Anda di halaman 1dari 45

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Coronary Artery Disease (CAD)


2.1.1. Anatomi Fisiologi Arteri koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner
terdiri dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.
a. Arteri koroner kiri (Left Main Coronary Artery- LMCA)
Arteri koroner kiri mempunyai 2 cabang besar, yaitu: ramus desenden
anterior (Left Anterior Descendence LAD) dan ramus sirkumpleks (Left
Circumflex LCx). Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis
eksterna, yaitu: sulkus atrioventrikular yang melingkari jantung di antara
atrium dan ventrikular, dan sulkus interventrikular yang memisahkan
kedua ventrikular. Pertemuan kedua lekuk ini di bagian permukaan
posterior jantung merupakan suatu bagian yang kritis dipandang dari sudut
anatomis. Tempat ini dikenal dengan sebutan kruks jantung, dan
merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. Nodus Atrio
Ventrikular (Atrio Ventricular Node - AVN) berlokasi pada titik
pertemuan ini, dan pembuluh darah yang melewati kruks tersebut
merupakan pembuluh yang memasok nutrisi untuk AVN.

Istilah dominasi kanan dan dominasi kiri sebenarnya menggambarkan


apakah arteri koroner kanan atau kiri yang melewati kruks tersebut. Arter
koronaria kiri bercabang segera sesudah meninggalkan pangkalnya di
aorta. Ramus sirkumfleks berjalan disisi kiri jantung di sulkus
atrioventrikular kiri. Perjalanan secara berkeliling ini sesuai dengan
sebutan dan fungsinya sebagai pembuluh sirkumpleks. Demikian juga
sebutan ramus desenden anterior, yang menyatakan jalan anatomis dari
cabang arteri tersebut. Arteri tersebut terdapat di sebelah depan kiri dan
turun ke bagian bawah permukaan jantung melalui sulkus interventrikular
sebelah depan. Kemudian melintasi apeks jantung, berbalik arah dan terus
mengarah ke atas sepanjang permukaan bawah dari sulkus interventrikular
untuk bersatu di bagian distal dengan cabang arteri koroner kanan, jalur –
jalur anatomis ini menghasilkan suatu hubungan antara arteri koroner dan
penyediaan nutrisi jantung.
b. Arteri koroner kanan (Right Coronary Artery)
Berjalan ke sisi kanan jantung. pada sulkus atrio ventrikular kanan. Pada
dasarnya arteri koronaria kanan memberi makan pada atrium kanan,
ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Ramus
sirkurnfleks memberi nutrisi pada afrium kiri dan dinding samping serfa
bawah dari ventrikel kiri. Ramus desenden arterior memberi nutrisi pada
dinding depan ventrikel kiri yang masif. Meskipun nodus SA (Sino Atrial
Node: SAN) letaknya di atrium kanan, tetapi hanya 55% kebutuhan
nutrisinya dipasok oleh arteri koronaria kanan, sedang 42% lainnya
dipasok oleh cabang arteri sirkumfleks kiri. Nutrisi untuk nodus AV
dipasok oleh arteri yang melintasi kruks, yakni 90% dari arteri koroner
kanan dan 10% dari arteri sirkumfleks (PJNHK, 2020).

Gambar 2.1. anatomi fisiologi arteri koroner


2.1.2. Definisi CAD
Coronary Artery Desease (CAD) adalahpenyempitan atau penyumbatan arteri
korener, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung (Pratiwi, 2018). Bila
alirah darah melambat, jantung tidak mendapat cukup oksigen dan nutrisi.
Kondisi tersebut akan menyebabkan keluhan nyeri dada. Coronary Artery
Disease (CAD) atau penyakit jantung koroner adalah kondisi patologis arteri
koroner yang ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak
dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah (Brunner dan Suddarth, 2018).
Apabila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat akan mengakibatkan
serangan jantung dan kerusakan pada otot jantung.
2.1.3. Etiologi CAD
Menurut Muthmainnah (2019) faktor risiko CAD dapat menjadi:
a. Faktor yang Tidak Dapat Diubah
- Usia Pada laki-laki dan perempuan, kadar kolesterol mulai meningkat
di usia 20 tahun.
- Jenis Kelamin Pada perempuan yang menopause, cenderung memiliki
risiko lebih cepat terkena CAD dibandingkan laki-laki. Hal ini
disebabkan karena hormon estrogen dan endogen pada perempuan
yang bersifat protektif membuat risiko tersering penyakit jantung lebih
rendah. Laki-laki 2-3x berisiko lebih besar terkena CAD dibanding
perempuan.
- Riwayat Keluarga (Genetik) Jika ayah terkena serangan jantung pada
usia < 60 tahun atau ibu < 65 tahun, maka keturunannya beresiko
lebih besar terkena Penyakit CAD
b. Faktor yang dapat diubah
- Hipertensi
Hipertensi yang terjadi secara terus-menerus menyebabkan sistem
pembuluh darah rusak dengan perlahan-lahan. Hipertensi menjadi
penyebab utama PJK. Pada mulanya, terjadi hipertropi dari tunika
media, lalu hialinisasi setempat serta penebalan fibrosis dari tunika
intima, lalu berakhir dengan terjadinya penyempitan pembuluh darah.
- Hiperlipidemia
Tingginya kadar kolesterol HDL, sementara kolesterol LDL
meningkat sejalan dengan peningkatan risiko koronaria berperan
sebagai faktor pelindung terhadap penyakit PJK.
- Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes Melitus meningkatkan kadar lemak dalam darah, termasuk
kolesterol tinggi. Ini terjadi karena resistensi insulin yang mengontrol
penyebaran glukosa melalui aliran darah ke sel-sel di seluruh tubuh.
Timbul proses penebalan membran kapiler dan arteri koroneria
sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung.
- Merokok
Menurunnya konsumsi O2 akibat dari efek rokok menyebabkan
elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan
pengerasan pembuluh darah arteri dan membuat platelet menjadi
lengket. Akibatnya, terbentuk gumpalan yang menyebabkan beban
miokard bertambah.
- Obesitas
Risiko terkena PJK meningkat jika berat badan tidak ideal. Kelebihan
jumlah lemak pada tubuh >19% dan >21% pada perempuan
dikategorikan obesitas. Obesitas dapat meningkatkan kadar kolesterol
dan seringkali berbarengan dengan DM dan hipertensi.
- Stres Tekanan darah dan Katekolamin dapat meningkat jika seseorang
mengalami stres berkepanjangan, sehingga dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri.
- Kurang Aktivitas Fisik/Latihan Latihan fisik dapat membantu
menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kesegaran jasmani,
menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang.
2.1.4. Manifestasi klinis
Aterosklerosis saja tidak menimbulkan suatu manifestasi subjektif. Manifestasi
klinis subjektif muncul ketika terjadi suatu deficit kritis antara suplai dan
demand darah pada jantung. Jika arterisklerosis berkembang secara perlahan,
dapat terbentuk sirkulasi kolateral yang terbentuk untuk memenuhi kebutuhan
jantung. Namun jika penurunan suplai oksigen dan nutrisi pada jantung secara
mendadak, maka akan muncul beberapa manifestasi klinis diantaranya nyeri
dada/ketidaknyamana di dada, dypnea, palpitasi dan perasaan lemah (PERKI,
2018)
a. Nyeri dada typikal
- Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium.
- Nyeri seperti tertekan beban berat, seperti diremas-remas, seperti
terbakar atau seperti di tusuk-tusuk dan tidak hilang dengan istirahat
atau bantuan nitrogliserin (NTG)
- Keluhan ini dapat berlangsung intermiten (beberapa menit) atau
persisten (>20 menit). Nyeri dada dirasakan tiba-tiba dan terus
menerus, dapat muncul ketika sedang istirahat atau aktivitas ringan.
Biasanya berlangsung lebih dari 20 menit dan semakin lama semakin
bertambah berat di dada kiri.
Gambar 2.2. Area Nyeri Kardiak Khas
2.1.5. Patofisiologi
Aterosklerosis adalah proses kompleks yang melibatkan pengendapan
lipoprotein plasma dan proliferasi elemen seluler di dinding arteri. Kondisi
kronis ini berkembang melalui serangkaian tahap yang dimulai dengan fatty
streaks (kerak lemak) yang sebagian besar terdiri dari pembentukan foam cell
(sel busa) dan akhirnya berkembang menjadi timbunan plak yang ditutupi oleh
fibrous cap (lesi jaringan ikat). Plak ini memberikan penghalang untuk aliran
darah arteri dan dapat memicu peristiwa klinis, terutama dalam kondisi yang
mendukung ruptur plak dan pembentukan thrombus (Santosa & Baharuddin,
2020).

Inflamasi memiliki peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis.


Aterosklerosis dikatakan sebagai suatu penyakit inflamasi disebabkan hasil
proses inflamasi dari sel yang berperan berupa makrofag yang berasal dari
monosit dan limfosit. Fase pembentukan aterosklerosis terdiri atas fase awal
yaitu terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi, dan proteolisis)
dalam dinding arteri yang dapat mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel dan
pada fase selanjutnya terjadi pemilihan elemen–elemen inflamasi seperti
monosit yang awalnya menempel pada endotel ke dalam tunika intima.

Pembentukan sel busa (foam cell) dihasilkan dari fagositosis yang kemudian
berlanjut menjadi fatty streaks. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-
faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot
polos. Kondisi ini mengakibatkan pula penumpukan molekul matriks
ekstraselular, seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan plak membesar
dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai
pada kondisi membahayakan karena telah ada plak aterosklerotik.

Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan lumen arteri menyempit.


Pada akhirnya terjadi pengurangan aliran darah (Santosa & Baharuddin, 2020).
Setelah terjadi ruptur plak aterosklerosis, platelet yang aktif dan jalur
koagulasi, kemudian akan terjadi trombosis. Proses trombogenik terjadi ketika
plak tersebut pecah, robek, atau terjadi perdarahan subendotel. Hal ini
dapat menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner (Santosa &
Baharuddin, 2020).
2.1.8. Pemeriksaan penunjang
2.1.6.1. Pemeriksaan diagnostik
a. Ekg
b. Bio Marker Jantun
- Creatin Kinase (CK)
- Myoglobin
- Tropinin I dan T
2.1.6.2. Pemeriksaan penunjang
Menurut perki (2018), pemeriksaan penunjang pada CAD adalah:
a. Elektrolit
b. Darah lengkap
c. AGD (analisa gas darah)
d. Foto Rontgen
e. Echokardiografi
f. Multislice Cardiac CT (MSCT)
g. Pemeriksaan DNI (Angiography)
2.1.7. Komplikasi
a. Gagal Jantung Kongestif
b. Syok Kardiogenik
c. Edema Paru (Wicaksono, 2019).
2.1.8. Penatalaksanaan CAD
Penatalaksanaan CAD bergantung pada keparahan penyakit dan gejala yang
dialami oleh pasien. Di bawah ini intervensi yang dapat diberikan kepada
pasien dengan CAD:
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi diberikan kepada pasien dengan CAD bertujuan untuk
mengurangi kebutuhan oksigen pada otot jantung (nitrogliserin, beta
bloker, kalsium antagonis, digitalis, diuretic) dan meningkatkan suplai
oksigen ke otot-otot jantung (terapi oksigen, fibrinolitik, vasopressor).
b. Intervensi Non Bedah
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyempitan atau
penyumbatan pada arteri koroner yang mengalami iskemik maupun infark.
Tindakan tersebut yaitu angiografi koroner. Temuan dari angiografi
koroner menjadi panduan strategi untuk memberikan pengobatan terbaik.
Jika pasien memiliki aterosklerosis koroner menyebabkan gangguan aliran
darah di arteri koroner, ballon angioplasty dan stenting dapat menjadi
pilihan (Oktaviono, 2019)
c. Intervensi Bedah
Ketika ada penyempitan yang signifikan dari arteri koroner utama kiri
atau dari ketiga arteri koroner utama, penatalaksaan melalui intervensi
bedah harus dipertimbangkan. Coronary artery bypass grafting (CABG)
lebih direkomendasikan pada pasien dengan diabetes dan/atau gagal
jantung ketika melibatkan penyempitan pada dua atau tiga arteri. Jika
revaskularisasi memungkinkan, baik angioplasti atau CABG dapat
diusulkan ketika pengobatan medis telah gagal untuk meredakan angina
(Oktaviono, 2019).
2.2. Konsep Dasar Coronary Arteri Bypass Graft (CABG)
2.2.1. Definisi Coronary Arteri Bypass Graft (CABG)
Coronary Arteri Bypass Graft (CABG) merupakan tindakan operatif pada
kasus Penyakit Jantung Koroner (CAD) dengan cara memotong dan mengganti
arteri koroner yang tersumbat dari pembuluh sehat yang diambil dari kaki,
lengan atau dada (Pahlawi & Sativani, 2021). CABG dapat dilakukan pada
pasien yang mengalami penyempitan atau sumbatan pada pembuluh darah
arteri koroner baik dengan atau tanpa riwayat serangan jantung sebelumnya
(PJNHK, 2018).

CABG merupakan pengobatan yang paling akurat dalam mengobati penyakit


jantung koroner (CAD) baik pada stenosis arteri koroner kanan maupun arteri
koroner kiri (Harselia & Putri, 2018). Operasi Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) menjadi salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Iklima & Maulana, 2018).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa CABG adalah tindakan
operasi sebagai penanganan pada Penyakit Jantung Koroner (CAD) yaitu
pasien yang mengalami penyempitan atau sumbatan pada pembuluh darah
arteri koroner baik dengan atau tanpa riwayat serangan jantung sebelumnya
dengan cara memotong dan mengganti arteri koroner yang tersumbat dari
pembuluh sehat yang diambil dari kaki, lengan atau dada.

Gambar 2.3. Lokasi arteri dan vena pemasangan CABG


2.2.2. Tujuan
Tindakan CABG bertujuan untuk melancarkan aliran darah didalam arteri
koroner yang sebelumnya terhalang sumbatan, sehingga pasokan oksigen dan
nutrisi dapat tercukupi. Dengan demikian diharapkan kerja jantung dan organ
tubuh lain dapat kembali pulih (Hodge, 2019).
2.2.3. Indikasi
Menurut Shahani (2019) indikasi tindakan coronary artery bypass graft
(CABG) adalah untuk menangani berbagai kondisi yang menimbulkan
gangguan pada aliran darah di arteri koroner, meliputi:
a. Stenosis pada arteri koroner sinistra lebih dari 50%.
b. Stenosis pada proksimal left anterior descending (LAD) artery dan
proksimal circumflex artery sebanyak 70%.
c. Gangguan pada tiga pembuluh darah koroner pada pasien yang
asimptomatik atau dengan angina stabil.
d. Gangguan pada tiga pembuluh darah dan stenosis LAD pada pasien
dengan gangguan ventrikel kiri.
e. Adanya gangguan pada satu atau dua pembuluh darah yang disertai dengan
kerusakan otot miokard luas pada pasien dengan angina stabil.
f. Iskemia pada pasien NSTEMI (Non ST Elevasi Miokard Infark) yang tidak
respon dengan terapi.
g. Gangguan fungsi ventrikel kiri dengan adanya defek anatomi yang masih
dapat direvaskularisasi.
h. Sebagai tindakan kegawatdaruratan pada pasien dengan STEMI (ST
Elevasi Miokard Infark) yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
Percutaneous coronary intervention (PCI).
i. Tindakan kegawatdaruratan pada pasien dengan syok kardiogenik akibat
infark miokard.
j. Pasien dengan factor risiko diabetes mellitus dengan stenosis pembuluh
darah lebih disarankan untuk tindakan CABG dibandingkan PCI.
2.2.4. Kontraindikasi
2.2.4.1. Kondisi yang kontraindikasi dilakukan tindakan CABG diantaranya
(Shahani, 2019):
a. Pasien tanpa gejala yang berisiko rendah mengalami infark
miokard atau kematian
b. Pasien yang hanya merasakan sedikit manfaat dari revarkularisasi
koroner
c. Arteri yang tidak sesuai dengan cangkok.
d. Tidak adanya otot jantung yang hidup.
e. Penolakan pasien
2.2.4.2. Adapun kontraindikasi yang dianggap relative ada pada kondisi
berikut:
a. Usia diatas 85 tahun, tindakan CABG harus dipertimbangkan
dengan hati- hati pada orang tua, terutama mereka yang usianya
sudah lebih dari 85 tahun.
b. Pada pasien CAD yang tidak menunjukkan gejala atau peningkatan
serangan jantung/henti jantung.
c. Obesitas.
d. Ketidakstabilan hemodinamik.
e. Masalah paru-paru yang parah sepert asma, pneumonia, penyakit
paru obstruktif (PPOK), dan kanker paru-paru.
f. Harapan hidup rendah
2.2.5. Teknik Bedah CABG
CABG terbagi menjadi 2 teknik, yakni dengan cara tradisional yang disebut
dengan “on-pump CABG” dan cara terbaru yang disebut “off-pump CABG”.
Pada on-pump CABG memerlukan heart-lung machine sedangkan off-pump
tidak.

2.2.5.1. Teknik On Pump CABG


Teknik yang paling sering digunakan pada CABG adalah On-pump
CABG. Operasi dengan metode ini membutuhkan waktu 3 – 6 jam
tergantung seberapa banyak arteri yang akan dilakukan
pencangkokan.

Sebelum dilakukan operasi, pasien akan diberikan cairan melalui intra


vena dan obat-obatan, kemudian pasien dihubungkan ke ventilator
untuk diberikannya support breathing. Meskipun CABG dengan
mesin bypass kardiopulmoner (CPB) saat ini dilakukan dengan
morbiditas dan mortalitas yang sangat rendah dan dapat diterima
(1,9%), penggunaan bypass kardiopulmoner tetap mempunyai risiko
potensial yang signifikan. CABG on-pump melibatkan penggunaan
kanula di aorta asenden dan atrium kanan untuk bypass
kardiopulmoner serta kanula di aorta asenden dan atrium kanan untuk
kardioplegia. Selama operasi CABG on-pump dilakukan, terjadi
miokardium iskemik dan ditahan dengan larutan kalium tinggi dan
penjepit silang ditempatkan pada aorta asendens untuk mengisolasi
jantung (Sibuea, 2019).

