03 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi
03 Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi
Diterbitkan oleh:
Direktorat Jejaring Pendidikan KPK
Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
Gedung Merah Putih KPK
Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan 12950
Website: https://www.kpk.go.id
ISBN:
Pengarah:
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
Wawan Wardiana
Penanggung jawab:
Direktur Jejaring Pendidikan
Aida Ratna Zulaiha
Koordinator:
Sari Angraeni
Tim Penulis:
Grady Nagara
Mharta Adji Wardana
Pipin Purbowati
Siti Patimah
Zulfadhli Nasution
Hani Mairina Matan
Aprianti Purwaningrum
Tim PSPK
ii __________________________________________________________________________________________
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya, penyusunan
dokumen Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi (Stranas PAK) dapat diselesaikan. Komisi
Pemberantasan Korupsi memiliki 3 strategi pemberantasan korupsi yaitu melalui pendidikan,
pencegahan dan penindakan. Sebagai salah satu tonggak keberhasilan sebuah bangsa,
pendidikan berperan membentuk karakter, moralitas dan integritas masyarakat.
Stranas PAK merupakan langkah konkret yang selaras dengan Perpres 87 tahun 2017
tentang Penguatan Pendidikan Karakter dan beberapa regulasi implementasi PAK yang telah
terbit, diantaranya adalah Permenristekdikti No 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi, Surat Edaran (SE) Dirjen Pendidikan Islam
No. B-1368.1/Dj.l/05/2019 tentang Pendidikan Antikorupsi di Madrasah, SE Mendagri No.
420/4047/SJ dan No. 420/4048/SJ tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya
Antikorupsi pada Satuan Pendidikan, Peraturan Kepala Daerah pada tingkat Provinsi, Kota
dan Kabupaten untuk implementasi PAK di setiap satuan pendidikan, serta regulasi dari
kementerian teknis lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan PAK.
PAK dilaksanakan secara berjenjang dan berkelanjutan mulai dari jenjang Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sederajat, pendidikan tinggi,
hingga pada dunia kerja, terutama di bidang pemerintahan, dalam hal ini pendidikan dan
pelatihan ASN. Oleh karena itu Stranas PAK dilengkapi dengan 4 Panduan PAK yang
dikhususkan pada jenjang Dini-Dasar, jenjang Menengah, jenjang Pendidikan Tinggi dan
jenjang Pelatihan ASN.
KPK mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan dokumen ini. Semoga Stranas PAK dapat menjadi acuan konkret bagi semua
pihak yang terlibat di sektor pendidikan mulai dari pemangku kebijakan, pengawas, pengelola
satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/walimurid, peserta didik dan
masyarakat luas dalam mengimplementasikan PAK sesuai perannya. Mari bersama-sama
kita wujudkan pendidikan yang bermartabat, bebas dari korupsi, dan menjadi kebanggaan
generasi masa depan.
Salam Antikorupsi
Jakarta, November 2023
__________________________________________________________________________________________ iii
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................................. iv
B. Dasar hukum.................................................................................................................. 4
1. Teladan individu...................................................................................................... 53
2. Prasyarat PAK.......................................................................................................... 80
iv __________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________ 1
A. Latar belakang: Posisi
pendidikan dalam upaya
pemberantasan korupsi
Kewenangan yang melekat dalam tatanan sosial-politik masyarakat
selalu dipostulatkan pada dua kondisi. Kondisi pertama ketika
kewenangan digunakan sebaik-baiknya akan berdampak positif
pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, kondisi
kedua ketika kewenangan itu disalahgunakan dan dimanfaatkan
untuk semata-mata kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,
daya rusaknya terhadap masyarakat juga besar. Penyalahgunaan
wewenang untuk kepentingan pribadi itu, sebagaimana didefinisikan
oleh Susan-Rose Ackerman & Bonnie J. Palifka (2016: 40), adalah
korupsi yang menjadi masalah global termasuk di Indonesia hingga
hari ini.
__________________________________________________________________________________________ 3
korupsi ke meja hijau. Sula kedua yaitu pencegahan adalah upaya
untuk menutup serapat-rapatnya celah korupsi yang mungkin
terjadi. Sula ketiga yaitu pendidikan adalah upaya untuk membangun
kesadaran publik akan pentingnya sikap antikorupsi dan lebih
penting lagi terbentuknya budaya integritas di tengah masyarakat.
B. Dasar hukum
KPK merupakan lembaga yang memiliki tugas dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dengan berdasarkan asas kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Salah satu komponen
yang penting untuk mengemban amanat tersebut adalah strategi
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
komprehensif dan sinergis dengan menjunjung penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
__________________________________________________________________________________________ 5
Jejaring Pendidikan dengan salah satu fungsinya menyusunan,
mengoordinasikan, mendorong kebijakan, pemantauan dan
evaluasi desain nasional pendidikan antikorupsi pada setiap
jenjang pendidikan di sektor pendidikan formal maupun non-
formal.
• Road Map Komisi Pemberantasan Korupsi 2022-2045.
• Cetak Biru Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
tahun 2021 yang memberikan gambaran umum tugas-tugas
yang dimiliki dan alokasi tanggung jawab yang diberikan kepada
satuan kerja di bawah Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta
Masyarakat, salah satunya adalah pelaksanaan PAK di bawah
Direktorat Jejaring Pendidikan.
Terkait dengan substansi PAK, Stranas PAK ini juga disusun dengan
mempertimbangkan kerangka hukum pendidikan karakter yang
mencakup Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter, Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal,
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 184 Tahun 2019 tentang
Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah, Surat Edaran
(SE) Dirjen Pendidikan Islam No. B-1368.1/Dj.l/05/2019 tentang
Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah, SE Mendagri No. 420/4047/SJ
dan No. 420/4048/SJ tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan
Budaya Antikorupsi pada Satuan Pendidikan.
__________________________________________________________________________________________ 7
Gambar 1.1
Logika trisula
pemberantasan korupsi
oleh KPK
Gambar 1.2
Ilustrasi peran PAK
__________________________________________________________________________________________ 9
Upaya-upaya tersebut perlu dituangkan dalam suatu rangkaian PAK
yang dilaksanakan tidak hanya oleh KPK, tetapi juga oleh pihak-
pihak lain yang terkait. Upaya tersebut bisa dilakukan dalam bentuk
kerjasama antar lembaga/mitra/pemangku kepentingan atau dalam
upaya kolaboratif yang meskipun berjalan masing-masing namun
menuju visi yang sama. KPK memahami bahwa PAK membutuhkan
proses yang berkualitas, dan proses tersebut umumnya dilakukan
dalam paket kebijakan yang bersifat longitudinal (jangka panjang).
Oleh karena itu, KPK memerlukan suatu strategi PAK yang tidak
hanya dapat menjadi arah bagi Direktorat Jejaring Pendidikan, tetapi
juga KPK secara umum dan pemangku kepentingan PAK lainnya
(jejaring pendidikan).
1. Strategi Pertama:
Internalisasi nilai kepada
peserta didik
Membangun budaya ‘tidak mau korupsi’ artinya membentuk karakter
warga negara yang memegang erat nilai-nilai integritas. Proses
pembentukan karakter tersebut perlu merujuk pada berbagai
teori yang relevan sebagai landasan dari strategi PAK pada level
mikro. Landasan teoritis itu mencakup apa saja turunan dari nilai-
nilai integritas, impuls (dorongan) macam apa yang mendorong
agar individu mampu menjunjung integritas, serta bagaimana PAK
berdampak pada pembentukan sikap individu yang berintegritas.
Tidak hanya itu, teori mengenai tahapan perkembangan moral juga
begitu penting agar strategi internalisasi nilai lebih ‘tepat sasaran’,
dalam arti, proses PAK secara efektif diimplementasikan sesuai
dengan jenjang usia dari para peserta didik.
__________________________________________________________________________________________ 11
Istiani menggambarkan ketiga dimensi tersebut sebagai sesuatu
yang saling berkesinambungan. Pertama-tama motivational trait
adalah dimensi yang paling mendasar, disusul dengan personal
agency sebagai proses (usaha individu merealisasikan motivasinya)
dan keberanian moral sebagai keputusan/tindakan individu apakah
berpihak pada nilai yang dianut atau tidak. Setiap dimensi memiliki
sub-dimensi yang kemudian membentuk kesatuan nilai integritas.
Apa yang juga patut digarisbawahi dari hasil uji empiris oleh Istiani
adalah personal agency menjadi dimensi yang paling kontributif
kemudian disusul keberanian moral dalam mengkonstruksikan
integritas. Kendati semua dimensi terbukti bernilai signifikan secara
statistik, hal ini menunjukkan bahwa kapasitas individu untuk
mengorganisir diri sendiri dan tidak reaktif terhadap peristiwa
eksternal (free will) menjadi aspek paling penting dalam menentukan
integritas diri seseorang. Terlebih dimensi kedua yang paling
kontributif adalah keberanian moral yang menjadi aspek keputusan
individu dalam mengambil tindakan.
__________________________________________________________________________________________ 13
dalam pemaknaan dan pendefinisian diri (self-construal)1 akan
praktik integritas di kehidupan sehari-hari (Takwin, 2013).
Kebingungan akan “nilai integritas” menyebabkan implementasi
individu terhadap apa yang dianggap bermoral bergantung pada
situasi sosial sekitar. Ini menunjukkan bahwa keberadaan lingkungan
memberikan dorongan yang lebih besar kepada individu dalam
mengambil tindakan-tindakan. Ketika lingkungan cenderung
menormalisasi korupsi, individu akan cenderung mengikuti tindakan-
tindakan yang justru dekat dengan perilaku koruptif. Hal tersebut
terjadi karena ketiadaan makna konkret dari integritas sebagai pesan
budaya yang gilirannya berpengaruh pada kealpaan motivational trait
individu dalam konteks berintegritas.
1 Istilah self-construal yang diperkenalkan Markus & Kitayama (dalam Takwin, 2013) merujuk pada peranan dari
pesan budaya yang dibawa oleh institusi sosial kepada individu. Pesan budaya itu kemudian memberikan bekal
bagi individu untuk memahami, memaknai, serta menempatkan dirinya dalam tatanan sosial yang ada.
Ada satu aspek lagi selain sikap dan norma subjektif berdasarkan
hasil pengembangan teori tersebut, yang kemudian disebut Ajzen
(1991) sebagai teori perilaku direncanakan (theory of planned
behavior). Satu aspek tersebut adalah persepsi kontrol perilaku:
keyakinan seseorang akan kemudahan atau kesulitan dalam
melakukan tindakan tertentu. Ia boleh jadi mempertimbangkan
manfaat/kerugian dan ekspektasi orang lain sebelum melakukan
tindakan. Tetapi menurut Ajzen (1991), tindakan tersebut bersifat
situasional karena ditentukan dari sejauh mana kemudahan bagi
__________________________________________________________________________________________ 15
seseorang untuk melakukannya. Selain ‘tidak mau repot’ dan lazim
di masyarakat, boleh jadi praktik suap untuk menghindari hukuman
tilang memang berada pada situasi yang sangat mudah dilakukan.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, ekosistem pada
saat bersamaan memainkan peranan penting untuk menutup
berbagai celah (membuat jauh lebih sulit) sehingga seseorang
enggan untuk melakukan tindakan tidak bermoral.
Hierarchies of effects.
2 Sebagai contoh KPK memiliki slogan edukatif “Berani Jujur, Hebat!” pada dasarnya bukanlah semata jargon.
Frasa tersebut juga dapat menjadi penanda identitas yang menunjukkan bahwa kejujuran memiliki begitu banyak
aspek positif. Ditunjukkan dengan kata “hebat” sebagai sebuah kebanggaan melalui sikap jujur.
__________________________________________________________________________________________ 17
membenci praktik-praktik korupsi di lingkungan sekitar karena
bertentangan dengan nilai-nilai integritas. Pada gilirannya, peserta
didik akan benar-benar mempraktikkan nilai-nilai integritas dalam
berbagai situasi di kehidupan nyata. Seperti contoh sebelumnya,
seseorang mempraktikkan nilai integritas dengan tidak menyuap
polisi lalu lintas untuk menghindari hukuman tilang. Hal ini menjadi
hirarki paling terakhir, yaitu apa yang disebut sebagai tahapan
perilaku (behavioral).
