestilah dilakukan dengan penegakan
aturan itu sendiri. Penegakan aturan berarti ada sanksi tegas yang
diberikan jika peserta didik tidak berperilaku integritas (seperti
menyontek, mencuri, atau berbohong).

Sementara pendalaman materi/konsep mengenai nilai integritas


dapat dibedakan pada jenjang SMP maupun SMA. Pada jenjang
SMP, anak-anak mulai mempelajari secara spesifik isi materi seperti
konsep dan pengertian antikorupsi sebagai kompetensi dasar
yang harus dimiliki siswa. Mereka sudah mulai mengenal bahaya
korupsi, mengidentifikasi bentuk-bentuknya, dan upaya-upaya
yang dilakukan di Indonesia untuk memberantasnya. Termasuk
perangkat penegakan hukum dan kelembagaan antikorupsi seperti
KPK. Ketika memasuki jenjang SMA, siswa mulai diajak berpikir kritis
untuk menganalisis korupsi dan upaya antikorupsi lebih dalam. Pada
tahapan ini, proses PAK lebih menekankan partisipasi siswa agar nilai
integritas semakin tertanam melalui berbagai bentuk pembelajaran
partisipatif. Berbagai bentuk pembelajaran partisipatif tersebut
terangkum dalam tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Bentuk-bentuk pembelajaran partisipatif

No Pendekatan Definisi

1 Problem- Pembelajaran dengan menjadikan problem di dunia nyata sebagai bahan


based learning diskusi agar siswa terangsang berpikir kritis dan mencari solusinya.
Misalnya, dengan menjadikan kasus korupsi yang terjadi sebagai studi
kasus.

2 Project-based Pembelajaran dengan mendorong siswa menghasilkan suatu produk/inovasi


learning di bawah arahan/bimbingan guru. Misalnya, proyek penguatan karakter
berintegritas.

3 Work-based Pembelajaran yang dilakukan di tempat kerja (biasanya dilakukan


learning oleh SMK). Misalnya, praktek kerja lapangan (PKL) di perusahaan/
organisasi yang secara jelas memiliki nilai integritas kuat. Sehingga,
siswa akan mengamati dan mempelajari bagaimana karakter integritas
diimplementasikan pada dunia kerja.

4 Service Pembelajaran dilakukan dengan tidak hanya mendalami materi saja,


learning melainkan juga diaplikasikan kepada masyarakat. Misalnya, dalam satu
kesempatan siswa melakukan penyuluhan antikorupsi di lingkungan sekitar
sekolah.

5 Cooperative Pembelajaran dengan memberikan tugas yang berbeda-beda pada setiap


learning kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan
hasilnya di depan kelas. Misalnya, siswa dibagi beberapa kelompok kecil
yang masing-masingnya diberikan tugas yang berbeda berkaitan dengan
karakter antikorupsi dan integritas.

Sumber: Komalasari & Saripudin (2015: 446-447)

__________________________________________________________________________________________  95
Seiring dengan berkembangnya pemahaman siswa usia remaja
terkait dengan dampak buruk korupsi, maka berikut ini adalah
rekomendasi untuk mengoptimalkan pendidikan antikorupsi pada
jenjang SMP dan SMA:

1. Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran dengan menjadikan problem di dunia nyata sebagai


bahan diskusi agar siswa terangsang berpikir kritis dan mencari
solusinya. Misalnya, dengan menjadikan kasus korupsi yang terjadi
sebagai studi kasus.

2. Project Based Learning (PjBL)

Pembelajaran dengan mendorong siswa menghasilkan suatu


produk/inovasi di bawah arahan/bimbingan guru. Misalnya, proyek
penguatan karakter berintegritas.

3. Work Based Learning (WBL)

Pembelajaran yang dilakukan di tempat kerja (biasanya dilakukan


oleh SMK). Misalnya, praktek kerja lapangan (PKL) di perusahaan/
organisasi yang secara jelas memiliki nilai integritas kuat. Sehingga,
siswa akan mengamati dan mempelajari bagaimana karakter
integritas diimplementasikan pada dunia kerja.

4. Service Learning (SL)

Pembelajaran dilakukan dengan tidak hanya mendalami materi


saja, melainkan juga diaplikasikan kepada masyarakat. Misalnya,
dalam satu kesempatan siswa melakukan penyuluhan antikorupsi di
lingkungan sekitar sekolah.

5. Cooperative Learning (CL)

Pembelajaran dengan memberikan tugas yang berbeda-beda


pada setiap kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok
mempresentasikan hasilnya di depan kelas. Misalnya, siswa dibagi
beberapa kelompok kecil yang masing-masingnya diberikan tugas
yang berbeda berkaitan dengan karakter antikorupsi dan integritas.

6. Berlatih pedagogi kritis korupsi

Seiring peserta didik mulai memahami kompleksitas masalah korupsi


dan mulai mengidentifikasi dampaknya yang langsung terlihat di
sekitar peserta didik, maka pedagogi kritis perlu diadaptasi sebagai
metode pengajaran oleh para pendidik.

96 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


7. Pelibatan orang tua dan masyarakat

Sebagai pemangku kepentingan yang merupakan key player atau


pemain utama yang berinteraksi langsung dengan peserta didik,
maka pendidik perlu mengambil peran lebih intens belajar bersama
peserta didik.

Peluang dan Tantangan

Sebagaimana telah disebutkan, jenjang PAUD Dasmen merupakan


usia yang sangat baik untuk menanamkan nilai integritas kepada
peserta didik kendati memiliki tantangannya masing-masing
pada tiap jenjang. Internalisasi itu bahkan jauh lebih efektif ketika
seorang anak masih berada di jenjang dini, yang telah disepakati
oleh banyak pakar, bahwa usia tersebut adalah periode emas
(golden age) untuk membentuk karakter anak. Akan tetapi, proses
internalisasi nilai kepada anak seiring perkembangan zaman semakin
besar tantangannya. Salah satu tantangan terbesarnya adalah
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau yang
lazim disebut di seluruh dunia sebagai era digital (digital age).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2019, sebanyak


48,2 persen anak-anak di Indonesia berusia 7-17 tahun telah
mengakses internet. Dari keseluruhan anak-anak pada rentang
usia tersebut yang mengakses internet, sebanyak 75,8 persen
yang menggunakannya untuk tujuan akses media sosial, disusul
74,7 persen untuk tujuan hiburan. Kenyataan ini memberikan pesan
bahwa banyak anak-anak Indonesia terutama di jenjang pendidikan
dasar dan menengah telah terpapar derasnya arus informasi
terutama media sosial entah konten informasinya baik maupun buruk.

Revolusi digital pada akhirnya juga berpengaruh dari bagaimana


anak-anak membangun interaksi sosial. Berkat jejaring internet
yang cair dan fleksibel (Castells, 2010), anak-anak dapat menyerap
nilai-nilai baru di luar institusi tradisionalnya. Pada era pra-internet,
kontrol sosial terhadap anak dapat secara efektif dilakukan oleh
institusi seperti keluarga, sekolah, dan agama. Dari ketiga institusi
itulah anak-anak menyerap berbagai nilai yang kemudian membentuk
karakternya hingga dewasa. Bayangkan ketika institusi-institusi itu
tidak lagi menjadi satu-satunya tempat bagi anak untuk menyerap
nilai-nilainya karena akses internet, tantangan pendidikan karakter
anak semakin berat karena ada “pertarungan” nilai dalam diri anak.
Apa yang tersisa adalah nilai yang berhasil terserap: apakah itu baik
atau justru buruk.

__________________________________________________________________________________________  97
Dalam konteks PAK, informasi-informasi yang bersinggungan dengan
perilaku tidak bermoral dapat dengan mudah ditemui di internet
terutama media sosial. Konten negatif itu dikemas secara menarik
dan menjadi impuls bagi anak untuk terus mengkonsumsinya lebih-
lebih ada peranan algoritma di dalamnya (personalisasi konten).
Misalnya, seseorang berkelakar (prank) kepada orang lain (bahkan
kepada orang tuanya sendiri) untuk dijadikan konten di media sosial.
Ketika anak secara terus-menerus mengkonsumsi konten negatif
(ingat, bahwa akses media sosial bersifat adiktif!) akan membentuk
sistem nilai dalam pikirannya. Akibatnya, sistem nilai negatif tersebut
lama-kelamaan akan menjadi tindakan yang dipraktikkan anak-anak
dalam interaksi sehari-harinya.

Kondisi ini menjadi salah satu tantangan besar bagi para insan
pendidik baik guru maupun orang tua untuk mengarahkan anak-anak
agar tetap “sejalan” dengan nilai-nilai moral, termasuk nilai integritas.
Salah satu langkahnya adalah dengan bersikap terbuka dengan anak
dan mengajak dialog. Memberikan restriksi penuh kepada anak untuk
tidak mengakses internet mungkin bukan pilihan yang tepat guna
mencegah meresapnya nilai negatif. Akan tetapi, guru dan orang
tua sekiranya perlu membuka dialog kepada anak: mendiskusikan
konten-konten yang diterima, memberitahukan dampaknya, dan
secara perlahan memberikan batasan akses kepada anak untuk
mencegah terjadinya adiksi.

Dari sisi positif, TIK juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana


pembelajaran anak terutama melalui konten-konten yang selaras
dengan profil pelajar Pancasila. Misalnya, anak-anak diajak untuk
memanfaatkan media sosial untuk saling tolong-menolong dengan
ikut donasi (atau bahkan berkampanye) di platform pengumpul
dana (crowdfunding) digital. Untuk anak-anak di jenjang SMP dan
(terutama) SMA, misalnya, guru memberikan proyek belajar yaitu
memproduksi konten sosialisasi nilai integritas secara kreatif dan
dipublikasikan di akun media sosial. Intinya, perkembangan zaman ini
dapat menjadi tantangan sekaligus peluang tergantung bagaimana
agen-agen pendidik meresponsnya.

Ada beberapa peluang lain yang dapat dioptimalisasikan terkait


strategi internalisasi nilai pada jenjang PAUD Dasmen:

• Nilai integritas dapat diintegrasikan karena elemen jati diri


berfokus pada sikap positif dan partisipasi anak. Hal ini menjadi
peluang besar karena sekolah pada dasarnya telah menerapkan
pendidikan karakter yang sangat positif bagi perilaku anak
(secara umum, sekolah sudah memiliki visi untuk membentuk
karakter mulia bagi anak). Dengan demikian, PAK sangat mudah
untuk disisipkan karena selaras dengan semangat penguatan
karakter positif anak.

98 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• Pada jenjang SD hingga SMP, integrasi materi PAK sebagian
terselenggara di mata pelajaran PPKn, Pendidikan Agama
Islam, Bahasa Indonesia, dan ekstrakurikuler. Integrasi materi
PAK dapat juga dilakukan pada mata pelajaran lainnya maupun
dengan penambahan PAK sebagai muatan lokal, meskipun
membutuhkan penyesuaian-penyesuaian di dalam materinya.
• Kemdikbudristek sedang memperbaharui kurikulum dan
pembelajaran program Merdeka Belajar. Transisi kurikulum ini
membuat proses konsolidasi materi dan pengajaran dengan PAK
akan lebih mudah dilakukan.
• Pembelajaran berbasis proyek dalam profil pelajar Pancasila
dikembangkan berdasarkan tema tertentu, tidak terikat mata
pelajaran, anak berperan besar menentukan strategi dan
aktivitas proyek, guru sebagai fasilitator. Kesempatan ini
memungkinkan bagi KPK mengajukan ke Kemdikbudristek untuk
mengangkat sikap antikorupsi menjadi salah satu tema proyek
penguatan profil Pancasila yang dapat dipilih oleh sekolah. Tema
proyek ditentukan Kemdikbudristek setiap tahunnya terkait
dengan isu tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development Goals [SDGs]).
• Semakin tingginya akses internet membuat anak terpapar
informasi mengenai korupsi (berita-berita kasus korupsi di
media) yang pada gilirannya menumbuhkan sikap kritis anak.
Hal ini menjadi peluang bagi guru untuk menjadikannya materi
diskusi di sekolah.
• Sudah ada tenaga pendidik yang bergabung sebagai penyuluh
antikorupsi (PAKSI).

__________________________________________________________________________________________  99
Meskipun demikian, upaya ini juga masih memiliki beberapa
tantangan teknis, antara lain:

• Walaupun secara umum sekolah telah memiliki visi membangun


akhlak mulia, belum didukung dengan pemahaman utuh akan
pentingnya karakter integritas yang berjenjang, komprehensif,
dan berkelanjutan.
• Masih adanya pemahaman bahwa PAK adalah pelajaran tentang
korupsi, bukan sebagai pendidikan karakter berintegritas.
• Sosialisasi program PAK belum merata, guru kurang paham
bahwa PAK bukan berarti menambah materi baru, tetapi
mengintegrasi nilai-nilai PAK ke kurikulum yg ada. Sehingga guru
merasa modul PAK menjadi beban tambahan diluar kurikulum
yang ada.
• Belum ada kerangka PAK yang menunjukkan indikator capaian
yang ditargetkan untuk siswa sesuai tahapan perkembangan
anak, di setiap fase atau sesuai dengan jenjang/kelas.
• Keterbatasan SDM tenaga pendidik secara jumlah, status
kepegawaian, kesejahteraan, kemampuan memahami karakter
anak, kemampuan menyusun kegiatan terintegrasi dan menarik.
• Keterbatasan fasilitas pendukung pembelajaran seperti:
proyektor, modul ajar PAK, buku panduan guru, tendik, orang
tua dan siswa, terutama pada daerah terdepan, terpencil dan
tertinggal (3T).
• Penanganan kasus korupsi yang belum maksimal dan hukuman
yang dirasa kurang memunculkan pandangan pesimis di
masyarakat akan pemberantasan korupsi.
• Banyaknya konten yang beredar di media sosial/televisi tidak
sesuai dengan pendidikan karakter yang diajarkan sekolah.
• Indonesia terdiri dari beragam budaya dengan nilai-nilai kearifan
lokal, tetapi tidak terdapat nilai-nilai general yang mengakar kuat
dan mencakup seluruh budaya Indonesia.
• Motivasi guru terpengaruh dalam melaksanakan integrasi PAK
dan menghambat efektivitas.
• Kurangnya dukungan terhadap PAKSI terutama yang berprofesi
sebagai tenaga pendidik.
• Adanya kesan bahwa pemerintah daerah terutama dinas
pendidikan memberikan tekanan kepada sekolah.
Ekosistem pendidikan di jenjang PAUD Dasmen yang masih
cenderung tidak mendukung penerapan nilai-nilai integritas secara
paripurna.

100 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Keterlibatan Aktor dan Strategi Intervensi

ervensi

Gambar 2.2
Peta jejaring PAK pada
jenjang PAUD Dasmen

Oleh karena banyaknya aktor yang terlibat dalam kaitannya dengan


strategi intervensi, diperlukan suatu peta yang menggambarkan
posisi-posisi setiap simpul/jejaring PAK berdasarkan pengaruhnya
(power [sumbu Y]) dan keterikatan langsung terhadap hasil PAK
(interest [sumbu X]). Aktor-aktor yang memiliki pengaruh dan
keterikatan besar dalam konteks PAK dikategorisasi sebagai jejaring
utama (disebut juga sebagai key players). Sebaliknya, mereka
yang memiliki pengaruh dan keterikatan rendah terhadap PAK
dikategorisasi sebagai jejaring minor (least important).

Meskipun demikian, beberapa aktor dalam peta kuadran juga


memiliki posisi yang berbeda dibanding dua kategori sebelumnya.
Aktor dengan pengaruh besar namun memiliki keterikatan tidak
langsung dengan PAK dikategorisasi sebagai jejaring mayor
(pemangku kepentingan yang memiliki wewenang besar untuk
berpengaruh pada PAK [meet their needs]). Kemudian aktor yang
memiliki keterikatan besar dengan PAK namun relatif memiliki
pengaruh kecil mereka pada dasarnya adalah jejaring signifikan
(show consideration).

Berdasarkan hasil pemetaan, aktor-aktor yang berada di jejaring


utama antara lain komite sekolah; guru; organisasi profesi guru;
dan orang tua murid. Berdasarkan hirarki power mereka memiliki
dampak yang besar terhadap berhasil atau tidaknya PAK terhadap
peserta didik. Begitupun keterikatan mereka terhadap PAK juga
tinggi. Ini menunjukkan bahwa aktor-aktor yang bersinggungan

__________________________________________________________________________________________  101
langsung dengan peserta didik menjadi key players dalam konteks
implementasi PAK. Apa yang juga penting di sini bahwa orang tua
merupakan bagian dari key players tersebut, di mana mereka justru
menjadi aktor utama di keluarga yang berperan dalam internalisasi
nilai kepada anak.

Tentu pada tiap-tiap aktor yang terlibat memiliki peranannya masing-


masing jika merunut pada gambar di atas. Berikut merupakan aktor-
aktor tersebut serta peranannya

Tabel 2.4 Aktor-aktor yang terlibat (jenjang PAUD Dasmen)

No Aktor Peran

1 Pemerintah 10. Menetapkan regulasi dasar PAK (Kemdikbudristek)


pusat 11. Menetapkan kurikulum PAK (Puskurjar Kemdikbudristek, KSKK
Kemenag)
12. Menetapkan Stranas dan Juknis PAK (KPK)
13. Membuat modul ajar PAK (KPK)

2 Pemerintah 1. Menetapkan regulasi penyelenggaraan PAK di daerah (pimpinan


Daerah daerah)
2. Meningkatkan kapasitas guru (dinas pendidikan)
3. Monitoring pelaksanaan PAK di tiap satuan pendidikan (dinas
pendidikan)

3 Badan Melakukan akreditasi sekolah dengan mempertimbangkan indikator terkait


Akreditasi nilai integritas di dalamnya

4 Pengawas 1. Memantau pelaksanaan standar nasional PAK


Sekolah 2. Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepsek dalam menyusun
program dan rencana kerja sekolah dengan mengintegrasikan PAK
3. Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan guru dan kepsek terkait
integritas dan profesionalisme
4. Melaksanakan penilaian kinerja dan pembinaan guru dan kepsek
dengan mempertimbangkan integritas dan profesionalisme
5. Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan integrasi PAK

5 Komite Sekolah 1. Koordinasi dan konsultasi dengan dewan pendidikan, dinas pendidikan
dan pemangku kepentingan lain terkait pelaksanaan integrasi PAK
2. Memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan & program PAK di sekolah
3. Melakukan kontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran sekolah
4. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program,
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di sekolah.
5. Mendorong orang tua dan masyarakat sekitar perhatian, komitmen dan
berpartisipasi aktif dalam penerapan PAK

102 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


No Aktor Peran

6 Organisasi 1. Menjalin kemitraan dengan KPK terkait implementasi PAK


Profesi Guru 2. Menghimpun pendidik dan tendik untuk giat berbagi ilmu pendidikan
karakter integritas atau PAK
3. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pendidik dan tendik
sebagai role model integritas
4. Mendorong terpenuhinya standarisasi integrasi PAK di satuan
pendidikan
5. Mensosialisasikan dan membangun sinergi pentingnya pendidikan
karakter integritas pada anak
6. Memfasilitasi pengembangan profesi pendidik dan tenaga
kependidikan sebagai PAKSI
7. Mendorong terwujudnya satuan pendidikan yang berintegritas
8. Mengupayakan dan turut membantu upaya apresiasi para pendidik dan
tendik yang berintegritas dan profesional

7 Pakar 1. Pendampingan penyusunan kurikulum PAK


Pendidikan 2. Pendampingan penyusunan modul ajar PAK
3. Melakukan evaluasi penyelenggaraan integrasi PAK di satuan
pendidikan

8 Kepala Sekolah 1. Mengelola standar nasional implementasi PAK


2. Merencanakan program PAK dan integrasi PAK pada mata pelajaran
dan ekstrakulikuler
3. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi PAK
4. Melaksanakan kepemimpinan sekolah sebagai role model integritas
dan profesionalisme
5. Mendorong guru dan tendik menjadi role model integritas, profesional
dan menerapkan nilai integritas
6. Merencanakan, melaksanakan dan evaluasi supervisi guru dan tendik
dalam rangka peningkatan profesionalisme
7. Mengelola sistem informasi manajemen sekolah yang transparan dan
akuntabel
8. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kegiatan kebutuhan PAK yang diajukan tenaga pendidik maupun
masyarakat
9. Mendorong orang tua dan masyarakat sekitar berpartisipasi aktif
dalam penerapan PAK

9 Tenaga 1. Petugas Tata Usaha


Kependidikan 2. Mengelola keuangan dan administrasi ketatausahaan sekolah secara
transparan dan akuntabel
3. Sebagai role model integritas dan profesionalisme bagi peserta didik
4. Pembina Ekstrakurikuler
5. Integrasi nilai-nilai PAK pada kegiatan pembinaan ekstrakurikuler
6. Menyusun laporan pembinaan ekstrakurikuler secara transparan dan
akuntabel
7. Pembina OSIS
8. Pembinaan perencanaan dan pertanggungjawaban kegiatan secara
transparan dan akuntabel
9. Menyelenggarakan latihan kepemimpinan dasar peserta didik
termasuk penanaman nilai integritas
10. integrasi PAK pada program pembinaan OSIS

__________________________________________________________________________________________  103
No Aktor Peran

10 Guru 1. Membuat perencanaan dan melaksanakan integrasi PAK dalam


kegiatan pembelajaran
2. Melakukan penilaian karakter anak berdasarkan penerapan nilai
integritas.
3. Membimbing dan melatih anak dalam penanaman nilai-nilai PAK
4. Sebagai role model integritas, profesionalisme dan penerapan nilai
integritas

11 Orang tua/ Wali 1. Sebagai role model integritas, profesionalisme dan penerapan sikap
Murid antikorupsi
2. Mengimplementasikan di rumah pendidikan karakter integritas/ PAK
yang diajarkan sekolah

12 Masyarakat 1. Sebagai role model integritas, profesionalisme dan penerapan sikap


antikorupsi
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung antikorupsi baik secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari maupun melalui kampanye
media sosial yang mendorong nilai-nilai integritas.