Gambar 2.4. Mesin Hurt Lung Bypass

2.2.5.2. Teknik Off Pump CABG


Off Pump CABG (Coronary Artery bypss graft) adalah teknik bedah
jantung baru, hal yang membedakan adalah CABG tidak
menggunakan mesin bypass jantung sehingga jantung tidak perlu
dihentikan. Teknik ini menggunakan alat yang dapat menstabilkan
pada jantung yang masih berdetak saat arteri baru dicangkok pada area
yang bermasalah. Teknik ini serupa dengan bedah jantung terbuka.
Tingkat resiko terkena penyakit dan tingkat kematian setelah operasi
pun lebih rendah. Teknik ini dilakukan pada pasien yang beresiko
tinggi (Gurarie, 2020). Prosedur ini dinilai lebih sulit karena saat
tindakan operasi jantung tetap berdetak, sehingga akses ke pembuluh
darah yang tidak mudah sedangkan operasi dilakukan untuk mencapai
semua area jantung. Perangkat seperti cangkir lunak yang
memungkinkan pergerakan jantung dilokalisasi pada apeks ventrikel
kiri untuk memanipulasi jantung. (Sibuea, 2020).
a. Kriteria pasien Off Pump adalah sebagai berikut :
- Pasien yang direncanakan bedah elektif.
- Hemodinamik stabil.
- Ejection Fraction lebih dari 60%.
- Fungsi ventrikel kiri baik.
- Pembuluh darah distal cukup besar.
- Usia tua disertai penyakit komorbid seperti penyakit Arteri
karotis, aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal atau paru.
- Mempunyai komplikasi dengan mesin Cardio Pulmonary
Bypass (CPB).
- 1-2 vessel disease di anterior.
b. Teknik Off Pump CABG mempunyai beberapa keuntungan,
diantaranya :
- Meminimalkan efek trauma operasi
- Mobilisasi paska operasi dapat dilakukan lebih dini
- Drainage pasca bedah minimal
- Dapat cepat kembali pada pekerjaan semula
- Tersedia akses sternotomi untuk re-operasi
- Menurunkan morbiditas dirumah sakit (termasuk insiden
infeksi dada, pemakaian inotropik, kejadian SVT, transfusi
darah dan lama rawat ICU)
c. Teknik Off Pump CABG mempunyai kontraindikasi pada
beberapa kondisi. Kontraindikasi teknik ini terbagi menjadi dua
yaitu kontraindikasi absolute dan relatif. Kontraindikasi absolute
diantaranya :
- Hemodinamik tidak stabil.
- Buruknya kualitas target pembuluh darah termasuk pembuluh
darah intra myocard.
- Penyakit pembuluh darah yang menyebar/difus.
- Pembuluh darah yang mengalami kalsifikasi/penebalan.
d. Sedangkan kontraindikasi relatif diantaranya :
- LVEF <35%.
- Cardiomegali/CHF.
- Recent/Current MCI.
- Cardiogenic syock.
e. Pada teknik bedah operasi CABG On Pump dan Off pump ini ada
pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu:
- Arteri mamaria interna: arteri mamaria interna biasanya
berasal dari dinding bawah arteri subklavia, melewati bagian
atas pleura dan tepat lateral terhadap sternum. Penggunaan
arteri mamaria interna dengan ujung proksimal masih
dihubungkan ke arteri sub klavia, arteri mamaria interna kiri
lebih panjang dan lebih besar sehingga sering di gunakan
sebagai bypass arteri coroner (Shapira et al, 2012 dalam
Utami, 2022). Arteri mamaria interna sering digunakan
karena memiliki kepatenan pembuluh darah yang baik. Studi
menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang
menggunakan arteri mamaria interna dapat bertahan lebih
dari 10 tahun. Arteri mamaria interna sering di gunakan
untuk bypass arteri Left anterior ascenden. Hal ini
disebabkan karena jarak/lokasi Left Interna Mamaria Arteri
(LIMA) dan LAD berdekatan serta berada pada sisi yang
sama (Wood et al, 2005 dalam Utami, 2022).
Gambar 2.5. Arteri mamaria interna
- Arteri Radialis: Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis
tulang Carpalia di bawah tendon Musculus Abductor Pollicis
Longus dan tendon Musculus extensor Pollicis Longus dan
Brevis. Arteri radialis di insisi lebih kurang 2 cm dari siku
dan berakhir satu inchi dari pergelangan tangan. Biasanya
sebelum dilakukan pemeriksaan Allen Test untuk mengetahui
kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada
pasien yang menggunakan arteri radialis harus mendapatkan
terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah bedah menjaga
agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Ssebuah studi
menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak
kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan vena savena (Dunning et al, 2010 dalam Utami,
2022).

Gambar 2.6. Arteri Radialis

- Vena Savena: Ada dua vena savena yang terdapat pada


tungkai bawah yaitu vena savena magna dan parva. Namun
yang sering dipakai sebagai saluran baru pada CABG adalah
vena savena magna. Vena savena sering digunakan pada
CABG karena diameter ukurannya mendekati arteri koroner
(Muttaqin, 2009 dalam Utami, 2022).

Gambar 2.7. Vena Saphena


2.2.6. Komplikasi
Beberapa resiko dapat muncul akibat dari tindakan CABG baik saat operasi
maupun setelah operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya (PJNHK,
2018):
a. Gangguan irama jantung yang mencakup aritmia atrial, aritmia ventrikel
dan komplikasi yang memerlukan pemasangan pacu jantung sementara
atau permanen.
b. Gangguan selaput jantung (perikardium) yang mencakup sindrom pasca
perikardiotomi, efusi perikardial dan perikarditis konstriktif.
c. Endokarditis bakterialis.
d. Infeksi serius pada dada, tulang dada, darah, tungkai atau lengan.
e. Ganggua saluran pernapasan yang mencakup aspirasi, emboli paru,
gangguan dinding dada, komplikasi luka pada sternum, ganggu jalan napas
dan paru kolaps.
f. Gangguang saluran pencernaan yang mencakup gangguan lambung dan
usus, gangguan hati, gangguan pankreas, gangguan limpa dan gangguan
kantung dan saluran empedu, gangguan ginjal sehingga harus menjalani
cuci darah.
g. Gangguan sel darah yang terdiri atas hemolisis, trombositopenia, dan
trombosis terinduksi heparin, kelainan hematologi aplastik dan perubahan
imunologik.
h. Gangguan sistem saraf yang mencakup kejang, status vegetatif, reflek
primitif, gangguan saraf tepi penurunan kesadaran hingga, stroke.
i. Gangguan penglihatan yang terdiri atas emboli retina, infark retina dan
gangguan lapang pandang.
j. Gangguan di pembuluh balik kaki, akibat bekuan darah atau gangguan
kejiwaan, mencakup depresi dan psikotik.
k. Reaksi alergi terhadap pengobatan
l. Penyebaran penyakti menular melalui transfusi darah kematian
2.2.7. Patofisiologi
Plak pada pembuluh darah merupakan perkembangan awal terjadinya CAD.
Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada
dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh
darah. Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kondisi lain juga bisa terjadi pada diabetes mellitus, kadar gula
yang tinggi berikatan dengan eritrosit selanjutnya terakumulasi dalam darah dan
menyumbat serta merusak pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa
plak fibrosa pembuluh darah, selanjutnya dapat terjadi ulserasi dan pendarahan
di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya,
akan terjadi dampak fatal dari CAD berupa serangan jantung.
Pada umumnya CAD juga merupakan ketidakseimbangan antara penyediaan
dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyediaan oksigen
miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bisa meningkat
melebihi batas cadangan perfusi koroner, peningkatan kebutuhan oksigen
miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. Gangguan suplai
darah arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70%
atau lebih pada pangkal atau cabang utama arteri koroner (Le Mone dkk, 2019).
Salah satu penatalaksanaan CAD adalah dengan tindakan pembedahan yaitu
CABG, tindakan pembedahan ini tentunya akan menyebabkan rasa cemas pada
pasien. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum operasi diantaranya
persiapan administrasi, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik, dan juga
persiapan mental atau psikologis.
2.2.8.Pathway

Sumber: Cleveland Clinic (2021) dan PJNHK (2022)