Gambar 1.3
Tahapan perkembangan
moral menurut Lawrence
Kohlberg
__________________________________________________________________________________________ 19
adanya interaksi meski hanya dimaknai sebatas kepuasan kebutuhan
individu maupun orang lain. Seorang anak akan memandang bahwa
patuh terhadap nilai dan aturan adalah untuk memenuhi unsur
kewajaran (sesuatu yang dianggap baik oleh orang lain) dan bukan
soal kesetiaan.
__________________________________________________________________________________________ 21
oleh orang lain kepada dirinya, bisa berupa kerahasiaan, amanah
atau pesan, dan lain sebagainya.
5. Berani artinya suatu kekuatan mental atau moral untuk berani,
tekun, dan bertahan menghadapi bahaya, ketakutan, atau
kesulitan (ICAI, 2021). Seseorang yang tidak takut berpihak pada
kebenaran dan memerangi hal-hal yang menyimpang.
6. Disiplin menurut Collins Dictionary diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan untuk
bekerja keras atau berperilaku dengan cara tertentu tanpa
perlu ada yang memberi perintah. Seseorang yang disiplin
mampu meregulasi diri dan tertib atau patuh pada aturan yang
disepakati.
7. Empati menurut Cambridge Dictionary diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain
dari sudut pandang orang lain tersebut, dan juga membayangkan
diri sendiri berada di posisi orang tersebut. Seseorang yang
empati menyadari pentingnya mengupayakan aneka ragam
kebaikan yang dapat dirasakan orang lain.
8. Gigih berarti menunjukkan sikap rajin terhadap pekerjaannya,
ketekunan dalam upaya kerja, dan karakter yang rajin (Barnard,
2008). Karakter seseorang yang dicirikan dengan berjuang keras
dan menunjukkan kualitas dengan sungguh-sungguh.
9. Mandiri pada Cambridge Dictionary diartikan sebagai kata sifat
seseorang yang tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh orang
lain dalam hal pendapat, perilaku, dll.; mampu berpikir atau
bertindak untuk diri sendiri.
10. Menghargai berarti menghargai keberagaman pendapat dan
memanfaatkan peluang untuk mendapatkan pengetahuan baru
dalam berdiskusi (ICAI, 2021). Menghargai di sini juga berarti
menyadari dan menghormati hak-hak orang lain sehingga tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri.
Internalisasi nilai-nilai tersebut diharapkan mampu membentuk
motivational trait yang selaras dengan karakter integritas.
Jujur ★ ★ ☆ ☆ ☆
Disiplin ★ ★ ☆ ☆ ☆
Tanggung Jawab ★ ★ ☆ ☆ ☆
Adil ★ ★ ★ ☆ ☆
Berani ★ ★ ★ ☆ ☆
Empati ★ ★ ★ ☆ ☆
Gigih ★ ☆ ☆
Mandiri ★ ☆ ☆
Menghargai ★ ☆ ☆
Dipercaya ★ ☆ ☆
*Keterangan: ★ = perilaku utama ☆ = pemeliharaan pelaku
__________________________________________________________________________________________ 23
yaitu pada jenjang pendidikan tinggi maupun kedinasan (apabila
menjadi Aparatur Sipil Negara) termasuk saat menjalankan fungsi
sosialnya secara utuh di masyarakat. Hal ini diharapkan agar kelak
individu yang menjadi pekerja profesional dan berkontribusi bagi
masyarakat telah memegang teguh nilai-nilai integritas secara utuh.
3 Anak terbiasa ★ ☆
mengatakan sesuatu
yang benar-benar
terjadi
4 Mengakui kesalahan ★ ☆ ☆
6 Tidak menukar ★ ☆
dengan milik orang
lain tanpa izin
1 Dapat dipercaya ☆ ★
3 Anak terbiasa ★ ☆
mengatakan
sesuatu yang
benar-benar terjadi
4 Mengakui kesalahan ★ ☆ ☆
5 Meminta maaf ★ ☆ ☆
bila salah dan
memaafkan teman
yang berbuat salah
6 Tidak menukar ★ ☆
dengan milik orang
lain tanpa izin
7 Tidak berlaku ★ ☆ ☆
curang
8 Tidak mencontek ★ ☆ ☆
9 Menepati janji ★ ☆ ☆
Tabel 1.5 Contoh perilaku pada jenjang menengah (usia 15-18 tahun)
2 Tidak melakukan ☆ ★
bullying /
perundungan
3 Berbagi dengan ★ ☆
teman
__________________________________________________________________________________________ 25
Keterkaitan dengan nilai lainnya
4 Membantu teman ☆ ★
yang kesulitan
5 Menghargai ☆ ★ ☆
pendapat orang lain
Gambar 1.4
Konsep pembentukan
karakter integritas dan
sikap antikorupsi.
__________________________________________________________________________________________ 27
peserta didik semakin memahami nilai yang dimaksud dengan
mempraktekkannya secara langsung. Jika ingin melatih nilai kejujuran
pada peserta didik, misalnya, berikan semacam tes/ujian tertulis
secara mendadak. Dalam situasi tersebut, peserta didik mungkin
akan merasakan kesulitan dan dihadapkan dua pilihan: menyontek
atau tetap mengandalkan kemampuan diri sendiri.
2. Strategi kedua:
Menciptakan integritas
ekosistem pendidikan
Apabila strategi pertama adalah penguatan agensi melalui
internalisasi nilai (fokus pada peserta didik), strategi kedua ini adalah
menciptakan lingkungan kondusif agar para agen di dalamnya
mampu mempraktikkan perilaku integritas. Penerapan strategi
kedua menjadi penting karena lingkungan dalam banyak hal juga
berkontribusi pada pilihan moral individu. Terutama ketika individu
mulai memasuki usia remaja akan melakukan evaluasi terhadap apa
yang dilakukan orang lain. Semakin rendah nilai integritas dalam
institusi pendidikan, tekanan yang mendorong para peserta didik
untuk bertindak kontra-nilai integritas akan semakin besar. Misalnya,
ketika guru-guru justru bertindak “tidak bermoral” apalagi terjadi
secara berkesinambungan lama-kelamaan akan dianggap wajar
oleh para peserta didik. Oleh sebab itu, pembentukan karakter dan
penciptaan ekosistem berintegritas mestilah berjalan beriringan.
Gambar 1.1
Ilustrasi peran PAK
__________________________________________________________________________________________ 29
The social ecological model.
Dalam menjawab tantangan akan membangun ekosistem integritas
pendidikan, model ekologi sosial (the social ecological model)
menjadi landasan teoritis yang sangat relevan. Model ini pada
dasarnya ditawarkan untuk kepentingan health promotion yang
pertama kali dikembangkan oleh Kenneth R. McLeroy et al. (1988).
Premis dasar dari model ekologi sosial bahwa tindakan individu
didasarkan pada ketersediaan pilihan-pilihan sebagai akibat dari
interaksinya dengan lingkungan sosial yang menaunginya. Model
ini membayangkan bahwa perilaku individu dapat ditentukan oleh
pelapisan ekosistem hingga yang paling atas, yaitu pemerintah
(pemangku kebijakan).
Gambar 1.5
Model ekologi sosial
__________________________________________________________________________________________ 31
Dengan berlandaskan pada model ekologi sosial, artinya, intervensi
haruslah dilakukan pada setiap lapisan: individu, interpersonal,
institusional, komunitas, hingga kebijakan publik. Upaya antikorupsi
pada gilirannya juga harus mempertimbangkan intervensi yang
berlapis. Itulah mengapa sebagai langkah paripurna memberantas
korupsi, KPK juga melakukan upaya pencegahan dengan mendorong
reformasi/perubahan hingga pada skala makro yaitu kebijakan publik/
pemerintahan.
__________________________________________________________________________________________ 33
2008. Terdapat tujuh kebajikan (virtues) yang menurut Kaptein
(2008) sangat penting untuk dibangun sebagai ethical culture
dalam sebuah organisasi, termasuk di lingkungan pendidikan, guna
terwujudnya nilai-nilai integritas.
• Kejelasan (clarity).
Artinya suatu organisasi harus memiliki kejelasan terkait
perilaku etika yang diekspektasikan. Ekspektasi tersebut mesti
konkret, komprehensif, dan mudah dimengerti. Beberapa
studi sebelumnya menunjukkan bahwa kode etik yang terlalu
general tidak cukup bagi individu untuk membedakan mana
perilaku yang etis dengan nonetis. Misalnya, sebuah organisasi
mendorong agar anggotanya selalu “berbuat baik”. “Berbuat
baik” menjadi ambigu karena dalam praktiknya, apa yang
dimaksud perbuatan baik itu menjadi multitafsir. Hal ini juga
berlaku di berbagai organisasi termasuk institusi pendidikan.
• Kesesuaian (congruence).
Artinya, kode etik dalam suatu organisasi mestilah dibangun
melalui keteladan. Dalam lingkungan pendidikan, nilai-nilai
integritas tidak dapat ditegakkan apabila para pimpinan, tenaga
pendidik, hingga para pegawainya tidak mengamalkan nilai
integritas itu sendiri. Hal ini terjadi karena terutama para peserta
didik akan menjadikan para guru/pengajar dan orang-orang yang
ada di sekitar mereka sebagai acuan moral.
• Kelayakan (feasibility).
Artinya, bagaimana kode etik yang telah dicanangkan dapat
diterapkan secara layak oleh para anggota di dalam institusi
pendidikan seperti guru maupun peserta didik. Kaptein
mencontohkan bagaimana etika “bertanggung jawab”
atas tugas-tugas yang diberikan mesti beriringan dengan
ketersediaan organisasi untuk memberikan waktu, perangkat,
anggaran, dan informasi yang cukup. Di lingkungan sekolah,
nilai tanggung jawab biasanya diterapkan kepada peserta didik
melalui pemberian pekerjaan rumah (PR). Peserta didik akan
dapat melaksanakannya apabila sekolah memberikan kecukupan
waktu dan mempertimbangkan beban kerja siswa. Ketika siswa
memiliki beban yang berlebihan, merujuk apa yang dikatakan
Kaptein, mereka akan kesulitan untuk memenuhi tanggung jawab
yang sudah diberikan oleh guru di sekolahnya.
• Dukungan (supportability).
Menurut Kaptein, dukungan yang dimaksud adalah insentif
agar anggota organisasi termotivasi untuk berperilaku selaras
__________________________________________________________________________________________ 35
dengan poin dukungan yang telah disebutkan sebelumnya.
Hal ini dikarenakan keberadaan sanksi dan apresiasi yang
adil mendorong kepercayaan peserta didik terhadap otoritas
pendidikan. Kepercayaan yang tinggi beriringan dengan semakin
baiknya motivasi peserta didik dalam berperilaku integritas.
• Kepemimpinan
Adanya kesadaran kolektif dalam mengupayakan tercapainya
ekosistem berintegritas yang dicirikan dari komitmen setiap
aktor untuk saling bekerja sama melaksanakan rencana strategis
selaras dengan visi yang disepakati dalam suatu lingkungan
tersebut. Komitmen dicirikan dari kemampuan setiap individu
mengurai visi atau tujuan penerapan nilai integritas pada tataran
peran masing-masing dalam kehidupan. Oleh karena itu setiap
individu mengerti apa saja yang menjadi bagian dari tanggung
jawabnya. Visi bersama tentu terurai menjadi visi individu yang
dijalankan secara bertanggung jawab oleh masing-masing orang
dan saling menguatkan agar tetap terjaga kekompakan bersama.
Kompak dalam memimpin diri masing-masing dan menopang
satu sama lain sebagai satu kesatuan para pemimpin yang sama-
sama berjuang mengupayakan integritas.
• Keteladanan
Setiap aktor di suatu lingkungan mencerminkan kesesuaian
antara apa yang diucapkan sebagai wujud pemikiran dengan
apa yang dilakukan sebagai wujud penerapan konkret atas suatu
tindakan berintegritas. Apabila seorang individu menjalankan apa
yang diucapkan (walk the talk) tentang penerapan nilai integritas
dalam kehidupan sehari-hari maka konsep atau gagasan tentang
upaya menciptakan ekosistem berintegritas dapat dengan
mudah diinternalisasi ke dalam diri setiap individu lainnya. Tak
hanya sekadar slogan atau jargon namun diterapkan dengan aksi
nyata.