13 Industri 1. Mendorong pembiasaan nilai-nilai integritas dalam praktik kerja,


khususnya pada jenjang SMK sederajat
2. Memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam materiselaras
dengan nilai integritas (industri kreatif).
3. Menampilkan materi edukasi antikorupsi (industri kreatif).

Pertama, bentuk intervensi dari jenjang ini adalah pengembangan


kurikulum PAK (kompetensi, definisi, tujuan, fase perkembangan,
prinsip pembelajaran, dan asesmen) dengan menyesuaikan
karakteristik dari jenjang PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Pada jenjang
PAUD dan SD, kompetensi utama yang disasar adalah membangun
konsep moral berbasiskan pemahaman atas perilaku integritas.
Fokus kurikulum pada PAUD Dasmen dapat mencontoh strategi
pembelajaran antikorupsi di Hong Kong. Pada tingkat PAUD dan SD,
oleh karena sistem berpikir peserta didik yang masih merunut pada
kepatuhan dan tindakan orang lain, pemberian keteladan dan contoh
perilaku integritas menjadi metode yang sangat tepat. Sementara
pada tingkat menengah arah pembelajaran lebih cenderung
mendorong daya analitis peserta didik.

Di antara media pembelajaran yang dapat dilakukan adalah


seperti melalui kartun (pengalaman Hong Kong) atau disesuaikan
dengan nilai dan kearifan lokal yang ada di Indonesia. Misalnya,
menginternalisasi nilai integritas melalui kisah para nabi (bagi peserta
didik beragama Islam) atau disesuaikan dengan kisah keteladanan
dari masing-masing agama (yang selaras dengan nilai integritas).
Contoh seperti SD Muhammadiyah 1 Surakarta juga dapat diterapkan
dengan menggunakan sarana wayang sebagai media PAK bagi anak.
Apa yang menjadi catatan bahwa penekanan konsep PAK kepada

104 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


peserta didik di jenjang PAUD dan SD adalah pada nilai integritas itu
sendiri. Konsep antikorupsi (sebagai antitesis dari tindakan korupsi)
yang terasa lebih rumit baru mulai diperkenalkan pada jenjang SMP.

Bentuk intervensi lain yang berorientasi pada perilaku berintegritas


adalah pembelajaran berbasiskan pada kemampuan hidup (life
skills) sehari-hari. Misalnya, di Jepang anak-anak sejak usia dini
diajak mempraktikkan secara langsung bagaimana etika saat
menyebrang jalan dan menggunakan kendaraan umum. Hal serupa
berkenaan dengan life skills terutama terkait nilai integritas juga
dapat diterapkan melalui beberapa bentuk, seperti; penerapan
“kantin kejujuran” di sekolah. Dengan demikian, peserta didik tidak
hanya menerima arahan melainkan juga mampu memahami secara
langsung bagaimana nilai-nilai integritas begitu aplikatif dalam
kehidupan individu sehari-hari.

Sementara di tingkat SMP dan SMA, peserta didik mulai diajak


untuk lebih analitis dan kritis melalui bentuk-bentuk pembelajaran
seperti problem-based learning, project-based learning, dan
seterusnya. Bentuk-bentuk pembelajaran partisipatif tersebut dapat
memanfaatkan TIK yang disesuaikan dengan tingkat akses digital di
masing-masing lokasi. Misalnya, guru mengarahkan untuk membuat
konten sosialisasi nilai integritas secara kreatif dan dipublikasikan
lewat media sosial. Contoh lainnya adalah mendiskusikan di ruang
kelas berbagai informasi yang ada di internet (baik yang terkait
kasus korupsi secara langsung maupun nilai integritas secara umum).
Model pembelajaran dialogis menjadi salah satu langkah yang baik
terutama untuk menanamkan nilai-nilai integritas kepada peserta
didik di jenjang menengah.

Kedua, pengembangan kurikulum PAK sebagaimana penjelasan


di atas tidak harus dalam bentuk “penambahan kurikulum”
melainkan dapat berupa “integrasi”. Inti dari gagasan integrasi
adalah menyelaraskan penyelenggaraan PAK dengan kebijakan
pendidikan karakter yang telah dikeluarkan pemerintah pusat. Salah
satu bentuknya yaitu menyelaraskan dengan kurikulum yang sudah
ada. Misalnya, dengan memetakan mata pelajaran di setiap jenjang
pendidikan dalam konteks PAUD Dasmen untuk dapat diintegrasikan
nilai-nilai integritas dan antikorupsi.

Proses integrasi hanya dapat terjadi jika terjadi sinergi terutama


antara KPK dan Kemdikbudristek (sebagai kewenangan pusat
kebijakan pendidikan). Implementasi dari sinergi itu dapat diawali
dengan pembuatan nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan
Kemdikbudristek. Dalam upayanya, KPK dan Kemdikbudristek (juga
melibatkan para pakar pendidikan) membentuk tim agar proses

__________________________________________________________________________________________  105
integrasi yang terjadi dapat berjalan dengan baik. Pelibatan pakar
pendidikan menjadi penting sebagai bentuk partisipasi publik
dari luar elemen pemerintah dalam merumuskan bagaimana PAK
semestinya berjalan dan terintegrasi dengan kurikulum yang sudah
ada.

Ketiga, aspek berikutnya yang juga tidak kalah penting adalah


pemutakhiran modul ajar dan penyusunan contoh proyek penguatan
profil pelajar Pancasila dengan tema sesuai agenda PAK. Hal ini pada
dasarnya masih berkaitan dengan agenda integrasi terutama capaian
pembelajaran (CP) dan panduan pengembangan proyek profil
pelajar Pancasila. Beberapa bentuk inisiatif yang dapat dilakukan:
(1) Pemutakhiran berbagai bahan ajar yang telah diterbitkan KPK,
yang dapat disesuaikan dengan format modul ajar Kemdikbudristek;
(2) Penyusunan contoh proyek penguatan profil pelajar Pancasila
sesuai dengan tema projek yang tersedia; (3) Validasi modul ajar dan
contoh proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Pengembangan
modul integrasi juga dirasa penting dengan memberikan contoh-
contoh yang menginspirasi guru. Modul ajar ini merupakan paket
belajar yang lengkap terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), materi dan bahan ajar, serta asesmen formatif.

Keempat, implementasi agenda PAK ini pada dasarnya perlu


didukung dengan kerangka regulasi yang memadai. Berbeda
dengan pendidikan tinggi yang secara langsung dinaungi oleh
Kemdikbudristek, oleh karena adanya prinsip otonomi daerah
berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
urusan pendidikan sebagai layanan dasar adalah kewenangan
pemerintah daerah. Frame regulasi tersebut berimplikasi pada
penetapan regulasi pendidikan untuk jenjang PAUD,3 dasar, dan
menengah berada di bawah kewenangan pemerintah daerah.4 Dalam
konteks pusat sebetulnya sudah ada regulasi dalam bentuk Surat
Edaran (SE) Mendagri Nomor 420/4047/SJ tentang Implementasi
Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi. Intinya, SE tersebut
mendorong pemerintah daerah untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter dan budaya antikorupsi melalui;

• satuan pendidikan;
• integrasi dengan rencana pembangunan daerah yang
dianggarkan dalam APBD atau sumber pendanaan lain;
• monitoring dan evaluasi;

3 Dalam konteks ini, PAUD sebagaimana pasal 26 ayat (3) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini dikategorisasi sebagai pendidikan nonformal.

4 Urusan pendidikan anak usia dini dan nonformal serta pendidikan dasar di bawah kewenangan pemerintah
kabupaten/kota, sementara pendidikan menengah menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

106 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


• publikasi atas kepatuhan pada nilai-nilai pendidikan karakter dan
budaya antikorupsi;
• mendorong pemerintah kabupaten/kota menerapkan pendidikan
karakter dan budaya antikorupsi yang dikawal langsung oleh
pemerintah provinsi.

Proses pelaksanaan dari SE Mendagri tersebut perlu


dikonsolidasikan dalam bentuk peraturan baik Peraturan Gubernur
(Pergub), Peraturan Bupati (Perbup), Peraturan Walikota (Perwal),
atau bahkan Peraturan Daerah (Perda). Beberapa daerah telah
memiliki regulasi implementasi PAK seperti; Pergub Jawa Tengah
No. 10 Tahun 2019 tentang Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di
Jawa Tengah; Perbup Lampung Barat No. 38 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Karakter dan Budaya Anti Korupsi Pada
Satuan pendidikan; Perwal Yogyakarta No. 87 Tahun 2020 tentang
Implementasi Pendidikan Antikorupsi. Dengan demikian, menjadi
penting bagi daerah-daerah yang belum memiliki basis regulasi
untuk didorong menyusun dan mengesahkan peraturan terkait
implementasi PAK.

Kelima, intervensi berikutnya adalah melakukan penguatan


kapasitas guru, sekolah, dan dinas pendidikan dengan:

• Mengidentifikasi strategi sosialisasi cascading yang lebih


sistematis, penyusunan sistem pengembangan kapasitas
guru dan satuan pendidikan yang lebih komprehensif dan
berkelanjutan.
• Merancang sistem monitoring PAK di sekolah untuk membantu
guru dalam implementasi.
• Kolaborasi dengan pemerintah daerah (Pemda) dalam
pengembangan kurikulum PAK yang kontekstual, relevan dan
menjadi milik bersama.

Guru di sekolah bukanlah satu-satunya sumber pembelajaran


bagi peserta didik. Kepala sekolah dan tenaga kependidikan juga
berperan dalam membentuk lingkungan sosial anak sehingga mereka
juga perlu memiliki panduan implementasi PAK. Di luar sekolah, orang
tua adalah aktor yang sangat berperan dalam proses pendidikan
anak di mana peranan mereka justru sangat besar. Menjadi penting
dalam hal ini adalah memberikan panduan implementasi PAK kepada
para orang tua agar internalisasi nilai integritas berjalan harmonis
antara sekolah dengan keluarga. Sosialisasi/pelatihan panduan PAK
ini berfungsi tidak hanya memberitahu seputar materi apa saja yang
disampaikan, melainkan juga pendekatan pembelajaran (metode)
terutama dalam menghadapi tantangan zaman.

__________________________________________________________________________________________  107
Keenam, apa yang tidak kalah penting adalah upaya internalisasi
nilai integritas melalui media. Setidaknya ada dua hal yang dapat
dilakukan. Pertama, advokasi ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
atau Kemenkominfo untuk pengaturan materi penyiaran yang
mendorong nilai-nilai PAK. Hal ini menjadi krusial karena peserta didik
di rumah dalam banyak kesempatan menyaksikan siaran TV. Kedua,
adalah dengan mendorong materi-materi PAK di media digital. Tentu
saja hal ini perlu dibangun kerjasama dengan Kemenkominfo sebagai
aktor yang memiliki kewenangan dalam mengatur ruang digital
Indonesia (Indonesia adalah pasar besar penggunaan media digital,
termasuk kalangan siswa di berbagai jenjang). Misalnya, dengan
mendorong perusahaan platform media sosial (termasuk video
game) di Indonesia untuk mengiklankan konten antikorupsi bagi para
penggunanya.

108 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


2.
Jenjang Pendidikan
Tinggi (DIKTI)
Pendidikan tinggi sebagaimana termaktub dalam UU No. 12 Tahun
2012 didefinisikan sebagai jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup diploma, sarjana, magister, doktor,
profesi, dan spesialis. Jika merujuk pada tahapan perkembangan
moral, peserta didik yang telah memasuki jenjang pendidikan tinggi
sejatinya telah berada di usia dewasa dengan kondisi moralitas
otonom. Artinya, individu memiliki pilihan moralnya sendiri sekaligus
bertanggung jawab atas pilihannya tersebut. Seperti yang telah
disinggung sebelumnya, karakter individu dewasa pada dasarnya
adalah cerminan dari nilai-nilai yang telah diserap sejak usia dini.
Oleh sebab itu, ada dua hal yang patut digarisbawahi dari sini.

Pertama, pendekatan PAK kepada mahasiswa di perguruan tinggi


(PT) diasumsikan sebagai individu dewasa yang berbeda dari
periode usia sebelumnya. Istilah pembelajaran untuk orang dewasa,
sebagaimana disebut oleh profesor Malcolm S. Knowles, disebut
sebagai andragogi (untuk anak-anak disebut sebagai pedagogi).
Tabel 2.6 berikut merupakan perbedaan dalam proses pembelajaran
antara pendekatan pedagogi dan andragogi.

__________________________________________________________________________________________  109
Tabel 2.5 Perbedaan pendekatan pedagogi dan andragogi

No Elemen Pedagogi Andragogi

1 Persiapan Minimal • Menyediakan informasi terlebih dahulu


sebelum • Mempersiapkan partisipasi peserta didik
belajar
• Memperhatikan ekspektasi peserta didik
• Dimulai dari berpikir tentang konten
pembelajaran/yang akan diajarkan

2 Iklim belajar • Berorientasi pada otoritas • Relaks, mengutamakan rasa saling


• Formal percaya
• Kompetitif • Saling menghormati (kesetaraan)
• Kolaboratif-suportif
• Terbuka dan partisipatif
• Mempertimbangkan aspek kemanusiaan

3 Perencanaan Dilakukan oleh pendidik (guru) Dilakukan bersama-sama antara pelatih/


belajar pendidik dengan peserta didik

4 Diagnosis Dilakukan oleh pendidik (guru) Dilakukan bersama-sama antara pelatih/


kebutuhan pendidik dengan peserta didik

5 Penentuan Ditentukan oleh pendidik Ditentukan bersama-sama antara pelatih/


tujuan (guru) pendidik dengan peserta didik

6 Perencanaan Fokus pada konten materi Fokus pada pemecahan masalah


materi

7 Aktivitas Cenderung satu arah Kolaboratif-partisipatif


belajar

8 Evaluasi Dilakukan oleh pendidik (guru) Dilakukan bersama-sama antara pelatih/


pendidik dengan peserta didik

Sumber: Knowles, et al ( 2015: 55)

Sebetulnya dalam praktik kedua pendekatan di atas tidak terpisah


satu dengan lainnya. Pada tingkat PAUD dan SD (dan sebagian besar
pada tingkat SMP) jelas pendekatan pedagogi adalah yang paling
dominan. Namun, ketika memasuki jenjang SMA, beberapa unsur
dalam pendekatan andragogi (partisipatif, kolaboratif, dan analitis-
pemecahan masalah) juga sudah mulai dilakukan. Pada saat peserta
didik memasuki jenjang pendidikan tinggi, pendekatan berorientasi
andragogi sebagaimana karakteristiknya diurai tabel di atas adalah
yang paling dominan. Hal ini tentu menjadi landasan penyesuaian
bagi PAK di jenjang pendidikan tinggi.

Kedua, PAK dalam jenjang pendidikan tinggi sudah diarahkan pada


pemeliharaan nilai integritas. Sebetulnya area pemeliharaan ini
sepenuhnya berada di diri individu sebagai insan yang dewasa.
Namun, bukan berarti tidak ada internalisasi nilai integritas yang
dapat dilakukan oleh dosen sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Salah satunya adalah ketegasan akan pelarangan plagiarisme. Pada

110 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


jenjang pendidikan tinggi di seluruh dunia, tindakan plagiasi adalah
“dosa besar” yang dilakukan oleh sivitas akademika. Zero tolerance
terhadap praktik plagiarisme menjadi bentuk pemeliharaan nilai
integritas bagi peserta didik. Pada saat bersamaan, zero tolerance
terhadap plagiarisme menjadi bentuk intensifikasi nilai etos kerja
pada peserta didik di lingkup PT.

Gagasan utama dalam konteks pemeliharaan adalah terwujudnya


integritas akademik (academic integrity) yang hanya dimungkinkan
dengan kondusifitas dari ekosistem PT itu sendiri. Integritas
akademik berarti “tindakan-tindakan oleh seluruh anggota PT baik itu
pimpinan, dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, dan unsur-unsur
lainnya berkomitmen pada: kejujuran, kepercayaan, keadilan, respect,
dan tanggung jawab” (Tertiary Education Quality and Standards
Agency, t.t.). Definisi integritas akademik yang menyinggung lima
nilai fundamental itu bersandar dari apa yang telah disebutkan
International Center for Academic Integrity (ICAI), sebuah lembaga
non-profit global yang bertujuan untuk mendorong ditegakkannya
integritas akademik di seluruh dunia. Dengan adanya integritas
akademik bukan hanya memungkinkan PAK berfungsi secara optimal
pada lingkup pendidikan tinggi, melainkan juga menjadi “kekuatan
pendorong” bagi kemunculan SDM berintegritas yang berkontribusi
di masyarakat.

Di sini kita harus memahami bahwa individu pada jenjang pendidikan


tinggi belum menjadi “dewasa seutuhnya”. Dalam konteks Indonesia,
menjadi dewasa utuh adalah ketika individu telah berkontribusi
langsung ke masyarakat melalui bidang profesi apapun. Pendidikan
tinggi sering diibaratkan sebagai miniatur masyarakat, sehingga,
setting pembelajaran dan kehidupan di dalamnya harus dibuat
seideal mungkin, termasuk sikap antikorupsi. Hal ini akan menjadi
bekal penting bagi individu ketika benar-benar mengambil peran
utuh di masyarakat sebagai orang dewasa.

Apa yang juga patut dicermati bahwa pendidikan tinggi memiliki


tridharma yang meliputi pendidikan, pengabdian masyarakat dan
penelitian. Para sivitas akademika idealnya mampu mengamalkan
ketiga dharma tersebut dalam konteks upaya antikorupsi. Dari
sisi pendidikan, sivitas akademika menghadirkan pembelajaran
sekaligus keteladan agar menjadi contoh sekaligus role model insan
berintegritas di tengah masyarakat. Dari sisi pengabdian artinya
sivitas akademika hadir dan ikut menyelesaikan persoalan di tengah
masyarakat. Sementara dari sisi penelitian, sivitas akademika aktif
melakukan kajian demi mengembangkan pengetahuan.

__________________________________________________________________________________________  111
Upaya Antikorupsi dalam
Ketiga dharma (tridharma) tersebut pada dasarnya sangat kontributif
Tridharma Pendidikan
terhadap pembangunan integritas bangsa. Bentuk dari keterkaitan
Tinggi :
antara tridharma perguruan tinggi dan nilai integritas termaktub
1. Pendidikan dalam penjelasan berikut:
2. Penelitian
3. Pengabdian Pendidikan: Pendidikan menjadi elemen penting karena keterkaitan
Masyarakat yang begitu erat dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Pendidikan berkualitas selaras dengan (learning) outcomes
berupa SDM unggul yang kelak meningkatkan produktivitas sosial
ekonomi negara dan daya saing global. Akan tetapi, sebagaimana
jenjang sebelumnya, pendidikan berkaitan dengan moral (termasuk
integritas) sebagai core values bagi kehidupan manusia. Di tingkat
PT, integritas dapat ditanamkan dengan pemantapan (pemeliharaan)
dan implementasi praktik kehidupan yang antikorupsi. Artinya, selain
diintegrasikan dalam materi pembelajaran (seperti mata kuliah),
implementasi integritas juga mesti terwujud pada proses pendidikan
itu sendiri. Seperti melarang dengan tegas tindakan plagiasi dengan
memberikan hukuman paling berat bagi para pelakunya.