12
2.3. Konsep Pra Bedah Jantung
Tujuan utama dari tindakan Bedah jantung adalah untuk mengoreksi kelainan anatomi
dan fungsi jantung. Bedah jantung merupakan operasi dengan tingkat resiko yang
tinggi, hal ini berhubungan dengan besar kelainan pada jantung, prosedur operasi yang
dilakukan, dan keadaan pasien praoperasi. Karena semakin dibutuhkannya tindakan
bedah jantung, berbagai macam cara dilakukan untuk mengoptimalkan hasil dari
bedah jantung dan menurunkan tingkat mortalitas pasca operasi. Salah satu cara
adalah penilaian pra operasi pasien sebelum dilakukan bedah jantung (Kusuma &
Jatmiko, 2018). Preoperatif adalah masa yang dimulai ketika keputusan untuk
menjalani operasi dibuat dan berakhir. Ketika pasien dipindahkan ke meja operasi,
pada fase ini ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasien sebelum
dilakukan tindakan operasi (Srahbzu et al, 2017).
2.3.1. Persiapan Pra Bedah Umum
a. Pengkajian pasien dan keluarga
b. Pengkajian masalah-masalah yang berhubungan dengan Rumah Sakit dan
pembedahan.
c. Meyakinkan bahwa pasien dan keluarga tahu akan kebutuhan pembedahan.
d. Melakukan pengecekan aspek-aspek yang berhubungan dengan kebudayaan
termasuk kepercayaan, agama dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi
pembedahan dan perawatan.
e. Pekerjaan dan beban tanggung jawab pasien
f. Asuransi kesehatan, masalah ekonomi yang mempengaruhi pembedahan.
g. Ukuran kemampuan mengatasi stres dan sumber pendukung emosional.
h. Riwayat perawatan.
i. Masalah yang ada selama perawatan.
j. Apakah sudah pernah dirawat di Rumah Sakit dan pengalaman operasi
sebelumnya.
k. Riwayat pengobatan yang lalu dan riwayat alergi.
l. Pengkajian psikososia
m. Riwayat pengobatan secara umum: adakah penyakit lain sebelumnya
(paru, diabetes, ginjal, alkoholik, dan pemakaian narkoba).
n. Tes laboratorium dan tes diasnostik.
o. Pengkajian fisik, melakukan pengkajian fisik secara menyeluruh head to
toe, catat tanda-tanda vital, nutrisi, dan obesitas.
p. Pengkajian keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
q. Pengkajian system tubuh: kulit, persyarafan, paru, kardiovaskuler,
gastrointestin.
r. Pengkajian neurologis: Kesadaran/GCS, riwayat stroke, kekuatan otot
motorik dan sensorik (Susanto et al, 2020).
2.3.2. Manajemen Pasien Pra Bedah
2.3.2.1. Orientasi ruangan.
Orientasi Ruangan dilakukan dengan cara memutar video ruangan ICU.
Hal ini dilakukan agar pasien mengerti dan memahami saat pasien
dirawat di ruang ICU
2.3.2.2. Memberikan penjelasan mengenai prosedur pra bedah meliputi:
a. Deskripsikan persiapan pra bedah: mandi dengan sabun anti
mikroba, mencukur rambut, dada, perut, kelamin, pemeriksaan
khusus jantung, echokardiografi, EKG dan kateterisasi.
b. Deskripsikan prosedur bedah: semua langkah termasuk mesin
jantung paru, ulasan mengenai anatomi dan fisiologi jantung dan
katupnya, definisi singkat dari istilah yang teknis dan tidak umum,
lama waktu pembedahan dan waktu kunjungan keluarga.
c. Deskripsikan ruangan ICU dan peralatan monitor: monitor dan
alarm jantung. Selang endotracheal dan lama pemasangan ETT
(Endo Tracheal Tube) ventilator, prosedur penghisapan, jalur arteri
dan pemantauan otomatis, drain, selang nasogastrik, kateter urine,
tingkat kebisingan ICU, jalur intravena dan cairan yang banyak.
d. Deskripsikan pengukuran kenyamanan: pengurangan nyeri, latihan
fisik rentang gerak, mengubah posisi, turun dari tempat tidur dan
obat tidur bila diperlukan.
e. Propilaksis pra bedah untuk mencegah trombo emboli vena paska
bedah dan infeksi (Susanto et al, 2020).
2.3.3. Faktor Resiko Pembedahan
a. Obesitas: mempermudah terjadinya infeksi akibat penurunan vaskularisasi
jaringan lemak, kesulitan mobilisasi sehingga resiko komplikasi paru dan
pressure ulcer, kebutuhan kerja jantung meningkat, resiko terjadinya
kelainan pada system endokrin, ginjal dan hati meningkat.
b. Usia lanjut: potensial meningkatnya efek kumulatif obat-obatan, resiko
terhadap injuri lebih tinggi, golongan narkotik bisa menyebabkan depresi
napas, perubahan tempat dapat menyebabkan disorientasi.
c. Dehidrasi/malnutrisi: potensial terjadi efek lebih lanjut dari anestesi
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
dan memperlambat penembuhan luka.
d. Adanya penyulit lain seperti diabetes mellitus dan gangguan sistem tubuh
lainnya seperti :
e. Sistem pernapasan : adanya infeksi saluran pernapasan, pneumonia dan
masalah pernapasan lainnya.
f. Sistem ginjal dan hati : adanya masalah ginjal dan hati dapat menyebabkan
keracunan obat anestesi dan mengganggu ekskresi zat-zat tersebut dari
ginjal, penyakit hati kronik dapat meningkatkan kecenderungan perdarahan
paska bedah, lambatnya proses penyembuhan luka dan infeksi. Sedangkan
penyakit ginjal dapat mengganggu eliminasi sisa-sisa metabolisme dan
dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
g. Riwayat pengobatan yang lalu dan sekarang: bahaya terjadinya interaksi
obat-obatan yang dipakai sebelumnya dengan obat anestesi, sehingga terjadi
hipotensi/syok (Susanto et al, 2020).
2.3.4. Persiapan Pembedahan
Persiapan operasi bertujuan agar pasien kooperatif setelah pembedahan serta
mempunyai persiapan mental dan fisik untuk menghadapi tindakan. Persiapan
pra- operasi pembedahan jantung meliputi komponen fisiologis dan psikologis.
Persiapan pra-bedah dapat dikategorikan menjadi dua yaitu jangka panjang dan
jangka pendek.
a. Persiapan Jangka Panjang
Persiapan jangka panjang meliputi persiapan administrasi, pemeriksaan
fisik umum, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan status anestesi, persiapan
mental dan persiapan obat-obatan.
b. Persiapan administrasi
Persiapan administrasi diantaranya Informed Consent (Surat Ijin
Tindakan/SIT). Hal ini sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat. Baik pasien maupun keluarganya
harus menyadari bahwa tindakan medis atau operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan anastesi serta produk darah yang akan
digunakan). Dalam praktik klinik terdapat 2 jenis informed consent, yaitu:
- Informed consent langsung, yaitu yang didapat langsung dari subjek.
- Informed consent yang diwakilkan yaitu yang diperoleh dari keluarga
pasien/wali yang memiliki otoritas/legalitas untuk memberikan
persetujuan tersebut. Selain itu juga disiapkan SLIP atau Formulir
Rencana Tindakan. Formulir ini merupakan salah satu persyaratan
kelengkapan administrasi yang harus diurus oleh pasien atau
keluarganya untuk memverifikasi mengenai tindakan yang akan
dilakukan dengan pihak yang akan menjamin tindakan tersebut
disetujui untuk dilaksanakan.
c. Persiapan Fisik
- Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas pasien, riwayat penyakit,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain
status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain- lain.
- Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien lebih lama dirawat di rumah
sakit.
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit berkaitan erat
dengan fungsi ginjal, dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan ekskresi metabolik obat-obatan anestesi. Kadar elektrolit
yang biasanya diperiksa diantaranya adalah:
 kadar natrium serum (normal: 135-145 mmol/l)
 kadar kalium serum (normal: 3,5-5 mmol/l)
 kadar kreatinin serum (normal: 0,70-1,50 mg/dl).
2.3.5. Latihan Pra Bedah
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan
yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
2.3.5.1. Latihan Napas Dalam
Latihan ini sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
Latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat
segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan pernafasan diafragma diajarkan
untuk pasien yang beresiko mengalami komplikasi paru, misalnya
atelektasis atau pneumonia. Pada pernafasan diafragma, pasien menarik
nafas sembari membiarkan perut mengembang. Pada pengeluaran
nafas, perut berkontraksi kedalam saat udara dari paru dikeluarkan.
2.3.5.2. Latihan batuk efektif
Sebagian orang berisiko tinggi dalam menghadapi komplikasi pulmonal
pada pasca bedah, seperti pneumonia, inhalasi anastesi, bedah thorax,
bedah perut bagian atas, obesitas, orang tua usia lanjut dan lain- lain.
Pada fase pre operasi ini, pasien diberikan penyuluhan tentang cara
bernafas dalam dan latihan batuk. Tujuan batuk adalah mengendurkan,
menggerakkan dan mengeluarkan sekresi paru. Latihan ini juga sangat
diperlukan bagi pasien terutama pasien yang mengalami operasi dengan
anastesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu
nafas selama dalam kondisi teranastesi. Sehingga ketika sadar pasien
akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau
sekret tersebut.
2.3.5.3. Latihan Kaki, Tungkai, dan Pergelangan Kaki
Vena yang statis pada periode pasca bedah dapat menimbulkan
thrombophlebitis (bekuan darah). Pasien yang berisiko tinggi yaitu
mobilitas yang berkurang pasca bedah, memiliki riwayat sirkuler
perifer yang kurang baik, menjalani bedah kardiovaskular, panggul,
atau ekstremitas bawah. Pasien-pasien demikian harus melaksanakan
latihan kaki guna mencegah vena statis pada kaki. Tujuan latihan
tungkai adalah meningkatkan aliran darah vena dari ekstremitas. Ketika
otot tungkai berkontraksi dan rileks, darah dipompa balik ke jantung,
sehingga meningkatkan curah jantung dan penurunan statis vena.
Latihan ini juga mempertahankan tonus otot dan rentang gerak yang
mempermudah ambulasi dini. Keuntungan lain adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
2.3.6. Persiapan Psikologi Pra Bedah
Pengkajian kesiapan psikologi pasien dan keluarga sangat penting dilakukan
sebelum operasi. Hal ini diperlukan agar perawat mengetahui kecemasan yang
spesifik dan apa yang dialami pasien preoperasi. Perhatian perawat kepada
pasien akan sangat membantu kecemasan pasien berkurang. Perhatian perawat
ini dapat dalam bentuk pendengar yang baik akan setiap ketakutan ataupun
keluhan, dukungan verbal. Keterlibatan anggota keluarga atau orang terdekat
pada proses penyuluhan sangat penting dalam perawatan pasien. Penyuluhan
praoperatif yang efektif akan mengurangi kecemasan dan respon fisiologis
terhadap cemas sebelum dan setelah pembedahan. Dapat juga dijelaskan
mengenai prosedur pembedahan dan pengalaman intra operasi dan pasca
operasi.
2.3.7. Persiapan Penunjang
Pemeriksaan penunjang antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti: Fotothoraks, CT scan
(Computerized Tomography Scan), MRI (Magnetic Resonance Imagine),
EKG/ECG (Electrocardiografi), ECHO, hasil coroangiografi, dan lain-
lain.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah: hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT,
ureum, kretinin, BUN, masa perdarahan (bleeding time), masa pembekuan
(clothing time) dan lain-lain.
c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan untuk mengetahui apakah kadar
gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji kadar gula darah
biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan
diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan kadar gula
darah 2 jam PP (post prandial).
d. Pemeriksaan Status Anestesi
Sebelum dilakukan anestesi, pasien akan mengalami pemeriksaan status
fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan
terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik
anestesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran
darah dan sistem saraf.
e. Mencari infeksi fokal
Sebelum operasi dilakukan pasien harus berkonsultasi dulu dengan bagian
THT, gigi dan mulut. Pasien akan diperiksa apakah ada gigi berlubang
atau tonsillitis kronis. Kelainan kulit seperti dermatitis dan furonkolisis
atau bisul harus diobati dan juga tidak dalam masa inkubasi atau infeksi
penyakit menular.
2.3.8. Persiapan Medikal
a. Obat-obatan anti koagulan dihentikan 1 minggu sebelum operasi,
misalnya: aspirin, sintrom, simarc.
b. Obat – obatan gula dihentikan
c. Obat-obatan diuretik dihentikan 3 hari sebelum operasi, misalnya
furosemide, spironolactone, kecuali bila ada instruksi lain dari dokter.
d. Obat-obatan digitalis dihentikan 12 jam sebelum operasi, misalnya
digoxin, lanoxin dan lain-lain.
e. Obat calcium bloker (adalat, herbesser) atau beta bloker diberikan sampai
hari operasi.
f. Antibiotik diberikan untuk profilaksis dan diberi waktu untuk induksi
anestesi di kamar operasi, hanya diperlukan test kulit sebelum alergi,
untuk mengetahui adanya alergi atau tidak.
2.3.9. Persiapan Produk Darah
a. Packed Red cell: 1000 cc (15-20 cc/kgBB)
b. Fresh Frozen Plasma: 1000 cc (15-20 cc/kgBB)
c. Trombosit: 5 unit
d. Permintaan komponen darah tambahan atas instruksi dokter bedah.
2.3.10. Persiapan sehari sebelum pembedahan
Persiapan jangka pendek dilakukan maksimal dalam 1x24 jam sebelum
tindakan pembedahan. Persiapan ini bersifat efektif dan efisien apabila
dilakukan menjelang tindakan bedah (jarak waktunya tidak terlalu jauh dengan
jadwal tindakan bedah). Persiapan jangka pendek meliputi kecukupan pasien
dalam istirahat, kebersihan lambung dan usus, personal hygiene, pencukuran
daerah operasi, pengosongan kandung kemih, dan persiapan akhir saat pasien
diantar ke ruangan bedah.
a. Kecukupan istirahat
Pasien harus istirahat yang cukup sebelum tindakan karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres yang
mempengaruhi hemodinamik pasien saat pembedahan. Tubuh lebih rileks
sangat dibutuhkan sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
b. Persiapan gastrointestinal atau kebersihan lambung dan kolon.
Pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon.
Lamanya puasa berkisar antara 6 jam (biasanya puasa dilakukan mulai
pukul 24.00 WIB). Pembersihan ini adalah untuk mencegah defekasi selama
anestesi atau untuk mencegah trauma yang tidak diinginkan pada intestinal
selama pembedahan. Selain itu pengosongan lambung dan kolon adalah
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Tindakan puasa pada
pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus harus dipantau kadar gula
darahnya untuk mewaspadai terjadinya hipoglikemia. Khusus pada pasien
yang membutuhkan operasi CITO (segera), pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (Naso Gastric Tube).