• Dukungan
Tumbuhnya rasa percaya dan merasa dihargai pada diri setiap
aktor di dalam suatu lingkungan tersebut. Pemikiran dan
penerapan laku integritas didukung oleh semua pihak dan
ditopang oleh norma serta aturan yang diberlakukan. Apresiasi
terhadap individu yang berperilaku etis dan menerapkan nilai-
nilai integritas diharapkan menjadi pendukung individu untuk
terus mempertahankan motivasinya. Dimensi ini menjadi tolok
ukur sejauh mana suatu ekosistem yang terdiri dari kumpulan
individu menjaga motivasi setiap individu untuk berintegritas.
Sudahkah respon positif diberikan kepada siapapun yang berusaha
mengutamakan integritas? Apakah berlaku sebaliknya bahwa
setiap individu enggan berintegritas karena merasa tak mendapat
dukungan dari kumpulan individu lainnya dalam suatu ekosistem
tersebut.
• Inklusifitas
Dalam suatu lingkungan, setiap individu terlibat tanpa terkecualikan
dalam menerima hak atas kebaikan dari penerapan nilai-nilai
integritas dan juga menjalankan kewajiban dalam menerapkan nilai-
nilai integritas. Dimensi ini menjadi tolok ukur yang nyata bahwa
mengupayakan ekosistem tidak bisa dilakukan oleh sebagian
kelompok individu saja. Semua ambil peran dan semua merasakan
manfaat kebaikannya, hal ini juga diharapkan mampu menimbulkan
kesadaran bahwa satu perbuatan yang melanggar integritas
akan berpengaruh pada individu lainnya. Oleh karena itu dimensi
inklusivitas perlu diupayakan dengan menggiatkan pemahaman
mengenai dampak buruk yang akan menimpa semua individu
dalam suatu ekosistem begitupun sebaliknya terkait dampak baik
yang bisa dirasakan bersama-sama.
__________________________________________________________________________________________ 37
Dimensi Tata Kelola • Ressiliency
Berintegritas antara lain :
1. Kepemimpinan Dalam konteks delegasi atau pemberian tanggung jawab dalam
2. Keteladanan menuntaskan suatu tugas, setiap individu perlu diberikan
3. Profesional ruang implementasi dengan rentang waktu dan sumber daya
4. Dukungan
yang cukup sehingga terhindar dari upaya kecurangan atau
5. Inklusifitas
penyimpangan nilai-nilai integritas. Kecurangan dapat muncul
6. Resiliensi
ketika suatu pekerjaan tidak didukung dengan sumber daya
yang memadai. Dimensi ini menerangkan bahwa pentingnya
mengupayakan pembangunan paradigma kolektif dari suatu
kumpulan individu yang memandang bahwa menegakkan
integritas memanglah merupakan suatu tantangan yang
wajib diselesaikan dengan cara yang baik. Ketangguhan dan
kegigihan seseorang untuk tetap mengupayakan cara yang baik
menjadi kunci keberhasilan. Selaras dengan definisi resiliensi
menurut Garmezy (1991) bahwa keberhasilan seseorang dalam
mempertahankan diri untuk berintegritas meski berada di
lingkungan yang tidak mendukung. Keterbatasan sumber daya
tak menjadi alasan untuk melakukan penyimpangan integritas.
Di lain sisi potensi penyimpangan juga mesti diantisipasi dengan
kelayakan dalam perancangan delegasi tugas dalam suatu
organisasi atau kumpulan individu dengan memerhatikan sumber
daya yang menunjang pekerjaan tersebut tuntas dengan cara
yang berintegritas.
The normalization of
corruption in organizations.
Jika sebelumnya berbicara tentang model budaya etik untuk
membangun nilai integritas, pembahasan mengenai sebab-sebab
normalisasi korupsi sebagai tindakan bertentangan dengan integritas
juga penting diulas. Normalisasi yang dimaksud adalah kondisi
ketika korupsi dalam suatu organisasi dianggap normal. Artinya,
praktik korupsi telah tertanam dalam struktur dan proses organisasi,
diinternalisasi oleh pelaku sebagai sesuatu yang lazim bahkan
diinginkan, dan diwariskan kepada generasi anggota selanjutnya
(Ashforth & Anand, 2003: 3). Menurut Ashforth & Anand (2003),
terdapat tiga elemen yang membuat normalisasi korupsi dapat
terjadi. Tiga elemen tersebut adalah institusionalisasi, rasionalisasi,
dan sosialisasi.
• Institusionalisasi
Institusionalisasi (pelembagaan) didefinisikan sebagai proses
yang membuat suatu perilaku menjadi aktivitas yang stabil,
berulang, dan dipertahankan oleh sebagian orang tanpa perlu
__________________________________________________________________________________________ 39
• Rasionalisasi
Sudah menjadi hal biasa bahwa pelaku korupsi menggunakan
sejuta dalih (rasionalisasi) untuk menutupi keburukan
perbuatannya atau bahkan ingin membangun opini bahwa hal
tersebut adalah kebaikan. Rasionalisasi korupsi dalam organisasi
terjadi ketika tindakan-tindakan amoral tersebut dianggap
sebagai perbuatan yang benar atau baik. Terjadi inversi moral
karena apa yang seharusnya buruk menjadi dianggap baik.
Misalnya di sebuah sekolah pada momen pelaksanaan ujian
akhir untuk kelulusan siswa. Kita semua tahu bahwa menyontek
adalah perbuatan tercela. Namun, dengan dalih “membantu”
sesama teman dan “solidaritas”, menyontek dapat dirasionalisasi
sebagai perbuatan benar karena untuk kebaikan bersama.
Bahkan pada beberapa kasus, justru kepala sekolah dan para
guru ikut membenarkan tindakan tersebut agar 100 persen siswa
dinyatakan lulus, sehingga, tidak mencemari nama baik sekolah.
Rasionalisasi juga berkaitan dengan menghilangkan interpretasi
negatif dengan membangun opini bahwa tindakan korupsi yang
dilakukan adalah “pengecualian” dan masih dapat dibenarkan
secara moral.
No Bentuk Definisi
__________________________________________________________________________________________ 41
No Bentuk Definisi
• Sosialisasi
Proses sosialisasi memainkan peranan penting dalam
menanamkan kultur korup terutama kepada para pendatang
baru (newcomers). Sosialisasi akan membentuk nilai, keyakinan,
norma, dan keterampilan agar anggota memenuhi peranannya
secara efektif dalam organisasi, termasuk pada tindakan korupsi.
Mereka yang sebelum bergabung mungkin pada dasarnya
berada pada lingkungan yang lebih tidak toleran pada korupsi,
kemudian setelah bergabung menjadi lebih toleran. Ashforth &
Anand menyebut setidaknya ada tiga tahap sosialisasi.
__________________________________________________________________________________________ 43
Tata kelola pendidikan pada dasarnya menyangkut dua hal, yaitu dari
sisi akademik maupun non-akademik. Artinya, praktik berintegritas
dalam sektor pendidikan mestilah mencakup kedua hal tersebut. Dari
sisi akademik mencakup penerimaan peserta didik, pembelajaran,
penelitian/pengabdian masyarakat, hingga kelulusan. Sementara
dari sisi non-akademik mencakup administrasi kependidikan,
pengelolaan/transparansi keuangan, pemilihan pimpinan kampus/
sekolah, pengelolaan SDM, pengadaan barang & jasa, akreditasi &
perizinan, hingga pengawasan.
__________________________________________________________________________________________ 45
kritikal yang paling rentan dikorupsi. Sebagian besar kasus
korupsi sektor pendidikan banyak terkait dengan hal tersebut.
Gagasan participatory budgeting ini penting bukan hanya untuk
mengawasi penggunaan anggaran, melainkan juga partisipasi
dalam penggunaan dananya. Dengan partisipasi semacam itu,
potensi penyalahgunaan dana oleh para pemangku otoritas akan
semakin minim karena praktik yang “tertutup” itu kini diawasi
bersama.
• Pengawasan bersama atas belanja pendidikan (Public
Expenditure Tracking Surveys [PETS]). Strategi ini
bersinggungan dengan participatory budgeting di mana publik
secara bersama-sama mengawasi bagaimana pelaksanaan
belanja untuk sektor pendidikan baik akademik maupun non-
akademik. Misalnya, pengadaan barang-barang di sekolah dapat
diawasi bersama melalui komite sekolah (di dalamnya ada orang
tua siswa) secara detail, seperti misalnya, spesifikasi meja-
kursi belajar serta komparasinya dengan harga di pasar. Hal ini
meminimalisasi kemungkinan terjadinya mark up oleh pemangku
otoritas.
• Audit sosial (social audits). Strategi ini alternatif dari PETS di
mana publik melakukan audit atas belanja yang sudah dilakukan
di lapangan dengan angka yang dianggarkan. Misalnya,
para orang tua menilai fasilitas-fasilitas belajar di sekolah
dan membandingkannya dengan anggaran tersedia (tentu
prasyaratnya adalah anggaran harus dipublikasikan). Audit
semacam ini akan menjadi “kekuatan sosial” (social force) untuk
menekan penyelewengan dana oleh pemangku otoritas.
__________________________________________________________________________________________ 47
- Rights-compatible: Luaran dari mekanisme komplain harus
sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang
standarnya diakui secara internasional.
- Transparent: Memiliki transparansi sejak komplain diajukan,
prosesnya, hingga luarannya.
3 Sebagai catatan, tata kelola upah ini bukan semata soal besar-kecilnya upah yang diberikan. Berdasarkan
prinsip good governance, upah sebagai cost mesti selaras dengan learning outcomes dalam konteks pendidikan.
Maka pertanyaannya berada di titik: apakah upah yang diberikan sudah efektif dan efisien? Misalnya, berdasarkan
catatan World Bank (2020), program Kinerja dan Akuntabilitas (KIAT Guru) ternyata signifikan terhadap learning
outcomes yang diterima oleh peserta didik. Hal ini dikarenakan sistem yang diterapkan dalam program KIAT
menekankan pada performance-based pay sehingga guru-guru terdorong untuk memaksimalkan peranan
pengajarannya.
• Transparansi
Prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi semua orang
untuk memperoleh informasi tentang pemerintahan (lembaga),
yaitu informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil yang dicapai. Setiap pemangku
kepentingan memiliki akses terhadap rencana dan laporan
penggunaan anggaran. Keterbukaan ini sebagai wujud komitmen
pengelola untuk tidak menyembunyikan kecurangan atau hal-
hal penyimpangan. Selain itu pengelolaan keuangan mulai dari
penerimaan, penyaluran, dan pelaporan diatur dalam sistem atau
mekanisme yang terstandarisasi.
__________________________________________________________________________________________ 49
Transparansi menjadi prinsip pertama yang mendasari integritas
tata kelola lembaga pendidikan, selaras dengan nilai integritas
yang mencerminkan sikap jujur, tidak menyembunyikan
kebohongan, kecurangan, atau siasat penyimpangan. Semua hal
dilakukan secara terbuka karena para pengelola atau pemangku
kepentingan menyadari bahwa esensi integritas adalah tetap
melakukan kebenaran meskipun tidak ada pengawasan. Para
pemangku kepentingan sadar betul bahwa semua hal tata kelola
yang dilaksanakannya berada dalam pengawasan semua pihak
yang terkait, sehingga menegaskan dengan kuat bahwa menjadi
pengelola lembaga pendidikan mesti menerapkan nilai integritas
dengan sungguh-sungguh.
• Akuntabilitas
Komitmen semua pemangku kepentingan untuk mengutamakan
sifat bertanggung jawab atas semua amanah tata kelola yang
diembannya. Dengan kata lain setiap penyelenggaraan program
atau kegiatan lembaga pendidikan dapat dipertanggungjawabkan
secara terbuka kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bentuk
pertanggung jawaban diwujudkan dengan laporan yang jelas dan
terstandarisasi. Semua program yang dirancang dan dilaksanakan
berlandaskan kebijakan yang jelas dan sesuai analisis kebutuhan,
proporsi dan peraturan yang ditetapkan.
• Kepatuhan Aturan
Memperkuat prinsip sebelumnya yakni transparasansi dan
akuntabilitas, kepatuhan aturan menjadi prinsip yang menegaskan
komitmen para pemangku kepentingan dalam mengelola lembaga
pendidikan. Aturan menjadi acuan utama dalam melakukan segala
aspek tata kelola. Kerangka kerja aturan mesti adil dan ditegakkan
secara tidak memihak, terutama dalam yang mengenai hak asasi
manusia.