Penelitian: Penelitian adalah core activity bagi academia di


lingkungan pendidikan tinggi. Fungsi dari penelitian tidak hanya
untuk memproduksi pengetahuan semata, melainkan juga
mengkonversi pengetahuan tersebut dalam bentuk luaran yang
berkontribusi signifikan sebagai pengentas masalah-masalah publik
(public issues). Ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kebijakan
publik berbasis bukti haruslah didasarkan pada riset-riset ilmiah di
mana peranan kampus dalam konteks ini sangatlah besar. Korupsi
sangatlah jelas menjadi masalah publik bangsa ini. Maka penelitian
begitu berperan untuk menghasilkan inovasi untuk mengentaskan
masalah korupsi melalui pengembangan pengetahuan tentang
integritas dan prinsip antikorupsi secara multidisiplin mengingat
kampus memiliki latar kepakaran yang beragam.

Pengabdian masyarakat: Pengabdian masyarakat sangatlah


terkait dengan penelitian. Apabila penelitian berkaitan dengan upaya
pengembangan pengetahuan, sementara pengabdian masyarakat
adalah implementasi praksis dari aktivitas riset tersebut. Dalam
konteks antikorupsi, misalnya, kampus berkolaborasi dengan
pemerintah (termasuk swasta) untuk memberikan pendampingan/
masukan dalam menyelenggarakan birokrasi antikoruptif. Contoh
lainnya adalah bagaimana riset-riset dari kampus mampu
mendorong materi atau model pembelajaran macam apa yang
efektif meningkatkan nilai integritas di antara masyarakat Indonesia.
Bentuk yang lain juga dapat mewujud dengan melakukan intervensi

112 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


langsung kepada masyarakat terutama agar subjek intervensi dapat
mengalami peningkatan dari aspek nilai-nilai integritas.

Pada akhirnya, PT adalah pendorong utama nilai integritas yang


mencerahkan masyarakat dari irasionalitas dan keruntuhan moral.
Peran PT begitu sentral untuk memecah kebudayaan dan dogma
yang seolah membenarkan tindakan-tindakan kontra-integritas
di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang telah disebutkan
dalam pertimbangan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi: “bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan memperhatikan nilai humaniora serta pembudayaan dan
pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan”.

Pada jenjang perguruan tinggi pendidikan antikorupsi memegang


peranan penting untuk mengantarkan mahasiswa menghadapi realita
kompleksitas masalah akibat korupsi yang sebentar lagi akan ditemui
di kehidupan bermasyarakat pasca kampus. Rekomendasi optimilasi
pendidikan antikorupsi dititikberatkan pada aspek berikut ini:

1. Tridharma Perguruan Tinggi

PAK terintegrasi ke dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian


masyarakat. Maka perlu pemahaman mendalam terkait tridharma
dan rancangan konseptualnya.

2. Problem Based Learning (PBL) Project Based


Learning (PjBL), Work Based Learning (WBL),
Service Learning (SL), Cooperative Learning (CL)

Kelima metode ini dapat diterapkan oleh para dosen untuk


memberikan pola belajar yang mengutamakan partisipasi aktif
peserta dan pengalaman komprehensif baik di dalam maupun di luar
ruang kelas.

3. Roleplay

Bermain peran mampu memberikan kesan atau pengalaman yang


berbeda bagi mahasiswa. Selain itu untuk memperdalam konsep
para mahasiswa dengan sketsa atau jalan cerita pendek yang benar-
benar bisa menerangkan konsep nilai integritas dengan baik.

__________________________________________________________________________________________  113
4. Andragogi kritis terkait korupsi dan antikorupsi

Andragogi berarti belajar dengan manusia dewasa. Semua konten


yang disampaikan lebih leluasa untuk dikembangkan dan diperdalam
dengan konteks masalah yang lebih rumit. Sehingga diskusi yang
dijalankan dapat mengasah kemampuan berpikir kritis mahasiswa.

5. Pelibatan akademisi dan aktor antikorupsi

Dengan melibatkan akademisi dan aktor antikorupsi, PAK semakin


lengkap dan mampu menghadirkan konsep atau konten belajar
yang lebih menarik. Pengalaman atau situasi yang pernah dialami
akademisi maupun aktor korupsi akan menjadi bagian menarik untuk
dikembangkan.

Peluang dan Tantangan

Banyak peluang yang hadir pada jenjang pendidikan tinggi dalam


mendukung PAK. Pendidikan tinggi memiliki kontribusi besar tidak
hanya pada produksi pengetahuan melainkan juga bagi pengabdian
kepada masyarakat. Hal ini membuat pendidikan tinggi berperan
sentral dalam memajukan kesejahteraan sosial sebagaimana cita-
cita bangsa Indonesia. Kampus dapat menjadi garda terdepan dalam
upaya-upaya antikorupsi. Pertama, kampus dapat menjadi pusat
pergerakan antikorupsi. Kedua, kampus menjadi pusat pembelajaran
antikorupsi. Ketiga, kampus menjadi pusat inovasi dan produksi
pengetahuan mengenai masalah-masalah korupsi dan nilai integritas.
Keempat, kampus adalah tempat berkumpulnya para pakar (pool
experts) yang mampu berkontribusi pada agenda antikorupsi
berdasarkan bidang keahlian masing-masing.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev), saat ini sudah


ada 6.297 program studi dari 951 PT yang sudah melaksanakan
PAK. Penguatan dari segi ekosistem juga mulai dilakukan sejak
dilaksanakannya rapat koordinasi nasional pendidikan karakter
dan budaya antikorupsi berdasarkan komitmen lima kementerian/
lembaga. Sementara dari sisi pengaturan, sudah tersedia regulasi
pendukung dari Kemdikbudristek dan Kemenag yang kemudian
menjadi dasar hukum pelaksanaan PAK di tingkat pendidikan tinggi.

Kampus relatif memiliki ragam kegiatan kemahasiswaan yang sangat


potensial untuk diinkorporasikan dengan agenda PAK. Salah satu
yang paling besar adalah kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus
bagi Mahasiswa Baru (PPKMB) di mana banyak mata acara atau
materi yang sangat mungkin diintegrasikan dengan PAK, baik secara

114 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


langsung maupun tidak langsung. Penyisipan nilai integritas pada
berbagai kegiatan baik akademik dan non-akademik juga sejalan
dengan tujuan pendidikan tinggi sebagaimana tertera pada pasal 5
UU No. 12 Tahun 2012:

• Berakhlak mulia dalam relevansinya dengan nilai jujur, adil,


peduli, dan tanggung jawab.
• Tujuan untuk menjadi manusia yang mandiri.
• Tujuan pengetahuan untuk menerapkan nilai humaniora yang
bermanfaat bagi kemajuan bangsa yang selaras dengan nilai adil,
peduli, dan tanggung jawab.
• Pengabdian kepada masyarakat yang bermanfaat memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang
juga merupakan cita-cita dari gerakan antikorupsi dan tujuan
kemerdekaan.

Selain itu, mahasiswa yang adaptif terhadap perkembangan


teknologi juga membuat mereka semakin kritis. Banyaknya informasi
terutama mengenai isu korupsi yang dengan mudah diakses dapat
menjadi peluang untuk membangun sikap antikorupsi di kalangan
mahasiswa. Bahkan, dalam berbagai gerakan antikorupsi di kampus
justru dimotori oleh mahasiswa sendiri.

Tentu, besarnya peluang bukan berarti tidak ada tantangan yang


harus dihadapi sama sekali. Tantangan terberat adalah kenyataan
bahwa pendidikan tinggi menjadi tempat di mana praktik korupsi
justru sering terjadi. Berdasarkan data ICW, sepanjang 2003 hingga
2013 telah terjadi 296 kasus korupsi pendidikan yang diungkap
penegak hukum dengan penetapan 479 tersangka. Rangkaian kasus
korupsi di pendidikan tinggi telah merugikan negara hingga lebih dari
Rp200 miliar. Kenyataan ini begitu pahit karena sangat berlawanan
dengan kondisi ideal bahwa semestinya pendidikan tinggi menjadi
garda paling depan dalam agenda PAK.

Akar persoalan dari kemunculan berbagai kasus korupsi di jenjang


pendidikan tinggi dapat ditelusuri melalui sejauh mana integritas
akademik ditegakkan (enforced). Integritas akademik tidak hanya
dibebankan kepada mahasiswa sebagai peserta utama dari
penyelenggaraan pendidikan tinggi. Melainkan juga keseluruhan
aktor yang saling terikat dan membentuk ekosistem di level
pendidikan tinggi itu sendiri. Dalam sebuah paper yang ditulis oleh
Elena Denisova-Schmidt (2017), ada beberapa bentuk “korupsi” yang
lazim terjadi di PT. Penyematan tanda petik dalam kata “korupsi”
dimaksudkan bahwa tidak melulu mengarah pada “tindak pidana
korupsi” melainkan tindakan tersebut justru melukai integritas
akademik.

__________________________________________________________________________________________  115
Tabel 2.6 Bentuk-Bentuk Korupsi di PT

No Varian Definisi (Menurut TI) Contoh di PT

1 Penyuapan Menawarkan, menjanjikan, memberi, • Seorang mahasiswa menyuap


(bribery) menerima, atau meminta keuntungan dosen untuk mendapatkan nilai
sebagai bujukan untuk tindakan yang ujian sesuai yang diharapkan
ilegal, tidak etis, atau pelanggaran • Seorang mahasiswa membayar
kepercayaan. Bujukan dapat berupa ghost writer (jasa joki) untuk
hadiah, pinjaman, biaya, penghargaan, menulis tugas akhirnya (skripsi/
atau keuntungan lain (pajak, layanan, tesis/disertasi)
sumbangan, dll.).
• Tenaga kependidikan menerima
suap untuk memberikan
kemudahan administratif kepada
pihak tertentu.

2 Kolusi Perjanjian rahasia antara pihak-pihak, • Faculty members mengabaikan


(collusion) di sektor publik dan/atau swasta, mahasiswa yang bertindak amoral
untuk bersekongkol dalam melakukan • Membentuk “kolusi sitasi” di mana
tindakan yang bertujuan menipu atau masing-masing academia saling
melakukan penipuan dengan tujuan mengutip paper guna menaikkan
mendapatkan keuntungan finansial h-index
yang tidak sah. Pihak-pihak yang
• Pimpinan PT meloloskan
terlibat sering disebut sebagai “kartel”.
pihak tertentu dalam kegiatan
pelelangan karena telah terjadi
kesepakatan sebelumnya (pre
agreement)

3 Konflik Situasi di mana seorang individu, • Seorang pejabat tinggi di


kepentingan atau entitas tempat orang itu bekerja, badan akreditasi PT melakukan
(conflict of baik pemerintah, bisnis, media, akreditasi terhadap kampus
interest) atau organisasi masyarakat sipil, tempat ia juga bekerja di
dihadapkan pada pilihan antara tugas dalamnya
dan tuntutan posisi mereka dan • Seorang dosen menjadi
kepentingan pribadi mereka sendiri. pembimbing tugas akhir bagi
mahasiswa yang masih memiliki
hubungan rekanan/saudara
• Seorang tenaga kependidikan
memiliki usaha katering dan
menjadi penyedia utama bagi
kebutuhan konsumsi pada setiap
kegiatan

4 Favoritisme Patronase: bentuk favoritisme di • Seorang dosen direkrut /


(favoritism) mana seseorang dipilih, terlepas dipromosikan pada jabatan lebih
dari kualifikasi atau haknya, untuk tinggi (diangkat menjadi guru
pekerjaan atau keuntungan pemerintah besar) karena adanya koneksi
karena afiliasi atau koneksi politik personal dengan menghiraukan
ketercapaian / prestasi akademik
Nepotisme: bentuk favoritisme
berdasarkan kenalan dan hubungan
akrab di mana seseorang dalam posisi
resmi mengeksploitasi kekuasaan
dan wewenangnya untuk memberikan
pekerjaan atau bantuan kepada
anggota keluarga atau teman,
meskipun dia mungkin tidak memenuhi
syarat atau layak.

116 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


No Varian Definisi (Menurut TI) Contoh di PT

5 Kecurangan Tindakan dengan sengaja menipu • Mahasiswa melakukan plagiasi


(fraud) seseorang untuk mendapatkan dalam menuliskan tugas-tugasnya
keuntungan yang tidak adil atau ilegal di kampus
(finansial, politik, atau lainnya). • Tenaga kependidikan memalsukan
aplikasi penerimaan mahasiswa
baru
• Dosen menyalahgunaan dana
hibah penelitian tidak sesuai
dengan anggaran dalam proposal
yang semula diajukan

6 Lobi Setiap aktivitas yang dilakukan Industri-industri yang merugikan


(lobbying) untuk mempengaruhi kebijakan dan masyarakat meminta agar researcher
keputusan pemerintah atau lembaga dari PT untuk melakukan penelitian
demi tujuan atau hasil tertentu. agar mendukung tindakan/
produknya; biasanya beriringan
dengan bribery karena ada sejumlah
hadiah/uang yang telah dijanjikan

7 Revolving Orang perseorangan yang berpindah- Seorang pejabat di lembaga


doors pindah antara jabatan publik dan pemerintahan / badan usaha milik
perusahaan swasta, memanfaatkan pemerintah yang berpengaruh juga
masa jabatannya di pemerintahan menjadi rektor pada sebuah PT
untuk kepentingan perusahaan yang
dulu dia atur.

Sumber: Denisova-Schmidt (2017: 3-4).

Sebagian dari tindakan-tindakan tersebut secara kasatmata dapat


dilihat dalam fenomena belakangan ini. Misalnya, jasa joki (ghost
writer) pembuatan tugas akhir mahasiswa seperti skripsi, tesis,
dan disertasi menjadi fenomena yang marak terjadi di berbagai
PT.5 Beberapa kasus yang juga seringkali ditemui adalah “kartel
sitasi” dalam pengertian di mana komunitas akademik bersepakat
untuk saling mensitasi agar menaikkan h-index.6 Dalam beberapa
kesempatan dosen juga mewajibkan mahasiswa bimbingannya untuk
mengutip karya-karya ilmiah dalam publikasi/tugas akhir kendati
tidak ada relevansinya. Bahkan pada level pimpinan PT seperti
rektor beberapa di antaranya juga menempati posisi strategis dalam
lembaga negara seperti BUMN.7 Kondisi-kondisi seperti ini adalah
tantangan besar karena berkaitan langsung dengan sejauh mana
ekosistem pendidikan tinggi sejalan dengan prinsip-prinsip integritas
akademik.

5 Investigasi yang dilakukan media Asumsi (2022) berjudul “Kerah Biru: Pakai Joki, Jalan Pintas Skripsi” menjadi
salah satu liputan jurnalistik yang menggambarkan bagaimana fenomena jasa ghost writer pembuatan tugas
akhir mahasiswa bekerja oleh karena tingginya permintaan (demand). Liputan tersebut dapat diakses melalui URL
berikut: https://www.youtube.com/watch?v=Hmpr7ny_Ekc&t=324s.

6 h-index adalah tolak ukur yang menggambarkan produktivitas atau dampak dari karya ilmiah dari academia di
lingkup pendidikan tinggi.

7 Beberapa di antaranya dapat dilihat dari daftar yang dikeluarkan Tempo.co (2012) pada URL berikut: https://
nasional.tempo.co/read/1486059/selain-rektor-ui-ini-daftar-rektor-yang-rangkap-jabatan-sebagai-komisaris.

__________________________________________________________________________________________  117
Menyinggung kembali konsep normalization of corruption yang
diperkenalkan Ashforth & Anand (2003), pembiasaan tindakan-
tindakan yang melukai nilai integritas lama-kelamaan mendorong
suatu organisasi terjebak pada kultur korupsi. Pada tindakan lebih
lanjut, kultur tersebut membuat beberapa agen dalam organisasi
bertindak korupsi yang menyebabkan skala kerugiannya menjadi
lebih luas. Problem semacam ini, sekali lagi, mesti disasar pada
aspek paling mendasar yaitu sejauh mana PT mampu menegakkan
struktur dan kultur yang mendukung terwujudnya integritas
akademik.

Secara teknis tantangan seperti informasi mengenai


Permenristekdikti No. 33 Tahun 2019 yang mewajibkan implementasi
PAK di perguruan tinggi juga belum tersampaikan secara merata.
Ketika Indonesia diterjang Pandemi Covid-19, pembelajaran melalui
daring yang menurunkan efektivitas pembelajaran tidak hanya
pada materi antikorupsi melainkan juga materi perkuliahan secara
umum. Kemudian pada banyak kondisi juga komitmen para pimpinan
perguruan tinggi yang masih rendah. Sementara pada kampus
swasta, seringkali ditemui tidak sinkronnya antara visi dan misi
yayasan dengan kampus. Sehingga, hal ini juga menjadi penghambat
dalam pengintegrasian PAK.

Keterlibatan Aktor dan Strategi Intervensi

Berikut merupakan peta jejaring PAK pada jenjang pendidikan tinggi:

Gambar 2.3
Peta jejaring PAK pada
jenjang Pendidikan Tinggi

118 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Berikut merupakan aktor-aktor yang terlibat serta peranannya:

Tabel 2.7 Aktor-aktor yang terlibat (jenjang Pendidikan Tinggi)

No Aktor Peran/Tugas

1 Pemerintah 6. Menetapkan regulasi pendukung pelaksanaan PAK


(Kemdikbudristek)
7. Menenetapkan regulasi pendukung pelaksanaan PAK
untuk urusan mata kuliah keagamaan (Kemenag)

2 Pimpinan Perguruan tinggi 1. Menetapkan aturan penyelenggaraan PAK pada lingkup


kampus (rektor / pimpinan yayasan)
2. Mengawal pelaksanaan penyelenggaraan PAK (Majelis
Wali Amanat)
3. Menentukan norma, etika, dan budaya akademik yang
mendukung pelaksanaan tridharma dalam konteks nilai
integritas dan antikorupsi (Dewan Guru Besar/Senat
Akademik)

3 LLDIKTI / Kopertais Merumuskan kebijakan dan melaksanakan pengawasan,


pengendalian, dan pembinaan perguruan tinggi swasta di
wilayah kerjanya berdasarkan kebijakan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi.

4 Dosen 1. Mentransformasikan, mengembangkan, dan


menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada
Masyarakat.
2. Membuat perencanaan dan melaksanakan integrasi PAK
dalam kegiatan pembelajaran.
3. Melatih dan menanamkan nilai integritas bagi mahasiswa.
4. Sebagai role model integritas, profesionalisme dan
penerapan sikap antikorupsi

5 Organisasi profesi dosen 1. Menjalin kemitraan dengan KPK terkait implementasi PAK.
2. Menghimpun pendidik dan tendik untuk giat berbagi ilmu
pendidikan karakter integritas atau PAK.
3. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pendidik
dan tendik sebagai role model integritas.
4. Mendorong terpenuhinya standarisasi integrasi PAK di
Perguruan Tinggi.

6 Organisasi mahasiswa Menjadi wadah pengembangan minat dan kreativitas


mahasiswa yang menjadi eksekutor pelaksanaan PAK di
tengah-tengah mahasiswa.

7 Agen mahasiswa 1. Menjadi teladan dalam penerapan nilai antikorupsi/


berintegritas karakter integritas
2. Memantau/mengawasi tata kelola pendidikan tinggi yang
berintegritas/antikorupsi
3. Menyebarkan konten-konten positif yang mendorong
tumbuhnya integritas dan semangat antikorupsi

__________________________________________________________________________________________  119
No Aktor Peran/Tugas

8 Ikatan Alumni Perguruan Menjadi wadah yang mengkolaborasi dan mengaktivasi alumni
Tinggi PT untuk tetap berkontribusi dalam mendorong nilai integritas
dan antikorupsi di lingkungan PT.

9 Pusat Kajian/ Penelitian Menjadi wadah yang mendorong riset dan inovasi terutama
untuk kepentingan antikorupsi.

10 BAN-PT/ LAM-PT Melakukan akreditasi terhadap PT dengan


mempertimbangkan indikator terkait nilai integritas di
dalamnya.

11 Pakar pendidikan 1. Pendampingan penyusunan kurikulum PAK


2. Pendampingan penyusunan modul ajar PAK
3. Melakukan evaluasi penyelenggaraan integrasi PAK di
Pendidikan Tinggi

12 Industri 1. Mendorong etika profesi yang selaras dengan nilai


integritas dalam praktik kerja.
2. Memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam materi
selaras dengan nilai integritas (industri kreatif).
3. Menampilkan materi edukasi antikorupsi (industri kreatif).

