TINJAUAN PUSTAKA
Pembentukan sel busa (foam cell) dihasilkan dari fagositosis yang kemudian
berlanjut menjadi fatty streaks. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-
faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot
polos. Kondisi ini mengakibatkan pula penumpukan molekul matriks
ekstraselular, seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan plak membesar
dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai
pada kondisi membahayakan karena telah ada plak aterosklerotik.
12
2.3. Konsep Pra Bedah Jantung
Tujuan utama dari tindakan Bedah jantung adalah untuk mengoreksi kelainan anatomi
dan fungsi jantung. Bedah jantung merupakan operasi dengan tingkat resiko yang
tinggi, hal ini berhubungan dengan besar kelainan pada jantung, prosedur operasi yang
dilakukan, dan keadaan pasien praoperasi. Karena semakin dibutuhkannya tindakan
bedah jantung, berbagai macam cara dilakukan untuk mengoptimalkan hasil dari
bedah jantung dan menurunkan tingkat mortalitas pasca operasi. Salah satu cara
adalah penilaian pra operasi pasien sebelum dilakukan bedah jantung (Kusuma &
Jatmiko, 2018). Preoperatif adalah masa yang dimulai ketika keputusan untuk
menjalani operasi dibuat dan berakhir. Ketika pasien dipindahkan ke meja operasi,
pada fase ini ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasien sebelum
dilakukan tindakan operasi (Srahbzu et al, 2017).
2.3.1. Persiapan Pra Bedah Umum
a. Pengkajian pasien dan keluarga
b. Pengkajian masalah-masalah yang berhubungan dengan Rumah Sakit dan
pembedahan.
c. Meyakinkan bahwa pasien dan keluarga tahu akan kebutuhan pembedahan.
d. Melakukan pengecekan aspek-aspek yang berhubungan dengan kebudayaan
termasuk kepercayaan, agama dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi
pembedahan dan perawatan.
e. Pekerjaan dan beban tanggung jawab pasien
f. Asuransi kesehatan, masalah ekonomi yang mempengaruhi pembedahan.
g. Ukuran kemampuan mengatasi stres dan sumber pendukung emosional.
h. Riwayat perawatan.
i. Masalah yang ada selama perawatan.
j. Apakah sudah pernah dirawat di Rumah Sakit dan pengalaman operasi
sebelumnya.
k. Riwayat pengobatan yang lalu dan riwayat alergi.
l. Pengkajian psikososia
m. Riwayat pengobatan secara umum: adakah penyakit lain sebelumnya
(paru, diabetes, ginjal, alkoholik, dan pemakaian narkoba).
n. Tes laboratorium dan tes diasnostik.
o. Pengkajian fisik, melakukan pengkajian fisik secara menyeluruh head to
toe, catat tanda-tanda vital, nutrisi, dan obesitas.
p. Pengkajian keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
q. Pengkajian system tubuh: kulit, persyarafan, paru, kardiovaskuler,
gastrointestin.
r. Pengkajian neurologis: Kesadaran/GCS, riwayat stroke, kekuatan otot
motorik dan sensorik (Susanto et al, 2020).
2.3.2. Manajemen Pasien Pra Bedah
2.3.2.1. Orientasi ruangan.
Orientasi Ruangan dilakukan dengan cara memutar video ruangan ICU.
Hal ini dilakukan agar pasien mengerti dan memahami saat pasien
dirawat di ruang ICU
2.3.2.2. Memberikan penjelasan mengenai prosedur pra bedah meliputi:
a. Deskripsikan persiapan pra bedah: mandi dengan sabun anti
mikroba, mencukur rambut, dada, perut, kelamin, pemeriksaan
khusus jantung, echokardiografi, EKG dan kateterisasi.
b. Deskripsikan prosedur bedah: semua langkah termasuk mesin
jantung paru, ulasan mengenai anatomi dan fisiologi jantung dan
katupnya, definisi singkat dari istilah yang teknis dan tidak umum,
lama waktu pembedahan dan waktu kunjungan keluarga.
c. Deskripsikan ruangan ICU dan peralatan monitor: monitor dan
alarm jantung. Selang endotracheal dan lama pemasangan ETT
(Endo Tracheal Tube) ventilator, prosedur penghisapan, jalur arteri
dan pemantauan otomatis, drain, selang nasogastrik, kateter urine,
tingkat kebisingan ICU, jalur intravena dan cairan yang banyak.
d. Deskripsikan pengukuran kenyamanan: pengurangan nyeri, latihan
fisik rentang gerak, mengubah posisi, turun dari tempat tidur dan
obat tidur bila diperlukan.
e. Propilaksis pra bedah untuk mencegah trombo emboli vena paska
bedah dan infeksi (Susanto et al, 2020).