• Keadilan Layanan
Tata kelola lembaga pendidikan yang mengacu pada perlakuan
adil terhadap semua orang akan semakin menguatkan penerapan
integritas. Secara esensial fungsi dari pengelolalan lembaga
adalah menjalankan fungsi pelayanan kepada para penerima
manfaat (beneficiaries) maka komitmen untuk menjaga kualitas
layanan yang berkeadilan adalah sebuah keharusan bagi setiap
pengelola.
• Independensi Lembaga
Suatu lembaga pendidikan mesti berlandaskan pemikiran yang
objektif dan tegak lurus terhadap penerapan nilai integritas.
Segala keputusan dan kebijakan dikelola dan diolah berlandaskan
informasi dan fakta yang dikembangkan secara substansial. Tata
__________________________________________________________________________________________ 51
kelola yang independen dengan tidak memihak ke kelompok
yang berkepentingan akan mengindarkan lembaga dari upaya
penyimpangan integritas.
• Penegakan Aturan
Melengkapi ragam prinsip tata kelola lembaga pendidikan yang
berintegritas prinsip penegakan aturan ini menjadi komitmen
pamungkas para pengelola lembaga. Setelah semua prinsip
diterapkan dengan baik, maka praktik tata kelola berintegritas
yang berulang dan berkelanjutan ini mesti terus dipertahankan
dan ditegakkan sebagai suatu aturan yang baku dan dipatuhi
semua orang.
1. Teladan individu
Bung Hatta
Mohammad Hatta, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Bung Hatta,
dikenal sebagai sosok yang sederhana dan berintegritas tinggi.
Dikarenakan integritas beliau, Wakil Presiden pertama Indonesia
ini pernah menjadi Penasehat Presiden dan Penasehat Komisi
IV tentang masalah korupsi pada 1969. Sepanjang hidup beliau,
terdapat beberapa kisah yang menggambarkan integritas Bung
Hatta. Salah satu contohnya adalah konsistensi dan keberaniannya
untuk tidak menerima tawaran menjadi komisaris Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Tawaran serupa juga datang dari perusahaan
swasta nasional maupun perusahaan asing. Beliau paham bahwa
seluruh tawaran tersebut hanya bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan atas posisinya sebagai mantan Wakil Presiden. Meskipun
saat itu keluarga Bung Hatta sedang dalam kesulitan keuangan,
beliau menempatkan diri sebagai negarawan yang memberi teladan
pada rakyatnya terkait bagaimana seharusnya mantan pejabat tinggi
bertindak.
__________________________________________________________________________________________ 53
ke mobil dinas semasa menjabat sebagai Wakil Presiden. Bung Hatta
juga konsisten melawan setiap ada penyimpangan dalam penggunaan
kekuasaan meskipun resikonya besar. Menjelang akhir hayatnya, Bung
Hatta tetap memegang teguh prinsip antikorupsi dengan menolak
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. “Tidak ingin
dimakamkan di samping koruptor”, ujar Meutia Hatta, anak dari beliau.
Bung Hatta lebih memilih untuk dimakamkan dekat dengan rakyat di
Tanah Kusir.
Ki Hadjar Dewantara
Teladan lain datang dari sosok yang dikenal sebagai Bapak
Pendidikan Indonesia, yakni Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau
yang dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Seperti terpampang di
Museum Sumpah Pemuda, Ki Hadjar pernah berujar, “Aku hanya orang
biasa yang bekerja untuk bangsa Indonesia, dengan cara Indonesia.
Namun, yang penting untuk kalian yakini, sesaat pun aku tak pernah
mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak
pernah mengkorup kekayaan negara. Aku bersyukur kepada Tuhan
yang telah menyelamatkan langkah perjuanganku.”
__________________________________________________________________________________________ 55
Sederhana dan peduli adalah dua sikap antikorupsi yang begitu
penting. Sederhana dalam kehidupan artinya menolak segala
bentuk kemewahan yang mungkin diberikan bersamaan dengan
besarnya kekuasaan. Pada gilirannya, hal tersebut menjadikan
individu seperti Ki Hadjar Dewantara tidak akan menyelewengkan
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Sementara peduli berarti
memiliki kepekaan sosial yang tinggi, sehingga, tidak mungkin untuk
melakukan korupsi yang justru merugikan banyak orang.
Artidjo Alkostar
“Bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami” barangkali menjadi
adagium yang tepat menggambarkan sosok Dr. Artidjo Alkostar,
SH., LL.M., ketua kamar pidana Mahkamah Agung yang pensiun
sejak 22 Mei 2018 silam. Bagaimana tidak, Artidjo merupakan
sosok yang sangat berintegritas meski “godaan” untuk melakukan
penyelewengan jabatan sebagai hakim begitu besar. Pernah
dalam sebuah wawancara dengan seorang jurnalis, ketika ditanya,
“mengapa Anda begitu kuat melawan sistem yang tidak adil?” Artidjo
pun menjawab: “kuncinya ada di diri sendiri, bertindaklah sesuai
dengan nurani, karena dari nurani itulah keadilan dapat ditegakkan”.
Itulah mengapa sosok Artidjo bagaikan “jarum dalam jerami”.
Sepertinya begitu langka mencari sosok yang berintegritas penuh
kendati memiliki wewenang yang besar dalam konteks hari ini. Kini
Indonesia berduka karena Artidjo meninggal dunia pada awal 2021
lalu.
Artidjo lahir di Situbondo, 22 Mei 1948, dari orang tua asal Madura.
Menempuh pendidikan ilmu hukum di Universitas Islam Indonesia,
dan selepas kuliah menjadi advokat Lembaga Bantuan Hukum di
Yogyakarta. Sikap integritas Artidjo tidak pernah berubah sejak
beliau berprofesi sebagai advokat hingga menjadi hakim Mahkamah
Agung (MA). Berkali-kali Artidjo disuap untuk memberikan
kemudahan atas berbagai macam perkara, dan jawaban beliau
hanya satu, yaitu “tidak”. Pernah suatu ketika Artidjo menjabat hakim
agung, ada pengusaha yang tiba-tiba menyodorkan amplop berisi
uang ratusan juta rupiah. Sontak Artidjo marah besar dan mengusir
pengusaha tersebut keluar dari ruangannya.
Hong Kong
Hong Kong mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan
tanggung jawab pada anak-anak tingkat pra-sekolah usia tiga
tahun menggunakan media kartun bernama Gee-dor-dor. Kartun
ini digunakan sebagai alat internalisasi ide mengenai kebajikan
bermasyarakat yang ingin ditekankan sebagai nilai yang bertolak
belakang dengan korupsi.
Bagi siswa kelas menengah, pada usia 12-17 tahun, PAK mulai
memasuki ranah teoritis dan analitis. Siswa pada tingkatan ini
diajarkan tentang konsekuensi destruktif dari korupsi, legislasi
antikorupsi, dan cara membuat keputusan yang etis. Beberapa alat
belajar yang diimplementasikan dalam menyokong terbentuknya nilai
anti-korupsi adalah pentas drama interaktif dan permainan peran.
Pada ingkat perkuliahan, PAK difokuskan pada workshop antikorupsi
dan kelas berbasis diskusi yang memberi ruang bagi para pelajar
untuk merefleksi dan menemukan solusi bagi masalah korupsi secara
independen.
__________________________________________________________________________________________ 57
Jepang
Jepang memiliki pendidikan karakter yang dinamakan doutoku-
kyouiku yang secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘pendidikan
moral’. Pendidikan moral ini ditanamkan dari jenjang SD sampai
dengan jenjang SMA. Dalam implementasinya, ada empat aspek
yang menggambarkan pendidikan moral ini.
__________________________________________________________________________________________ 59
Finlandia
Berhasil atau tidaknya membangun watak integritas sebuah bangsa
sangat ditentukan oleh kualitas sistem pendidikan yang dibentuknya.
Ketika banyak negara berprinsip “belajar lebih banyak! bekerja lebih
keras!” untuk mendorong kualitas intelektual dan moral peserta didik,
Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia justru
menerapkan konsep berkebalikan. Alih-alih mendorong keunggulan,
pendidikan di Finlandia justru mengutamakan kesetaraan. Ada
sepuluh alasan (World Economic Forum, 2018) yang membuat
Finlandia sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
__________________________________________________________________________________________ 61
BA Aisyiyah Kajen Klaten
Implementasi PAK di BA Aisyiyah Kajen di Kabupaten Klaten dilaksanakan
melalui insersi pada kegiatan pembelajaran di kelas yang terintegrasi dalam
beragam program seperti integrity game based learning bernama DONAT
[DOlanaN Anak hebaT], safari sholat dhuha, program #CARILEM (bercerita,
menari, menonton film, dll).
Para aktor kunci PAK seperti guru, orang tua, kepala sekolah, tenaga
kependidikan dan lainnya berkolaborasi dan berkomitmen, serta
menjadikan program PAK sebagai misi bersama. Kesadaran orang dewasa
sekitar sebagai teladan integritas anak sangat penting dalam membangun
dan penguatan karakter integritas anak sehari-hari, karena siswa usia
dini merupakan peniru ulung perilaku di sekitarnya melalui pengamatan
dan modifikasi aksi. Selain itu penguasaan story telling dan keterampilan
para aktor kunci PAK dalam bermain peran dibutuhkan untuk memantik
respon siswa, serta menggunakan pendekatan sebab-akibat dan berpikir
kritis yang mendorong pemahaman dasar kepada siswa atas perbuatan
yang dilakukan, karena karakter tidak dapat instan dan untuk melihat
manfaatnya memerlukan waktu dan proses. Melalui pendidikan karakter,
sekolah berharap integritas dapat mendasari siswa dalam bertumbuh
dewasa dan terus menjaga marwahnya.
__________________________________________________________________________________________ 63
SD Juara Bandung
PAK yang diselenggarakan di SD Juara Bandung menjadi contoh
baik karena melibatkan partisipasi orang tua / wali murid pada
penerapannya. Terdapat log book yang diberikan dan kemudian
diisi oleh orang tua / wali murid dari setiap tindakan positif yang
telah dilakukan peserta didik, terutama ketika sedang berada di luar
sekolah. Tidak hanya itu, terdapat indikator yang dapat diterapkan
orang tua / wali murid sehingga lebih efektif dalam menanamkan
nilai-nilai integritas kepada anak. Panduan nilai integritas dan sikap
antikorupsi juga diberikan kepada orang tua dalam konteks relasinya
dengan pihak sekolah. Misalnya, orang tua / wali murid dilarang
untuk memberikan hadiah kepada guru (terutama saat pembagian
laporan belajar siswa) yang merupakan bentuk gratifikasi.
Pelibatan orang tua / wali murid adalah langkah yang sangat tepat
dalam konteks pendidikan termasuk PAK. Bagaimanapun, keluarga
adalah pihak utama yang paling bertanggung jawab atas pendidikan
anak. Pelimpahan sepenuhnya tanggung jawab tersebut kepada
pihak sekolah sejatinya adalah kesalahan besar. Orang tua adalah
key players yang menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-
nilai etika, termasuk integritas, kepada anak-anak mereka sejak usia
dini hingga beranjak dewasa.
__________________________________________________________________________________________ 65
MAN Insan Cendekia
Serpong
PAK pada MAN Insan Cendekia Serpong telah diterapkan dalam
beragam metode dengan tidak hanya dikenalkan melalui insersi pada
mata pelajaran kewarganegaraan, tetapi telah menjadi pembiasaan
atau habituasi yang akhirnya dapat membentuk integritas ekosistem
pendidikan di lingkungan peserta didik, tenaga kependidikan
dan tata kelola pendidikan. De-normalisasi korupsi di MAN Insan
Cendekia Serpong khususnya pada tindakan menyontek dapat
dikatakan berhasil dengan kesadaran diri dari setiap siswa bahwa
menyontek merupakan tindakan yang sangat tabu. Hal tersebut
membentuk keseragaman persepsi bahwa menyontek adalah
perbuatan janggal, tidak etis dan memalukan. Penanaman nilai
pada setiap peserta didik diikuti dengan tanggung jawab sebagai
insan cendekia untuk selalu menjaga integritas diri, menjaga nama
baik angkatan dan almamater sekolahnya. Salah satu sanksi yang
diberikan kepada siswa yang diketahui menyontek adalah pemberian
nilai nol tanpa kesempatan remedial, pengakuan siswa di depan
teman-teman kelas dan angkatan atas perbuatannya, serta ditutup
dengan nasihat dari siswa terkait ke teman-temannya untuk tidak
meniru perbuatan tersebut. Insan cendekia tidak hanya didorong
disiplin dalam mentaati peraturan namun juga berani mengakui
kesalahan dan memperbaikinya. Di sisi lain siswa diajarkan untuk
memiliki nilai kerja keras dan kebersamaan dalam kebaikan, sehingga
apabila terdapat siswa yang nilainya tertinggal, secara inisiatif
teman-teman lainnya membantu siswa tersebut melalui kegiatan
belajar bersama.