13 Tenaga kependidikan Menjadi role model pelaksana birokrasi Perguruan Tinggi


berintegritas dengan melaksanakan

14 Masyarakat 1. Sebagai role model integritas, profesionalisme dan


penerapan sikap antikorupsi
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung antikorupsi
baik secara langsung dalam kehidupan sehari-hari
maupun melalui kampanye media sosial yang mendorong
nilai integritas.

Sebagaimana telah disebutkan di muka, tridharma perguruan


tinggi memainkan peranan yang begitu penting dalam konteks
antikorupsi level pendidikan tinggi. Itulah mengapa intervensi yang
dilakukan juga mesti menyasar pada tiga aspek utama: pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat. Pada dasarnya, tingkat
pendidikan tinggi menekankan pemeliharaan nilai integritas sehingga
implementasinya mesti lebih dititikberatkan pada dharma penelitian
dan pengabdian masyarakat alih-alih pendidikan semata. Kendati
demikian, bukan berarti tidak ada strategi yang menyasar pada
aspek pendidikan. Hal penting berikutnya adalah mendorong
terwujudnya integritas akademik pada PT sebagai langkah intervensi
penting dan mendasar.

Pertama pada aspek pendidikan. Beberapa bentuk implementasi


pada aspek pendidikan antara lain: PAK dapat diintegrasikan dengan
salah satu materi pada mata kuliah umum atau yang relevan sebagai
salah satu bentuk penyelenggaraan. Perlu diketahui bersama bahwa
pasal 2 ayat (1) Permenristekdikti No. 33 Tahun 2019 mensyaratkan
PAK diselenggarakan melalui mata kuliah (atau disisipkan pada mata
kuliah wajib maupun mata kuliah relevan). Hal tersebut didukung

120 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


dengan terbitnya Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud No.
84/E/KPT/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Mata Kuliah Wajib
pada Kurikulum Pendidikan Tinggi dimana substansi kajian pada
setiap mata kuliah wajib kurikulum (MKWK) dapat dikembangkan
oleh dosen sesuai dengan perkembangan zaman dan keilmuan
dengan menggali dan menyisipkan muatan aktual dan kontekstual
salah satunya terkait PAK.

Selain itu tidak menutup kemungkinan jika kemudian PT


menyelenggarakan PAK sebagai bagian dari mata kuliah wajib.
Adalah Universitas Paramadina sejak 2008 telah menjadi PT pertama
di Indonesia yang menyelenggarakan mata kuliah wajib antikorupsi.
Penyelenggaraan mata kuliah tersebut dilakukan melalui:

• pengajaran interaktif;
• kunjungan ke KPK;
• kunjungan ke Pengadilan TIPIKOR;
• studium generale dengan mengundang para tokoh terutama di
bidang antikorupsi;
• penulisan investigative report atas kasus korupsi yang dicermati
langsung di lapangan.

Bentuk penyelenggaraan PAK lainnya dapat melalui mata kuliah


mandiri namun bentuknya tidak wajib. Pilihan ini didukung dengan
adanya kampus merdeka yang membuat mahasiswa dari kampus
lain dapat ikut mengambil PAK kendati tidak diselenggarakan
oleh kampusnya sendiri. Sebagai contoh dalam perencanaan
implementasi PAK di IPB University dan Institut Teknologi Bandung
(ITB) dimana mata kuliah PAK terbuka bagi mahasiswa dari kampus
lain untuk mengambilnya. Namun, menempatkan PAK sebagai mata
kuliah mandiri memiliki tantangan di mana PAK harus didesain agar
menarik minat mahasiswa untuk mengambilnya.

Studi independen yang merupakan bagian dari Kampus Merdeka


dapat menjadi wadah alternatif selain mata kuliah dalam aspek
pendidikan. Studi independen (yang bersertifikat Kampus Merdeka)
bertujuan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar
dan mengembangkan diri melalui aktivitas di luar perkuliahan, namun
tetap diakui sebagai bagian dari perkuliahan (setara dengan 20
SKS). Program ini mendorong agar mahasiswa mampu menguasai
kompetensi spesifik dan praksis yang secara langsung terhubung
dengan dunia usaha/dunia kerja.

Kompetensi itu terdiri atas dua hal: hard-skills maupun soft-skills.


Antikorupsi dalam hal ini menjadi salah satu kompetensi soft-
skills yang sangat mungkin dilakukan secara langsung oleh KPK.
Program seperti magang di KPK dengan outcome berupa proyek

__________________________________________________________________________________________  121
antikorupsi memungkinkan mahasiswa untuk mempelajari persoalan
korupsi lebih dalam dan bagaimana strategi antikorupsi yang mesti
diterapkan. Sekali lagi, ini menjadi kesempatan untuk terhubung
dengan mahasiswa guna menanamkan nilai integritas dan sikap
antikorupsi terutama dikaitkan dengan bagaimana praktiknya di
dunia pascakampus.

Selain mata kuliah, PAK juga dapat diselenggarakan melalui kegiatan


kemahasiswaan. Kegiatan kemahasiswaan ini mencakup ko-kurikuler,
ekstrakurikuler, maupun unit kemahasiswaan.8 Aspek positif
dengan menerapkan PAK melalui kegiatan kemahasiswaan adalah
mendorong kreativitas mahasiswa terutama ketika menurunkannya
di tataran program kerja. PAK sendiri (semestinya) mendapatkan
dukungan besar dari mahasiswa mengingat semangat aktivisme-
idealisme mahasiswa yang besar. Dalam beberapa tahun ke
belakang, sebagai contoh, gerakan antikorupsi di berbagai kampus
justru dipelopori oleh kelompok mahasiswa. Dengan demikian,
mendorong PAK melalui kegiatan kemahasiswaan cenderung lebih
mudah karena kecil kemungkinan adanya resistensi dari mahasiswa
sendiri.

PAK juga dapat diintegrasikan pada materi kegiatan Pengenalan


Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PPKMB). Kegiatan
PPKMB, bagaimanapun juga, adalah momentum yang sangat baik
untuk menginternalisasikan nilai integritas sesuai dengan kreativitas
penyelenggara. Kelebihan utama menyasar kegiatan PPKMB adalah
para peserta yang merupakan mahasiswa baru di mana mereka
baru saja menyelesaikan jenjang pendidikan menengah. Ada proses
transisi dan penyesuaian menuju jenjang pendidikan tinggi, sehingga,
proses internalisasi nilai integritas dan antikorupsi dapat berjalan
lebih efektif.

Penguatan dari sisi integrasi PAK juga dapat dilakukan dengan


pengembangan kapasitas dosen dalam PAK. Dosen sebagai aktor
yang bersinggungan langsung dengan mahasiswa perlu dibekali
dengan materi PAK meskipun tidak seperti guru pada jenjang
pendidikan di bawahnya (hal ini berkaitan dengan karakter usia
peserta didik). Bagi guru di sekolah, materi PAK dapat diturunkan
langsung dalam bentuk petunjuk teknis yang mendetail. Berbeda
dengan dosen yang memiliki bidang keahlian variatif dan interaksinya
dengan mahasiswa, dosen dapat menetapkan skema yang lebih
kreatif tanpa mengurangi esensi dari nilai integritas. Esensi dari nilai
integritas, sebagaimana telah disebutkan di muka, salah satunya
adalah zore tolerance terhadap plagiarisme apapun bentuknya.

8 Sebagai contoh Universitas Paramadina (selain mata kuliah) memiliki Komunitas Pemuda Anti Korupsi
(KOMPAK) Paramadina yang diinisiasi oleh mahasiswa. Pada 2012, KOMPAK Paramadina membuat “Deklarasi Ujian
Bersih” yang mengajak mahasiswa untuk tidak berbuat curang saat pekan ujian diselenggarakan.

122 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Bentuk-bentuk penguatan bagi kapasitas dosen dalam PAK
juga setidaknya dapat dilakukan dengan dua hal. Hal pertama
adalah dengan kurasi lembaga mandiri yang dapat melakukan
pengembangan kapasitas dosen implementasi PAK. Sementara hal
kedua adalah bekerjasama dengan pemberi beasiswa magister/
doktoral untuk menyisipkan program PAK. Bagaimanapun,
persyaratan dosen yang lazim adalah minimal berpendidikan
magister (belakangan didorong/diwajibkan untuk doktor). Oleh sebab
itu, adanya proses kerjasama dengan pemberi beasiswa menjadi
salah satu langkah untuk memperkuat kapasitas dosen dalam PAK.

Kedua yang juga merupakan bagian dari tridharma pendidikan


tinggi adalah penelitian. Secara praktik seringkali indikator
produktivitas penelitian dilihat terbatas pada seberapa besar jumlah
publikasi ilmiah atau berapa paten yang dihasilkan. Padahal lebih
dari itu, penelitian adalah proses paling esensial dari produksi
pengetahuan. Pengetahuan adalah fondasi bagi terbentuknya inovasi
yang pada gilirannya sangat berguna sebagai upaya mengentaskan
beragam persoalan publik di tengah masyarakat.

Hampir semua elemen bangsa menyepakati bahwa korupsi adalah


kejahatan dan tindakan amoral. Sebagai sebuah masalah publik,
korupsi bukanlah persoalan yang semata dilihat sebagai persoalan
“individu tidak bermoral”. Kenyataannya ada kompleksitas yang
sangat besar yang melibatkan struktur, kultur, hingga proses sosial
dan menyangkut berbagai dimensi mulai dari psikologis, sosiologis,
politis, hingga ekonomi. Dampaknya yang sistemik menghambat
produktivitas bangsa, sehingga, sangat berpengaruh pada lemahnya
sistem inovasi untuk menjadi negara berdaya saing global. Hal ini
dikarenakan korupsi melumpuhkan sistem sosial, mengecilkan kinerja
birokrasi, dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat. Kompleksitas
persoalan korupsi mestilah diurai melalui pendekatan riset dengan
metodologi yang sahih. Sekaligus tidak kalah penting juga ia harus
bersifat multidisiplin.

Riset-riset mengenai korupsi yang dilakukan para scholars baik


luar maupun dalam negeri memang dapat dikatakan cukup banyak
mengingat korupsi adalah persoalan klasik. Sayangnya sebagian
besar dari riset-riset yang dihasilkan para scholars dalam negeri
hanya berhenti pada publikasi dan dibaca terbatas di kalangan
akademisi. Tidak ada konsolidasi dari publikasi tersebut untuk
menghasilkan pengetahuan paripurna akan persoalan korupsi.
Konsolidasi pengetahuan ini sangat penting karena ia tidak hanya
berfungsi untuk memetakan secara teoritis isu korupsi, melainkan
juga sasaran-sasaran praksisnya. Hal lain yang juga tidak kalah
pentingnya adalah masih minimnya dukungan finansial bagi

__________________________________________________________________________________________  123
pelaksanaan riset antikorupsi oleh karena tidak adanya program
pembiayaan riset spesifik di bidang tersebut.

Oleh sebab itu, setidaknya ada dua bentuk intervensi yang


dapat mendorong dharma penelitian untuk memperkuat agenda
antikorupsi. Pertama, penguatan kolaborasi di antara akademisi
dengan membentuk semacam konsorsium atau kaukus yang
berfokus pada riset-riset antikorupsi. Aliansi semacam ini didukung
dengan kepakaran multidisiplin bahkan lebih optimal jika melibatkan
para praktisi termasuk pemerintah untuk menghasilkan temuan
yang lebih solid. Pada gilirannya, konsorsium semacam itu memiliki
penyelenggaraan kegiatan salah satunya seperti konferensi atau
pertemuan (summit) yang membahas agenda antikorupsi di
Indonesia. Kedua, mendorong kemdikbudristek untuk memberikan
dana riset yang secara spesifik mengusung tema antikorupsi guna
merangsang lebih banyak lagi penelitian-penelitian yang menyoroti
persoalan korupsi.

Ketiga adalah aspek pengabdian masyarakat. Pengabdian


masyarakat tidak dapat terlepas dari proses penelitian. Jika riset
adalah aktivitas produksi pengetahuan, pengabdian masyarakat
adalah kegiatan praksis untuk mengimplementasikan pengetahuan
itu bagi manfaat publik. Salah satu persoalan mengemuka adalah
masih berjaraknya antara riset dengan kebijakan publik yang
berimplikasi pada lemahnya implementasi kebijakan berbasis
bukti (evidence-based policy). Policy yang tidak berpihak pada
kepentingan publik tidak hanya menyempitkan ruang fiskal
akibat inefisiensi melainkan juga kontraproduktif terhadap upaya
pembangunan. Diperlukan adanya “jembatan” antara knowledge
yang dihasilkan melalui riset dengan policy.

Manifestasi dari “jembatan” tersebut adalah memberikan


pendampingan kepada daerah (bahkan hingga tingkat kelurahan/
desa) untuk menyelenggarakan aktivitas pemerintahan yang
transparan, akuntabel dan partisipatif (antikorupsi). Misalnya adalah
pendampingan penggunaan dana desa yang merupakan amanat
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan catatan Indonesia
Corruption Watch (ICW), sepanjang 2015 hingga 2017 tercatat
ada 154 kasus korupsi di level pemerintahan desa dalam konteks
dana desa. Kasus korupsi, sekali lagi, hanyalah “puncak gunung es”
yang menggambarkan ada persoalan lebih kompleks dan seringkali
bersifat sistemik.

Aplikasi pengabdian masyarakat dalam hal ini adalah mendorong


terbentuknya kolaborasi pilinan ganda (double helix), yang berarti,
ada sinergi antara PT dengan pemerintah sesuai dengan masing-

124 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


masing regions. PT dalam hal ini tidak hanya mendampingi
pelaksanaan tata kelola saja, melainkan mendorong agar local
governments juga mampu menghasilkan kebijakan yang secara
efektif menekan angka korupsi hingga skala pemerintahan paling
kecil. Tentu saja local policy tersebut memerlukan pendekatan
multidisiplin. Secara tidak langsung, misalnya, PT mampu mendorong
implementasi pelaksanaan PAK yang efektif di tingkat PAUD Dasmen
dengan mendampingi pemerintah lokal sebagai aktor utama pembuat
kebijakan pendidikan di daerah.

Implementasi pengabdian masyarakat juga dapat dilakukan oleh


mahasiswa dengan mempraktikkan pemahaman antikorupsi
langsung kepada masyarakat. Kegiatan seperti pendampingan
kepada penyelenggara desa/kelurahan dan kecamatan untuk
menerapkan good governance dan antikorupsi dapat juga dilakukan
secara langsung oleh mahasiswa. Kegiatan lain seperti sosialisasi
kepada masyarakat tentang pentingnya integritas dan antikorupsi
juga dapat menjadi pilihan. Kegiatan-kegiatan semacam ini dapat
diintegrasikan dengan aktivitas semisal Kuliah Kerja Nyata (KKN)
atau kegiatan lain yang diinisiasi sendiri oleh mahasiswa. Berbagai
macam kegiatan tersebut akan mengasah knowledge yang dimiliki
mahasiswa dengan mempraktikkannya secara langsung di lapangan,
terutama berkaitan dengan dimensi antikorupsi.

Keempat adalah mendorong terwujudnya integritas akademik di


tiap-tiap PT. Sebagaimana disadur dari ICAI, promosi aspek positif
integritas akademik menjadi sangat diutamakan alih-alih sekadar
menghukum dan mendeteksi perilaku-perilaku yang tidak diharapkan
(yang bertentangan dengan nilai integritas). Untuk kepentingan itu,
hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan KPK bersama
dengan para guru besar dari berbagai PT di Indonesia 2020 lalu
menetapkan setidaknya empat indikator yang disingkat menjadi
akronim RESPEK (regulasi, penegakan & pengawasan, evaluasi,
komunikasi & kolektivitas). Pertama adalah indikator regulasi baik
prinsipil (yang menyasar aspek kepemimpinan tertinggi di PT)
maupun pada tataran teknis pelaksanaan. Komponen dalam indikator
ini terdiri atas komitmen pimpinan PT dalam melaksanakan integritas
akademik, peraturan teknis implementasi integritas akademik dan
kode etik sivitas akademika.

Kedua adalah penegakan dan pengawasan dari implementasi


integritas akademik pada lingkup PT. Komponen dalam indikator ini
antara lain keberadaan organ/komite yang menegakkan integritas
akademik, dukungan teknologi, whistleblowing system, penghargaan
dan sanksi, serta laporan berkala kepada publik terkait penegakan
integritas akademik. Ketiga adalah evaluasi yang di dalamnya

__________________________________________________________________________________________  125
mencakup pemantauan, evaluasi dan perbaikan kinerja integritas
akademik serta pelibatan sivitas akademika secara partisipatif.
Keempat adalah komunikasi dan kolektivitas yang dimaksudkan agar
integritas akademik sebagai rasa kepemilikan bersama. Komponen
dalam indikator ini mencakup sosialisasi kebijakan serta mendorong
terwujudnya aksi kolektif (collective action) di antara PT.

Hasil FGD merekomendasikan agar para pemangku kepentingan


menerapkan langkah-langkah untuk mengimplementasikan integritas
akademik:9

Kemdikbudristek dan Kemenag


• Dari sisi kebijakan: Menyosialisasikan upaya-upaya revitalisasi
integritas akademik pendidikan tinggi; menyesuaikan kebijakan/
peraturan/payung hukum yang relevan bagi perguruan tinggi
dalam mengimplementasikan integritas akademik.
• Dari sisi tata kelola: Mendorong seluruh jejaring pendidikan
tinggi untuk mengimplementasikan nilai-nilai integritas akademik
dengan tetap memperhatikan karakter masing-masing institusi;
mengembangkan upaya-upaya positif bersama pemangku
kepentingan lain yang dapat mendorong implementasi integritas
akademik seperti kegiatan penilaian/pemeringkatan/klasterisasi
kategori integritas akademik baik secara terpisah maupun
disisipkan dalam kategori pemeringkatan tata kelola lain yang
telah ada, walaupun harus diingat agar tidak menjadikan
kegiatan ini sebagai celah terjadinya tindakan yang tidak
berintegritas dari perguruan tinggi untuk mendapatkan demi
citra positif di mata publik.

Badan/Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Program Studi


Dari sisi proses akreditasi perguruan tinggi/program studi:
Memasukkan indikator implementasi integritas akademik secara
spesifik dalam penilaian akreditasi, dapat berbentuk sebagai kriteria
tersendiri atau sebagai bagian dari pendalaman kriteria yang sudah
ada. Contohnya apakah perguruan tinggi yang diakreditasi sudah
memasukkan falsafah atau prinsip yang menjunjung integritas
akademik dalam merumuskan atau mengisi setiap komponen
penilaian borang akreditasinya; mengimplementasikan nilai-nilai
integritas akademik dalam proses akreditasi perguruan tinggi.

9 Rekomendasi yang tertuang dalam bagian ini sepenuhnya dikutip dari dokumen KPK (2020) berjudul
“Rekomendasi panduan umum implementasi integritas akademik pendidikan tinggi” versi 16 Desember 2020.
Dokumen yang tidak diterbitkan itu merupakan ikhtisar hasil FGD antara KPK dengan para guru besar di berbagai
PT di Indonesia. Nama-nama guru besar yang terlibat dalam FGD tersebut adalah Prof. Dr. A. Nanang T. Puspito,
M.Sc. (Institut Teknologi Bandung); Prof. Drs. Koentjoro, Ph.D. (Universitas Gadjah Mada); Prof. Ir. Tarkus Suganda,
Ph.D. (Universitas Padjadjaran); Prof. Fathul Wahid, Ph.D. (Universitas Islam Indonesia); Prof. Dr. Juanda Nawawi,
M.Si. (Universitas Hasanuddin); Prof. Dr. Tulus, M.Si. (Universitas Sumatera Utara).

126 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Pimpinan Perguruan Tinggi

Dari sisi peraturan: Mengintegrasikan nilai-nilai integritas akademik


dalam hirarki peraturan dan struktur kampus; menyusun dan
mengembangkan tata nilai integritas akademik tersebut sesuai
dengan kearifan lokal dan karakteristik khusus institusi.

Dari sisi tata kelola: Mengimplementasikan nilai-nilai integritas


akademik sebagaimana disebutkan indikatornya dalam panduan ini
dengan mempertimbangkan karakteristik dan otonomi kampusnya
masing-masing; melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada
sivitas akademika terkait dengan indikator-indikator ketercapaian
implementasi integritas akademik; menjadikan nilai-nilai integritas
akademik sebagai bagian integral dari peraturan akademik, kurikulum
maupun silabus bahan ajar, serta dalam berbagai kegiatan akademik
sivitas akademik.