c. Pencukuran daerah operasi


Tujuan dari persiapan kulit sebelum operasi adalah untuk mengurangi
sumber bakteri tanpa mencederai kulit. Mencegah sedini mungkin daerah
yang akan di operasi dari mikro organisme yang terdapat di rambut atau pun
di kulit. Pencukuran dilakukan satu jam sebelum di kirim ke kamar bedah.
Untuk operasi koroner dimulai dari pencukuran dada, aksila, pubis, dan
kedua tungkai kaki. Pada pasien CABG, pencukuran juga harus dilakukan di
daerah lengan dan kaki karena pembuluh darahnya akan dipakai sebagai
graft untuk arteri koroner.
- Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat menjadi sumber kuman dan mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi. Bila pasien terjadwal operasi pagi
jam 07.00, maka mandi sore pada hari sebelumnya dan mandi pagi 1 jam
sebelum operasi atau setelah pencukuran, menggunakan cairan
Chlorhexidine 4%.
- Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan pemasangan kateter
urine. Selain untuk pengosongan isi bladder, tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
2.3.11. Persiapan akhir
Pada saat persiapan di ruang perawatan telah lengkap, maka perawat bertugas
mengantarkan pasien keruangan bedah. Setelah berada di ruang serah terima
pasien di kamar bedah, petugas kesehatan di ruang bedah dianjurkan untuk
memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Keluarga
juga diberikan kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar
operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di
depan kamar bedah.
2.4. Konsep Asuhan Keperawatan
2.4.1. Pengkajian
2.4.1.1. Identitas
2.4.1.2. Anamnesa
a. Keluhan utama
Menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien
sehingga ia perlu pertolongan
b. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien
meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul,
apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa
yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha
mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau
tidakkah usaha tersebut, dsb.

c. Riwayat penyakit terdahulu


Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Misalnya: apakah klien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat,
dsb.
d. Riwayat keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab
kematian juga ditanyakan.
e. Riwayat pekerjaan
Menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.
f. Riwayat geografi
Menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
g. Riwayat alergi
Menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan,
debu dan obat.
h. Kebiasaan sosial
Menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum
alkohol, atau obat tertentu.
i. Kebiasan merokok
Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok,
sudah berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok.
2.4.1.3. Pengkajian Fisik
a. Sistem Pernafasan: gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas.
b. Sistem kardiovaskuler: frekuensi dan irama jantung, suara jantung,
tekanan darah, denyut nadi perifer. Inspeksi dan palpasi jantung,
menentukan titik impuls maksimal (point of maximal impuls, PMI),
pulsasi abnormal, thrill. Auskultasi jantung, catat frekuensi nadi,
irama, dan kualitasnya, snap, klik, murmur, friction rub, tekanan
vena jugularis.
c. Sistem persarafan: tingkat kesadaran, keadaan umum dan perilaku.
d. Sistem pencernaan: status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi
badan.
e. Sistem musculoskeletal: tingkat aktivitas pasien, kekuatan otot
f. Sistem integument: warna kulit, turgor, suhu, keutuhan.
g. Ketidaknyamanan: sifat, jenis, lokasi, durasi (nyeri karena sayatan
harus dibedakan dengan nyeri angina)
h. Pengkajian psikologis: observasi pasien, tingkat kecemasan pasien.
2.4.1.4. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG: Untuk mengetahui disritmia.
b. Sinar X dada.
c. Hasil laboraturium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum,
kreatinin, BUN, HbsAg.
d. Katerisasi : Coroangiografi
e. Echocardiografi

2.4.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang muncul pada pasien dengan gagal jantung adalah
(Asikin & Nuralamsyah, 2016)
:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontratilitas
miokard, perubahan inotropik, perubahan irama, ritme, konduksi listrik,
perubahan struktural, misalnya kelainan pada katub dan aneurisma ventrikel
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaknyamanan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, kelemahan, serta imobilitas
3. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (penurunan curah jantung), peningkatan produksi hormon
antidiuretik (ADH), serta retensi air dan natrium).
4. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveoli, misalnya pengumpulan cairan dan pergeseran ke ruang
interstisial atau alveoli.
5. Resiko gangguan intergritas kulit berhubungan dengan bedrest dalam
jangka waktu yang lama, edema, dan penurunan perfusi jaringan.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, program pengobatan, perawatan
diri dan perencanaan pulang berhubungan dengan kurangnya pemahaman
terkait fungdi jantung atau penyakit, dan gagal jantung kongestif.
2.4.3. Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 2.1. Rencana Asuhan Keperawatan