__________________________________________________________________________________________ 67
SMA Citra Kasih Jakarta
“Integrity Award” merupakan penghargaan bagi siswa berintegritas
yang diadakan oleh SMA Citra Kasih Jakarta setiap tahunnya.
Penghargaan tersebut menjadi salah satu inovasi untuk mendorong
setiap siswa mematuhi peraturan dan ketentuan di sekolah dengan 3
kriteria yaitu Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship
dimana setiap kriteria memiliki indikator-indikator penilaian
berdasarkan sikap dan perilaku siswa sehari-hari. PAK di SMA Citra
Kasih Jakarta diperkuat dengan membangun ekosistem berintegritas
di lingkungan siswa, guru, karyawan dan orang tua melalui
penetapan peraturan dan pembiasaan, beberapa diantaranya
larangan pemberian gratifikasi dari orang tua ke guru dan karyawan
secara personal untuk menjaga objektivitas guru terhadap siswa,
serta penandatanganan pakta integritas siswa dan orang tua.
Pembangunan integritas ekosistem didukung dengan pendekatan
teknologi sistematis seperti penggunaan barcode siswa untuk
pendataan siswa yang terlambat dan penggunaan exam browser
saat ujian sehingga siswa tidak dapat membuka browser/aplikasi lain
saat pengerjaan soal.
__________________________________________________________________________________________ 69
Universitas Paramadina
Sejak tahun 2008, Universitas Paramadina merupakan Perguruan
Tinggi pertama yang mewajibkan mata kuliah antikorupsi bagi
seluruh mahasiswa. Mata kuliah ini diampu oleh dosen-dosen yang
dari berbagai program studi yang memiliki keteladanan integritas dan
semangat perlawanan korupsi. Pengajaran tidak hanya dilakukan di
dalam ruang kelas namun juga melalui berbagai metode yang bersifat
project seperti investigative report, kampanye melalui sosial media,
hingga penyuluhan antikorupsi kepada masyarakat.
__________________________________________________________________________________________ 73
Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas undang-
undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut mendorong
KPK menyusun PAK sebagai sebuah gerakan yang tidak hanya
didorong oleh Direktorat Jejaring Pendidikan, tetapi juga KPK secara
keseluruhan dan pemangku kepentingan PAK lainnya (selanjutnya
disebut jejaring PAK). Agenda PAK yang diusung dalam Stranas PAK
ini terangkum dalam logical framework Stranas PAK sebagaimana
terlihat pada gambar 2.1 di bawah.
__________________________________________________________________________________________ 75
ada 3 (tiga) program utama Direktorat Jejaring Pendidikan yang
dituangkan pada Stranas PAK, yaitu:
Substantif
Penyusunan kurikulum, konten, dan strategi penyampaian harus
mengutamakan kualitas substansi. Dengan kata lain, nilai integritas
harus menjiwai aspek-aspek pembelajaran yang dituangkan dalam
setiap materi, baik yang merupakan materi formal/terstruktur (e.g.,
integrasi kurikulum dan pelatihan kedinasan) maupun materi yang
informal/abstrak (e.g., publikasi umum dan buku cerita anak).
__________________________________________________________________________________________ 77
proses belajar berjalan optimal dan siap untuk berlanjut ke jenjang
berikutnya seiring tantangan dan kompleksitas yang meningkat.
Kesiapan diri yang terus berkesinambungan dan membentuk harmoni
antar jenjang inilah yang menandakan bahwa pendidikan antikorupsi
berhasil dilaksanakan dengan berkelanjutan.
Komprehensif
PAK disajikan dalam bermacam-macam bentuk, antara lain
intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan pembiasaan yang merupakan
bagian dari pendidikan karakter. Prinsip ini dituang dengan
argumentasi karakteristik materi yang berbeda-beda. Misalnya,
materi yang bersifat teoritis cenderung lebih mudah diajarkan dalam
bentuk intrakurikuler yang dilengkapi fasilitator. Sedangkan, aplikasi
dan pembiasaan cenderung lebih efektif untuk diterapkan dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Implementasi yang terkait adalah
proses pemantauan dan pembinaan yang dilakukan oleh pendidik
di sekolah terhadap peserta didik. Ketika peserta didik melakukan
hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai integritas, pendidik dapat
mengarahkan dengan teknik dan substansi yang sesuai.
Kolaboratif
Dalam membangun ekosistem pembelajaran, pemangku kepentingan
perlu menyadari bahwa kita harus bergerak bersama. Misalnya,
satuan pendidikan perlu dukungan orang tua peserta didik dan
masyarakat dalam mendidik anak terkait nilai integritas. Kolaborasi
ini penting, khususnya untuk memberikan contoh yang baik bagi
anak-anak dan mendukung pembiasaan pengamalan nilai integritas.
__________________________________________________________________________________________ 79
2 Prasyarat PAK
PAK dapat dilakukan oleh banyak pihak. Misalnya, pemerintah
daerah dapat menganggarkan kegiatan untuk mempromosikan
nilai integritas. Selain itu, lembaga non-pemerintah juga dapat
melakukan PAK dalam berbagai skala. Dalam memastikan rangkaian
PAK terlaksana oleh berbagai elemen, ada empat prasyarat yang
perlu diperhatikan oleh seluruh aktor. Jika salah satu aspek ini tidak
terpenuhi, penyelenggaraan PAK menjadi kurang sempurna. Keempat
aspek tersebut adalah:
Regulasi
Pelaksanaan PAK, baik yang dilakukan oleh pemerintah dan
nonpemerintah membutuhkan payung hukum yang sesuai. Misalnya,
pemerintah daerah memerlukan produk hukum yang relevan untuk
menjadi dasar penganggaran dan implementasi. Di sisi lain, pihak
non-pemerintah juga perlu memastikan programnya selaras dengan
visi yang telah dituangkan pada UUD 1945.
Implementasi PAK
Penyelenggaraan PAK meliputi integrasi materi, penguatan PAK
melalui praktik, inisiatif menyeluruh di lingkungan sekolah, dan
menumbuhkan budaya belajar kooperatif.
__________________________________________________________________________________________ 81
agama atau kewarganeraan yang lebih eksplisit mengajarkan
moral dan dimensi akhlak. Jika semua jenis pelajaran
diajarkan dengan kontekstualisasi seperti di atas, maka akan
menumbuhkan pandangan bahwa semua ilmu pengetahuan
digunakan semestinya untuk kebermanfaatan kehidupan
bermasyarakat.
Hal ini juga menyiratkan bahwa PAK tidak hanya terkait pelajaran
tertentu yang membahas pengetahuan spesifik tentang korupsi
namun juga bisa masuk melalui seluruh mata pelajaran atau
mata kuliah dengan penyesuaian konteks sebagaimana yang
dijelaskan di atas.
__________________________________________________________________________________________ 83
tersebut. Struktur organisasi sekolah tidak boleh memberikan
ruang sekecil apapun bagi kultivasi budaya korupsi. Peraturan
yang telah disepakati semua belah pihak secara demokratis
tidak bisa dikompromikan dalam bentuk apapun. Kebijakan yang
dibuat harus berpihak pada kemajuan demokrasi yang bersih
dari korupsi.
Dimensi Karakter Urgensi PAK tersosialisasi PAK sudah terintegrasi PAK seutuhnya
pada satuan pendidikan dalam kurikulum dan terintegrasi ke dalam
di setiap jenjang secara bertahap budaya sekolah,
pendidikan terimplementasi dalam
kurikulum (intrakurikuler,
setiap jenjang pendidikan
PAK secara bertahap kokurikuler, dan
terintegrasi ke dalam Tertatanya kurikulum yang ekstrakurikuler)
kurikulum di setiap lebih menekankan pada
Dalam intra dan
jenjang pendidikan pembentukan karakter
kokurikuler,
dan perkembangan diri
Contoh: implementasi tercermin
dari para peserta didik
Kejujuran dalam silabus yang
Contoh: terstruktur, runtut, dan
Nilai kejujuran perlu
Sekolah perlu mendorong komprehensif.
masuk ke dalam
agar guru menjadi teladan
kurikulum secara Tumbuhnya suasana
utama dalam kejujuran
bertahap di setiap belajar yang saling
(sanksi berat ketika ada
jenjang. mendukung dan
pelanggaran)
kooperatif
Nilai kejujuran dapat
Ada regulasi yang jelas
menjadi topik yang Contoh:
terhadap setiap perilaku
dibahas dalam berbagai Sekolah sudah memiliki
tidak jujur.
diskusi dan menjadi tata tertib, agar menjadi
bagian dari refleksi (tidak pembiasaan, sekolah
harus menjadi mata membuka kotak suara
pelajaran khusus) kejujuran agar siswa
yang ingin berinisiatif
untuk melaporkan
ketidak jujuran, punya
wadahnya
__________________________________________________________________________________________ 85
Dimensi Tahap awal Tahap berkembang Tahap siap
Dimensi Inisiatif masih dari guru/ Guru berinisiatif untuk Lingkungan pendidikan
ekosistem sekolah, belum dari memfasilitasi siswa relatif bersih dari korupsi
siswa, dan masih belum membuat tata tertibnya pada setiap prosesnya,
(inisiatif berarti menyeluruh (dari guru sendiri berdasarkan sehingga menjadi PAK
ada kesadaran yang punya kesadaran) tujuan dari sekolah atau terselenggara dengan
setiap aktor kebutuhan kelas kondusif
di ekosistem Terdapat praktik-praktik
dan cenderung integritas di satuan Terdapat wadah Ada mekanisme
bottom up) pendidikan pada setiap “bersuara” di tingkat whistleblower, refleksi,
jenjang pendidikan yang kelas, supaya siswa yang pelibatan siswa untuk
selaras dengan prinsip ingin berinisiatif memberi meningkatkan kesadaran
CEV aspirasi dapat terfasilitasi nilai integritas
Tersosialisasinya
cara pandang bahwa
belajar adalah proses
bertumbuh, bukan
kompetisi
__________________________________________________________________________________________ 87
1.
Jenjang PAUD, Dasar,
dan Menengah (PAUD
Dasmen)1
Peserta didik yang berada pada jenjang PAUD Dasmen biasanya
berada pada rentang usia 4 hingga 18 tahun. Rentang usia tersebut
paling tidak berada pada dua kondisi psikologis yang berbeda. Anak-
anak yang berusia di bawah 13 tahun mencirikan kecenderungan
moralitas heteronom, dalam hal ini, pemahaman dan kepatuhan
mereka terhadap nilai masih cenderung ditentukan oleh kuasa orang
lain. Sementara anak yang berusia 13 hingga 18 tahun menunjukkan
kecenderungan moralitas otonom meski tidak seutuh pada usia lebih
dewasa (di atas 18 tahun).
1 Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), apa yang dimaksud
jenjang pendidikan dasar adalah setara dengan SD/MI dan SMP/MTs (pasal 17 ayat [2]) sementara pendidikan
menengah setara dengan SMA/SMK/MA/MAK (pasal 18 ayat [3]). Dalam Stranas PAK ini, pembahasan dan
intervensi disesuaikan dengan faktor-faktor psikologis perkembangan moral anak. Sehingga, pembahasan
dibedakan antara “PAUD dan SD” dengan “SMP dan SMA” oleh karena masing-masing pembahasan relatif memiliki
karakter psikologis serupa. Ini bukan berarti “bertentangan” dengan pembagian jenjang pendidikan sebagaimana
UU Sisdiknas.
2 Ini menunjukkan bahwa penekanan utama dalam internalisasi nilai di jenjang PAUD dan SD (dan sebetulnya
pada jenjang PAUD Dasmen secara keseluruhan) adalah pada kata “integritas” yang bermakna lebih positif. Tidak
langsung dimulai dengan istilah “antikorupsi” yang lebih konseptual sebagai antitesis langsung dari korupsi itu
sendiri.