Dosen, Mahasiswa dan Tenaga Kependidikan

Dari sisi implementasi: Mendorong dan mengadvokasi penerapan


nilai-nilai integritas akademik dalam kehidupan kampus, baik
kepada rekan sejawat maupun institusi; mengimplementasikan
dan mengawasi jalannya penerapan nilai-nilai integritas akademis
sesuai kewenangannya; menjadi teladan dalam penerapan nilai-nilai
integritas akademis dan tidak terlibat dalam pelanggarannya.

__________________________________________________________________________________________  127
3.
Pendidikan
Kedinasan Formal
Integritas adalah “nyawa” bagi penyelenggaraan negara.
Kemunduran integritas dalam penyelenggaraan negara, sebagaimana
diurai singkat pada bagian sebelumnya, akan memperburuk
ketimpangan sosial. Bayangkan, pelayanan publik yang berorientasi
pada pemenuhan kekayaan individu atau kelompok tertentu akan
merusak kesetaraan bagi seluruh warga untuk mengakses layanan
dasar. Sebuah studi mengenai mega-proyek pembangunan kereta
cepat di Italia menunjukkan bahwa korupsi yang terjadi dalam
prosesnya memperburuk kinerja infrastruktur dan waktu tempuh
sementara biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar. Infrastruktur
yang tidak sesuai standar berimplikasi pada kualitas keamanan,
dan dalam beberapa kasus justru menimbulkan kecelakaan yang
mengakibatkan kematian bagi para penggunanya (Locatelli, et al.,
2017). Pada pembahasan sebaliknya, sudah banyak studi-studi
membuktikan bahwa pelayanan publik yang setara dan efisien
dapat menolong banyak orang untuk keluar dari jeratan kemiskinan.
Integritas adalah kunci untuk mewujudkan kesetaraan tersebut.

128 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Siapa aktor yang berperan sebagai penyelenggara negara?
Jawabannya adalah aparatur sipil negara (ASN) pada setiap jenjang
karirnya. Ada beberapa alasan kuat mengapa integritas menjadi
domain etik paling penting bagi ASN, sebagaimana dikutip dari
Khan Study Group India [KSG India] (t.t.). Pertama, ASN tidak
hanya bekerja untuk posisi yang bergengsi, tetapi mereka diberikan
kewenangan besar dalam mengatur urusan publik. Semakin besar
kewenangan membuat celah untuk berbuat korupsi juga semakin
terbuka. Kedua, dana pembangunan sepenuhnya dikelola dan
diawasi oleh ASN, dalam arti, mereka memiliki akses besar terhadap
dana tersebut. Akses yang besar itu membuat ASN semakin mudah
untuk menyelewengkannya. Ketiga, integritas juga penting karena
ASN melayani masyarakat yang menuntut pekerjaan dilakukan
tidak hanya secara adil tetapi juga harus efisien dan sempurna.
Oleh karena dampak pekerjaannya secara langsung dirasakan
masyarakat, integritas jelas menjadi aspek paling penting untuk
memastikan profesionalitas ASN.

Untuk menjadi ASN, seseorang biasanya menempuh proses seleksi


yang cukup ketat dengan berbagai persyaratan dalam beberapa
tahap. Dalam proses menjadi ASN, regulasi mengatur agar ada
proses pembekalan yang kemudian disebut pendidikan kedinasan. Di
sinilah PAK dapat disisipkan guna menguatkan nilai integritas pada
diri ASN ketika mereka mengabdi seutuhnya kepada masyarakat.

Mengacu pasal 29 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, yang dimaksud pendidikan kedinasan merupakan
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau
lembaga pemerintah nondepartemen (ayat (1)). Pendidikan
kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai
negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen
(ayat (2)).10 Intinya, pendidikan kedinasan ini ditujukan untuk para
calon pegawai negara yang kini dipayungi dengan istilah ASN11 dalam
membekali mereka sebelum melaksanakan tugasnya masing-masing.

Kemudian acuan regulasi yang juga penting adalah PP No. 14


Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan yang merupakan aturan
turunan dari pasal 29 UU Sisdiknas. Melihat pasal 5 dari PP tersebut,

10 Sementara dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan (yang merupakan
turunan dari pasal 29 UU Sisdiknas) disebutkan bahwa pendidikan kedinasan adalah pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berfungsi
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai negeri dan
calon pegawai negeri.

11 Hal ini mengacu pada pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyebut
bahwa ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)
yang bekerja pada instansi pemerintah. Dipertegas lagi dalam pasal 6 bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan
PPPK.

__________________________________________________________________________________________  129
pendidikan kedinasan yang merupakan pendidikan profesi dilakukan
setelah program sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dapat
diselenggarakan di dalam dan/atau di luar satuan pendidikan yang
ada pada Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah
nonkementerian (LNPK) terkait. Bentuknya ada dua: pendidikan
kedinasan formal dan pendidikan kedinasan nonformal.

Mencermati bagian penjelasan atas pasal 5 ayat (1) PP tentang


Pendidikan Kedinasan, pendidikan kedinasan yang diselenggarakan
pada jalur formal (selanjutnya disebut pendidikan kedinasan formal)
merupakan rangkaian kegiatan pendidikan terstruktur yang dapat
berupa program utuh yang secara keseluruhan diselenggarakan
pada satuan pendidikan kedinasan yang bersangkutan, atau
berupa program gabungan pendidikan formal dan pendidikan
nonformal sebagai implikasi standar kompetensi yang dituntut di
dalam program pendidikan kedinasan tertentu. Penyelenggaraan
pendidikan kedinasan formal mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sementara pendidikan kedinasan pada jalur
nonformal (selanjutnya disebut pendidikan kedinasan nonformal)
dilakukan dalam bentuk kursus, pendidikan dan pelatihan, atau
bentuk lain yang sejenis. Penyelenggaraan pendidikan kedinasan
nonformal dapat dilaksanakan oleh pusat pendidikan dan pelatihan
Kementerian, kementerian lain, dan/atau LNPK, atau lembaga kursus.

Apa yang juga krusial dalam penyelenggaraan pendidikan kedinasan


terkait PAK adalah memperhatikan prinsip-prinsip inti untuk
mencegah terjadinya korupsi di sektor publik. Sebagaimana disebut
dalam pasal 5 United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC), prinsip-prinsip inti yang terkait pencegahan korupsi di
sektor publik antara lain: supremasi hukum, pengelolaan properti dan
urusan publik yang tepat, integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
Secara khusus untuk sektor publik, pasal 7 UNCAC12 juga mendorong
agar negara-negara yang ikut meratifikasi konvensi berusaha untuk
mengadopsi, memelihara dan memperkuat sistem perekrutan,
retensi, promosi dan pensiun pegawai negeri. Usaha itu berdiri di
atas prinsip efisiensi, transparansi dan kriteria objektif seperti sistem
berbasis prestasi untuk perekrutan dan promosi pegawai negeri,
serta menetapkan kriteria untuk pemilihan jabatan publik; membuat
sistem remunerasi yang adil dengan mempertimbangkan keadaan
perekonomian negara; menyelenggarakan pendidikan agar mampu
berfungsi optimal dalam konteks kinerja sektor publik. Artinya, PAK
menempati posisi krusial dalam hal

12 Pasal 7 UNCAC juga mendorong agar negara-negara yang telah meratifikasi untuk menerapkan ketentuan
legislasi yang kemudian disahkan melalui UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

130 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Oleh sebab itu, mengacu United Nations Office on Drugs and
Crime (UNODC), muatan utama dalam model PAK untuk pendidikan
kedinasan sebagai berikut: Sistem penghargaan dan insentif;
pemerintahan terbuka dan e-government; manajemen sumber daya
manusia; aksesibilitas; partisipasi warga dan pemangku kepentingan;
mengelola konflik kepentingan; lingkungan yang ramah kepatuhan;
kode etik; dan pemantauan dan pengawasan Jika melihat best
practice dari negara lain, ada beberapa bentuk langkah PAK yang
telah dilakukan sebagaimana ditampilkan tabel 2.10 di bawah ini.

Tabel 2.8 Praktik baik implementasi antikorupsi untuk sektor publik

Negara Bentuk Intervensi Tipe Intervensi

Rusia • Platform pembelajaran antikorupsi • Edukasi


• menyusun target antikorupsi • Monitoring
• Kontrol kinerja pegawai • Asesmen
• Analisis lingkungan antikorupsi • Memastikan lingkungan yang
kondusif untuk melawan
korupsi

Hong Kong • Pelatihan antikorupsi untuk staf lama dan baru • Edukasi
• Mempromosikan ethical leadership • Monitoring
• Menumbuhkan sense of belonging staff • Asesmen
terhadap BUMN agar meningkatkan dedikasi • Memastikan lingkungan yang
• Mempromosikan gaya hidup sehat sembari kondusif untuk melawan
menanamkan pentingnya nilai kejujuran korupsi

Jerman Rotasi staff pada sektor yang dianggap sensitif Preventif (merotasi staf yang
dan rawan suap seperti sektor lelang pengadaan berpotensi menerima suap dan
barang atau jasa mencegah terjalinnya hubungan
jangka panjang antara pegawai
pemerintah dengan perusahaan
swasta)

Korea Mengalihkan sistem pelayanan publik yang paling Monitoring


Selatan rawan terjadi korupsi oleh pegawai pemerintah
pada aplikasi OPEN (Online Procedures
Enhancement for Civil Application)

Brazil Meningkatkan transparansi kinerja pegawai Monitoring


pemerintah terutama pada lelang pengadaan jasa
dan barang melalui aplikasi COMPRASNET

Peru Meningkatkan transparansi kinerja pegawai Monitoring


pemerintah melalui kontrol publik pada platform
Public Window, dimana masyarakat bisa melihat
bagaimana anggaran pemerintah disusun dan
dihabiskan

__________________________________________________________________________________________  131
Perlu menjadi catatan bahwa dalam Stranas PAK ini fokus intervensi
terletak pada pendidikan kedinasan formal. Hal ini dikarenakan,
pertama, pendidikan kedinasan formal memiliki ruang lingkup
spesifik dibandingkan nonformal yang cenderung lebih luas.
Kedua, perimbangan terkait jenjang pendidikan di mana pendidikan
kedinasan formal dalam Stranas PAK ini ditempatkan sebagai
tahapan setelah individu menyelesaikan pendidikan tinggi. Dalam
arti pendidikan kedinasan formal merupakan tahapan yang dilalui
individu sebelum benar-benar berkontribusi sebagai ASN.

Pendidikan kedinasan formal yang difokuskan tertuju pada: (i)


pelatihan calon PNS (CPNS) dan (ii) pelatihan lanjutan untuk ASN
berupa Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) tingkat 1 dan
PKN tingkat 2. Menurut Peraturan Lembaga Administrasi Negara
(LAN) No. 1 Tahun 2021, setiap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
di Indonesia wajib menjalani Masa Prajabatan yang dilaksanakan
selama 1 tahun. Sementara itu, setiap Instansi Pemerintah wajib
memberikan Pelatihan Dasar CPNS selama Masa Prajabatan
tersebut. Pelatihan Dasar CPNS yang dimaksud memiliki tujuan
untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang dilakukan secara
terintegrasi, kompetensi pembentukan karakter PNS yang
profesional sesuai bidang tugas.

Dengan mengetahui jenis-jenis pelatihan ASN maka rekomendasi


optimalisasi pendidikan antikorupsi pada jenjang ASN dapat
dioptimalkan dengan mengupayakan implementasi aspek-aspek
berikut ini:

1. Pelatihan manajerial (PKN 1, PKN 2, PKP, PKA) dan


Latsar CPNS; integrasi dalam bentuk pertanyaan
pemantik dan metode experiental learning

Metode penyampaian materi yang berfokus pada refleksi


pengalaman dan menggali pemahaman konseptual melalui diskusi
mendalam.

2. Problem Based Learning (PBL) Project Based


Learning (PjBL), Work Based Learning (WBL),
Service Learning (SL), Cooperative Learning (CL)

Kelima metode ini dapat diterapkan oleh para widyaiswara untuk


memberikan pola belajar yang menguatkan pengajaran materi atau
substansi yang telah ditetapkan di kurikulum

3. Andragogi kritis terkait korupsi dan antikorupsi


Ketajaman analisis dan kepekaan terhadap isu terkait korupsi perlu
dilatih melalui andragogi yang konstruktif. Widyaiswara menjadi
pemandu proses penggalian makna dan interpretasi pemahaman
oleh peserta pelatihan.

132 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


4. Pelibatan akademisi, lembaga antikorupsi dan
keteladanan pejabat publik.
Penguatan substansi melalui sudut pandang figur atau tokoh yang
berkaitan akan menumbuhkan kesan menarik bagi peserta pelatihan.
Cerita mengenai pengalaman dan praktik baik yang dijalankan akan
menjadi bahasan yang esensial.

Peluang dan Tantangan

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan bahwa Aparatur


Sipil Negara (ASN) adalah pelaku korupsi terbanyak pada semester
pertama 2021 yang lalu. Perilaku koruptif ini dilakukan dengan
berbagai bentuk. Pada 2017 lalu, misalnya, dalam sebuah studi
disebutkan bahwa setidaknya ada tiga bentuk korupsi yang lazim
dilakukan ASN. Bentuk korupsi itu adalah penyalahgunaan anggaran,
penggelapan dalam jabatan, dan gratifikasi. Pada sektor pendidikan,
sebagaimana laporan ICW, penyalahgunaan anggaran (seperti
pengadaan dan dana BOS) oleh para ASN baik di dinas pendidikan
maupun sekolah adalah bentuk korupsi yang paling sering ditemui.

Dalam salah satu serial modul antikorupsi untuk para akademisi


dan profesional mengenai “Public Sector Corruption”, UNODC (t.t.)
menyebut berbagai macam faktor yang menjadi penyebab terjadinya
korupsi di sektor publik. Tidak semua faktor disebutkan, melainkan
hanya beberapa saja yang sangat terkait langsung dengan kondisi
Indonesia sehingga dapat diidentifikasi sebagai tantangan bagi
agenda antikorupsi di sektor publik. Tantangan-tantangan yang
dialami Indonesia antara lain:

Pertama adalah ukuran negara (country size). Beberapa riset


menunjukkan bahwa negara dengan kondisi geografis yang besar
lebih rentan akan korupsi. Hal ini terjadi karena semakin sulitnya
mengawasi public officials yang tersebar di banyak lokasi sehingga
semakin minim transparansi. Dalam kasus Indonesia memang belum
ada penelitian secara khusus mengenai hal ini. Akan tetapi, logika
semacam itu dapat diterima karena persebaran public officials
sejalan dengan kenyataan desentralisasi pasca era pemerintahan
Soeharto. Keberadaan institusi-institusi demokrasi baru yang
tersebar dan terlokalisasi menjadi arena kekuasaan baru yang
memungkinkan bagi orang-orang tak berintegritas untuk memiliki
kewenangan publik (lihat: Hadiz, 2010). Ini juga dipertegas dengan
kenyataan bahwa desentralisasi yang menguatkan kewenangan
pemerintah daerah tidak diikuti dengan mekanisme akuntabilitas
memadai (Martini, 2012: 5).

__________________________________________________________________________________________  133
Kedua adalah usia negara (country age). Negara-negara yang
belum lama memiliki kemerdekaan sendiri atau baru saja mengalami
transisi dari sistem otoritarian menuju demokrasi cenderung memiliki
potensi korupsi lebih besar. Hal ini terjadi karena penataan institusi-
institusi menjadi lebih demokratis (institutional arrangement) tidak
berarti mengubah tatanan struktur sosial terutama dalam hal hirarki
kekuasaan (lihat: Hadiz & Robison, 2004). Maksudnya adalah aktor-
aktor tidak berintegritas yang sebelumnya memiliki kekuasaan politik
memanfaatkan institusi demokratis untuk memegang kewenangan
publiknya kembali di tataran lokal. Pada gilirannya ini juga
menguatkan patronase dan loyalitas berbasis politik dalam public
officials sehingga mengarah pada cara pengaturan layanan publik
yang tidak adil (Rose-Ackerman & Palifka, 2016: 97).

Ketiga adalah ukuran pemerintahan (size of government). Seperti


yang telah disinggung poin pertama, ukuran pemerintahan ini adalah
konsekuensi langsung dari besarnya ukuran geografis negara.
Semakin besarnya ukuran pemerintahan cenderung berpotensi
korupsi karena sarana untuk perburuan rente (rent-seeking) juga
semakin besar (Rose-Ackerman & Palifka, 2016). Meskipun demikian,
ini bukanlah faktor tunggal. Tidak ada korelasi langsung antara
ukuran pemerintahan dengan kejadian-kejadian korupsi. Beberapa
faktor penyerta yang menjembataninya adalah: tipe rezim (demokrasi
atau otoriter?), stabilitas politik, dan struktur pemerintahan.

Keempat adalah karakter birokrasi (nature of bureaucracy). Menjadi


tantangan besar bahwa modernisasi (profesionalisasi) birokrasi
Indonesia (terutama di tingkat lokal) masih terhambat oleh karakter
patrimonialistik yang merupakan warisan lama sejak era kolonial dan
berlanjut hingga Orde Baru. Birokrasi patrimonialistik ini dicirikan
dengan model ‘patron-klien’ (Scott, 1972) atau ‘solidaritas vertikal’
di mana loyalitas, perekrutan, dan orientasi layanan ditujukan pada
relasi-relasi pertukaran terutama untuk kepentingan patron politik
alih-alih kepentingan publik.13 Sebetulnya era digital ini menjadi
peluang besar untuk segera mentransformasi birokrasi yang lebih
dinamis, adaptif, dan lebih transparan. Sistem pemerintahan berbasis
digital mengentaskan banyak persoalan birokrasi, terutama efisiensi
rantai birokrasi yang menyebabkan terjadinya banyak celah korupsi.
Namun, sebagaimana catatan Eko Prasojo (2021), adanya mental
block pada masing-masing instansi menyebabkan transformasi
birokrasi mengalami situasi sulit untuk diwujudkan.

13 Adanya “penyakit” patrimonialistik dalam struktur birokrasi juga membuat aktor-aktor yang secara individu
berintegritas berhadapan dengan situasi dilematis. Salah satu isu yang terungkap publik adalah adanya dugaan
tekanan politik kepada kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menayangkan
kendaraan listrik pada web E-Katalog (situs jual-beli daring yang dikhususkan untuk pemerintah). Kepala LKPP
tersebut mempertanyakan kegunaan dan manfaatnya bagi publik, yang dalam situasi dilematis, ia memilih mundur
dari jabatannya. Investigasi mengenai kasus ini dapat dilihat pada URL berikut: https://news.detik.com/x/detail/
spotlight/20221003/Pemain-Bisnis-Mobil-Listrik-di-Lingkaran-Jokowi/.

134 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Tentu tantangan-tantangan di atas harus dientaskan melalui agenda
antikorupsi yang paripurna dari hulu ke hilir. Dalam hal ini, PAK
memainkan salah satu peran dalam membentuk birokrasi profesional
dengan memunculkan para ASN berintegritas. Penanggulangan
masalah korupsi sendiri selama ini masih berada di ranah punitif.
Tindakan yang selama ini dilakukan adalah melalui bentuk-bentuk
ancaman jeratan pidana pelaku korupsi. Masalahnya, penindakan
melalui pidana korupsi juga dalam berbagai kesempatan memiliki
celah untuk berkompromi yang pada gilirannya justru bisa terjerumus
pada tindakan suap. Sebagaimana upaya antikorupsi lainnya, solusi
punitif adalah jalan akhir yang akan efektif jika solusi preventif sudah
dilakukan secara holistis. Salah satu langkah preventif dalam agenda
PAK yang menyangkut langsung dengan perilaku ASN (sektor publik)
adalah intervensi melalui pendidikan kedinasan (formal).

Pendidikan kedinasan di Indonesia sendiri setidaknya


diselenggarakan dalam dua bentuk : (i) pelatihan calon PNS (CPNS)
dan (ii) pelatihan lanjutan untuk ASN berupa Pelatihan Kepemimpinan
Nasional (PKN) tingkat 1 dan PKN tingkat 2. Menurut Peraturan
Lembaga Administrasi Negara (LAN) No. 1 Tahun 2021, setiap Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Indonesia wajib menjalani Masa
Prajabatan yang dilaksanakan selama 1 tahun. Sementara itu, setiap
Instansi Pemerintah wajib memberikan Pelatihan Dasar CPNS selama
Masa Prajabatan tersebut. Pelatihan Dasar CPNS yang dimaksud
memiliki tujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi, kompetensi pembentukan karakter
PNS yang profesional sesuai bidang tugas.