No Symtom & Sign Etiologi Problem NIC NOC


1 Batasan Karakteristik Gangguan fungsiKelebihan volume cairanNOC : Fluid Management :
 Berat badan meningkat pada eksretori -> retensi berhubungan dengan  Electrolit and acidAktivitas
waktu yang singkat -> edema perubahan mekanisme base balance  Monitor dan catat intake dan output
 Asupan berlebihan regulasi, peningkatan  Fluid balance cairan 24 jam secara akurat
dibanding output permeabilitas dinding  Hydration  Pasang Urin kateter jika diperlukan
 Tekanan darah berubah, glomerulus.  Monitor hasil labolatorium terkait
tekanan arteri pulmonalis Kriteria Hasil : retensi cairan (BUN, HMT,
berubah, peningkatan CVP. Definisi: Retensi cairan  There bebas dari eh osmolaritas urine)
 Distensi Vena jugularis Isotomik meninggal Dema, efusi, anaskara  Monitor vital sign, awasi hipertensi,
 Perubahan pada pola nafas,  Bunyi nafas bersih, peningkatan nadi dan suhu
sesak nafas (dyspnoe), suara tidak ada  Monitor indikasi retensi / kelebihan
nafas abnormal (Rales atau dyspnea/ortopnea cairan (crecles, CVP, edema, distensi
Crakles),  Terbatas dari distensi vena leher, asites)
Kongestikemacetan paru, vena jugularis, reglek  Kaji lokasi dan luas edema
pleural effusion hepatojugular (+)  Monitor masukan makanan / cairan
 HB dan hematokrit  Memelihara tekanan  Monitor status nutrisi
menurun, perubahan Vena sentral, tekanan  Kelola obat Diuretik sesuai program
elektrolit, khususnya kapiler paru, output  Kolaborasi pemberian obat
perubahan berat jenis. jantung dan vital sign  Monitor berat badan
 Suara jantung SIII dalam batas normal  Monitor elektrolit
 Refleks Hepatojugular  There bebas dari  Monitor tanda dan gejala dari edema
positif kelelahan, kecemasan,
 Oliguria, azotemia atau kebingungan Fluid Monitoring:
 Perubahan status mental,  Menjelaskan indicatorAktivitas
kegelisahan, kecemasan kelebihan cairan  Tentukan Riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminasi
Faktor-faktor yang  Tentukan kemungkinan factor resiko
berhubungan: dan ketidakseimbangan cairan
 Mekanisme pengaturan (hipotermi terapi Diuretik, kelainan
melemah Rainal, gagal jantung, diaphoresis,
disfungsi hati, dll
 Monitor berat badan
 Monitor Serrum dan elektrolit Urin
 Monitor Serrum album in dan protein
total
 Monitor BP < HR, dan RR
 Monitor tekanan darah ortostatik dan
perubahan irama jantung
 Monitor parameter hemodinamik
invasive