__________________________________________________________________________________________ 89
Jenjang PAUD dan SD
Para ahli telah bersepakat bahwa anak pada usia dini merupakan
periode emas untuk menanamkan pendidikan karakter, termasuk
di dalamnya nilai integritas. Dalam hasil penelitian yang dilakukan
Universitas Otago pada 1972 silam, sebagaimana dikutip dari
Zubaedi (2017: 1), karakter yang ditanamkan anak pada usia dini
(3-4 tahun) ternyata linier dengan sikap ketika anak tersebut telah
menginjak usia menuju dewasa (18-21 tahun) hingga dewasa (26
tahun).
Bentuk Definisi
Tunjukkan Teladan Guru mencontohkan sikap berintegritas dalam kehidupannya, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Sikap teladan ini ditunjukkan hingga pada hal-hal terkecil
seperti tidak berbohong kepada murid, selalu datang tepat waktu, sederhana, dan
tindakan positif lainnya yang akan ditiru peserta didik.
Arahkan (Beri Guru memberikan arahan kepada peserta didik mengenai mana saja tindakan yang
Bimbingan) baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai integritas.
Dorong (Berikan Guru senantiasa memberikan motivasi dengan mengapresiasi para peserta didik
Motivasi) yang telah melakukan tindakan berintegritas
Zakiyah (Bersih – Guru memaknai dengan sungguh-sungguh upaya menanamkan nilai-nilai integritas
Murni) kepada peserta didik sebagai wujud keikhlasan hati yang memberikan ketenangan
dan kekuatan dalam diri menjalani proses pendidikan yang tak instan.
Kontinuitas (Proses Guru senantiasa membiasakan dalam kelas untuk selalu mengamalkan nilai integritas.
Pembiasaan) Tindakan ini dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan hingga tertanam dan
membekas pada diri peserta didik.
Ingatkan Guru mengingatkan peserta didik ketika melakukan kesalahan kemudian memberikan
koreksi dengan kalimat yang baik, sekaligus menjadi pengingat kepada peserta didik
untuk terus berusaha menerapkan nilai-nilai integritas.
Repetisi dan Guru mengulang-ulang pengertian dan panduan perilaku yang menjujung tinggi nilai-
Refleksi nilai integritas serta mengajak peserta didik merefleksikan esensi dari perilaku yang
diulang-ulang tersebut.
Heart (Pendekatan Pendekatan utama dalam pendidikan karakter adalah melalui hati-ke-hati. Seorang
hati ke hati) guru tidak hanya menjadi “orang tua” yang menjadi teladan dan pembimbing,
melainkan juga menjadi “teman” yang nyaman bagi para peserta didik.
__________________________________________________________________________________________ 91
Perlu sinergi dan kekompakan semua aktor untuk sungguh-sungguh
memberikan pendidikan antikorupsi yang mendasar dan bermakna
pada di fase yang sangat krusial ini, fase yang menjadi awal mula
pengenalan nilai-nilai integritas kepada peserta didik. Penanaman
nilai-nilai integritas pada jenjang Dini Dasar dapat dioptimalkan
dengan mengupayakan hal-hal berikut ini:
1. Keteladanan
3. Pembiasaan
4. Refleksi
6. Bermain
7. Bernyanyi
8. Rekreasi integritas
Orang tua menjadi patron atau pelindung bagi anaknya, selain itu
juga sebagai mitra atau kawan belajar yang menyenangkan. Dalam
konteks PAK tentu peran orang tua sangat krusial yakni menjamin
internalisasi nilai kepada anak-anaknya menyesuaikan dengan
karakter yang betul-betul mereka kenali dan pahami.
__________________________________________________________________________________________ 93
Jenjang SMP dan SMA
Peserta didik yang memasuki jenjang SMP dan SMA biasanya adalah
anak-anak berusia remaja. Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization [WHO]) mengidentifikasikan remaja dengan tiga ciri.
Pertama, perubahan fisik-biologis ditandai dengan kemunculan
tanda-tanda seksual sekunder hingga mencapai kematangan
seksual. Kedua, perkembangan psikologis yang merupakan peralihan
dari masa kanak-kanak ke dewasa. Perkembangan psikologis yang
dimaksud juga berkaitan dengan proses transisi dari moralitas
heteronom menuju moralitas otonom. Ketiga, transisi menuju
kemandirian dalam konteks sosial maupun ekonomi. Dengan
demikian, peserta didik mulai memiliki peran dan tanggung jawabnya
dalam masyarakat. Merujuk teori perkembangan moral Kohlberg,
pada usia inilah seorang anak mulai menerima konsep moral sebagai
sesuatu yang inheren dalam kehidupannya.
No Pendekatan Definisi
__________________________________________________________________________________________ 95
Seiring dengan berkembangnya pemahaman siswa usia remaja
terkait dengan dampak buruk korupsi, maka berikut ini adalah
rekomendasi untuk mengoptimalkan pendidikan antikorupsi pada
jenjang SMP dan SMA:
__________________________________________________________________________________________ 97
Dalam konteks PAK, informasi-informasi yang bersinggungan dengan
perilaku tidak bermoral dapat dengan mudah ditemui di internet
terutama media sosial. Konten negatif itu dikemas secara menarik
dan menjadi impuls bagi anak untuk terus mengkonsumsinya lebih-
lebih ada peranan algoritma di dalamnya (personalisasi konten).
Misalnya, seseorang berkelakar (prank) kepada orang lain (bahkan
kepada orang tuanya sendiri) untuk dijadikan konten di media sosial.
Ketika anak secara terus-menerus mengkonsumsi konten negatif
(ingat, bahwa akses media sosial bersifat adiktif!) akan membentuk
sistem nilai dalam pikirannya. Akibatnya, sistem nilai negatif tersebut
lama-kelamaan akan menjadi tindakan yang dipraktikkan anak-anak
dalam interaksi sehari-harinya.
Kondisi ini menjadi salah satu tantangan besar bagi para insan
pendidik baik guru maupun orang tua untuk mengarahkan anak-anak
agar tetap “sejalan” dengan nilai-nilai moral, termasuk nilai integritas.
Salah satu langkahnya adalah dengan bersikap terbuka dengan anak
dan mengajak dialog. Memberikan restriksi penuh kepada anak untuk
tidak mengakses internet mungkin bukan pilihan yang tepat guna
mencegah meresapnya nilai negatif. Akan tetapi, guru dan orang
tua sekiranya perlu membuka dialog kepada anak: mendiskusikan
konten-konten yang diterima, memberitahukan dampaknya, dan
secara perlahan memberikan batasan akses kepada anak untuk
mencegah terjadinya adiksi.
__________________________________________________________________________________________ 99
Meskipun demikian, upaya ini juga masih memiliki beberapa
tantangan teknis, antara lain:
ervensi
Gambar 2.2
Peta jejaring PAK pada
jenjang PAUD Dasmen
__________________________________________________________________________________________ 101
langsung dengan peserta didik menjadi key players dalam konteks
implementasi PAK. Apa yang juga penting di sini bahwa orang tua
merupakan bagian dari key players tersebut, di mana mereka justru
menjadi aktor utama di keluarga yang berperan dalam internalisasi
nilai kepada anak.
No Aktor Peran
5 Komite Sekolah 1. Koordinasi dan konsultasi dengan dewan pendidikan, dinas pendidikan
dan pemangku kepentingan lain terkait pelaksanaan integrasi PAK
2. Memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan & program PAK di sekolah
3. Melakukan kontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran sekolah
4. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program,
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di sekolah.
5. Mendorong orang tua dan masyarakat sekitar perhatian, komitmen dan
berpartisipasi aktif dalam penerapan PAK
__________________________________________________________________________________________ 103
No Aktor Peran
11 Orang tua/ Wali 1. Sebagai role model integritas, profesionalisme dan penerapan sikap
Murid antikorupsi
2. Mengimplementasikan di rumah pendidikan karakter integritas/ PAK
yang diajarkan sekolah
__________________________________________________________________________________________ 105
integrasi yang terjadi dapat berjalan dengan baik. Pelibatan pakar
pendidikan menjadi penting sebagai bentuk partisipasi publik
dari luar elemen pemerintah dalam merumuskan bagaimana PAK
semestinya berjalan dan terintegrasi dengan kurikulum yang sudah
ada.
• satuan pendidikan;
• integrasi dengan rencana pembangunan daerah yang
dianggarkan dalam APBD atau sumber pendanaan lain;
• monitoring dan evaluasi;
3 Dalam konteks ini, PAUD sebagaimana pasal 26 ayat (3) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini dikategorisasi sebagai pendidikan nonformal.
4 Urusan pendidikan anak usia dini dan nonformal serta pendidikan dasar di bawah kewenangan pemerintah
kabupaten/kota, sementara pendidikan menengah menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
__________________________________________________________________________________________ 107
Keenam, apa yang tidak kalah penting adalah upaya internalisasi
nilai integritas melalui media. Setidaknya ada dua hal yang dapat
dilakukan. Pertama, advokasi ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
atau Kemenkominfo untuk pengaturan materi penyiaran yang
mendorong nilai-nilai PAK. Hal ini menjadi krusial karena peserta didik
di rumah dalam banyak kesempatan menyaksikan siaran TV. Kedua,
adalah dengan mendorong materi-materi PAK di media digital. Tentu
saja hal ini perlu dibangun kerjasama dengan Kemenkominfo sebagai
aktor yang memiliki kewenangan dalam mengatur ruang digital
Indonesia (Indonesia adalah pasar besar penggunaan media digital,
termasuk kalangan siswa di berbagai jenjang). Misalnya, dengan
mendorong perusahaan platform media sosial (termasuk video
game) di Indonesia untuk mengiklankan konten antikorupsi bagi para
penggunanya.
__________________________________________________________________________________________ 109
Tabel 2.5 Perbedaan pendekatan pedagogi dan andragogi
__________________________________________________________________________________________ 111
Upaya Antikorupsi dalam
Ketiga dharma (tridharma) tersebut pada dasarnya sangat kontributif
Tridharma Pendidikan
terhadap pembangunan integritas bangsa. Bentuk dari keterkaitan
Tinggi :
antara tridharma perguruan tinggi dan nilai integritas termaktub
1. Pendidikan dalam penjelasan berikut:
2. Penelitian
3. Pengabdian Pendidikan: Pendidikan menjadi elemen penting karena keterkaitan
Masyarakat yang begitu erat dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Pendidikan berkualitas selaras dengan (learning) outcomes
berupa SDM unggul yang kelak meningkatkan produktivitas sosial
ekonomi negara dan daya saing global. Akan tetapi, sebagaimana
jenjang sebelumnya, pendidikan berkaitan dengan moral (termasuk
integritas) sebagai core values bagi kehidupan manusia. Di tingkat
PT, integritas dapat ditanamkan dengan pemantapan (pemeliharaan)
dan implementasi praktik kehidupan yang antikorupsi. Artinya, selain
diintegrasikan dalam materi pembelajaran (seperti mata kuliah),
implementasi integritas juga mesti terwujud pada proses pendidikan
itu sendiri. Seperti melarang dengan tegas tindakan plagiasi dengan
memberikan hukuman paling berat bagi para pelakunya.
3. Roleplay
__________________________________________________________________________________________ 113
4. Andragogi kritis terkait korupsi dan antikorupsi
__________________________________________________________________________________________ 115
Tabel 2.6 Bentuk-Bentuk Korupsi di PT
5 Investigasi yang dilakukan media Asumsi (2022) berjudul “Kerah Biru: Pakai Joki, Jalan Pintas Skripsi” menjadi
salah satu liputan jurnalistik yang menggambarkan bagaimana fenomena jasa ghost writer pembuatan tugas
akhir mahasiswa bekerja oleh karena tingginya permintaan (demand). Liputan tersebut dapat diakses melalui URL
berikut: https://www.youtube.com/watch?v=Hmpr7ny_Ekc&t=324s.
6 h-index adalah tolak ukur yang menggambarkan produktivitas atau dampak dari karya ilmiah dari academia di
lingkup pendidikan tinggi.
7 Beberapa di antaranya dapat dilihat dari daftar yang dikeluarkan Tempo.co (2012) pada URL berikut: https://
nasional.tempo.co/read/1486059/selain-rektor-ui-ini-daftar-rektor-yang-rangkap-jabatan-sebagai-komisaris.