Pendidikan kedinasan formal yang selama ini telah dijalankan pada


dasarnya dapat disisipkan/diintegrasikan dengan nilai integritas
agar membentuk karakter antikorupsi dalam jiwa ASN. Bentuknya
dapat berupa integrasi materi pada pendidikan kedinasan formal
yang telah eksis di Indonesia. Sejauh ini sudah ada peluang yang
memang terjalin melalui berbagai macam bentuk nota kesepahaman
antara KPK dengan beberapa instansi: (1) MoU KPK-Kejaksaan-
Polri: Kerjasama pemberantasan tindak pidana korupsi; (2) MoU
KPK-BPK: Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;

__________________________________________________________________________________________  135
(3) KPK-LAN: Orientasi ASN KPK; (4) KPK dan Kementerian PPN/
Bappenas : Sistem Pencegahan Korupsi; (5) MoU KPK - 21 Lembaga
Pemerintahan: Sistem Pengaduan Korupsi.

Adapun kesesuaian lain antara semangat PAK dengan pendidikan


kedinasan formal adalah keberadaan core values ASN sebagaimana
SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi No. 20 Tahun 2021. Dalam SE tersebut, core values
ASN menggunakan akronim BerAKHLAK: Berorientasi pelayanan;
akuntabel; kompeten; harmonis; loyal; adaptif; dan kolaboratif. Jika
mencermati penjelasan Kementerian PAN-RB, nilai integritas menjadi
salah satu bagian dari nilai akuntabel: melaksanakan tugas dengan
jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan berintegritas tinggi.

Kendati integritas diakomodasi sebagai bagian dari core values,


namun menempatkannya semata sebagai bagian dari akuntabilitas
dirasa perlu dipertimbangkan ulang. Hal ini dikarenakan nilai
integritas memiliki keluasan konsepnya sendiri di mana justru
akuntabilitas semestinya ditempatkan sebagai turunan dari integritas
itu sendiri, bukan sebaliknya. Penetapan core values BerAKHLAK
pada dasarnya menggantikan ANEKA (akuntabilitas, nasionalisme,
etika publik, komitmen mutu dan antikorupsi). Apa yang menarik
justru pada core values sebelumnya, antikorupsi menempati nilai
tersendiri. Bukan sebagai turunan dari akuntabilitas (bahkan
akuntabilitas menjadi nilai tersendiri yang terpisah dari antikorupsi
dan etika publik).

Keterlibatan Aktor dan Strategi Intervensi

Berikut merupakan peta jejaring PAK pada pendidikan kedinasan


formal:

Gambar 2.4
Peta jejaring PAK pada
Pendidikan Kedinasan
Formal

136 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Berikut merupakan aktor-aktor yang terlibat serta peranannya:

Tabel 2.9 Aktor-aktor yang terlibat (Pendidikan Kedinasan Formal)

No Aktor Peran/Tugas

1 BKN Mengelola proses rekrutmen, kenaikan pangkat, mutasi,


pemberhentian, dan monitoring kinerja yang selaras dengan
prinsip-prinsip integritas

2 LAN Membuat konsep pelatihan ASN yang selaras dengan agenda PAK

3 Kementerian/ Membangun kode etik, ekosistem, dan tata kelola berintegritas


Lembaga

4 Mitra ahli pelatihan Integrasi materi PAK dalam pendidikan kedinasan

5 Widyaiswara • Mengembangkan implementasi dan menyebarluaskan nilai


integritas kepada para peserta pendidikan kedinasan.
• Membuat perencanaan dan melaksanakan integrasi PAK dalam
kegiatan pembelajaran.
• Melatih dan menanamkan nilai integritas bagi peserta
pendidikan kedinasan.
• Sebagai role model integritas, profesionalisme dan penerapan
sikap antikorupsi.

6 BPSDM/ BKPSDM Mengintegrasikan nilai integritas ke dalam agenda pengembangan


SDM kepegawaian baik di tingkat pusat maupun daerah.

7 Inspektorat Melakukan fungsi pengawasan kepada organisasi perangkat daerah


termasuk bidang pendidikan untuk mendorong terciptanya tata
kelola pendidikan yang berintegritas.

8 Narasumber pelatihan Mengimplementasikan PAK dalam setiap agenda pembelajaran


(instruktur) pendidikan kedinasan.

9 Masyarakat Menjadi role model dan pengawas pelaksanaan PAK.

Beberapa strategi intervensi yang dapat dilakukan:

Pertama adalah penyusunan petunjuk teknis penyelenggaraan PAK


untuk pendidikan kedinasan formal. Petunjuk teknis ini begitu krusial
mengingat pendidikan kedinasan formal memiliki beragam bentuk
atau variasi. Keberadaan petunjuk teknis akan mengkonsolidasikan
berbagai isu, area yang akan diintegrasikan, dan bagian-bagian
yang perlu ditambahkan. Selain itu juga menjadi pedoman teknis
agar semua pihak memahami posisi dan peranannya masing-masing
dalam agenda PAK di pendidikan kedinasan formal.

Kedua adalah pengembangan kerangka kurikulum PAK pendidikan


kedinasan formal dengan program kepemimpinan etis (ethical
leadership). Pada dasarnya penelaahan institusi pendidikan
dapat dilihat dari segi input, proses, dan output. Desain program

__________________________________________________________________________________________  137
kepemimpinan etis berada pada aspek input untuk menjadi
pengarah pada perubahan perilaku menuju sikap integritas (output).
Kepemimpinan jelas sangat penting dalam institusi karena ia
menjadi “kunci” yang menentukan apakah suatu organisasi dapat
menegakkan tata nilai integritas secara utuh atau justru sebaliknya.
Hal ini dikarenakan proses pembentukan kultur institusi pada
mulanya bergantung pada karakter kepemimpinan yang tertanam di
dalamnya.

Tentu menjadi pertanyaan mendasar: apa itu kepemimpinan etis?


Mengacu pada definisi Brown & Tefino (2006) berdasarkan hasil
meta-risetnya, kepemimpinan etis adalah pemimpin yang dicirikan
sebagai individu yang jujur, peduli, dan berprinsip pada pembuatan
keputusan (decision-making process) adil dan seimbang. Dalam
konteks ini pemimpin etis (ethical leader) - sebagai aktor - bukan
hanya “mengkhotbahkan” apa yang menjadi nilai etis, lebih dari itu,
ia mempraktikkannya secara utuh. Villirilli (2021) mengidentifikasi
setidaknya delapan ciri-ciri etis yang melekat dalam ethical leaders:

• Seorang pemimpin etis tahu apa yang menjadi moral compass


bagi organisasi mereka. Mereka mengenali diri mereka sendiri,
nilai macam apa yang dipegang, dan bagaimana mereka
menegosiasikannya di dalam kelompok. Ini juga berlaku untuk
nilai integritas di mana seorang ethical leader menegosiasikan
nilai tersebut sehingga menjadi moral compass bersama yang
harus dipatuhi di dalam kelompok.
• Seorang pemimpin etis mampu secara konsisten menerapkan
prinsip etikanya tanpa ada celah sedikitpun. Kebajikan bersama
(common virtues) hanya dapat terjadi jika pemimpin mereka
mampu menerapkan prinsip etis secara konsisten. Para
anggota akan mengikuti dan mencontoh pemimpin mereka
sehingga prinsip-prinsip etis, termasuk ihwal integritas, dapat
diimplementasikan secara bersama-sama.
• Seorang pemimpin etis tidak memberikan toleransi sedikitpun
pada setiap pelanggaran etis. Artinya jika pemimpin tidak
menindak tegas setiap pelanggaran kode etik (sekecil apapun
pelanggarannya), lama-kelamaan akan membentuk persepsi di
antara anggota organisasi bahwa kode etik bukanlah sesuatu
yang penting. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan
Ashforth & Anand (2003) bahwa awal mula dari normalisasi
korupsi dalam sebuah organisasi adalah kepemimpinan yang
tidak tegas terhadap tindakan-tindakan menyimpang dari kode
etik.
• Seorang pemimpin etis menyuarakan keprihatinan terhadap
persoalan-persoalan secara detail, sekalipun hal tersebut

138 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


tampak tidak populer. Ethical leader mesti bersikap tegas, dan ia
akan berupaya agar tidak ada tindakan-tindakan sekecil apapun
yang melanggar kode etik sekalipun hal tersebut tampak “remeh”
di mata kebanyakan orang. Pemimpin semacam ini tentu siap
menerima risiko tidak disukai sebagian orang/anggota karena
dalam banyak kesempatan memperhatikan implementasi nilai
integritas dan sikap antikorupsi secara mendetail artinya lebih
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
• Seorang pemimpin etis mengakui kesalahan dan bersedia
meminta maaf serta berinisiatif untuk segera memulihkan
keadaan. Ethical leader tidak akan menyembunyikan apa yang
menjadi kesalahannya terkait dengan kepentingan organisasi
sekecil apapun. Ia berkomitmen untuk memperbaiki keadaan,
bersikap terbuka, mau dikritik, dan mengajak anggotanya
untuk turut berpartisipasi. Sebagai contoh pada jabatan-
jabatan publik yang tersohor, ketika ada kesalahan yang cukup
fatal, di beberapa negara maju para pemimpin memilih untuk
mengundurkan diri.
• Seorang pemimpin etis bersedia memikul tanggung jawab secara
penuh. Semakin tinggi posisi publik yang diraih semakin besar
pula tanggung jawabnya. Keengganan pemimpin untuk memikul
tanggung jawab penuh berdampak pada ketidakefektifan,
kebingungan, kelambanan, pemborosan waktu dan sumber daya.
Hal ini dikarenakan para anggota tidak tergerak untuk bekerja
lebih giat oleh karena melihat tindak-tanduk pemimpin mereka
yang tampak enggan memikul tanggung jawab.
• Seorang pemimpin etis selalu berbicara dan hadir di tengah
para anggotanya baik dalam situasi baik maupun buruk. Ethical
leader menjadi sosok di garda terdepan ketika “badai” menerjang
organisasi mereka. Ia akan menjadi pengarah (director) dan siap
berkorban untuk selalu mengedepankan kepentingan publik di
atas kepentingan pribadi.
• Seorang pemimpin etis selalu bersikap adil. Ia akan
mengutamakan kepentingan publik yang bersifat jangka
panjang daripada keuntungan jangka pendek yang biasanya
lebih bersifat personal. Dalam birokrasi, keadilan seorang
ethical leader sejalan dengan prinsip meritokrasi bahwa ia akan
memperlakukan anggotanya secara adil tanpa memandang
kesamaan agama, suku, ras, famili, kekerabatan, atau bahkan
kedekatan secara politik.
• Seorang pemimpin etis akan selalu walk the talk atau
menjalankan apa yang mereka bicarakan. Prinsip ini sejalan
dengan nilai integritas yang menekankan keselarasan antara
tindakan-tindakan nyata dan apa yang menjadi kebajikan
universal.

__________________________________________________________________________________________  139
Ketiga adalah pengayaan modul PAK yang menitikberatkan pada
problem-based learning (PBL). Prinsip pendidikan kedinasan formal
sebetulnya mengacu pada model andragogi karena para peserta
seluruhnya merupakan individu dewasa utuh. Artinya, iklim belajar
mesti dibentuk secara rileks, kolaboratif, setara, dan menekankan
pada aspek partisipasi peserta. Ada berbagai model pembelajaran,
di mana salah satu yang relevan dalam konteks PAK adalah dengan
PBL. Hal ini dikarenakan PBL memungkinkan bagi para peserta
untuk memahami situasi-situasi yang memungkinkan terjadinya
korupsi di tempat kerja. Pada saat yang sama, mereka dilatih untuk
menganalisis situasi dan mencari solusinya. Agar kemudian mereka
telah memahami masalah-masalah tersebut dan cara memberikan
respons ketika berada di situasi nyata.

Ada beberapa karakteristik yang membuat PBL dapat dikatakan


berjalan baik (Center for Innovation in Teaching & Learning, t.t.).
Pertama, masalah yang dibahas harus memotivasi peserta untuk
menggali dan memahaminya lebih dalam. Kedua, masalah yang
dibahas merangsang peserta untuk mencari keputusan/solusi terbaik
sebagai jalan pemecahan. Ketiga, masalah yang dibahas harus
terintegrasi dengan konsep-konsep pembahasan dan pengalaman/
pengetahuan para peserta sebelumnya. Keempat, jika prosesnya
dilakukan melalui kerja tim, tingkat kerumitan dari masalah yang
dibahas harus menyesuaikan agar setiap anggota dalam tim mampu
menyerap knowledge atau insight secara bersama-sama.

Masih berdasarkan sumber yang sama, beberapa bentuk penerapan


PBL juga dapat dilihat sebagai berikut:

• Berpikir langsung tertuju pada masalah yang nyata dan akan


dihadapi oleh para peserta kelak. Instruktur dapat melibatkan
para agen-agen “senior” yang telah menghadapi masalah riil
tersebut. Apa yang juga penting adalah bagaimana peserta
dapat membangun peta atau pohon isu agar dapat menemukan
akar masalah beserta langkah-langkah konkret yang perlu
ditempuh.
• Masalah-masalah yang dibahas mesti diperkenalkan secara
bertahap. Dalam persoalan integritas ASN, misalnya, masalah-
masalah yang diperkenalkan dapat dimulai dari hal-hal paling
kecil. Seperti, memanfaatkan barang milik negara untuk
kepentingan pribadi, menerima gratifikasi, dan lain sebagainya.
Secara bertahap masalah yang diperkenalkan semakin kompleks
dan sistemik sehingga membutuhkan pemahaman serta analisis
mendalam.
• Masalah-masalah yang dibahas harus memperhatikan relasi-
relasi saling terkait. Artinya, masalah sekecil apapun pasti

140 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


memiliki keterhubungan dengan masalah-masalah lainnya. Hal ini
penting sehingga para peserta mampu memahami peranannya
sesuai kewenangan yang dimiliki, berapa lama masalah ini dapat
dientaskan, termasuk membutuhkan berapa kali pertemuan
untuk mendiskusikannya.
• Adanya panduan teknis bagi instruktur dalam implementasi PBL.
Panduan ini bukan hanya step-by-step yang perlu dilakukan,
melainkan juga mendorong adanya pelaporan, monitoring,
hingga evaluasi agar pelaksanaan PBL sesuai dengan standar
yang ditetapkan.

Keempat selain Problem-based Learning yang berfokus pada


aktualisasi penyelesaian masalah nyata, Experiential Learning juga
dapat menjadi alternatif metode belajar yang dapat diterapkan
untuk pelatihan ASN. Serangkaian aksi penyelesaian masalah yang
telah ASN terapkan pada unit kerja dapat digunakan sebagai bahan
refleksi utama dalam metode experiential learning. Pada prinsipnya,
experiential learning diawali dengan concrete experience yang
dibawakan dengan dua metode yakni menentukan pengalaman
nyata terkait dengan topik materi yang dibahas atau fasilitator dapat
membuat simulasi di awal sesi terkait dengan topik materi yang
dibahas. Dengan berbasis pengalaman, peserta akan mendapatkan
konteks dari topik materi PAK yang akan dibahas.

Fase belajar berlanjut pada reflective observation yakni melakukan


refleksi atas observasi pengalaman yang ditentukan di awal.
Peserta akan diminta untuk mengurai apa saja hal yang terjadi dan
menceritakan kembali. Proses kontekstualisasi diperdalam pada
fase berikutnya yakni abstract conceptualization, peserta akan
mencari keterkaitan konsep materi PAK dengan pengalaman yang
telah direfleksikan. Fase diakhiri dengan active experimentation
yakni peserta akan merancang rencana aksi nyata untuk mencoba
ide yang diperoleh dari pemahaman konsep dan refleksi pengalaman
nyata. Dengan keempat fase ini peserta akan merasakan proses
belajar mendalam dan kontekstual sehingga konsep materi PAK
diharapkan bisa lebih terinternalisasi dengan baik.

Kelima adalah penggunaan variasi metode pembelajaran dalam


PAK (pengenalan konsep facilitating, mentoring, dan coaching
dengan pendekatan andragogi) yang menekankan kolaborasi-
partisipasi. Pendidikan pada tingkatan pendidikan kedinasan
formal memang menekankan pembelajaran bagi orang dewasa.
Metode seperti facilitating, mentoring, dan coaching adalah yang
paling lazim digunakan karena orientasinya pada pengembangan
karier ASN peserta dan keberfungsian individu dalam kehidupan

__________________________________________________________________________________________  141
bermasyarakat. Posisi fasilitator/mentor cenderung setara dengan
ASN peserta dimana mereka membangun relasi mutual yang saling
menguntungkan satu sama lain. Keberadaan fasilitator/mentor yang
membangun diskusi dengan peserta menjadi media efektif untuk
menanamkan sikap integritas.

Keenam adalah penggunaan platform teknologi untuk akselerasi


PAK. Memberikan pembelajaran kepada orang dewasa memang
memiliki tantangannya tersendiri. Oleh sebab itu, peserta harus
diberikan keleluasaan untuk memperdalam sekaligus memperluas
area pembelajarannya dengan memanfaatkan teknologi seperti
media digital. Peserta memiliki variasi media pembelajaran mulai
dari yang dilakukan secara langsung (real-time) maupun asinkronus.
Termasuk keleluasaan bagi para peserta untuk mengambil sumber-
sumber pembelajaran di luar kelas. Kendati demikian, rangsangan
agar para peserta bersikap proaktif mesti diberikan seperti melalui
penugasan-penugasan yang membutuhkan daya anlisis mendalam.

Implementasi konsep change management juga berperan penting


dalam intervensi perilaku antikorupsi pada organisasi. Upaya promosi
perilaku antikorupsi juga harus didukung dengan perubahan iklim di
dalam organisasi itu sendiri. Hal ini penting karena biasanya praktik
korupsi muncul pada organisasi yang relatif toleran dan memiliki
tingkat penegakan aturan yang lemah. Diperlukan transformasi
organisasional yang mendukung kondisi intoleransi terhadap korupsi
dan penegakan sanksi yang tegas serta tidak memihak. Transformasi
itu mempertimbangkan aspek-aspek manajerial seperti ruang
lingkup organisasional yang perlu diubah; tahapan-tahapan terjadwal
(milestones); biaya yang dibutuhkan; ketersediaan sumber daya;
komunikasi intens; dan risiko-risiko yang berpotensi muncul.

Kendati prinsip change management ditujukan untuk membentuk


ekosistem organisasi yang diharapkan (dalam hal ini berintegritas),
bukan berarti tidak ada kaitannya dengan PAK dalam pendidikan
kedinasan formal. Bagaimanapun, change management
membutuhkan keterampilan dari sumber daya manusianya.
Sehingga, pembekalan atas keterampilan itu dapat diberikan melalui
proses-proses pelatihan di mana pada konteks ini adalah PAK dalam
pendidikan kedinasan formal. Oleh sebab itu, change management
menjadi konsep kunci yang juga dibahas antara para peserta dengan
fasilitator/instruktur.

142 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


C.
Strategi PAK:
Membentuk
integritas
ekosistem
pendidikan
Strategi selanjutnya dalam PAK adalah membentuk integritas
ekosistem pendidikan. Perlu didefinisikan kembali beberapa frasa
kunci seperti “integritas pendidikan” dan “integritas ekosistem
pendidikan” di mana keduanya saling terkait. Integritas pendidikan
adalah terwujudnya keselarasan antara tujuan pendidikan
antikorupsi yaitu peserta didik yang berintegritas dengan dukungan
ekosistem yang kondusif untuk pelaksanaan pendidikan antikorupsi.
Kemudian integritas ekosistem pendidikan adalah kelengkapan dan
berfungsinya elemen pendidikan yang terintegrasi dalam mencapai
tujuan pendidikan berlandaskan nilai-nilai integritas. Sementara yang
dimaksud elemen pendidikan pada definisi tersebut adalah satuan
pendidikan yang kondusif; tenaga pendidik sebagai teladan dan
penyemangat/pendukung; orang tua yang terlibat aktif; masyarakat
yang sangat peduli; industri yang berperan penting; organisasi
profesi yang berkontribusi besar; pemerintah yang berperan optimal.

__________________________________________________________________________________________  143
Definisi tersebut pada dasarnya sejalan dengan prinsip model ekologi
sosial (McLeroy, et al., 1998) yang menekankan pada interelasi antar
pihak mulai dari individu hingga level paling makro yaitu pemerintah
(policy). Dalam konteks PAK, individu akan semakin optimal apabila
nilai-nilai integritas juga tertanam pada satuan pendidikan, pendidik,
orang tua, masyarakat, industri, organisasi-organisasi terkait, hingga
pemerintah. Itulah mengapa PAK ini menyasar kepada berbagai
aspek dan semua jenjang agar outcome berupa pribadi-pribadi
berintegritas dapat tercapai secara lebih optimal. Terlebih jika hal ini
seiring berjalan dengan penegakan hukum dan upaya pencegahan
yang juga berjalan dengan baik, adil, dan setara.