2.3.3. Faktor Resiko Pembedahan
a. Obesitas: mempermudah terjadinya infeksi akibat penurunan vaskularisasi
jaringan lemak, kesulitan mobilisasi sehingga resiko komplikasi paru dan
pressure ulcer, kebutuhan kerja jantung meningkat, resiko terjadinya
kelainan pada system endokrin, ginjal dan hati meningkat.
b. Usia lanjut: potensial meningkatnya efek kumulatif obat-obatan, resiko
terhadap injuri lebih tinggi, golongan narkotik bisa menyebabkan depresi
napas, perubahan tempat dapat menyebabkan disorientasi.
c. Dehidrasi/malnutrisi: potensial terjadi efek lebih lanjut dari anestesi
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
dan memperlambat penembuhan luka.
d. Adanya penyulit lain seperti diabetes mellitus dan gangguan sistem tubuh
lainnya seperti :
e. Sistem pernapasan : adanya infeksi saluran pernapasan, pneumonia dan
masalah pernapasan lainnya.
f. Sistem ginjal dan hati : adanya masalah ginjal dan hati dapat menyebabkan
keracunan obat anestesi dan mengganggu ekskresi zat-zat tersebut dari
ginjal, penyakit hati kronik dapat meningkatkan kecenderungan perdarahan
paska bedah, lambatnya proses penyembuhan luka dan infeksi. Sedangkan
penyakit ginjal dapat mengganggu eliminasi sisa-sisa metabolisme dan
dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
g. Riwayat pengobatan yang lalu dan sekarang: bahaya terjadinya interaksi
obat-obatan yang dipakai sebelumnya dengan obat anestesi, sehingga terjadi
hipotensi/syok (Susanto et al, 2020).
2.3.4. Persiapan Pembedahan
Persiapan operasi bertujuan agar pasien kooperatif setelah pembedahan serta
mempunyai persiapan mental dan fisik untuk menghadapi tindakan. Persiapan
pra- operasi pembedahan jantung meliputi komponen fisiologis dan psikologis.
Persiapan pra-bedah dapat dikategorikan menjadi dua yaitu jangka panjang dan
jangka pendek.
a. Persiapan Jangka Panjang
Persiapan jangka panjang meliputi persiapan administrasi, pemeriksaan
fisik umum, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan status anestesi, persiapan
mental dan persiapan obat-obatan.
b. Persiapan administrasi
Persiapan administrasi diantaranya Informed Consent (Surat Ijin
Tindakan/SIT). Hal ini sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat. Baik pasien maupun keluarganya
harus menyadari bahwa tindakan medis atau operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan anastesi serta produk darah yang akan
digunakan). Dalam praktik klinik terdapat 2 jenis informed consent, yaitu:
- Informed consent langsung, yaitu yang didapat langsung dari subjek.
- Informed consent yang diwakilkan yaitu yang diperoleh dari keluarga
pasien/wali yang memiliki otoritas/legalitas untuk memberikan
persetujuan tersebut. Selain itu juga disiapkan SLIP atau Formulir
Rencana Tindakan. Formulir ini merupakan salah satu persyaratan
kelengkapan administrasi yang harus diurus oleh pasien atau
keluarganya untuk memverifikasi mengenai tindakan yang akan
dilakukan dengan pihak yang akan menjamin tindakan tersebut
disetujui untuk dilaksanakan.
c. Persiapan Fisik
- Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas pasien, riwayat penyakit,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain
status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain- lain.
- Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien lebih lama dirawat di rumah
sakit.