__________________________________________________________________________________________ 117
Menyinggung kembali konsep normalization of corruption yang
diperkenalkan Ashforth & Anand (2003), pembiasaan tindakan-
tindakan yang melukai nilai integritas lama-kelamaan mendorong
suatu organisasi terjebak pada kultur korupsi. Pada tindakan lebih
lanjut, kultur tersebut membuat beberapa agen dalam organisasi
bertindak korupsi yang menyebabkan skala kerugiannya menjadi
lebih luas. Problem semacam ini, sekali lagi, mesti disasar pada
aspek paling mendasar yaitu sejauh mana PT mampu menegakkan
struktur dan kultur yang mendukung terwujudnya integritas
akademik.
Gambar 2.3
Peta jejaring PAK pada
jenjang Pendidikan Tinggi
No Aktor Peran/Tugas
5 Organisasi profesi dosen 1. Menjalin kemitraan dengan KPK terkait implementasi PAK.
2. Menghimpun pendidik dan tendik untuk giat berbagi ilmu
pendidikan karakter integritas atau PAK.
3. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pendidik
dan tendik sebagai role model integritas.
4. Mendorong terpenuhinya standarisasi integrasi PAK di
Perguruan Tinggi.
__________________________________________________________________________________________ 119
No Aktor Peran/Tugas
8 Ikatan Alumni Perguruan Menjadi wadah yang mengkolaborasi dan mengaktivasi alumni
Tinggi PT untuk tetap berkontribusi dalam mendorong nilai integritas
dan antikorupsi di lingkungan PT.
9 Pusat Kajian/ Penelitian Menjadi wadah yang mendorong riset dan inovasi terutama
untuk kepentingan antikorupsi.
• pengajaran interaktif;
• kunjungan ke KPK;
• kunjungan ke Pengadilan TIPIKOR;
• studium generale dengan mengundang para tokoh terutama di
bidang antikorupsi;
• penulisan investigative report atas kasus korupsi yang dicermati
langsung di lapangan.
__________________________________________________________________________________________ 121
antikorupsi memungkinkan mahasiswa untuk mempelajari persoalan
korupsi lebih dalam dan bagaimana strategi antikorupsi yang mesti
diterapkan. Sekali lagi, ini menjadi kesempatan untuk terhubung
dengan mahasiswa guna menanamkan nilai integritas dan sikap
antikorupsi terutama dikaitkan dengan bagaimana praktiknya di
dunia pascakampus.
8 Sebagai contoh Universitas Paramadina (selain mata kuliah) memiliki Komunitas Pemuda Anti Korupsi
(KOMPAK) Paramadina yang diinisiasi oleh mahasiswa. Pada 2012, KOMPAK Paramadina membuat “Deklarasi Ujian
Bersih” yang mengajak mahasiswa untuk tidak berbuat curang saat pekan ujian diselenggarakan.
__________________________________________________________________________________________ 123
pelaksanaan riset antikorupsi oleh karena tidak adanya program
pembiayaan riset spesifik di bidang tersebut.
__________________________________________________________________________________________ 125
mencakup pemantauan, evaluasi dan perbaikan kinerja integritas
akademik serta pelibatan sivitas akademika secara partisipatif.
Keempat adalah komunikasi dan kolektivitas yang dimaksudkan agar
integritas akademik sebagai rasa kepemilikan bersama. Komponen
dalam indikator ini mencakup sosialisasi kebijakan serta mendorong
terwujudnya aksi kolektif (collective action) di antara PT.
9 Rekomendasi yang tertuang dalam bagian ini sepenuhnya dikutip dari dokumen KPK (2020) berjudul
“Rekomendasi panduan umum implementasi integritas akademik pendidikan tinggi” versi 16 Desember 2020.
Dokumen yang tidak diterbitkan itu merupakan ikhtisar hasil FGD antara KPK dengan para guru besar di berbagai
PT di Indonesia. Nama-nama guru besar yang terlibat dalam FGD tersebut adalah Prof. Dr. A. Nanang T. Puspito,
M.Sc. (Institut Teknologi Bandung); Prof. Drs. Koentjoro, Ph.D. (Universitas Gadjah Mada); Prof. Ir. Tarkus Suganda,
Ph.D. (Universitas Padjadjaran); Prof. Fathul Wahid, Ph.D. (Universitas Islam Indonesia); Prof. Dr. Juanda Nawawi,
M.Si. (Universitas Hasanuddin); Prof. Dr. Tulus, M.Si. (Universitas Sumatera Utara).
__________________________________________________________________________________________ 127
3.
Pendidikan
Kedinasan Formal
Integritas adalah “nyawa” bagi penyelenggaraan negara.
Kemunduran integritas dalam penyelenggaraan negara, sebagaimana
diurai singkat pada bagian sebelumnya, akan memperburuk
ketimpangan sosial. Bayangkan, pelayanan publik yang berorientasi
pada pemenuhan kekayaan individu atau kelompok tertentu akan
merusak kesetaraan bagi seluruh warga untuk mengakses layanan
dasar. Sebuah studi mengenai mega-proyek pembangunan kereta
cepat di Italia menunjukkan bahwa korupsi yang terjadi dalam
prosesnya memperburuk kinerja infrastruktur dan waktu tempuh
sementara biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar. Infrastruktur
yang tidak sesuai standar berimplikasi pada kualitas keamanan,
dan dalam beberapa kasus justru menimbulkan kecelakaan yang
mengakibatkan kematian bagi para penggunanya (Locatelli, et al.,
2017). Pada pembahasan sebaliknya, sudah banyak studi-studi
membuktikan bahwa pelayanan publik yang setara dan efisien
dapat menolong banyak orang untuk keluar dari jeratan kemiskinan.
Integritas adalah kunci untuk mewujudkan kesetaraan tersebut.
10 Sementara dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan (yang merupakan
turunan dari pasal 29 UU Sisdiknas) disebutkan bahwa pendidikan kedinasan adalah pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berfungsi
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai negeri dan
calon pegawai negeri.
11 Hal ini mengacu pada pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyebut
bahwa ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)
yang bekerja pada instansi pemerintah. Dipertegas lagi dalam pasal 6 bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan
PPPK.
__________________________________________________________________________________________ 129
pendidikan kedinasan yang merupakan pendidikan profesi dilakukan
setelah program sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dapat
diselenggarakan di dalam dan/atau di luar satuan pendidikan yang
ada pada Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah
nonkementerian (LNPK) terkait. Bentuknya ada dua: pendidikan
kedinasan formal dan pendidikan kedinasan nonformal.
12 Pasal 7 UNCAC juga mendorong agar negara-negara yang telah meratifikasi untuk menerapkan ketentuan
legislasi yang kemudian disahkan melalui UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).
Hong Kong • Pelatihan antikorupsi untuk staf lama dan baru • Edukasi
• Mempromosikan ethical leadership • Monitoring
• Menumbuhkan sense of belonging staff • Asesmen
terhadap BUMN agar meningkatkan dedikasi • Memastikan lingkungan yang
• Mempromosikan gaya hidup sehat sembari kondusif untuk melawan
menanamkan pentingnya nilai kejujuran korupsi
Jerman Rotasi staff pada sektor yang dianggap sensitif Preventif (merotasi staf yang
dan rawan suap seperti sektor lelang pengadaan berpotensi menerima suap dan
barang atau jasa mencegah terjalinnya hubungan
jangka panjang antara pegawai
pemerintah dengan perusahaan
swasta)
__________________________________________________________________________________________ 131
Perlu menjadi catatan bahwa dalam Stranas PAK ini fokus intervensi
terletak pada pendidikan kedinasan formal. Hal ini dikarenakan,
pertama, pendidikan kedinasan formal memiliki ruang lingkup
spesifik dibandingkan nonformal yang cenderung lebih luas.
Kedua, perimbangan terkait jenjang pendidikan di mana pendidikan
kedinasan formal dalam Stranas PAK ini ditempatkan sebagai
tahapan setelah individu menyelesaikan pendidikan tinggi. Dalam
arti pendidikan kedinasan formal merupakan tahapan yang dilalui
individu sebelum benar-benar berkontribusi sebagai ASN.
__________________________________________________________________________________________ 133
Kedua adalah usia negara (country age). Negara-negara yang
belum lama memiliki kemerdekaan sendiri atau baru saja mengalami
transisi dari sistem otoritarian menuju demokrasi cenderung memiliki
potensi korupsi lebih besar. Hal ini terjadi karena penataan institusi-
institusi menjadi lebih demokratis (institutional arrangement) tidak
berarti mengubah tatanan struktur sosial terutama dalam hal hirarki
kekuasaan (lihat: Hadiz & Robison, 2004). Maksudnya adalah aktor-
aktor tidak berintegritas yang sebelumnya memiliki kekuasaan politik
memanfaatkan institusi demokratis untuk memegang kewenangan
publiknya kembali di tataran lokal. Pada gilirannya ini juga
menguatkan patronase dan loyalitas berbasis politik dalam public
officials sehingga mengarah pada cara pengaturan layanan publik
yang tidak adil (Rose-Ackerman & Palifka, 2016: 97).
13 Adanya “penyakit” patrimonialistik dalam struktur birokrasi juga membuat aktor-aktor yang secara individu
berintegritas berhadapan dengan situasi dilematis. Salah satu isu yang terungkap publik adalah adanya dugaan
tekanan politik kepada kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menayangkan
kendaraan listrik pada web E-Katalog (situs jual-beli daring yang dikhususkan untuk pemerintah). Kepala LKPP
tersebut mempertanyakan kegunaan dan manfaatnya bagi publik, yang dalam situasi dilematis, ia memilih mundur
dari jabatannya. Investigasi mengenai kasus ini dapat dilihat pada URL berikut: https://news.detik.com/x/detail/
spotlight/20221003/Pemain-Bisnis-Mobil-Listrik-di-Lingkaran-Jokowi/.
__________________________________________________________________________________________ 135
(3) KPK-LAN: Orientasi ASN KPK; (4) KPK dan Kementerian PPN/
Bappenas : Sistem Pencegahan Korupsi; (5) MoU KPK - 21 Lembaga
Pemerintahan: Sistem Pengaduan Korupsi.
Gambar 2.4
Peta jejaring PAK pada
Pendidikan Kedinasan
Formal
No Aktor Peran/Tugas
2 LAN Membuat konsep pelatihan ASN yang selaras dengan agenda PAK
__________________________________________________________________________________________ 137
kepemimpinan etis berada pada aspek input untuk menjadi
pengarah pada perubahan perilaku menuju sikap integritas (output).
Kepemimpinan jelas sangat penting dalam institusi karena ia
menjadi “kunci” yang menentukan apakah suatu organisasi dapat
menegakkan tata nilai integritas secara utuh atau justru sebaliknya.
Hal ini dikarenakan proses pembentukan kultur institusi pada
mulanya bergantung pada karakter kepemimpinan yang tertanam di
dalamnya.
__________________________________________________________________________________________ 139
Ketiga adalah pengayaan modul PAK yang menitikberatkan pada
problem-based learning (PBL). Prinsip pendidikan kedinasan formal
sebetulnya mengacu pada model andragogi karena para peserta
seluruhnya merupakan individu dewasa utuh. Artinya, iklim belajar
mesti dibentuk secara rileks, kolaboratif, setara, dan menekankan
pada aspek partisipasi peserta. Ada berbagai model pembelajaran,
di mana salah satu yang relevan dalam konteks PAK adalah dengan
PBL. Hal ini dikarenakan PBL memungkinkan bagi para peserta
untuk memahami situasi-situasi yang memungkinkan terjadinya
korupsi di tempat kerja. Pada saat yang sama, mereka dilatih untuk
menganalisis situasi dan mencari solusinya. Agar kemudian mereka
telah memahami masalah-masalah tersebut dan cara memberikan
respons ketika berada di situasi nyata.
__________________________________________________________________________________________ 141
bermasyarakat. Posisi fasilitator/mentor cenderung setara dengan
ASN peserta dimana mereka membangun relasi mutual yang saling
menguntungkan satu sama lain. Keberadaan fasilitator/mentor yang
membangun diskusi dengan peserta menjadi media efektif untuk
menanamkan sikap integritas.
__________________________________________________________________________________________ 143
Definisi tersebut pada dasarnya sejalan dengan prinsip model ekologi
sosial (McLeroy, et al., 1998) yang menekankan pada interelasi antar
pihak mulai dari individu hingga level paling makro yaitu pemerintah
(policy). Dalam konteks PAK, individu akan semakin optimal apabila
nilai-nilai integritas juga tertanam pada satuan pendidikan, pendidik,
orang tua, masyarakat, industri, organisasi-organisasi terkait, hingga
pemerintah. Itulah mengapa PAK ini menyasar kepada berbagai
aspek dan semua jenjang agar outcome berupa pribadi-pribadi
berintegritas dapat tercapai secara lebih optimal. Terlebih jika hal ini
seiring berjalan dengan penegakan hukum dan upaya pencegahan
yang juga berjalan dengan baik, adil, dan setara.