Pada dasarnya strategi ini akan menyasar pada dua sisi. Sisi
pertama adalah membentuk tata nilai berintegritas pada ekosistem
pendidikan. Sementara pada sisi lain di saat bersamaan, praktik
korupsi akan mengalami de-normalisasi hingga menjadi disepakati
bersama sebagai sesuatu yang sangat buruk. Sebagaimana
dikatakan Ashforth & Anand (2003), korupsi bukanlah tindakan
yang semata-mata diinisiasi oleh individu. Korupsi dapat menjadi
perilaku kolektif yang bahkan dapat dianggap normal dalam sebuah
organisasi: ia terinstitusionalisasi, dirasionalisasi, dan bahkan
disosialisasi.

Upaya de-normalisasi korupsi dalam sektor pendidikan artinya


membangun tata nilai berintegritas yang menjadi budaya etis
(ethical culture) dalam organisasi. Di sinilah postulat Kaptein (2008)
menjadi relevan. Sebab, Kaptein dalam studinya mengusulkan
agar ethical culture tidak hanya menjadi panduan normatif di atas
kertas semata, melainkan juga sebagai moral force bagi para aktor-
aktor di dalamnya. Jika direfleksikan dalam sektor pendidikan dan
antikorupsi, contoh perwujudan dari nilai-nilai integritas sebagaimana
prinsip budaya etis Kaptein terangkum dalam poin-poin berikut:

• Kejelasan: Jujur dalam melaporkan kegiatan/penggunaan


anggaran (tanpa adanya mark up); transparan dalam
mempublikasikan kinerja pelayanan pendidikan kepada
masyarakat; tidak menerima/memberikan gratifikasi apapun
bentuknya.
• Kesesuaian: Kepala sekolah, guru, pimpinan Perguruan Tinggi,
dosen, dan tenaga kependidikan menjadi teladan kejujuran
bagi peserta didik; Tidak menutupi kesalahan yang berpotensi
merugikan banyak orang.
• Kelayakan: Mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab
(seperti memberikan Pekerjaan Rumah) dengan memperhatikan
beban studinya. Tanggung jawab mengerjakan Pekerjaan Rumah

144 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


akan sulit direalisasikan apabila beban belajar peserta didik terlalu
besar. Tentu hal ini disesuaikan dengan jenjang pendidikan dari
tiap-tiap peserta didik.
• Dukungan: Sekolah atau Perguruan Tinggi memberikan apresiasi
kepada siapapun yang berperilaku integritas. Misalnya, dengan
mempublikasikan sosok-sosok berintegritas untuk menciptakan
suasana suportif di lingkungan pendidikan.
• Keterbukaan: Sekolah atau Perguruan Tinggi mensosialisasikan
konsekuensi-konsekuensi konkrit dari tindakan-tindakan yang
tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
• Komunikasi/diskusi: Ada ruang untuk berdiskusi dari berbagai
pihak untuk menemukan membahas hal-ihwal seputar pendidikan,
terutama berkaitan dengan penerapan nilai integritas.
• Sanksi: Ada penegakan sanksi yang tegas dan adil kepada setiap
pelanggar nilai-nilai integritas, tanpa memandang seberapa besar
kewenangannya.

Variabel-variabel di atas hanya dapat terpenuhi ketika ekosistem


pendidikan didukung lewat tata kelola yang baik. Tata kelola sektor
pendidikan yang baik akan menutup celah koruptif dan pada gilirannya
mendorong implementasi ethical virtues terlaksana secara maksimal.
Sebagaimana telah diungkap pada bagian sebelumnya, tata kelola
pendidikan itu mesti memperhatikan transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi.

• Transparansi: Adanya keterbukaan secara utuh dalam proses


penerimaan peserta didik baru serta pengelolaan/penggunaan
anggaran pendidikan. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan
TIK terutama di kawasan dengan akses internet memadai. Dari sini,
penyelenggaraan pendidikan dapat diawasi dan dipertanyakan
secara bersama.
• Akuntabilitas: Mendorong penilaian berbasis kinerja kepada
seluruh aktor di sektor pendidikan dengan mengacu pada
indikator jelas dan kode etik yang berlaku. Ada mekanisme saling
mengawasi di mana masing-masing aktor dapat memberikan
penilaiannya satu sama lain.
• Partisipasi: Tersedia mekanisme di mana publik dapat
berpartisipasi dalam mengawasi dan memberikan masukan kepada
penyelenggara pendidikan. Mekanisme partisipasi itu harus jelas
keseluruhan prosesnya mulai dari input, proses, hingga output
yang dihasilkan.

Peluang dan Tantangan

__________________________________________________________________________________________  145
Membangun integritas ekosistem pendidikan masih mengalami
tantangan besar karena justru sektor ini selalu masuk dalam top five
korupsi yang ditindak aparat penegak hukum (APH) sepanjang 2016
hingga 2021 (ICW, 2021). ICW (2021) dalam laporannya bertajuk
Tren Penindakan Korupsi Sektor Pendidikan menunjukkan bahwa
setidaknya telah terjadi 240 kasus korupsi di sektor pendidikan
yang mencapai kerugian negara hingga Rp1,605 triliun. Korupsi Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah yang paling banyak
dikorupsi. Perubahan mekanisme transfer dana BOS dari sebelumnya
ditransfer ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menjadi langsung
ke rekening sekolah memang efektif menekan pungutan liar. Akan
tetapi, masalahnya justru pelaku korupsi yang berasal dari sekolah
justru juga tinggi. Jika dilihat dari latar belakang pelaku di sekolah,
tindakan korupsi paling banyak dilakukan oleh kepala/wakil kepala
sekolah disusul guru.

Praktik korupsi yang terjadi juga sistemik karena tindakan tidak


bermoral itu terjadi di tingkat dinas pendidikan. Dinas menempati
posisi teratas sebagai instansi paling sering terjadinya praktik korupsi
di sektor pendidikan. ICW mencatat kerugian yang ditimbulkan akibat
praktik korupsi di dinas pendidikan mencapai Rp225,2 miliar dengan
modus umum paling besar adalah mark up anggaran (jumlahnya 20%
dari total praktik korupsi di dinas pendidikan). Sementara di sekolah,
modus korupsi paling banyak terjadi adalah pembuatan kegiatan/
laporan fiktif dan berkaitan dengan penggunaan dana BOS.

Kejadian korupsi di sektor pendidikan mungkin saja jumlahnya


melebihi angka yang terungkap oleh APH. Dengan kata lain,
korupsi adalah persoalan sistemik yang menurut studi ICW (2021)
disebabkan oleh alasan-alasan berikut: Pertama, kebiasaan untuk
“membagi-bagikan jatah” di kalangan pemangku otoritas baik di
dinas pendidikan maupun sekolah. Hal ini sejalan dengan asumsi
Ashforth & Anand (2003) bahwa praktik korupsi telah dianggap
sebagai sesuatu yang normal bahkan di organisasi pendidikan
sekalipun. Kedua, merupakan dampak dari korupsi dalam skala
yang lebih besar, seperti: jual-beli jabatan kepala sekolah dan/atau
adanya pungli dan pemerasan dari pemda). Ketiga, pengelolaan
anggaran sekolah, khususnya dana BOS, yang tidak transparan dan
partisipatif (melibatkan komite sekolah termasuk wali murid). Kondisi
ini memungkinkan pelaporan tidak akuntabel, kemudahan untuk
melakukan mark up hingga memberikan laporan fiktif.

Sementara itu pada level pendidikan tinggi praktik korupsi juga


masih kerap terjadi. Kejadian yang cukup menggemparkan seperti

146 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


kasus korupsi yang menimpa rektor Universitas Lampung (UNILA)
hanyalah gejala puncak gunung es (tip of iceberg) dari problem tata
kelola pendidikan tinggi. Masih menurut ICW, sepanjang 2006 hingga
2016 terjadi 36 kasus korupsi yang terkait dengan pendidikan tinggi.
Beberapa potensi/celah terjadinya korupsi di tingkat perguruan tinggi
di antaranya pengadaan barang & jasa, dana hibah, dana penelitian,
hingga beasiswa. Praktik suap juga rawan terjadi pada masa-masa
pemilihan rektor dan dekan serta pemberian akreditasi kepada
perguruan tinggi.

Perbedaan karakter penyelenggaraan pendidikan antara PAUD


Dasmen dan pendidikan tinggi menyebabkan manifestasi korupsi
di antara keduanya juga memiliki perbedaan dan kesamaan. Salah
satu perbedaan paling mencolok adalah adanya keterlibatan korupsi
pada dinas pendidikan pemerintah daerah karena mereka memegang
kewenangan besar dalam jenjang PAUD Dasmen. Ini menunjukkan
bahwa manifestasi korupsi mengikuti bagaimana penataan institusi
(institutional arrangement) dalam masing-masing jenjang pendidikan.
Beberapa manifestasi tersebut pada tingkat PAUD Dasmen dan
pendidikan tinggi setidaknya ditampakkan pada area-area di mana
korupsi berpotensi terjadi (Kirya, 2019a; 2019b):

Jenjang PAUD Dasmen


• Potensi korupsi pada area manajemen sekolah. Ini meliputi
penganggaran; pengadaan barang/jasa; inspeksi, pemberian
izin, atau bahkan akreditasi sekolah; penerimaan siswa baru
dan pelaksanaan ujian; dan guru menjadi tutor pribadi bagi
siswa yang berkenan membayar sejumlah uang tertentu (private
tutoring).14
• Profesionalitas elemen pendidikan. Ini meliputi pengangkatan
dan promosi jabatan berdasarkan patronase/kronisme tanpa
mempertimbangkan kinerja; guru yang melanggar kode etik;
menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan keuntungan
pribadi; eksploitasi peserta didik sebagai tenaga kerja oleh para
guru.

Jenjang Pendidikan Tinggi


• Potensi korupsi pada area manajemen PT. Ini meliputi patronase
dalam konteks rekrutmen dan promosi jabatan; akreditasi dan
perizinan pendirian PT; seleksi dan penerimaan mahasiswa baru;

14 Private tutoring ini biasa disebut dengan istilah shadow education system karena beroperasi di luar ketentuan
yang telah diatur baik oleh institusi formal maupun regulasi (Kirya, 2019a: 11).

__________________________________________________________________________________________  147
promosi dan rekrutmen tenaga kependidikan baru; pengadaan
barang/jasa; menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
• Ketidakjujuran akademik. Ini meliputi plagiarisme dalam segala
aspeknya; pemalsuan proses dan hasil riset; kecurangan dalam
pelaksanaan ujian; jual-beli gelar akademik.

Mencermati berbagai manifestasi dari bentuk korupsi di atas, tampak


begitu jelas bagaimana setiap elemen pendidikan yang memiliki
kewenangan berpotensi terjadinya tindakan abusif. Oleh sebab itu,
strategi membentuk integritas ekosistem pendidikan diharapkan
menjadi kekuatan pendorong bagi proses de-normalisasi praktik
korupsi di sektor pendidikan yang selama ini masih kerap terjadi.
Sebetulnya dari sisi regulasi sudah ada beberapa peraturan yang
dapat mendukung terbentuknya integritas ekosistem pendidikan.

Regulasi tersebut di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 30


Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (saat
ini akan direvisi) yang intinya adalah penguatan karakter bangsa
bermartabat, beriman, dan bertakwa. Di sisi lain Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
juga mengamanatkan agar pencegahan korupsi dilakukan secara
optimal melalui sinergi dan kolaborasi dari berbagai pemangku
kepentingan.

148 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


KPK sendiri telah melakukan serangkaian upaya untuk menguatkan
integritas ekosistem pendidikan melalui kegiatan-kegiatan berikut:

• Penyusunan materi penguatan integritas pendidikan;


• Peningkatan kapasitas mitra strategis untuk merencanakan
dan mengimplementasikan rencana pengembangan integritas
ekosistem pendidikan;
• Pembangunan platform fasilitasi peran serta masyarakat dalam
pembangunan integritas pendidikan (aspek transparansi);
• Pengembangan kebijakan terkait empat elemen integritas
tata kelola ekosistem pendidikan: standar, insentif, informasi,
akuntabilitas;
• Kajian model pelibatan stakeholder dan organisasi profesi dalam
pembangunan integritas pendidikan;
• Integrasi juknis BOS dan BOP;
• Dukungan KPK terhadap acara/kegiatan mitra strategis (dalam
bentuk konsultasi, ide, muatan materi PAK, maupun SDM);
• Dan berbagai kegiatan lainnya.

Sejauh ini, dari sisi peluang, perhatian dari seluruh stakeholders


sudah mulai menunjukkan tanda-tanda positif untuk perbaikan
integritas ekosistem pendidikan. Peluang dari sisi kebijakan sudah
ada Permenristekdikti dan Kepdirjen Pendis yang mengakomodasi
terkait implementasi PAK. Di level PT, PAK ditetapkan dengan model
terintegrasi dalam Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK). Para
pimpinan lembaga juga dapat menggunakan kewenangan penerbitan
kebijakan guna mendukung agenda PAK dan penguatan integritas
ekosistem pendidikan.

Sementara itu dari sisi tantangan, selain praktik korupsi masih


kerap terjadi di sektor pendidikan, ada beberapa persoalan teknis
yang masih cukup menghambat terutama di level PT. Pertama,
implementasi PAK harus didesain sesuai dengan kondisi kampus
yang sangat beragam. Kedua, masih membutuhkan dukungan
lingkungan akademik dan tata kelola kampus yang berintegritas.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, masih
ditemukannya praktik korupsi menjadi bukti ada masalah dalam
ekosistem akademik dan non-akademik di PT.

Ketiga, memerlukan dukungan akademik dari para pimpinan dan


jajaran petinggi di PT. Keempat, masih terbatasnya ketersediaan
sumber daya manusia (dosen) yang kompeten. Kelima, masih
minimnya role model PAK dari pimpinan maupun dosen di PT.
Keenam, komitmen pimpinan PT yang dituangkan dalam kebijakan
masih belum merata. Ketujuh, minimnya ketersediaan dosen yang
mau menginisiasi dan menjadi teladan.

__________________________________________________________________________________________  149
Dalam membangun integritas ekosistem pendidikan, prinsip good
governance seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi
adalah kunci utama. Akan tetapi, proses semacam ini tidak dapat
berdiri sendiri melainkan harus menjadi aksi bersama (collective
action) dalam kerangka kerja kolaboratif-sinergis. Aksi bersama ini
artinya usaha yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan
dan berkelanjutan. Kolaborasi yang terjadi bersifat paripurna dari
pemerintah pusat hingga satuan terkecil seperti orang tua dan
peserta didik. Tiap-tiap aktor tersebut memiliki peranannya masing-
masing yang jika berjalan harmoni, akan mendorong terbentuknya
integritas ekosistem pendidikan secara efektif.

Keterlibatan Aktor dan Strategi Intervensi


Berikut merupakan peta jejaring PAK pada pendidikan kedinasan:

Gambar 2.5
Peta jejaring PAK pada
ekosistem kedinasan

Kolaborasi dalam collective action begitu berperan sentral, sehingga,


pemetaan terhadap aktor-aktor yang memiliki peran juga begitu
penting. Secara umum aktor-aktor yang terlibat dan peranannya
dapat dilihat pada tabel 2.13 di bawah ini.

Tabel 2.10 Aktor-aktor yang terlibat (integritas ekosistem pendidikan)

No Aktor Tugas/Peran

1 Regulator/Pemerintah (pusat Regulator yang mampu mendorong kepentingan untuk


yang mencakup K/L terkait mewujudkan integritas ekosistem pendidikan.
dan daerah yang mencakup
dinas dan lain-lain)

2 Satuan pendidikan Lembaga penyelenggara pendidikan yang menjadi teladan


dan penerapan utama nilai integritas.

150 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


No Aktor Tugas/Peran

3 Pengawas sekolah Bagian dari check and balances dalam pelaksanaan


pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
terutama untuk menegakkan integritas.

4 Satuan Pengawas Internal / Bagian dari check and balances dalam pelaksanaan
Lembaga Penjamin Mutu pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terutama untuk
menegakkan integritas.

5 Lembaga Akreditasi 5. Merumuskan kebijakan operasional, melakukan


sosialisasi kebijakan, dan melaksanakan akreditasi
sekolah/madrasah. (BAN-SM)
6. Melakukan akreditasi perguruan tinggi (BAN-PT)

6 Masyarakat Pemerhati dan berperan dalam pelaksanaan pendidikan.

7 Keluarga Peletak dasar-dasar kepribadian anak (etika, agama, perilaku


sosial); pendamping dan pelaksana PAK di luar sekolah.

8 Auditor/Asesor Membantu dalam mengaudit dan menilai instansi-instansi


dalam ekosistem pendidikan telah menerapkan tata kelola
transparan dan akuntabel.

Sementara itu, pencapaian integritas ekosistem pendidikan


juga memerlukan strategi yang memadai. Beberapa strategi
tersebut antara lain collective action dalam ekosistem pendidikan,
intervensi melibatkan platform eksisting pada PAUD Dasmen, dan
pengembangan tata kelola perguruan tinggi yang transparan dan
akuntabel.

Pertama adalah aksi kolektif (collective action) dalam ekosistem


pendidikan. OECD (t.t.) dalam policy brief bertajuk Collective Action
and the Fight Against Corruption menyebutkan setidaknya ada
empat bentuk/tipe dari collective action dalam upaya melawan
korupsi. Pertama adalah deklarasi atau pernyataan komitmen pada
nilai integritas. Deklarasi atau pernyataan di sini mencerminkan
komitmen etis kepada publik bahwa institusi tersebut tidak akan
pernah memberikan ruang toleransi pada praktik korupsi. Kedua
adalah pakta integritas yang merupakan kesepakatan tertulis
dari berbagai pihak sebagai usaha untuk membangun ekosistem
berintegritas. Pakta integritas ini dapat berupa kesepakatan tertulis
antara satuan dan dinas pendidikan untuk menolak segala bentuk
tindakan korupsi.

Ketiga adalah inisiatif mengenai standar dan prinsip-prinsi bersama.


Tidak seperti pakta integritas, inisiatif ini bersifat jangka panjang.
Tujuannya adalah untuk menyepakati standar dan prinsip yang
disepakati bersama dari berbagai stakeholders terkait sebagai
upaya menciptakan ekosistem bebas korupsi. Keempat adalah
pemberian sertifikasi kepada institusi yang dianggap telah
memenuhi unsur-unsur integritas dan bebas dari korupsi. Tujuannya

__________________________________________________________________________________________  151
agar memberikan diferensiasi sekaligus percontohan institusi mana
yang secara optimal berkomitmen penuh pada nilai-nilai integritas.

OECD menyebut ada 14 (empat belas) faktor yang mempengaruhi


kesuksesan collective action dalam melawan korupsi:

• Adanya langkah gerak bersama dari seluruh pemangku


kepentingan dan aktor yang dipimpin oleh satu institusi, dalam
hal ini KPK.

• Melibatkan keseluruhan stakeholders mulai dari pemerintah


pusat, daerah, dinas pendidikan, hingga satuan terkecil seperti
orang tua dan peserta didik.

• Mendorong upaya-upaya dalam collective action yang bersifat


multisektor dan multipartite.

• Memastikan bahwa collective action tidak menggantikan usaha-


usaha individual.

• Memastikan bahwa collective action sebagai gerakan bersama


yang berkelanjutan dan memberikan dampak.

• Membuat struktur kolaborasi yang sederhana agar usaha melalui


collective action berlangsung dengan efisien dan fleksibel.

• Membuat mekanisme win-win bagi setiap aktor yang terlibat


dengan memastikan bahwa aktor-aktor tersebut juga dapat
mengambil manfaat bagi perkembangan institusi masing-masing.

• Melibatkan organisasi di masyarakat yang berperan sebagai


fasilitator “netral”.

• Membuat dokumen bersama sebagai kunci yang menjadi prinsip


dasar dan panduan dalam pengambilan keputusan.

• Mendorong aktor yang terlibat untuk mengembangkan sendiri


dokumen atau perencanaan menuju ekosistem integritas agar
masing-masing dari mereka juga memiliki tata kelola yang baik.

• Mendorong asas saling menjaga kerahasiaan dan kepercayaan


antara satu dengan lainnya.

• Aksi kolektif merupakan usaha yang rumit karena melibatkan


banyak stakeholders. Oleh sebab itu, langkah-langkah kecil
bermakna juga diperlukan untuk memberikan dampak dan
perubahan positif.

• Selalu menginformasikan dan mensosialisasikan setiap usaha


dan pencapaian yang dilakukan kepada publik luas.