 Catat secara akurat intake dan output
 Monitor membrane mukosa dan
turgor kulit, serta rasa haus
 Catat dan monitor warna, jumlah
 Monitor adanya distensi leher,
Wronki, edema perifer dan
penambahan berat badan
 Monitor tanda dan gejala dari edema
 Beri cairan sesuai keperluan
 Beri obat yang dapat meningkatkan
output urine
 Lakukan hemodialsis bila perlu dan
catat respons pasien
2 Batasan Karakteristik Asidosis metabolik Gangguan pertukaran gasNOC : NIC :
 Ganguan penglihatan berhubungan dengan  Respiratory status Airway : Management :
 Penurunan CO2 ke tidak ada kekuatan Gas exchange  Buka celana pas, gunakan Teknik cin
 Takikardia ventilasi.  Respiratory status : lift atau jawa thrust bila perlu
 Hiperkapnia ventilation  Posisikan pasien untuk
 Keletihan Definisi: kelebihan atau  Vital sign status memaksimalkan ventilasi
 Samnolen kekurangan dalam  Identifikasi pasien perlunya
Oksigenasi dan atau Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas buatan
 Iritabilitas
pengeluaran karbon-  Mendemostrasikan  Pasang Mayo bila perlu
 Hypoxia
dioksida di dalam peningkatan jelasi dan  Lakukan Fisioterapi dada jika perlu
 Kebingungan membrane kapiler
 Dyspnoe oksigenasi yang  Keluarkan Sekret dengan batuk atau
alveoli adekuat saction
 Nafas faring
 Memelihara  Auskultasi suara nafas, catat adanya
 AGD normal
kebersihan paru-paru suara tambahan
 Sianosis
 Warna kulit abnormal dan bebas dari tanda-  Lakukan suction pada mayo
(pucat, kehitaman) tanda distress  Berikan brokodilatasi bila perlu
 Hipoksemia pernapasan  Berikan pelembab udara
 Hiperkarbia  Mendemonstrasikan  Atur intake untuk cairan
 Sakit kepala Ketika bangun batuk efektif dan mengoptimalkan keseimbangan
 Frekuensi dan kedala nafas suara nafas yang  Monitor respirasi dan status O2
normal bersih, tidak adaRespiratory Monitoring :
Faktor-faktor yang behubungan sianosis dan dispneu  Monitor rata rata, kedalaman, Irama
 Ketidakseimbangan perfusi (mampu dan usah respirasi
ventilasi mengeluarkan  Kata pergerakan dada, amati
 Perubahan membrane spuntum, mampu kesimetrisan, penggunaan otot
kapiler-alveolar bernapas dengan tambahan, retraksi otot
mudah, tidak ada supraclavikula, dan intercostal
pursed lips)
 Monitor suara nafas, seperti dengur
 Tanda tanda vital
 Monitor pola nafas : Bradipnea,
dalam rentang normal
takipnea, kussmaul, hiperventilasi,
chyne stokes, biot
 Catat lokasi trakes
 Monitor kelelahan otot diagfragma
(geraka paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/ tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan nafas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnay
3 Subjektif : Kelemahan (fatique) Intolerenasi aktivitas NOC ; NIC :
 Tidak mampu 1. Toleransi Toleransi Aktivitas (Activity Tolerance) :
berkonsentrasi Definisi : 2. Ketahanan fisik  Kolaborasi dengan ahli terapi, terapi
 Kompromi libido Tidak cukup nya energi 3. Konservasi energi fisik dan rencana rekreasi dan
 Penurunan penampilan psikolog atau fisik 4. Status nutrisi program pengawasan
 Tidak tertarik dengan untuk bertahan atau 5. Energi psikomotor  Tentukan komitmen pasien dalam
lingkungan sekitar menyelesaikan peningkatan frekuensi dan jarak
 Malas dan mengantuk aktivitas sehari-hari Kriteria Evaluasi : aktivitas
 Peningkatan keluhan yang diinginkan  Pasien mampu  Bantu untuk menggali kemampuan
masalah fisik beradaptasi dengan personal dalam melakukan aktivitas
 Peningkatan kebutuhan kelelahan sesuai  Bantu untuk memilih kegiatan yang
istirahat dengan toleransi konsisten dengan psikolog dan
 Instropeksi aktivitas, konservasi kemampuan social
Objektif energi, Ketahanan  Bantu untuk focus pada apa yang
 Tidak berdaya fisik, status nutrisi., dikerjakan dan tidak terjadi
 Letargi Energi dan energi penurunan.
 Lesu tanpa gairah psikomotor.  Bantu untuk mengidentifikasi sumber
 Melaporkan  Pasien mampu sumber yang dibutuhkan untuk
ketidakmampuan mendemonstrasikan melakukan pergerakan.
mengembalikan tenaga konservasi energi  Bantu untuk menggunakan sarana
walaupun sudah istirahat dengan indicator : transportasi dalam melakukan
tidur o Tidak sama sekali aktivitas.
 Melaporkan o Lalai  Bantu pasien untuk mengidentifikasi
ketidakmampuan melakukan o Moderate aktivitas yang diperlukan.
pekerjaan secara rutin o Bagus  Bantu pasien untuk mengidentifikasi
 Melaporkan perasaan lelah o Sangat bagus arti dari kegiatan tersebut
 letargi  Pasien  Bantu pasien untuk menetapkan
mempertahankan jadwal kegiatan secara rutin.
interaksi social  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Mempertahankan dapat mengidentifikasi jenis
kemampuan untuk penurunan aktivitas.
berkonsentrasi  Instruksi pasien atau keluarga
bagaimana untuk memulai aktivitas.
 Bantu pasien atau keluarga untuk
beradaptasi pada lingkungan dalam
mengakomodasi jenis kegiatan.
 Berikan jangka atau Rentang waktu
dalam peningkatan aktivitas sebagai
bahan rujukan pada OT.
 Fasilitas Aktivitas pengganti Ketika
pasien merasa kehabisan energi,
waktu dan pergerakan.
 Rujuk pada pusat komunitas atau
pusat program aktivitas.
 Bantu kegiatan pasien secara regular
seperti ambulasi, berpindah, berputar
dan perawatan diri sesuai yang
dibutuhan.
 Berikan kegiatan pergerakan yang
lebih besar untuk pasien yang
hiperaktif.
 Buat lingkungan yang aman untuk
melakukan pergerakan otot yang lebih
besar.
 Berikan kegiatan pergerakan untuk
mengurangi tekanan otot.
 Berikan beberapa games yang non
kompetitif, terstruktur pada grup
aktivitas.
 Berikan waktu jeda pada berbagai
kegiatan yang bertujuan untuk
menurunkan kecemasan seperti
bernyanyi, bermain bola voli, tenis
meja, berjalan, berenang, bermain
game dan lainnya.
 Berikan pujian yang positif untuk
setiap partisipan kegiatan.
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan menguatkan.
 Monitor kegiatan emosi, fisik, social
dan respon spriritual sehubungan
dengan aktivitas.
 Bantu pasien atau keluarga untuk
melakukan pengawasan sendiri dalam
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Manajemen Energi ( Energy Management) :
 Gaji status fisiologi pasien
berhubungan dengan status kelelahan
berkaitan dengan usia dan
perkembangan.
 Gunakan instrument pengukuran yang
falid tentang kelelahan.
 Perbaiki status menurunkan fisiologi
misalnya anemia dan khemoterapi.
 Seleksi intervensi yang tepat dalam
hal penurunan kelelahan dengan
kombinasi Farmakologi dan non
Farmakologi.
 Tentukan apa dan bagaimana aktivitas
yang dibutuhkan untuk meningkatkan
Ketahanan tubuh.
 Monitor intake nutrisi untuk
menentukan keadekuatan sumber
sumber energi.
 Konsultasikan dengan ahli gizi
tentang peningkatan intake makanan
tinggi kalori.
 Monitor respon cardio respirasi
sebelum dan setelah melakukan
aktivitas.
 Monitor pola istirahat tidur dan
jumlah jam tidur.
 Monitor lokasi ketidaknyamanan dan
nyeri selama aktivitas.
 Kurangi ketidaknyamanan fisik
dengan memberikan waktu Senggang
dengan fungsi kognitif dan self
monitoring.
 Batasi aktivitas yang berlebihan.
 Ajarkan manajemen waktu dan
aktivitas untuk mencegah kelelahan.
 Bantu pasien untuk mengenali
prioritas aktivitas yang di
rekomendasikan sesuai dengan status
energi.
 Bantu pasien untuk menentukan
tujuan aktivitas yang realistic.
 Pertimbangkan dalam penggunaan
elektronik seperti HP untuk
mempertahankan kontak dengan
teman.
 Bantu pasien untuk membatasi tidur
siang untuk memberikan waktu dalam
beraktivitas.
 Batasi rangsangan lingkungan seperti
lampu, kebisingan untuk
meningkatkan relaksasi.
 Batasi jumlah pengunjung.
 Atur aktivitas fisik untuk menurunkan
suplai oksigen kepada fungsi vital
tubuh.
 Rencanakan periode aktivitas Ketika
pasien lagi berenergi.
 Monitor efek pemberian obat
stimulant dan depresant.
 Evaluasi program peningkatan
aktivitas.
 Monitor respon oksigen pasien.
 Instruksikan pasien dan Teknik self
care yang signifikan yang akan
meminimalis asupan oksigen (self
monitoring dan Teknik melangkah
untuk aktivitas sehari-hari.
 Instruksikan pasien untuk mengenali
tanda dan gejala kelelahan sebagai
akibat dari aktivitas.
 Instruksikan pasien untuk mengenali
intervensi stress dan Methode koping
yang digunakan untuk menurunkan
kelelahan.
 Instruksikan kepada pasien untuk
segera ke tempat pelayanan
Kesehatan apabila tanda dan gejala
kelelahan menetap.
Perawatan Diri ADLs (Self Care Activity) :
 Tentukan kebutuhan pasien sebagai
asisten dengan berbagai instrument
aktivitas setiap hari seperti berbelanja,
memasak, membersikan rumah,
mencuci pakaian, menggunakan
transportasi, pengaturan keuangan,
pengobatan, penggunaan sarana
komunikasi dan penggunaan waktu.
 Tentukan kebutuhan keselamatan
sehubungan dengan perubahan tempat
tinggal.
 Tentukan kebutuhan di rumah mana
yang perlu ditingkatkan terhadap hal
hal yang tidak dapat dilakukan.
 Berikan nomor kontak yang dapat
segera dihubungi dan orang.
 Instruksikan kepada klien untuk
menggunakan transportasi alternatif.
 Berikan Teknik peningkatan kognitif.
 Berikan bantuan pada kendaraan
untuk memudahkan penggunaan
seperti pegangan pada kendaraan.
 Berikan beberapa alat bantuan untuk
mendukung aktivitas sehari-hari.
 Tentukan dukungan finansial untuk
memodifikasi rumah atau kendaraan.
 Instruksikan klien untuk
menggunakan pakaian dengan lengan
pendek dan longgar.
 Periksa ke adik Kuatan pencarian di
dalam rumah terutama pada daerah
kerja seperti dapur, kamar mandi.
 Instruksikan klien untuk tidak
merokok di tempat tidur atau pada
saat bersandar atau setelah minum
obat.
 Pastikan adanya perlengkapan alat
alat keselamatan di rumah.
 Berikan perawatan atau Teknik
keselamatan secara visual.
 Bantu klien untuk melakukan
pekerjaan rutin seperti masker,
mencuci dan berbelanja.
 Tentukan ketidakmampuan baik fisik
ataupun politik terhadap setiap
perubahan yang terjadi pada tubuh.
 Konsultasikan dengan para ahli terapi
untuk tiap Gerakan yang tidak dapat
dilakukan.
 Instruksikan agar kalian menyimpan
obat obatan pada tempat aman.
 Instruksikan klien untuk melakukan
monitoring secara rutin seperti kadar
gula darah.
Perawatan Diri IADLs (Self Care
Instrumen) :
 Tentukan kebutuhan pasien untuk
mengambil instrument dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
seperti berbelanja, memasak,
kebersihan rumah, cuci pakaian,
penggunaan transportasi, pengaturan
keuangan, pengaturan pengobatan,
penggunaan komunikasi.
 Tentukan kebutuhan akan
keselamatan sehubungan dengan
perubahan keadaan di rumah seperti
pintu dibuka lebar untuk
memudahkan kursi roda masuk, akses
ke kamar mandi.
 Tentukan kebutuhan ketidakmampuan
di rumah seperti menuliskan nomor
telepon besar besar, peningkatan
volume telepon dan lain-lain.
 Berikan metode untuk melakukan
kontak dalam dukungan transportasi
dan perlunya seorang asisten.
 Instruksikan pasien untuk
menggunakan alternatif yang lain
seperti bus, taksi, jadwal bus dan
taksi.
 Berikan Teknik peningkatan kognitif
seperti mengupdate kalender, mudah
melihat jam.
 Pertahankan peningkatan transportasi
untuk meminimalis ketidakmampuan
seperti pegangan pada mobil.
 Bantu dengan menggunakan peralatan
dalam aktivitas sehari-hari.
 Tentukan sumber sumber keuangan
dan kebutuhan personal untuk
merubah rumah.
 Berikan pencahayaan yang cukup di
rumah terutama di area pekerjaan.
 Anjurkan pasien untuk tidak merokok
sambal tidur atau setelah pengobatan.
 Pastikan adalah peralatan keamanan
di rumah seperti detector asap dan
detector CO.
 Pertahankan Teknik pengamanan
secara visual seperti mengecat
dinding yang jelas.
 Bantu pasien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti memasak,
mencuci dan berbelanja.
 Tentukan kemampuan fisik dan
kognitif.
 Konsultasikan dengan terapi fisik
untuk melakukan Latihan atas
ketidakmampuan fisik.
 Instruksikan pada pasien untuk
menyimpan obat di tempat yang
aman.
 Instruksi pasien untuk selalu
menggunakan peralatan monitoring
seperti alat gula.
4 Batasan Karakteristik Gangguan fungsiPenurunan curah jantung NOC : NIC :
 Aritmia, takikardia, eksretori -> retensi  Cardiac Pum  Evaluasi adanya nyeri dada
bradikardia -> edema Effectiveness
 Palpitasi, edema,  Circulation status  Catat adanya disritmia jantung
 Kelelahan  Vital sign status  Catan adanya tanda dan gejala
 Kulit dingin dan lembab  Tissue perfusion: penurunan cardiac output
 Penurunan denyut nadi perifer  Monitor status Pernapasan yang
perifer Setelah dilakukan asuhan menandakan gagal jantung
 Nafas pendek/sesak nafas penurunan kardiak output  Monitor balance pencairan
 Perubahan warna kulit klien teratasi dengan  Monitor respon pasien terhadap efek
 Batuk, bunyi jantung S3/S4 kriteria hasil : pengobatan antiaritmia
 Kecemasan  Tanda vital dalam  Atur periode Latihan dan istirahat
rentang normal untuk menghindari kelelahan
(tekanan darah, nadi,  Monitor toleransi aktivitas pasien
respirasi)  Monitor adanya dispnea, fatigue,
 Dapat mentoleransi takipnea, dan ortopnea.
akrtivitas, tidak ada  Anjurkan untuk menurunkan stress
kelelahan  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Tidak ada edema  Monitor VS saat pasien berbaring,
paru, perifer, dan duduk, atau berdiri
tidak ada asites  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
 Tidak ada penurunan bandingkan
kesedaran  Monitor TD, nadi, RR sebelum,
 AGD dalam batas selama, dan setelah aktivitas
normal  Monitor jumlah, bunyi dan irama
 Tidak ada distensi jantung.
vena leher  Monitor frekuensi dan irama
 Warna kulit normal Pernapasan.
 Monitor pola Pernapasan abnormal.
 Monitor suhu, warna, dan kelembapan
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik )
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen.
 Sediakan informasi untuk mengurangi
stress.
 Adalah pemberian obat anti Aritmia,
Inotropic, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung.
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer.
 Meminimalkan stress lingkungan
5  Kerusakan jaringan sepertiUremia pada jaringanGangguan integritas kulit NOC : NIC :
kornea, mukosa membrane, kulit  Jaringan integritas;  Hindari penggunaan seprai yang kasar
integument dan subkutan. Definisi : kulit dan mukosa  Bersikan dengan menggunakan sabun
 Kerusakan jaringan. Berada pada resiko membrane anti bakteri
perubahan pada dermis  Penyembuhan luka;  Bagaikan pasien dengan kain yang
atau epidermis tujuan primer lembut
 Penyembuhan luka.,  Bersikan kulit dengan menggunakan
Tujuan Sekunder bedak
 Pindahkan jenis adhesive & debris
Kriteria Hasil :  Berikan dukungan pada area edema
 Mendemostrasikan  Tambahkan lubrikan berikan untuk
jaringan integritas; membasahi bibir dan rongga mulut
kulit dan mukosa  Berikan gosokan pada daerah leher
membrane sesuai belakang dan depan
indicator  Ganti kateter kondom
o Ekstreme  Gunakan pempers yang lembut
o Substansi  Tempatkan bantalan Inkontinensia
o Moderate bila diperlukan
o Mild  Berikan kebersihan toilet bila
o Tidak diperlukan
compromise  Lakukan pijatan di sekitar area yang
Peraturan jaringan, terluka
elastisitas, hydrasi,  Gunakan sarung tangan
pigmentasi, dan  Berikan perawatan kebersihan setelah
perubahan warna toilet
yang diharapkan/lesi
 Berikan kompres hangat secara
tidak ada
Periodik
 Mendemostrasikan
 Gunakan sabun yang mengandung
penyembuhan luka.,
alkaline dalam perawatan kulit
Tujuan primer dengan
indicator;  Berendam dalam bak koloidal
o Tidak ada  Pertahankan seprai dalam keadaan
o Lalai bersih, kering, dan bebas dari kerutan
o Moderate  Melakukan mobilisasi pasien setiap
o Substansi dua jam
o Komplit  Gunakan pelindung di tempat tidur
Taksiran kulit seperti bed zeil untuk memberikan
Resolusi cairan dari luka perlindungan pada pasien
atau drain  Berikan perlindungan lagi
Resolusi eritema  Berikan bedak kering
sekeliling kulit  Berikan perbankan seperti tegaderm
Renovasi bau luka atau duoderm
 Mendemostrasikan  Berikan antibiotic topical sesuai
penyembuhan luka kebutuhan
tujuan Sekunder  Semprot kulit dengan cairan nitrogen
sesuai indicator:  Infeksi kulit tiap hari untuk
o Tidak ada menghindari terjadinya kerusakan
o Lalai  Dokumentasi kan setiap kerusakan
o Moderate kulit
o Substansi  Tambahkan moisture pelembap sesuai
o Komplit kebutuhan
Nanah atau yang lain
dari Drainase atau
luka
Kulit melepuh
Necrosis, slough,
terowongan,
undermining, atau
formasi sinus kulit
dan aritema luka
Ukuran luka
 Pasien dan keluarga
mampu
mendemonstrasikan
perawatan kulit dan
bukan secara optimal
6  Ketidakmampuan dalamUreum pada jaringanNyeri NOC : NIC :
melakukan aktivitas otot -> kram.  Batas kenyamanan.  Lakukan Pengkajian secara
 Anoreksia Definis :  Pengontrolan nyeri. komprehensif terhadap lokasi nyeri,
 Atropi otot Pengalaman Sensorik dan  Efek disuprip nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
 Perubahan pola tidur emosi yang tidak  Batas ambang nyeri kualitas, intensitas nyeri dan factor
 Laporan visual skala nyeri menyenangkan yang pencetus nyeri.
 Depresi muncul dari kerusakan Kriteria Evaluasi :  Observasi respon verbal dari
 Meringis jaringan yang actual  Mendemonstrasikan ketidaknyamanan khususnya
dan potensial atau efek this rupsi nyeri efektivitas komunikasi yang tidak
 Kelelahan
yang digambarkan dengan indicator. efektif.
 Takut cedera Kembali
sebagai kerusakan  Berat  Pastikan pasien dalam penggunaan
 Perilaku melindungi (International  Sunbstansi pengobatan Analgesik.
 Iritasi Association for the
 Moderate  Gunakan strategi komunikasi
 perilaku terlalu kehati- study of Pain) ; terjadi
 Lalai Terapeutik untuk mengetahui
hatian secara tiba tiba atau
 Tidak ada pengalaman dan penerimaan pasien
 mengurangi interaksi perlahan dengan terhadap nyeri.
dengan orang lain intensitas ringan Gangguan pengambilan
atau hubungan inter  Gali pengetahuan pasien tentang
 melaporkan nyeri sampai berat yang nyeri.
 kurang istirahat dapat diperkirakan dan personal.
Kesepakatan pekerjaan,  Pertimbangkan factor kebudayaan
 tidak focus di antisipasi kapan sebagai respon penerimaan nyeri.
menikmati hidup atau
 perubahan tanda-tanda vital berakhirnya dan  Tentukan implikasi dari pengalaman
durasinya kurang dari mengontrol perasaan.
Gangguan konsentrasi. diri terhadap kualitas hidup seperti
enam bulan. tidur, selera makan, aktivitas,
Gangguan tidur.
Kurang selera makan. kognitif, mutu, hubungan,
 Mendemostrasikan performance pada dunia kerja dan
batas sendiri dengan tanggung jawab.
indicator:  Explore dengan pasien factor
o Berat pemberat terjadinya nyeri.
o Sunbstansi  Evaluasi pengalaman masa lalu
o Moderate terhadap nyeri termasuk pengalaman
o Lalai nyeri kronik pada keluarga.
o Tidak ada  Evaluasi dengan pasien dan Tim
Ekspresi nyeri pada petugas Kesehatan ketidak ketidak
orang dan Wajah. ketidakefektifan mengukur control
Posisi melindungi nyeri seperti yang telah digunakan.
anggota tubuh. Otot  Anjurkan pasien dan keluarga untuk
tegang. mencari dukungan keluarga.
Perubahan irama  Gunakan penggajian perkembangan
Pernapasan, irama untuk memonitoring perubahan nyeri
yang diidentifikasi sebagai factor
jantung dan tekanan pencetus baik actual maupun
darah. potensial.
 Berikan informasi tentang nyeri
 Pasien mampu seperti penyebab nyeri, berapa lama
mendemonstrasikan akan berlangsung dan penerimaan
Teknik relaksasi yang rasa nyaman.
efektif untuk  Kontrol factor lingkungan yang
mengurangi mempengaruhi respon pasien.
ketidaknyamanan.  Kurangi factor Eliminasi sebagai
pencetus peningkatan nyeri seperti
takut, kelelahan, dan kurangnya
pengetahuan.
 Pertimbangkan keinginan pasien
untuk berpartisipasi, kemampuan
berpartisipasi, pilihan dan kontra
indikasi Ketika menerapkan strategi
nyeri.
 Seleksi dan implementasikan
pengukuran yang beragam seperti
Farmakologi dan non farmakologi dan
inter personal.
 Mengajarkan prinsip manajemen
nyeri.
 Pertimbangkan jenis dan sumber
sumber nyeri sebagai
 Anjurkan pasien untuk memonitor
pasien sumber nyeri dan menseleksi
strategi nyeri
 Ajarkan penggunaan Teknik non
Farmakologi
 Gali penggunaan metode Farmakologi
untuk mengurangi nyeri.
 Ajarkan pasien untuk menggunakan
metode nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M., & Nuralamsyah, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Kardiovaskuler. Erlangga.