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit berkaitan erat
dengan fungsi ginjal, dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan ekskresi metabolik obat-obatan anestesi. Kadar elektrolit
yang biasanya diperiksa diantaranya adalah:
kadar natrium serum (normal: 135-145 mmol/l)
kadar kalium serum (normal: 3,5-5 mmol/l)
kadar kreatinin serum (normal: 0,70-1,50 mg/dl).
2.3.5. Latihan Pra Bedah
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan
yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
2.3.5.1. Latihan Napas Dalam
Latihan ini sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
Latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat
segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan pernafasan diafragma diajarkan
untuk pasien yang beresiko mengalami komplikasi paru, misalnya
atelektasis atau pneumonia. Pada pernafasan diafragma, pasien menarik
nafas sembari membiarkan perut mengembang. Pada pengeluaran
nafas, perut berkontraksi kedalam saat udara dari paru dikeluarkan.
2.3.5.2. Latihan batuk efektif
Sebagian orang berisiko tinggi dalam menghadapi komplikasi pulmonal
pada pasca bedah, seperti pneumonia, inhalasi anastesi, bedah thorax,
bedah perut bagian atas, obesitas, orang tua usia lanjut dan lain- lain.
Pada fase pre operasi ini, pasien diberikan penyuluhan tentang cara
bernafas dalam dan latihan batuk. Tujuan batuk adalah mengendurkan,
menggerakkan dan mengeluarkan sekresi paru. Latihan ini juga sangat
diperlukan bagi pasien terutama pasien yang mengalami operasi dengan
anastesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu
nafas selama dalam kondisi teranastesi. Sehingga ketika sadar pasien
akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau
sekret tersebut.
2.3.5.3. Latihan Kaki, Tungkai, dan Pergelangan Kaki
Vena yang statis pada periode pasca bedah dapat menimbulkan
thrombophlebitis (bekuan darah). Pasien yang berisiko tinggi yaitu
mobilitas yang berkurang pasca bedah, memiliki riwayat sirkuler
perifer yang kurang baik, menjalani bedah kardiovaskular, panggul,
atau ekstremitas bawah. Pasien-pasien demikian harus melaksanakan
latihan kaki guna mencegah vena statis pada kaki. Tujuan latihan
tungkai adalah meningkatkan aliran darah vena dari ekstremitas. Ketika
otot tungkai berkontraksi dan rileks, darah dipompa balik ke jantung,
sehingga meningkatkan curah jantung dan penurunan statis vena.
Latihan ini juga mempertahankan tonus otot dan rentang gerak yang
mempermudah ambulasi dini. Keuntungan lain adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
2.3.6. Persiapan Psikologi Pra Bedah
Pengkajian kesiapan psikologi pasien dan keluarga sangat penting dilakukan
sebelum operasi. Hal ini diperlukan agar perawat mengetahui kecemasan yang
spesifik dan apa yang dialami pasien preoperasi. Perhatian perawat kepada
pasien akan sangat membantu kecemasan pasien berkurang. Perhatian perawat
ini dapat dalam bentuk pendengar yang baik akan setiap ketakutan ataupun
keluhan, dukungan verbal. Keterlibatan anggota keluarga atau orang terdekat
pada proses penyuluhan sangat penting dalam perawatan pasien. Penyuluhan
praoperatif yang efektif akan mengurangi kecemasan dan respon fisiologis
terhadap cemas sebelum dan setelah pembedahan. Dapat juga dijelaskan
mengenai prosedur pembedahan dan pengalaman intra operasi dan pasca
operasi.
2.3.7. Persiapan Penunjang
Pemeriksaan penunjang antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti: Fotothoraks, CT scan
(Computerized Tomography Scan), MRI (Magnetic Resonance Imagine),
EKG/ECG (Electrocardiografi), ECHO, hasil coroangiografi, dan lain-
lain.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah: hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT,
ureum, kretinin, BUN, masa perdarahan (bleeding time), masa pembekuan
(clothing time) dan lain-lain.
c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan untuk mengetahui apakah kadar
gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji kadar gula darah
biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan
diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan kadar gula
darah 2 jam PP (post prandial).
d. Pemeriksaan Status Anestesi
Sebelum dilakukan anestesi, pasien akan mengalami pemeriksaan status
fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan
terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik
anestesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran
darah dan sistem saraf.
e. Mencari infeksi fokal
Sebelum operasi dilakukan pasien harus berkonsultasi dulu dengan bagian
THT, gigi dan mulut. Pasien akan diperiksa apakah ada gigi berlubang
atau tonsillitis kronis. Kelainan kulit seperti dermatitis dan furonkolisis
atau bisul harus diobati dan juga tidak dalam masa inkubasi atau infeksi
penyakit menular.