Pada dasarnya strategi ini akan menyasar pada dua sisi. Sisi
pertama adalah membentuk tata nilai berintegritas pada ekosistem
pendidikan. Sementara pada sisi lain di saat bersamaan, praktik
korupsi akan mengalami de-normalisasi hingga menjadi disepakati
bersama sebagai sesuatu yang sangat buruk. Sebagaimana
dikatakan Ashforth & Anand (2003), korupsi bukanlah tindakan
yang semata-mata diinisiasi oleh individu. Korupsi dapat menjadi
perilaku kolektif yang bahkan dapat dianggap normal dalam sebuah
organisasi: ia terinstitusionalisasi, dirasionalisasi, dan bahkan
disosialisasi.
__________________________________________________________________________________________ 145
Membangun integritas ekosistem pendidikan masih mengalami
tantangan besar karena justru sektor ini selalu masuk dalam top five
korupsi yang ditindak aparat penegak hukum (APH) sepanjang 2016
hingga 2021 (ICW, 2021). ICW (2021) dalam laporannya bertajuk
Tren Penindakan Korupsi Sektor Pendidikan menunjukkan bahwa
setidaknya telah terjadi 240 kasus korupsi di sektor pendidikan
yang mencapai kerugian negara hingga Rp1,605 triliun. Korupsi Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah yang paling banyak
dikorupsi. Perubahan mekanisme transfer dana BOS dari sebelumnya
ditransfer ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menjadi langsung
ke rekening sekolah memang efektif menekan pungutan liar. Akan
tetapi, masalahnya justru pelaku korupsi yang berasal dari sekolah
justru juga tinggi. Jika dilihat dari latar belakang pelaku di sekolah,
tindakan korupsi paling banyak dilakukan oleh kepala/wakil kepala
sekolah disusul guru.
14 Private tutoring ini biasa disebut dengan istilah shadow education system karena beroperasi di luar ketentuan
yang telah diatur baik oleh institusi formal maupun regulasi (Kirya, 2019a: 11).
__________________________________________________________________________________________ 147
promosi dan rekrutmen tenaga kependidikan baru; pengadaan
barang/jasa; menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
• Ketidakjujuran akademik. Ini meliputi plagiarisme dalam segala
aspeknya; pemalsuan proses dan hasil riset; kecurangan dalam
pelaksanaan ujian; jual-beli gelar akademik.
__________________________________________________________________________________________ 149
Dalam membangun integritas ekosistem pendidikan, prinsip good
governance seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi
adalah kunci utama. Akan tetapi, proses semacam ini tidak dapat
berdiri sendiri melainkan harus menjadi aksi bersama (collective
action) dalam kerangka kerja kolaboratif-sinergis. Aksi bersama ini
artinya usaha yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan
dan berkelanjutan. Kolaborasi yang terjadi bersifat paripurna dari
pemerintah pusat hingga satuan terkecil seperti orang tua dan
peserta didik. Tiap-tiap aktor tersebut memiliki peranannya masing-
masing yang jika berjalan harmoni, akan mendorong terbentuknya
integritas ekosistem pendidikan secara efektif.
Gambar 2.5
Peta jejaring PAK pada
ekosistem kedinasan
No Aktor Tugas/Peran
4 Satuan Pengawas Internal / Bagian dari check and balances dalam pelaksanaan
Lembaga Penjamin Mutu pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terutama untuk
menegakkan integritas.
__________________________________________________________________________________________ 151
agar memberikan diferensiasi sekaligus percontohan institusi mana
yang secara optimal berkomitmen penuh pada nilai-nilai integritas.
__________________________________________________________________________________________ 153
pemberian insentif/disinsentif termasuk penggunaan e-RKAS untuk
perencanaan dan penganggaran
15 Jika kita mencermati konsep CEV yang diperkenalkan Kaptein (2008), ia bukanlah nilai/kode etik itu sendiri.
Melainkan CEV adalah kerangka konseptual yang membantu organisasi agar dapat menciptakan kode etiknya
sendiri yang lebih efektif saat diimplementasikan.
__________________________________________________________________________________________ 155
Kedua adalah pelatihan yang menyasar para aktor di dalam
ekosistem pendidikan. Proses pelatihan ini menjadi jalan panjang
karena banyak instansi yang memiliki kewenangan dalam urusan
pendidikan, terlebih dengan kuatnya peranan pemerintah daerah
berkat desentralisasi. Tentu menyasar langsung kepada tiap-tiap
instansi berbiaya besar dan tidak akan berjalan maksimal. Beberapa
strategi dapat diterapkan di sini. Misalnya, dengan menetapkan
daerah/instansi percontohan yang telah menerapkan CEV agar
dapat diterapkan daerah/instansi lainnya. Hal lain yang juga
dapat dilakukan adalah membentuk champion berupa aktor yang
menggerakkan dan mendorong implementasi CEV di daerah/instansi
masing-masing. KPK dalam hal ini berperan strategis sebagai
penetap standar dari model CEV yang harus diterapkan di tiap-tiap
daerah/instansi.
__________________________________________________________________________________________ 159
Daftar Pustaka
Aeni, AN. (2014). Pendidikan karakter untuk siswa SD dalam perspektif Islam. Mimbar
Sekolah Dasar, 1(1), 50-8.
Afkar, R., Luque, J., Nomura, S. & Marshall, J. (2020). Revealing how Indonesia’s subnational
governments spend their money on education: Subnational education public expenditure
review 2020. Jakarta: World Bank.
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50(2), 179-211.
Ajzen, I. & Fishbein, M. (1980). Understanding attitudes and predicting social behavior.
Englewood Cliffs, NJ: Prentince-Hall.
Ashforth, BE. & Anand, V. (2003). The normalization of corruption in organization. Research
in Organizational Behavior, 25, 1-52.
Basabose, JD. (2019). Anti-corruption education and peacebuilding: The ubupfura project in
Rwanda. Cham: Springer.
Barnard, A., Schurink, W., & Beer, M. De. (2008). A Conceptual Framework of Integrity. SA
Journal of Industrial Psychology, 34(2), 40–49.
Brown, ME. & Trevino, LK. (2006). Ethical leadership: A review and future directions. The
Leadership Quarterly, 17(6), 595-616.
Castells, M. (2010). The rise of network society. Edisi kedua. Oxford: Wiley-Blackwell.
Center for Innovation in Teaching and Learning. (t.t.). Problem-based learning. University of
Illinois Urbana-Champaign. Diakses dari https://citl.illinois.edu/citl-101/teaching-learning/
resources/teaching-strategies/problem-based-learning-(pbl) pada 4 November 2022.
Corporate Finance Institute [CFI]. (2021). Hierarchy of effects. Diakses dari https://
corporatefinanceinstitute.com/resources/knowledge/other/hierarchy-of-effects/ pada 16
September 2022.
Hadiz, V. & Robison, R. (2004). Reorganising power in Indonesia: The politics of oligarchy in
an age of markets. London: Routledge.
ICW. (2021). Tren penindakan korupsi sektor pendidikan: Pendidikan di tengah kepungan
korupsi. Indonesia Corruption Watch. Diakses dari https://antikorupsi.org/id/article/tren-
penindakan-korupsi-sektor-pendidikan-pendidikan-di-tengah-kepungan-korupsi pada
17 September 2022.
International Center for Academic Integrity (ICAI). (2021). The Fundamental Values of
Academic Integrity (3rd Ed.).
160 __________________________________________________________________________________________
Istiani. (2015). Integritas personal dan pengukurannya pada orang dewasa di Indonesia.
Ringkasan Disertasi. Tidak dipublikasikan. Depok: Program pascasarjana Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Kaptein, M. (2008). Developing and testing a measure for the ethical culture of organizations:
The corporate ethical virtues model. Journal of Organizational Behavior, 29, 923-47.
Khan Study Group India [KSG India]. (t.t.). What is integrity and why it is so important
for civil servants? KSG India. Diakses dari https://www.ksgindia.com/blog/ias-
preparation/22671-what-is-integrity-and-why-it-is-so-important-for-civil-servants.html
pada 2 September 2022.
Knowles, MS., Elwood, FH. & Swanson, RA. (2015). The adult learner: The definitive classic in
adult education and human resource development. Edisi Kedelapan. London: Routledge.
Kirya, M. (2019a). Education sector corruption: How to assess it and ways to address it. UN
Anti-Corruption Resource Center, U4 Issue 2019: 5.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2018). Tata kelola sekolah berintegritas. Booklet Pusat
Edukasi Antikorupsi.
Lederach, JP. (1995). Preparing for peace: Conflict transformation across cultures. New York:
Syracuse University Press.
Locatelli, G., et al. (2017). Corruption in public projects and megaprojects: There is an
elephant in the room! International Journal of Project Management, 45(3), 252-68.
Mapuasari, SA. & Mahmudah, H. (2018). Korupsi berjamaah: Konsensus sosial atas gratifikasi
dan suap. Integritas, 4(2), 159-76.
Marquette, H. & Peiffer, C. (2021). Corruption and transnational organised crime. Dalam: F.
Allum & S. Gilmour. (Eds). The routledge handbook of transnational organized crime.
Edisi Kedua. London: Routledge, 465-86.
Miller, C. B. (2020). Motivation and the virtue of honesty: Some conceptual requirements and
empirical results. Ethical Theory and Moral Practice, 23(2), 355-371.
McLeod, S. (2013). Kohlberg’s theory of moral development. Simply Psychology. Diakses dari
https://www.simplypsychology.org/kohlberg.html pada 12 September 2022.
McLeroy, KA., Bibeau, D., Steckler, A. & Glanz, K. (1988). An ecological perspective on health
promotion programs. Health Education & Behavior, 15, 351-77.
Mohsin, FZ. & Ayub, N. (2014). The relationship between procrastination, delay of
gratification, and job satisfaction among high school teachers. Japanese Psychological
Research, 56(3), 224-34.
__________________________________________________________________________________________ 161
OECD. (t.t.). Collective action and the fight against corruption. Policy Briefing Note, OECD,
Global Relations, South East Europe.
Paquette, D. & Ryan, J. (2001). Bronfenbrenner's ecological system theory. The virtues
project: National Louis University.
Perez, JAS. (2017). Remedios de mi tierra: An oral history project on the changes and
continuity of the traditional healing knowledge and practices of a Mexican Immigrant
mother from Guanajuato, Mexico. Thesis. Department of Mexican-American Studies, The
University of Arizona.
Scott, J. (1972). Patron-client politics and political change in Southeast Asia. The American
Political Science Review, 66(1), 91-113.
Takwin, B. (2013). Memahami pemaknaan diri dan integritas diri orang Indonesia. Diakses
dari https://www.academia.edu/9845474/Memahami_Pemaknaan_Diri_dan_Integritas_
Diri_Orang_Indonesia pada 2 November 2022.
Tertiary Education Quality and Standards Agency. (t.t.). What is academic integrity?
Understanding academic integrity. Australian Government, TEQSA. Diakses dari https://
www.teqsa.gov.au/what-academic-integrity pada 3 November 2022.
United Nations Office on Drugs and Crime. (t.t.). Module 4: Public sector corruption.
Knowledge tools for academics and professionals, Module Series on Anti-Corruption,
UNODC.
UNDP. (1994). Governance for Sustainable Human development. UNDP Policy Document
Online.http://www.magnet.undp.org/policy/chapter1.htm (7 Juni 2023)
Villirilli, G. (2021). The importance of being an ethical leader and how to become one.
Diakses dari https://www.betterup.com/blog/the-importance-of-an-ethical-leader pada
4 November 2022.
World Economic Forum [WEF]. (2018). 10 reasons why Finland’s education system is the
best in the world. World Economic Forum. Diakses dari https://www.weforum.org/
agenda/2018/09/10-reasons-why-finlands-education-system-is-the-best-in-the-world
pada 2 September 2022.
Zubaedi, M. (2017). Strategi taktis pendidikan karakter (untuk PAUD dan sekolah). Jakarta:
RAJAWALIPRESS.
162 __________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________ 163