Ginting, dkk. (2017). Karakteristik Pasien Penyakit Jantung koroner yang


dilakukan Coronary Artery Bypass Graft di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2015-2016. Medan.

Gurarie, M. (2020). CABG Procedure: Everything You Need to Know. Akses


dihttps://www.verywellhealth.com/coronary-artery-bypass-graft-cabg-
5088620

Harselia, SA & Putri, AK. (2018). Tindakan Percutaneous Coronary Intervention


Pada Pasien Stenosis Arteri Koroner Kanan. Jurnal Arsip Kardiovaskular
Indonesia (ARKAVI) | Volume 03, Nomor 01 | Januari
- Juni 2018

Hodge, T. (2019). Fast Facts for the Cardiac Surgery Nurse: Caring for Cardiac
Surgery Patients. Springer Publishing Company.

Iklima, N & Maulana, D.N. (2018) Terapi Dingin Pada Nyeri Sternotomy Pasien
Post Coronary Arthery Bypass Graft (CABG). Jurnal Ilmu Keperawatan,
Vol. VI, No. 2, September 2018.

Kusuma, Donni & Jatmiko, Heru. (2018). Penilaian Praoperasi Bedah Jantung.
Jurnal Anastesiologi Indonesia.Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018.

LeMone, Priscilla, dkk. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Kardiovaskular Edisi 5. Jakarta: EGC.

Niven, Neil. (2012). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat &


Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC.

Pahlawi, R & Sativani, Zahra. (2021). Active Cycle Breathing Technique


Terhadap Fungsional Paru Pasien Post CABG (Laporan Kasus Berbasis
Bukti). Jurnal Keperawatan Profesional (KEPO) Vol. 2, No. 1, Mei 2021.
PJNHK. (2018). Coronary Artery Bypass Graff (CABG). Akses di
https://pjnhk.go.id/pustaka/detail/tindakan/5

Rahmawati, ida, dkk. (2020). Hubungan Diabetes Mellitus dengan Penyakit


Jantung Koroner pada Pasien yang Berobat di Poli Jantung RSUD Dr.
M. Yunus, Bengkulu.

Salikim, Mia Amelia, dr. (2021). Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/toraks-dan-
kardiovaskular/cabg

Shahani, Rohit. (2019). Coronary Artery Bypass Grafting. Akses di


https://emedicine.medscape.com/article/1893992-overview

Sibuea, Dian Azhary. (2020). Perbedaan Outcome Pasca Operasi Coronary


Artery Bypass Grafting (CABG) On-Pump dan Off-Pump pada Pasien
Usia Lebih Dari 60 Tahun di Rsup H. Adam Malik Medan. Repositori
Institusi Universitas Sumatera Utara (RI-USU).

Srahbzu et al. (2017). Prevalence of depression and anxiety and associated


factors among patients visiting orthopedic outpatient clinic at Tikur
Anbessa specialized hospital, Addis Ababa, Ethiopia. J Psychiatry.
21:450.

Susanto et al. (2020). Modul Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat


Dasar. Jakarta : Aksara Bermakna.

Utami et al. (2022). Asuhan Keperawatan Pra Bedah Pada Pasien Tn. MH
Dengan Diagnosa CAD 3 VD EF 55% Pro Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) Di Ruang GP II Lantai 4 RS Jantung Dan Pembuluh Darah
Harapan Kita.

Anda mungkin juga menyukai