• Mendorong adanya sertifikasi atau label kepada institusi yang


terlibat untuk memastikan bahwa tiap-tiap institusi dalam

152 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


kolaborasi telah bersungguh-sungguh menerapkan integritas
ekosistem pendidikan.

Kedua adalah intervensi pada program-program/aktivitas eksisting


yang sudah terselenggara sebelumnya. Pertama adalah melibatkan
platform eksisting pada PAUD Dasmen. Terdapat platform survei
karakter (SK) dan survei lingkungan belajar (SLB) pada lingkup
jenjang PAUD Dasmen yang diikuti oleh siswa, guru, hingga kepala
sekolah. Kegunaan dari SK dan SLB ini adalah salah satunya untuk
memetakan sekolah yang telah atau melibatkan orang tua dan siswa
dalam berbagai kegiatan sekolah guna menciptakan sistem check
and balances satu sama lain. Intervensi dapat dilakukan dengan
memasukkan nilai-nilai PAK melalui pembentukan dimensi baru,
yaitu “iklim antikorupsi” yang memiliki tiga bagian: (i) pengalaman
siswa; (ii) perilaku antikorupsi di sekolah; (iii) program dan kebijakan
sekolah terkait iklim yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Dengan adanya dimensi baru tersebut, sekolah dapat dinilai secara
objektif bagaimana sesungguhnya iklim antikorupsi yang ada di
dalamnya.

Hal berikutnya yang juga berkaitan dengan pemanfaatan program


eksisting adalah Rapor Pendidikan pada jenjang PAUD Dasmen.
Salah satu inisiatif untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah
dengan mengintegrasikan data di Rapor Pendidikan. Rapor
Pendidikan ini akan menjadi landasan bagi pemerintah pusat/daerah
untuk melakukan intervensi lebih lanjut. KPK dapat memberikan
materi dalam bentuk panduan maupun menyelenggarakan pelatihan
pada user dari Rapor Pendidikan yang memiliki catatan khusus
di dimensi Pengelolaan Sekolah yang Partisipatif, Transparan,
dan Akuntabel. Ini juga mendorong agar terwujudnya rintisan
implementasi penggunaan indikator Rapor Pendidikan untuk

__________________________________________________________________________________________  153
pemberian insentif/disinsentif termasuk penggunaan e-RKAS untuk
perencanaan dan penganggaran

Intervensi lain yang juga penting adalah pelatihan bagi satuan


pendidikan dalam hal pengelolaan. Banyak sekali fraud yang
dilakukan pendidik maupun tenaga kependidikan terkait pengadaan
barang/jasa maupun pengelolaan anggaran. Pelatihan ini menjadi
penting karena memberikan pengetahuan teknis tata kelola satuan
pendidikan yang sesuai dengan prinsip good governance. Pelatihan
ini dapat diintegrasikan menjadi salah satu indikator di Rapor
Pendidikan sebagai nilai tambah dari kompetensi yang dimiliki oleh
PTK.

Ketiga adalah pengembangan satuan pendidikan (jenjang PAUD


Dasmen dan pendidikan tinggi) yang transparan, akuntabel,
dan partisipatif. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
transparansi; akuntabilitas; dan partisipasi menjadi manifestasi dari
tata kelola integritas yang ideal. Ketiga prinsip tata kelola tersebut
saling berkesinambungan: partisipasi ditentukan oleh transparansi;
transparansi ditentukan oleh akuntabilitas; dan akuntabilitas juga
dapat ditentukan oleh partisipasi. Setidaknya ada empat bentuk
intervensi yang mendorong tata kelola berintegritas.

Pertama adalah membangun forum/lingkar diskusi antar-PT untuk


dapat menjaring praktik baik dan benchmarking PAK masing-masing
sekolah dan PT. Kedua adalah mensosialisasikan pembangunan
ekosistem sekolah dan PT yang transparan dan akuntabel melalui
penyusunan regulasi dan kampanye konstruktif. Ketiga adalah
pelaksanaan bimbingan teknis (bimtek) pengadaan barang/jasa dan
tata kelola keuangan sesuai dengan ketentuan. Keempat adalah
pelibatan berbagai pemangku kepentingan dalam kebijakan tata
kelola perguruan tinggi.

154 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Di tingkat PT, mendorong pelibatan stakeholders terkait mulai dari
mahasiswa, alumni, hingga masyarakat dapat menjadi langkah
awal baik untuk menghasilkan kebijakan tata kelola pendidikan
berintegritas. Sementara di tingkat PAUD Dasmen adalah dengan
mengoptimalisasi komite sekolah terutama dengan memberikan
ruang partisipasi besar bagi orang tua/wali murid serta masyarakat
luas untuk mengawasi pelaksanaan pendidikan. Pelibatan dari
berbagai stakeholders tersebut dapat mencegah munculnya
kebijakan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan
tetap terawasi agar sesuai dengan nilai-nilai integritas.

Keberadaan sistem pengaduan dan pengawasan publik juga menjadi


penting sebagai sarana partisipasi. Sekolah dan PT adalah institusi
publik yang dana dan peranannya juga bersifat publik. Dengan
demikian, publik juga harus memiliki peranan dalam pengawasan
sekaligus pengaduan jika sewaktu-waktu terjadi penyelewengan.
Bentuknya dapat berupa satuan tugas pemberantasan korupsi pada
masing-masing sekolah dan PT sebagai tempat bagi seluruh elemen
pendidikan memberikan pelaporan apabila terjadi tindakan korupsi di
kampus tersebut.

Keempat adalah mendorong terwujudnya corporate ethical


virtues (CEV) dalam setiap instansi pada ekosistem pendidikan.
Postulat Kaptein (2008) tentang CEV pada dasarnya menekankan
penerapan budaya etis dalam lingkup organisasi, yang dalam hal
ini melingkupi sekolah, PT, dinas pendidikan, dan lain sebagainya.
Artinya, penerapan CEV ini mestilah ada di dalam tiap-tiap instansi
yang masing-masingnya dibedakan secara tugas dan fungsinya.
CEV mendorong fungsionalitas instansi menjadi optimal, bersih, dan
lebih penting lagi yaitu berintegritas agar sepenuhnya berorientasi
melayani kepentingan publik.

Langkah penting untuk mewujudkan CEV pada setiap instansi


di ekosistem pendidikan adalah menguatkan pemahaman dan
pembiasaan para aktor di dalamnya. Setidaknya ada dua tindakan
kritikal yang perlu dilakukan. Pertama adalah menyusun modul
atau petunjuk yang menjelaskan apa dan bagaimana CEV harus
diterapkan. Prinsip-prinsip CEV ini juga harus memperhatikan aspek
mendetail, seperti ihwal kejelasan (clarity) sebagaimana dijelaskan
Kaptein. Namun apa yang perlu diperhatikan dari tujuan penguatan
kapasitas untuk menerapkan CEV adalah mendorong para aktor-
aktor di dalamnya agar mampu membentuk kode etiknya masing-
masing (menyesuaikan kekhasan instansi) tetapi tetap selaras
dengan nilai integritas.15

15 Jika kita mencermati konsep CEV yang diperkenalkan Kaptein (2008), ia bukanlah nilai/kode etik itu sendiri.
Melainkan CEV adalah kerangka konseptual yang membantu organisasi agar dapat menciptakan kode etiknya
sendiri yang lebih efektif saat diimplementasikan.

__________________________________________________________________________________________  155
Kedua adalah pelatihan yang menyasar para aktor di dalam
ekosistem pendidikan. Proses pelatihan ini menjadi jalan panjang
karena banyak instansi yang memiliki kewenangan dalam urusan
pendidikan, terlebih dengan kuatnya peranan pemerintah daerah
berkat desentralisasi. Tentu menyasar langsung kepada tiap-tiap
instansi berbiaya besar dan tidak akan berjalan maksimal. Beberapa
strategi dapat diterapkan di sini. Misalnya, dengan menetapkan
daerah/instansi percontohan yang telah menerapkan CEV agar
dapat diterapkan daerah/instansi lainnya. Hal lain yang juga
dapat dilakukan adalah membentuk champion berupa aktor yang
menggerakkan dan mendorong implementasi CEV di daerah/instansi
masing-masing. KPK dalam hal ini berperan strategis sebagai
penetap standar dari model CEV yang harus diterapkan di tiap-tiap
daerah/instansi.

156 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


__________________________________________________________________________________________  157
Dalam mengoptimalisasi PAK yang merupakan bagian dari upaya
pencegahan tindak pidana korupsi sebagaimana telah dimandatkan
dalam pembentukan KPK, dengan mendorong terbitnya regulasi,
membuat peta jalan, dan menciptakan berbagai panduan serta
modul antikorupsi akan semakin lengkap jika setiap jejaring dalam
ekosistem pendidikan mampu mengejawantahkannya ke dalam
rancangan implementasi yang ajeg dan mumpuni agar dapat
memaksimalkan upaya pencegahan tindak pidana korupsi melalui
PAK.

Desain implementasi ini menjadi sebuah jahitan besar yang dapat


memberikan arah kepada para jejaring PAK yang terdiri atas
pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengawas dan pengelola
satuan pendidikan, serta masyarakat agar PAK menjadi isu bersama
untuk dapat dilaksanakan di setiap level ekosistem pendidikan.

Secara serentak dan berkesinambungan PAK diuraikan pada setiap


jenjang mulai dari pendidikan dini, dasar, menengah, pendidikan
tinggi, hingga level kedinasan formal yakni pelatihan ASN. Strategi
yang diuraikan pada dokumen ini diharapkan menjadi acuan yang
mampu memantik inspirasi dari konteks penerapan di kondisi nyata
pada setiap jenjang. Para aktor yang disebutkan dalam paparan
konsep pemetaan pemangku kepentingan tiap jenjang diharapkan
mampu mewujudkan sinergi yang berkelanjutan.

Pada jenjang pendidikan dini dasar dan menengah kekompakan aktor


dalam institusi pendidikan menjadi kunci keberhasilan mengenalkan
melatih dan memelihara nilai-nilai integritas pada keseharian.
Utamanya bagi guru yang menjadi aktor lini terdepan sebagai ujung
tombak keteladanan integritas yang berinteraksi intensif dan akrab
dengan kehidupan siswa. Tentu, aktor di level kepemimpinan mulai
dari kepala sekolah, pengawas hingga tingkat dinas pendidikan
dan seterusnya juga mengampu peran penting dalam memelihara
kekompakan penegakan integritas.

Jenjang pendidikan tinggi menjadi tahapan pendidikan antikorupsi


yang merangkum kompleksitas kehidupan manusia dewasa muda
yakni mahasiswa dan aktor-aktor yang meneladankan integritas
civitas akademika yakni para dosen dan pejabat kampus. Penting
untuk diperhatikan bahwa pendidikan tinggi memegang peranan
penting untuk memperdalam penanaman nilai integritas sebagai
gerbang masuk kehidupan berbangsa bernegara yang lebih dinamis
dan kompleks.

158 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi________________________________________________


Pada tingkatan spesifik namun mempunyai cakupan yang cukup luas
pada tataran abdi negara, jenjang ASN juga tak luput dari perhatian
kita bersama untuk menerapkan PAK dengan optimal. ASN menjadi
simbol integritas bangsa yang dimanifestasikan dalam pelayanan
dan pengabdian kepada masyarakat, maka integritas menjadi nilai
fundamental yang mendasari terciptanya tata kelola bangsa dan
negara yang berintegritas. Peran widyaiswara sebagai pendidik
dan role model para ASN menjadi kunci keberhasilan PAK dalam
serangkaian pelatihan kepemimpinan berkelanjutan. Tak terkecuali
pada tingkatan pemangku kebijakan dan pengelola pemerintahan
pada unit kerja terkait juga bertanggung jawab untuk menegakkan
integritas bersama-sama.

Kolaborasi dan aksi kolektif menjadi kunci keberhasilan, disertai


dengan kemampuan untuk melakukan pemetaan, alokasi sumber
daya, persiapan, serta pembuatan tahapan agar PAK dapat
membentuk dan mengubah perilaku peserta didik maupun pemangku
kepentingan dalam ekosistem pendidikan berintegritas secara
optimal.

__________________________________________________________________________________________  159
Daftar Pustaka
Aeni, AN. (2014). Pendidikan karakter untuk siswa SD dalam perspektif Islam. Mimbar
Sekolah Dasar, 1(1), 50-8.

Afkar, R., Luque, J., Nomura, S. & Marshall, J. (2020). Revealing how Indonesia’s subnational
governments spend their money on education: Subnational education public expenditure
review 2020. Jakarta: World Bank.

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50(2), 179-211.

Ajzen, I. & Fishbein, M. (1980). Understanding attitudes and predicting social behavior.
Englewood Cliffs, NJ: Prentince-Hall.

Ashforth, BE. & Anand, V. (2003). The normalization of corruption in organization. Research
in Organizational Behavior, 25, 1-52.

Basabose, JD. (2019). Anti-corruption education and peacebuilding: The ubupfura project in
Rwanda. Cham: Springer.

Barnard, A., Schurink, W., & Beer, M. De. (2008). A Conceptual Framework of Integrity. SA
Journal of Industrial Psychology, 34(2), 40–49.

Brown, ME. & Trevino, LK. (2006). Ethical leadership: A review and future directions. The
Leadership Quarterly, 17(6), 595-616.

Castells, M. (2010). The rise of network society. Edisi kedua. Oxford: Wiley-Blackwell.

Center for Innovation in Teaching and Learning. (t.t.). Problem-based learning. University of
Illinois Urbana-Champaign. Diakses dari https://citl.illinois.edu/citl-101/teaching-learning/
resources/teaching-strategies/problem-based-learning-(pbl) pada 4 November 2022.

Corporate Finance Institute [CFI]. (2021). Hierarchy of effects. Diakses dari https://
corporatefinanceinstitute.com/resources/knowledge/other/hierarchy-of-effects/ pada 16
September 2022.

Denisova-Schmidt, E. (2017). The challenges of academic integrity in higher education:


Current trends and prospects. The Boston College for International Higher Education,
CIHE Perspective No.5. Gupta, S., Davoodi, H. & Alonso-Terme, R. (1998). Does
corruption affect income inequality and poverty? IMF Working Paper, WP/98/76.

Hadiz, V. (2010). Localising power in post-authoritarian Indonesia. California: Stanford


University Press.

Hadiz, V. & Robison, R. (2004). Reorganising power in Indonesia: The politics of oligarchy in
an age of markets. London: Routledge.

ICW. (2021). Tren penindakan korupsi sektor pendidikan: Pendidikan di tengah kepungan
korupsi. Indonesia Corruption Watch. Diakses dari https://antikorupsi.org/id/article/tren-
penindakan-korupsi-sektor-pendidikan-pendidikan-di-tengah-kepungan-korupsi pada
17 September 2022.

International Center for Academic Integrity (ICAI). (2021). The Fundamental Values of
Academic Integrity (3rd Ed.).

160 __________________________________________________________________________________________
Istiani. (2015). Integritas personal dan pengukurannya pada orang dewasa di Indonesia.
Ringkasan Disertasi. Tidak dipublikasikan. Depok: Program pascasarjana Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.

Kaptein, M. (2008). Developing and testing a measure for the ethical culture of organizations:
The corporate ethical virtues model. Journal of Organizational Behavior, 29, 923-47.

Khan Study Group India [KSG India]. (t.t.). What is integrity and why it is so important
for civil servants? KSG India. Diakses dari https://www.ksgindia.com/blog/ias-
preparation/22671-what-is-integrity-and-why-it-is-so-important-for-civil-servants.html
pada 2 September 2022.

Knowles, MS., Elwood, FH. & Swanson, RA. (2015). The adult learner: The definitive classic in
adult education and human resource development. Edisi Kedelapan. London: Routledge.

Kirya, M. (2019a). Education sector corruption: How to assess it and ways to address it. UN
Anti-Corruption Resource Center, U4 Issue 2019: 5.

Kirya, M. (2019b). Corruption in universities: Paths to integrity in the higher education


subsector, U4 Issue 2019: 10.

Komalasari, K. & Saripudin, D. (2015). Integration of anti-corruption education in school’s


activities. American Journal of Applied Science, 12(6), 445-51.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2018). Tata kelola sekolah berintegritas. Booklet Pusat
Edukasi Antikorupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2020). Rekomendasi panduan umum implementasi


integritas akademik pendidikan tinggi. Dokumen tidak dipublikasikan.

Lederach, JP. (1995). Preparing for peace: Conflict transformation across cultures. New York:
Syracuse University Press.

Locatelli, G., et al. (2017). Corruption in public projects and megaprojects: There is an
elephant in the room! International Journal of Project Management, 45(3), 252-68.

Mapuasari, SA. & Mahmudah, H. (2018). Korupsi berjamaah: Konsensus sosial atas gratifikasi
dan suap. Integritas, 4(2), 159-76.

Martini, M. (2012). Causes of corruption in Indonesia. U4 Expert Answer, 338.

Marquette, H. & Peiffer, C. (2021). Corruption and transnational organised crime. Dalam: F.
Allum & S. Gilmour. (Eds). The routledge handbook of transnational organized crime.
Edisi Kedua. London: Routledge, 465-86.

Miller, C. B. (2020). Motivation and the virtue of honesty: Some conceptual requirements and
empirical results. Ethical Theory and Moral Practice, 23(2), 355-371.

McLeod, S. (2013). Kohlberg’s theory of moral development. Simply Psychology. Diakses dari
https://www.simplypsychology.org/kohlberg.html pada 12 September 2022.

McLeroy, KA., Bibeau, D., Steckler, A. & Glanz, K. (1988). An ecological perspective on health
promotion programs. Health Education & Behavior, 15, 351-77.

Mohsin, FZ. & Ayub, N. (2014). The relationship between procrastination, delay of
gratification, and job satisfaction among high school teachers. Japanese Psychological
Research, 56(3), 224-34.

__________________________________________________________________________________________ 161
OECD. (t.t.). Collective action and the fight against corruption. Policy Briefing Note, OECD,
Global Relations, South East Europe.

OECD. (2004). The OECD Principles of Corporate Governance. Contaduría y Administración,


216, 183–194.

Rose-Ackerman, S. & Palifka. BJ. (2016). Corruption and government: Causes,


consequences, and Reform. Edisi Kedua. New York: Cambridge University Press.

Panth, S. (2011). Changing norms is key to fighting everyday corruption. CommGAP


Discussion Papers, The World Bank, Oktober.

Paquette, D. & Ryan, J. (2001). Bronfenbrenner's ecological system theory. The virtues
project: National Louis University.

Perez, JAS. (2017). Remedios de mi tierra: An oral history project on the changes and
continuity of the traditional healing knowledge and practices of a Mexican Immigrant
mother from Guanajuato, Mexico. Thesis. Department of Mexican-American Studies, The
University of Arizona.

Prasojo, E. (2021). Membangun birokrasi digital. Kompas.id. Diakses dari https://www.


kompas.id/baca/opini/2021/09/28/membangun-birokrasi-digital pada 4 November 2021.

Scott, J. (1972). Patron-client politics and political change in Southeast Asia. The American
Political Science Review, 66(1), 91-113.

Takwin, B. (2013). Memahami pemaknaan diri dan integritas diri orang Indonesia. Diakses
dari https://www.academia.edu/9845474/Memahami_Pemaknaan_Diri_dan_Integritas_
Diri_Orang_Indonesia pada 2 November 2022.

Tertiary Education Quality and Standards Agency. (t.t.). What is academic integrity?
Understanding academic integrity. Australian Government, TEQSA. Diakses dari https://
www.teqsa.gov.au/what-academic-integrity pada 3 November 2022.

United Nations Office on Drugs and Crime. (t.t.). Module 4: Public sector corruption.
Knowledge tools for academics and professionals, Module Series on Anti-Corruption,
UNODC.

UNDP. (1994). Governance for Sustainable Human development. UNDP Policy Document
Online.http://www.magnet.undp.org/policy/chapter1.htm (7 Juni 2023)

Villirilli, G. (2021). The importance of being an ethical leader and how to become one.
Diakses dari https://www.betterup.com/blog/the-importance-of-an-ethical-leader pada
4 November 2022.

World Economic Forum [WEF]. (2018). 10 reasons why Finland’s education system is the
best in the world. World Economic Forum. Diakses dari https://www.weforum.org/
agenda/2018/09/10-reasons-why-finlands-education-system-is-the-best-in-the-world
pada 2 September 2022.

Zubaedi, M. (2017). Strategi taktis pendidikan karakter (untuk PAUD dan sekolah). Jakarta:
RAJAWALIPRESS.

162 __________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________ 163

Anda mungkin juga menyukai