2.3.8. Persiapan Medikal
a. Obat-obatan anti koagulan dihentikan 1 minggu sebelum operasi,
misalnya: aspirin, sintrom, simarc.
b. Obat – obatan gula dihentikan
c. Obat-obatan diuretik dihentikan 3 hari sebelum operasi, misalnya
furosemide, spironolactone, kecuali bila ada instruksi lain dari dokter.
d. Obat-obatan digitalis dihentikan 12 jam sebelum operasi, misalnya
digoxin, lanoxin dan lain-lain.
e. Obat calcium bloker (adalat, herbesser) atau beta bloker diberikan sampai
hari operasi.
f. Antibiotik diberikan untuk profilaksis dan diberi waktu untuk induksi
anestesi di kamar operasi, hanya diperlukan test kulit sebelum alergi,
untuk mengetahui adanya alergi atau tidak.
2.3.9. Persiapan Produk Darah
a. Packed Red cell: 1000 cc (15-20 cc/kgBB)
b. Fresh Frozen Plasma: 1000 cc (15-20 cc/kgBB)
c. Trombosit: 5 unit
d. Permintaan komponen darah tambahan atas instruksi dokter bedah.
2.3.10. Persiapan sehari sebelum pembedahan
Persiapan jangka pendek dilakukan maksimal dalam 1x24 jam sebelum
tindakan pembedahan. Persiapan ini bersifat efektif dan efisien apabila
dilakukan menjelang tindakan bedah (jarak waktunya tidak terlalu jauh dengan
jadwal tindakan bedah). Persiapan jangka pendek meliputi kecukupan pasien
dalam istirahat, kebersihan lambung dan usus, personal hygiene, pencukuran
daerah operasi, pengosongan kandung kemih, dan persiapan akhir saat pasien
diantar ke ruangan bedah.
a. Kecukupan istirahat
Pasien harus istirahat yang cukup sebelum tindakan karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres yang
mempengaruhi hemodinamik pasien saat pembedahan. Tubuh lebih rileks
sangat dibutuhkan sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
b. Persiapan gastrointestinal atau kebersihan lambung dan kolon.
Pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon.
Lamanya puasa berkisar antara 6 jam (biasanya puasa dilakukan mulai
pukul 24.00 WIB). Pembersihan ini adalah untuk mencegah defekasi selama
anestesi atau untuk mencegah trauma yang tidak diinginkan pada intestinal
selama pembedahan. Selain itu pengosongan lambung dan kolon adalah
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Tindakan puasa pada
pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus harus dipantau kadar gula
darahnya untuk mewaspadai terjadinya hipoglikemia. Khusus pada pasien
yang membutuhkan operasi CITO (segera), pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (Naso Gastric Tube).
Hodge, T. (2019). Fast Facts for the Cardiac Surgery Nurse: Caring for Cardiac
Surgery Patients. Springer Publishing Company.
Iklima, N & Maulana, D.N. (2018) Terapi Dingin Pada Nyeri Sternotomy Pasien
Post Coronary Arthery Bypass Graft (CABG). Jurnal Ilmu Keperawatan,
Vol. VI, No. 2, September 2018.
Kusuma, Donni & Jatmiko, Heru. (2018). Penilaian Praoperasi Bedah Jantung.
Jurnal Anastesiologi Indonesia.Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018.
Salikim, Mia Amelia, dr. (2021). Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/toraks-dan-
kardiovaskular/cabg
Utami et al. (2022). Asuhan Keperawatan Pra Bedah Pada Pasien Tn. MH
Dengan Diagnosa CAD 3 VD EF 55% Pro Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) Di Ruang GP II Lantai 4 RS Jantung Dan Pembuluh Darah
Harapan Kita.